A. LATAR BELAKANG
Dalam setiap interaksi belajar mengajar, tidak terkecuali dalam pendidikan
agama islam, terdapat sejumlah unsur yang tidak dapat dipisahkan yaitu : (1) Tujuan
yang hendak dicapai; (2) warga belajar (Peserta didik) dan guru (Pendidik); (3) Bahan
pelajaran atau materi; (4) Media yang digunakan; (5) Metode yang digunakan dalam
proses belajar mengajar, dan (6) Penilaian dan evaluasi yang fungsinya menetapkan
seberapa jauh ketercapaian tujuan. Dan beberapa komponen inilah yang disebut
dengan sistem dalam proses pembelajaran.
Pengembangan sistem pembelajaran (instruksional) merupakan salah satu
bentuk pembaharuan sistem instruksional yang banyak dilakukan dalam rangka
pembaharuan sistem pendidikan, dengan maksud agar sistem tersebut dapat lebih
serasi dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serasi pula dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Namun demikian, pendekatan yang sistematis dalam kegiatan instruksional ini
dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, dan dengan sebutan yang berbeda-beda
pula. Sebutan itu di antaranya adalah: pengembangan instruksional, desain
instruksional, pengembangan sistem instruksional, pengembangan program
instruksional, pengembangan produk instruksional, pengembangan organisasi, dan
pengembangan kemampuan mengajar. Tetapi istilah populer yang lazim digunakan
adalah “pengembangan instruksional (pembelajaran), yang merupakan padanan dari
istilah “instructional development”. Istilah yang disebutkan terakhir ini adalah
merupakan istilah resmi yang dibakukan oleh organisasi profesi AECT (Association
for Educational Communication and Technology) di Amerika Serikat.1
Dalam operasionalnya pengembangan sistem intruksional ini dapat
dilaksanakan untuk jangka pendek maupun jangka panjang; dapat dilaksanakan untuk
satu topik sajian, satu periode latihan, satu semester, satu bidang studi, atau bahkan
satu sistem yang lebih besar lagi.
1
Dr. Akrim, S.PD.I., M.Pd. (2020), Desain Pembelajaran, Depok : PT Raja Grafindo Persada. Hal 69
1. Pengertian Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional
2
Basyiruddin. Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm.
83-84
Twelker, Urbach dan Buck (1972) mendefinisikan Pengembangan
Instruksional sebagai suatu cara yang sistematis untuk mengidentifikasi,
mengembangkan dan mengevaluasi satu set bahan dan strategi belajar dengan maksud
mencapai tujuan tertentu.
Menurut Atwi Suparman (2001) bahwa yang dimaksud dengan pengembangan
instruksional adalah suatu proses yang sistematis dalam mengidentifikasi masalah,
mengembangkan bahan dan strategi instruksional, serta mengevaluasi efektifitas dan
efisiensinya dalam mencapai tujuan instruksional.
Dari beberapa definisi tentang pengembangan sistem instruksional, maka
dapat ditarik kesimpulan. Prosedur Pengembangan sistem instruksional adalah suatu
pola atau rencana yang sistematis atau struktural dalam menilai, mendeskripsikan,
mengidentifikasi, mengembangkan serta menggunakan komponen-komponen sistem
pembelajaran (tujuan, Pendidik, materi, media, metode, dan evaluasi) demi
tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Guru sebagai seorang pendidik tidak hanya tahu tentang materi yang akan
diajarkan. Akan tetapi, ia pun harus memiliki kepribadian yang kuat yang
menjadikannya sebagai panutan bagi para siswanya.
4
Metode dan tekhnik pembelajaran pendidikan agama islam, hal. 152
Implikasi ayat tersebut dalam pendidikan adalah bahwa dalam proses
pendidikan diperlukan metode yang tepat, guna mengantarkan tercapainya tujuan
pendidikan yang diinginkan. Dalam penggunaan metode, hal penting yang perlu
dipahami adalah bagaimana seorang pendidik dapat memahami hakikat metode
dan relevansinya dengan tujuan utama pendidikan. Seorang guru tidak boleh
mengabaikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti tujuan pendidikan,
kondisi peserta didik, situasi lingkungan, dan fasilitas yang ada.
5. Fasilitas dan Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan guru
untuk menyalurkan pesan kepada para siswa sehingga dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga mereka dapat
memahami dengan baik dan benar apa yang disampaikan guru.
Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai
berikut :
a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam
bentuk kata-kata dan lisan semata)
b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra, Misalnya :
- Objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realita, gambar, film
bingkai, film, model.
- Objek yang terlalu kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai,
film, atau gambar.
- Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat dapat dibantu dengan
timelapse atau high-speed photograpy.
- Kejadian atau peristiwa yang terjadi dimasa lalu bisa ditampilkan lewat
rekaman film, video film, bingkai film, atau secara verbal.
- Objek yang terlalu kompleks dapat disajikan dengan model, diagram,
dan lain-lain
- Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dll.)
dapat divisualisasikan dalam bentuk film, film bingkai, gambar, dll)
c. Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat
meminimalisasi sikap Pasif anak didik terhadap suatu pelajaran. dalam
konteks ini media pendidikan dapat digunakan untuk
- Menimbulkan kegairahan belajar
- memungkinkan Interaksi yang lebih menyenangkan antara anak didik
dengan lingkungan dan realitas kehidupan.
- memungkinkan anak didik belajar secara mandiri menurut
kemampuan dan minatnya
d. dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan
dan pengalaman yang berbeda, sementara itu, pada saat yang sama
kurikulum dan materi pendidikan menggunakan standar yang sama untuk
setiap siswa, maka dalam kondisi ini seorang guru sangat mungkin
menghadapi banyak keculitan dalam menyampaikan pelajaran kepada
siswa. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan
kemampuannya dalam : (a) memberikan perangsang yang sama; (b)
mempersamakan pengalaman, dan ; (c) menimbulkan persepsi yang sama.
Meskipun sekolah benar dalam memilih media, tapi hal itu tidak menjamin
media yang bisa digunakan dengan baik, sebab memilih dan mampu
menggunakan media adalah dua hal yang berbeda. Oleh karena itu, guru harus
memperhatikan kaidah kaidah penggunaan media sebagaimana dia harus
memperhatikan kriteria memilihnya.