Disusun oleh:
1. Hermawan (2323012014)
2. Meily Rosmayanti (2323012002)
3. Rafika Indah (2323012010)
b. Model Grass-Roots
Pendekatan Grass Roots merupakan kebalikan dari pendekatan
Administratif. Pendekatan grass roots yang disebut juga dengan istilah
pendekatan bottom-up, yaitu suatu proses pengembangan kurikulum yang
diawali dari keinginan yang muncul dari tingkat bawah (sekolah atau
guru).
Keinginan ini biasanya didorong oleh hasil pengalaman yang dirasakan
pihak sekolah atau guru, dimana kurikulum yang sedang berjalan
dirasakan terdapat beberapa masalah atau ketidaksesuaian dengan
kebutuhan dan potensi yang tersedia di lapangan.
Untuk terlaksananya pengembangan kurikulum model grass roots
ini diperlukan kepedulian dan profesionalisme yang tinggi dari pihak
sekolah antara lain yaitu.
1) Sekolah atau guru bersifat kritis untuk menyikapi terhadap kurikulum
yang sedang berjalan
2) Sekolah atau guru memiliki ide-ide inovatif dan bertanggung jawab
untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan
potensi yang dimiliki
3) Sekolah atau guru secara terus menerus terlibat dalam proses
pengembangan kurikulum
4) Sekolah atau guru bersikap terbuka dan akomodatif untuk menerima
masukan-masukan dalam rangka pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum model grass roots ini secara teknis
operasional bisa dilakukan dalam pengembangan kurikulum secara
menyeluruh (kurikulum utuh), maupun pengembangan hanya terhadap
aspek-aspek tertentu saja. Misalnya pengembangan untuk satu mata
pelajaran atau kelompok mata pelajaran tertentu, pengembangan terhadap
metode dan strategi pembelajaran, pengembangan visi dan misi serta
tujuan, dan lain sebagainya.
e. Model DK Wheeler
Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, curriculum process,
Wheler (1967) mempunyai argumen tersendiri agar pengembang
kurikulum (curriculum developers) dapat menggunakan suatu proses
melingkar (a cycle process), yang mana setiap elemen saling berhubungan
dan saling bergantung. Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam
pengembangan kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap
langkahnya merupakan pengembangan secara logis terhadap model
sebelumnya, di mana secara umum suatu langkah tidak dapat dilakukan
sebelum langkah-langkah sebelumnya telah diselesaikan.
f. Model Beauchamp
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan metode
beauchamp dikembangkan oleh Beauchamp ahli dibidang kurikulum hal
ini memiliki 5 bagian pembuat keputusan. Lima tahap tersebut adalah:
1) Memutuskan arena atau lingkup wilayah pengembangan kurikulum,
suatu keputusan yang menjabarkan ruang lingkup upaya
pengembangan. (suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah
dilaksanakan di kelas diperluas di sekolah-sekolah di daerah tertentu
baik berskala regional atau nasional yang disebut arena)
2) Menetapkan personalia atau tim para ahli kurikulum, yaitu siapa-siapa
saja yang ikut terlibat dalam pengembangan kurikulum.
3) Tim menyusun tujuan pengajaran kurikulum dan pelaksanaan proses
belajar mengajar, untuk tugas tersebut perlu dibentuk dewan kurikulum
sebagai koordinator yang bertugas juga sebagai penilai pelaksanaan
kurikulum, memilih materi pelajaran baru, menentukan berbagai
kriteria untuk memilih kurikulum mana yang akan dipakai dan menulis
secara menyeluruh mengenai kurikulum yang akan dikembangkan.
4) Implementasi kurikulum, yakni kegiatan untuk menerapkan kurikulum
seperti yang sudah diputuskan dalam ruang lingkup pengembangan
kurikulum.
5) Evaluasi Kurikulum
3. Implementasi Kurikulum
Browne dan Wildavsky dalam Usman (2004) mengemukakan makna
implementasi sebagai perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan. Senada
dengan pernyataan di atas, Setiawan (2004) menyatakan bahwa implementasi
adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan
dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi
yang efektif. Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan, bahwa implementasi
merupakan pelaksanaan atau tindakan dari sebuah rencana yang sudah disusun
secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah
perencanaan sudah dianggap benar. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa
implementasi bermuara pada aktivitas, aksi/tindakan, mekanisme atau sistem.
Implementasi kurikulum adalah pelaksanaan kurikulum yang mencakup
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan dalam penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Implementasi
kurikulum merupakan terjemahan kurikulum dokumen menjadi kurikulum sebagai
aktivitas atau kenyataan. Implementasi kurikulum diwujudkan dalam bentuk
pengalaman belajar dengan prinsip-prinsip yang menjadikannya lebih mudah dan
lebih efektif untuk dikomunikasikan ke berbagai pihak seperti pimpinan sekolah,
pendidik, pengawas sekolah, dan staf pendukung lainnya. Setiap kurikulum
termasuk kurikulum baru memiliki gagasan dan ide yang tercermin dalam tujuan,
program, dan pendekatan dalam proses pembelajaran maupun dalam sistem
evaluasinya.
4. Evaluasi Kurikulum
Secara etimologi "evaluasi" berasal dan bahasa Inggris yaitu evaluation
dari akar kata value yang berarti nilai atau harga. Nilai dalam bahasa Arab disebut
al-qiamah atau al-taqdir’ yang bermakna penilaian (evaluasi). Sedangkan secara
harfiah, evaluasi pendidikan dalam bahasa Arab sering disebut dengan al-taqdir al-
tarbiyah yang diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian
mengenai hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan. (B., 2017). Beberapa
para ahli berpendapat bahwa, yang dimaksud dengan evaluasi adalah sebagai
berikut:
a. Hamid Hasan, mengartikan evaluasi sebagai usaha sistematis mengumpulkan
informasi mengenai suatu kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan
mengenai nilai dan arti dari kurikulum dalam suatu konteks tertentu. (Hasan,
2008)
b. Tyler menyatakan bahwa evaluasi adalah proses untuk mengetahui apakah
tujuan pendidikan sudah tercapai atau terealisasikan. (Zaini, 2009)
c. Arikunto, menilai adalah sebuah proses pengambilan keputusan terhadap
sesuatu dengan ukuran baik buruk, sehingga dapat dikatakan bersifat kualitatif.
Arikunto juga menambahkan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses
pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian
mana tujuan pendidikan sudah tercapai, yang kemudian dipakai sebagai tolak
ukur dalam pengambilan keputusan. (Suharsimi Arikunto, 2009)
Dengan demikian, evaluasi kurikulum adalah penerapan prosedur ilmiah
untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan
tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan. Atau, evaluasi
kurikulum adalah suatu tindakan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu
kurikulum, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk
akuntabilitas pengembang kurikulum dalam rangka menentukan keefektifan
kurikulum.
1) Fungsi Evaluasi
Fungsi evaluasi kurikulum telah banyak disebutkan oleh ahli-ahli
terkemuka seperti Tyler, Cornbach, dan Scriven. Ketiga ahli tersebut
secara berurutan memberikan pandangan mereka mengenai fungsi dari
evaluasi kurikulum. Fungsi evaluasi kurikulum yang pertama
dikemukakan oleh Tyler (1949). Ia menyebutkan bahwa hasil evaluasi
adalah untuk memperbaiki kurikulum. Dalam pendapat tersebut belum
terlihat jelas suatu konsepsi fungsi evaluasi yang bulat. Kemudian
Cronbach (1963) dalam tulisannya yang berjudul “Course Improvement
through Evaluation” menyebutkan ada dua fungsi evaluasi kurikulum
yang berbeda yaitu memberikan bantuan untuk memperbaiki kurikulum
dan untuk memberikan penghargaan.
Tetapi sebagaimana tertera dalam judul tulisan tersebut, bagi
Cronbach pada waktu itu yang lebih penting ialah fungsi evaluasi dalam
menentukan aspek-aspek kurikulum yang harus diperbaiki. Sedangkan
fungsi evaluasi untuk memberikan penghargaan kepada program yang
sudah ada di lapangan hanya sebagai fungsi dampak bawaan. (Arofah,
2021)
Dari ketiga pendapat ahli tersebut tidak ada yang salah melainkan
hanya berbeda penekanan. Tyler lebih meneknakan pada evaluasi produk,
Cronbach menekankan pada evaluasi proses sedangkan dampaknya hanya
sebagai bawaan, dan Scriven menekankan pada keduanya yaitu evaluasi
proses dan hasil. (Arofah, 2021)
2) Instrumen Evaluasi
a. Tes
Instrumen evaluasi yang berbentuk tes adalah berupa tes pilihan
ganda, tes benar salah, tes jawaban pendek, tes pencocokan, cloze test,
peta konsep, pertanyaan esai, tes subjektif, dan asesmen diri. (Ansyar,
2017)
b. Non-Tes
Instrumen evaluasi yang berbentuk non tes adalah berupa
kuesioner, interview, diari dan log, skala peringkat, daftar cek,
observasi, analisis karya siswa, diskusi, asesmen performa, assessment
autentik, potofolio, dan proyek. (Ansyar, 2017)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komponen-komponen dalam pengembangan kurikulum meliputi:
landasan filosofi pengembangan kurikulum, model pengembangan kurikulum,
implementasi, dan evaluasi kurikulum. Komponen landasan filosofis dalam
pengembangan kurikulum ialah asumsi-asumsi atau rumusan yang didapatkan
dari hasil berpikir secara mendalam, analitis, logis dan sistematis (filosofis) dalam
merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum.
Komponen model pengembangan kurikulum merupakan sebuah pendekatan atau
pola yang digunakan untuk mengembangkan kurikulum. Komponen implementasi
kurikulum merupakan pelaksanaan kurikulum yang mencakup tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan dalam penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedang, evaluasi
kurikulum merupakan suatu tindakan pengendalian, penjaminan dan penetapan
mutu kurikulum, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk
akuntabilitas pengembang kurikulum dalam rangka menentukan keefektifan
kurikulum.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
J.P. Miller dan W. Seller. (1985). Curriculum Perspectives and Practice (Longman
(ed.)).