Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam penyampaian pendidikan agar terimplikasikan dengan baik
kepada masyrakat perlu tatanan yang sistemtais dan berlandasan. Setiap
negara mempunyai sistem yang berbeda beda, yang biasa kita kenal dengan
kurikulum. Sebagai guru Pendidikan Agama Islam perlu mengtahui
kurikulum sebagai acuan pelaksanaan pendidikan di dalam formal ataupun
non formal. Agar kompetensi dan capain pendidikan bisa tercapai dengan
baik

Untuk mengetahui jalannya kurikulum seorang pendidik perlu


mengetahui landasan atau dasar dari kurikulum. Yang mana telah di
tetapkan oleh pemerintah. Agar bisa melakukan pengembangan dalam
proses pembelajaran khusunya pendidikan agama islam.

Di dalam dalam makalah ini akan di paparkan dalam pembahasan


mengenai landasan atau dasar dari kurikulum. Sesuai dengan latar belakang
su judul yang di bahas mengenai pengertian dari kurikulum dan beberapa
konsep lainnya

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian landasan filsafat kurikulum?
2. Apa pengertian landasan psikologi kurikulum ?
3. Apa pengertian Landasan Sosiologi Kurikulum ?

C. Tujuan
1. Mengetahui landasan filsafat kurikulum
2. Mengetahui landasan psikologi kurikulum
3. Mengtahui landasan sosiologi kurikulum
BAB II
PEMBAHSAN

A. Pengertian Landasan kurikulum segi filsafat

Istilah filsafat berasal dari bahasa Inggris ‘phylosophy’ yang berarti


cinta kebijaksanaan. Sedangkan secara opereasional, filsafat mengandung
dua pengertian, yaitu filsafat sebagai proses (berfilsafat) dan sebagai hasil
berfilsafat (sistem teori atau pemikiran (Tim Dosen MKDP Landasan
Pendidikan, 2011: 77- 78).

Adapun alasan filosofis dianggap sebagai landasan pengembangan


kurikulum adalah asumsi-asumsi atau rumusan yang didapatkan dari hasil
berfikir secara mendalam, analitis, logis dan sistematis dalam
merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum.
Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta didik akan dibawa, filsafat
merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah
pencapaian tujuan pendidikan.

Dalam Sanjaya (2008:43), ada empat fungsi filsafat dalam proses


pengembangan kurikulum. Pertama, filsafat dapat menentukan arah dan
tujuan pendidikan. Kedua, filsafat dapat menentukan isi atau materi
pelajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Ketiga, filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan.
Keempat, melalui filsafat dapat ditentukan bagaimana menentukan tolak
ukur keberhasilan proses pendidikan.

Dalam kurikulum terdapat berbagai komponen yang dalam


pengembangannya harus didasari pada asumsi atau landasan pikiran yang
mendalam, logis, sistematis, dan menyeluruh atau disebut landasan filosofis.
Adapun manfaat penggunaan filsafat pendidikan dalam mengembangkan
kurikulum antara lain:

1. Memberikan arah yang jelas terhadap tujuan pendidikan,


2. dapat memberikan gambaran yang jelas dari hasil yang dicapai,
3. memberikan arah terhadap proses yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan,
4. memungkinkan dapat mengukur hasil yang dicapai,
5. memberikan motivasi yang kuat untuk melakukan aktivitas.

Menurut Redja Mudyahardjo (1989) terdapat tiga sistem pemikiran


filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada
umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu: Idealisme,
Realisme, dan Pragmatisme. Redja Mudyahardjo (2001) merangkum
konsep-konsep ketiga aliran filsafat tersebut dan implikasinya terhadap
pendidikan sebagai berikut:

1. Idealisme

a) Tujuan pendidikan: Tujuan-tujuan pendidikan formal dan informal,


pertama-tama adalah pembentukan karakter, dan kemudian tertuju pada
pengembangan bakat dan kebajikan sosial.
b) Isi pendidikan: Pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan
liberal atau pendidikan umum, penyiapan keterampilan bekerja sesuatu
mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
c) Metode pendidikan: Metode pendidikan yang disusun adalah metode
dialektik/dialogik, meskipun demikian setiap metode yang efektif
mendorong belajar data diterima (eklektif). Cnderung mengabaikan
dasar-dasar fisiologis dalam belajar.

2. Realisme

a) Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah dapatmenyesuaikan diri


secara tepat dalam hidup dan dapat melaksanakan tanggung jawab
social
b) Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum komprehensif yang
berisi semua pengetahuan yang berguna bagi penyesuaian diri dalam
hidup dan tanggung jawab sosial. Kurikulum berisi unsur-unsur
pendidikan liberal/pendidikan umum untuk mengembangkan
kemmapuan berpikir, dan pendidikan praktis untuk kepentingan
bekerja.
c) Metode pendidikan didasarkan pada pengalaman langsung maupu tidak
langsung. Metode mengajar hendaknya bersifat logis, bertahap atau
berurutan. Pembiasaan merupakan sebuah metode pokok yang
dipergunakan oleh penganut realism.
d) Peranan peserta didik dan pendidik: Dalam hubungannya dengan
pembelajaran, peranan peserta didik adalah menguasai pengetahuan
yang dapat berubah-ubah. Peserta didik perlu mempunyai disiplin
mental dan moral untuk setiap tingkat kebajikan. Peranan pendidik
adalah menguasai pengetahuan, terampil dan teknik mendidik, dan
memiliki kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan yang
dibebankan kepadanya.

3. Pragmatisme

a) Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengalaman


yang berguna untuk memecahkan masalah-masalah baru dalam
kehidupan perorangan dan masyarakat. Tujuan pendidikan tidak
ditentukan dari luar kegiatan pendidikan tetapi terdapat dalam setiap
proses pendidikan. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah
pertumbuhan sepanjang hidup
b) Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum berisi pengalaman-
pengalaman yang telah teruji serta minat-minat dan kebutuhan-
kebutuhan anak, dan pendidikan liberal yang menghilangkan pemisahan
antara pndidikan umum dengan pendidikan praktis/vokasional.
c) Metode pendidikan: Berpikir reflektif atau metode pemecahan masalah
merupakan metode utamanya, terdiri atas langkah-langkah: Penyadaran
suatu masalah, observasi kondisi-kondisi yang ada, perumusan dan
elaborasi tentang suatu kesimpulan, Pengetesan melalui suatu
eksperimen.

B. Pengertian Landasan kurikulum segi psikologi

Kurikulum sebagai program dan alat untuk mencapai tujuan


pendidikan, senantiasa berhubungan dengan proses perubahan perilaku
peserta didik. Oleh karena itu, tentu saja dalam mengembangkan kurikulum
pendidikan harus menggunakan landasan yang bersumber studi ilmiah
bidang psikologi. Peserta didik adalah individu yang sedang berada pada
proses perkembangan, seperti pekembangan dalam segi fisik, intelektual,
sosial, emosional, moral, dan lain sebagainya. Tugas utama pendidik adalah
membantu mengoptimalkan perkembangan peserta didik tersebut. Melalui
penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain
agar upaya pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikain dengan hakikat
peserta didik. (Hamalik, 2014:10)

Penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada


lain agar upaya pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dari segi
materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian dari segi proses
penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur
upaya pendidikan lainnya.

Pada dasarnya ada dua jenis psikologi yang memiliki kaitan yang
sangat erat dan harus dijadikan sumber pemikiran dalam mengembangkan
kurikulum, yaitu: Psikologi perkembangan, dan Psikologi belajar. Psikologi
perkembangan adalah ilmu atau studi yang mengkaji perkembangan
manusia, beserta kecenderungan perilaku yang ditunjukannya. Adapun
psikologi belajar, adalah suatu pendekatan atau studi yang mengkaji
bagaimana manusia umumnya melakukan proses belajar. (Idi, 2011:13)

Dalam psikologi perkembangan, pentingnya pemahaman tentang masa


perkembangan ini disebabkan beberapa alasan. Pertama, setiap anak didik
memiliki tahapan atau masa perkembangan tertentu. Kedua, anak didik yang
sedang pada masa perkembangan merupakan periode yang sangat
menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup mereka. Ketiga,
pemahaman akan perkembangan anak, akan memudahkan dalam
melaksanakan tugas-tugas pendidikan, baik yang menyangkut proses
pemberian bantuan memecahkan masalah yang dihadapi, maupun dalam
mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan. (Hamalik,
2014:23)

Untuk memahami perkembangan peserta didik, salah satu teori yang


banyak digunakan adalah seperti yang dikemukakan oleh Piaget yang
terkenal dengan teori perkembangan kognitif. Menurut Piaget (dalam
Sanjaya: 49), kemampuan kognitif merupakan suatu yang fundamental yang
mengarahkan dan membimbing perilaku anak sesuai tahapannya. Tahapan
perkembangan kognitif itu terdiri dari empat fase, yaitu:

1. Sensorimotor yang berkembang dari mulai lahir sampai usia 2 tahun;


2. Praoperasional, mulai dari usia 2 sampai 7 tahun;
3. Operasional konkret, berkembang dari usia 7 sampai 11 tahun;
4. Operasional formal dimulai dari usia 11 tahun sampai 14 tahun ke atas.

Adapun dalam psikologi belajar, pengembangan kurikulum tidak akan


terlepas dari teori belajar. Sebab, pada dasarnya kurikulum disusun untuk
membuat siswa belajar. Setiap teori belajar berpangkal dari pandangan
tentang hakikat manusia, yaitu hakikat manusia menurut pandangan John
Locke dan hakikat manusia menurut Leibnitz.

Menurut John Locke (dalam Sanjaya:54), manusia itu merupakan


organisme yang pasif. Dengan teori tabularasa-nya, Locke menganggap
bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulisi apa kertas itu sangat
tergantung pada orang yang menulisnya. Berbeda dengan pandangan Locke,
Leibnitz (dalam Sanjaya:54) menganggap bahwa manusia adalah organisme
yang aktif. Manusia merupakan sumber kegiatan. Pada hakikatnya manusia
bebas untuk berbuat, manusia bebas untuk membuat suatu pilihan dalam
setiap situasi. Titik pusat kebebasan ini kesadarannya sendiri. Menurut
aliran ini, tingkah laku manusia hanyalah ekspresi yang dapat diamati
sebagai akibat dari eksistensi internal yang pada hakikatnya bersifat pribadi.

C. Pengertian Landasan kurikulum segi sosiologi

Kekuatan sosial dapat mempengaruhi kurikulum. Masyarakat yang


bersifat dinamis pasti selalu mengalami perubahan dan bergerak menuju
perkembangan yang semakin kompleks. Perubahan terjadi pada pola
kehidupan, struktur sosial, kebutuhan, dan tuntuan masyarakat. Oleh karena
itu, kurikulum juga harus bersifat dinamis agar dapat menyesuaikan dengan
perkembangan masyarakat. Cara pandang berbagai kelompok masyarakat
yang berbeda menjadi kesulitan tersendiri untuk para pengembang
kurikulum. Kelompok sosial masyarakat tersebut mempunyai tuntutan dan
kriteria hasil yang berbeda sesuai dengan kepentingan kelompoknya, seperti
golongan agama, politik, militer, industri, dan lain sebagainya. Dengan
demikian, melalui proses evaluasi dan pengkajian secara kritis, para
pengembang kurikulum harus memperhatikan muatan kurikulum yang
dianggap layak untuk dipelajari oleh anak didik. Karena sudah seharusnya
pendidikan memperhatikan aspirasi masyarakat, dan pendidikan memberi
jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik-
ekonomi yang dominan.( Sukiman, 2016)

Di lain pihak, pendidikan dihadapkan pada perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan pesat. Di balik
perkembangan teknologi yang semakin canggih, tentu saja ada masalah juga
yang muncul karena itu. Munculnya permasalahan baru ini menyebabkan
kompleksitas tugas pendidikan yang diemban oleh instansi pendidikan.
Untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman, instansi pendidikan
bukan hanya bertugas menanamkan dan mewariskan ilmu pengetahuan,
akan tetapi juga harus memberi keterampilan tertentu serta menanamkan
budi pekerti dan nilai-nilai kehidupan. Maka dari itu kurikulum harus terus
menerus diperbarui, agar isi dan strategi dalam kurikulum sebagai alat
pendidikan tidak menjadi usang dan berimbang dengan perkembangan
zaman saat ini dilihat dari seluruh aspek.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka para pengembang kurikulum


dalam melaksanakan tugasnya harus melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat seperti yang


dirumuskan dalam undang-undang, keputusan pemerintah, dan
peraturan-peraturan lainnya.
b. Menganalisis budaya masyarakat tempat sekolah berada.
c. Menganalisis kekuatan serta potensi-potensi daerah.
d. Menganalisis syarat dan tuntutan tenaga kerja.
e. Menginterpretasi kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan
masyarakat. (Sukiman, 2016)

Oleh karena itu, agar kurikulum dapat bertahan kuat, maka


pengembangan harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang
kuat pula. Dengan demikian kurikulum akan mampu menyesuaikan dengan
situasi dan kondisi yang berkembang, baik dilihat dari segi perkembangan
sosial budaya maupun ilmu pengetahuan dan teknologi.
BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Dalam mengembangkan kurikulum, terlebih dahulu harus
diidentifikasi dan dikaji secara selektif, akurat, mendalam, dan menyeluruh
tentang apa saja yang harus dijadikan pijakan dalam merancang,
mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum. Dengan landasan
yang kokoh, kurikulum akan mengatur pendidikan yang dapat menghasilkan
manusia terdidik sesuai dengan hakikat kemanusiaannya, baik untuk
kehidupan masa kini maupun menyongsong kehidupan jauh ke masa yang
akan datang.
Kurikulum harus dibuat berdasarkan landasan filosofis seperti
idealisme, realisme, dan pragmatisme. Landasan psikologis juga
berpengaruh penting dalam penyusunan kurikulum, karena kurikulum harus
menyesuaikan dengan kondisi psikologis peserta didik. Dan dalam
pengembangannya, kurikulum harus menggunakan landasan sosiologis dan
IPTEK, agar bersifat fleksibel mengikuti perubahan zaman.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa landasan
adalah hal yang penting dalam mengembangkan kurikulum. Tanpa
landasan, pengembangan kurikulum tidak dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Bagi civitas akademik yang mendalami bidang pendidikan,
landasan pengembangan kurikulum ini perlu dipahami dengn baik agar
pengembangan kurikulum khususnya di Indonesia dapat berjalan sesuai
dengan landasan yang telah disebutkan, yakni landasan filosofis, landasan
psikologis, serta landasan sosiologis dan IPTEK.

B. Saran
Dengan di tuliskannya makalah ini di harapkan dapat menambah
wawasan keilmuan bagi para pembaca dan memberikan manfaat untuk
mengembangkan mata kuliah bahan ajar yang akan menambah pengalaman
dan pengetahuan untuk pendidikan agama islam. Penyusun juga berharap
terhadap pembeca dapat mengkritik agar nantinya bisa lebih baik dalam
penyusunan dan penulisan ke depannya.

Anda mungkin juga menyukai