Jawablah pertanyaan berikut ini dengan tepat, jelas dan singkat disertai dengan contoh
aplikasinya!
Soal 1. (Score 20 ) : Hasil karya para filosof banyak dipakai sebagai acuan dalam penciptaan
senibudaya, pemikiran politik, sosial, ekonomi, pemerintahan dan juga di bidang pendidikan serta
pengembangan ilmu pengetahuan.
Pertanyaan : a. Apakah wujud karya filsafat yang sampai sekarang bisa kita pergunakan dalam
Praktek pendidikan? berikan 5 bukti urgen contohnya dalam pendidikan (KBM)
DIKDAS 9 Tahun
b. Bagaimanakah cara kerja (prosedur) filsafat ilmu di bidang pendidikan, hingga
filosof mampu menelorkan ide-ide brillian yang pada akhirnya dapat digunakan
manusia untuk menemukan kebijakan?
Soal 2. (Score 20) : Dalam proses penyusunan karya ilmiah untuk syarat mengakhir studi dalam
meraih gelar akaderik baik strata 1 (skripsi), strata 2 (tesis) dan strata 3 (disertasi). Secara filosofik
mahasiswa tersebut telah mempraktekkan cabang kajian filsafat Ontologi, Epistemologi dan
aksiologi,
Pertanyaan: a. Tunjukkan dan sebutkan bab dan sub- bab berapa dalam karya ilmiah ketiga cabang
kajian filsafat tersebut ditemukan !
b." Cogito ergo sum”....kata Descartes. Apa arti/mana cogito ergo sum jika dikaitkan
dalam filsafat pendidikan? Berikan contoh kongkritnya.I Dan siapa Descartes itu,
berikan biodata dan aliran berfikirnya serta karya filosofiknya yang monumental!
Soal 3. (Score 20) Berfilsafat bermuara akhir untuk mencari kebenaran yang hakiki, Ada beberapa
tori yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan apakah pengetahuan itu benar atau salah.
a. Sebutkan 5 tori kebenaran dan masing-masing berikan contoh konkritnya di bidang
keDIKDASan.
b. Sebutkan 8 cir-ciri berfikir kefilsafatan, masing-masing berikan contoh aplikasinya
dalam bidang pendidikan
Soal 4 (Score 20) Struktur Filsafat adalah cabang-cabang filsafat, sering juga disebut sistematika
filsafat yang terdiri 3 cabang besar yang merupakan kesatuan, yakni ontologi, epistemologi dan
aksiologi Sehingga memunculkan aliran-aliran filsafat yang banyak digunakan dalam kehidupan
praktis.
Pertanyaan a. - sebutkan 6 macam aliran filsafat. berikanlah penjelasan masing-masing
- siapa tokoh filosofnya ?
- bagaimana ajaran/faham-fahamnya masing-masing aliran?
- Berikan contoh masing-masing aplikasinya dalam bidang pendidikan i
b. Apa maksud kebudayaan sebagai isi pendidikan ? jelaskan I dan apa pula makna
manusia sebagai pembina kebudayaan ? jelaskan
Soal 5 (Score 20) Pancasila sebagai politik pendidikan nasional
Pertanyaan a. Sebutkan beberapa kebijakan penting yang terdapat dalam DIKNAS yang
didasarkan pada pandangan filosofis Pancasila!
b. Konsep multikultural yang dikembangkan di Indonesia merupakan konsep global
yang sesuai dengan konsep Pancasila, setujukan anda? Jelaskan pada sila-sila
berapa?
Jawaban
1. a. 5 karya filsafat yang ada pada praktif pendidikan.
Landasan filosofis pendidikan Indonesia yakni Pancasila
1) Landasan filosofis pendidikan adalah pandangan-pandangan yang bersumber dari
filsafat pendidikan mengenai hakikat manusia, hakikat ilmu, nilai serta perilaku yang
dinilai baik dan dijalankan setiap lembaga pendidikan. Pancasila sebagaimana yang
dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan filosofis pendidikan
Hakikat hidup Bangsa Indonesia adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan
perjuangan yang didorong oleh keinginan luhur untuk mencapai dan mengisi
kemerdekaan, selanjutnya yang menjadi keinginan luhur Bangsa Indonesia adalah
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
2) Kurikulum
Perumusan kurikulum berdasarkan hasil pemikiran para ahli untuk mengaplikasikan
pendidikan atas landasan dan tujuan pendidikan yang telah ditepkan pada landasan
filosofis pendidikan khusunya landasan pendidikan Indonesia. Kurikulum pada
dasarnya merupakan suatu sistem. Artinya,kurikulum merupakan suatu kesatuan
yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan antara satu dengan yang
lain.Karena antar komponen saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam
rangka pencapaian tujuan. Komponen-komponen kurikulum diistilahkan sebagai
anatomi kurikulum PENUTUP 176 yang terdiri dari komponen tujuan, isi, aktivitas
belajar dan evaluasi yang digambarkan sebagai suatu keterpaduan.
3) Teori Pendidikan dan Asfek perkembangan peserta didik
Dalam filsafat pendidikan dihasilkan berbagai macam teori dan juga ilmu tentang
memahami karakteristik peserta didik agar mencapai tujuan pendidikan. Berikut ini
beberapa penjelasan tentang teori pendidikan dan karakteristik peserta didik.
Pengertian teori pendidikan adalah suatu usaha untuk menjelaskan bagaimana
sesuatu terjadi dan atau digunakan dalam proses belajar mengajar. Teori pendidikan
berasal dari tahap pengamatan atau eksperimen melalui metode yang sistematis
terhadap proses pendidikan yang ada. Karakteristik peserta didik adalah salah satu
variabel dalam desain pembelajaran yang biasanya didefinisikan sebagai latar
belakang pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik termasuk aspek-aspek lain
yang ada pada diri mereka seperti kemampuan umum, ekspektasi terhadap
pembelajaran dan ciri-ciri jasmani serta emosional siswa yang memberikan dampak
terhadap keefektifan belajar.
4) Materi pembelajaran
Dalam filsafat pendidikan juga menelaah materi apa yang tepat untuk diberikan
peserta didik sesuai dengan tahapam dan jenjang kelasnya. Selain materi materi yang
bersumber pada buku materi pembembelajaran juga memuat asfek-asfek nilai
kearifna lokal yang berada pada daerah tersebut.
5) Model dan Metode Pembelajaran beserta Nilai
Dalam filsafat pendidikan juga menghasilkan cara atau strategi untuk penyampaian
materi pembelajaran agar proses pembelajaran dapat mencapai capaian pembelajan.
Model dan metode diperlukan agar proses pembelajaran dapat menyenangkan
sehingga peserta didik akan mencapai peningkatan baik secara pengetahuan,
ketarampilan maupun praktek.
Dalam filsafat pendidikan juga dihasilkan standar untuk menilai atau mengevalusai
pencapaian peserta didik. a) Pendidikan pesantren menawarkan tradisi-tradisi
keilmuan Islam klasik dan pembentukan kesalehan individu, dan ada yang
menawarkan pengetahuan-pengetahuan yang bersifat profan. Secara politis,
pemerintah juga menginginkan pendidikan atau kurikulum yang dapat menopang dan
mendukung ideologi-ideologi politiknya. Oleh karena itu, pendidikan pada
hakikatnya merupakan pencerminan dari kondisi negara, juga pencerminan dari
ambisiambisi para pemimpin dan kekuatan-kekuatan sosial-politik yang sedang
berkuasa. Dengan sendirinya pendidikan juga merupakan refleksi dari orde penguasa
yang ada.Dalam fenomena yang lain, kita juga menjumpai adanya kepentingan
sementara orang untuk meletakkan pendidikan itu pada dunia pasar, dunia ekonomi
dan ketenagakerjaan. Kurikulumnya didesain sedemikian rupa sehingga dapat
menjanjikan murid-murid terampil dan masuk dalam dunia kerja secara profesional,
tetapi dengan biaya pendidikan yang relatif mahal. Di samping hal-hal kepentingan
tersebut, wujud pendidikan itu bisa dipahami sebagai lembaga atau institusi, sistem,
administrasi dan birokrasi, perilaku dan proses belajar-mengajar, bangunan
keilmuan, dan lain sebagainya. Ini semua mengindikasikan bahwa pendidikan itu
tidak bisa berdiri sendiri, dan mengandung makna yang bias secara fenomenal. Ada
sementara ahli pendidikan yang ingin mencari esensi pendidikan agar terlepas dari
hal-hal yang pada prinsipnya bukan esensi pendidikan itu sendiri. Dari sini lahirlah
berbagai definisi pendidikan yang cenderung bersifat “normatif ”. Aktivitas
pendidikan bisa dipilah antara yang benar benar merupakan aktivitas pendidikan dan
yang bukan aktivitas pendidikan dengan mencari unsur-unsur dasarnya, komponen
pokoknya, dan dari sini disimpulkan makna hakiki dari pendidikan.
b) Prosedur filsafat ilmu di bidang pendidikan,
1) Tujuan evaluasi adalah untuk melihat dan mengetahui proses yang terjadi dalam
proses pembelajaran.
2) Melalui evaluasi akan diperoleh informasi tentang apa yang telah dicapai dan
mana yang belum
3) Evaluasi memberikan informasi bagi kelas dan pendidik untuk meningkatkan
kualitas proses belajar mengajar.
4) Evaluasi sebagai komponen pengajaran adalah proses untuk mengetahui
keberhasilan program pengajaran dan merupakan proses penilaian yang bertujuan
untuk mengetahui kesukarankesukaran yang melekat pada proses belajar
5) Evaluasi dalam pendidikan dilaksanakan untuk memperoleh informasi tentang
aspek yang berkaitan dengan pendidikan.
(a) Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh
peserta didiknya.
(b) Memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi masing-
masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
(c) Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan status
peserta didik. (d) Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar
bagi peserta didik yang memang memerlukannya.
(e) Memberikan petunjuk tentang sejauh manakah program pengajaran yang telah
ditetukan dapat dicapai.
2. 1) a. Ontologi pengetahuan filsafat adalah ilmu yang mempelajari suatu yang ada
atau berwujud berdasarkan logika, sehingga dapat diterima oleh banyak orang yang
bersifat rasional dapat difikirkan dan sudah terbukti keabsahaanya. Aspek Ontologi
terdapat pada Bab II, yaitu pada landasan teoritis, sebab pada bab ini ilmu yang
mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Dalam landasan teortis,
peneliti mengambil sumber yang relevan untuk dijadikan acuan dalam proses
penelitiannya. Misalnya, peneliti ingin mengambil hasil belajar peserta didik, maka
sub bab yang dibahasa dalam penelitiannya terdiri dari teori belajar, pemahaman
siswa, pendekatan, media, atau metode yang dijadikan tolak ukur sumber yang
relevan dalam penelitiannya.
b. Epistimologi dapat juga diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar (teori of
knowledges). Epistimologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang asal
muasal, sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Aspek
Epistimologi terdapat pada bab III, yaitu pada bagian metodelogi penelitian. Pada bab
ini, membahas cara pengambilan data berdasarkan landasan teoritis yang digunakan
oleh peneliti. Misalnya, peneliti pengambil metode penelitiannya dengan PTK atau
neta analisis sebagai cara pengambilan data untuk proses penelitiannya.
c. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu
sendiri. Jadi, aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang
sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang
sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-
baiknya dan dijalan yang baik pula karena akhir-akhir ini banyak sekali yang
mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan dijalan yang tidak benar.
Aspek Aksiologi terdapat pada bab IV, yaitu pada bagian hasil penelitian dan
pembahasan. Pada bab ini, membahas hasil penelitian yang sudah dilakukan beserta
tindak lanjut dari hasil penelitain yang sudah didapatkan. Hasil penelitian dijadiakn
masukan yang memberikan manfaat baik pada peneliti atau terhadap orang yang
membaca hasil penelitiannya.
1. b." Cogito ergo sum”....kata Descartes. Apa arti/mana cogito ergo sum jika dikaitkan
dalam filsafat pendidikan? Berikan contoh kongkritnya.I Dan siapa Descartes itu,
berikan biodata dan aliran berfikirnya serta karya filosofiknya yang monumental!
Apa arti/mana cogito ergo sum jika dikaitkan dalam filsafat pendidikan
COGITU Ergo Sum adalah ungkapan dari bahasa Latin yang diutarakan oleh Rene
Descartes, filsuf ternama Perancis yang artinya “Aku berpikir maka aku ada”.
Ungkapan tersebut dimaksudkan untuk membuktikan bahwa satu-satunya hal yang
pasti di dunia ini adalah keberadaan manusia itu sendiri. Jika kata cogito ergo sum
dikaitkan dengan filsafat pendidikan, maka artinya berfikir menjadi karakter manusia,
dengan berfikir, manusia dapat menyelesaikan suatu permasalahan yang ada dalam
hidupnya. Begitu juga ketika manusia itu sendiri ingin mengembangkan dasar-dasar
filsafat pendidikan atau aturan-aturan yang ada untuk memajukan pendidikan, maka
manusia tersebut harus melalui proses berfikir.
Berikan contoh kongkritnya
Ungkapan “aku berpikir maka aku ada” maksudnya adalah bahwa satu-satunya hal
yang pasti di dunia ini adalah keberadaan seseorang sendiri. Sedangkan keberadaan
seseorang tersebut dapat dibuktikan dengan fakta bahwa ia dapat berpikir sendiri.
Dalam islam manusia diajarkan tidak hanya berfikir saja namun juga disuruh
menggunakan akalnya. Bahwa semua manusia memiliki potensi maka setiap potensi
diri perlu dikembangkan. Dalam bingkai guru, berkaitan dengan diktum ini adalah
setiap guru memiliki potensi dan potensinya diwujudkan dalam karya.Karya dalam
KBBI mengandung arti pekerjaan, bisa juga buatan, hasil perbuatan, dan ciptaan.
Sedangkan berkarya adalah kata kerja yang mengandung arti mencipta atau
menghasilkan sesuatu. Sedangkan guru merdeka Berkarya yaitu guru yang dapat
mencipta atau menghasilkan karya yang bermanfaat sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya dengan mengolah rasa, mengolah hati, dan mengolah pikiran.
Menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bukan hanya untuk diri sendiri melainkan juga
bagi lingkungan pendidikan. Keberadaan guru itu ada karena menghasilkan karya. Bila
banyak guru berkarya maka banyak manfaat yang ditebarnya untuk kemajuan dunia
pendidikan.
Dan siapa Descartes itu, berikan biodata René Descartes adalah seorang filsuf dan
matematikawan Perancis (Renatus Cartesius dalam literatur berbahasa Latin), dan
penulis yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di Belanda. Dia dijuluki "Bapak
Filsafat Modern" dan "Bapak Matematika Modern". Karyanya yang terpenting ialah
Discours de la méthode (1637) dan Meditationes de prima Philosophia (1641).
Rene Descartes lahir 31 Maret 1596 La Haye Touraine-Prancis dari sebuah keluarga
borjuis. Ketika ia berusia satu tahun, ibunya Jeanne Brochard meninggal. Ayahnya
Joachim adalah anggota dari Parlement of Brittany di Rennes, Parlemen Inggris dan
memiliki tanah yang cukup luas (borjuis). Ketika ayah Descartes meninggal dan
menerima warisan ayahnya, ia menjual tanah warisan itu, dan menginvestasikan
uangnya dengan pendapatan enam atau tujuh ribu franc per tahun.
Kelima, sistematik, artinya pendapat yang diuraikan harus saling berhubungan secara teratur
dan terkandung adanya maksud dan tujuan tertentu.
Keenam, komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir kefilsafatan merupakan
usaha untuk menjelaskan suatu permasalahan secara keseluruhan, tuntas, tidak hanya dalam
bentuk kepingan atau bagian saja.
Ketujuh, bebas, berarti sampai batas-batas luas. Maksudnya tidak terjebak dalam satu sudut
pandang, melainkan harus bebas dari hal-hal lain seperti kultur, dan lain sebagainya.
Kedelapan, bertanggung jawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir,
berpendapat dan sekaligus berani mempertanggung jawabkan hasil apapun.
1. 4. Aliran Idealisme (Plato)
Idealisme ialah aliran yg meyakinibahwa fenomena atau realitas terdiri berasal jiwa dan ilham
wangsit. kata idealisme berasal berasal kata “idea” yang artinya sesuatu yg hadir dalam jiwa.
Aliran ini menjadi awal yg penting bagi perkembangan cara berpikir manusia. Pemikiran
dasar aliran ini pun ternyata pernah dipaparkan sang Plato, menurutnya realitas yg paling
dasar adalah sebuah wangsit, sedangkan empiris yang
bisa dipandang oleh manusia merupakan bayangan berasal ide tadi. Pemikiran ini tentunya
memandang realitas yg tampak menjadi sesuatu yang tak krusial, serta hanya dapat
3. Materialisme(Demokritos)
Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adlah materi, bukan rohani, spiritual,
atau supernatural. Tokoh pelopornya adalah Demokritos (460-360 SM), bahwa segala
sesuatu terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dibagi -bagi lagi(yang disebut atom-
atom). Atom-atom merupakan bagian dari yang begitu kecil sehingga mata kita tidak dapat
melihatnya. Atom-atom itu bergerak, sehingga dengan demikian membentuk realitas pada
pancaindera kita.
Karakteristik umum materialisme pada abad delapan belas berdasarkan pada suatu asumsi
bahwa realitas dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak
dalam ruang (Randall, et al, 1942).
Diberlakukannya mata pelajaran sains di sekolah seperti biologi, kimia, psikologi, fisika,
sosiologi, ekonomi dan lainnya.
Filsafat realisme sebagai aliran modern di Eropa (khususnya di Inggris sesudah tahun 1600
M) merupakan reaksi terhadap filsafat idealisme dan rasionalisme yang meluas sejak zaman
Yunani klasik. Menurut realisme, alam semesta tidak bersifat abstrak dan psikhis.
Sebaliknya realisme berasumsi bahwa alam semesta itu terdiri dari substansi materiil dan
bahwa objek-objek serta peristiwa-peristiwa merupakan hal-hal yang bersifat sejati, tidak
kebetulan. Ini adalah ajaran tentang prinsip kemerdekaan tentang manusia dan kenyataan
yaitu bahwa pengetahuan manusia adalah pengetahuan tentang dunia nyata yang ada di luar
sana yaitu alam semesta yang ada sebelum eksistensi manusia dan dunia nyata itu
berlangsung terus sekalipun manusia sudah mati. Ketika manusia dapat menggunakan fantasi
dan berpikir tentang segala segala sesuatu, namun pikirannya harus berkorespondensi
terhadap realitas agar pengetahuan itu tidak bersifat khayal (antara lain dijelaskan Francis
Bacon, 1561-1626, dalam Novum Organum).
Dalam bidang pendidikan aliran realisme terfokus pada tujuan pendidikan untuk membina
kemampuan manusia melakukan interrelasi yang konstruktif dalam hubungan manusia
sebagai warga masyarakat dan melakukan penyesuaian diri dengan mengelola tanpa terlalu
mengekploitasi alam. Pendidikan harus dilakukan dengan cara-cara membantu siswa dan
anak untuk memahami dan menerima hukum-hukum alam dan kehidupan apa adanya karena
hukum-hukum itu menekan manusia sebagai hukum alam
Pragmatisme adalah aliran yang menjadi besar pengaruhnya khususnya di USA dengan ahli-
ahlinya berasal dari sana dan pada abad ke-20 sampai menyaingi idealisme dan realisme.
Sesungguhnya landasan berpikir pragmatik dirintis sejak zaman pra-Socrates di Yunani oleh
Herakleitos, dan Protagoras (sejaman dengan Socrates). Kebiasaan rata-rata warga USA
yang kurang bersimpati pada teori yang murni membawa tokoh realisme abad ke-19 seperti
Charles Peirce dan William James cenderung menyelidiki terjadinya proses pengetahuan dan
bagaimana hubungan antara teori dan praktek (tindakan/action).
Menurut pragmatisme manusia mampu mencapai bentuk ide (pikiran) yang jelas dan efektif
khususnya apabila akibat-akibat dari penggunaan statu ide itu langsung dialami ketika
terdapat desempatan untuk mencobakan baik tidaknya ide itu di dalam praktek keseharian.
Justru uji kebenaran dari suatu ide terletak pada kegunaan langsung dalam pratek (The truth
is in the making) dan tidak pada teori secara spekulatif. John Dewey di awal abad 20 berhasil
merumuskan proses berpikir secara praktis (berciri reflektif) dengan mengidentifikasi lima
tahapannya, sampai menghasilkan karya klasiknya Democracy and Education (1916) dan
mempromosikan aliran pragmatismo sebagai filsafat hidup yang tidak intelektualistik
sifatnya. Dengan menjadikan pragmatisme sebagai filsafat hidup, tujuan pendidikan ialah
agar terwujud pertumbuhan dan perkembangan pada semua orang, khususnya dengan jalan
belajar melalui pengalaman keseharian memecahkan masalah.
Dalam bidang pendidikan, aliran pragmatisme terfokus pada penerapan metode berpikir
reflektif secara mendasar ke dalam kurikulum dan metode mengajar. Seorang guru dari
mazhab pragmatik akan menyajikan bahan ajar pelajaran sejarah khususnya sebagai rekaman
ragam pengalaman manusia dalam mengukur dan mempertimbangkan pengetahuan dan nilai
berdasarkan pemahaman tentang kenyataan yang aktual (bukan kenyataan sejati yang tak
terjangkau akal.
Aliran ini merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan sejak
peradapan umat manusia. Aliran ini muncul pada zaman Renaisance yang ciri-cirinya
berbeda dengan progrestivisme. Aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan,
toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu, dan memandang bahwa pendidikan
harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan
kestabilan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas ( Zuhairini, 1991: 21). Nilai-
nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif
selama empat abad kebelakang sejak zaman renaisance sebagai pangkal timbulnya
pandangan-pandangan esensialisme awal. Tokoh dalam aliran ini adalah William C.Bagley,
Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L.Kandell.
Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah
ada sejak awal peradaban umat manusia, yang muncul pada zaman renaissance dengan ciri-
ciri utama yang berbeda dengan progresifisme. Perbedaannya yang utama adalah
memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana serta terbuka
untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan denga doktrin tertentu. Esensialisme
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan
tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunya tata yang
jelas. Idealisme dan realisme sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur
menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Sejak ada catatan sejarah, umat manusia hidup di dalam dan dengan suatu kebudayaan
tertentu bagaimanapun sederhananya taraf kebudayaan mereka, lebih-lebih bila diukur
dengan pandangan ilmu pengetahuan sekarang. Kebudayaan manusia prasejarah,
kebudayaan manusia purba dan kebudayaan manusia modern sekarang merupakan
perwujudan kehidupan dunia manusia, kodrat manusiawi. Artinya hanya manusia-lah yang
rnemiliki kebudayaan di dalam tata kehidupannya sebagai manifestasi potensi dan martabat
kemanusiaannya.
Budi: segala upaya karya, karsa untuk menuju salah satu tujuan yang baik dalam wujud
perbuatan baik. Kebudayaan sebagai isi pendidikan karena dalam pendidikan diperlukan
kurikulum, rumusan SK, KD KI, Indikator yang semua itu memerlukan pemikiran filsafat.
Pemikiran filsfat dibutuhkana dalam pendidikan.
(a). dioperkan untuk dimengerti dan dikuasai, dilaksanakan oleh penerali muda,
Manusia sebagai pembina kebudayaan karena manusia kebudayaan itu ialah semua ciptaan
manusia yang berlangsung di dalam kehidupan.
Selain pelaksanaan pendidikan multikultural karena tntutan realitas sosial kini dan akan
datang, pendidikan multikultural harus dilakukan terutama karena tuntutan nilai – nilai
Pancasila. Dengan demikian pancasila adalah sebab dan pendidikan multikultural adalah
dampaknya. Hubungan ini dapat dijelaskan secara Ontologis yaitu melakukan kajin tentang
hakekat Pancasila. Hakekat dari Pancasila adalah manusia. Hakekat manusia adalah mahluk
monopluralis dan monodualis. Kodrati manusia monodualis yaitu pada satu sisi adalah
mahluk individu dan di sisi lain adalah mahluk sosial, keduanya menyatu dalam pribadi
manusia. Kodrati manusia juga mahluk pluralis yaitu memiliki keberagaman unsur-unsur
susunan kodrat, meliputi manusia sebagai : mahluk jasmani-rohani; mahluk individu –
makhluk sosial; mahluk pribadi diri sendiri – mahkluk Tuhan Yang Maha Esa. Kesimpulan
yang dapat ditarik adalah kodrati manusia adalah kemajemukan dalam satu kesatuan yang
menjadi hakekat dari sila-sila Pancasila. Oleh karena itu yang memerlukan kemajemukan
dalam kesatuan itu adalah manusianya, negara atau lebih sempit lagi satuan pendidikan
sekolah bertindak sebagai pendukung yang menfasilitasi perwujudan kemajemukan tunggal.
Oleh karena nilai Pancasila bersumber dari kodrati manusia, maka wajar kalau nilai – nilai
Pancasila sudah dihidupi oleh bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Sejak zaman dulu, nenek
moyang kita sudah menyembah roh – roh yang diyakini sebagai penguasa alam semesta
yang tidak disebabkan oleh kekuatan lainnya hingga zaman kerajaan yang menganut agama
Hindu, Buddha, Islam dan Kristen, serta aliran kepercayaan. Kehidupan ini menunjukan
perwujudan nilai sila pertama Pancasila. Sejak nenek moyang juga sudah mengenal hidup
dalam kelompok hingga membentuk paguyuban yang anggotanya saling menghargai dan
menjalin persaudaraan yang erat, setiap individu dalam komunitas bekerjasama untuk
memenuhi keseimbangan kebutuhan jasmani- rohani, mahluk individu dan mahluk Tuhan
secara adil sebagai perwujudan sila ke dua dan ketiga Pancasila. Kehidupan kelompok sejak
zaman dahulu sudah mengenal adanya istilah Primus Inter pares, yaitu sistem pemilihan
pemimpin melalui musyawarah diantara sesamanya berdasarkan kelebihan yang dimiliki
baik secara fisik ataupun spiritual. Kehidupan seperti ini sebagai bukti sudah mempraktekan
sistim organisasi dan melakukan musyarah mufakat yang merupakan inti dari sila ke empat
Pancasila. Dalam kehidupan bersama mereka juga berusaha untuk menyelesaikan
permasalahan dengan seadil – adilnya dan melakukan pekerjaan secara gotong royong dalam
kehidupan kelompok serta memberikan apa yang menjadi hak bagi warga kelompoknya
sebagai perwujudan sila ke lima Pancasila. Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian ini
adalah nilai – nilai Pancasila sudah ada sejak adanya bangsa Indonesia. Bahkan kata
Pancasila sudah dapat ditemukan dalam buku Negarakertagama (1365) karangan Empu
Prapanca. Nilai – nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia kemudian pada masa
persiapan kemerdekaan diabstraksikan atau dikristalisas oleh Bapak pendiri bangsa menjadi
rumusan lima sila yang diberi nama Pancasila atas usulan Ir Soekarno pada tanggal 1 Juni
1945. Rumusan sila – sila Pancasila kemudian ditetapkan menjadi dasar negara pada tanggal
18 Agustus 1945 sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 aline ke empat.
Dengan demikian Pancasila adalah rumusan dari realitas sosial yang kemudian menjadi
pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila bukanlah merupakan hasil abstraksi
cendikiawan atau sekelompok orang yang didoktrinkan sebagai pandangan hidup bangsa.
Abstraksi Pancasila yang bersumber dari realitas sosial salah satunya adalah kemajemukan
tunggal baik dalam pribadi manusia maupun dalam kehidupan bersama menjadi rumusan
yang kita kenal yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti biarpun berbeda-beda tetap satu
juga (kemajemukan Tunggal) yang menjadi identitas bangsa dan diupayakan tercapai dengan
memasukan nilai – nilai tersebut ke dalam Undang – Undang atau peraturan yang mengatur
berbagai bidang kehidupan termasuk bidang pendiddikan.
Perwujudan kemajemukan tunggal/ Bhinneka tunggal Ika pada satuan pendidikan adalah
dengan meyelenggarakan pendidikan multikultural di sekolah – sekolah Indonesia.
Pendidikan multikultural adalah kegiatan terencana sebagai usaha sadar dan sengaja untuk
mengwujudkan suasana dan proses pembelajaran yang mengembangkan kebanggaan siswa
akan jati dirinya, jati diri kebangsaan, mengembangkan wawasan keberagaman,
menumbuhkan kecakapan sikap toleran dan egaliter terhadap keberagaman yang ada dan
menerimanya sebagai realitas sosial. Nilai – nilai pendidikan multikultural tercantum dalam
UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional dan terdapat dalam Kurikulum
2013.
Nilai pendidikan multikultural dapat ditemukan dalam pasal 4 UU No.20 Tahun 2003 yang
berisi prinsip penyelenggaraan pendidikan antara lain :
Dalam kurikulum 2013, juga mengatur tentang nilai pendidikan multikultural yaitu pada
kompetensi inti. Kurikulum 2013 membagi kompetensi inti (KI) menjadi 4 yaitu KI-1: sikap
spritual, KI-2: Sikap Sosial; KI-3: Pengetahuan ; KI-4: Ketrampilan. Diuraikan KI-2 dalam
kurikulum 2013 tingkat SMA adalah menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan
proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Pendidikan multikultur
pada KI-2 ini tampak jelas pada penanaman nilai multikultural yaitu gotong royong,
kerjasama, toleran, damai, sikap responsif dan proaktif menyelesaikan masalah dan
berinteraksi secara efektif dalam cakupan lingkup nasional dan global. Selanjutnya
dijelaskan juga bahwa KI-2 seperti tertulis di atas tidak diajarkan, tidak dihafalkan, dan tidak
diujikan, tetapi sebagai pegangan bagi pendidik bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran,
harus menyampaikan pesan-pesan sosial dan spiritual sangat penting yang terkandung
dalam materinya. Ini berarti sekolah menyeleng-garakan pendidikan multikultural dengan
cara: