Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
DOSEN PEMBIMBING :
Drs. Budi Purnomo, M.Hum, M.Pd
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Nur Widad Wahdini Wafiroh_A1A222045
Friska Bintang Saputri_A1A222055
Vina Ayu Niswari_A1A222071
Giska Puspita_A1A222081
Ultifa Khoeriah_A1A222087
Anny Rutmauli Manullang_A1A222089
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3.Tujuan Penulisan
1) Mengetahui dan memahami definisi landasan-landasan filsafat
pendidikan.
2) Mengetahui dan memahami hubungan antara ontologi dengan
pendidikan.
3) Mengetahui dan memahami hubungan antara epistemologi dengan
pendidikan.
4) Mengetahui dan memahami hubungan antara aksiologi dengan
pendidikan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
(b) apakah golongan-golongan dari sesuatu yang ada?;
(c) apakah sifat dasar kenyataan dan sesuatu ada?;
(d) apakah cara-cara yang berbeda dalam entitas dari kategori-kategori logis
yang berbeda (seperti objek-objek fisis, pengertian unuiversal, abstraksi dan
bilangan) dapat dikatakan ada?
Kemudian dalam Ensiklopedi Britannica dijelaskan bahwa ontologi
merupakan teori atau studi mengenai yang ada (being/wujud) seperti
karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi bersinonim dengan
metafisika, yaitu studi filosofis guna menentukan sifat nyata yang asli dari
suatu benda untuk menentukan arti, struktur, dan prinsip dari benda tersebut.
4
pengetahuan. Epistemologi mengkaji tentang apa sesungguhnya ilmu, dari
mana asal sumber ilmu, serta bagaimana proses terjadinya ilmu. Dengan
menyederhanakan batasan tersebut, Brameld mendefinisikan epistimologi
sebagai “it is epistemologi that gives the teacher the assurance that he is
conveying the truth to his student”. Pengertian tersebut dapat diterjemahkan
sebagai berikut “epistemologi memberikan kepercayaan dan jaminan bagi
guru bahwa ia memberikan kebenaran pada murid-muridnya”. Disamping
pengertian itu banyak juga sumber yang mendefinisikan pengertian
epistemologi di antaranya:
a. Epistemologi merupakan cabang ilmu filsafat yang mengenarahi
masalah-masalah filosofikal yang berkaitan dengan teori ilmu
pengetahuan.
b. Epistemologi merupakan pengetahuan sistematis yang membahas
mengenai terjadinya pengetahuan sebagai sumber pengetahuan, asal
mula adanya pengetahuan, metode atau teknik memperoleh
pengetahuan, validitas, dan kebenaran pengetahuan (ilmiah)
Untuk lebih detailnya perhatikan contoh berikut ini, contohnya ‘kursi’
adalah cara kerja pikiran guna menangkap substansi sebuah kursi. Dalam
realita konkretnya, selalu ditemui berbagai macam kursi dalam jenis, sifat,
bentuk, dan perwujudannya yang berbeda-beda. Diklasifikasikan menurut
jenis bentuk, posisi, dan fungsinya ada kursi belajar, kursi goyang, kursi
tamu, kursi makan, dan lain sebagainya. Namun, terlepas dari itu semua
‘kursi’ tetaplah kursi bukan ‘meja’ meskipun dapat digunakan sebagai meja
atau sebagai alat (benda buatan) dalam bentuk yang lain, yang digunakan
sebagai ‘tempat duduk’. Sementara duduk adalah suatu aktivitas seseorang
dengan posisi meletakkan semua tubuh dengan bermacam jenis, sifat,
bentuk hal atau benda dalam kondisi seperti apapun, di mana, bahkan
kapanpun berada dan yang biasanya digunakan sebagai tempat duduk.
Berikut adalah aliran-aliran dalam epistemologis:
a) Rasionalisme
Aliran ini berasumsi bahwa seluruh pengetahuan berasal dari akal
pikiran atau rasio. Tokohnya antara lain Rene Descartes (1596-1650), yang
membedakan adanya tiga ide, yakni innate ideas (ide bawaan), sejak
manusia dilahirkan atau juga dikenal dengan adventitinous ideas, yakni ide
yang bersumber dari luar manusia, dan faktitinousideas, atau ide yang
dihasilkan dari pikiran itu sendiri. Tokoh lain yaitu Spinoza (1632-1677),
dan Leibniz (1666-1716).
b) Empirisme
Aliran ini berpegang teguh pada keyakinan bahwa seluruh
pengetahuan manusia didapat melalui pengalaman indra. Indra mendapat
pengalaman (kesan-kesan) dari alam empiris, berikutnya kesan-kesan
tersebut terkumpul dalam diri manusia dan berubah menjadi pengalaman.
Tokohnya antara lain:
1) John Locke (1632-1704), berasumsi bahwa pengalaman bisa dibedakan
menjadi dua macam, yakni (1) pengalaman luar (sensation), yaitu
5
pengalaman yang didapat dari luar dan (2) pengalaman dalam, batin
(reflexion). Kedua pengalaman tersebut adalah idea yang sederhana dan
kemudian dengan proses asosiasi membentuk idea yang lebih kompleks.
2) David Hume (1711-1776), yang melanjukan tradisi empirisme. Hume
berasumsi bahwa ide yang sederhana ialah salinan dari ide-ide sederhana
atau kesan-kesan yang kompleks. Aliran ini kemudian berkembang dan
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan terutama saat abad 19 dan 20.
c) Realisme
Realisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-
objek yang diserap melalui indra ialah nyata dalam diri objek tersebut.
Objek-objek tersebut tidak
bergantung pada subjek yang mengetahui atau dengan kata sederhananya
tidak bergantung pada pikiran subjek. Pikiran serta dunia luar saling
berinteraksi, tetapi interaksi tersebut memengaruhi sifat dasar dari dunia
tersebut. Dunia sudah ada sebelum pikiran menyadari dan akan tetap ada
setelah pikiran berhenti menyadari. Tokoh aliran ini adalah Aristoteles
(384-322 SM), menurutnya, realitas ada dalam benda-benda konkret atau
dalam proses-proses perkembangannya. Bentuk atau ide atau prinsip
keteraturan serta materi tidak bisa dipisahkan. Kemudian, aliran ini terus
berkembang menjadi sebuah aliran realisme baru dengan tokoh George
Edward Moore, Bertrand Russell, sebagai reaksi dari aliran idealisme,
subjektivisme, dan absolutisme. Menurut realisme baru menyatakan
keberadaan objek tidak bergantung pada diketahuinya objek tersebut.
d) Kritisisme
Menurut aliran ini akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari
empiris (yang berarti indra dan pengalaman). Kemudian akal akan
memosisikan, mengatur, dan menertibkan dalam bentuk-bentuk
pengamatan yakni ruang dan waktu. Pengamatan
ialah bermulanya pengetahuan sedangkan pengolahan akal ialah
pembentukannya. Tokoh aliran ini adalah Immanuel Kant (1724-1804).
Kant mempadukan antara rasionalisme dan empirisme.
e) Positivisme
Tokoh aliran ini ialah August Comte, yang mempunyai opini sejarah
perkembangan pemikiran umat manusia bisa diklasifikasikan menjadi tiga
tahap, yaitu:
1) Tahap Theologis, ialah tahap manusia masih yakin bahwa pengetahuan
atau pengenalan yang mutlak. Manusia pada tahap ini masih mempercayai
takhayul-takhayul sehingga subjek dengan objek tidak dibedakan.
2) Tahap Metafisis, ialah pemikiran manusia berusaha memahami dan
memikirkan
kenyataan, tetapi belum mampu membuktikan dengan fakta yang ada.
3) Tahap Positif, tahap ini ditandai dengan adanya pemikiran manusia untuk
menemukan hukum-hukum dan saling berkaitan melalui fakta. Oleh sebab
6
itu, pada tahap ini pengetahuan manusia bisa berkembang serta dibuktikan
dengan fakta.
f) Skeptisisme
Aliran ini meyakini bahwa indra ialah bersifat menipu atau
menyesatkan. Namun, di masa modern berkembang menjadi skeptisisme
medotis (sistematis) yang memberikan syarat adanya bukti sebelum suatu
pengalaman diakui benar. Tokoh skeptisisme ialah Rene Descartes (1596-
1650).
g) Pragmatisme
Aliran ini tidak mempermasalahkan mengenai hakikat pengetahuan,
namun mempertanyakan mengenai pengetahuan dengan manfaat atau
fungsi dari pengetahuan tersebut. Dengan pengertian lain kebenaran
pengetahuan hendaklah dihubngkan dengan manfaat serta sebagai sarana
bagi suatu perbuatan. Tokoh aliran ini, adalah C.S Pierce (1839-1914),
mengatakan bahwa yang paling penting adalah manfaat apa (pengaruh apa)
yang bisa dilakukan suatu pengetahuan dalam suatu rencana. Pengetahuan
tentang sesuatu hal tidak lain ialah gambaran yang diperoleh tentang akibat
yang bisa disaksikan. Tokoh yang lain adalah Willian James (1824-1910)
mengatakan bahwa ukuran kebenaran sesuatu hal ialah ditentukan oleh
akibat praktisnya.
7
penelitian ilmu lain seperti secara geografi, paleontologi, sosiologi,
antropologi, dan lain sebagainya. Sehingga asal muasal zaman tersebut
dapat digambarkan dengan spesifik oleh para sejarawan.
8
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Landasan filsafat pendidikan merupakan seperangkat pendapat
yang berasal dari filsafat dan dijadikan titik tolak di dalam pendidikan.
Landasan filosofis pendidikan sebenarnya ialah suatu sistem gagasan
mengenai pendidikan dan dijabarkan dari suatu sistem gagasan filsafat
umum yaitu, ontologi, epistemologi, dan aksiologi, yang dianjurkan dari
suatu aliran filsafat tertentu
Ontologi adalah suatu kajian keilmuan yang berpusat pada
pembahasan mengenai hakikat. Ketika ontologi dihubungkan dengan
filsafat pendidikan, maka akan muncul suatu relasi tentang ontologi filsafat
pendidikan. Secara umum bisa dikatakan bahwa pendidikan dapat
membawa anak menuju kedewasaannya, dewasa baik itu dari segi jasmani
maupun rohani. Dengan mengetahui arti pendidikan maka arti ontologi
dalam pendidikan itu sendiri ialah analisis mengenai objek materi yang
berasal dari ilmu pengetahuan.
Epistemologi membahas mengenai konsep dasar dan umum dari
proses mengetahui, sehingga sangat erat hubungannya dengan metode
ilmiah. Suatu penelitian harus mempunyai langkah-langkah yang sistematis.
Sistematis yang dimaksud ialah pengetahuan yang bisa dirumuskan atau
diuraikan secara teratur dan logis sehingga terbentuk suatu sistem yang
menyeluruh, terpadu, dan utuh mampu memaparkan rangkaian kausalitas
yang menyangkut obyeknya.
Peran aksiologi dalam dunia pendidikan ialah menguji dan
menyatukan nilai tersebut ke dalam kehidupan manusia dan membinanya
dalam kepribadian peserta didik. Memang untuk memaparkan apakah yang
baik itu, benar, buruk serta jahat bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi,
baik, benar, indah serta buruk, dalam arti mendalam maksudnya untuk
membina kepribadian peserta didik. Memang untuk membimbing
kepribadian ideal anak, jelas adalah tugas utama pendidikan. Pendidikan
wajib memberikan pemahaman/pengertian baik, benar, bagus, buruk dan
sebagainya kepada peserta didik secara komprehensif dalam arti ditinjau
dari sisi etika, estetika, serta nilai sosial.
3.2. Saran
Disarankan bagi pembaca untuk mengkaji lebih lanjut berbagai
landasan filosofis pendidikan yang ada supaya dapat dipahami, memilah
dan memilih gagasan-gagasannya yang positif serta tidak bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila untuk diambil hikmahnya demi pengembangan
dan memperkaya pengetahuan pendidikan.
9
DAFTAR PUSTAKA
10