Dosen Pengampu :
Dr. Sumirah, M. Pd
Disusun Oleh :
Salman (203200034)
2021/2022
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam
nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik
kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua
cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya saya ucapkan kepada Dosen Mata Kuliah Filsafat
Pendidikan Islam serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa
moril maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah
ditentukan.
Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta
banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
pengkonsolidasian kepada guru serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya
menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan saya jika ada kritik dan saran yang
membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah saya dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang
saya susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin
mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini (Konsep
Pendidikan Menurut Islam ) sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.
2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................................4
LATAR BELAKANG.....................................................................................................4
RUMUSAN MASALAH.................................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN...............................................................................................................5
LANDASAN RASIONAL PENDIDIKAN....................................................................8
DEVINISI FILSAFAT PENDIDIKAN.......................................................................12
FUNGSI FILSAFAT PENDIDIKAN...........................................................................16
SUMBER FILSAFAT PENDIDIKAN........................................................................20
HAKIKAT TUJUAN DAN SUMBER RUMUSAN TUJUAN PENDIDIKAN.......28
KONSEP PENDIDIKAN TERHADAP PESSERTA DIDIK DALAM PROSES
PENDIDIKAN EMPIRISME,NATIVISME DAN KONVEGENSI.........................33
ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN DIBARAT PROGRESIVISME DAN
ESSESSIALISME..........................................................................................................39
ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME..........................43
ALIRAN REKONSTRUKSIONISME........................................................................46
HAKIKAT KURIKULUM...........................................................................................50
TEORI KOGNITIVISME............................................................................................55
KONSEP PENDIDIKAN MENURUT ISLAM..........................................................56
BAB III
PENUTUP......................................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................57
3
BAB I
PENDAHULUAN
Pengertian filsafat Pendidikan dapat diartikan sebagai ilmu yang menalaah pertanyaan yang
muncul, kemudian dicari jawabannya, solusi dan hikmah. Dipandang dari landasan
filosofisnya, filsafat Pendidikan ilmu yang menjiwai landasan filosofis. Tidak semua orang
memahami jika landasan dasar filosofis menelaah secara komprehensif, konseptual tentang
religi sampai menelaah secara radikal
Itu sebabnya banyak masyarakat umum yang memandang pengertian filsafat Pendidikan
sebagai ilmu yang menyesatkan. Menurut hemat saya bukan menyesatkan. Melainkan
perspektif dan pemahaman yang berbeda. Sehingga, ketika membicarakan sebuah topik dan
issu tertentu, perlu dilihat pemirsa yang menyaksikan. Apakah mereka masyarakat umum,
atau akademisi yang memang jurusan filsafat.
Singkatnya, filsafat Pendidikan adalah ilmu yang akan mempelajari ilmu di dunia
Pendidikan. Pada dasarnya filsafat Pendidikan memiliki tinjauan luas. tidak hanya meninjau
mengenai realita, tetapi juga meninjau sudut pandang terhadap dunia dan sudut pandang
hidup seseorang.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh orang dewasa kepada orang yang
belum dewasa, agar orang tersebut mencapai kedewasaan (Winkel;2012). Dalam
bahasa Yunani pendidikan juga dikenal dengan istilah“Paedagogiek” (pedagogik)
yang artinya ilmu menuntun anak. Pedagogik juga berarti teori mendidik yang
membahas apa dan bagaimana mendidik yang sebaik- baiknya. Carter V. Good
(Syam dkk, 2003) menjelaskan istilah Pedagogy atau pendidikan dalam dua hal, yang
pertama pendidikan adalah seni, praktek, atau profesi pengajaran. Kedua, pendidikan
adalah ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-
prinsip dan metode mengajar, pengawasan dan pembimbingan peserta didik.
Kegiatan mendidik diartikan sebagai upaya membantu seseorang untuk menguasai
aneka pengetahuan, ketrampilan, sikap, nilai yang diwarisi dari keluarga dan
masyarakat (Arif Rohman, 2011:5). Mendidik juga bisa diartikan sebagai tindakan
merealisasikan potensi seseorang yang dibawa sewaktu lahir. Pendidikan sendiri
berlangsung melalui dan di dalam pergaulan, namun tidak semua pergaulan bersifat
mendidik atau dapat dikatakan bersifat pedagogik. Pergaulan akan bersifat pedagogik
apabila pendidik atau orang dewasa bertujuan memberikan pengaruh positif kepada
seseorang dan pendidik juga memiliki wewenang terhadap orang tersebut. Mengapa
kompetensi pedagogik menjadi kompetensi yang penting dalam profesi sebagai
pendidik? Hal tersebut dikarenakan kompetensi pedagogik merupakan kompetensi
yang berkaitan dengan kemampuan memilih berbagai tindakan yang paling baik
untuk membantu perkembangan peserta didik. Kompetensi pedagogik akan
menghindarkan seorang pendidik profesional melakukan kegiatan pembelajaran yang
bersifat monoton dan bersifat demagogik, dan membuat peserta didik kehilangan
minat serta daya serap dan konsentrasi belajarnya.
B. LANDASAN ILMU PENDIDIKAN
Landasan pendidikan secara singkat dapat dikatakan sebagai tempat bertumpu atau
dasar dalam melakukan analisis kritis terhadap kaidah-kaidah dan kenyataan tentang
kebijakan dan praktik pendidikan. Kajian analisis kritis terhadap kaidah dan
kenyataan tersebut dapat dijadikan titik tumpu atau dasar dalam upaya penemuan
kebijakan dan Pratik pendidikan yang tepat guna dan bernilai guna. Dengan kata lain,
dapat dikatakan bahwa landasan pendidikan merupakan dasar bagi upaya
pengembangan kependidikan dalam segala aspeknya. Terdapat beberapa landasan
yang dapat dijadikan sebagai titik tumpu dalam melakukan analisis kritis terhadap
6
kaidah-kaidah dan kenyataan dalam rangka membuat kebijakan dan Pratik
pendidikan, sebagaimana akan dibahas berikut ini :
Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau
hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok dalam
pendidikan, seperti apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan diperlukan,
dan apa yang seharusnya menjadi tujuan pendidikan. Sehubungan dengan itu,
landasan filosofis merupakan landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat.
Sesuai dengan sefatnya, maka landasan filsafat menelaah sesuatu secara
radikal, menyeluruh dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi
mengenai kehidupan dan dunia.
Landasan Sosiologis
Pendidikan merupakan peristiwa sosial yang berlangsung dalam latar interaksi
sosial. Dikatakan demikian, karena pendidikan tidak dapat dilepaskan dari
upaya dan proses saling mempengaruhi antara individu yang terlibat di
dalamnya. Dalam posisi yang demikian, apa yang dinamakan pendidik dan
peserta didik, menunjuk kepada dua istilah yang dilihat dari kedudukannya
dalam interaksi sosial. Artinya, siapa yang bertanggungjawab atas perilaku
dan siapa yang memilki peranan penting dalam proses mengubahnya. Karena
itu, proses pendidikan untuk menunjukkan siapa yang menjadi pendidik dan
siapa yang menjadi peserta didik secara permanen, karena keduanya dapat
saling berubah fungsi dan kedudukan.
Landasan Hukum
Pendidikan merupakan peristiwa multidimensi, bersangkut paut dengan
berbagai aspek kehidupan manusia dan masyarakat. Kebijakan,
penyelenggaraan, dan pengembangan pendidikan dalam masyarakat perlu
disalurkan oleh titik tumpu hukum yang jelas dan sah. Dengan berlandaskan
hukum, kebijakan, penyelenggaraan, dan pengembangan pendidikan dapat
terhindar dari berbagai benturan kebutuhan. Setidaknya dengan landasan
hukun segala hak dan kewajiban pendidik dapat terpelihara.
Landasan Kultural
7
Peristiwa pendidikan adalah bagian dari peristiwa budaya. Hal tersebut
dikarenakan pendidikan dan kebudayaan mempunyai hubuangan timbal balik.
Kebudayaan dapat dilestarikan dan dikembangkan dengan jalan
mewariskannya dari satu generasi ke genarasi berikutnya melalui pendidikan,
baik pendidikan informal, nonformal, maupun formal.
Landasan Psikologis
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia. Oleh sebab itu,
landasan psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam
bidang pendidikan. Landasan psikologis pendidikan terutama tertuju kepada
pemahaman manusia, khususnya berkenaan dengan proses belajar manusia.
Pemahaman terhadap peserta didik, terutama sekali yang berhubungan dengn
aspek kejiwaan, merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pendidikan.
Olh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan
penerapannya, pengetahuan tentang aspek-aspek pribadi, urutan, dan ciri-ciri
partumbuhan setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara yang paling tepat
untuk pengembangan kepribadian.
Landasan Ilmiah dan Teknologi
Pendidikan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni mempunyai kaitan
yang sangat erat. Hal tersebut karena bagian utama dalam pendidikan,
terutama dalam bentuk pembelajaran. Oleh karena itu, pendidikan berperan
sangat penting dalam pewarisan dan pengetahuan, teknologi, dan seni.
A.PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari
generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya,
kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk
memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama,
dengan sebaik-baiknya. Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak
penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, maka berubah
pulalah corak pendidikannya agar si anak siap untuuk memasuki lapangan
penghidupan ini.
8
Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan
kemanusiannya dalam membimbing, melatih, mengajar, dan menanamkan
nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda agar
nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-
tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri
kemanusiaanya. Dan pendidikan formal disekolah hanyalah bagian kecil saja
dari padanya, tetapi merupakan inti dan tidak bisa lepas kaitannya dengan
proses pendidikan secara keseluruhannya.
Proses pendidikan adalah proses perkembangan itu secara alamiah ialah
kedewasaan, kematangan dari kepribadian manusia.
Pendidikan diartikan sebagai suatu proses usaha dari manusia dewasa yang
telah sadar akan kemanusiaan dalam membimbing, melatih, mengajar dan
menanamkan nilai-nilai dan dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi
muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab
akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan
ciri-ciri kemanusiaannya. Dengan kata lain, proses pendidikan merupakan
rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang
berupa kemampuan dasar dan kehidupan pribadinya sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial serta dalam hubungannya dengan alam
sekitarnya agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
10
dalam, serta lebih kompleks, yang tidak terbatasi oleh pengalaman maupun
fakta-fakta pendidikan yang faktual.
Filsafat, jika dilihat dari fungsinya secara praktis adalah sebagai sarana bagi
manusia untuk dapat memecahkan berbagai problematika kehidupan yang
dihadapinya, termasuk dalam problematika di bidang pendidikan. Oleh karena
itu, apabila dihubungkan dengan persoalan pendidikan secara luas, dapat
disimpulkan bahwa filsafat merupakan arah dan pedoman dasar bagi
tercapainya pelaksanaan dan tujuan pendidikan.
11
A. FUNGSI FILSAFAT PENDIDIKAN
Pengertian filsafat dalam bahasa asalnya, Yunani kuno, adalah cinta akan
kebenaran atau hikmah. Sedangkan pengertian filsafat secara umum dapat
diketahui bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta
terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya. Dengan pengertian itu maka
para filosof yaitu seseorang yang mencintai hikmah dan berusaha
mendapatkannya, memusatkan perhatian kepada kebenaran, serta
menciptakan sikap positif terhadap kebenaran itu. Seorang filosof senantiasa
mencari hakekat sesuatu, berusaha menghubungkan sebab dan akibat,
berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Filosof pendidikan dan juga filosof umum telah berusaha mencari kebenaran
dan hakekatnya serta masalah yang berkaitan dengan pendidikan. Jadi filsafat
pendidikan adalah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidahnya dalam
bidang pendidikan. Sedangkan filsafat pendidikan Islam terbentuk dari kata
12
filsafat, pendidikan dan Islam. Penambahan kata Islam di akhir gabungan kata
tersebut dimaksudkan untuk membedakan filsafat pendidikan Islam dengan
pengertian yang terkandung dalam filsafat pendidikan secara umum. Dengan
demikian filsafat pendidikan Islam mempunyai pengertian khusus yang ada
kaitannya dengan ajaran agama Islam.
Sebagai teori umum mengenai sistem pendidikan, maka filsafat pendidikan
Islam mberfungsi sebagai peletak dasar bagi kerangka sistem pendidikan yang
akan berfungsi dalam mengaplikasikan ajaran agama Islam di bidang
pendidikan, yang tujuannya identik dengan tujuan yang akan dicapai oleh
ajaran Islam itu sendiri. Sebaliknya, jika pendidikan merupakan proses
pelaksanaan mencapai tujuan, maka filsafat pendidikan Islam berfungsi
sebagai pedoman dasar dari sistem yang harus ditelusuri oleh proses
pelaksanaan itu sendiri. Filsafat pendidikan Islam dengan demikian berfungsi
sebagai pembentuk nilai-nilai bagi filsafat pendidikan. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka filsafat pendidikan Islam berusaha meletakkan dasar
pemikirannya pada tujuan yang berisi tentang akhlak mulia.
Dua dasar pokok yang juga termuat dalam tujuan filsafat pendidikan Islam
adalah meletakkan dasar sistem pendidikan yang berdimensi ganda. Dimensi
pertama adalah mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan keselamatan hidup
di akherat. Dimensi kedua berhubungan dengan fitrah kejadian manusia, yaitu
sebagai pengabdi Allah yang setia.
Hasan Langgulung dalam bukunya Asas-asas Pendidikan Islam telah
membahas tentang fungsi filsafat pendidikan Islam menjadi sembilan
kelompok penting, yaitu sebagai berikut :
Untuk memahami sistem pembelajaran
Menganalisa konsep-konsep dan istilah-istilah
Untuk mengkritik asumsi-asumsi dan fakta-fakta
13
Fungsi spekulatif dalam filsafat pendidikan, berusaha mengerti
keseluruhan persoalan pendidikan dan mencoba merumuskannya
dalam satu gambaran pokok sebagai pelengkap bagi data-data yang
telah ada dari segi ilmiah. Filsafat pendidikan berusaha mengerti
keseluruhan persoalan pendidikan dan antar hubungannya dengan
faktor-faktor lain yang mempengaruhi pendidikan.
2) Fungsi Normatif
Fungsi normatif dalam filsafat pendidikan, sebagai penentu arah dan
pedoman untuk apa pendidikan itu. Asas ini tersimpul dalam tujuan
pendidikan, jenis masyarakat apa yang ideal yang akan dibina.
Khususnya norma moral yang bagaimana sebaiknya manusia cita-
citakan. Bagaimana filsafat pendidikan memberikan norma,
pertimbangan bagi kenyataan-kenyataan normatif dan kenyataan-
kenyataan ilmiah, yang pada akhirnya membentuk kebudayan
3) Fungsi kritik
Fungsi kritik terutama untuk memberi dasar bagi pengertian kritis
rasional dalam pertimbangan dan menafsirkan data-data ilmiah.
Misalnya, data pengukuran analisa evaluasi, baik kepribadian, maupun
achievement (prestasi). Fungsi kritik bararti pula analisis dan
komparatif atas sesuatu, untuk mendapat kesimpulan. Bagaimana
menetapkan klasifikasi prestasi itu secara tepat dengan data-data
obyektif (angka-angka, statistik), juga untuk menetapkan asumsi atau
hipotesa yang lebih resonable. Filsafat harus kompeten, mengatasi
kelemahan-kelemahan yang ditemukan bidang ilmiah, melengkapinya
dengan data, dan argumentasi yang tak didapatkan dari data ilmiah
4) Fungsi Teori dan Praktek
Dalam fungsi teori dan praktek, semua ide, konsepsi, analisa, dan
kesimpulan-kesimpulan filsafat pendidikan berfungsi teori. Dan teori
ini adalah dasar bagi pelaksanaan atau praktek pendidikan. Dengan
demikian, filsafat memberikan prinsip-prinsip umum bagi suatu
praktek
5) Fungsi Integratif
14
Fungsi integratif filsafat pendidikan adalah wajar, artinya sebagai
pemadu fungsional semua nilai dan asas normatif dalam ilmu
pendidikan (ilmu kependidikan sebagai ilmu normatif). Dalam
mengkaji peranan filsafat pendidikan, dapat ditinjau dari tiga lapangan
filsafat, yaitu metafisika, epistimologi, dan aksiologi.Selanjutnya
manusia juga mengalami kebutuhan yang lebih mendalam, yaituuntuk
menemukan tata susunan yang sesungguhnya dalam
kenyataannya.Berbeda dengan makhluk yang lain yang hubungannya
dengan alam bersifatalamiah dan berupa ketundukan mutlak,
hubungan manusia dengan alammengandung unsur ikhtiar, atau upaya
untuk hidup secara manusiawi
17
terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu
paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian
tersebut dapat disebut agama.
Setiap agama memiliki sistem nilai dan norma yang berbeda sehingga
tidak bisa dikatakan semua agama adalah sama. Faham yang dikenal
dengan pluralisme ini tidak bisa diterima oleh semua kalangan.
Contohnya, Islam memadang pluralisme sebagai sikap menghargai
dan toleransi kepada pemeluk agama lain adalah merupakan hal yang
mutlak untuk dijalankan.
Namun bukan berarti beranggapan bahwa semua agama adalah sama
(plurasime), artinya tidak menganggap bahwa Tuhan yang kami
sembah adalah Tuhan yang kalian sembah. Majelis Ulama Indoneisa
(MUI) menentang paham pluralisme dalam agama Islam. Solusi Islam
terhadap adanya pluralisme agama adalah dengan mengakui perbedaan
dan identitas agama masing-masing (lakum diinukum wa liya diin).
Sedangkan Kristen memandang bahwa pluralisme agama menolong
mereka untuk rendah diri menyadari bahwa sikap superioritas tidak
bermanfaat untuk mengerti orang lain lebih baik sebab Allah
mengasihi semua manusia tanpa terkecuali, dan karenanya mereka
harus menjadi sesama atau menjadi sahabat bagi saudara-saudara
mereka yang berkepercayaan lain. bukan berarti percampuran atau
sikretisme, sebab keunikan masing-masing agama tetap dapat
dipertahankan dan dapat dikomunikasikan dan bukan untuk
dipertandingkan.
Agama Kristen bukan jalan keselamatan satu-satunya melainkan satu
dari antara beberapa jalan lainnya dan begitu sebaliknya.
2) Agama sebagai salah satu sumber filsafat pendidikan
Filsafat dan agama secara umum merupakan pengetahuan. Jika agama
merupakan pengetahuan yang berasal dari waktu, filsafat sendiri
adalah hasil dari pemikiran manusia. Dasar-dasar agama merupakan
pokok-pokok kepercayaan ataupun konsep tentang ketuhanan, alam,
manusia, baik buruk, hidup dan mati, dunia dan akhirat. Dan lain-lain.
18
Sedangkan filsafat adalah sistem kebenaran tentang agama sebagai
hasil berfikir secara radikal, sistematis dan universal.
Jika agama membincangkan tentang eksistensi-eksistensi di alam dan
tujuan akhir perjalanan segala maujud, lantas bagaimana mungkin
agama bertentangan dengan filsafat. Bahkan agama dapat
menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai subyek penelitian dan
pengkajian filsafat.
Filsafat dan agama mempunyai hubungan yang sangat reflektif dengan
manusia, dikarenakan keduanya mempunyai keterkaitan, keduanya
tidak bisa berkembang apabila tidak ada alat dan tenaga utama yang
berada dalam diri manusia. Tiga alat dan tenaga utama manusia adalah
akal pikiran, rasa, dan keyakinan.
B. KEBUDAYAAN SEBAGAI SUMBER FILSAFAT PENDIDIKAN
Pengertian dan bentuk-bentuk kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari kata sanskerta yaitu Buddhayah. Kata
Buddhayah merupakan wujud bentuk jamak dari kata Buddhi atau dalam
bahasa Indonesia disandingkan dengan kata budi dan akal. Secara umum,
artinya adalah sesuatu hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia.Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut dengan culture. Kata
tersebut berasal dari bahasa latin yaitu colere yang berarti mengolah atau
mengerjakan. Istilah culture kemudian diserap dalam bahasa Indonesia yang
kitakenalsebagaikultu
Dalam kata ‘kebudayaan’ terdapat kata ‘budaya’.Tentu kedua kata tersebut
memiliki perbedaan pengertian. Budaya secara umum berarti suatu cara hidup
yang berkembang menjadi sesuatu yang dimiliki oleh sebuah kelompok dan
diwariskan ke generasi penerusnya.Budayasebagaisesuatu yang diwariskan
memerlukan agen atau sistem yang membersamainya.Agen tersebut berupa
agama, politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, karya seni dan hal-hal lainnya
yang menerima dirinya sebagai agen dari budaya.Kata selanjutnya adalah
kebudayaan.Kata ini didefinisikan sebagai sebuah sistem yang terbentuk dari
perilaku.Maksud dari perilaku merupakan hal yang berkaitan dengan jasmani
atau pikiran.Definisi kebudayaan menjadi sistem yang berkaitan erat dengan
gerak dari masyarakat. Pergerakan ini bersifat dinamis dan dalam kurun
19
waktu tertentu akan mendorong atau menghasilkan sebuah tatanan atau
sebuah sistem dalam sekelompok masyarakat.
Kebudayaanerathubungannyadengan masyarakat.Unsur-unsur yang ada di
masyarakat secara tidak sadar ditentukan oleh kebudayaan yang ada dalam
masyarakat itu sendiri.Hal ini dikenal dengan istilah cultural-determinism.
A. Aliran Empirisme
Kata empirisme berasal dari bahasa latin empericus yang memiliki arti
pengalaman (Idris, 1987: 30). Kemudian, John Lock seorang filsuf dari
Inggris (Purwanto, 2000: 16) berpandangan bahwa empirisme, adalah aliran
atau paham yang berpendapat bahwa segala kecakapan dan pengetahuan
manusia itu timbul dari pengalaman (empiri) yang masuk melalui indra.
Selain itu, dalam bukunya yang berjudul Essay Concerning Human
Understanding, ia mengatakan bahwa tak ada sesuatu dalam jiwa, yang
sebelumnya tak ada dalam indera. Dengan kata lain: Tak ada sesuatu dalam
jiwa, tanpa melalui indra (Soejono, 1987: 19). Pendapat ini sebetulnya telah
jauh dikemukakan oleh Plato (Husaini et. al., 2013: 4) yang menyatakan
25
bahwa ada dua cara untuk mengajarkan atau mengenalkan pengetahuan.
Pertama adalah pengenalan indrawi (empiris) dan yang kedua adalah
pengenalan melalui akal (rasional).
Selain pendapatnya di atas, John Lock (Purwanto, 2000: 16) sebagai tokoh
utama dari aliran ini, mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat
diumpamakan seperti kertas putih yang kosong dan yang belum ditulisi, atau
lebih dikenal dengan istilah teori tabulara (a sheet of white paper avoid of all
characters). Menurut aliran ini anak-anak yang lahir ke dunia tidak
mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa seperti kertas putih yang polos.
Oleh karena itu anak-anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang
dewasa yang memberikan warna pendidikannya.Aliran empirisme merupakan
aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia.
Aliran ini mengatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada
lingkungan, sedangkan pembawaan anak yang dibawa semenjak lahir tidak
dianggap penting. Selain itu, Aliran ini juga berpandangan bahwa
perkembangan seseorang tergantung seratus persen kepada pengaruh
lingkungan atau kepada pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam
kehidupannya. (Idris, 1987: 30).
Jadi, aliran ini beranggapan bahwa pengetahuan bersumber utama dari
pengalaman yang masuk melalui indera dan pengaruh eksternal dalam
kehidupan, baik dalam keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat,
sedangkan pembawaan lahir tidaklah dianggap penting sebagai faktor penentu
pengetahuan. Segala sesuatu yang tidak masuk atau dirasakan melalui indera,
boleh jadi mereka katakan tidak benar-benar ada. Oleh karena itu, aliran ini
juga sering dikatakan menolak keberadaan Tuhan dan benda-benda yang
bersifat metafisika. Aliran ini juga melahirkan sekularisasi dalam pendidikan.
Dalam kehidupan kehidupan sehari-hari, banyak sekali contoh yang berkaitan
dengan empirisme.banyak sekali contoh yang berkaitan dengan empirisme.
Salah satu contoh nya seperti bagaimana kita mengetahui bahwa api itu
panas? Seorang empirisme akan berpandangan bahwa api itu panas karena
memang dia mengalaminya sendiri dengan menyentuh api tersebut dan
memperoleh pengalaman yang kita sebut ‘panas’. Bagaimana kita tahu bentuk
rupa jerapah? Tentu kita akan baru benar-benar tahu setelah melihatnya
26
dengan mata kepala kita sendiri. Atau bagaimana kita mengetahui bahwa
bunga melati itu wangi? Kita akan tahu pasti setelah mencium baunya.
Pengetahuan-pengetahuan melalui indera tersebut akan disimpan dalam
memori otak kita, dan dapat dikeluarkan pada saat dibutuhkan. Dengan kata
lain, dengan menggunakan alat inderawi, kita akan memperoleh pengalaman
yang menjadi pengetahuan kita kelak.
B. Aliran Nativisme
Kata nativisme berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti terlahir (Idris,
1987: 31). Dalam wikipedia bahasa Indonesia (wikipedia.org), dijelaskan
bahwa nativisme adalah aliran pendidikan yang berpandangan bahwa
keterampilan-keterampilan atau kemampuan-kemampuan tertentu bersifat
alamiah atau sudah tertanam dalam otak sejak lahir. Dalam ilmu kebahasaan
aliran nativis, Douglas Brow (Brow, 2008: 30) mengungkapkan bahwa istilah
nativis diambil dari pernyataan dasar bahwa pemerolehan bahasa sudah
ditentukan dari sananya, bahwa kita lahir dengan kapasitas genetik yang
memengaruhi kemampuan kita memahami bahasa di sekitar kita, yang
hasilnya adalah sebuah konstruksi sistem bahasa yang tertanam dalam diri
manusia. Teori nativis dalam penerimaan bahasa pertama yang diungkapkan
oleh Douglas Brow ini nampaknya tidak jauh berbeda dengan teori nativisme
dalam pendidikan yang dipelopori oleh filosof Jerman Arthur Schopenhauer
(1788-1860). Arthur Schopenhauer (Blog Swandika 2011) beranggapan
bahwa faktor pembawaan yang bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh alam
sekitar ataupun pendidikan.
Dengan tegas Arthur Schaupenhaur (Blog Swandika 2011) menyatakan yang
jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan menjadi baik. Pandangan ini
sebagai lawan dari aliran empirisme atau optimisme yaitu pendidikan
pesimisme memberikan dasar bahwa suatu keberhasilan ditentukan oleh
faktor pendidikan, ditentukan oleh anak itu sendiri. Lingkungan sekitar tidak
ada, artinya sebab lingkungan itu tidak akan berdaya dalam mempengaruhi
perkembangan anak. Schaupenhaur (Idris, 1987: 31) juga berpendapat bahwa
mendidik ialah membiarkan seseorang bertumbuh berdasarkan
pembawaannya.
27
Prinsipnya pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli
yang telah terbentuk sejak manusia lahir kedunia, yaitu daya-daya psikologis
dan fisiologis yang bersifat hederiter serta kemampuan dasar lainnya yang
kepastiannya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan
berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang
sampai hanya pada titik tertentu. Misalnya, seorang anak yang berasal dari
orang tua yang ahli seni music, akan berkembang menjadi seniman music
yang mungkin melebihi kemampuan orang tuanya, mungkin juga hanya
sampai pada setengah kemampuan orang tuanya.
C. Aliran Konvergensi
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu
titik pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu
baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan
peranan penting.Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada
masing-masing individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang
sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka kemungkinan itu
lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat sakatanpa pengaruh lingkungan
yang sesuaidengankebutuhanperkembangantersebut, tidak cukup, misalnya
tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua
kakinya,akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi
kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat
manusia
A. ALIRAN PROGRESIFISME
1. Sejarah Munculnya Aliran Progresifisme
Aliran progresivisme adalah salah satu aliran dalam filsafat pendidikan yang
memandang bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk menghadapi dan
memecahkan masalah. Aliran Progressivisme ini adalah salah satu aliran
filsafat pendidikan yang berkembang dengan pesat pada permulaan abad ke
XX dan sangat berpengaruh dalam pembaharuan pendidikan yang didorong
oleh terutama aliran naturalisme dan experimentalisme, instrumentalisme,
evironmentalisme dan pragmatisme sehingga penyebutan nama
progressivisme sering disebut salah satu dari nama-nama aliran tadi.
Progressivisme dalam pandangannya selalu berhubungan dengan pengertian
28
"the liberal road to cultural" yakni liberal dimaksudkan sebagai fleksibel
(lentur dan tidak kaku), toleran dan bersikap terbuka, serta ingin
mengetahuidan menyelidiki demi pengembangan pengalaman. Progressivisme
disebut sebagai naturalisme yang mempunyai pandangan bahwa kenyataan
yang sebenarnya adalah alam semesta ini (bukan kenyataan spiritual dari
supernatural).
Naturalisme dapat menjadi materialisme karena memandang jiwa manusia
dapat menurun kedudukannya menjadi dan mempunyai hakikat seperti unsur-
unsur materi. Dan progressivisme identik dengan experimentalisme berarti
aliran ini menyadari dan memperaktekkan bahwa experiment (percobaan
ilmiah) adalah alat utama untuk menguji kebenaran suatu teori dan suatu ilmu
pengetahuan. Disebut juga dengan instrumentalisme karena aliran ini
menganggap bahwa potensi intelegensi manusia (merupakan alat, instrument)
sebagai kekuatan utama untuk menghadapi dan memecahkan problem
kehidupan manusia.
Dengan sebutan lain yakni environtalisme, karena aliran ini menganggap
lingkungan hidup sebagai medan tempat untuk berjuang menghadapi
tantangan dalam hidup baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Manusia diuji sejauh mana berinteraksi dengan lingkungan, menghadapi
realita dan perubahan. Sedangkan disebut sebajai aliran pragmatisme dan
dianggap aliran ini pelaksana terbesar dari progressivisme dan merupakan
petunjuk bahwa pelaksanaan pendidikan lebih maju dari sebelumnya. Dari
pemikiran yang demikian ini maka tidaklah heran kalau pendidikan
progressivisme selalu menekankan akan tumbuh dan berkembangnya
pemikiran dan sikap mental, baik dalam pemecahan masalah maupun
kepercayaan kepada diri sendiri bagi peserta didik. Progres atau kemajuan
menimbulkan perubahan dan perubahan menghasilkan pembaharuan. Juga
kemajuan adalah di dalamnya mengandung nilai dapat mendorong untuk
mencapai tujuan. Kemajuan nampak kalau tujuan telah tercapai. Dan nilai dari
suatu tujuan tertentu itu dapat menjadi alat jika ingin dipakai untuk mencapai
tujuan lain lagi. misalnya faedah kesehatan yang baik akan mendatangkan
kesejahteraan bagi masyarakat.
2. Ciri-ciri Utama
29
Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan
kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang
wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang bersifat
menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri. Berhubung dengan itu
progresivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoriter,
baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang.
Pendidikan yang bercorak otoriter ini dapat diperkirakan mem punyai
kesulitan untuk mencapai tujuan-tujuan (yang baik), karena kurang
menghargai dan memberikan tempat semestinya kepada kemampuan-
kemampuan tersebut dalam proses pendidikan. Padahal semuanya itu adalah
ibarat motor penggerak manusia dalam usahanya untuk mengalami kemajuan
atau progres.
Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi inti perhatian progresivisme,
maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan
dipandang oleh progresivisme merupakan bagian-bagian utama dari
kebudayaan. Kelompok ini meliputi: Ilmu hayat, Antropologi, Psikologi dan
Ilmu Alam.
3. Pandangan-pandangan Aliran Progresivisme
a. Pandangan progresivisme tentang pendidikan
Istilah progresivisme dalam bagian ini akan dipakai dalam
hubungannya dengan pendidikan, dan menunjukkan sekelompok
keyakinan-keyakinan yang tersusun secara harmonis dan sistematis
dalam hal mendidik.Keyakinan¬keyakinan yang didasarkan pada
sekelompok keyakinan filsafat yang lazim disebut orang pragmatism,
instrumentalisme, dan eksperimentalisme.
Progresivisme sebagai filsafat dan progresifisme sebagai pendidikan
erat sekali hubungannya dengan kepercayaan yang sangat luas dari
John Dewey dalam lapangan pendidikan. Hal ini dapat dilihat dalam
bukunya Democracy And Aducation. Disini Dewey memperlihatkan
keyakinan-keyakinan dan wawasanya tentang pendidikan, serta
mempraktekkannya disekolah-sekolah yang ia dirikan Menurut Dewey
tujuan umum pendidikan ialah warga masyarakat yang demokratis. Isi
pendidikanya lebih mengutamakan bidang studi yang berguna atau
30
langsung bisa dirasakan oleh masyarakat seperti IPA, Sejarah, dan
keterampilan.
Progresivisme tidak menghendaki adanya mats pelajaran yang
diberikan secara terpisah, melainkan hams diusahakan terintegrasi
dalam unit. Karena suatu perubahan selalu terjadi maka diperlukan
fleksibilitas dalam pelaksanaannya, dalam arti tidak kaku, tidak
menghindar, dari perubahan, tidak terikat le suatu dokrin tertentu,
bersifat ingin tabu, toleran, berpandangan luas serfs terbuka.
b. Pandangan Mengenai Kurikulum
Dewey menyatakan bahwa "thr good school is cocerned with every
kind of learning that helps student, young and old, to grow" (2: 124).
"sekolah yang baik ialah yang memperhatikan dengan sunguh-
sungguh semua jenis belajar (dan bahannya) yang membantu murid,
pemuda dan orang dewasa, untuk berkembang.
Sikap progresivisme, yang memandang segala sesuatu berasaskan
fleksibilitas, dinamika dan sifat-sifat lain yang sejenis, tercermin
dalam pandangannya mengenai kurikulum sebagai pengalaman yang
edukatif, bersifat eksperimental dan adanya rencana dan susunan yang
teratur. Landasan pikiran ini akan diuraikan serba singkat. Yang
dimaksud dengan pengalaman yang edukatif adalah peng alaman apa
saja yang serasi tujuan menurut prinsip-prinsip yang digariskan dalam
pendidikan, yang setiap proses belajar yang ada membantu
pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Oleh karena tiada standar
yang universal, maka terhadap kurikulum haruslah terbuka
kemungkinan akan adanya peninjauan dan penyempurnaan.
Fleksibilitas ini dapat membuka kemungkinan bagi pendidikan untuk
memperhatikan tiap anak didik dengan sifat-sifat dan kebutuhannya
masing-masing. Selain ini semuanya diharapkan dapat sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan setempat. Oleh karena sifat kurikulum yang
tidak beku dan dapat direvisi ini, maka jenis yang memadai adalah
kurikulum yang "berpusat pada pengalaman".
Selain jenis ini, menurut progresivisme, yang dapat dipandang maju
adalah tipe yang disebut "Core Curriculum", ialah sejumlah
31
pengalaman belajar di sekitar kebutuhan umum.Core curriculum
maupun kurikulum yang bersendikan peng alaman perlu disusun
dengan teratur dan terencana. Kualifikasi semacam ini diperlukan agar
pendidikan dapat mempunyai proses sesuai dengan tujuan, tidak
mudah terkait pada hal-hal yang insidental dan tidak penting. Maka,
jelaslah bahwa lingkungan dan penga laman yang diperlukan dan yang
dapat menunjang pendidikan ialah yang dapat diciptakan dan
ditujukan ke arah yang telah ditentukan. Kurikulum yang memenuhi
tuntutan ini di antaranya adalah yang di susun atas dasar teori dan
metode proyek, yang telah diciptakan oleh William Heard Kilpatrick.
c. Pandangan Progressivisme Terhadap Budaya
Kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dalam berbagai bentuk dan
menifestasinya, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang
tidak kaku, melainkan selalu berkembang dan berubah. Filsafat
progressivisme menganggap bahwa pendidikan telah mampu merubah
dan membina manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan kultural dan tantangan zaman, sekaligus menolong manusia
menghadapi transisi antara zaman tradisional untuk memasuki zaman
modern (progresif).
Manusia sebagai makhluk berakal dan berbudaya selalu berupaya
untuk mengadakan perubahan-perubahan. Dengan sifatnya yang
kreatif dan dinamis manusia terus berevolusi meningkatkan kuilitas
hidup yang semakin terus maju. Kenyataan menunjukkan bahwa pada
zaman purbakala manusia hidup di pohon-pohon atau gua-gua.
Hidupnya hanya bergantung dengan alam. Alamlah yang
mengendalikan manusia. De ngan sifatnya yang tidak iddle curiousity
(rasa keingintahuan yang terus berkembang) makin lama daya rasa,
cipta dan karsanya telah dapat mengubah alam menjadi sesuatu yang
berguna.
32
A. PENGERTIAN PERENIALISME
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir
pada abad ke-20. Perenialisme lahir dari suatu reaksi terhadap
pendidikan progresif. Perenialis menentang pandangan progresivisme
yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme
memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian,
terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosiokultural.Solusi
yang ditawarkan kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke
belakang dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip
umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat pada
zaman kuno dan abad pertengahan. Pandangan-pandangan yang telah
33
menjadi dasar budaya manusia tersebut, telah teruji kemampuan dan
kekukuhan oleh sejarah.Kaum perenialis percaya bahwa ajaran dari
tokoh-tokoh tersebut memiliki kualitas yang dapat dijadikan tuntutan
hidup dan kehidupan manusia pada abad ke dua puluh ini.Perenialisme
memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan
ideal. Perenialisme tidak melihat jalan yang menyakinkan selain,
kembali pada prinsip-prinsip yang telah sedemikian rupa membentuk
suatu sikap kebiasaan, bahwa kepribadian manusia yaitu kebudayaan
dahulu (Yunani Kuno).Perenialisme diambil dari kata perennial,yang
bermakna abadi atau kekal.makna tersebut mempunyai maksud bahwa
Perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada
nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal dan
abadi,Perenialisme memberikan pemecahan dengan jalan regressive
road to culture, yaitu jalan kembali atau mundur kepada kebudayaan
lama (masa lampau), kebudayaan yang dianggap ideal dan telah teruji
ketangguhannya. Disinilah pendidikan mempunyai peranan yang
penting dalam rangka mengembalikan keadaan manusia modern
kepada kebudayaan masa lampau yang ideal tersebut.Adapun ciri-ciri
Perenialisme itu adalah
Perenialisme berakar pada tradisi filosofis klasik yang
dikembangkan oleh plato, Aristoteles dan Santo Thomas
Aquines.
Sasaran pendidikan ialah kemampuan menguasai prinsip
kenyataan, kebenaran dan nilai-nilai abadi dalam arti tak
terikat oleh ruang dan waktu.
Nilai bersifat tak berubah dan universal.
Bersifat regresif (mundur) dengan memulihkan kekacauan saat
ini melalui nilai zaman pertengahan (renaissance).
B. LATARBELAKANG MUNCULNYA ALIRAN PERENIALISME
Teori kependidikan kalangan perenialis mencuat sebagai sebuah
pemikiran formal (resmi) pada dekade 1930-an sebagai bentuk reaksi
34
terhadap kalangan progresif. Perenialisme modern secara umum
menampilkan sebuah penolakan besar-besaran terhadap cara pandang
progresif. Bagi kalangan perenealis, permanensi (keajegan), meskipun
pergolakan-pergolakan politik dan sosial yang sangat menonjol,
adalah lebih riil (nyata) dari pada konsep perubahan kalangan
pragmatis. Dengan demikian kalangan perenialis mempelopori
gerakan kembali pada hal-hal absolut dan memfokuskan pada ide-
gagasan yang luhur (menyejarah dari budaya manusia), ide-gagasan
ini telah terbukti keabsahan dan kegunaannya karena mampu bertahan
dari ujian waktu. Perenialisme menekankan arti penting akal budi,
nalar, dan karya-karya besar pemikir masa lalu.Oleh karena itu
perenialisme memandang pendidikan adalah sebagai jalan kembali,
atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam
kebudayaan ideal dimaksud, “education as cultural regression.”
Perenialisme tak melihat jalan yang meyakinkan selain kembali
kepada prinsip-prinsip yang telah sedemikian membentuk sikap
kebiasaan, bahkan kepribadian manusia selain kebudayaan dulu dan
kebudayaan abad pertengahan.
C. TOKOH TOKOH ALIRAN PERENIALISME
Plato
Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat
dengan ketidak pastian, yaitu filsafat sofisme. Ukuran
kebenaran dan ukuran moral merupakan sofisme adalah
manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada
kepastian dalam moral, tidak ada kepastian dalam kebenaran,
tergantung pada masing-masing individu. Plato berpandangan
bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas
atau kenyataan-kenyataan itu tidak ada pada diri manusia sejak
dari asalnya, yang berasal dari realitas yang hakiki. Menurut
Plato, “dunia ideal”, bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan.
Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia
lahir yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi.
Manusia tidak mengusahakan dalam arti menciptakan
35
kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral, melainkan
bagaimana manusia menemukan semuanya itu. Dengan
menggunakan akal dan rasio, semuanya itu dapat ditemukan
kembali oleh manusia.
Aristoteles
Aristoteles (384-322 SM), adalah murid Plato, namun dalam
pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu
idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat realism (realism
klasik). Cara berfikir Aristoteles berbeda dengan gurunya,
Plato, yang menekankan berfikir rasional spekulatif.
Aristoteles mengambil cara berfikir rasional empiris realitas. Ia
mengajarkan cara berfikir atas prinsip realitas, yang lebih dekat
dengan alam kehidupan manusia sehari-hari.Aristoteles hidup
pada abad keempat sebelum Masehi, namun ia dinyatakan
sebagai pemikir abad pertengahan. Karya-karya Aristoteles
merupakan dasar berfikir abad pertengahan yang melahirkan
renaissance. Sikap positifnya terhadap inkuiry menyebabkan ia
mendapat sebutan sebagai Bapak Sains Modern. Kebajikan
akan menghasilkan kabahagiaan dan kebajikan, bukanlah
pernyataan pemikiran atau perenuangan pasif, melainkan
merupakan sikap kemauan yang baik dari manusia.Menurut
Aristoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani
sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam
hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai
makhluk rohani manusia sadar akan menuju pada proses yang
lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal, manusia
sempurna. Manusia sebagai hewan rasional memiliki
kesadaran intelektual dan spiritual, ia hidup dalam alam materi
sehingga akan menuju pada derajat yang lebih tinggi, yaitu
kehidupan yang abadi, alam supernatural.
Thomas Aquina
36
Thomas Aquina ini mempunyai pandangan bahwa pendidikan
adalah menarik atau menuntun kemampuan-kemampuan yang
masih tidur menjadi aktif dan nyata yang timbul dan
bergantung dari kesadaran-kesadaran yang mendukungnya
pada tiap-tiap individu.Tuntunan yang berasal dari guru kepada
anak didik berwujud sebagai bahan pengajaran, yang berfungsi
untuk membantu substansi manusia untuk berkembang dan
kaya akan pengalaman-pengalaman yang berasal dari luar.
Sedangkan tugas seorang guru dapat dianalogikan dengan
seorang dokter.Guru adalah penghubung antara kebenaran-
realita tertinggi dengan anak didik sebagai makhluk yang
selalu berusaha untuk mengerti dan menginsyafi perihal realita
dengan segala macam bentuk dan tingkat-tingkatnya. Dokter
membantu organisme yang sakit atau luka dalam tendensi
herensinya untuk menyembuhkan diri sendiri (Barnadib,
1998:73).
Pandangan menurut Thomas Aquinas ini mencoba
mempertemukan suatu pertentangan yang muncul pada waktu
itu, yaitu antara ajaran Kristen dengan filsafat (sebetulnya
dengan filsafat Aristoteles, sebab pada waktu itu yang
dijadikan dasar pemikiran logis adalah filsafat neoplatonisme
dari Plotinus yang dikembangkan oleh St. Agustinus. Menurut
Aquina, tidak terdapat pertentangan antara filsafat (khususnya
filsafat Aristoteles) dengan ajaran agama (Kristen). Keduanya
dapat berjalan dalam lapangannya masing-masing. Thomas
Aquina secara terus menerus dan tanpa ragu-ragu mendasarkan
filsafatnya kepada filsafat Aristoteles.Pandangan tentang
realitas, ia mengemukakan, bahwa segala sesuatu yang ada,
adanya itu karena diciptakan oleh Tuhan, dan tergantung
kepada-Nya. Ia mempertahankan bahwa Tuhan, bebas dalam
menciptakan dunia. Dunia tidak mengalir dari Tuhan bagaikan
air yang mengalir dari sumbernya, seperti halnya yang
dipikirkan oleh filosof neoplatonisme dalam ajaran mereka
37
tentang teori “emanasi”. Thomas aquina menekankan dua hal
dalam pemikiran tentang realitannya, yaitu :
dunia tidak diadakan dari semacam bahan dasar, dan
penciptaan tidak terbatas pada satu saat saja, demikian menurut
Bertens (1979).
Dalam masalah pengetahuan, Thomas Aquina mengemukaan
bahwa pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan dunia
luar dan oleh akal budi, menjadi pengetahuan. Selain
pengetahuan manusia yang bersumber dari wahyu, manusia
dapat memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman
dan rasionya (disinilah ia mempertemukan pandangan filsafat
idealism, realism, dan ajaran gerejanya). Filsafat Thomas
Aquina disebut tomisme. Kadang-kadang orang tidak
membedakan antara perenialisme dengan neotonisme.
Perenialisme adalah sama dengan neotonisme dalam
pendidikan.
D. PANDANGAN ALIRAN PERENIALISME
Pandangan Ontologi Perenialisme
Ontologi perenialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti
benda individual, esensi, aksiden dan substansi. Secara
ontologis, perenialisme membedakan suatu realita dalam
aspek-aspek perwujudannya. Benda individual di sini adalah
benda sebagaimana yang tampak di hadapan manusia dan yang
ditangkap dengan panca indra seperti batu, lembu, rumput,
orang dalam bentuk, ukuran, warna, dan aktivitas tertentu.
Esensi dari suatu kualitas menjadikan suatu benda itu lebih
intrinsik daripada fisiknya, seperti manusia yang ditinjau dari
esensinya adalah makhluk berpikir. Sedangkan aksiden adalah
keadaan-keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya
kurang penting dibandingkan dengan esensial.Dengan
demikian, segala yang ada di alam semesta ini, seperti
manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, merupakan hal yang
38
logis dalam karakternya. Setiap sesuatu yang ada tidak hanya
merupakan kombinasi antara zat atau benda, tapi juga
merupakan unsur potensialitas dengan bentuk yang merupakan
unsur aktualitas.Sejalan dengan apa yang dikatakan
Poedjawijatna, bahwa esensi dari kenyataan itu adalah menuju
ke arah aktualitas, sehingga makin lama makin jauh dari
potensialitasnya. Bila dihubungkan dengan manusia, maka
manusia itu setiap waktu adalah potensialitas yang sedang
berubah menjadi aktualitas. Dengan peningkatan suasana hidup
spiritual ini, manusia dapat makin mendekatkan diri menuju
tujuan (teleologis) untuk mendekatkan diri pada supernatural
(Tuhan) yang merupakan pencipta dan tujuan akhir.
Pandangan Epistemologis Perenialisme
Perenialisme berpangkal pada tiga istilah yang menjadi asas di
dalam epistemologi yaitu truth, self evidence, dan reasoning.
Bagi perenialisme truth adalah prasyarat asas tahu untuk
mengerti atau memahami arti realita semesta raya. Sedangkan ,
self evidence adalah suatu bukti yang ada pada diri (realita,
eksistensi) itu sendiri, jadi bukti itu tidak pada materi atau
realita yang lain, pengertian kita tentang kebenaran hanya
mungkin di atas hukum berpikir (reasoning), sebab pengertian
logis misalnya berasal dari hukum-hukum berpikir.
Dalam pandangan Perenialisme ada hubungan antara ilmu
pengetahuan dengan filsafat, seraya menyadari adanya
perbedaan antara kedua bidang tersebut. Hubungan filsafat dan
pengetahuan tetap diakui urgensinya, sebab analisa-empiris
dan analisa ontologis keduanya dianggap Perenialisme dapat
komplementatif meskipun ilmu dan filsafat berkembang ke
tingkat yang makin sempurna, namun tetap diakui bahwa
fisafat lebih tinggi kedudukannya daripada ilmu pengetahuan.
Pandangan Aksiologi Perenialisme
39
Masalah nilai merupakan hal yang utama dalam Perenialisme,
karena ia berdasarkan pada asas-asas supernatural yaitu
menerima universal yang abadi, khususnya tingkah laku
manusia. Jadi, hakikat manusia itu yang pertama-tama adalah
jiwanya. Oleh karena itu, hakikat manusia itu juga menentukan
hakikat perbuatannya, dan persoalan nilai adalah persoalan
spiritual. Dalam aksiologi, prinsip pikiran demikian bertahan
dan tetap berlaku. Secara etika, tindakan itulah yang
bersesuaian dengan sifat rasional manusia, karena manusia itu
secara alamiah condong pada kebaikan.
42
A. PENGERTIAN KURIKULUM
a. Pengertian Kurikulum secara Etimologis
Secara etimologis istilah kurikulum yang dalam bahasa Inggris ditulis
“curriculum” berasal dari bahasa Yunani yaitu “curir” yang berarti
“pelari”, dan “curere” yang berarti “tempat berpacu”. Tidak heran jika
dilihat dari arti harfiahnya, istilah kurikulum tersebut pada awalnya
digunakan dalam dunia Olah raga, seperti bisa diperhatikan dari arti
“pelari dan tempat berpacu”, yang mengingatkan kita pada jenis olah
raga Atletik.
43
b. Pengertian Kurikulum berdasarkan Istilah
Berawal dari makna “curir” dan “curere” kurikulum berdasarkan
istilah diartikan sebagai “Jarak yang harus ditempuh oleh seorang
pelari mulai dari start sampai finish untuk memeroleh medali atau
penghargaan”. Pengertian tersebut kemudian diadaptasikan ke dalam
dunia pendididikan dan diartikan sebagai “Sejumlah mata pelajaran
yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal hingga akhir
program demi memeroleh ijazah”
c. Menurut Peter F. Olive
“Curriculum is the plan or program for all experiences which the
learner encounters under the direction of the school” (Oliva, 1982).
Kurikulum adalah suatu program atau rencana yang dikembangkan
oleh lembaga (sekolah) untuk memberikan berbagai pengalaman
belajar bagi siswa. Definisi tersebut mengandung dua hal penting yang
harus dipahami.
Pertama bahwa kurikulum adalah merupakan program atau rencana
yang memuat proyeksi yang akan dilakukan oleh lembaga pendidikan.
Kedua kurikulum merupakan seluruh pengalaman (all experiences).
Batasan kedua ini mengisyaratkan bahwa kurikulum memiliki makna
yang lebih luas daripada pengertian yang pertama, artinya selain
sebagai rencana, kurikulum juga merupakan seluruh pengalaman atau
aktivitas yang terjadi sebagai realisasi dari program atau rencana yang
telah dibuat sebelumnya.
B. HAKIKAT MENURUT PARA AHLI
Hakekat kurikulum menurut Saylor, Alexander dan leuwis (1981),
membuat kategori rumusan pengertian kurikulum, yaitu:
1) Kurikulum sebagai rencana tentang mata pelajaran atau bahan-bahan
pelajaran. Menurut kamus webster’s new international dictionary,
yang sudah memasukkan istilah kurikulum dalam khasanah kosakata
bahasa inggris sejak tahun 1593, member arti kepada istilah kurikulum
sebagai berikut:
a. A course, esp. a specified fixed course of study, as in a school or
college, as one leading to a degree.
44
b. The whole body of courses offered in an educational institution, or by
a department there of.
Definisi diatas artinya.
a. Sebagai pelajaran yang ditetapkan untuk dipelajari oleh siswa disuatu
sekolah atau perguruan tinggi, untuk memperoleh ijazasah atau gelar.
b. Keseluruhan mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga
pendidikan atau suatu departemen tertentu.
2) Kurikulum sebagai rencana tentang pengalaman belajar
Pengalaman-pengalaman belajar bisa berupa mempelajari mata
pelajaran dan berbagai kegiatan lain yang dapat memberi pengalaman
beajar yang bermanfaat. Kegiatan belajar pun tidak terbatas pada
kegiatan-kegitan belajar didalam kelas atau sekolah, melainkan juga
kegiatan yang dilakukan diluar kelas atau sekolah; asalkan dilakukan
atas tanggung jawab sekolah (Romine, 1954).
Menurut strate meyer, frokner dan Mck Kim (1947) menurut ketiga
tokoh diatas mengartikan kurikulum dalam tiga cara, yaitu:
a. Mata pelajaran-mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan lain yang
dilakukan dikelas
b. Seluruh pengalaman belajar, baik yang diperoleh dikelas
maupun di luar kelas yang disponsori oleh sekolah
c. Seluruh pengalaman hidup siswa. Kurikulum mencakup aspek
yang cukup luas yakni meliputi seluruh pengalaman siswa,
karena menurut ketiga tokoh diatas berpandangan bahwa
pendidikan bertugas mempersiapkan siswa untuk dapat
berfungsi dan menyesuaikan diri dengan seluruh aspek
kehidupan di masyarakat.
Menurut Thorn ton dan Wright (1964) mengemukakan bahwa
kurikulum diguakan utuk menunjukkan kepada semua
pengalaman belajar siswa yang diperoleh dibawah pegawasan
sekolah.
3) Kurikulum sebagai rencana tentang kesempatan belajah
45
Istilah rencana belajar yaitu apa yang diinginkan oleh perencana
kurikulum untuk dipelajari siswa selama mengikuti pendidikan di
sekolah. Menurut Hilda Taba(1962) menyatakan kurikulum adalah
suatu rencana belajar. Oleh karena itu, konsep-konsep tetang belajar
dan perkembangan individu dapat mewarnai bentuk-bentuk
kurikulum. Rencana belajar mencakup tujuan, materi, organisasi
kegiatan dan penilaian keberhasilan belajar.
A. ALIRAN KONSTRUKTIVISME
1. Pegertian
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran
yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna
dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam
kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan
46
pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep
umum seperti:
Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan
pengalaman yang sudah ada.
Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya
membina sendiri pengetahuan mereka.
Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh
pelajar sendiri melalui proses saling memengaruhi
antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran
terbaru.
Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang
membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara
membandingkan informasi baru dengan
pemahamannya yang sudah ada.
Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi
pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila
seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak
konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai
perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik
miknat pelajar
47
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik
diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat
hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya,
menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan
yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan
ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
50
mendorong umat untuk senantiasa mencari ilmu. Hal ini dapat kita buktikan dengan
adanya banyak hadis yang menjelaskan tentang urgensi dan keutamaan (hikmah) ilmu
dan orang yang memiliki pengetahuan. Khalifah Umar bin Khattab, secara khusus,
mengirimkan ‘petugas khusus’ ke berbagai wilayah baru Islam untuk menjadi guru
pengajar bagi masyarakat Islam di wilayah-wilayah tersebut.
Al-Ma’mun, salah satu khalifah Daulat Bani Abbasiyah, mendirikan Bait al-Hikmah
di Baghdad pada tahun 815 M, di dalamnya terdapat ruang-ruang kajian, perpustakaan
dan observatorium (laboratorium). Meskipun demikian, Bait al-Hikmah belum dapat
dikatakan sebagai sebuah institusi pendidikan yang ‘cukup sempurna’, karena sistem
pendidikan masih sekedarnya dalam majlis-majlis kajian dan belum terdapat
‘kurikulum pendidikan’ yang diberlakukan di dalamnya.
Institusi pendidikan Islam yang mulai menggunakan sistem pendidikan ‘modern’ baru
muncul dengan berdirinya Perguruan al-Azhar oleh Daulat Bani Fatimiyyah di Kairo
pada tahun 972 M. Pada al-Azhar, selain dilengkapi dengan perpustakaan dan
laboratorium, mulai diberlakukan sebuah kurikulum pengajaran. Pada kurikulum al-
Azhar diajarkan disiplin-disiplin ilmu agama dan juga disiplin-disiplin ilmu ‘umum’
(aqliyyah). Ilmu agama yang ada dalam kurikulum al-Azhar antara lain tafsir, hadits,
fiqh, qira’ah, teologi (kalam), sedang ilmu akal yang ada dalam kurikulum al-Azhar
antara lain filsafat, logika, kedokteran, matematika, sejarah dan geografi.
B. Urgensi Pendidikan dalam Islam
Tugas manusia yang pertama adalah menjadi hamba Allah yang taat, sebagaimana
firman Allah dalam Al Quran Surat Adz-Dzariyat 56, yang artinya: ”Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mengabdi (ibadah) kepada-Ku.“
Manusia diperintah untuk beribadah hanya kepada Allah, karena tidak ada tuhan
selain Dia.“Sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan bagimu selain-Nya”(Q.S. Al-
A’raaf: 59).
Dalam rangka menjalani tugasnya tersebut, Allah telah membekali adalah dengan
ilmu pengetahuan, sebagaimana dalam firman-Nya “Dan Dia mengajarkan kepada
Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya…” (Al-Baqarah: 31). Inilah cikal bakal
ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada manusia pertama dari Sang Pemilik Ilmu.
Selain kepada nabi Adam AS., Allah SWT juga memberikan hikmah (kenabian,
kesempurnaan ilmu dan ketelitian amal perbuatan) kepada para nabi dan rasulnya.
Kepada sebagian rasul pula, Allah menurunkan kitab suci sebagai sumber ilmu
51
pengetahuan. Firman Allah: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat
Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan
kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum
kamu ketahui” (QS. 2:151). Dalam beberapa ayat-Nya pula, Allah memberi tempat
yang istimewa kepada muslim yang memiliki ilmu.
Sebagai Sang Pemilik, ilmu Allah sangat luas, mencakup bumi dan langit. Sebagian
ilmu-Nya diwahyukan melalui para rasulnya dalam bentuk ayat-ayat qauliyyah (mis.:
Al Qur’an, Hadits). Sebagian lainnya, Allah menggambarkannya dalam bentuk ayat-
ayat kauniyyah (mis.: kejadian alam, penyebab bencana, asal kehidupan manusia, dll).
IbnTaimiyyah menyatakan bahwa ilmu itu adalah yang bersandar pada dalil, dan yang
bermanfaat darinya adalah apa yang dibawa oleh Rasul. Maka sesuatu yang bisa kita
katakan ilmu itu adalah penukilan yang benar dan penelitian yang akurat. Dengan
definisi ini, IbnTaimiyyah mengakui dua jenis keilmuan; ilmu keagamaan dan
keduniaan. Ilmu yang pertama mutlak harus bersandar pada apa yang dibawa oleh
Rasul, sedangkan yang kedua tidak harus selalu dirujukkan pada Rasul.
Pada dasarnya, sistem pendidikan Islam didasarkan pada sebuah kesadaran bahwa
setiap Muslim wajib menuntut ilmu dan tidak boleh mengabaikannya. Banyak nashal-
Qur’an maupun hadits Nabi yang menyebutkan juga keutamaan mencari ilmu dan
orang-orang yang berilmu. Sesungguhnya motivasi seorang Muslim untuk mencari
ilmu adalah dorongan ruhiyah, bukan untuk mengejar faktor duniawi semata. Seorang
Muslim yang giat belajar karena terdorong oleh keimanannya, bahwa Allah Swt
sangat cinta dan memuliakan orang-orang yang mencari ilmu dan berilmu di dunia
dan di akhirat.
Betapa pentingnya pendidikan, karena hanya dengan proses pendidikanlah manusia
dapat mempertahankan eksistensinya sebagai manusia yang mulia, melalui
pemberdayaan potensi dasar dan karunia yang telah diberikan Allah. Apabila semua
itu dilupakan dengan mengabaikan pendidikan, manusia akan kehilangan jatidirinya.
Konsep pendidikan Islam tidak hanya menekankan kepada pengajaran yang
berorientasi kepada intelektualitas penalaran, melainkan lebih menekankan pada
pembentukan keribadian yang utuh dan bulat. Pendidikan Islam menghendaki
kesempurnaan kehidupan yang tuntas sesuai dengan firman Allah pada surat Al
Baqarah ayat 208, yang artinya :”Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu
52
ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.
Bagi manusia pendidikan penting sebagai upaya menanamkan dan
mengaktualisasikan nilai-nilai Islam pada kehidupan nyata melalui pribadi-pribadi
muslim yang beriman dan bertakwa, sesuai dengan harkat dan derajat kemanusiaan
sebagai khalifah di atas bumi.Penghargaan Allah terhadap orang-orang yang berilmu
dan berpendidikan dilukiskan pada ayat berikut. “Allah akan meninggikan orang-
orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi pengetahuan derajat
(yang banyak)” (QS. Al Mujadalah 11). “Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai ilmu pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS, An-Nahl 43).
“Katakanlah :”Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui” (QS.Az.Zumar:9).
Pentingnya pendidikan telah dicontohkan oleh Allah pada wahyu pertama, yaitu surat
Al-Alaq ayat 1-5 yang banyak mengandung isyarat-isyarat pendidikan dan pengajaran
dengan makna luas dan mendalam. Perilaku Nabi Muhammad saw sendiri, selama
hayatnya sarat dengan nilai-nilai pendidikan yang tinggi, seperti firman Allah
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah” (QS. 33:21).
C. Konsep Pendidikan Menurut Islam
Merujuk kepada informasi al-Qur’an pendidikan mencakup segala aspek jagat raya
ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni dengan menempatkan Allah
sebagai Pendidik Yang Maha Agung. Secara garis besar, konsepsi pendidikan dalam
Islam adalah mempertemukan pengaruh dasar dengan pengaruh ajar. Pengaruh
pembawaan dan pengaruh pendidikan diharapkan akan menjadi satu kekuatan yang
terpadu yang berproses ke arah pembentukan kepribadian yang sempurna. Oleh
karena itu, pendidikan dalam Islam tidak hanya menekankan kepada pengajaran yang
berorientasi kepada intelektualitas penalaran, melainkan lebih menekankan kepada
pendidikan yang mengarah kepada pembentukan keribadian yang utuh dan bulat.
Konsep pendidikan islam yang mengacu kepada ajaran Al-Qur’an, sangat jelas terurai
dalam kisah Luqman. Dr. M. Sayyid Ahmad Al-Musayyar menukil beberapa ayat Al-
Qur’an dalam Surat Luqman. Beliau mengatakan, ada tiga kaedah asasi pendidikan
dalam Islam menurut Al-Qur’an yang dijalankan oleh Luqman kepada anaknya.
53
Seperti diketahui, Luqman diberikan keutamaan Allah berupa Hikmah, yaitu
ketepatan bicara, ketajaman nalar dan kemurnian fitrah. Dengan keistimewaannya
tersebut, Luqman ingin mengajari anaknya hikmah dan membesarkannya dengan
metode hikmah itu pula.
Kaidah pendidikan yang pertama adalah peletakan pondasi dasar, yaitu penanaman
keesaan Allah, kelurusan aqidah, beserta keagungan dan kesempurnaan-Nya. Kalimat
tauhid adalah focus utama pendidikannya. Tidak ada pendidikan tanpa iman. Tak ada
pula akhlak, interaksi social, dan etika tanpa iman. Apabila iman lurus, maka lurus
pulalah aspek kehidupannya. Mengapa? Sebab iman selalu diikuti oleh perasaan
introspeksi diri dan takut terhadap Allah. Dari sinilah Luqman menegaskan hal itu
kepada puteranya dengan berkata, “”Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi,
niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha
Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. 31:16). Seorang mukmin mesti berkeyakinan
bahwa tak ada satu pun yang bias disembunyikan dari Allah. Allah Maha Mengetahui
apa yang ada dalam lipatan hati manusia. Dari sinilah ia akan melakukan seluruh amal
dan aktivitasnya semata untuk mencari ridha Allah tanpa sikap riya atau munafik, dan
tanpa menyebut-nyebutnya ataupun menyakiti orang lain.
Kaidah kedua dalam pendidikan menurut Luqman adalah pilar-pilar pendidikan. Ia
memerintahkan anaknya untuk shalat, memikul tanggung jawab amar ma’ruf nahi
munkar, serta menanamkan sifat sabar. Shalat adalah cahaya yang menerangi
kehidupan seorang muslim. Ini adalah kewajiban harian seorang muslim yang tidak
boleh ditinggalkan selama masih berakal baik.
Amar ma’ruf nahi munkar merupakan istilah untuk kritik konstruktif, rasa cinta dan
perasaan bersaudara yang besar kepada sesame, bukan ditujukan untuk mencari-cari
kesalahan dan ghibah. Ummat islam telah diistimewakan dengan tugas amar ma’ruf
nahi munkar ini melalui firman-Nya, “Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik. “ (QS: 3.110).
Sabar itu bermacam-macam. Ada sabar atas ketaatan hingga ketaatan itu ditunaikan,
ada sabar atas kemaksiatan hingga kemaksiatan itu dihindari, dan ada pula sabar atas
54
kesulitan hidup hingga diterima dengan perasaan ridha dan tenang. Seorang beriman
berada di posisi antara syukur dan sabar. Dalam kemuddahan yang diterimanya, ia
pandai bersyukur. Sedang dalam setiap kesulitan yag dihadapinya, ia mesti bersabar
dan introspeksi diri.
Kaidah ketiga adalah etika social. Metode pendidikan Luqman menumbuhkan buah
adab yang luhur serta keutamaan-keutamaan adiluhung. Luqman menggambarkan hal
itu untuk putranya dengan larangan melakukan kemungkaran dan tak tahu terima
kasih, serta perintah untuk tidak terlalu cepat dan tidak pula terlalu lambat dalam
berjalan, dan merendahkan suara. Seorang muslim perlu diingatkan untuk tidak boleh
menghina dan angkuh. Sebab, semua manusia berasal dari nutfah yang hina dan akan
berakhir menjadi bangkai busuk. Dan ketika hidup pun, ia kesakitan jika tertusuk duri
dan berkeringat jika kepanasan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan Sebagai Kegiatan Ilmu dan Seni. Menurut Al-Syaibani dalam Jalaludin
(1997:13) filsafat pendidikan adalah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan
filsafat tersebut sebagai cara untuk mengatur, dan menyelaraskan proses pendidikan.
55
Artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-
maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan
pengalaman kemanusian merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan.
Hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan
terdapat hubungan horisontal, meluas kesamping yaitu hubungan antara cabang
disiplin ilmu yang satu dengan yang lain yang berbeda-beda, sehingga merupakan
synthesa yang merupakan terapan ilmu pada bidang kehidupan yaitu ilmu filsafat
pada penyesuaian problema-problema pendidikan dan pengajaran. Filsafat pendidikan
dengan demikian merupakan pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap
permasalahan bidang pendidikan dan pengajaran.
Pandangan filsafat tentang pendidikan. Filsafat mempunyai pandangan hidup yang
menyeluruh dan sistematis sehingga menjadikan manusis berkembang, maka hal
semacam ini telah dituangkan dalam sistem pendidikan, agar dapat terarah untuk
mencapai tujuan pendidikan. Penuangan pemikiran ini dituangkan dalam bentuk
kurikulum. Dengan kurikulum itu sistem pengajaranya dapat terarah, lebih dapat
mempermudah para pendidik dalam menyusun pengajaran yang akan diberikan
peserta didik.
Dasar-dasar Filsafat Ilmu Pendidikan. Dasar-dasaar filsafah keilmuan terkait dalam
arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu
pendidikan.
Implikasi Landasan Filsafat Pendidikan. Implikasi Landasan Filsafat Pendidikan
antara lain: Implikasi Bagi Guru. Apabila kita konsekuen terhadap upaya
memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan
berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila
seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang.
Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan. Tidaklah berlebihan
kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum punya teori tentang pendidikan
guru dan tenaga kependidikan. Hal ini tidak mengherankan karena kita masih belum
saja menyempatkan diri untuk menyusunnya. Bahkan salahsatu prasaratnya yaitu teori
tentang pendidikan sebagimaana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita
masih belum berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan
56
pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan
luarnya bukan bangunan dasarnya.
B. Saran
Pendidikan di Indonesia dalam pelaksanaan, hendaknya selalu berpedoman pada
filsafat bangsa Indonesia, yaitu Pancasila agar pendidikan Indonesia dapat berhasil
seperti Negara-negara yang telah Berjaya dalam bidang pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin dan Abdullah, Idi. 2002. Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat dan Pendidikan.
Jakarta: Gaya Media Pratama.
57
2006. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Massofa. 2008. Peranan Filsafat Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan. Diakses
pada situs
58