Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN AGAM A ISLAM

“PESERTA DIDIK DAN PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM”

DISUSUN OLEH :

 RIIADHUSSOLIHAH

 AHMAD MAULANA BAIDOWI

 M. HASANUDIN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY

2020/2021

1
Kata Pengantar

Puji serta syukur tidak lupa kita panjatkan kehadirat Allah Subhahu Wa Ta’ala yang berkat
anugerah dari-Nya kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Adab Bertamu Menurut
Islam” ini. Sholawat serta selama kita haturkan kepada junjungan agung Nabi Besar Muhammad
Shallallahu `alaihi Wa Sallam yang telah memberikan pedoman kepada kita jalan yang sebenar-
benarnya jalan berupa ajaran agama islam yang begitu sempurna dan menjadi rahmat bagi alam
semesta.

Penulis sangat bersyukur karena mampu menyelesaikan makalah ini tepat waktu sebagai
pemenuh tugas Pendidikan Agama islam yang bertemakan “Adab Bertamu Menurut Islam”.
Selain itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang membantu kami
untuk merampungkan makalah ini sampai selesai.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini bisa memberikan manfaat kepada
semua pihak. Dan jangan lupa kritik serta sarannya terhadap makalah ini dalam rangka perbaikan
makalah-makalah yang akan datang.

2
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................1

KATA PENGANTAR..........................................................................................2

DAFTAR ISI.........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.........................................................................................4

1.2. Rumusan Masalah....................................................................................4

1.3. Tujuan .....................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Peserta Didik..........................................................................5

2.2. Pengertian Pendidik...............................................................................11

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan............................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional pasal 1,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhalk mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan dapat berlangsung jika
memenuhi unsur-unsur yang ada di dalamnya, salah satunya pendidik dan peserta didik.

Pendidik dan peserta didik akan dijelaskan dalam makalah ini baik dalam perspektif
umum maupun perspektif pendidikan islam.

1.2  Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Peserta didik dan Pendidik dalam perspektif pendidikan Islam?
2. Bagaimana karakteristik peserta didik dan pendidik?
3. Bagaimana hak dan kewajiban peserta didik dan pendidik?

1.3  Tujuan
1. Mendeskripsikan Peserta didik dan pendidik dalam perspektif pendidikan Islam.
2. Mendeskripsikan Karekteristik peserta didik dan pendidik.
3. Mendeskripsikan hak dan kewajiban peserta didik dan pendidik.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.  Peserta Didik

1. Pengertian Peserta Didik

Mengacu pada konsep pendidikan sepanjang masa atau seumur hidup, maka dalam
arti luas yang disebut dengan peserta didik adalah siapa saja yang berusaha untuk
melibatkan diri sebagai peserta didik dalam kegiatan pendidikan, sehingga  tumbuh dan
berkembang potensinya, baik yang berstatus sebagai anak yang belum dewasa, maupun
orang yang sudah dewasa.

Dalam UU sisdiknas 2002 pasal 1, di jelaskan bahwa yang disebut peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Dalam perspektif pendidikan islam peserta didik merupakan subjek dan objek. Oleh
karena itu proses kependidikan tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan pesera didik, di
dalamnya. Dalam paradikma pendidikan islam, peserta didik merupakan orang yang belum
dewasa yang memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu
dikembangkan. Di sini, peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah
jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan  baik bentuk, ukuran
maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah ia memiliki bakat,
memiliki kehendak, perassaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.

Secara kodrati, anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa.
Dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang didmiliki anak
yang hidup didunia ini. Sebagaimana Hadis Nabi, yang artinya “ tidaklah seseorang yang
dilahirkan melainkan menurut fitrahnya, maka kedua orang tuanyalah yang me-
Yahudikannya atau me-Nasranikannya atau me-Majusikannya.

5
Sebagaimana halnya binatang yang dilahirkan dengan sempurna, Allah menciptakan
manusia sesuai dengan fitrahnya. Sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an
Surat an-Nahl ayat 78 :

َ ٰ ‫ا َو َج َع َل لَ ُك ُم ٱل َّس ْم َع َوٱأْل َ ْب‬O]ًٔ‫ون أُ َّم ٰهَتِ ُك ْم اَل تَ ْعلَ ُمونَ َش ْئـ‬


َ‫ َدةَ ۙ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬OPِٔ‫ص َر َوٱأْل َ ْفٔـ‬ ِ ُ‫َوٱهَّلل ُ أَ ْخ َر َج ُكم ِّم ۢن بُط‬

Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.” (QS.an-Nahl: 78)

Dari hadis dan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan status
manusia sebagaimana mestinya adalah melalui proses pendidikan. Agar pelaksanaan proses
pendidikan Islam dapat mencapai tujuan yang diinginkannya, maka setiap peserta didik
hendaknya senantiasa menyadari atau faham atas apa yang telah menjadi kewajibannya.

Dalam perspektif Islam, anak didik sejak lahir sudah dianjurkan untuk dirangsang
dengan suara-suara seperti suara adzan, iqamah, pepujian, suara bacaan ayat-ayat suci Al-
Qur’an, lagu-lagu Islami dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena manusia pada masa
masih berada diperut ibunya telah mengadakan perjanjian dengan Tuhan-nya  (Al-A’raf:
172), dan untuk mengeluarkan nilai-nilai keTuhan-an tersebut perlu dirangsang atau
dipancing dengan suara-suara spiritual.

Disamping itu juga orang tua perlu memberikan nama dan sebutan yang baik kepada
anak tersebut, memberi makanan dan minuman yang baik dan halal (QS. Al-Baqarah: 168),
terutama dengan air susu murni dari ibunya sampai umur dua tahun, sebagaimana dijelaskan
dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 233.

Kemudian pada masa anak mulai kelihatan tumbuh potensi biologis, psikologis,
paedagogis-nya, kira-kira umur 2-12 tahun peran pendidikan sudah mulai diperlukan melalui
kegiatan bimbingan, pelatihan, pembinaan, pengajaran dari orang lain yang lebih dewasa
(orang tua atau pendidik). Pendidikan disesuaikan dengan kemampuan, bakat, dan minat
anak (QS. Al-Kahfi: 29, QS. al-Rum: 30, QS. Hud: 39).

Pada masa ini anak sudah mulai memasuki wilayah pendidikan di luar institusi
keluarga, seperti masuk pendidikan di tingkat usia dini 2-4 tahun (play group) dan pada 4-6
tahun (taman kanak-kanak), pendidikan sekolah dasar (SD) umur 6-12 tahun. Pada masa ini
6
kegiatan pendidikan diarahkan untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan melalui pemberian
contoh berprilaku positif kepada anak.

Pada masa ini anak sudah mulai menfungsikan daya intelektualitas dan tumbuh
kesadarannya sehingga mampu membedakan antara yang baik dan buruk, yang salah dan
benar. Dalm perspektif pendidikan Islam anak pada usia ini sudah dianjurkan oleh Nabi. Ia
diperintah melaksanakan shalat dan dipukul apabila tidak mau melaksanakannya,
sebagaimana dijelaskan dalam sebuah Hadis yang artinya, “perintahlah anak-anak kalian
melaksanakan shalat ketika ia berusia tujuh tahun, dan pukullah ia ketika tidak mau
melaksanakannya” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Hakim).

Oleh karena itu model pendidikan yang perlu diberikan adalah diarakan kepada tiga
rana pendidikan, yakni pelatihan intelektual (aspek kognitif) pembinaan moral atau akhlak
atau pembiasaan dan ketaatan untuk menjalankan nilai-nilai ajaran agama Islam (aspek
afektif) dan semangat bekerja atau amal shaleh (aspek psikomotorik).

2. Karakteristik yang dimiliki peserta didik.

Anak didik memiliki karakteristik yang ada dalam dirinya, yaitu:

a) Belum memiliki pribadi dewasa  susila sehingga masih menjadi tanggung jawab


pendidik (guru)
b) Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih menjadi
tanggung jawab pendidik.
c) Memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara terpadu, yaitu
kebutuhan jasmani (fisik) dan rohani (non-fisiknya)

Rasyidin dan Nizar juga memberikan penjelasan, bahwa peserta didik atau anak didik
memiliki karakteristik yang antara lain:

a) Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa akan tetapi memilki dunianya
sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam
proses belajar mengajar tidak disamakan dengan pendidikan dewasa, baik dalam aspek
metode, materi, sumber bahan dan lain sebagainya.

7
b) Peserta didik adalah manusia yang memiliki deferensiasi periodisasi perkembangan dan
pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk diketahui agar aktivitas kependidikan
Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya
dilalui oleh setiap peserta didik.
c) Peserta didik adalah manusia yang memiliki ketuhanan, baik yang menyangkut
kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
d) Peserta didik adalah makshluk Tuhan yang memiliki perbedaan individual, baik yang
disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan dimana iaa berada.
e) Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang
dilakukan memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya
akal, maka proses pendidikan hendaknya diarahkan untuk mengasah daya
intelektualnya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat
dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.
f) Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan
secara dinamis.

3. Ahklak dan kewajiban peserta didik

Asma hasan fahmi menyebutkan empat akhlak yang harus dimiliki anak didik, yaitu:

a) Seorang anak didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa
sebelum ia menuntut ilmu, karena belajar adalah merupakan ibadah yang tidak sah
dilakukan kecuali dengan hati yang bersih. Kebersihan hati tersebut dapat dilakukan
dengan menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela, seperti dengki, menghasut, takabbur,
menipu, berbangga-bangga, dan memuji diri sendiri yang selanjutnya diikuti dengan
menghiasi diri dengan akhlak yang mulia seperti bersikap benar, taqwa, ikhlas, zuhud,
dan merendahkan diri dari ridla.
b) Seorang anak didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi
jiwa dengan sifat keitamaan, mendekatkan diri kepada tuhan, dan bukan mencari
kemegahan dan kedudukan.
c) Seorang pelajar harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan bersedia pergi
merantau. Selanjutnya apabila ia menghendaki pergi jauh untuk memperoleh seorang

8
guru, maka ia tidak boleh ragu-ragu untuk itu. Demikian pula ia dinasehatkanagar tidak
sering menukar-nukar guru. Jika keadaan menghendakisebaiknya ia dapat menanti
sampai duabulan sebelum menuka seorang guru.
d) Seorang anak murid wajib menghormati guru dan senantiasa memperoleh kerelaan dari
guru, dengan mempergunakan bernacam-macam cara.

Dalam buku lain (dasar-dasar pokok pendidikan Islam, Dr. Moh. Athiyah: 1970) juga
menambahkan antra lain ;

a) Hendaklah ia menghormati guru dan memuliakannya serta mengagungkannya karena


Allah, dan berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.
b) Jangan merepotkan guru dengan banyk pertanyaan, janganlah  meletihkan guru untuk
menjawab, jangan berjalan dihadapannya, jangan duduk ditempat duduknya, dan jangan
mulai bicara kecuali setelah mendapat izin dari guru.
c) Jangan membukakan rahasia kepada guru, jangan pula minta pada guru membukakan
rahasia, diterima peernyataan maaf dari guru bila selip lidahnya.
d) Bersungguh-sugguh dan tekun belajar.
e) Jiwa saling mencintai dan persaudaraan haruslah menyinari pergaulan antara siswa
sehingga merupakan anak-anak yang sebapak.
f) Siswa harus terlebih dahulu memberi salam kepada gurunya, mengurangi percakapa
dihadapan guru.
g) Hendaklah siswa itu tekun belajar, mengulangi pelajarannya diwaktu senja dan
menjelang subuh. Waktu antara isya’ dan makan sahur itu adalah waktu yang penuh
berkat.
h) Bertekad untuk belajar hingga akhir umur, jangan merendakan suatu cabang ilmu, tetapi
hendaklah menganggapnya bahwa setiap illmu ada faedahnya.

Sebagian dari akhlak murid kepada guru adalah janganlah seorang murid banyak
bertanya kepadanya,  dan jangan pula memaksa untuk menjawab berbagai pertanyaan yang
diajukan kepadanya. Selain itu seorang murid jangan pula banyak meminta sesuatu pada saat
guru sedang letih, jangan menarik kainnya jika ia sedang bergerak, jangan membuka
rahasianya, jangan mencela orang didepannya jangan membuat ia jatuh atau terhina di depan
orang lain, dan kalau guru itu salah maka dimaafkan. Seorang murid wajib menghormati dan

9
memuliakannya,selama guru itu tidak melanggar larangan Allah dan melalaikan perintahnya.
Selanjutnya seorang murid jangan pula duduk di depannya, dan jika ia membutuhkan sesuatu
maka segeralah berlomba-lomba untuk membantunya.

Selain itu, seorang anak didik harus mempelajari ilmu yang berhubungan dengan
pemeliharaan hati, seperti bertawakkal, mendekatkan diri kepada Allah, memohon
ampunannya, takut, dan mencari keridlaannya, karena semua itu diperlukan bagi tingkah laku
kehidupan sehari-hari dan bagi kemuliaan seorang alim. Dengan ilmu yang demikian itu,
seseorang menjadi mulia, sebagaimana nabi Adam as. Yang dihormati para malaikat. Para
malaikat disuruh sujud kepada nabi Adam, karena ia memiliki ilmu yang mulia. Hal ini
sejalan dengan pendapat Muhammad bin al-Hasan ibn Abdullah dalam sya’ir nya yang
artinya :

ٌ ‫تَ َعلَّ ْم فَاِنَ ْال ِع ْل َم زَ يْنُ اِل ْهلِ ِه َو فَضْ ٌل َو ُع ْن َو‬


‫ان لِ ُكل ال َم َحا ِم ِد‬

Belajarlah kamu, karena ilmu adalah hiasan bagi orang yang memiliki-nya,
keutamaan dan pertolongan bagi derajat yang terpuji. Dan jadikanlah sehari-hari yang
dilalui sebagai kesempatan untuk menambah ilmu, dan berjuanglah dalam meraih segenap
keluhuran ilmu.

Sejalan dengan itu seorang pelajar harus memelihara akhlak yang mulia, dan menjauhi
akhlak yang buruk seperti kikir, pengecut, sombong dan tergesa-gesa. Sebaliknya ia harus
bersikap tawadlu’, memelihara diri, dan menjauhi dari berbuat mubazzir dan terlampau kikir,
karena sombong, kikir, pengecut, dalam berlebih-lebihan adalah haram., dan tidak mungkin
menjauhinya kecuali dengan mempelajarinya dan mengetahui ilmu yang sebaliknya.

Hal lain yang dilakukan oleh anak didik adalah berniat dalam menunutut ilmu, karena
niat itu adalah dasar bagi bagi setiap amal perbutan. Hal ini sesuai dengan sabda rasulullah
SAW. Yang berbunyi:

ِ ‫اِنَماَالَ ْع َم ُل بِالنِىَا‬
‫ت‬

Bahwasannya   sahnya amal perbutan itu harus dengan niat(hadits shahih)

Berdasarkan hadits diatas, al-Zarnujiy menyarankan agar seorang pelajar dalam


menuntut ilmunya berniat untuk mencari keridlaan Allah dan kebahagiaan hidup diakhirat,

10
menghilangkan kebodohan, mennghidupkan agama Islam, karena kelangsungan hidup agama
hanya dengan ilmu, dan tidak benar seorang zuhud dan takwa tanpa disertai dengan ilmu.

2.2 Pendidik

1. Pengertian Pendidik

Pengertian pendidik atau guru secara terbatas adalah sebagai satu sosok individu
yang berada di depan kelas. Dalam arti luas adalah seorang yang mempunyai tugas tanggung
jawab untuk mendidik peserta didik dalam mengembangkan kepribadiannya, baik
berlangsung disekolah maupun di luar sekolah.Menurut UUSPN 1989, guru termasuk tenaga
kependidikan khususnya tenaga pendidik yang bertugas membimbing, mengajar dan melatih
peserta didik. Dalam terminologi pendidikan modern, para pendidik disebut orang yang
memberikan pelajaran kepada anak didik dengan memegang satu disiplin ilmu di sekolah.

Secara umum pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik.
Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan islam adalah orang yang
bertanggung jawab  terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan
perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun
psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama islam.

Orang sebagai kelompok pendidik banyak macamnya tetapi pada dasarnya semua
orang. Yang paling dikenal dalam ilmu pendidikan adalah orang tua peserta didik, guru-guru
disekolah, teman-teman sepermainan dan tokoh-tokoh masyarakat. Islam mengajarkan
bahwa pendidik pertama dan yang utama paling bertanggung jawab terhadap perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik adalah kedua orang tua. Islam memerintahkan kedua orang
tua  untuk mendidik diri dan keluarganya, terutama anak-anaknya, agar mereka terhindar
dari adzab yang pedih. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT Surat At-tahriim ayat 6,
yang berbunyi :

11
Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Q.S. At-Tahriim:  6).

Sekarang timbul persoalan, disebabkan oleh berbagai macam jenis pekerjaan yang
dilakukan oleh orang tua peserta didik yang menyebabkan orang tua jarang berada di rumah.
Keadaan yang demikian dapat menjadi salah satu penyebab orang tua tidak dapat malakukan
tugasnya menjadi seorang pendidik, maka dari itu alangkah baiknya kalau kedua orang tua
tidak sama-sama bekerja, mungkin hanya suami yang kerja, istri hanya berada di rumah
mengawasi dan mendidik anak.

Karena kedua orang tua harus mencari nafkah untuk  memenuhi seluruh kebutuhan
material, maka orang tua kemudian menyerahkan anaknya kepada pendidik di sekolah untuk
didik.

2. Tugas Pendidik.

Secara umum tugas pendidik adalah mendidik. Disamping itu pendidik juga bertugas
sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi
peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.

Menurut Ahmad D. Marimba tugas pendidik dalam pendidikan  Islam adalah


membimbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik, menciptakan situasi
yang kondusif bagi berlangsungnya proses kependidikan, menambah dan mengembangkan

12
pengetahuan yang dimiliki  guna ditransformasikan kepada peserta didik, serta senantiasa
membuka diri terhadap seluruh kelemahan dan kekurangannya.

Imam Ghazali mengemukakan bahwa tugas pendidik yang utama adalah


menyempurnakan, membersikan, mensucikan, serta membawa hati manusia untuk taqarrub
ila Allah. Para pendidik hendaknya mengarahkan para peserta didik untuk mengenal Allah
lebih dekat lagi melalui seluruh ciptaan-Nya. Para pendidikan dituntut untuk dapat
mensucikan jiwa pesertaa didiknya. Hanya melalui jiwa-jiwa yang suci manusia akan dapat
dengan Khaliq-Nya. Berdasarkan konsep tersebut, An-Nahlawi menyimpulkan bahwa selain
bertugas mengalihkan berbagai pengeetahuan dan keterampilan kepada peserta didik, tugas
utama yang harus dilakukan pendidik adalah tazkiyat an-nafs yaitu mengembangkan,
membersikan, mengangkat jiwa peserta didik kepada Khaliq-Nya, menjauhkannya dari
kejahatan dan menjaganya agar tetap kepada fitrah-Nya.

3. Sifat yang harus dimiliki Pendidik dalam pendidikan Islam.

a. Zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridhoan Allah
semata.
b. Kebersihan Guru.
c. Ikhlas dan jujur dalam pekerjaan
d. Suka pemaaf.
e. Harus mengetahui tabi’at murid
f. Harus menguasai mata pelajaran.

4. Kewajiban Pendidik.

Menurut Imam Ghazali beberapa keawajiaban pendidik yang harus diperhatikan yakni:

a. Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid memperlakukan mereka seperti
perlakuan anak kita sendiri. Rasulullah saw bersabda:

“ Sesungguhnya saya bagi kamu adalah ibarat bapak dengan anak.” Oleh karena itu
seorang pendidik harus melayani murid seperti melayani anaknya sendiri.

b. Tidak mengharapkan balasan jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi bermaksud
mengajar itu mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.

13
c. Memberikan nasihat kepada murid pada tiap kesempatan, bahkan gunakan setiap
kesemptan untuk menasehatinya.
d. Mencegah murid dari segala sesuatu akhlah yang tidak baik dengan jalan sindiran jika
mungkin dan jangan dengan cara terus terang, dengan cara halus dan jangan dengan jalan
mencela. Al-Ghazali menganjurkan  pencegahan itu dengan isyarat atau sindiran, jangan
dengan terus terang  sekiranya terjadipada murid itu sesuatu yang merupakan akhlak yang
kurang baik.
e. Supaya diperhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara dengan
mereka  menurut kadar akalnya dan jangan disampaikan sesuatu yang melebihi tingkat
daya tangkapnya, agar ia tidak lari dari pelajaran, ringkasnya bicara dengan bahasa
mereka. Ini adalah prinsip tebaik yang kini tengah dipakai .
f. Jangan ditimbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu tersebut,
tetapi sebaiknya dibukakan jalan bagi mereka untuk belajar cabang ilmu tersebut. Artinya
murid jangan terlalu fanatik terhadap jurusan pelajaannya saja.
g. Sebaiknya kepada murid yang masih dibawah umur, diberikan pelajaran yang jelas dan
pantas buat dia dan tidak perlu disebutkan kepadanya akan rahasia-rahasia yang
terkandung dari sesuatu itu, hingga tidak menajdi dingin kemampuan dan gelisa
fikirannya.
h. Sang guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlain kata dengan perbuatannya.

Kesadaran akan peran kekinian sebagai sebuah realitas yang harus disadari
harus membangkitkan semangat untuk menatap masa depan dengan realistis.
Kesadaran bahwa sekarang adalah sebuah kenyataaan yang harus ditumbuhkan sehingga
peserta didik tidak terbuai oleh kenangan masa lalu. Keyakinan adanya hari esok sebagai
sebuah kelanjutan perjalanan hidup juga harus ditumbuhkan, sehiingga peserta didik akan
memiliki mimpi dan cita-cita sebagai harapan untuk menatap masa depan yang lebih
baik.

14
BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Dalam perspektif pendidikan islam peserta didik merupakan subjek dan objek. Oleh
karena itu proses kependidikan tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan pesera didik, di
dalamnya. Dalam paradikma pendidikan islam, peserta didik merupakan orang yang belum
dewasa yang memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.
Berikut macam – macam karakteristik peserta didik :

1. Belum memiliki pribadi dewasa  susila sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik
(guru)
2. Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih menjadi
tanggung jawab pendidik.
3. Memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara terpadu, yaitu
kebutuhan jasmani (fisik) dan rohani (non-fisiknya).

Pendidik dalam perspektif pendidikan islam adalah orang yang bertanggung


jawab  terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh
potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-
nilai ajaran agama islam. Berikut macam – macam kewjiban pendidik :

1. Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid memperlakukan mereka seperti
perlakuan anak kita sendiri. Rasulullah saw bersabda:

“ Sesungguhnya saya bagi kamu adalah ibarat bapak dengan anak.” Oleh karena itu
seorang pendidik harus melayani murid seperti melayani anaknya sendiri.

2. Tidak mengharapkan balasan jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi bermaksud
mengajar itu mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
3. Memberikan nasihat kepada murid pada tiap kesempatan, bahkan gunakan setiap
kesemptan untuk menasehatinya.

15
4. Mencegah murid dari segala sesuatu akhlah yang tidak baik dengan jalan sindiran jika
mungkin dan jangan dengan cara terus terang, dengan cara halus dan jangan dengan jalan
mencela. Al-Ghazali menganjurkan  pencegahan itu dengan isyarat atau sindiran, jangan
dengan terus terang  sekiranya terjadipada murid itu sesuatu yang merupakan akhlak yang
kurang baik.
5. Supaya diperhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara dengan
mereka  menurut kadar akalnya dan jangan disampaikan sesuatu yang melebihi tingkat
daya tangkapnya, agar ia tidak lari dari pelajaran, ringkasnya bicara dengan bahasa
mereka. Ini adalah prinsip tebaik yang kini tengah dipakai .
6. Jangan ditimbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu tersebut,
tetapi sebaiknya dibukakan jalan bagi mereka untuk belajar cabang ilmu tersebut. Artinya
murid jangan terlalu fanatik terhadap jurusan pelajaannya saja.
7. Sebaiknya kepada murid yang masih dibawah umur, diberikan pelajaran yang jelas dan
pantas buat dia dan tidak perlu disebutkan kepadanya akan rahasia-rahasia yang
terkandung dari sesuatu itu, hingga tidak menajdi dingin kemampuan dan gelisa
fikirannya.
8. Sang guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlain kata dengan perbuatannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

al-Abrasyi, Mohd. Athiyad, 1987, Dasar-dasr pokok Prndidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang,


Athiyah, Mohammad. 1970. Dasar- Dasar Pokok Pendidikan Islam.
Hasan, M. Ali dan Mukti Ali, 2003, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV.
Pedoman Ilmu Jaya, hal: 81.
Lunggung, Hasan, 1988, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, Jakarta: Pustaka al-Husna,
Nata, Abuddin, 1997, Filsafat pendidikan islam  , Jakarta: Logos  Wacana Ilmu
Nizar, Samsul, 2002, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan historis teoritis dan
praktis, Jakarta: Ciputat Pres,
Tafsir, Ahmad, 1992, Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam, Bandung: Rosdakarya,
, 2006, Filsafat Pendidikan Islam: Integrasi jasmani, rohani dan qolbu
memanusiakan manusia, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
Yasin, Fatah, 2008, Dimensi-dimensi pendidikan islam,  Malang: Uin-malang press

17

Anda mungkin juga menyukai