Anda di halaman 1dari 10

BAB 12

PROSEDUR PENGEMBANGAN SISTEM ISTRUKSIONAL DALAM


PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.

A. LATAR BELAKANG
Dalam setiap interaksi belajar mengajar, tidak terkecuali dalam pendidikan
agama islam, terdapat sejumlah unsur yang tidak dapat dipisahkan yaitu : (1) Tujuan
yang hendak dicapai; (2) warga belajar (Peserta didik) dan guru (Pendidik); (3) Bahan
pelajaran atau materi; (4) Media yang digunakan; (5) Metode yang digunakan dalam
proses belajar mengajar, dan (6) Penilaian dan evaluasi yang fungsinya menetapkan
seberapa jauh ketercapaian tujuan. Dan beberapa komponen inilah yang disebut
dengan sistem dalam proses pembelajaran.
Pengembangan sistem pembelajaran (instruksional) merupakan salah satu
bentuk pembaharuan sistem instruksional yang banyak dilakukan dalam rangka
pembaharuan sistem pendidikan, dengan maksud agar sistem tersebut dapat lebih
serasi dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serasi pula dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Namun demikian, pendekatan yang sistematis dalam kegiatan instruksional ini
dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, dan dengan sebutan yang berbeda-beda
pula. Sebutan itu di antaranya adalah: pengembangan instruksional, desain
instruksional, pengembangan sistem instruksional, pengembangan program
instruksional, pengembangan produk instruksional, pengembangan organisasi, dan
pengembangan kemampuan mengajar. Tetapi istilah populer yang lazim digunakan
adalah “pengembangan instruksional (pembelajaran), yang merupakan padanan dari
istilah “instructional development”. Istilah yang disebutkan terakhir ini adalah
merupakan istilah resmi yang dibakukan oleh organisasi profesi AECT (Association
for Educational Communication and Technology) di Amerika Serikat.1
Dalam operasionalnya pengembangan sistem intruksional ini dapat
dilaksanakan untuk jangka pendek maupun jangka panjang; dapat dilaksanakan untuk
satu topik sajian, satu periode latihan, satu semester, satu bidang studi, atau bahkan
satu sistem yang lebih besar lagi.

1
Dr. Akrim, S.PD.I., M.Pd. (2020), Desain Pembelajaran, Depok : PT Raja Grafindo Persada. Hal 69
1. Pengertian Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional

Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional disingkat PPSI sebagaimana


pola pengembangan pengajaran lainnya yang menggunakan pendekatan sistem, yakni
mengutamakan adanya tujuan yang jelas sehingga dapat dikatakan bahwa PPSI
menggunakan pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Istilah “sistem instruksional”
dalam PPSI menunjukkan pada pengertian sebagai suatu kesatuan pengajaran yang
terorganisasi yang terdiri atas sejumlah komponen antara lain : materi, metode, alat,
evaluasi yang kesemuanya berinteraksi satu sama lainnya untuk mencapai tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan. PPSI merupakan langkah – langkah pengembangan
dan pelaksanaan pengajaran sebagai suatu sistem untuk mencapai tujuan secara
efisien dan efektif.2

Hamzah B.Uno (2007), mendefinisikan Prosedur Pengembangan Sistem


Instruksional atau disingkat PPSI adalah sistem yang saling berkaitan dari satu
instruksi yang terdiri atas urutan, desain tugas yang progresif bagi individu dalam
belajar.

Oemar Hamalik (2006) mendefinisikan PPSI sebagai pedoman yang disusun


oleh guru dan berguna untuk menyusun satuan pelajaran.

Clarence Schauer (1971) menyebutkan Pengembangan Instruksional sebagai


perencanaan secara akal sehat untuk mengidentifikasikan masalah belajar dan
mengusahakan pemecahan masalah tersebut dengan menggunakan suatu rencana
terhadap pelaksanaan, evaluasi, uji coba, umpan balik dan hasilnya.
Hamreus (1971) menyebutkan Pengembangan Instruksional sebagai proses
yang sistematis untuk meningkatkan kualitas kegiatan instruksional.
Buhl (1975) menyebutnya sebagai suatu set kegiatan yang bertujuan
meningkatkan kondisi belajar bagi siswa. Kedua ahli di atas lebih menitikberatkan
pengertian pengembangan instruksional pada tujuan atau maksudnya, yaitu
memecahkan masalah belajar, meningkatkan kualitas kegiatan instruksional atau
meningkatkan kondisi-kondisi belajar.

2
Basyiruddin. Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm.
83-84
Twelker, Urbach dan Buck (1972) mendefinisikan Pengembangan
Instruksional sebagai suatu cara yang sistematis untuk mengidentifikasi,
mengembangkan dan mengevaluasi satu set bahan dan strategi belajar dengan maksud
mencapai tujuan tertentu.
Menurut Atwi Suparman (2001) bahwa yang dimaksud dengan pengembangan
instruksional adalah suatu proses yang sistematis dalam mengidentifikasi masalah,
mengembangkan bahan dan strategi instruksional, serta mengevaluasi efektifitas dan
efisiensinya dalam mencapai tujuan instruksional.
Dari beberapa definisi tentang pengembangan sistem instruksional, maka
dapat ditarik kesimpulan. Prosedur Pengembangan sistem instruksional adalah suatu
pola atau rencana yang sistematis atau struktural dalam menilai, mendeskripsikan,
mengidentifikasi, mengembangkan serta menggunakan komponen-komponen sistem
pembelajaran (tujuan, Pendidik, materi, media, metode, dan evaluasi) demi
tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.

2. Komponen Prosedur Pengembangan Sistem Istruksional


Merujuk pada pengertian Prosedur Pengembangan Sistem Istruksional
sebagai suatu sistem, yaitu sebagai kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri atas
sejumlah komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lainya dalam rangka
mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagai suatu sistem, penerapannya dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam mengandung sejumlah komponen, yakni :
1. Tujuan Pembelajaran yang hendak dicapai
Tujuan pembelajaran (instructional objective) adalah perilaku hasil belajar
yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai oleh peserta didik setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu. Hal ini didasarkan berbagai pendapat
tentang makna tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional.
Benyamin S. Bloom (dalam Sujono, 2005 : 49) berpendapat bahwa tujuan
pendidikan harus mengacu kepada tiga aspek, yakni arah proses berpikir (al-
nahiyyah al-fikriyah), ranah nilai atau sikap (al-nahiyyah al-mawqifiyyah), dan
ranah psikomotor (al-nahiyyah al-harakiyah).
Dalam kaitannya dengan pendidikan islam, Nizar (2001: 101) merumuskan
tujuan pendidikan harus berorientasi setidaknya pada empat aspek, yaitu : (1)
berorirentasi pada tujuan dan tugas pokok manusia, yakni sebagai ‘abd dan
khalifah fil ardh; (2) berorientas pada sifat dasar (fitrah) manusia, yaitu
mempunyai kecenderungan pada hanif lewat tuntunan agama-Nya: (3)
berorientasi pada tuntunan masyarakat dan zaman; dan (4) orientasi kehidupan
ideal islami.
2. Pendidik (guru)

Guru adalah faktor penentu keberhasilan proses pembelajaran yang


berkualitas. Sehingga berhasil tidaknya pendidikan mencapai tujuan selalu
dihubungkan dengan kiprah para guru. Oleh karena itu, usaha-usaha yang
dilakukan dalam meningkatkan mutu pendidikan hendaknya dimulai dari
peningkatan kualitas guru. Guru yang berkualitas diantaranya adalah mengetahui
dan mengerti peran dan fungsinya dalam proses pembelajaran.

Guru sebagai seorang pendidik tidak hanya tahu tentang materi yang akan
diajarkan. Akan tetapi, ia pun harus memiliki kepribadian yang kuat yang
menjadikannya sebagai panutan bagi para siswanya.

Bagi siswa yang terpenting adalah keteladanan dan penghayatan serta


pengalaman-pengalaman yaumiyah (keseharian) karena pendidikan agama tidak
hanya berfungsi sebagai konsumen otak, melainkan juga konsumen hati sebagai
penuntun kepribadian siswa. Disekolah, siswa sangat membutuhkan suri tauladan
yang dilihatnya langsung dari setiap guru yang mendidiknya, sehingga dia
mantap denan apa yang diperhatikannya. Dan pembiasaan merupakan metode
pendidikan yang sangat baik digunakan terutama dalam pembiasaan sikap,
penanaman moral dan nilai-nilai agama.3 Dengan demikian diharapkan siswa
dapat menghayati nilai-nilai tersebut dan menjadikannya bagian dari kehidupan
siswa itu sendiri. Jadi peran dan tugas guru bukan hanya menjejali anak dengan
semua ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) dan menjadikan siswa tahu
segala hal. Akan tetapi guru juga harus dapat berperan sebagai pentransfer nilai-
nilai (transfer of values).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru sebagai pendidik, yaitu:

- Guru harus dapat menempatkan dirinya sebagai teladan bagi siswanya.


Teladan di sini bukan berarti bahwa guru harus menjadi manusia sempurna
yang tidak pernah salah. Guru adalah manusia biasa yang tidak luput dari
kesalahan. Tetapi guru harus terbuka untuk perbaikan, terbuka untuk
3
Metode dan tekhnik pembelajaran pendidikan agama islam, hal. 151
menerima kritik dan masukan, serta berusaha menghindari perbuatan tercela
yang akan menjatuhkan harga dirinya.
- Guru harus mengenal siswanya. Bukan saja mengenai kebutuhan, cara belajar
dan gaya belajarnya saja. Akan tetapi, guru harus mengetahui sifat, bakat, dan
minat masing-masing siswanya sebagai seorang pribadi yang berbeda satu
sama lainnya.
- Guru harus mengetahui metode-metode penanaman nilai dan bagaimana
menggunakan metode-metode tersebut sehingga berlangsung dengan efektif
dan efisien.
- Guru harus memiliki pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan
Indonesia pada umumnya, sehingga memberikan arah dalam memberikan
bimbingan kepada siswa.
- Guru harus memiliki pengetahuan yang luas tentang materi yang akan
diajarkan. Selain itu guru harus selalu belajar untuk menambah
pengetahuannya, baik pengetahuan tentang materi-materi ajar ataupun
peningkatan keterampilan mengajarnya agar lebih profesional.
3. Bahan (Materi) Pelajaran
Bahan pelajaran ini bersumber dari pokok-pokok bahasan yang tercantum
di dalam kurikulum. Kurikulum ini dibedakan menjadi dua macam, yakni
kurikulum sebgai rencana (curriculum plan) dan kurikulum yang fungsional
(fungsioning curriculum) yaitu kurikulum yang difungsikan didalam kelas. Bahan
pelajaran yang mengacu pada kurikulum hendaknya berantai dan dikembangkan
secara divergensi (sukmadinata, 2005 : 5).4
4. Metode Pengajaran
segala sesuatu jika dilakukan dengan cara dan metode pasti akan lebih
mudah untuk dikontrol dan dievaluasi, serta diukur keberhasilannya termasuk juga
pembelajaran agama islam. Dalam hal ini Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
dalam surah al-maidah (5) : 35
‫ٱ‬ ‫ٱ ٱ ٱ‬ ‫ٱ‬
َ ‫يَٰ َٓأهُّي َا ذَّل ِ َين َءا َمنُو ۟ا ت َّ ُقو ۟ا هَّلل َ َو بْ َت ُغ ٓو ۟ا لَ ْي ِه لْ َو ِسيةَل َ َو َجٰ هِدُ و ۟ا ىِف َس ِبيهِل ِ ۦ لَ َعلَّمُك ْ تُ ْف ِل ُح‬
‫ون‬
‫ِإ‬
“hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah
jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya,
supaya kamu mendapat keberuntungan.”

4
Metode dan tekhnik pembelajaran pendidikan agama islam, hal. 152
Implikasi ayat tersebut dalam pendidikan adalah bahwa dalam proses
pendidikan diperlukan metode yang tepat, guna mengantarkan tercapainya tujuan
pendidikan yang diinginkan. Dalam penggunaan metode, hal penting yang perlu
dipahami adalah bagaimana seorang pendidik dapat memahami hakikat metode
dan relevansinya dengan tujuan utama pendidikan. Seorang guru tidak boleh
mengabaikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti tujuan pendidikan,
kondisi peserta didik, situasi lingkungan, dan fasilitas yang ada.
5. Fasilitas dan Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan guru
untuk menyalurkan pesan kepada para siswa sehingga dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga mereka dapat
memahami dengan baik dan benar apa yang disampaikan guru.
Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai
berikut :
a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam
bentuk kata-kata dan lisan semata)
b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra, Misalnya :
- Objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realita, gambar, film
bingkai, film, model.
- Objek yang terlalu kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai,
film, atau gambar.
- Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan
timelapse atau high-speed photograpy.
- Kejadian atau peristiwa yang terjadi dimasa lalu bisa ditampilkan lewat
rekaman film, video film, bingkai film, atau secara verbal.
- Objek yang terlalu kompleks dapat disajikan dengan model, diagram,
dan lain-lain
- Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dll.)
dapat divisualisasikan dalam bentuk film, film bingkai, gambar, dll)
c. Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat
meminimalisasi sikap Pasif anak didik terhadap suatu pelajaran. dalam
konteks ini media pendidikan dapat digunakan untuk
- Menimbulkan kegairahan belajar
- memungkinkan Interaksi yang lebih menyenangkan antara anak didik
dengan lingkungan dan realitas kehidupan.
- memungkinkan anak didik belajar secara mandiri menurut
kemampuan dan minatnya
d. dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan
dan pengalaman yang berbeda, sementara itu, pada saat yang sama
kurikulum dan materi pendidikan menggunakan standar yang sama untuk
setiap siswa, maka dalam kondisi ini seorang guru sangat mungkin
menghadapi banyak keculitan dalam menyampaikan pelajaran kepada
siswa. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan
kemampuannya dalam : (a) memberikan perangsang yang sama; (b)
mempersamakan pengalaman, dan ; (c) menimbulkan persepsi yang sama.

Meskipun sekolah benar dalam memilih media, tapi hal itu tidak menjamin
media yang bisa digunakan dengan baik, sebab memilih dan mampu
menggunakan media adalah dua hal yang berbeda. Oleh karena itu, guru harus
memperhatikan kaidah kaidah penggunaan media sebagaimana dia harus
memperhatikan kriteria memilihnya.

Setidaknya ada 4 kaidah untuk dapat menggunakan media pembelajaran,


yaitu :

1. menjauhkan dari kesulitan dalam menggunakan media.


2. Menggunakan media yang sesuai dengan tingkat berfikir siswa dan
pengalaman hidup mereka.
3. Membatasi tujuan pada saat sebelum memilih media
4. Seteleh guru mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam proses
pendidikan, maka guru akan dapat menentukan media apa yang paling
tepat digunakan dalam pembelajaran.
6. Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi (penilaian) merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh,
menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik
yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi
informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Setelah kegiatan belajar mengajar selesai pada suatu pelajaran, maka
diadakan evaluasi. Evaluasi ini untuk menguji pencapaian anak didik atas suatu
pelajaran. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk
tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya
berupa tugas, proyek, dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
hakikat pola penilaian atau evaluasi yang dikembangkan dalam kurikulum
yang berbasis kompetensi lebih diarahkan pada pengukuran yang seimbang pada
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik serta menggunakan prinsip
berkesinambungan dan autentik guna memperoleh gambaran (Profiles) keutuhan
prestasi dan kemajuan belajar siswa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian :
a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi dasar
peserta didik.
b. Penilaian (evaluasi) menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa
yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses
pembelajaran, dan bukan menentukan posisi seseorang terhadap
kelompoknya.
c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan.
berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya
dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan
yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta.
d. Pemilihan bentuk penilaian dalam silabus seperti penilaian tertulis
(paper and pencil), produk (product), unjuk kerja (Performance), Proyek
(Project), portofolio (portfolio) harus memperhatikan kemampuan-
kemampuan yang dapat mendorong kemampuan penalaran dan
kreativitas siswa serta sesuai dengan ciri khas dari mata pelajaran yang
bersangkutan.
e. penulisan bentuk penilaian harus disertai dengan aspek-aspek yang akan
dinilai sehingga memudahkan dalam pembuatan soal-soalnya.
f. hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. tindak lanjut
berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi
peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria
ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah
memenuhi kriteria ketuntasan.
g. sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang
ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, pembelajaran
menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus
diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik
wawancara, maupun melakukan observasi lapangan yang berupa
informasi yang dibutuhkan.
h. penilaian mengacu kepada tujuan dan fungsi penilaian, misalnya
pemberian umpan balik, pemberian informasi kepada siswa tentang
tingkat keberhasilan belajarannya, memberikan laporan kepada orang
tua
i. penilaian mengacu kepada prinsip diferensiasi, yakni memberikan
peluang kepada siswa untuk menunjukkan Apa yang diketahui, yang
dipahami, dan mampu dilakukannya.
j. Penilaian tidak bersifat diskriminasif (tidak memilih-milih mana siswa
yang berhasil dan mana yang gagal dalam menerima pembelajaran)

dalam proses pengembangan sistem instruksional maka semua komponen


yang terlibat dalam proses pembelajaran seperti tujuan media metode materi
pendidikan serta sistem evaluasi harus dikembangkan secara seimbang sehingga
masing-masing subsistem dapat saling menunjang dalam mengembangkan
sistem instruksional.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Akrim (2020), Desain Pembelajaran, Depok : Pt Raja Grafindo Persada.


Munjin Nasih, Ahmad Dan Nur Kholidah, Lilik (2009), Metode Dan Tekhnik Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, Bandung : Pt. Redika Aditama.
Pubhtml5.Com (2021, 16 Januari), Kumpulan Makalah Pengembagan Sistem Instruksional,
Diakses Pada 5 Februari 2023, Dari Https://Pubhtml5.Com/Ipmi/Psdj/Basic/.
Basyiruddin. Usman (2002), Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta : Ciputat Press.
Ruang Guruku.Com (2022, 10 Oktober), Pengertian Dan Tujuan Pembelajaran, Di Akses
Pada 5 Februari 2023, Dari Https://Ruangguruku.Com/Pengertian-Dan-Tujuan-
Pembelajaran/.
Aku Cepat Membaca.Com (2022), Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran Guru Sebagai
Pendidikan Dan Pengajar, Diakses Pada 5 Februaru 2023, Dari
Https://Akucepatmembaca.Com/Peran-Guru-Dalam-Proses-Pembelajaran-Guru-
Sebagai-Pendidik-Dan-Pengajar/.

Anda mungkin juga menyukai