Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan
Dosen Pengampu:
Dr. Soeparlan Kasyadi, M.M.

Kelompok 2 Kelas 1B

Penyusun:
Hilda Hizaria 20237370113
Nunung Kurniawati 20237370086
Sheila Muria Prihatini 20237370085
Sri Purwani 20237370099

PROGRAM PASCA SARJANA


PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
SEPTEMBER 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah landasan pendidikan.
Kami telah menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal
mungkin. Namun tentunya sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan. Harapan kami, semoga bisa menjadi koreksi di masa mendatang agar lebih
baik lagi dari sebelumnya.
Kami juga mengucapkan mohon maaf atas segala kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan
guna kesempurnaan yang akan dating. Kami berharap, semoga makalah ini
berkontribusi nyata dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia.

Jakarta, September 2023

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………………… i


KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… iii

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………………………………… 1

BAB 2 ISI …………………………………………………………………………… 3

BAB 3 KESIMPULAN …………………………………………………………………………… 13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi-


potensi peserta didik, baik potensi cipta, rasa, maupun karsanya. Agar potensi itu
menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Landasan-landasan
pendidikan dan pembelajaran adalah asumsi, atau gagasan, keyakinan, dan prinsip yang
dijadikan titik tolak atau pijakan dalam rangka berpikir atau melakukan praktik
pendidikan dan pembelajaran.
Menguasai landasan-landasan pendidikan merupakan satu dari sejumlah
kompetensi yang harus dimiliki seorang guru. Penguasaan landasan pendidikan ini
demikian penting bagi guru sebagai jabatan profesional. Landasan pendidikan ibarat
pondasi bangunan. Ia akan menjadi prasyarat, bahkan menentukan kekuatan fisik
bangunan yang berdiri di atasnya. Bangunan akan kuat, indah, tenang, dan
menyenangkan untuk ditempati jika bertumpu pada pondasi yang kokoh. Demikian
sebaliknya, bangunan menjadi kropos, mudah ambruk, dan membuat cemas bagi
penghuninya manakala didirikan di atas pondasi yang rapuh. Seorang guru harus
memiliki landasan (pondasi) pendidikan yang kokoh, sehingga ia dapat
menyelenggarakan pembelajaran dengan efektif dan profesional.
Dalam dunia pendidikan, landasan filosofis pendidikan harus menjadi perhatian
karena Pertama, pendidikan bersifat normatif, maka dalam pembahasan teori dan
praktik pendidikan dibutuhkan asumsi yang bersifat normatif juga. Asumsi-asumsi
dalam bidang pendidikan yang bersifat normatif itu sedikit banyak bersumber dari
filsafat. Landasan filosofis pendidikan yang bersifat preskriptif dan normatif akan
memberikan petunjuk tentang apa yang seharusnya di dalam pendidikan dan atau apa
yang dicita-citakan dalam pendidikan. Kedua, bahwa pendidikan tidak cukup dipahami
hanya melalui pendekatan ilmiah yang bersifat parsial dan deskriptif saja, melainkan
perlu juga dipandang secara holistik. Kajian pendidikan secara holistik ini dapat
dimunculkan melalui pendekatan filosofis. Landasan filosofis pendidikan merupakan
seperangkat asumsi yang bersumber dari filsafat yang dijadikan titik tolak dalam

1
pendidikan. Seperangkat asumsi ini dideduksi atau dijabarkan dari sistem gagasan
filsafat secara umum dengan cakupan Metafisika, Epistemologi, Aksiologi yang
dirumuskan oleh suatu aliran filsafat tertentu. Berdasarkan hal tersebut, dapat
dipahami bahwa terdapat hubungan implikatif antara kepercayaan-
kepercayaan/gagasan- gagasan dalam kajian filsafat (metafisika, epistemologi, dan
aksiologi) terhadap gagasan-gagasan teori dan praktik pendidikan.
Dengan memahami tentang landasan filosofis pendidikan diharapkan tidak
terjadi kesalahan konsep pendidikan yang akan mengakibatkan kesalahan dalam
praktek pendidikan.

2
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Landasan Filosofi Pendidikan


Landasan: Menurut KBBI (1995:260) landasan dapat diartikan sebagai alas, dasar
atau tumpuan. Istilah landasan dapat diartikan juga sebagai fondasi. Dengan mengacu
arti dari istilah tersebut, dapat dipahami bahwa landasan adalah suatu pijakan, titik
tumpu atau titik tolak suatu fondasi tempat berdirinya sesuatu hal.
Filosofi: Kata filosofis terbentuk dari 2 kata Bahasa Yunani, yaitu Philo yang
artinya cinta dan Shopos yang artinya kebijaksanaan. Dengan demikian filosofis diartikan
sebagai cinta kebijaksanaan. Secara maknawi filsafat dimaknai sebagai suatu
pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk mencapai
kebenaran atau kebijaksanaan. Untuk mencapai dan menemukan kebenaran tersebut,
filosof memiliki karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan lainnya.
Pendidikan: Hakikat pendidikan adalah humanisasi. Tujuan pendidikan adalah
terwujudnya manusia ideal atau manusia yang dicita-citakan sesuai nilai-nilai dan
norma-norma yang dianut. Pendidikan bersifat normatif dan dapat
dipertanggungjawabkan, pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang,
melainkan harus dilaksanakan secara bijaksana.
Filosofi membantu pendidik untuk melakukan refleksi pada masalah-masalah
kunci dan konsep-konsep dalam pendidikan melalui pertanyaan-pertanyaan seperti:
apa yang diajarkan?, Apa yang dimaksud dengan kehidupan yang baik?, apa yang
dimaksud dengan pengetahuan?, apa hakekat pembelajaran?, dan apa hakekat
mengajar? Filsuf berpikir mengenai makna dari sesuatu dan interpretasi dari makna
tersebut. Bahkan pada pertanyaan sederhana seperti apa yang harus dipelajari? Hal
demikian biasanya juga menghasilkan perdebatan yang memiliki implikasi besar
terhadap pelaksanaan pendidikan.
Filosofi pendidikan kita adalah keyakinan kita mengenai mengapa, apa, dan
bagaimana kita melakukan pembelajaran, siapa yang kita ajar, dan mengenai hakikat
belajar. Hal ini merupakan seperangkat prinsip-prinsip yang menuntun kita dalam

3
melakukan tindakan profesional melalui kegiatan dan masalah-masalah yangkita hadapi
sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa landasan filosofi
pendidikan adalah asumsi filosofis yang dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan
praktek pendidikan. Dalam pendidikan terdapat momen studi pendidikan dan momen
praktek pendidikan. Melalui studi pendidikan akan diperoleh pemahaman tentang
landasan-landasan pendidikan,yang akan dijadikan titik tolak praktek pendidikan.
Dengan demikian, landasan filosofis pendidikan sebagai hasil studi pendidikan tersebut,
dapat dijadikan titik tolak dalam rangka studi pendidikan yang bersifat filsafiah, yaitu
pendekatan yang lebih komprehensif, spekulatif, dan normatif.

2.2 Cabang-Cabang Filosofi Pendidikan


Cohen, L.N.M (1999) menyebutkan bahwa terdapat 3 (tiga) cabang-cabang
Filosofi (Filsafat) yang masing- masing memiliki sub cabang. Ketiga cabang-cabang
tersebut adalah Metaphysic (Metafisika), Ephistemology (Epistemologi), dan Axiology
(Aksiologi). Metafisika memiliki dua sub cabang, yaitu Ontologi dan Kosmologi,
Epistemologi memiliki sub cabang pengetahuan yang diperoleh melalui Inkuiri ilmiah
(Scientific Inquiry), Indra dan Perasaan (Senses and Feelings), Otoritas atau divinitas
(Authority or Divinity), Empirisme atau pengalaman (Empiricism), Intuisi (Intuition), dan
Logika (Reasoning or Logic) yang meliputi logika deduktif (Deductive reasoning) dan
Logika Induktif (Inductive Reasoning).
Ornstein, A.C. dan Levine, D.U. (1989:2001) menyebutnya sebagai terminologi
khusus Filsafat Pendidikan yang ia jabarkan menjadi 4 (empat) terminology, yaitu
Metaphysics (Metafisika), Ephistemology (Epistemologi), Axiology (Aksiologi) dan Logics
(Logika).
1. Metafisika menyelidiki hakikat realitas atau menjawab pertanyaan: “Apa hakikat
realitas?”. Dalam spekulasi mengenai hakikat keberadaan, orang-orang yang
berorientasi metafisika memiliki pandangan berbeda-beda dan tidak menemukan
kesepakatan. Bagi mereka yang idealis realitas dipandang sebagai konteks non
material atau spiritual. Bagi mereka yang realis, realitas dipandang sebagai

4
keteraturan obyektif yang terjadi secara independen pada diri manusia. Bagi mereka
yang ragmatis, realitas dipandang sebagai hasil pengalaman manusia dengan
lingkungan sosial dan fisiknya.
Sedangkan menurut Tatang (2010), Metafisika adalah cabang filsafat yang
mempelajari atau membahas hakikat realitas (segala sesuatu yang ada) secara
menyeluruh (komprehensif).
Dalam filsafat pendidikan Metafisika berhubungan dengan konsepsi realitas yang
terefleksikan dalam subyek, pengalaman, dan ketrampilan dalam kurikulum. Contoh
kasus pertanyaan di dalam pendidikan adalah:
 Apakah menurutmu manusia pada dasarnya baik atau buruk?
 Apakah faham konservatif atau liberal itu?
Cohen, L.N.M. (1999) menyebutkan bahwa metafisika memiliki dua sub cabang yaitu
Ontologi dan Kosmologi. Ontologi berhubungan dengan jawaban atas pertanyaan
masalah-masalah atau isu-isu apa yang berhubungan dengan alam, keberadaan, dan
makhluk. Diantara pertanyaan yang diajukan adalah:
 Apakah seorang anak itu secara inheren adalah baik atau buruk?
 Bagaimana mungkin pandangan Anda menentukan manajemen kelas Anda?

2. Epistemologi berasal dari bahasa Latin “episteme” yang artinya “ilmu pengetahuan”
dan “logos” yang berarti “teori”. Jadi epistemologi berarti teori ilmu pengetahuan
(Salahudin, 2011:131). Epistemologi mempertanyakan: “Apa hakekat ilmu
pengetahuan?” Bagaimana kita dapat mengetahui?”. Epistemologi berhubungan
dengan pengetahuan dan mengetahui.
Epistemologi berhubungan erat dengan metode mengajar dan belajar. Bagi orang
idealis, pengetahuan dan mengetahui dipandang sebagai mengingat ide-ide laten di
dalam pikiran. Para realis memandang pengetahuan bermula dengan sensasi obyek
(stimulus sensori). Para pragmatis memandang bahwa kita menciptakan
pengetahuan dengan berinteraksi dengan lingkungan (pemecahan masalah). Contoh
kasus pertanyaan dalam pendidikan termasuk:

5
 Bagaimana kira-kira seorang antropologis memandang kelas ini?
 Bagaimana kira-kira seorang politikus melihat kelas ini? Bagaimana dengan
seorang ahli biologi?
 Bagaimana kita mengetahui apa yang diketahui oleh anak didik?
Menurut Cohen, L.N.M. (1999), Epistemologi memiliki sub cabang yang
berhubungan dengan mengetahui melalui inkuiri ilmiah, indra dan perasa, otoritas
dan kedudukan (divinitas), empirisme, dan intuisi. Selain itu juga terdapat sub
cabang Logika (logic) yang menurut Ornstein, A.C. dan Levine, D.U. (1989)
merupakan salah satu terminologi khusus Filosofi Pendidikan. Logika meliputi logika
berpikir Deduktif yang berpikir dengan cara memulai dari yang umum ke yang
spesifik dan logika berpikir Induktif yang berpikir dengan cara memulai dari yang
spesifik ke yang umum.

3. Aksiologi berhubungan dengan nilai-nilai (values). Pertanyaan dalam aksiologi


adalah dengan nilai-nilai apa seseorang hidup? Aksiologi terbagi menjadi dua atau
memiliki dua sub cabang, yaitu Etika dan Estetika. Etika menyelidiki nilai-nilai moral
dan aturan-aturan tindakan yang baik dan Estetika berkenaan dengan nilai-nilai
keindahan dan seni. Bagi para realis dan idealis, nilai- nilai teori dipandang obyektif
yang meyakinkan bahwa baik, benar, dan cantik secara universal valid pada semua
tempat dan waktu. Para prakmatis berpandangan bahwa nilai-nilai secara budaya
relative dan bergantung kepada kesukaan kelompok atau perseorangan yang
beragam pada situasi, waktu dan tempat.

4. Logika sebagaimana disebutkan di atas berhubungan dengan persyaratan berpikir


benar dan valid. Logika meneliti mengenai hukum-hukum inferensi yang
memungkinkan kita membentuk proposisi dan argumentasi dengan benar. Logika
terbagi menjadi dua pola piker, yaitu pola berpikir deduktif dan pola berpikir
induktif.

6
2.3 Landasan-Landasan Filosofis Pendidikan
Ornstein, A.C. dan Levine, D.U., (1989) memaparkan dua hal yang saling
berhubungan yang disebut sebagai Landasan Filosofi Pendidikan (Philosophy of
Education) dan Teori Pendidikan (Theory of Education). Untuk hal yang sama, Cohen,
L.N.M. (1999) mengidentifikasikan sebagai General atau World Philosophy (Filosofi
Umum)dan Educational Philosophy (Filosofi Pendidikan).

Tabel 1. Filosofi Pendidikan (Ornstein, A.C. dan Levein, D.U., 1989:2004)


ditampilkan di dalam transliterasi Bahasa Indonesia.
Filsafat/Filosofi Metafisika Epistemologi Aksiologi Implikasi Tokoh
dalam
Pendidikan
Idealisme Realitas adalah Mengetahui Nilai-nilai Kurikulum Berkeley,
spritual atau adalah adalah yang Butler,
mental dan tak memikirkan Absolut menekankan Froebel,
berubah kembali ide- dan Abadi ide-ide Hegel, Plato
cemerlang
dan
mengakar
mengenai
budaya.

Realisme Realitas adalah Mengetahui Nilai-nilai Kurikulum yang Aquinas,


obyektif dan terdiri dari adalah menekankan Aristotel,
terbangun atas sensasi dan absolut pada disiplin Broudy,
sesuatu dan abstraksi. dan abadi humanistik dan Martin,
bentuk, tetap, berdasar ilmiah. Pestalozzi
berdasar hukum ada hukum
alam. alam.

Pragtisme/ Realitas adalah Mengetahui Nilai-nilai Pembelajaran Childs,


Eksperimentalisme interaksi antara terjadi bersifat diorganisasikan Dewey,
individu dengan sebagaihasil situasional dengan James,
lingkungannya pengalaman atau relatif pemecahan Pierce
atau pengalaman atau masalah
dan selalu penggunaan menurut
berubah. metode metodeilmiah
ilmiah.

Eksistensialisme Realitas bersifat Mengetahui Nilai-nilai Dialog kelas Saetre,


subyektif, untuk harus yang dirancang Marcel,
dengan membuat dengan untuk Morris,
keberadaan yang pilihan bebas menstimulasi Soderquist
mendahului pribadi. dipilih. kesadaran
esensi. bahwa setiap

7
Filsafat/Filosofi Metafisika Epistemologi Aksiologi Implikasi Tokoh
dalam
Pendidikan
orang
membuat
konsep diri
melalui pilihan
yang signifikan.

Analis Filosofis Realitas bersifat Mengetahui Nilai-nilai Pembelajaran Solitis,


verifikatif melibatkan dianggap yang Rusell,
verifikasi logis sebagai menggunakan Moore
atau analisis pilihan analisis bahasa
logis Bahasa. emosional. untuk
mengklarifikasi
komunikasi dan
membentuk
makna.

Cohen, L.N.M (1999) memandang bahwa:


1. Idealisme merupakan pendekatan filosofis yang memiliki ide atau prinsip utama
bahwa pemikiran adalah satu-satunya realitas yang benar, dan satu-satunya hal yang
bermakna untuk diketahui. Di dalam mencari kebenaran, keindahan, dan keadilan
merupakan usaha yang tanpa kuat dan tanpa henti. Plato adalah bapak dari
pandangan idealisme.
2. Realisme merupakan keyakinan bahwa realitas berada secara independen di dalam
pikiran manusia. Realitas akhir adalah dunia obyek yang tampak secara fisik.
Kebenaran adalah obyektif dan dapat diamati. Aristoteles adalah tokoh yang disebut
sebagai bapak realisme dan metode ilmiah.
3. Pragmatis hanya sesuatu hal yang dialami atau diamati yang disebut nyata. Filosofi
ini berkembang di Amerika pada akhir abad ke 19 yang fokusnya adalah realitas
pengalaman. Pragmatisme dikembangkan dari ajaran Charles Sanders Peirce (1839-
1914), yang percaya bahwa pemikiran harus menghasilkan tindakan.
4. Eksistensialis adalah subyektif, dan bergantung kepada pribadi-pribadi. Dunia fisik
tidak memiliki makna inheren di luar keberadaan manusia. Pilihan pribadi dan
standar pribadi merupakan hal utama dibanding dengan standar eksternal. Soren
Kierkegaard (1813- 1855) merupakan bapak dari Eksistensialisme.

8
Cohen, L.N.M (1999) menyatakan bahwa:
1. Kaum prenalis, tujuan pendidikan adalah untuk memastikan bahwa peserta didik
mendapatkan pemahaman mengenai pemikiran-pemikiran cemerlang dari
peradaban barat. Pendapat ini memiliki potensi untuk menekankan pada pemecahan
masalah pada era apapun. Fokus pembelajaran adalah untuk mengajarkan pikiran-
pikiran yang tidak pernah jenuh, untuk mencari kebenaran yang kuat dan konstan,
tiada perubahan, sebagaimana dunia manusia dan alam pada tingkat yang paling
esensial tidak berubah.
2. Kaum Esensialis, percaya bahwa terdapat pengetahuan umum inti yang perlu
ditansfer kepada peserta didik sedara sistematik dan disiplin. Penekanan dari
perspektif ini adalah pada standar intelektual dan moral yang harus diajarkan oleh
sekolah.
3. Kaum Progresivis, mempercayai bahwa pendidikan harus difokuskan pada
keseluruhan diri anak (whole child) dan menekankan pada pengujian ide-ide siswa
melalui eksperimentasi aktif. Belajar bersifat aktif dan mendorong pemecahan
masalah serta kemampuan berpikir anak didik.
4. Kaum Rekonstruksionis sosial menekankan pada pertanyan-pertanyaan sosial dan
usaha untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik serta menciptakan demokrasi
secara meluas di dunia. Para rekonstruksionis memfokuskan pembelajaran pada
kurikulum yang mementingkan pembahasan reformasi sosial sebagai tujuan dari
pendidikan.

9
Tabel 2. Filosofi Pendidikan (Ornstein, A.C. dan Levein, D.U., 1989:2004)
ditampilkan di dalam transliterasi Bahasa Indonesia.
TEORI TUJUAN KURIKULUM IMPILKASI TOKOH
PENDIDIKAN
PERENIALISME Mendidik Pelajaran yang Berfokus Adler, Blom,
(Berakar dari manusia secara hirarki kepada Hutchins,
Realisme) rasional disusun untuk penguatan Maritain
menumbuhkan perhatian
intelektualitas manusia
(Buku-buku sebagaimana
bagus, dll) dihasilkan
dalam karya
terbaik budaya
barat
ESENSIALISME Mendidik Pendidikan Menekankan Bagley,
(Berakar pada manusia yang dasar yang pada Bestor,
idealisme dan berguna dan meliputi ketrampilan Conant,
realisme) kompeten membaca, dan materi Morrison
menulis, yang
aritmatika, mentransfer
sejarah, Bahasa budaya
Inggris, sains, leluhur dan
dan Bahasa berkontribusi
Asing terhadap
efisiensi sosio
ekonomi
PROGRESIVISME Mendidik Aktifitas dan Pembelajaran Dewey,
(Berakar pada individu Proyek yang Johnson,
Pragmatisme) berdasarkan menekankan Kilpatrick,
minatdan pemecahan Parker,
kebutuhan masalah dan Washburne
aktifitas
kelompok-
guru berfungsi
sebagai
fasilitator
REKONSTRUKSIO Untuk Ilmu Sosial Pembelajaran Brameld,
NISME SOSIAL membangun sebagai alat yang berfokus Counts,
(Berakar pada kembali rekonstruktif pada masalah- Stanley
Pragmatisme) masyarakat masalah sosio
ekonomi yang
signifikan

10
2.4 Landasan Filosofi Pendidikan di Indonesia
Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai
bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan objektif
bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Syarat mutlak suatu negara
adalah persatuan yang terwujudkan sebagai rakyat (merupakan unsur pokok negara),
sehingga secara filosofis negara berpersatuan dan berkerakyatan. Konsekuensinya
rakyat adalah merupakan dasar ontologis demokrasi, karena rakyat merupakan asal
mula kekuasaan negara. Atas dasar pengertian itulah maka nilai pancasila merupakan
dasar filosofis negara. Pancasila yang dimaksud adalah Pancasila yang rumusannya
terdapat dalam “Pembukaan” Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran dan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila menjadi acuan untuk berkarya pada segala bidang. Sejalan dengan ini,
pasal 2 Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”
menyatakan bahwa “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Rincian selanjutnya
tentang hal itu tercantum dalam penjelasan UU-RI No.20 Tahun 2003 yang menegaskan
bahwa pembangunan nasional termasuk di bidang pendidikan adalah pengalaman
Pancasila dan untuk itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain: “Pembentukan
manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang berkualitas tinggi dan mampu
mandiri”. Sedangkan berdasarkan ketetapan MPR-RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan Pengalaman Pancasila menegaskan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh
rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan
Dasar Negara Republik Indonesia. Sehubungan dengan hal ini, bangsa Indonesia

11
memiliki landasan filosofis pendidikan tersendiri dalam sistem pendidikan nasionalnya,
yaitu Pancasila.
Landasan pendidikan pancasila terdiri dari;
(1) Landasan Historis yaitu bahwa nilai-nilai pancasila itu sejak zaman dahulu dimana
proses panjang sejarah mulai pada zaman kerajaan kutai, sriwijaya, majapahit,
bahkan sampai pada proses perjuangan bangsa melawan penjajah.
(2) Landasan kultural bahwa nilai-nilai luhur Pancasila itu ada sejak nenek moyang kita
dulu dan itu sudah berurat akar dalam budaya bangsa Indonesia maka di harapkan
mahasiswa dapat meneruskan bahkan mengembangkan budaya tersebut sesuai
dengan tuntunan zaman.
(3) Landasan yuridis bahwa pendidikan pancasila harus di ajarkan di perguruan tinggi
sesuai dengan undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional
pasal 39 yang menetapkan bahwa isi kurikulum setiap jalur dan jenjang pendidikan
wajib memuat pendidikan pancasila, pendidikan agama dan pendidikan
kewarganegaraan.
(4) Landasan filosofis yaitu secara filosofis Negara berpersatuan dan berkerakyatan dan
konsekuensinya adalah rakyat, merupakan dasar ontologisme demokrasi karena
rakyat merupakan asal mula kekuasaan Negara.

12
BAB III
KESIMPULAN

Landasan filosofis pendidikan adalah asumsi filosofis yang dijadikan titik tolak
dalam rangka studi dan praktek pendidikan. Dalam pendidikan mesti terdapat studi
pendidikan dan praktek pendidikan. Melalui studi pendidikan akan diperoleh
pemahaman tentang landasan-landasan pendidikan, yang akan dijadikan titik tolak
praktek pendidikan. Dengan demikian, landasan filosofis pendidikan sebagai hasil studi
pendidikan tersebut, dapat dijadikan titik tolak dalam rangka studi pendidikan yang
bersifat filsafiah, yaitu pendekatan yang lebih komprehensif, spekulatif, dan normatif.
Tujuan pendiidkan dimaknai berbeda-beda sesuai dengan prinsip-prinsip dasar,
baik prinsip filosofis idealisme, realisme, esensialisme, pragmantisme, eksistensialiasme
maupun analisis filosofis serta teori-teori prenialisme, esensialisme, progresivisme, dan
rekontruksionisme social. Disarankan para pendidik memahami landasan-landasan
filosofis pendidikan sehingga dapat melakukan pendidikan secara jelas sesuai dengan
arah tujuan yang diyakini berdasarkan pandangan landasan-landasan filosofis yang
diputuskan untuk dipilih.
Negara Indonesia memiliki filosofis Negara yaitu Pancasila sebagai falsafah
Negara. Pancasila menjadi acuan untuk berkarya pada segala bidang. Sejalan dengan
ini, Pasal 2 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”
menyatakan bahwa “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945”. Pendidikan karakter memang seharusnya diambil dari nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Agar tercipta manusia Indonesia yang cerdas, berperilaku
baik, mampu hidup secara individu dan sosial, memenuhi hak dan kewajiban sebagai
warga negara yang baik serta beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

13
DAFTAR PUSTAKA

ARTIKEL

 Eduardus Fromotius Lebe. 2015. Landasan Filosofis Pendidikan. Universitas Negeri


Malang. Di akses pada tanggal 17 September 2023 dari
http://eduarduslebe.blogspot.com/2015/11/landasan-filosofis-pendidikan.html.

JURNAL

 Riza Zahriyal Falah. 2020. Landasan Filosofis Pendidikan Pragmatisme dan


Implikasinya dalam Metode Pembelajaran. STAIN Kudus. Di akses pada tanggal 17
September 2023 dari
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/elementary/article/download/2993/pdf

 Abdul Halim. 2013. Landasan Filosofis pendidikan. Universitas Panca Marga,


Probolinggo Di akses pada tanggal 17 September 2023 dari
https://docplayer.info/29737438-Landasan-filosofis-pendidikan-abdul-halim1-
staf-pengajar-universitas-panca-marga-probolinggo.html

14

Anda mungkin juga menyukai