Anda di halaman 1dari 39

MIND-MAPPING MATERI PERKULIAHAN

PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PENGEBANGAN


DI SEKOLAH DASAR

Tugas Ujian Tengah Semester


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar

Dosen Pengampu:
Dr. Suharno, M. Pd.

Oleh

Rahmat Fajar P S031608011

PROGRAM MAGISTER
PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
Mind-Mapping Materi
Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar
PENGEMBANGAN MATERI

1) Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum muncul untuk pertama kalinya dan digunakan dalam bidang
olahraga. Secara etimologis curriculum yang berasala dari bahasa Yunani, yaitu curir
yang artinya pelari dan curere yang berarti tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum pada
zaman Romawi kuno mengandung pengertian sebagai suatu jarak yang harus ditempuh
oleh pelari dari garis start sampai garis finish. Baru pada tahun 1855, istilah kurikulum
dipakai dalam bidang pendidikan mengandung sejumlah mata pelajaran pada perguruan
tinggi. Dalam kamus Webster kurikulum diartikan dalam dua macam, yaitu :
a. Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau di pelajari murid di sekolah atau
perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.
b. Sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau
departemen.
Menurut Hamalik (2006:16) Kurikulum adalah program pendidikan yang
disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Kurikulum tidak terbatas pada
sejumlah mata pelajaran, namun meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi
perkembangan siswa, seperti : bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan sekolah,
perpustakaan, karyawan tata usaha, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran tertentu untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU SPN No.
20/2003).
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah suatu bahan
tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah atau madrasah
yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun.

2) Pengertian Manajemen
Menurut Hamalik (2006:16) pengertian manajemen adalah suatu proses sosial
yang berkenaan dengan keseluruhan usaha manusia dengan bantuan manusia lain
serta sumber-sumber lainnya, menggunakan metode yang efesien dan efektif untuk
mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya. Manajemen merupakan alat untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
Manajemen memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
1) Fungsi perencanaan
Meliputi, menetapkan perangkat tujuan atau hasil akhir, mengembangkan strategi
untuk mencapai tujuan akhir,menyusun program dengan menetapkan prioritas dan
urutan strategi, menetapkan prosedur kerja dengan metode baru, anggaran biaya,
serta mengembangkan kebijakan.
2) Fungsi pengorganisasian
Meliputi kegiatan mengadakan struktur organisasi baru untuk menghasilkan produk
baru, menetapkan garis hubungan kerja, merumuskan komunikasi,menciptakan
deskripsi dan menyusun kualifikasi kedudukan.
3) Fungsi staffing
Meliputi kegiatan seleksi tenaga calon staf, memberikan orientasi, memberikan
latihan keterampilan serta melakukan pembinaan ketenagaan.
4) Fungsi pengarahan
Meliputi langkah pendelegasian dan pelimpahan tanggung jawab, memotivasi dan
mengkoordinasikan, merangsang perubahan bila terjadi perbedaan untuk mencari
penyelesaian.
5) Fungsi kontrol
Meliputi kegiatan pengadaan sistem pelaporan yang serasi dengan struktur
pelaporan keseluruhan, mengembangkan standar perilaku, mengukur hasil
berdasarkan kualitas, melakukan tindakan koreksi dan memberikan penghargaan.

3) Manajemen Kurikulum
Manajemen pengembangan kurikulum berkaitan dengan administrasi pendidikan,
dimana fungsi supervisi telah tercakup di dalamnya. Manajemen kurikulum adalah
sebuah proses atau sistem pengelolaan kurikulum secara kooperatif, komprehensif,
sistemik, dan sistematik untuk mengacu ketercapaian tujuan kurikulum yang sudah
dirumuskan. Dalam proses manajemen kurikulum tidak lepas dari kerjasama sosial
antara dua orang atau lebih secara formal dengan bantuan sumber daya yang
mendukungnya. Pelaksanaanya dilakukan dengan metode kerja tertentu yang efektif
dan efisien dari segi tenaga dan biaya, serta mengacu pada tujuan kurikulum yang
sudah ditentukan sebelumnya. Manajemen kurikulum itu memang atas dasar konteks
desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah. Suatu intitusi pendidikan diberi
kebebasan untuk menentukan kebijakan dalam merancang dan mengelola kurikulum
menurut kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Pemerintah hanya menetapkan standar
nasional dan untuk pengembanganya diserahkan sepenuhnya kepada lembaga sekolah
dan madrasah terkait.
Manajemen kurikulum dan pembelajaran bertujuan untuk:
1. Pencapaian pengajaran dengan menitik beratkan pada peningkatan kualitas interaksi
belajar mengajar.
2. Mengembangkan sumber daya manusia dengaan mengacu pada pendayagunaan
seoptimal mungkin.
3. Pencapaian visi dan misi pendidikan nasional.
4. Meningkatkan kualitas belajar mengajar disuatu pendidikan tertentu.

Menurut G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen kurikulum, yaitu :


1. Perencanaan (planning).
Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi
dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem,
anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2. Pengorganisasian (organizing).
George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa : Pengorganisasian adalah
tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-
orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh
kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi
lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu
3. Pelaksanaan (actuating).
George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha
menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka
berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran
anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin
mencapai sasaran-sasaran tersebut.
4. Pengawasan (controlling).
Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah
pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa
disertai fungsi pengawasan.

4) Ruang Lingkup Manajemen Kurikulum


Ruang lingkup manajemen kurikulum adalah sebagai berikut:
1. manajemen perencanaan
2. manajemen pelaksanaan kurikulum
3. supervisi pelaksanaan kurikulum
4. pemantauan dan penilaian kurikulum
5. perbaikan kurikulum,
6. desentralisasi dan sentralisasi pengembangan kurikulum.

Dari keterangan ini tampak sangat jelas bahwa ruang lingkup manajemen
kurikulum itu adalah prinsip dari proses manajemen itu sendiri. Hal ini dikarenakan
dalam proses pelaksanaan kurikulum punya titik kesamaan dalam prinsip proses
manajemen. Sehingga para ahli dalam pelaksanaan kurikulum mengadakan pendekatan
dengan ilmu manajemen. Bahkan kalau dilihat dari cakupannya yang begitu luas,
manajemen kurikulum merupakan salah satu disiplin ilmu yang bercabang pada
kurikulum. Dalam sebuah kurikulum terdiri dari beberapa unsur komponen yang
terangkai pada suatu sistem. Sistem kurikulum bergerak dalam siklus yang secara
bertahab, bergilir, dan berkesinambungan. Oleh sebab itu, sebagai akibat dari yang
dianutnya, maka manajemen kurikulum juga harus memakai pendekatan sistem. Sistem
kurikulum adalah suatu kesatuan yang di dalamnya memuat beberapa unsur yang saling
berhubungan dan bergantung dalam mengemban tugas untuk mencapai suatu tujuan.

5) Landasan Manajemen Kurikulum


Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum
diantaranya Robert S. zais mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum,
yaitu : Philosopy and nature of knowledge, society and culture, the
individual dan learning theory.
Nana Syaodih Sukmadinata berpendapat dalam bukunya Pengembangan
Kurikulum Teori Dan Praktik bahwa keempat landasan itu yaitu landasan filosofis,
psikologis, sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk
itu empat landasan tersebut dapat dijadikan landasan utama dalam pengembangn
kurikulum.
a) Landasan Filosofis
Pendidikan berintikan interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan
peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat
isi yang diinteraksikan serta bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang
menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik dan peserta didik, apa isi pendidikan dan
bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut, merupakan pertanyaan-pertanyaan
yang membutuhkan jawaban yang mendasar, yang esensial yaitu jawaban-jawaban
filosofis.
Menurut Redja Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran filsafat
yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan
pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu: filsafat Idealisme, Realisme dan
filsafat Fragmatisme.
a) Filsafat idealisme
Berdasarkan pemikiran filsafat idealisme bahwa tujuan pendidikan harus
dikembangkan pada upaya pembentukan karakter, pembentukan bakat insani
dan kebajikan sosial sesuai dengan hakikat kemanusiaannya. Isi kurikulum atau
sumber pengetahuan dirancang untuk mengembangkan kemampuan berpikir
manusia, menyiapkan keterampilan bekerja yang dilakukan melalui program dam
proses pendidikan secara praktis.
b) Filsafat realisme
Filsafat realisme memandang bahwa dunia atau realitas adalah bersifat
materi. Menurut realisme bahwa manusia pada hakikatnya terletak pada apa
yang dikerjakannya. Oleh karena itu kurikulum kalau didasarkan pada filsafat
realisme harus dikembangkan secara komprehensif meliputi pengetahuan yang
bersifat sains, sosial, maupun muatan nilai-nilai. Isi kurikulum lebih efektif
diorganisasikan dalam bentuk mata pelajaran karena memiliki kecenderungan
berorientasi pada mata pelakaran ( subject centered).
c) Filsafat fragmatisme
Filsafat fragmatisme memandang bahwa kenyataan tidaklah mungkin
dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik, plural dan
berubah (becoming). Oleh karena itu tujuan pendidikan tidak ada batas akhirnya,
sebab pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hayat, proses rekonstruksi
yang berlangsung secara terus menerus. Tujuan pendidikan lebih diarahkan
pada upaya untuk memperoleh pengalaman yang berguna untuk memecahkan
masalah baru dalam kehidupan individu maupun sosial.

b) Landasan Psikologis
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal
dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan
peserta didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat dua
cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan dan besar kaitannya dalam
pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.

c) Landasan sosiologis dan budaya


Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi -asumsi
yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum.
Jika dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses mempersiapkan individu
agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses
sosialisasi. Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang
diharapkan maka pendidikan memiliki peranan penting, karena itu kurikulum harus
mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi,
menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan
harkat dan martabatnya sebagai mahluk yang berbudaya.
d) Landasan IPTEK
Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara
sistematis yang dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah
aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam
kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung
berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup
pengembangan isi/materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran,
serta penggunaan sistem evaluasi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
Dalam implementasinya, kurikulum pendidikan dasar di Indonesia dilandasi
oleh landasan legal berupa kebijakan-kebijakan pendidikan yang diberlakukan.
Penyelenggaraan kurikulum yang saat ini diterapkan di Indonesia dilandasi oleh
kebijakan perundang-undangan sebagai berikut:
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 1 Ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat
(1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2),
(3); Pasal 38 ayat (1), (2)

6) Kebijakan Manajemen Kurikulum


Terbitnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
disertai dengan munculnya kebijakan-kebijakan lainnya seperti PP nomor 19/2005,
Permendiknas Nomor 22, 23, dan 24 Tahun 2006 saat ini membawa pemikiran baru
dalam pengelolaan sistem pendidikan di Indonesia yang mengarah pada
berkembangnya keinginan untuk melaksanakan otonomi pengelolaan pendidikan.
Otonomi pengelolaan pendidikan ini diharapkan akan mendorong terciptanya
peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang bermuara pada upaya
peningktan kualitas pengelolaan pendidikan pada tataran paling bawah (at the bottom)
yaitu sekolah atau satuan pendidikan. Penerapan kurikulum dewasa ini sebagai bukti
bahwa sekolah diharapkan menjadi centre of excellence dari inovasi implementasi
kebijakan pendidikan saat ini yang bukan hanya harus dikaji sebagai wacana dalam
pengelolaan pendidikan, namun sebaiknya dipertimbangkan sebagai langkah strategis
ke arah peningkatan mutu pendidikan.
Dalam pelaksanaan, kepala sekolah dan guru memiliki kesempatan yang sngat
luas dan terbuka untuk melakukan inovasi pengembangan kurikulum, misalnya dengan
cara melakukan eksperimentasi-eksperimentasi di lingkungan di mana sekolah itu
berada. Kepala sekolah dan guru menjadi perancang kurikulum (curriculum designer)
bagi sekolahnya berdasarkan standar isi dan standar kompetensi lulusan sekaligus
melaksanakan, membina, dan mengembangkannya. Melaksanakan kurikulum yaitu
mentransformasikan isi kurikulum yang tertuang dalam silbus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran kepada siswa dalam proses pembelajaran. Membina kurikulum yaitu
mengupayakan kesesuaian kurikulum aktual dengan kurikulum potensial sehingga tidak
terjadi kesenjangan. Mengembangakan kurikulum yaitu upaya meningkatkan dalam
bentuk nilai tambah dari apa yang telah dilaksanaka sesuai dengan kurikulum potensial.
Dilihat dari pengalaman-pengalaman dalam melaksanakan kurikulum pendidikan
dasar, terutama kurikulum tahun 1968, 1975, 1984, beserta struktur kurikulum yang
dikembangkannya, pendekatan pengembangan kurikulum di Indonesia lebih bersifat
sentralistik, artinya kebijakan pengembangan kurikulum dilakukan pada tingkat pusat
(Kurikulum Nasional). Pada kurikulum tahun 1994 sesuai dengan munculnya Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan
pemerintah yang menyertainya, kebijakan pengembangan kurikulum terbagi menjadi dua
bagian yang sering dikenal dengan kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal.
Kurikulum nasional adalah kurikulum yang isi dan bahan pelajarannya ditetapkan secara
nasional dan wajib dipelajari oleh semua siswa sekolah dasar di seluruh wilayah
Indonesia, termasuk di sekolah Indonesia yang berada d luar negeri. Kurikulum muatan
lokal ialah kurikulum yang isi dan bahan kajiannya ditetapkan dan disesuaikan dengan
keadaan lingkungan alam, sosial, ekonomi. Budaya, serta kebutuhan pembangunan
daerah.

7) Pengertian Prinsip Pengembangan Kurikulum


Prinsip menunjukkan sesuatu hal yang sangat penting mendasar harus
diperhatikan memiliki sifat mengatur dan mengarahkan. Dalam pengembangkan
kurikulum ada beberapa prinsip dasar yang harus kita perhatikan. agar kurikulum yang
kita jalankan benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan.
Secara gramatikal, prinsip berarti asas, dasar, keyakinan, dan pendirian. Dari
pengertian ini tersirat makna bahwa kata prinsip menunjukkan pada suatu hal yang
sangat penting, mendasar, harus diperhatikan, memiliki sifat mengatur dan
mengarahkan, serta sesuatu yang biasanya selalu ada atau terjadi pasa situasi dan
kondisi yang serupa. Pengertian dan makna prinsip ini menunjukkan bahwa prinsip itu
memiliki fungsi yang sangat penting dalam kaitannya dengan keberadaan sesuatu.
Melalui pemahaman suatu prinsip, orang bisa menjadikan sesuatu itu lebih efektif dan
efisien. Prinsip juga mencerminkan hakikat yang dikandung pleh sesuatu, baik dalam
dimensi proses maupun dimensi hasil, dan bersifat memberikan rambu-rambu atau
aturan main yang harus diikuti untuk mencapai tujuan secara benar.
Pengertian dan fungsi prinsip di atas bisa dijadikan dasar untuk menjelaskan arti
dan fungsi prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum menunjukkan pada suatu pengertian tentang berbagai hal yang harus
dijadikan patokan dalam menentukan berbagai hal yang terkait dengan pengembangan
kurikulum, terutama dalam fase perencanaan kurikulum (curriculum planning). Prinsip-
prinsip tersebut menggambarkan ciri dari hakikat kurikulum itu sendiri.
Esensi dari pengembangan kurikulum adalah proses identifikasi, analisis,
sintesis, evaluasi, pengambilan keputusan, dan kreasi elemen-elemen kurikulum. Jika
proses pengembangan kurikulum ingin berjalan secara efektif dan efisien, maka para
pengembang kurikulum harus memperhatikan prinsip-prinsip kurikulum, baik yang
bersifat umum maupun khusus. Di samping itu, para pengembang kurikulum akan bisa
bekerja secara mantap, terarah dan hasilnya bisa dipertanggungjawabkan. Produk dari
aktivitas pengembangan kurikulum tersebut diharapkan akan sesuai dengan harapan
masyarakat yang bersifat dinamis dan zaman yang akan selalu berubah. Selain
daripada itu, adanya berbagai prinsip pengembangan kurikulum merupakan suatu ciri
bahwa kurikulum merupakan suatu area atau suatu lapangan studi (field of study)
tersendiri.
Dari penjelasan diatas maka dapat dikatakan bahwa pengembangan kurikulum
adalah sebuah proses yang merencanakan, menghasilkan suatu alat yang lebih baik
dengan didasarkan pada hasil penilaian terhadap kurikulum yang telah berlaku,
sehingga dapat memberikan kondisi belajar mengajar yang baik. Dengan kata lain
pengembangan kurikulum adalah kegiatan untuk menghasilkan kurikulum baru melalui
langkah-langkah penyusunan kurikulum atas dasar hasil penilaian yang dilakukan
selama periode waktu tertentu. Prinsip kurikulum dapat juga dikatakan sebagai aturan
yang menjiwai pengembangan kurikulum. Prinsip tersebut mempunyai tujuan agar
kurikulum yang didesain atau dihasilkan sesuai dengan permintaan semua pihak yakni
anak didik, orangtua, masyarakat dan bangsa.

8) Macam-Macam Sumber Prinsip Pengembangan Kurikulum


Sumber prinsip menunjukkan dari mana asal muasal lahirnya suatu prinsip. Dari
berbagai literatur tentang kurikulum dapat dikemukakan setidaknya ada empat sumber
prinsip pengembangan kurikulum, yaitu: data empiris (empirical data), data eksperimen
(experiment data), cerita/legenda yang hidup di masyarakat (folklore of curriculum) dan
akal sehat (common sense) (Olivia, 1992:28). Data empiris merujuk pada pengalaman
yang terdokumentasi dan terbukti efektif, data eksperimen menunjukkan pada temuan-
temuan hasil penelitian. Data hasil temuan merupakan data yang dipandang valid dan
reliabel, sehingga tingkat kebenarannya lebih meyakinkan untuk dijadikan prinsip dalam
pengembangan kurikulum.
Namun demikian, dalam fakta kehidupan, data hasil penelitian (hard data) itu
bersifat sangat terbatas. Di samping itu, banyak data-data lainnya yang diperoleh dari
bukan hasil penelitian juga terbukti efektif untuk memecahkan masalah-masalah
kehidupan yang kompleks, diantaranya adat kebiasaan yang hidup di masyarakat
(folklore of curriculum). Ada juga data hasil pertimbangan pemikiran umum atau akal
sehat (common sense). Bahkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat
digunakan setelah melalui proses pertimbangan dan penilaian akal sehat terlebih
dahulu.

9) Tipe-Tipe Prinsip Pengembangan Kurikulum


Pada dasarnya, tipe-tipe prinsip pengembangan kurikulum merupakan tingkat
ketepatan (validity) dan ketetapan (reliability) prinsip yang digunakan. Hal ini ada
kaitannya dengan sumber-sumber dari prinsip pengembangan kurikulum itu sendiri. Ada
data, fakta, konsep, dan prinsip yang tingkat kepercayaannya tidak diragukan lagi
karena sudah dibuktikan secara empiris melalui suatu penelitian yang berulang-ulang.
Ada pula data yang sudah terbukti secara empiris, tetapi masih terbatas dalam kasus-
kasus tertentu sehingga belum bisa dugeneralisasikan. Bahkan, ada pula data yang
belum dibuktikan dalam suatu penelitian, tetapi sudah terbukti dalam kehidupan, dan
menurut pertimbangan akal sehat dipandang logis, baik, dan berguna.
Merujuk pada hal di atas, maka prinsip-prinsip pengembangan kurikulum bisa
diklasifikasikan menjadi tiga tipe prinsip, yaitu: anggapan kebenaran utuh atau
menyeluruh (whole truth), anggapan kebenaran parsial (partial truth), dan anggapan
kebenaran yang masih memerlukan pembuktian (hypnothesis).
Anggapan kebenaran utuh adalah fakta, konsep dan prinsip yang diperoleh serta
telah diuji dalam penelitian yang ketat dan berulang, sehingga bisa dibuat generalisasi
dan bisa diberlakukan di tempat yang berbeda. Tipe prinsip kategori ini tidak akan
mendapat tantangan atau kritik karena sudah diyakini oleh orang-orang yang terlibat
dalam pengembangan kurikulum.
Anggapan kebenaran parsial, yaitu suatu fakta, konsep dan prinsip yang sudah
terbukti efektif dalam banyak kasus, tetapi sifatnya masih belum bisa digeneralisasikan.
Mengingat anggapan tersebut dianggap baik dan bermanfaat, maka tipe prinsip ini bisa
digunakan. Namun demikian, dalam penggunaannya biasanya masih memerlukan
pembuktian atau hipotesis yaitu prinsip kerja yang sifatnya tentatif. Prinsip ini muncul
dari hasil deliberasi, judgement dan pemikiran akal sehat. Meskipun sangat diharapkan
menggunakan tipe prinsip whole truth, akan tetapi tipe prinsip lain pun berguna dan
bermanfaat. Sebagaimana halnya dengan prinsip tipe kebenaran parsial, prinsip tipe
hipotesis juga masih memungkinkan adanya tantangan atau kritikan dalam
penggunaannya (pro dan kontra).
Pada dasarnya kesemua jenis tipe prinsip itu bisa digunakan. Tipe prinsip mana
yang mendapat penekanan dalam penggunaannya, sangat bergantung pada prespektif
para pengembang kurikulum tentang kurikulum itu sendiri. Dalam praktik
pengembangan kurikulum, biasanya kesemua tipe prinsip itu digunakan.
Penyederhanaan peristilahan tentang berbagai tipe prinsip sebagaimana dijelaskan di
muka, Olivia (1992:30) memakai istilah axioms untuk menggambarkan berbagai
karakteristik prinsip tersebut. Merujuk pada kamus Websters Ninth New Collegiate
Dictionary, kata aksioma memiliki pengertian yang meliputi sifat-sifat dari tiga prinsip di
atas. Istilah aksioma ini juga masih mungkin diganti dengan istilah teorema. Aksioma
dan teorema adalah dua hal yang berbeda, tetapi senada. Keduanya akan memberikan
pedoman sebagai kerangka dan rujukan dalam melakukan aktivitas dan pemecahan
masalah, termasuk di dalamnya aktivitas pengembangan kurikulum.

10) Macam-Macam Prinsip Pengembangan Kurikulum


Prinsip pengembangan kurikulum dibedakan menjadi dua kategori, yaitu prinsip
umum dan prinsip khusus.Prinsip umum bersifat holistik atau menyeluruh karena prinsip
umum ini biasanya digunakan hampir di setiap pengembangan kurikulum
dimanapun.Sedangkan prinsip khusus adalah prinsip yang hanya berlaku di tempat
tertentu dengan situasi tertentu. Prinsip khusus ini pun termasuk ke dalam prinsip
pengembangan dari komponen-komponen kurikulum seperti komponen tujuan dan isi
kurikulum dimana setiap prinsip pengembangan komponen masing-masing akan
berbeda-beda tentunya.
a. Prinsip Umum
Prinsip umum dibagi menjadi lima prinsip pengembangan kurikulum, yaitu:
1. Prinsip Relevansi
Prinsip relevansi dapat diartikan sebagai prinsip kesesuaian atau prinsip
kesinambungan.Prinsip relevansi terbagi kedalam dua jenis, yaitu relevansi
internal dan relevansi eksternal.Prinsip relevansi internal yaitu prinsip yang
koheren dan konsisten dengan komponen yang ada pada kurikulum itu sendiri
seperti tujuan, isi, metode dan evaluasinya. Jika terjadi kesenjangan antara
prinsip kurikulum dengan isi atau komponen kurikulum itu sendiri maka akan
dipastikan tujuan dari kurikulum itu tidak akan tercapai secara optimal. Sedangkan
prinsip relevansi eksternal adalah dimana kurikulum tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat baik tuntutan masyarakat pada masa kini
maupun pada masa yang akan datang.
2. Prinsip Fleksibilitas
Prinsip fleksibilitas menuntut bahwa kurikulum tersebut harus bersifat fleksibel,
artinya kurikulum tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi dan situasi tertentu
dimana kurikulum itu diterapkan.
3. Prinsip Kontinuitas
Kontinuitas atau berkesinambungan berarti kurikulum tersebut harus
berkesinambungan baik antar kelas maupun antar jenjang pendidikan.Dengan
diterapkannya prinsip kontinuitas menandakan bahwa kurikulum itu pun harus
bersifat sistematis dan terstruktur mengingat pendidikan formal itu dimulai dari,
dasar menengah hingga atas.
4. Prinsip Praktis atau Efisiensi
Prinsip praktis dalam pengembangan kurikulum artinya kurikulum harus mudah
diterapkan dalam praktik pendidikan di lapangan. Dengan begitu, pengembang
kurikulum harus mengetahui paling tidak gambaran bagaimana kondisi dan situasi
tempat dimana kurikulum itu akan ditetapkan. Sehingga kurikulum yang
dikembangkan akan lebih mudah untuk diterapkan.
5. Prinsip Efektivitas
Prinsip efektivitas artinya mengarahkan kurikulum pada tujuan dari pendidikan
secara nasional.Pengembangan kurikulum disesuaikan dengan tujuan dari
pendidikan.Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan tersebut
harus jelas. Kejelasan tujuan akan mengerahkan dalam pemilihan dan penentuan
isi, metode dan system evaluasi, serta konsep kurikulu yang akan digunakan.

b. Prinsip Khusus
Prinsip khusus adalah prinsip yang berkenaan dengan prinsip yang berlaku ditempat
tertentu dengan situasi tertentu.Dalam prinsip khusus ini pun yang dikembangkan
adalah komponen dari kurikulum itu sendiri yaitu tujuan, isi, metode dan
evaluasi.Prinsip-prinsip kurikulum yang dikembangkan pada satu daerah dengan
daerah lainnya pasti berbeda-beda mengingat karakteristik dari lingkungan, budaya
dan jenjang pendidikannya.
Sukmadinata (2000) mengemukakan bahwa uraian beberapa prinsip pengembangan
kurikulum khusus adalah sebagai berikut:
1. Prinsip yang berkaitan dengan tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang jangka panjang, menengah dan jangka
pendek. Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada kebijakan pemerintah,
survey mengenai persepsi orang tua dan masyarakat, survey tentang pandangan
para ahli , pengalaman di lapangan serta penelitian.
2. Prinsip yang berkenaan dengan isi pendidikan
Pertimbangan yang perlu dilakukan untuk menentukan isi kurikulum adalah
penjabaran tujuan pendidikan dari yang umum kepada tujuan pendidikan yang
khusus, isi bahan pembelajaran meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor dan
penyusunan isi kurikulum tersebut harus bersifat sistematis.
3. Prinsip berkenaan dengan proses pembelajaran
Prinsip yang berkenaan dengan proses pembelajaran mencakup pendekatan,
strategi dan teknik yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.
4. Prinsip yang berkenaan dengan media dan alat bantu pembelajaran
Mencakup semua komponen yang berkaitan untuk menunjang terciptanya
proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
5. Prinsip yang berkaitan dengan evaluasi
Prinsip pengembangan evaluasi diantaranya adalah objektivitas, komprehensif,
kooperatif, mendidik, akuntabilitas dan praktis. Sedangkan dalam praktiknya,
terdapat lima fase yang harus diperhatikan pengembang kurikulum yaitu
perencanaan evaluasi, pengembangan alat evaluasi, pengumpulan data,
pengolahan hasil evaluasi, serta laporan dan pemanfaatan hasil evaluasi.
11) Pengertian Pendekatan dan Pengembangan Kurikulum
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang
terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian
pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang
secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Sedangkan model, lebih
menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja dengan
menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang dijalankan sesuai
dengan langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik.

12) Pendekatan Pengembangan Kurikulum


Menurut Sanjaya (2011: 78-82) dan Sukaya (2010: 103) ada dua jenis pendekatan
kurikulum, yakni pertama pendekatan top down yaitu pendekatan dengan sistem
komando dari atas ke bawah, kedua pendekatan grass root adalah pengembangan
kurikulum yang diawalli oleh inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat atau
skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan
kurikulum dari bawah ke atas.
1. Pendekatan Top down
Pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para
administrator atau dari pemegang kebijakan (pejabat) pendidikan seperti dirjen atau
para kepala kantor wilayah. Selanjutnya, melalui komando akan disebarluaskan ke
bawah atau disebut sebagai line staff model. Diterapkan dalam system pendidikan
sentralisasi. Prosedur pengembangn kurikulum model ini dilakukan sebagai berikut:
a. Pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan yang terdiri dari para
pengawas pendidikan, ahli kurikulum, disiplin ilmu ataupun tokoh-tokoh dari dunia
kerja. Tugasnya dalah merumuskan konsep dasar, garis-garis besar kebijakan,
menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan.
b. Menyusun tim untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah
dibentuk pada langkah pertama. Anggotanya adalah ahli kurikulum, ahli disiplin
ilmu dari berbagai perguruan tinggi dan guru-guru senior yang diaggap telah
berpengalaman. Tugas utamanya adalah untuk menjabarkan rumusan kebijakan
menjadi lebih operasional, memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran,
memilih strategi pengajaran dan alat petunjuk dan cara pengevaluasian serta
menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru.
c. Penyerahan hasil perumusan dan penjabaran kepada tim perumus untuk dikaji
dan direvisi. selain itu, bisa juga melakukan uji coba dan dievaluasi kelayakannya.
Hal ini dapat dijadikan sebagai bahan penyempurnaan.
d. Kurikulum diimplementasikan disetiap sekolah berdasarkan komando dari
administrator.
Kelemahan utama dari model administratif adalah diterapkannya konsep dua fase,
yakni konsep yang mengubah kurikulum lama menjadi kurikulum baru secara
uniform melalui sistem sekolah dalam dua fase sendiri-sendiri, yakni penyiapan
dokumen kurikulum baru, dan fase pelaksanaan dokumen kurikulum tersebut.
2. Pendekatan Grass Roots
Pada pendekatan ini kurikulum dikembangkan dari bawah keatas, yakni guru
sebagai implementator memberikan inisiatif dalam pengembangan kurikulumnya lalu
inisiatif ini dikembangkan kelingkungan yang lebih luas. Pendekatan ini disebut juga
sebagai pendekatan bawah ke atas. Prinsip dasar ini lebih banyak digunakan dalam
penyempurnaan kurikulum, namun dalam skala yang terbatas dapat juga digunakan
untuk mengembangkan kurikulum baru. Guru dapat berinisitif juka kurikulum yang
digunakan bersifat fleksibel, sehingga memebrikan kesempatan pada guru untuk
memperbaharui dan menyempurnakan kurikulum yang sedang diberlakukan. Hal ini bisa
dilakukan jika guru yang bersangkutan bersikap professional dan memiliki kemampuan
yang memadai. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penyempurnaan
kurikulum ini, adalah sebagai berikut:
a. Kesadaran akan adanya masalah. Seperti, dirasa adanya ketidakcocokan
penggunaan strategi pembelajaran, kegiatan evaluasi yang tidak tepat dan lain
lain. Kesadaran inilah yang menjadi kunci dalam model pendekatan ini.
b. Mengadakan refleksi. Setelah menyadari adanya masalah maka yang berikutnya
dilakukan adalah mencari penyebab-penyebabnya. Langkah ini dapat
dilaksanakan dengan melakukan pengkajian dari berbagai literature dan
melakukan diskusi-diskusi dengan teman sejawat dan lain lain.
c. Mengajukan hipotesis. Dari berbagai literature dan hasil refleksi, guru memetakan
kemungkinan-kemungkinan penyelesaian permasalahannya. Inilah yang disebt
sebagai hipotesis atau dugaan sementara.
d. Memilih hipotesis yang memiliki kemungkinan terbesar dalam penyelesaian
masalah tersebut. Kemudian menyusun rencana penyelesaian masala-masalah
tersebut.
e. Mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus menerus
hingga masalah tersebut dapat diselesaikan.
f. Membuat laporan hasil pelaksanaan pengembangan kurikulum melalui grass root.
Langkah ini penting sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga dapat
dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain dan dapat disebar luaskan.

13) Model-Model Pengembangan Kurikulum


Model pengembangan kurikulum sangatlah beragam, berikut ini akan dijabarkan
mengenai model pengembangan kurikulum yang kami simpulkan dari beberapa ahli:
1. The Administrative (Line Staff) Model
Model pengembangan kurikulum yang paling awal dan sangat umum dikenal
adalah model administrative karena model ini menggunakan prosedur "garis-staf"
atau garis komando "dari atas ke bawah" (top-down). Maksudnya inisiatif
pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi (Kemdiknas), kemudian secara
stuktural dilaksanakan ditingkat bawah.
Kelemahan model ini terletak pada kurang pekanya terhadap adanya perubahan
masyarakat. Selain itu, kurikulum ini bersifat seragam secara nasional sehingga
kadang-kadang meluapakan (mengabaikan) adanya kebutuhan dan kekhususan
yang ada pada setiap daerah.
2. The Grass-Roots Model
Inisiatif pengembangan kurikulum ini berada ditangan guru-guru sebagai
pelaksana kurikulum disekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari
berbagai sekolah sekaligus. Model ini didasarkan oleh dua pandangan pokok, yaitu
Pertama, implementasi kurikulum akan lebih berhaasil apabila guru-guru sebagai
pelaksana sudah dari sejak semula terlibat secara langsung dalam pengembangan
kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum tidak hanya melibatkan personel yang
professional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua dan masyarakat.
Model grass-roots ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu :
a. Kurikulum akan bertambah baik, jika kemampuan keprofesionalan guru
bertambah baik.
b. Kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara pribadi di
dalam merevisi kurikulum.
c. Jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi,
mendefinisikan dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil
pengembangan kurikulum akan lebih bermakna.
d. Hendaknya diantara guru-guru terjadi kontak langsung sehingga mereka
dapat saling memahami dan mencapai suatu konsesus tentang prinsip-prinsip
dasar, tujuan dan rencana.
3. The Demonstartion Model
Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kurikulum dalam
skala kecil. Dalam pelaksanaanya, model ini menuntut para guru dalam satu sekolah
untuk mengorganisasikan dirinya dalam memperbaruhi kurikulum. Model
demonstrasi dapat dilaksanakan baik secara formal maupun tidak formal.
Keuntungan model demontrasi antara lain :
a. Disebabkan kurikulum yang dihasilkan telah melalui ujicoba dalam praktik
yang nyata, maka dapat memberikan alternatif yang dapat bekerja.
b. Perubahan kurikulum pada bagian tertentu cenderung lebih mudah disepakati
dan diterima daripada perubahan secara keseluruhan.
c. Mudah untuk mengatasi hambatan.
d. Menempatkan guru sebagai penagmbil inisiatif dan narasumber sehingga
para administrator dapat mengarahkan minat dan kebutuhan guru untuk
mengembangkan program-program baru.
Kelemahan utama model ini adalah dapat menghasilkan antagonisme guru.
Guru-guru yang tidak terlibat dalam proses pengembangan cenderung bersikap
apatis, tidak percaya dan cemburu. Akibatnya, mereka akan menerima kurikulum
baru itu dengan setengah hati
4. Beauchamp's System Model
Sistem yang diformulasikan oleh G.A Beauchamp mengemukakan adanya lima
langkah kritis dalam mengambil keputusan pengembangan kurikulum, yaitu :
a. Menentukan arena pengembangan kurikulum. Arena itu bisa berupa kelas,
sekolah, sistem persekolahan regional atau sistem pendidikan nasional.
b. Memilih dan mengikutsertakan pengembang kurikulum.
c. Mengorganisasian dan penentuan prosedur perencanaan kurikulum yang
meliputi menetapkan tujuan kurikulum, memilih materi pelajaran,
mengembangkan kegiatan pembelajaran dan mengembangkan desain.
d. Pelaksanaan kurikulum secara sistematis.
e. Evaluasi kurikulum, yang meliputi empat dimensi: penggunaan kurikulum oleh
guru, desain kurikulum, hasil belajar peserta didik, dan sistem kurikulum.
5. Taba's Inverted Model
Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian
diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktek,
serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana
sering terjadi apabila tanpa kegiatan eksperimen.
Hilda Taba mengembangkan lima langkah pengembangan kurikulum secara
berurutan, diantaranya yaitu :
a. Kelompok guru terlebih dahulu menghasilkan unit-unit kurikulum untuk
dieksperimenkan. Untuk menghasilkan unit-unit itu ditempuh cara
mendiagnosa kebutuhan, merumuskan tujuan khusus, memilih materi,
mengorganisasikan materi, memilih pengalaman belajar, mengorganisasikan
pengalaman belajar, mengevaluasi dan mengecek keseimbangan dan urutan
materi.
b. Uji coba unit-unit eksperimen untuk menemukan validitas dan kelayakan
pembelajaran.
c. Merevisi hasil uji coba dan mengonsolidasikan unit-unit kurikulum.
d. Mengembangkan kerangka kerja teoritis
e. Mengimplementasi dan desiminasi hasil yang telah diperoleh.
6. Roger's interpersonal relations model
Ada 4 langkah pengembangan kurikulum:
a. Pemilihan target dari sistem pendidikan, dalam kegiatan ini satu-satunya
kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat
pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif.
b. Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif, keikutsertaan
guru di sini bersifat sukarela sehingga akan memberikan pengaruh bagi
siswa.
c. Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau
unit pelajaran, dengan fasilitator para guru atau adminstrator atau fasilitator
dari luar siswa.
d. Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. kegiatan ini dapat dibantu
komite sekolah. Tujuan dari kegiatan ini adalah memperkaya orang-orang
dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengaan anak dan dengan
guru. rogers menyarankan kalau mungkin adakan pengalaman kegiatan
kelompok yang bersifat campuran.
Model pengembangan kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan model
lainnya, tidak ada perencanaan kurikulum secara tertulis , yang ada hanyalah
rangkaian kegiatan kelompok. Ini merupakan ciri khas dari model pengembangan
Rogers. Ia mementingkan aktivitas dan interaksi. Metode yang ia gunakan
mengutamakan sensitivity learning, encounter group dan Training group ( T Group).
7. The systematic action-reaserch model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum
merupakan perubahan social. Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan
warga masuarakat, para orang tua, tokoh masyarakat pengusaha, siswa, guru dan
lain-lain, mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak
belajar, dan bagaimana kurikulum daam pendidikan dan pengajaran berperan.
Ada 2 prosedur dalam action research, langkah pertama yaitu dengan
mengadakan kajian secara seksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa
pengumpulan data yang bersifat menyeluruh dan mengidentifikasi faktor-faktor,
kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Langkah kedua,
implementasi dari keputusan yang diambi dalam tindakan pertama. Tindakan itu
segera diikuti kegiatan pengumpulan data dan fakta. Fungsi kegiatan pengumpulan
data yaitu; menyiapkan data bagi evaluasi tindakan, sebagai bahan pemahaman
tentang masaah yang dihadapi, sebagai bahan untuk menilai kembali dan
mengadakan modifikasi dan sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.
8. Emerging technical models
Model ini mempengaruhi pengembangan kurikulum dalam bidang teknologi dan
ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis juga. Dari hal ini
muncullah kecenderungan di antaranya; The behavioral analysis model, menekankan
penguasaan perilaku atau kemampuan. The system analysis model, berasal dari
gerakan efisiensi bisnis. Yang ketiga adalah The computer-Based model, suatu
model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan computer.
9. Model Tyler
Model ini menguraikan pengembangan kurilum dalam bentuk langkah-langkah
konkret atau tahapan secara rinci. Dimulai dari, menentukan tujuan, Tyler
menyampaikan bahwa sumber perumusan tujuan dapat berasal dari siswa, studi
kehidupan masa kini, disiplin ilmu, filosofis dan psikologi belajar. Yang kedua adalah
menentukan pengalaman belajar, pengalaman belajar menunjuk kepada aktivitas
siswa di dalam proses pembelajaran. Langkah ketiga adlah mengirganisasi
pengalaman belajar dalam bentuk unit mata pelajaran, maupun dalam bentuk
program. Langkah terakhir menurut Tyler adalah evaluasi. Proses ini merupakan
langkah yang sangat penting untuk mendapatkan informasi tentang ketercapaian
tujuan yang telah ditetapkan.
10. Model Oliva
Olive menyampaikan bahwa model kurikulum harus bersifat simple,
komprehensif dan sistematik. Komponen dasar menurut Olia digambarkan dalam
sekema berikut:

Rumusan Rumusan Rumusan Desain implemen Evakuasi


tujuan Umuum tujuan khusus
Filsafat perencanaa tasi
n

11. Model Miller-Seller


Merupakan pengembangan kurikulum kombinasi dari model transmisi (Gagne)
dan model transaksi (Tabas&Robinson) melalui tahapan klarifikasi orientasi
kurikulum, pengembangan tujuan, identifikasi model mengajar dan implementasi.
12. Model Wheeler
Menurutnya pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang
membentuk lingkaran, terjadi secara terus menerus.

Tujuan
Evaluasi umum dan
khusus

Mengorganisasikan
Menentukam
pengalaman dan
pengalaman belajar
bahan belajar

menentukan
isi/materi
13. Model Nicholls
Howard Nicholls menjelaskan bahwa pendekatan pengembangan kurikulum
terdiri atas elemen-elemen kurikulum yang membentuk siklus. Berikut menurut
Nicholls.

Menentukan
Tujuan khusus

Menentukan dan
mengorganisasikan Evaluasi
isi pelajaran

Menentukan
dan
mengorganisas
i metode

14. Model Dynamic Skillbeck


Berikut model menurut Skillbeck dalam skema:
Menganalisis Situasi

Memformulasikan Tujuan

Menyusun Program

Interpretasi dan Implementasi

Monitoring, feedback,
penilaian, rekonstruksi

Model pengembangan kurikulum SD: Top down, Tyler, actiom-research.

14) Pengertian Pendidikan


Suatu rumusan nasional tentang istilah pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi
peranannya dimasa yang akan datang (UU RI No.2 Tahun 1989, Bab I, Pasal 1). Fungsi
pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk terjun ke kancah kehidupan nyata.
Tujuan pendidikan tersebut terdiri dari beberapa tingkatan yaitu tujuan pendidikan
nasional, tujuan institusional, tujuan kurikulum, dan tujuan pembelajaran.
Produk yang ingin dihasilkan oleh proses pendidikan adalah berupa lulusan yang
memiliki kemampuan melaksanakan peranan-perananannya untuk masa yang akan
datang. Peranan bertalian dengan jabatan dan pekerjaan tertentu, tentunya bertalian
dengan kegiatan pembangunan di masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses
dalam rangka memperngaruhi peserta didik agar mampu menyesuaikan diri sebaik
mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan
dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi sebagaimana mestinya dalam
kehidupan di masyarakat. Pengajaran di sini adalah bertugas untuk mengarahkan
proses ini agar sasaran dari perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan.

15) Pengertian Kurikulum


Kurikulum muncul untuk pertama kalinya dan digunakan dalam bidang olahraga.
Secara etimologis, curriculum yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya
pelari dan curere yang berarti tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum pada zaman
Romawi Kuno mengandung pengertian sebagai suatu jarak yang harus ditempuh oleh
pelari dari garis start sampai garis finish. Baru pada tahun 1855, istilah kurikulum dipakai
dalam bidang pendidikan yang mengandung arti sejumlah mata pelajaran pada
perguruan tinggi. Dalam kamus Webster (dalam Hidayat, 2013: 20) kurikulum diartikan
dalam dua macam, yaitu (a) sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau
dipelajari murid di sekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu, (b)
sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau
departemen.
Secara klasik, kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah.
Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah atau perguruan
tinggi, itulah kurikulum. Jika ditelusuri lebih lanjut, kurikulum memiliki berbagai macam
arti, yakni: (1) sebagai rencana pengajaran, (2) sebagai rencana belajar murid, (3)
sebagai pengalaman belajar yang diperoleh murid dari sekolah.
Dari pengertian di atas, kurikulum didefisniskan sebagai suatu bahan tertulis yang
berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah atau madrasah yang harus
dilaksanakan dari tahun ke tahun. Suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang
sangat penting untuk mencapai titik akhir dati suatu perjalan yang ditandai oleh
perolehan ijazah tertentu. Beberapa tafsiran menurut Hamalik (2014: 16-17) antara lain
adalah.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajar
yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah
pengetahuan. Mata ajar (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau
orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis.
Misalnya, berkat pengalaman dan penemuan-penemuan masa lampau, maka diadakan
pemilihan dan selanjutnya disusun secara sistematis, artinya menurut urutan tertentu,
dan logis, artinya, dapat diterima oleh akal dan pikiran. Mata ajaran tersebut mengisi
materi pengajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah
ilmu pengetahuan yang berguna baginya. Semakin banyak pengalaman dan penemuan-
penemuan, maka semakin banyak pula mata ajar yang harus disusun dalam kurikulum
dan harus dipelajari oleh siswa disekolah.
Kurikulum sebagai Rencana Pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program
pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan prgram tersebut pada
siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan
perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran.
Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan
kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar
maksud dan tujuan tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak hanya sebatas pada
sejumlah mata ajar saja, melainkan juga meliputi segala sesuatu yang dapat
mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pengajaran,
perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang
pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan
dan kegiatan yang akan dan perlu dilaksanakan oleh siswa direncakan dalam suatu
kurikulum.
Kurikulum sebagai Pengalaman Belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya
yang agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan
bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. Kegiatan kurikulum tidak
hanya terbatas pada ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan di
luar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua
kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya
adalah kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pedidikan nasional, pengertian kurikulum dapat dilihat
dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 (SISDIKNAS) pasal 1 ayat (9), ialah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Beberapa definisi di atas mengandung implikasi
sebagai berikut:
1) Tafsiran tentang kurikulum bersifat luas, tidak hanya sekedar mata pelajaran
(courses) tetapi juga meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi
tanggung jawab sekolah
2) Tidak ada pemisahan antara kegiatan intrakurikuler, ko-kurikuler, dan
ekstrakurikuler. Semuanya sudah tercakup dalam pengertian kurikulum.
3) Pelaksanaan kurikulum tidak dibatasi hanya pada keempat dinding kelas saja,
melainkan dilaksanakan di dalam dan di luar kelas sesuai dengan tujuan atau
kompetensi yang hendak dicapai.
4) Faktor siswa menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi dan metode
pembelajaran. Dimungkinkan guru menggunakan berbagai variasi metode
pembelajaran dan berbagai media pembelajaran dalam mencapai tujuan
pembelajaran atau kompetensi
5) Tujuan pendidikan bukan menyamaikan mata pelajaran (courses) melainkan
pengembangan pribadi siswa dan belajar cara hidup dalam bermasyarakat atau
pembinaan ribadi siswa secara utuh, dan ini dicapai melalui kurikulum sekolah
(dalam Hidayat, 2013: 22-23).
Isi dari kurikulum merupakan sususan dan bahan kajian dan pelajaran untuk
mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam rangka
upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional (pasal 39). Uraian tersebut dapat
diperjelas melalui gambar berikut:
Rancangan Tujuan Tujuan:
(Desain) Kurikulum
Penyelenggaraan
KURIKULU satuan pendidikan
M
Pengaturan Isi Susunan bahan kajian
dan pelajaran

Bahan Materi pelajaran yang


Pelajaran disampaikan dalam
proses belajar-

Cara Bentuk kegiatan


belajar-mengajar

Gambar 1. Bagan Kurikulum

Kurikulum bukan hanya berupa dokumen bahan cetak melainkan rangkaian


aktivitas siswa yang dilakukan di dalam kelas, di luar kelas, di laboratorium, di lapangan
maupun di lingkungan masyarakat yang direncanakan serta dibimbing oleh sekolah.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kurikulum desain bahan pelajaran yang tujuannya untuk
mempermudah siswa dalam mempelajari bahan pelajaran serta mempermudah siswa
dalam melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
efektif.

16) Hakikat Belajar dan Pembelajaran


1) Pengertian Belajar
Slameto (2003: 5) menyatakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Lebih lanjut Abdillah (2002) dalam Aunurrahman (2010: 35)
menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu
dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut
aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.
Dengan demikian dapat disimpulkan Belajar adalah perubahan tingkah laku pada
individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan
ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian,
harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jadi, dapat dikatakan bahwa belajar itu
sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga yang menuju perkembangan pribadi manusia
seutuhnya.
Hamalik (2014: 49-50) ciri-ciri/karakteristik belajar adalah:
a. Belajar berbeda dengan kematangan
Pertumbuhan adalah saingan utama sebagai pengubah tingkah laku. Bila
serangkaian tingkah laku matang melalui secara wajar tanpa adanya
pengaruh dari latihan, maka dikatakan bahwa perkembangan itu adalah
berkat kematangan (maturation) dan bukan karena belajar. Bila prosedur
latihan (tarining) tidak secara cepat mengubah tingkah laku, maka artinya
prosedur tersebut bukan penyebab yang penting dan perubahan-perubahan
tidak dapat diklasifikasikan seagai belajar. Memang banyak perubahan
tingkah laku yang disebabkan oleh kematangan, tetapi juga tidak sedikit
perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh interaksi antara kematangan
dan belajar. Misalnya, anak mengalami kematangan untuk berbicara,
kemudian berkat pengaruh percakapan masyarakat disekitarnya, maka ia
dapat berbicara tepat pada waktunya.
b. Belajar dibedakan dari perubahan fisik dan mental
Perubahan tingkah laku juga dapat terjadi, disebabkan oleh terjadinya
perubahan pada fisik dan mental karena melakukan suatu perbuatan
berulangkali yang mengakibatkan badan menjadi letih/lelah. Sakit atau kurang
gizi juga dapat menyebabkan tingkah laku berubah, atau karena mengalami
kecelakaan tetapi hal ini tidak dapat dinyatakan sebagai hasil perbuatan
belajar. Gejala-gejala seperti kelelahan mental, konsentrasi menjadi kurang,
melemahnya ingatan, terjaidnya kejenuhan, semua dapat menyebabkan
terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya berhenti belajar, menjadi
bingung, rasa kegagalan, dan sebagainya. Tetapi perubahan tingkah laku
tersebut tidak dapat digolongkan sebagai belajar. Jadi perubahan tingkah laku
yang disebabkan oleh perubahan fisik dan mental bukan atau berbeda
dengan belajar dalam arti sebenarnya.
c. Ciri belajar yang hasilnya relatif menetap
Hasil belajar dalam bentuk perubahan tingkah laku. Belajar berlangsung
dalam bentuk latihan (practice) dan pengalaman (experience). Tingkah laku
yang dihasilkan bersifat menetap dan sesuai dengan tujuan yang teah
ditentukan. Tingkah laku itu berupa perilaku (performance) yang nyata dan
dapat diamati. Misalnya, seseorang bukan hanya mengetahui sesuatu yang
perlu diperbuat, melainkan juga melakukan perbuatan itu sendiri secara
nyata. Jadi istilah menetap dalam hal ini adalah bahwa perilaku itu dikuasai
secara mantab, dan kematangan ini berkat latihan dan pengalaman.
Belajar merupakan sebuah unsur yang kompleks. Proses belajar itu sendiri sangat
sulit untuk diamati, namun perbuatan atau tindakan belajar dapat diamati berdasarkan
tingkah laku yang dihasilkan oleh tindakan belajar tersebut. Karena itu, untuk
memahami suatu perbuatan beajar diperlukan kajian terhadap perbuatan itu secara
unsuriah. Unsur-unsur yang terkait dalam proses belajar terdiri dari:
a) Motivasi Siswa
Motivasi adalah dorongan yang menyebabkan terjadi suatu perbuatan atau
tindakan tertentu. Perbuatan belajar terjadi karena adanya motivasi yang
mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan belajar. Dorongan itu
dapat timbul dari dalam diri subjek yang belajar yang bersumber dari
kebutuhan tertentu yang ingin mendapat pemuas atau dorongan yang timbul
karena rangsangan dari luar sehingga subjek melakukan perbuatan belajar.
b) Bahan Ajar
Bahan belajar merupakan suatu unsur belajar yang penting mendapat
perhatian oleh guru. Dengan bahan itu, para siswa dapat memperlajari hal-
hal yang diperlukan dalam upaya mencapai tujuan belajar. Karena itu,
penentuan bahan belajar mesti berdasarkan tujuan yang hendak dicapai,
dalam hal ini adalah hasil-hasil yang diharapkan, misalnya berupa
pengetahuan, keterampilan, sikap dan pengalaman lainnya.
c) Alat Bantu Belajar
Alat bantu belajar merupakan semua alat yang dapat digunakan untuk
membantu siswa melakukan perbuatan belajar, sehingga kegiatan belajar
menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan bantuan berbagai alat, maka
pelajaran akan lebih menarik, menjadi konkrit, mudah dipahami, hemat
waktu dan tenaga, dan hasil belajar lebih bermakna.
d) Sumber Belajar
Suasana belajar penting artinya bagi kegiatan belajar. Suasana yang
menyenangkan dapat menumbuhkan kegairahan belajar, sedangkan
suasana yang kacau, ramai, tidak tenang, dan banyak gangguan, sudah
tentu tidak menunjang kegiatan belajar yang efektif. Karena itu, guru dan
siswa senantiasa dituntut agar menciptakan suasana lingkungan belajar
yang baik dan menyenangkan, menantang dan menggairahkan. Hal ini
berarti bahwa suasana belajar turut menentukan motivasi, kegiatan dan
keberhasilan belajar siswa.
e) Kondisi Subjek Belajar
Kondisi subjek belajar turut menentukan kegiatan dan keberhasilan belajar.
Siswa dapat belajar secara efisien dan efektif apabila berbadan sehat,
memiliki intelegensi yang memadai, siap untuk melakukan kegiatan belajar,
memiliki bakat khusus, dan pengalaman yang bertalian dengan pelajaran,
serta memiliki minat untuk belajar. Siswa yang sakit/kurang sehat,
intelegensi rendah, belum siap belajar, tidak berbakat untuk memperlajari
sesuatu, dan tidak memiliki pengalaman apersepsi yang memadai, kiranya
akan mempengaruhi kelancaran kegiatan dan mutu hasil belajar.
2) Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan belajar, di
mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah siswa yang
berorientasi pada kegiatan mengajarkan materi yang berorientasi pada pengembangan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa sebagai sasaran pembelajaran. Dalam
proses pembelajaran akan mencakup berbagai komponen lainnya, seperti media,
kurikulum, dan fasilitas pembelajaran. Darsono (2002: 24-25) secara umum
menjelaskan pengertian pembelajaran sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh
guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik.
Sedang menurut Hamalik (2014: 57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur yang saling memengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Manusia
tentu saja terlibat dalam sistem pengajaran yang terdiri dari siswa, guru, dan tenaga
lainnya. Material di dalam pembelajaran meliputi buku-buku, papan tulis, dan alat tulos.
Fasilitas sendiri di dalam pembelajaran terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio
visual, juga komputer. Sedangkan, prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian
informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru
untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa
yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang
berlaku dalam waktu yang relatif lama.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan
kegiatan yang melibatkan beberapa komponen/unsur:
a. Siswa: Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan
isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
b. Guru: Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran
lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar
yang efektif.
c. Tujuan: Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik,
afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran.
d. Isi Pelajaran: Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang
diperlukan untuk mencapai tujuan.
e. Metode: Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
f. Media: Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan
untuk menyajikan informasi kepada siswa.
g. Evaluasi: Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan
hasilnya.
Selain itu, menurut Hamalik (2014: 65-66), terdapat tiga ciri khas yang terkandung
dalam sistem pembelajaran, ialah:
1. Rencana, adalah penataan keterangan, material, dan prosedur, yang
merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.
2. Kesalingtergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem
pembelajaran yang serasi salam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat
esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem
pembelajaran.
3. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak
dicapai. Ciri ini menjadi dasar pembedaan antara sistem yang dibuat oleh
manusia dan sistem alami (natural). Sistem yang dibuat oleh manusia,
seperti contohnya adalah transportasi, sistem komunikasi, sistem
pemerintahan, semuanya memiliki tujuan. Sistem natural, seperti contohnya
adalah ekologi, sistem kehidupan satwa atau tumbuhan yang saling memiliki
ketergantungan antara satu dengan lainnya, yang disusun sesuai rencana
tertentu, tetapi tidak memiliki tujuan tertentu. Tujuan utama dari sistem
pembelajaran adalah agar siswa belajar. Tugas seorang pengajar atau guru
adalah untuk mengorganisasikan tenaga, material dan prosedur agar siswa
dapat belajar sevara efisien dan efektif.

17) Hubungan Kurikulum dan Pembelajaran


Pendidikan, kurikulum dan pembelajaran memiliki keterikatan yang sangat
penting, apalagi dalam sebuah kelembagaan. Pendidikan sebagai wadah atau disebut
juga sebagai lembaga yang menampung, dimana dalam sebuah lembaga tersebut
terdapat sebuah rancangan yang terencana dan terarah yang biasa disebut kurikulum.
Tapi semua itu tidak akan terlaksana tanpa adanya implementasi. Implementasi itu
didapat dengan pembelajaran. Untuk itulah, mengapa pendidikan, kurikulum dan
pembelajaran memiliki keterkaitan yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan satu
sama lainnya
Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, meski
berada pada posisi yang berbeda. Kurikulum dan pembelajaran bagaikan Romeo dan
Juliet. Jika kita berbicara mengenai Romeo, maka kita juga akan berbicara masalah
Juliet. Apa artinya Romeo tanpa juliet, demikian pula sebaliknya. Artinya, pembelajaran
tanpa kurikulum sebagai rencana tidak akan efektif, atau bahkan bisa keluar dari tujuan
yang telah dirumuskan. Kurikulum tanpa pembelajaran, maka kurikulum tersebut tidak
akan berguna.
Selain itu, Peter F. Olivia dalam sanjaya (2008) menyatakan bahwa kurikulum
berkaitan dengan apa yang harus diajarkan, sedangkan pengajaran mengacu pada
bagaimana cara mengajarkannya. Walaupun antara pembelajaran dengan pengajaran
dalam hal ini memiliki perbedaan, namun keduanya memiliki kesamaan tolak ukur dalam
kasus ini, yaitu bagaimana mengajarkan. Hanya saja pengajaran lebih terpusat pada
guru sebagai pengajar, sedangkan pembelarajaran menekankan pada penciptaan
proses belajar antara pengajar dengan pelajar agar terjadi aktivitas belajar dalam diri
pelajar.
Yang perlu dilakukan selanjutnya adalah menyusun kurikulum untuk kepentingan
pembelajaran agar dapat dilaksanakan dengan optimal. Hal ini berbenturan dengan
fakta bahwa kurikulum telah dirancang secara standar (standarized curriculum). Ini
berarti bahwa kurikulum yang sama digunakan pada setiap satuan pendidikan yang
masing-masing satuan pendidikan tersebut memiliki masalah pelaksanaan
pembelajaran yang berbeda. Maka dari itu diperlukan pengembangan seperlunya yang
disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Hal ini bisa kita lihat
pada perincian Rencana Pelaksxanaan Pembelajaran yang disusun guru.
Peter F. Olivia dalam Sanjaya (2008) menggambarkan beberapa kemungkinan
yang terjadi hubungan antara kurikulum dengan pembelajaran. Hubungan tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut:
1) The Dualistic Model, pada model ini, kurikulum dan pembelajaran berdiri seolah-
olah sendiri. Kurikulum yang seharusnya menjadi pedoman dalam pelaksanaan
pembelajaran tidak tampak. Begitu juga dengan pembelajaran yang seharusnya
dapat dijadikan tolak ukur pencapaian tujuan kurikulum tidak terjadi. Namun
demikian hubungan kurikulum dan pembelajaran dalam model ini tetap saling
mempengaruhi antara satu sama lain dalam proses pembelajaran.
2) The interlocking Model (Model saling mengunci) dalam model ini kurikulum
dengan pembelajaran saling barkaitan. Pada model ini, ada bagian kurikulum
yang menjadi bagian dari pembelajaran, begitu juga sebaliknya.
3) Concentric Models (Model konsentris), pada model ini, keduanya memiliki
hubungan dengan kemungkinan bahwa kurikulum adalah bagian dari
pembelajaran atau pembelajaran adalah bagian dari kurikulum.
4) The clical Models (Model siklus), pada model ini, antara kurikulum dan
pembelajaran di anggap dua hal yang terpisah namun memiliki hubungan timbal
balik. Di satu sisi, kurikulum merupakan rencana tertulis sebagai panduan
pelaksanaan pembelajaran, di sisi lain pembelajaran mempengaruhi pada
perancangan kurikulum selanjutnya.
Sehingga dapat disimpulkan untuk mendapatkan proses pembelajaran yang baik
dan berimbas pada hasil yang diperoleh peserta didik pun baik maka penyusunan
kurikulumnya pun harus lah diperhatikan dengan baik pula, karena kurikulum sebagai
pedoman di dalam proses pembelajaran di sekolah, kurikulumlah yang mengatur guru,
siswa dan juga kepala sekolah. Sehigga jalannya proses pembelajaran tersebut sudah
ada yang mengatur supaya mengarah pada suatu pencapaian yang maksimal.
18) Teori Teori Belajar
1. Pengertian Teori Belajar
Teori ialah prinsip kasar yang menjadi dasar pembentukan sesuatu ilmu
pengetahuan. Dasar teori ini yang akan di kembangkan pada ilmu pengetahuan agar
dapat di ciptakan pengetahuan baru yang lebih lengkap dan detail sehingga dapat
memperkuat pengetahuan tersebut. Teori belajar merupakan penerapan prinsip-prinsip
teori belajar, teori tingkah laku, dan prinsip-prinsip pembelajaran dalam usaha mencapai
tujuan belajar.
Teori belajar merupakan suatu kumpulan prinsip-prinsip yang terintegrasi dan
yang memberikan preskripsi untuk mengatur situasi atau lingkungan belajar sedemikian
rupa sehingga dapat membantu siswa mencapai tujuan belajarnya dengan mudah.
2. Macam-Macam Teori Belajar
Pada asasnya, teori-teori pembelajaran masa kini dapat diklasifikasikan kepada
teori yang utama yaitu :
a. Teori Behavioris
Teori behavioris yang diperkenalkan oleh Ivan Pavlov dan dikembangkan
olehThorndike dan Skinner, berpendapat bahwa pembelajaran adalah berkaitan
dengan perubahan tingkah laku. Teori pembelajaran mereka kebanyakannya
dihasilkan dengan menumpukan ujian kepada perhubungan antara rangsangan
dan gerakbalas yang menghasilkan perubahan tingkah laku. Ujian ini bisa
bersifat sebagai suatu usaha yang dapat merubah tingkah laku orang agar bisa
lebih baik. Maka perubahan inilah yang disebut pembelajaran.
b. Teori Kognitif
Teori kognitif pula berpendapat bahwa pembelajaran ialah suatu proses pendala
man yang berlaku dalam akal pikiran, dan tidak dapat diperhatikan secara
langsung dengan tingkah laku. Ahli-ahli psikologi kognitif seperti Bruner dan
Piaget menjelaskan kajian kepada berbagai jenis pembelajaran dalam proses
penyelesaian masalah dan akal berdasarkan berbagai peringkat umur dan
kecerdasan pelajar. Teori-teori pembelajaran mereka adalah bertumpu kepada
cara pembelajaran seperti pemikiran cerdik, urgensi penyelesaian masalah,
penemuan dan pengkategorian. Menurut teori ini, manusia memiliki struktur
kognitif, dan semasa proses pembelajaran, otak akan menyusun segala
pernyataan di dalam ingatan.
c. Teori Sosial
Teori sosial pula menyarankan teori pembelajaran dengan menggabungkan teori
behavioris bersama dengan kognitif. Teori ini juga dikenal sebagai Teori
Perlakuan Model. Albert Bandura, seorang tokoh teori sosial ini menyatakan
bahwa proses pembelajaran akan dapat dilaksanakan dengan lebih berkesan
dengan menggunakan pendekatan permodelan. Beliau menjelaskan lagi, bahwa
aspek pemerhatian pelajar terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh
guru dan juga aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang
menarik kepada kepahaman pelajar.
d. Teori Humanisme
Teori humanis juga berpendapat pembelajaran manusia bergantung kepada
emosi dan perasaannya. Carl Rogers menyatakan bahwa setiap individu itu
mempunyai cara belajar yang berbeda dengan individu yang lain. Oleh karena itu,
strategi dan pendekatan dalam proses pengajaran dan pembelajaran hendaklah
dirancang dan disusun mengikut kehendak dan perkembangan emosi pelajar itu.
e. Teori Piaget
Menurut Piaget (Dahar 1996; Hasan 1996; Surya 2003), setiap individu
mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual dalam pembelajaran. Tahap-
tahap tersebut berdasarkan umur seorang anak. Tahap-tahap tersebut sebagai
berikut:
1) Tingkat Sensorimotor (0-2 tahun)
2) Tahap Preoporational (2-7 tahun)
3) Tahap Concrete (7-11 thn)
4) Tahap Formal Operations (11 tahun ke atas)
5) Teori Vigotsky
Sumbangan teori Vigotsky adalah penekanan pada bakat sosio budaya dalam
pembelajaran. Menurutnya, pembelajaran terjadi ketika siswa bekerja dalam zona
perkembangan proksima (zone of proximal development). Zona perkembangan
proksima adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan
seseorang pada ketika pembelajaran berlaku.
Astuty (2000) secara terperinci, mengemukakan bahwa yang dimaksudkan
dengan zona per-kembangan proksima adalah jarak antara tingkat per-
kembangan sesungguhnya dengan tingkat perkembangan potensial.
f. Teori Ausubel
Menurut Ausubel, pemecahan masalah yang sesuai adalah lebih bermanfaat bagi
siswa dan merupakan strategi yang efisien dalam pembelajaran. Kekuatan dan
makna proses pemecahan masalah dalam pembelajaran sejarah terletak pada
kemampuan siswa dalam mengambil peranan pada kumpulannya. Untuk
melancarkan proses tersebut maka diperlukan bimbingan secara langsung
daripada guru, sama ada secara lisan maupun dengan tingkah laku, manakala
siswa diberi kebebasan untuk membangun pengetahuannya sendiri.
Lebih lanjut Ausubel (dalam Kartadinata, 2001) mengemukakan, seseorang
belajar dengan mengasosiasikan fenomena, pengalaman dan fakta-fakta baru ke
dalam skemata yang telah dipelajari. Hal ini menjadikan pembelajaran akuntansi
tidak hanya sebagai konsep-konsep yang perlu dihapal dan diingat hanya pada
saat siswa mendapat materi itu saja tetapi juga bagaimana siswa mampu
menghubungkan pengetahuan yang baru didapat kemudian dengan konsep yang
sudah dimilikinya sehingga terbentuklah kebermaknaan logis.
g. Teori Konstruktivisme
Teori konstruktivisme lahir dari idea Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme adalah
satu faham bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif
berasaskan pengetahuan dan pengalaman sedia ada. Dalam Proses ini, siswa
akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan sedia ada
untuk membina pengetahuan baru. Mengikut Briner (1999), pembelajaran secara
konstruktivisme berlaku di mana siswa membina pengetahuan dengan menguji
ide dan pendekatan berasaskan pengetahuan dan pengalaman sedia ada,
mengimplikasikannya pada satu situasi baru dan mengintegerasikan pengetahuan
baru yang diperoleh dengan binaan intelektual yang sedia wujud.

19) Prinsip-Prinsip Pembelajaran


1) Pengertian Prinsip Pembelajaran
Kata prinsip berasal dari bahasa Latin yang berarti asas (kebenaran yang
menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya) dasar. Prinsip merupakan
sebuah kebenaran atau kepercayaan yang diterima sebagai dasar dalam berfikir atau
bertindak. Jadi prinsip dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi dasar pokok
berpikir, berpijak atau bertindak.
Kata pembelajaran adalah suatu aktivitas atau proses mengajar dan belajar.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar yang dilakukan oleh
pihak guru dan belajar dilakukan oleh peserta didik.
Jadi prinsip-prinsip pembelajaran adalah landasan berpikir, landasan berpijak dan
sumber motivasi agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik antara
pendidik dengan peserta didik dengan harapan tujuan pembelajaran tercapai dan
tumbuhnya proses pembelajaran yang dinamis dan terarah.
2) Macam-macam Prinsip Pembelajaran
a. Prinsip Aktivitas
Pengalaman belajar yang baik hanya bisa didapat bila peserta didik mau
mengaktifkan dirinya sendiri dengan bereaksi terhadap lingkungan. Belajar yang
berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun
aktivitas psikis. Aktifitas fisik adalah peserta didik giat dan aktif dengan anggota
badan. Dalam prinsip ini, maka tugas guru dalam mengajar antara lain:
b. Prinsip Motivasi
Motivasi berarti dorongan atau keinginan, baik datang dari dalam diri (instrinsik)
maupun dorongan dari luar diri seseorang (ekstrinsik).
c. Prinsip Lingkungan
Lingkungan adalah sesuatu hal yang berada di luar diri individu. Lingkungan
pengajaran adalah segala hal yang mendukung pengajaran itu sendiri yang
dapat difungsikan sebagai sumber pengajaran atau sumber belajar. Diantaranya;
guru, buku, dan bahan pelajaran yang menjadi sumber belajar.
d. Prinsip Individualitas (Perbedaan Individu)
Secara psikologis, prinsip perbedaan individualitas sangat penting diperhatikan
karena:
1) Setiap anak mempunyai sifat, bakat, dan kemampuan yang berbeda
2) Setiap individu berbeda cara belajarnya
3) Setiap individu mempunyai minat khusus yang berbeda
4) Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda
5) Setiap individu membutuhkan bimbingan khusus dalam menerima pelajaran
yang diajarkan guru sesuai dengan perbedaan individu.
6) Setiap individu mempunyai irama pertumbuhan dan perkembangan yang
berbeda
e. Prinsip Konsentrasi
Konsentrasi adalah pemusatan secara penuh terhadap sesuatu yang sedang
dikerjakan atau berlangsungnya suatu peristiwa. Konsentrasi sangat penting
dalam segala aktivitas, terutama aktivitas belajar mengajar.
f. Prinsip Kebebasan
Prinsip kebebasan dalam pengajaran yang dimaksud adalah kebebasan yang
demokratis, yaitu kebebasan yang diberikan kepada peserta didik dalam aturan
dan disiplin tertentu. Dan disiplin merupakan suatu dimensi kebebasan dalam
proses penciptaan situasi pengajaran.
g. Prinsip Peragaan
Alat indera merupakan pintu gerbang pengetahuan. Peragaan adalah
menggunakan alat indera untuk mengamati, meneliti, dan memahami sesuatu.
Pemahaman yang mendalam akan lahir dari analisa yang komprehensif
sehingga menghasilkan gambaran yang lengkap tentang sesuatu.
h. Prinsip Kerjasama Dan Persaingan
Kerjasama dan persaingan adalah dua hal berbeda. Persaingan yang dimaksud
bukan persaingan untuk saling menjatuhkan dan yang lain direndahkan, tetapi
persaingan yang dimaksud adalah persaingan dalam kelompok belajar agar
mencapai hasil yang lebih tinggi tanpa menjatuhkan orang atau siswa lain.
i. Prinsip Apersepsi
Apersepsi dalam pengajaran adalah menghubungan pelajaran lama dengan
pelajaran baru, sebagai batu loncatan sejauh mana anakdidik mengusai
pelajaran lama sehingga dengan mudah menyerap pelajaran baru.
j. Prinsip Korelasi
Korelasi yaitu menghubungkan pelajaran dengan kehidupan anak atau dengan
pelajaran lain sehingga pelajaran itu bermakna baginya. Korelasi akan
melahirkan asosiasi dan apersepsi sehingga dapat membangkitkan minat siswa
pada pelajaran yang disampaikan.
k. Prinsip Efisiensi dan Efektifitas
Prinsip efisiensi dan efektifitas maksudnya adalah bagaimana guru menyajikan
pelajaran tepat waktu, cermat, dan optimal. Alokasi waktu yang telah dirancang
tidak sia-sia begitu saja, seperti terlalu banyak bergurau, memberi nasehat, dan
sebagainya.
l. Prinsip Globalitas
Prinsip global atau integritas adalah keseluruhan yang menjadi titik awal
pengajaran. Memulai materi pelajaran dari umum ke yang khusus. Dari
pengenalan sistem kepada elemen-elemen sistem. Pendapat ini terkenal
dengan Psikologi Gestalt bahwa totalitas lebih memberikan sumbangan
berharga dalam pengajaran.
m. Prinsip Permainan dan Hiburan
Setiap individu atau peserta didik sangat membutuhkan permainan dan hiburan
apalagi setelah terjadi proses belajar mengajar. Bila selama dalam kelas siswa
diliputi suasana hening, sepi, dan serius, akan membuat peserta didik cepat
lelah, bosan, butuh istirahat, rekreasi, dan semacamnya. Maka guru disarankan
agar memberikan kesempatan kepada anak didik bermain, menghibur diri,
bergerak, berlari-lari, dan sejenisnya untuk mengendorkan otaknya.

20) Teori Belajar Menurut Tokoh-Tokoh Pendidikan di Indonesia


1. Ki Hajar Dewantara
Pahlawan dan sebagai Pendidik asli Indonesia, Ki Hajar Dewantara melihat
manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. Ki Hajar Dewantara mengemukakan
bahwa manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan
manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang
Semboyan dalam pendidikan yang beliau pakai adalah: Tut Wuri Handayani.
Semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya
Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Ki Hajar Dewantara juga pernah melontarkan
konsep belajar 3 dinding. Yang dimaksud belajar dengan 3 dinding bukanlah belajar
dikelas dengan jumlah dinding 3 buah (salah satu dari 4 sisi dinding tidak ada ), tetapi
konsep tersebut mencerminkan tidak ada batas atau jarak antara di dalam kelas dengan
realita di luar. Belajar bukan sekedar teori dan praktek disekolah, tetapi juga belajar
menghadapi realitas dunia. Sekolah dan Dunia menurut konsep ini berarti tidak terpisah.
Menurut Ki Hadjar Dewantara (1962: 13), metode pendidikan yang cocok dengan
karakter dan budaya orang Indonesia tidak memakai syarat paksaan. Orang Indonesia
adalah termasuk ke dalam bangsa timur. Bangsa yang hidup dalam khasanah nilai-nilai
tradisional berupa kehalusan rasa, hidup dalam kasih sayang, cinta akan kedamaian,
ketertiban, kejujuran dan sopan dalam tutur kata dan tindakan. Nilai-nilai itu disemai
dalam dan melalui pendidikan sejak usia dini anak.
Senada dengan semboyan pendidikan di atas adalah metode pendidikan yang
dikembangkan, yang sepadan dengan makna paedagogik, yakni Momong, Among dan
Ngemong, yang berarti bahwa pendidikan itu bersifat mengasuh. Mendidik adalah
mengasuh anak dalam dunia nilai-nilai. Praksis pendidikan dalam perspektif ini memang
mementingkan ketertiban, tapi pelaksanaannya bertolak dari upaya membangun
kesadaran, bukan berdasarkan paksaan yang bersifat hukuman. Pendidikan bukan
hanya masalah bagaimana membangun isi (kognisi) namun juga pekerti (afeksi) anak-
anak Indonesia, yang tentunnya diharapkan meng-Indonesia agar mereka kelak
mampu menjadi pemimpin-pemimpin bangsa yang meng-Indonesia (memiliki
kekhasan Indonesia).
Berangkat dari keyakinan akan nilai-nilai tradisional itu, Ki Hadjar yakin pendidikan
yang khas Indonesia haruslah berdasarkan citra nilai Indonesia juga. Maka ia
menerapkan tiga semboyan pendidikan yang menunjukkan kekhasan Indonesia.
2. K.H. Ahmad Dahlan
Pada tahun 1912 KH. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah yang bernama
Madarasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah di rumahnya. Sekolah ini menggunakan sistem
barat, memakai meja, kursi dan papan tulis, diberi pelajaran pengetahuan umum dan
pelajaran agama di dalam kelas. K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh perintis
berdirinya sekolah yang memberikan pendidikan agama Islam bersama dengan
pelajaran umum. Dimana pada zaman Hindia Belanda, pemerintah tidak mengajarkan
pendidikan agama di sekolah pemerintah. Atas prakarsanya ini maka pada masa
pendudukan Jepang, mulai dirintis pengajaran pendidikan agama di sekolah negeri,
meskipun belum mantap. Akan tetapi setelah Indonesia merdeka di sekolah negeri
mulai dimantapkan pelaksanaan pendidikan agama dan sejak Orde Baru pendidikan
agama secara resmi dimasukkan ke dalam kurikulum dari tingkat pendidikan Dasar,
Menengah sampai Perguruan Tinggi. Adapun komponen-komponen kurikulum yang
harus ada dalam pendidikan menurutnya adalah keimanan (tauhid), ibadah, akhlak, ilmu
pengetahuan, dan amal (karya ketrampilan). Hal ini didasarkan pada Surat Luqman
ayat 12 sampai dengan 20. (Kutoyo, 1998: 197-204). Tujuan Pendidikan menurut KH.
Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk
manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan
paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan
masyarakatnya.
3. K.H. Hasyim Asyari
K.H. Hasyim Asyari adalah peneguh pendidikan pesantren. Tujuan pendidikan
yang ideal menurut K.H. Hasyim Asyari adalah untuk membentuk masyarakat yang
beretika tinggi (akhlaqul karimah). Rumusan ini secara implisit dapat terbaca dari
beberapa hadits dan pendapat ulama yang dikutipnya. Beliau menyetir sebuah hadits
yang berbunyi: diriwayatkan dari Aisyah r.a. dari Rasulullah SAW bersabda : kewajiban
orang tua terhadapnya adalah membaguskan namanya, membaguskan ibu susuannya
dan membaguskan etikanya.
Konsep dasar belajar menurut K.H. Hasyim Asyari sesungguhnya dapat ditelusuri
melalui penjelasannya tentang etika seorang murid yang sedang belajar, etika seorang
murid terhadap pelajarannya, dan etika seorang murid terhadap sumber belajar (kitab,
buku, dan guru). Dari tiga konsep etika tersebut dapat ditemukan gambaran yang cukup
terang bagaimana konsep dan prinsip-prinsip belajar menurut beliau. K.H. hasyim
mengiventarisir terdapat sepuluh macam etika yang harus dicamkan seorang siswa
dalam belajar.
4. R. A. Kartini
Menurut Kartini, pendidikan adalah suatu proses membentuk kepribadian peserta
didik sehingga mereka mampu menyaring budaya asing, memberdayakan segi
positifnya dan meninggalkan segi negatifnya tanpa menghilangkan karakter diri sendiri.
Keagungan karakter pada diri anak inilah yang menjadi focus perhatian RA Kartini untuk
membentuk dan merubah peradaban umat manusia terutama kaum perempuan melalui
pendidikan Kartini yang beliau dirikan melaui program pendidikannya.
Untuk membangun karakter bangsa melalui pendidikan, Kartini melihat peran guru
sangat penting. Bagi kartini peran guru tidak hanya berfungsi mengembangkan potensi
fikir melalui transfer of knowledge saja, tetapi juga dalam membangun karakter atau
masalah budi pekerti. Kartini menulis Seorang guru bukan hanya sebagai pengasah
pikiran saja, melainkan juga sebagai pendidik budi pekerti. Untuk itu, maka sangat
diperlukan kemampuan komunikasi guru yang sangat prima, sehingga apa yang
disampaikan guru tepat sasaran. Kartini menulis: Tetapi apalah artinya pandai dalam
ilmu yang hendak diajarkan itu, apabila ia tidak dapat menerangkan secara jelas kepada
murid-murid. Bagi Kartini guru tidak cukup bermodal pandai, tetapi dia harus memiliki
kemampuan komunikasi juga.
5. Raden Dewi Sartika
Raden Dewi Sartika adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum wanita. Ia diakui
sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1966. Daryono
(124-135) mengemukakan dalam proses belajar mengajar di sakola Kautamaan Istri,
guru-gurunya tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan umum saja seperti membaca,
menulis, berhitung dll, akan tetapi juga memberikan berbagai keterampilan yang
dituangkan dalam pelajaran keterampilan wanita seperti memasak, menjahit,
menyulam, merenda, menyajikan makanan dll. Selain itu juga, diberikan pelajaran
akhlak atau budi pekerti dan berbagai pembinaan-pembinaan.
Dalam proses ini seorang guru dituntut untuk menggunakan lebih dari satu
metode pembelajaran jika hanya menggunakan satu metode saja dalam menyampaikan
matei pelajaran kepada murid pada akan cenderung menghasilkan kegiatan belajar
mengajar yang membosankan, sehingga anak didik terlihat kurang bergairah karena
merasa jenuh dan malas dengan proses belajar mengajar dan akhirnya tujuan
pendidikan pun tidak tercapai oleh karena itu agar tujuan pendidikan dapat tercapai
dengan maka seorang guru harus mampu mengembangkan metode pembelajaran yang
aktif, inovatif, keatif, efektif dan menyenangkan.

21) Pendekatan Pembelajaran Inovatif


Pengertian pendekatan pembelajaran menurut Sagala (2003: 62) yang
menyatakan bahwa pendekatan adalah suatu pandangan guru terhadap siswa dalam
menilai, menentukan sikap dan perbuatan yang dihadapi dengan harapan dapat
memecahkan masalah dalam mengelola kelas yang nyaman dan menyenangkan dalam
proses pembelajaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian
pendekatan adalah (1) proses, perbuatan, cara mendekati; (2) usaha dalam rangka
aktivitas pengamatan untuk mencapai pengertian tentang masalah pengamatan.
Berdasarkan pengertian pendekatan dan pembelajaran tersebut dapat
disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan cara kerja mempunyai
sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan membelajarkan
siswa guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendekatan
pembelajaran menjadi suatu kebijaksanaan yang ditempuh guru atau siswa dalam
mencapai tujuan pengajaran dilihat dari bagaimana materi disajikan.
Astuti (2012: 100) mengemukakan inovatif (innovative) yang berarti new ideas or
techniques, merupakan kata sifat dari inovasi (innovation) yang berarti pembaharuan,
juga berasal dari kata kerja innovate yang berarti make change atau introduce new thing
(ideas or techniques) in oerder to make progress. Pembelajaran, merupakan
terjemahan dari learning yang artinya belajar, atau pembelajaran. Jadi, pembelajaran
inovatif adalah pembelajaran yang dikemas oleh pebelajar atas dorongan gagasan
barunya yang merupakan produk dari learning how to learn untuk melakukan langkah-
langkah belajar, sehingga memperoleh kemajuan belajar.

22) Jenis-Jenis Pendekatan Pembelajaran Inovatif


Djamarah dan Zain (2014: 54-70) mengemukakan terdapat beberapa jenis
pendekatan dalam pembelajaran, yaitu:
1. Pendekatan Individual
Pendekatan individual adalah suatu pendekatan yang melayani perbedaan-
perbedaan perorangan siswa sedemikian rupa, sehingga dengan penerapan
pendekatan individual memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa
secara optimal. Dasar pemikiran dari pendekatan individual ini ialah adanya
pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing siswa. Sebagai individu
anak mempunyai kebutuhan dasar baik fisik maupun kebutuan anak untuk diakui
sebagai pribadi, kebutuhan untuk dihargai dan menghargai orang lain, kebutuhan rasa
aman, dan juga sebgai makhluk sosial, anak mempunyai kebutuhan untuk
menyesuaikan dengan lingkungan baik dengan temannya ataupun dengan guru dan
orang tuanya.
2. Pendekatan Kelompok
Dalam kegiatan belajar mengajar terkadang ada juga guru yang
menggunakan pendekatan lain, yakni pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok
memang suatu waktu diperlukan dan perlu digunakan untuk membina dan
mengembangkan sikap sosial anak didik. Hal ini disadari bahwa anak didik adalah
sejenis makhluk homosocius, yakni makhluk yang berkecendrungan untuk hidup
bersama.
Ketika guru akan menggunakan pendekatan kelompok, maka guru harus
sudah mempertimbangkan bahwa hal itu tidak bertentangan dengan tujuan, fasilitas
belajar pendukung, metode yang akan dipakai sudah dikuasai, dan bahan yang akn
diberikan kepada anak didik memang cocok didekati dengan pendekatan kelompok.
Karena itu, pendekatan kelompok tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tetapi
harus mempertimbangkan hah-hal yang ikut mempengaruhi penggunaannya.
3. Pendekatan Bervariasi
Ketika guru dihadapkan kepada permasalahan anak didik yang bermasalah,
maka guru akan berhadapan dengan permasalahan yang bervariasi. Setiap masalah
yang dihadapi oleh anak didik tidak selalu sama, terkadang ada perbedaan.
Permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik bervariasi, maka
pendekatan yang digunakan pun akan lebih tepat dengan pendekatan bervariasi pula.
Pendekatan bervariasi bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi
oleh setiap anak didik dalam belajar bermacam-macam. Kasus yang biasanya muncul
dalam penagajaran dengan berbagai motif, sehingga diperlukan variasi teknik
pemecahan untuk setiap kasus. Maka kiranya pendekatan bervariasi ini sebagai alat
yang dapat guru gunakan untuk kepentingan pengajaran.
4. Pendekatan Edukatif
Apapun yang guru lakukan dalam pendidikan dan pengajaran dengan tujuan
untuk mendidik, bukan karena motif-motif lain, seperti karena dendam, karena gengsi,
karena ingin ditakuti dan sebagainya.Pendekatan yang benar bagi guru adalah
dengan melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan dan perbuatan yang
dilakukan guru harus bernilai pendidikan dengan tujuan untuk mendidik anak didik
agar menghargai norma hukum, norma susila, norma sosial dan norma agama.
Kasus yang terjadi di sekolah biasanya tidak hanya satu, tetapi bermacam-
macam jenis dan tigkat kesukarannya. Hal ini menghendaki pendekatan yang tepat.
Berbagai kasus yang terjadi selain dapat didekati dengan pendekatan individual,
pendekatan kelompok, dan juga pendekatan kelompok. Namun yang penting untuk di
ingat adalah bahwa pendekatan individual harus bedampingan dengan pendekatan
edukatif. Pendekatan kelompok harus berdampingan dengan pendekatan edukatif,
dan pendekatan bervariasi harus berdampingan dengan pendekatan edukatif. Dengan
demikian, semua pendekatan yang dilakukan oleh guru harus bernilai edukatif, dengan
tujuan mendidik.
5. Pendekatan Keagamaan
Pendidikan dan pelajaran disekolah tidak hanya memberikan satu atau dua
macam mata pelajaran, tetapi terdiri dari banyak mata pelajaran. Dalam prateknya
tidak hanya digunakan satu, tetapi bisa juga penggabungan dua atau lebih
pendekatan.
Dengan penerapan prinsip-prinsip mengajar seperti prinsip korelasi dan
sosialisasi, guru dapat menyisipkan pesan-pesan keagamaan untuk semua mata
pelajaran. Khususnya untuk mata pelajaran umum sangat penting dengan pendekatan
keagamaan. Hal ini dimaksudkan agar nilai budaya ini tidak sekuler, tetapi menyatu
dengan nilai agama. Tentu saja guru harus menguasai ajaran-ajaran agama yang
sesuai dengan mata pelajaran yang dipegang. Mata pelajaran biologi, misalnya, bukan
terpisah dari masalah agama,tetapi ada hubunganya. Persoalannya sekarang terletak
mau atau tidaknya guru mata pelajaran tersebut.
6. Pendekatan Kebermaknaan
Pendekatan kebermaknaan adalah pendekatan yang memasukkan unsur-
unsur terpenting yaitu pada bahasa dan makna. Misalnya pendekatan dalam rangka
penguasaan bahasa Inggris. Bahasa Inggris adalah bahasa asing yang pertama di
indonesia yang dianggap penting untuk tujuan penyerapan dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Kegagalan penguasaan bahasa inggris oleh siswa salah satu sebabnya
kurang tepatnya pendekatan yang digunakan oleh guru selain faktor lain seperti faktor
sejarah, fasilitas, dan lingkungan serta kompetensi guru itu sendiri. Karenanya perlu
dipecahkan. Salah satu alternatif ke arah pemecahan masalah tersebut diajukanlah
pendekatan baru, yaitu pendekatan kebermaknaan.

Menurut Suprihatiningrum (2013: 161) terdapat 4 jenis pendekatan pembelajaran,


yaitu:
1. Pendekatan Inquiry-Discovery
Inquiri diawali dengan kegiatan pengamatan dalam upaya untuk memahami suatu
konsep. Siklus terdiri dari kegiatan mengamati, bertanya, menyelidiki, menganalisis, dan
merumuskan teori, baik secara individu maupun bersama-sama dengan teman lainnya.
Kemudian, mengembangkan dan sekaligus menggunakan keterampilan berpikir kritis.
Pendekatan ini melatih siswa untuk berpikir, memecahkan masalah, dan menemukan
sesuatu bukan merupakan tujuan pendidikan yang baru. Demikian pula halnya dengan
strategi pembelajaran penemuan, inkuiri atau induktif.
Pendekatan inquiry-discovery merupakan suatu kegiatan penyelidikan ilmiah,
dimana guru melibatkan siswa untuk berpikir reflektif, kreatif, dan kritis dalam
memecahkan persoalan secara sistematik untuk menemukan suatu konsep atau
prinsip.
2. Pendekatan Ketrampilan Proses
Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan
kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak
kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang
telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan,
sedangkan pendekatan keterampilan proses adalah cara memandang anak didik
sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar
mengajar memerhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai serta keterampilan.
Ketiga unsur tersebut menyatu dalam satu individu dan tampil dalam bentuk kreativitas.
Berdasarkan uraian di atas, pendekatan keterampilan proses dapat digeneralisasi
sebagai kegiatan pembelajaran dalam penekanan pengembangan keterampilan siswa
dalam memproses informasi sehingga ditemukan hal-hal yang baru dan bermanfaat,
baik berupa fakta, konsep, sikap dan nilai. Sejalan dengan asumsi di atas maka
pembelajaran dipandang sebagai suatu proses yang harus dialami oleh setiap siswa.
Pembelajaran tidak hanya menekankan kepada apa yang dipelajari, tetapi juga
menekankan bagaimana ia harus belajar. Para guru dapat menumbuhkan dan
mengembangkan potensi, kemampuan, dan keterampilan-keterampilan siswa sesuai
dengan taraf perkembangan pemikirannya.
3. Pendekatan Science Technology and Society (STS)
Pendekatan Science, Technology and Society (STS) atau pendekatan Sains,
Teknologi dan Masyarakat (STM) merupakan gabungan antara pendekatan konsep,
keterampilan proses, inkuiri dan diskoveri serta pendekatan lingkungan. Pendekatan
STS merupakan suatu pendekatan yang melibatkan interaksi antara individu dengan
lingkungan sosialnya dengan menyajikan masalah-masalah dari dunia nyata yang
mencakup seluruh aspek pendidikan, yaitu tujuan tujuan, topik/masalah yang disajikan,
strategi pembelajaran, evaluasi dan persiapan/kinerja guru sehingga siswa dapat
belajar menghargai teknologi serta memanfaatkannya demi kearifan umat manusia.
STS dapat membekali siswa untuk terjun ke kehidupan nyata sehingga ia dapat
mengimplementasikan produk sains ke dalam bentuk teknologi dan memanfaatkannya
demi kepentingan masyarakat.
Filosofi yang mendasari pendekatan STM adalah pendekatan konstruktivisme,
yaitu siswa menyusun sendiri konsep-konsep di dalam struktur kognitifnya berdasarkan
apa yang telah mereka ketahui.
4. Pendekatan Kontekstual
Secara harfiah, kontekstual berasal dari kata context yang berarti hubungan,
konteks, suasana, dan keadaan konteks. Sehingga, pembelajaran kontekstual diartikan
sebagai pembelajaran yang berhubungan dengan konteks tertentu. Menurut Suprijono
(2009: 79), pendekatan pembelajaran kontekstual atau Contexstual Teaching and
Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata, dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan
pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan membantu
siswa memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari, dengan cara
menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial
dan budaya masyarakat. Sehingga, proses belajar tidak hanya berpengaruh pada hasil
belajar yang menjadi tujuan pembelajaran, namun memberikan kebermaknaan
pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat dalam konteks dunia nyata siswa.
Selain pendekatan pembelajaran inovatif di atas, terdapat pula pendekatan yang
tidak kalah penting, yaitu pendekatan scientifik. Pendekatan scientifik merupakan
pendekatan yang diterapkan pada kurikulum 2013. Pendekatan ini berbeda dari
pendekatan pembelajaran kurikulum sebelumnya. Berikut ini merupakan uraian dari
pendekatan scientifik.
Hosnan (2014: 34) mengemukakan pendekatan scientifik adalah proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengkonstruk
konsep, hukum dan prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi
atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisa data, menarik
kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan.

23) Pengertian Dan Hakikat Pembelajaran Active Learning


Yang dimaksud dengan Cara Belajar Peserta didik Aktif (CBSA), dimana pola
atau sistem pembinaan iklim kegiatan belajar pendidik, tinggi dan aktif serta berhasil
dengan baik secara tuntas. Cara belajar seperti ini berdasarkan pola pengajaran : Child
(Student) in this society-centered instruction, dan bukan :teacher (Instructor) centered
instructor, dimana dicari keseimbangan antara kepentingan pendidik dan kepentingan
masyarakat dalam proses belajar mengajar (Ramayulis, 2005:201).
CBSA juga merupakan istilah yang bermakna sama dengan Student Active
Learning (SAL). CBSA bukan disiplin ilmu atau dalam bahasa populer bukan teori, tapi
merupakan cara, teknik atau dalam bahasa lain disebut teknologi (Ahmadi and
Supriyadi, 2008:206)
Karakter dari CBSA sebenarnya keterlibatan individu para pendidik dalam
kegiatan belajar mengajar, yang berkaitan dengan assimilasi kognitif dalam mencapai:
pengetahuan (knowledge), Pembentukan sikap (attitude), dan keterampilan (skill)
melalui kebiasaan (habit), dan latihan (training). Kesemuanya merupakan internalisasi:
mendapatkan, mengelola, menggunakan menentukan dan mengkomunikasikan hasil
belajar perolehannya tersebut. Salah satu cara untuk meninjau kadar atau derajat ke
CBSA-an ini adalah mengkonsepsikan rentangan diantara dua kutub gaya, yaitu gaya
dari pengajaran yang berpusat pada pendidik, dan gaya pengajaran yang berpusat
pada pendidik dalam lingkungan (Ramayulis, 2005:202).
Maksud dari siswa aktif disini yakni 1) siswa terlibat aktif dalam semua bentuk
kegiatan pembelajaran; 2) Siswa aktif menggunakan otaknya/pemikirannya
(menemukan ide pokok, menyelesaikan masalah, aplikasi dalam kehidupan nyata); 3)
Silberman dalam Sukardi menyatakan bahwa Siswa aktif secara fisik dalam kegiatan
pembelajaran, khususnya panca inderanya. Dalam hal ini siswa menggunakan semua
alat indra, mulai dari telinga, mata sekaligus berpikir mengolah informasi dan
mengerjakan tugas. Siswa tidak hanya mendengar saja, karena jika hanya mendengar
siswa tidak dapat mengingat banyak informasi karena mudah lupa; 4) Siswa aktif secara
mental-emosional/psikologis dalam kegiatan pembelajaran (Sukardi, 2013:111-112).
Pembelajaran aktif, juga dimaksudkan sebagai cara-cara menyampaikan bahan
ajar oleh guru yang dilakukan dengan melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan
belajar dan sekaligus mengaktifkan seluruh aspek yang ada dalam diri siswa (Sukardi,
2013:111).
Berapa ciri dari pembelajaran yang aktif sebagaimana dikemukan dalam panduan
pembelajaran model ALIS (Active Learning In School, 2009) adalah sebagai berikut: (1)
pembelajaran berpusat pada siswa, (2) pembelajaran terkait dengan kehidupan nyata,
(3) pembelajaran mendorong anak untuk berpikir tingkat tinggi, (4) pembelajaran
melayani gaya belajar anak yang berbeda-beda, (5) pembelajaran mendorong anak
untuk berinteraksi multiarah (siswa-guru), (6) pembelajaran menggunakan lingkungan
sebagai media atau sumber belajar, (7) pembelajaran berpusat pada anak, (8) penataan
lingkungan belajar memudahkan siswa untuk melakukan kegiatan belajar, (9) guru
memantau proses belajar siswa, dan (10) guru memberikan umpan balik terhadap hasil
kerja anak (Uno and Mohamad, 2013:76).
Hakikat pembelajaran aktif dengan pembelajaran pasif menurut Bobbi Deporter
dalam Harto dan Abdurrahmansyah sebagai berikut:
Belajar Aktif Belajar Pasif
Belajar apa saja dari setiap situasi Tidak dapat melihat adanya
Menggunakan apa yang dipelajari potensi belajar
untuk keuntunan anda Mengabaikan kesemptan untuk
Mengupayakan agar semuanya berkembang dari suatu
terlaksana pengalaman belajar
Bersandar pada kehidupan Membiarkan segalanya terjadi
Menarik diri dari kehidupan
Dari pengertian pembelajaran aktif merupakan pembelajaran yang menuntut anak
menjadi aktif tidak hanya dari segi fisik saja akan tetapi lebih kepada pola pikir, bekerja
sama antara satu dengan yang lain tanpa ada rasa keegoisan, dan inilah yang
diharapkan dari pembelajaran aktif. Sedangkan hakekat pembelajaran aktif yakni
menjadikan siswa yang pasif menjadi aktif dari siswa yang hanya mendengarkan
menjadi bisa mengamati, menyimpulkan sendiri.

24) Dasar Pemikiran Perlunya CBSA Dalam Proses Pengajaran


Mengapa proses pengajaran harus mengoptimalkan kadar keaktifan siswa belajar
atau CBSA? menurut Ahmadi dan Supriyono jawaban terhadap pertanyaan ini dapat di
kaji dari empat perangkat, asumsi mengenai (a) pendidikan, (b) anak didik, (c) guru, dan
(d) proses pengajaran (Ahmadi and Supriyadi, 2008:209).
1. Asumsi Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar memanusiakan manusia, atau membudayakan
manusia. Pendidikan adalah proses sosialisasi menuju kedewasaan intelektual,
sosial, moral sesuatu dengan kemampuan dan martabatnya sebagai manusia.
Atas dasar itu maka hakikat pendidikan adalah : a) interaksi manusia; b) membina
dan mengembangkan potensi manusia; c) berlangsung sepanjang hayat; d)
sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan individu; e) ada dalam
keseimbangan antara kebebasan subjek didik dengan kewibawaan guru dan; f)
meningkatkan kualitas hidup manusia.
2. Asumsi Anak didik
Asumsi anak didik didasarkan kepada : a) anak bukan manusia kecil, tapi
manusia seutuhnya yang mempunyai potensi untuk berkembang; b) setiap
individu/anak didik berbeda kemampuannya; c) individu/anak didik pada
dasaranya insan yang aktif, kreatif dan dinamis dalam menghadapi
lingkungannya; d) anak didik mempunyai motivasi untuk memenuhi
kebutuhannya.
3. Guru
Asumsi guru bertolak dari : a) bertanggung jawab atas terciptanya hasil belajar
siswa; b) memiliki kemampuan professional sebagai pengajar; c) mempunyai
kode etik keguruan; d) berperan sebagai sumber belajar, pemimpin belajar dan
fasilitator belajar sehingga memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi
siswa untuk belajar.
4. Proses Pengajaran
Beberapa asumsi proses pengajaran antara lain berikut ini : a) proses pengajaran
direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu system; b) peristiwa belajar terjadi
apabila siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru; c)
proses pengajaran akan lebih efektif apabila menggunakan metode dan teknik
yang tepat dan berdayaguna; d) pengajaran memberi tekanan kepada proses dan
produk secara seimbangan; e) inti dari proses pengajaran adalah adanya kegiatan
siswa belajar secara optimal (Ahmadi and Supriyadi, 2008:209-210).
Keempat asumsi dasar pembelajaran aktif yakni pendidikan, (b) anak didik,
(c) guru, dan (d) proses pengajaran, merupakan asumsi yang tidak terpisahkan
antara satu sama lain dimana pendidikan memberikan nilai khusus bagi seluruh anak
didik untuk mendapatkan ilmu serta anak didik yang mengembangkan potensi diri di
sekolah bukan hanya menerima suapan langsung dari guru akan tetapi siswa juga
aktif dalam pembelajaran di kelas sesuai dengan proses pengajaran.

25) Komponen-Komponen yang dapat Menciptakan CBSA di SD


Komponen-komponen yang menentukan dan dapat menciptakan suasana CBSA
dalam pengajaran, adalah (Ramayulis, 2005:204-206) :
1. Komponen Bahan Pelajaran
Upaya memprogram suatu bahan pengajaran yang akan disajikan
kepada para pendidik yang mendukung lahirnya CBSA, ialah :
a. Bahan pelajaran merupakan kebulatan dari konsep yang diprogramkan.
b. Mencakup multi demensi, jika diukur dari sudut waktu, ruang dan tujuan
(sasarannya).
c. Pengorganisasian dan pengembangan bahan, hendaklah memakai prinsip :
1) Expending community approach
2) Interdiciplinair
3) Open-ended, dan
4) Sesuai dengan tingkat kematangan pendidik
2. Komponen Anak didik
a. Anak didik harus diperlakukan tidak hanya sebagai objek, tapi juga sebagai
subyek, dimana seluruh potensi yang ada dalam diri pendidik dapat
difungsikan atau dikembangkan, baik dari bahan pelajaran pendidik, media,
suasana kelas, kawan-kawan sebaya dan lain-lainnya.
b. Ketertiban anak didik dalam proses belajar, dapat ditingkatkan dengan:
1) Membuka dan mendorong kesempatan/keberanian anak didik untuk
mengemukakan pertanyaan, mengemukakan tanggapan dan pendapat
serta kemauan dan keinginannya belajar,
2) Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk belajar sesuai
caranya sendiri.
3) Mendorong minat anak didik untuk mengetahui lebih lanjut.
3. Komponen Pendidik
Dalam CBSA peranan pendidik diharapkan:
a. Sebagai programmer yang aktif dan kreatif,
b. Sebagai pelaksana yang dinamis, suka menolong dan bersikap bersahabat,
c. Sebagai pemberi hadiah (rewarder) yang supportif dan objektif.
d. Sebagai pengambil keputusan yang terampil,
e. Sebagai manager yang berwibawa,
f. Sebagai evaluator yang mampu dan terlatih,
g. Sebagai peneliti yang mampu memanfaatkan hasilnya untuk keberhasilan
pelajarannya.
4. Komponen media
Yang dimaksud dengan media disini adalah dalam penger-tian yang luas,
dimana termasuk metode, alat serta kegiatan yang dalam CBSA dapat dibina
dengan menggunakan multi metode, yaitu dengan mempergunakan berbagai
jenis metode dan media yang dapat mengaktifkan pendidik.
5. Komponen evaluasi
Pemakain teknik evaluasi tradisional, tidak dapat menghasilkan CBSA
yang berkadar tinggi. Pendidik hendaklah memakai teknik penilaian yang
beragama seperti: Tidak hanya dengan menggunakan tes objektif saja, tetapi
juga dengan memakai bermacam tes, seperrti: tes lisan, tertulis, observasi,
laporan dan sebagainya.
Untuk menjadikan pembelajaran menjadi aktif, maka ini tidak tercipta begitu
saja, tetapi ada rancangan yang sengaja dibuat. Dalam bahasa instruksional terjadi
skenario guru dalam pembelajaran. Melalui program ALIS (Active Learning In
School) beberapa hal yang harus dilakukan guru meliputi (1) membuat rencana
secara hati-hati dengan memperhatikan detail berdasarkan atas sejumlah tujuan
yang jelas yang dapat dicapai, (2) memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar
secara aktif dan mengaplikasikan pembelajaran mereka dengan metode yang
beragam sesuai dengan konteks kehidupan nyata siswa, (3) secara aktif mengelola
lingkungan belajar agar tercipta suasana yang nyaman, tidak bersifat mengancam,
berfokus pada pembelajarna serta dapat membangkitkan ide yang pada gilirannya
dapat memaksimalkan waktu, sumber-sumber yang menjamin pembelajaran aktif
berjalan, serta (4) menilai sisa dengan cara-cara yang dapat mendorong siswa untuk
menggunakan apa yang telah mereka pelajari di kehidupan nyata, dalam hal ini
disebut penilaian otentik (Uno and Mohamad, 2013:77).
Komponen-komponen ini merupakan komponen yang dapat menciptakan
pembelajaran aktif ada: komponen bahan pelajaran, komponen anak didik, pendidik,
komponen media, komponen evaluasi, keempat komponen ini akan menjadikan
pembelajaran aktif yang menjadikan siswa lebih mengeluarkan segenap fikirannya
untuk mengeluarkan segala ide serta gagasan yang ada pada diri anak didik.

26) Kegiatan Pembelajaran Berbasis Siswa Aktif di SD.


Pembelajaran siswa aktif ini sudah mulai dibudayakan oleh guru di sekolah umum
ataupun madrasah dengan munculnya kurikulum 2013 tentunya guru dituntut untuk
menjadikan siswa sebagai pusat dari pembelajaran (Student centered) ini membuktikan
dari pelatihan-pelatihan yang diikuti guru menunjukkan bahwa siswalah yang harus
lebih banyak aktivitasnya dari pada guru akan tetapi gurunya mengarahkan dan
mengayomi siswa.
Sebagai pusat belajar, siswa harus lebih aktif berkegiatan untuk membangun
suatu pemahaman keterampilan dan sikap tertentu. Aktivitas siswa menjadi penting
ditekankan karena belajar itu pada hakikatnya adalah proses yang aktif di mana siswa
menggunakan pikirannya untuk membangun pemahaman. Siswa tidak lagi cukup
belajar hanya dengan sekedar menyerap dan menghapal pengetahuan yang dituangkan
oleh guru. Potensi otak manusia tidak hanya dapat difungsikan untuk menghapal dan
mengingat, tetapi juga untuk mengolah informasi yang diperoleh dan membangun
pengertian-pengertian baru. Inilah yang lazim disebut dengan istilah keterampilan
mengolah informasi (Harto and Abdurrahmansyah, 2009:121-122)
Dengan diaktifkannya siswa dalam belajar akan semakin terlatih mereka
menggunakan kemampuan berpikirnya. Karena itu esensi pembelajaran aktif bukan
terletak pada gaduh atau hebohnya suasana kelas karena aktivitas fisik siswa,
melainkan pada penggunaan aktivitas berpikir yang tinggi. Seorang anak yang diam
menganalisis buku teks misalnya dapat dikatakan sebagai siswa yang aktif dalam
belajar, karena ia menggunakan kemampuan berpikirnya untuk melakukan analisis dan
menyusun kesimpulan (Harto and Abdurrahmansyah, 2009:122).
Pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan)
juga berpusat pada anak (studen-centered learning) dan pembelajaran harus bersifat
menyenangkan (learning is fun), agar mereka termotivasi untuk belajar sendiri tanpa
diperintah dan agar mereka tidak merasa terbebani atau takut di samping itu, PAKEM
adalah penerjemahan dari empat pilar pendidikan yang dicanangkan oleh UNISCO: 1)
learning to know, yaitu mempelajari ilmu pengetahuan berupa aspek kognitif dalam
pembelajaran, 2) learning to do, yaitu belajar melakukan yang merupakan aspek
pengamalan dan pelaksanaannya, 3) learning to be, yaitu belajar menjadi diri sendiri
berupa apsek kepribadian dan kesesuaian dengan diri anak (ini juga sesuai dengan
konsep multiple intelligencedari Howard Gardner, dan 4) learning to life together, yaitu
belajar hidup dalam kebersamaan yang merupakan aspek kesosialan anak, bagaimana
bersosialisasi, dan bagaimana hidup toleransi dalam keberagaman yang ada di
sekililing siswa (Rusman, 2011:321-322).
Dalam upaya mengaktifkan siswa sejak awal pembelajaran ada beberapa strategi
yang bisa digunakan, yaitu:
1. Strategi pembentukan tim
Stategi ini untuk menjadikan siswa saling mengenal yang akan menyemarakan
lingkungan belajar aktif dengan memberi siswa kesempatan bergerak secara
fisik, berbagai pendapat dan perasaan secara terbuka, dan mencapai sesuatu
yang bisa mereka banggakan.
Contoh pembelajaran aktif dalam tim diungkapkan Mel Silberman yakni : Trading
Places, Group Resume, TV Commercial, The Company You Keep, Rally Getting
Acquainted, Team Getaway, The Great Wind Blows, dan Setting Class Groud
Rules (Silberman, 1996:67-91).
2. Strategi penilaian secara tepat
Strategi berikut dapat digunakan secara bersamaan dengan strategi
pembentukan tim. Strategi ini dirancang untuk membantu guru menilai mata
pelajaran dan pada saat yang sama dapat melibatkan peserta didik sejak dari
awal, yaitu : Assessment Search, Questions Students Have, Instant
Assessment, A Representative Sample, dan Class Concern (Silberman,
1996:94-103).
3. Strategi melibatkan siswa
Cara lain untuk membuat siswa aktif dari awal adalah dengan menggunakan
srategi-strategi pelibatan secara langsung ini, yaitu: Active Knowledge Sharing,
Rotating Trio Exchange, Go To Your Post, Lightening The Learning Climate,
Exchanging Viewpoints, True or Ralse?, dan Buying Into The Course
(Silberman, 1996:105-119)
4. Membantu siswa dalam belajar
Belajar aktif tentang informasi, ketrampilan, dan sikap terjadi lewat suatu proses
pencarian. Pera pembelajar lebih berada dalam suatu bentuk pencarian
daripada sebuah bentuk reaktif (reactive). Yakni, mereka mencari jawaban
terhadap pertanyaan baik yang ditentukan pada mereka maupun yang
ditentukan oleh mereka sendiri (Hamruni, 2008:187).
Kegiatan pembelajaran aktif yang terbagi atas empat strategi yakni: strategi
pembentukan tim dalam stategi ini tentunya siswa menjadi lebih kenal antara satu sama
lain dan dituntut untuk lebih kompak dalam tim tersebut untuk membahas materi yang
telah diberikan oleh guru atau menyelesaikan suatu permasalahan, strategi penilaian
secara tepat untuk menjadikan anak semakin berkompetensi di dalam kelas guru harus
memberikan nilai yang tepat dan adil kepada siswa yang aktif dengan siswa pasif,
strategi melibatkan siswa untuk menjadikan siswa berpartisipasi aktif dalam mengamati
menilai sendiri, menilai sesama teman ataupun dalam mempresentasikan materi antar
kelompok, dalam pembelajaran aktif ini sangat membantu siswa dalam belajar agar
lebih ingat dalam memori jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai