Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENGERTIAN, FUNGSI DAN CONTOH PENGEMBANGAN SISTEM


INSTRUKSIONAL
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Sumber Belajar

Dosen Pengampu
Sukirman

Disusun Oleh :
Sita Ambarwati (1102414083)
Dewinta Oktaulia H (1102414096)
Riza Faisol (1102414095)
M. Iqbal Afianto (1102414)

Kurikulum dan Teknologi Pendidikan


Fakulas Ilmu pendidikan
Universitas Negeri Semarang
Tahun Ajaran 2016

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengembangan sistem pembelajaran (instruksional) merupakan salah satu bentuk
pembaharuan sistem instruksional yang banyak dilakukan dalam rangka pembaharuan sistem
pendidikan, dengan maksud agar sistem tersebut dapat lebih serasi dengan tuntutan
kebutuhan masyarakat, serasi pula dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tujuan utama meningkatkan produktivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Namun demikian, pendekatan yang sistematis dalam kegiatan instruksional ini dilakukan
dengan cara yang berbeda-beda, dan dengan sebutan yang berbeda-beda pula. Sebutan itu di
antaranya adalah: pengembangan instruksional, desain instruksional, pengembangan sistem
instruksional, pengembangan program instruksional, pengembangan produk instruksional,
pengembangan organisasi, dan pengembangan kemampuan mengajar. Tetapi istilah populer
yang lazim digunakan adalah pengembangan instruksional (pembelajaran), yang merupakan
padanan dari istilah instructional development. Istilah yang disebutkan terakhir ini adalah
merupakan istilah resmi yang dibakukan oleh organisasi profesi AECT (Association for
Educational Communication and Technology) di Amerika Serikat.
Dalam operasionalnya pengembangan sistem intruksional ini dapat dilaksanakan untuk
jangka pendek maupun jangka panjang, dapat dilaksanakan untuk satu topik sajian, satu
periode latihan, satu semester, satu bidang studi, atau bahkan satu sistem yang lebih besar
lagi. Pengembangan instruksional ini terdiri dari seperangkat kegiatan yang meliputi
perencanaan,pengembangan, dan evaluasi terhadap sistem instruksional yang sedang
dikembangkan. Hasil akhir dari pengembangan instruksional ialah suatu sistem instruksional,
yaitu materi dan strategibelajar mengajar yang dikembangkan secara empiris yang secara
konsisten telah dapat mencapai tujuan instruksional tertentu.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian pengembangan sistem instruksional ?
2. Apakah fungsi dari pengembangan sistem Instruksional ?
3. Bagaimana contoh pengembangan sistem Instruksional ?

C. Tujuan Pembelajaran

1. Memahami pengertian pengembangan sistem instruksional.


2. Memahami fungsi dari pengembangan sistem Instruksional.
3. Menganalisis contoh dari pengembangan sistem Instruksional.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengembangan Sistem Instruksional


Sistem instruksional adalah semua materi (konsep) pembelajaran dan metode yang
telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk mencapai tujuan dalam keadaan yang
sebenarnya (Baker, 1971). Hal ini menunjukkan bahwa materi pembelajaran yang akan guru
sampaikan kepada warga belajar harus materi yang telah teruji validitas dan reliabelnya.

Materi pembelajaran yang valid dan reliabel akan sangat mendukung pencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan. Di samping itu, walaupun materi pembelajaran sudah
valid dan reliabel, tetapi kalau cara penyampainnya kurang baik, besar kemungkinan tujuan
tidak akan tercapai. Oleh karena itu, diperlukan cara penyampaian atau cara pembelajaran,
yaitu metode yang telah teruji yang memungkinkan dapat digunakan dengan baik pada
pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan menurut Twelker:1972, pengembangan instruksional
adalah cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi
seperangkat materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Pengembangan instruksional terdiri dari seperangkat kegiatan yang meliputi
perencanaan, pengembangan, dan evaluasi terhadap sistem instruksional yang sedang
dikembangkan. Hasil akhir dari pengembangan instruksional ialah suatu sistem instruksional,
yaitu materi dan strategi belajar mengajar yang dikembangkan secara empiris yang secara
konsisten telah dapat mencapai tujuan instruksional tertentu.
Dari beberapa konsepsi dasar tentang pengembangan sistem instruksional, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pengembangan instruksional adalah teknik pengelolaan dalam
mencari pemecahan masalah-masalah instruksional atau, setidak-tidaknya, dalam
mengoptimalkan pemanfaatan sumber belajar yang ada untuk memperbaiki pendidikan.

1. Prinsip dasar pengembangan sistem instruksional


Sebagai bagian dari teknologi pendidikan, pengembangan sistem instruksional tentunya
mempunyai prinsip dasar yang sama dengan teknologi pendidikan, yakni: berfokus
pada siswa, menggunakan pendekatan sistem, dan berupaya memaksimalkan
penggunaan berbagai sumber belajar.
Berfokus pada siswa
Prinsip ini memandang bahwa, dalam rangka penerapan pengembangan sistem
instruksional, siswa adalah sentral kegiatan pembelajaran. Prinsip ini juga
memandang bahwa dalam setiap proses pembelajaran, siswa hendaknya bertindak
sebagai pihak yang aktif dan dibuat aktif. Tetapi hal ini bukan berarti bahwa guru
adalah pihak yang pasif. Keduanya harus bertindak aktif.
Pendekatan sistem
Prinsip ini memandang bahwa masalah belajar adalah suatu sistem. Maksudnya,
penanganan terhadap satu komponen pembelajaran dalam rangka pelaksanaan
pengembangan sistem instruksional harus pula mempertimbangkan integrasi
komponen yang lain sehingga diperoleh efek yang sinergistik untuk memecahkan
masalah-masalah belajar.

Pemanfaatan sumber belajar secara maksimal


Prinsip ini memandang bahwa semua komponen sumber belajar baik pesan, orang,
bahan, peralatan, teknik, dan latar harus dimanfaatkan secara luas dan maksimal
dalam rangka memecahkan masalah-masalah belajar sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai.

2. Tingkatan pengembangan sistem instruksional


Beberapa tingkatan pengembangan sistem instruksianal dapat kita lihat sebagai
berikut:
a. Tingkatan Sistem
Pengembangan sistem instruksianal tingkatan sistem ini dimaksudkan
untuk menghasilkan sistem pembelajaran yang besar. Kegiatan biasanya
berangkat dari nol, yakni tidak adanya sistem tersebut sampai dengan
dihasilkannya suatu sistem. Kegiatan ini didahului dengan kegiatan awal yang
mendalam dan menyeluruh, yang meliputi: analisis kebutuhan, analisis topik,
serta analisi tugas. Kegiatan ini tidak hanya berbicara masalah pembelajaran
saja tetapi juga masalah pendidikan secara keseluruhan. Masalah yang
mendorong dilakukannya kegiatan ini bukan hanya sekedar masalah
pembelajaran, melainkan keseluruhan sistem pendidikan dan latihan yang
dihadapi oleh lembaga yang bersangkutan. Sedangkan sistem
pendidikan/latihan yang menyeluruh itu meliputi masukan mentah
(siswa/peserta), jumlah dan kualifikasinya; masukan instrumental
(kurikulum/program, fasilitas, dana, dan lainnya); proses/pelaksanaan kegiatan
pendidikan/latihan itu sendiri; serta hasil itu yang sesuai dengan tujuan dan
kebutuhan. Oleh karena itu kegiatan ini melibatkan banyak orang terdiri dari
ahli teknologi pembelajaran, ahli bidang studi, guru, dan sebagainya.
b. Tingkatan Kelas
Pengembangan sistem instruksianal tingkat kelas ini pada hakikatnya
adalah merupakan penjabaran lebih lanjut dari pengembangan sistem
instruksianal tingkatan sistem untuk dilaksanakan dalam tingkatan kelas.
Dengan kata lain, pengembangan sistem instruksianal tingkatan kelas ini
adalah identik dengan penyusunan persiapan mengajar oleh guru untuk satu
atau lebih topik tertentu. Kegiatan awalnya sangat sederhana, biasanya berupa
penilaian tingkat kemampuan awal siswa. Pada pengembangan sistem

instruksianal tingkatan kelas ini diasumsikan bahwa kurikulum/program


pembelajaran, fasilitas, siswa/peserta latihan, pengajar, dan sebagainya.
c. Tingkatan Produk
Tujuan pengembangan sistem instruksianal tingkatan produk ini adalah
untuk memproduksi satu atau lebih produk pembelajaran tertentu. Oleh karena
itu, kegiatan ini didahului dengan mengkaji masalah-masalah pembelajaran
yang ada untuk mengetahui masukan yang diperlukan. Hasil kegiatan ini
berupa paket pembelajaran seperti modul, media audiovisual, dan lain-lain
bahan belajar yang bentuknya disesuaikan dengan karakteristiknya.
d. Tingkatan Organisasi
Pengembangan sistem instruksianal tingkat organisasi ini
dimaksudkan tidak hanya untuk meningkatkan pembelajaran, tetapi juga
memodifikasi atau mengubah organisasi dan personil suatu lembaga atau
organisasi ke situasi yang baru agar efektivitas dan efisiensi organisasi
tersebut meningkat.Kegiatan ini diawali dengan bertolak dari analisis
pekerjaan, atau analisis isi ajaran. Analisis ini akan menghasilkan emat
kemungkinan, yakni: (1) perlunya diklat khusus diluar pekerjaan karena ada
sejumlah kemampuan yang belum dikuasai, (2) perlunya latihan dalam jabatan
karena ada sejumlah kemampuan khusus yang harus dikuasai, (3) perlunya ada
pengawasan dan pembinaan yang ketat dalam pelaksanaan pekerjaan karena
dituntut adanya ketepatan perbuatan dalam suatu tugas.

B. Fungsi Pengembangan Sistem Instruksional


Pada umumnya setiap kegiatan memiliki tujuan dan fungsi, demikian pula dengan
pengembangan instruksional. Sesuai definisi dari pengembangan instruksional, tujuan
utamanya adalah untuk menghasilkan sistem instruksional yang efektif dalam rangka
perbaikan pengajarn pendidikan. Sedangkan tujuan khususnya antara lain, yaitu:
Untuk mengidentifikasi masalah-masalah instruksional serta mengorganisasi
alat pemecahan masalah tersebut.
Untuk menghasilkan strategi belajar-mengajar yang efektif dalam rangka
perbaikan pengajaran dan pendidikan.
Untuk menghasikan perencanaan instruksional yang efektif dalam rangka
perbaikan pengajaran dan pendidikan.
Untuk menghasilkan evaluasi belajar-mengajar yang efektif dalam rangka
perbaikan pengajaran dan pendidikan.

Untuk mengidentifikasi kebutuhan dan karakteristik peserta didik.


Untuk mengidentifikasi alt dan media yang cocok dan sesuai dengan tujuan
instruksional dalam proses belajar mengajar.
Untuk menentukan dan mengidentiikasi materi pengajaran yang cocok, agar
belajar-mengajar dapat berjalan efektif.

Teknologi instruksional adalah suatu proses yang kompleks dan terpadu meliputi
manusia, prosedur, ide, alat, dan organisasi untuk menganalisa masalah serta merancang,
melaksanakan, menilai, dan mengelola usaha pemecahan masalah dalam situasi dimana
belajar itu bertujuan dan terkontrol (AECT, 1977 dalam Najibudin). Komponen sistem
instruksional terdiri dari pesan, orang, bahan, alat, teknik dan lingkungan. Tiap unsur tersebut
merupakan sumber belajar bagi siswa. Komponen sistem instruksional atau sumber belajar
tersebut dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Komponen sistem instruksional tersebut
sudah dirancang sedemikian rupa oleh fungsi pengembangan instruksional sesuai dengan
fungsinya dalam merancang, melaksanakan dan menilai. Unsur-unsur fungsi pengembangan
instruksional tersebut adalah riset, teori, desain, produksi, evaluasi, seleksi, logistik,
pemanfaatan dan penyebaran.
Fungsi pengembangan instruksional sebelumnya telah diarahkan dan dikoordinasikan
oleh fungsi pengelolaan instruksional yang terdiri dari pengelolaan organisasi dan
pengelolaan personalia. Fungsi pengelolaan instruksional bertujuan mengawasi salah satu
atau lebih fungsi pengembangan atau fungsi pengelolaan lainnya untuk menjamin
pengoperasian yang efektif.
Fungsi ini menolong Jurusan atau Departemen dan Staf tenaga pengajar secara
individual di dalam membuat desain dan pemilihan options untuk meningkatkan efektifitas
dan efesiensi proses belajar dan mengajar, hal ini meliputi :
1. Sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, dalam
perbaikan situasi pengajaran dan pendidikan.
2. Sebagai pedoman guru dalam mengambil keputusan instrusional, yang meliputi:
a. Mengidentifikasi kebutuhan dan karakteristik perserta didik.
b. Menentukan tujuan instruksional.
c. Menentukan strategi belajar-mengajar.
d. Menentukan materi pelajaran
e. Menentukan media dan alat peraga
f. Menentukan evaluasi pengajaran dan lain-lain
3. Sebagai alat pengontrol/evaluasi, kesesuain antara perencanaan instruksional dengan
pelaksanaan belajar-mengajar

4. Sebagai balikan/feed back bagi guru tentang keberhasilan pelaksanaan belajarmengajar dalam rangka melakukan perbaikan situasi pengajaran dan pendidikan.
Agar pengembangan instruksional mampu mencapai tujuan dan fungsi secara baik,
pengembangan instruksional hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut:1) kualitas
pengembangan, 2) efektivitas pengembangan, 3) efesiensi pengembangan dan 4)
relevansi pengembangan.
C. Contoh Pengembangan Sistem Instruksional
Ada beberapa model pengembangan instruksional, misalnya model pengembangan
instruksional Briggs, Banathy, PPSI ( Prosedur Pengembangan Sisstem Instruksional ),
Kemp, Gerlach dan Ely, IDI ( Instrucsional Development Institute), dan lain-lain.
Dalam aplikasinya, model-model tersebut diatas mempunyai banyak perbedaan dan
persamaan. Perbedaan model-model tersebut terletak pada istilah yang dipakai, urutan, dan
kelengkapan langkahnya. Persamaannya ialah bahwa setiap model mengandung kegiatan
yang dapat digolongkan, ke dalam tiga kategori kegiatan pokok, yaitu:
1. Kgiatan yang membantu menentukan masalah pendidikan dan mengorganisasi alat
untuk memecahkan masalah tersebut;
2. Kegiatan yang membantu menganalisis dan mengambangkan pemecahan masalah;
dan
3. Kegiatan yang melayani keperluan evaluasi pemecahan masalah tersebut.
Semua kegiatan tersebut satu dengan lainnya dihubungkan oleh suatu sistem umpan
balik yang terpadu dalam model bersangkutan. Adapun sistem umpan balik tersebut
memungkinkan adanya perbaikan-perbaikan sistem instruksional selama dikembangkan.
Aplikasi system pengembangan instruksional secara visual dapat digambarkan sebagai
berikut:
A. Model Kemp
Model pengembangan instruksional menurut Kemp (1977), atau yang disebut
disain instruksional, terdiri dari delapan langkah, yaitu:
a) Menentukan tujuan istruksional umum (TIU), yaitu tujuan yang ingin dicapai
dalam mengajarkan masing-masing pokok bahasan;
b) Membuat analisis tentang karakteristik siswa. Analisis ini diperlukan antaral lain
untuk mengetahui, apakah latar belakang pendidikan, dan sosial budaya siswa
memungkinkan untuk mengikuti program, dan langkah-langkah apa yang perlu
diambil;
c) Menentukan tujuan instruksional secara spesifik, operasional, dan terukur. Dengan
demikian siswa akan tahu apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya,
dan apa ukurannya bahwa dia telah berhasil. Dari segi pengajar rumusan itu akan
berguna dalam menyusun tes kemampuan/keberhasilan dan pemilihan materi yang
sesuai;
d) Menetukan materi/bahan pelajaran yang sesuai dengan TIK;
e) Menetapkan penjajagan awal (pre-assessment). Ini diperlukan untuk mengetahui
sejauh mana siswa telah memenuhi prasyarat belajar yang dituntut untuk mengikuti
program yang bersangkutan. Dengan demikian pengajar dapat memilih materi yang
diperlukan tanpa harus menyajikan yang tidak perlu, dan siswa tidak menjadi
bosan;
f) Menentukan strategi belajar-mengajar yang sesuai. Criteria umum untuk pemilihan
strategi belajar-mengajar yagn sesuai dengan tujuan instruksional khusus tersebut

adalah: (1) efisiensi, (2) keefektifan, (3) ekonomis, dan (4) kepraktisan, melalu
suatu analisis alternatif;
g) Mengkoordinasikan saranan penunjang yang diperlukan yang diperlukan meliputi
biaya, fasilitas, peralatan, waktu, dan tenaga, dan
h) Mengadakan evaluasi. Evaluasi ini sangat perlu untuk mengontrol dan mengaji
keberhasilan program secara keseluruhan, yaitu (1) siswa, (2) program
instruksional, (3) instrumen evaluasi/tes, maupun (4) metode.
Kelebihan :
a. Segala kegiatan telah terpeinci
b. Dalam penyampaian materi akan bisa disesuaikan dengan kemampuan siswa karena
adanya pre test
Kekurangan :
a. Membutuhkan waktu yang lama dalam perencanaan
b. Waktu untuk penyampaian materi berkurang untuk pemberian pre test
B. Model Pengembangan Gerlach dan Ely
Model yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971) dimaksudkan sebagai
pedoman perencanaan mengajar. Pengembangan sistem instruksional menurut model ini
melibatkan sepuluh unsur seperti terlihat dalam flow chart di halaman berikut.
a) Merumuskan tujuan.
Tujuan instruksional harus dirumuskan dalam kemampuan apa yang harus dimiliki
pada tingkat jenjang belajar tertentu.
b) Menentukan isi materi.
Isi materi berbeda-beda menurut bidang studi, sekolah, tingkatan dan kelasnya,
namun isi materi harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapainya.
c) Menurut kemampuan awal.
Kemampuan awal siswa ditentukan dengan memberikan tes awal. Pengetahuan
tentang kemampuan awal siswa ini penting bagi pengajar agar dapat memberikan
dosis pelajaran yang tepat; tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Pengetahuan
tentang kemampuan awal juga berguna untuk mengambil langkah-langkah yang
diperlukan, misalnya apakah perlu persiapan remedial.
d) Menentukan teknik dan strategi.
Menurut Gerlach dan Ely, strategi merupakan pendekatan yang dipakai pengajar
dalam memanipulasi informasi, memilih sumber-sumber, dan menentukan
tugas/peranan siswa dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan perkataan lain, pada
tahap ini pengajar harus menentukan cara untuk dapat mencapai tujuan instruksional
dengan sebaik-baiknya. Dua bentuk umum tentang pendekatan ini adalah berntuk
eksopose (espository) yang lazim dipergunakan dalam kuliah-kuliah tradisional,
biasanya lebih bersifat komunikasi satu arah, dan bentuk penggalian (inquiry) yang
lebih mengutamakan partisipasi siswa dalam proses belajar-mengajar. Dalam
pengertian instruksional yang sempit, metode ini merupakan rencana yang sistematis
untuk menyajikan pesan atau informasi instruksional.
e) Pengelompokan belajar.
Setelah menentukan pendekatan dan metode, pengajar harus mulai merencanakan
bagaimana kelompok belajar akan diatur. Pendekatan yang menghendaki kegiatan
belajar secara mandiri dan bebas (independent study) memerlukan pengorganisasian
yang berbeda dengan pendekatan yang memerlukan banyak diskusi dan partisipasi
aktif siswa dalam ruang yang kecil, atau untuk mendengarkan ceramah dalam ruang
yang luas.

f) Menentukan pembagian waktu.


Pemilihan strategi dan teknik untuk ukuran kelompok yang berbeda-beda tersebut
mau tidak mau akan memaksa pengajar memikirkan penggunaan waktunya, yaitu
apakah sebagian besar waktunya harus dialokasikan untuk presentasi atau pemberian
informasi, untuk pekerjaan laboratorium secara individual, atau untuk diskusi.
Mungkin keterbatasan ruangan akan menuntut pengaturan yang berbeda pula karena
harus dipecah ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil.
g) Menentukan ruang.
Sesuai dengan tiga alternative pengelompokan belajar seperti pada no.e, alokasi ruang
ditentukan dengan menjawab apakah tujuan belajar dapat dipakai secara lebih efektif
dengan belajar secara mandiri dan bebas, berinteraksi antarsiswa, atau mendegarkan
penjelasan dan bertatap muka dengan penagajar.
h) Memilih media instruksional yang sesuai.
Pemilihan media ditentukan menurut tanggapan siswa yang disepakati. Jadi tidak
sekadar yang dapat memberikan stimulus rangsangan belajar. Gerlach dan Ely
mambagi media sebagai sumber belajar ini ke dalam lima katergori, yaitu: (a) manusia
dan benda nyata, (b) media visual proyeksi, (c) media audio, (d) media cetak, dna (e)
media display.
i) Mengevaluasi hasil belajar.
Kegiatan belajar adalah interaksi antara pengajar dan siswa, interaksi antara siswa dna
media instruksional. Hakiakat belajar adalah perubahan tingkah laku belajar pada
akhir kegiatan instruksional. Semua usaha kegiatan pengembangan instruksional di
atas dapat dikatakan berhasil atau tidak setelah tingkah laku akhir belajar tersebut
dievaluasi. Instrumen evaluasi dikembangkan atas dasar rumusan tujuan dan harus
dapat mengukur keberhasilan secara benar dan objektif. Oleh sebab itu, tujuan
instruksional harus dirumuskan dalam tingkah laku belajar siswa yang terukur dan
dapat diamati.
j) Menganalisis umpan balik.
Analisis umpan balik merupakan tahap terakhir dari pengembangan sistem
instruksional ini. Data umpan balik yang diperoleh dari evaluasi, tes, observasi,
maupun tanggapan-tanggapan tentang usaha-usaha instruksional ini menentukan,
apakah sistem, metode, maupun media yang dipakai dalam kegiatan instruksional
tersebut sudah sesuai untuk tujuan yang ingin dicapai atau masih perlu
disempurnakan.
C. Model BRIGS
Model yang dikembangkan oleg Briggs ini beroreintasi pada rancangan system
dengan sasaran dosen atau guru yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan instruksional
maupun tim pengembangan instruksional, yang susunan anggotanya meliputi antara lain
dosen, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media dan perancang instruksional.
Briggs berpendapat bahwa model ini sesuai untuk pengembangan program-program latihan
jabatan tidak hanya terbatas pada lingkungan program-program akademis saja. Disamping itu
model Briggs dirancang sebagai metodologi pemecahan masalah instruksional.
Model pengembangan Briggs ini bersandarkan pada prinsip keselarasan antara:
Tujuan yang akan dicapai ( mau kemana ?)
Strategi untuk mencapainya ( dengan apa ? )
Evaluasi keberhasilannya ( bilamana sampai tujuan ? )
Dengan mengutip pendapat Briggs ( 1977), berdasarkan 3 (tiga) prinsip dasar
pengembangan yang dipakai, urutan langkah kegiatan pengembangan instruksional menurut
Briggs, adalah sebagai berikut:

a) Tujuan yang akan dicapai (Mau kemana?) Meliputi :


1) Identifikasi masalah ( penentuan tujuan )
Dalam langkah ini Briggs menggunakan pendekatan bertahap; yaitu:
Mengidentifikasi tujuan kurikulum secara umum dan luas
Menentukan prioritas tujuan
Mengidentifikasi kebutuhan kurikulum baru
Menentukan prioritas remedialnya.
2) Rumusan tujuan dalam perilaku belajar
Sesudah tujuan kurikuler yang bersifat umum ditentukan dan diorganisasi
menurut tujuan yang lebih khusus, tujuan ini sebaiknya dirumuskan dalam
tingkah laku belajar yang diukur.
3) Penyusunan materi/silabus
4) Analisis tujuan
Dalam hal ini perlu diadakan analisis terhadap tiga hal; yaitu:
Proses informasi, untuk menentukan tata urutan pemikiran yang logis
Klasifikasi belajar, untuk mengidentifikasi kondisi belajar yang diperlukan
Tugas belajar, untuk menentukan persyaratan belajar dan kegiatan belajar
mengajar yang sesuai.
b) Strategi untuk mencapainya (Dengan apa?) Meliputi:
Penyiapan evaluasi hasil belajar
Menentukan jenjang belajar dan strategi instruksional
Rancangan instruksional ( guru )
Dalam pengembangan strategi instruksional oleh guru ini, guru perlu
menjabarkan stategi dalam teknik mengajar dalam fungsinya sebagai penyeleksi
materi pelajaran. Kegitan ini meliputi:
o Memilih media
o Perencanaan kegiatan belajar
o Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
o Pelaksanaan evaluasi belajar
Strategi instruksional ( tim pengembangan instruksional )
Dalam hal ini dilakukan oleh tim pengembangan instruksional, terdiri dari
beberapa kegiatan. Kegiatan tersebut antara lain:
Penentuan stimulasi belajar, yaitu stimulus yang paling sesuai untuk TIK
( Tujuan Instruksional Khusus )
Pemilihan media
Penentuan kondisi belajar
Perumusan strategi
Pengembangan media
Evaluasi formatif
Penyusunan pedoman pemanfaatan
c) Evaluasi keberhasilannya (Bila mana sampai tujuan?) Meliputi :
Penyusunan test
Evaluasi formatif
Dilakukan untuk memperoleh data dalam rangka revisi dan perbaikan materi bahan
belajar di laksanakan dalam tiga fase, yaitu:
Uji coba
Uji coba pada kelompok

Uji coba lapangan dalam skala besar


Evaluasi sumatif
Dilakukan untuk menilai system penyampaian secara keseluruhan pada akhir
kegiatan yang dinilai dalam evaluasi sumutif ini mencakup hasil belajar, tujuan
instruksional dan prosedur yang dipilih.
D. Model BELA H. BANATY
Model Banathy dikembangkan pada tahun 1968 oleh Bela H. Banathy. Model
yang dikembangkannya ini berorientasi pada hasil pembelajaran, sedangkan
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem, yakni pendekatan yang
didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu hal
yang sangat kompleks, terdiri atas banyak komponen yang satu sama lain harus
bekerja sama secara baik untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya.
Tahapan model pengembangan instruksional Banathy meliputi enam tahap, yaitu:
a. Menganalisis dan merumuskan tujuan, baik tujuan umum maupun tujuan yang lebih
spesifik, yang merupakan sasaran dan arah yang harus dicapai peserta didik.
b. Mengembangkan kriteria tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai Hal
ini dilakukan agar setiap tujuan yang dirumuskan tersedia alat untuk menilai
keberhasilannya.
c. Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar, yakni merumuskan apa yang harus
dipelajari (kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai
tujuan belajar). Kemampuan awal siswa harus dianalaisis atau dinilai agar mereka
tidak perlu mempelajari apa yang telah mereka kuasai.
d. Merancang sistem, yakni kegiatan menganalisis sistem dan setiap komponen
sistem. Dalam langkah ini juga ditetapkan jadwal dan tempat pelaksanaan dari
masing-masing komponen instruksional.
e. Mengimplementasikan dan melakukan tes hasil, yakni melatih (ujicoba) sekaligus
menilai efektifitas sistem. Dalam tahap ini perlu diadakan penilaian atas apa yang
dilakaukan siswa agar dapat diketahui seberapa jauh siswa mampu mencapai hasil
belajar.
f. Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi.
E. Model Dick dan Cery
Seperti desain model Banathy, dalam mendesain pembelajaran model Dick
dan Cery harus dimulai dengan mengidentifikasi tujuan pembelajaran umum.
Menurut model ini, sebelum desainer merumuskan tujuan khusus yakni
performance goals, perlu menganalisis pembelajaran serta menentukan
kemampuan awal siswa terlebih dahulu. Mengapa hal ini perlu dirumuskan? Oleh
sebab rumusan kemampuan khusus harus berpijak dari kemampuan dasar atau
kemampuan awal. Manakala telah dirumuskan tujuan khusus yang harus dicapai
selanjutnya dirumuskan tes dalam bentuk Criterion Reference Test, artinya tes yang
mengukur kemampuan penguasaan tujuan khusus. Untuk mencapai tujuan khusus
penguasaan tujuan khusus. Untuk mencapai tujuan khusus selanjutnya
dikembangkan strategi pembelajaran, yakni skenario pelaksanaan pembelajaran
yang diharapkan dapat mencapai tujuan secara optimal, setelah itu dikembangkan
bahan-bahan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Langkah akhir dari desain
adalah melakukan evaluasi, yakni evaluasi formatife dan evaluasi sumatife.
Evaluasi formatife berfungsi untuk menilai efektivitas program dan evaluasi
sumatife berfungsi untuk menentukan kedudukan setiap siswa dalam penguasaan

materi pelajaran. Berdasarkan hasil evaluasi inilah selanjutnya dilakukan umpan


balik dalam merevisi program pembelajaran.
F. Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Model PPSI, adalah salah satu model pengembangan sistem Instruksional yang
berorientasi pada "tujuan". Model PPSI terdiri dari 5 (lima) langkah. Langkah
pertama sampai dengan langkah ke empat disebut langkah pengembangan, sedangkan
langkah kelima disebut langkah pelaksanaan program. Kelima langkah tersebut adalah
sebagai berikut:
- Langkah 1:
Merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus.
Perumusan tujuan ini harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
a. Menggunakan istilah yang operasional.
b. Berbentuk hasil belajar.
c. Berbentuk tingkah laku.
d. Hanya ada satu tingkah laku.
- Langkah 2:
Menentukan alat Evaluasi
Pengembangan alat evaluasi ini harus melalui dua tahapan, yaitu:
a. Menentukan jenis tes yang akan digunakan, dan
b. Menyusun (item soal) untuk menilai masing-masing tujuan instruksional khusus.
- Langkah 3:
Menentukan kegiatan Belajar.
Penentuan kegiatan belajar ini harus memperhatikan hal-hal berikut ini :
a. Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar yang diperlukan untuk
mencapai tujuan.
b. Menetapkan kegiatan belajar mana yang perlu dan tidak perlu ditempuh oleh
siswa.
Kemudian perlu pula dirumuskan pokok-pokok materi pelajaran sesuai dengan
jenis-jenis kegiatan belajar yang telah ditetapkan.
- Langkah 4:
Merencanakan Program Kegiatan
Pada langkah ini disusun strategi proses pengajaran, metode pengajaran, dan
menyusun proses pelaksanaan evaluasi.
- Langkah 5:
Melaksanakan Program.
Kegiatan-kegiatan langkah ini meliputi:
a. Mengadakan prates.
b. Menyampaikan materi pelajaran,
c. Mengadakan pasca tes (evaluasi)
Kelebihan :
a. Penyampaian materi bisa disesuaikan dengan kemampuan awal siswa
b. Adanya post test yang bisa mengukur daya tangkap dan sejauh mana konsentrasi
siswa
c. Adanya perbaikan untuk siswa yang mendapat nilai buruk
d. Lebih tepat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan syste pembelajaran
Kekurangan :
a. Alokasi waktu untuk penyampaian materi terkurangi untuk pre test dan post test
b. Pendidik harus menyiapkan soal untuk pre test dan post test

G. Model Assure (rowntree)


Selain model desain pembelajaran yang dijabarkan di atas, terdapat pula suatu
model yang merupakan sebuah formulasi untuk Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM), yakni model ASSURE, yang merupakan:
1. Analyze Learner ( menganalisa Peserta Didik )
2. State Objective (merumuskan tujuan pembelajaran atau kompetensi)
3. Select Method, media, and materials ( memilih metode, media dan bahan ajar)
4. Utilize media and materials ( menggunakan media dan bahan ajar)
5. Require Learner participacion (mengembangkan peran serta Peserta Didik)
6. Evaluate and Revise (menilai dan memperbaiki)
Model ASSURE yang dicetuskan oleh Heinich, dkk 1980, dikembangkan oleh
Smaldino hingga sekarang. Model ASSURE ini, berorentasi pada KBM. Strategi
pembelajarannya melalui pemilihan dan pemanfaatan metode, media, bahan ajar,
serta peran serta pembelajar di lingkungan belajar, ada 4 manfaat ASSURE,yaitu :
1. Sederhana, mudah untuk diterapkan.
2. Dapat dikembangkan sendiri oleh Pendidik.
3. Komponen KBM lengkap.
4. Peserta didik pun dilibatkan dlm persiapan untuk KBM.
*Kelebihan dari model ini adalah
Lebih banyak komponennya dibandingkan dengan model materi ajar.
Komponen tersebut di anatranya analisis Peserta didik, rumusan tujuan
pembelajar, strategi pembelajar, sistem penyampaian, penilaian proses belajar
dan penilaian belajar.
sering di adakan remidial. selain itu model ini mengedepankan Peserta didik,
ditinjau dari proses belajar, tipe belajar, kemampuan prasyarat.
Di adakan pengelompokan-pengelompokan kecil seperti pengelompokan
Peserta didik menjadi belajar mandiri dan belajar tim dll menyiratkan untuk
para Pendidik untuk menyampaikan materi dan mengelola kegiatan kelas
Model ini dapat diterapkan sendiri oleh Pendidik

*Kelemahan dari model ini adalah


Tidak mencakup suatu mata pelajaran tertentu
Walau komponen relatif banyak, namun tidak semua komponen desain
pembelajaran termasuk di dalamnya.
Model ini mengedepankan penyampaian materi dan pengelolaan kelas.
Aspek lain yang berdampakterhadap proses belajar tidak dideteksi
Model ini digunakan untuk memandu seseorang Pendidik bagaimana
mengelola dan menciptakan interaksi belajar mengajar
Untuk dapat memotivasi pembelajaran yang tepat
Supaya Pendidik lebih kreatif dan kerja sama antar Pendidik dan siswa dapat
dikembangkan dengan baik dengan model KBM ini.
Dilihat dari sistem modelnya dari model-model yang lain.Menurut saya, model
ASSURE ini simpel. Namun kegunaanya lebih condong untuk pembelajaran di
lingkup sekolah.

H. Model Kegiatan belajar mengajar (Classroom oriented)

Model ini memandu seorang instruktur dalam mengelola atau menciptakan interaksi
belajar mengajar yang tepat. Model ini memiliki ciri-ciri :
1. Relatif lebih banyak komponennya
2. Tidak jarang aspek perbaikan juga dicantumkan di dalamnya
3. Sangat memperhatikan Peserta Didik
4. Mengisyaratkan adanya aspek pengelolaan kelas
5. Menyiratkan peran Pendidik dalam menyampaikan materi
6. Dapat diterapkan oleh instruktur sendiri tanpa tim khusus.
7. Tidak mencakup suatu mata pelajaran tertentu
Dalam model berorientasi kelas ini juga terdapat kelebihan dan kekurangannya,
yaitu :
Kelebihannya:
o Pendidik sendiri yang terjun langsung dalam mengelelola, menciptakan situasi dan
kondisi, memilih sesuai fungsi jadi Pendidik harus kreatif dalam mengelola dan
menciptakan segala sesuatunya tetapi sebelum diterapkan, Pendidik harus
mengamati Peserta didik (karakteristik).
o Ada aspek perbaikan & tes-tes formatif di dalamnya dengan pelatihan yang
dilakukan berulang-ulang
o Terdapat penentuan strategi, sistem penyampaian, rumusan tujuan, analisis ,
bahkan penilaian dan pengaturan dalam grup (kelompok) di dalam kelas.
o Peserta didik dapat langsung mengatur susunan belajar mandiri di dalam kelas
o Pendidik sendiri yang mengajar langsung tanpa tim khusus.
Kekurangannya:
o Terkadang tidak semua komponen desain pembelajaran termasuk di dalamnya
o beberapa aspek yang dapat berdampak terhadap proses belajar tidak dapat
terdeteksi, sehingga tidak dapat di perbaiki dimana aspek yang terdapat kekurangan
o Tidak dapat mencakup suatu mata pelajaran tertentu sehingga model KBM
diterapkan di seluruh mata pelajaran yang ada.
I. Model Desain Pembelajaran Wong dan Roulerson
Wong dan Roulerson (1974) mengemukakan 6 langkah pengembangan desain
intruksional yaitu:
1. Merumuskan tujuan
2. Menganalisis tujuan tugas belajar
3. Mengelompokkan tugas-tugas belajar dan memilih kondisi belajar yang tepat.
4. Memilih metode dan media
5. Mensintesiskan komponen-komponen pembelajaran
6. Melakasanakan rencana, mengevaluasi dan memberi umpan balik.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengembangan instruksional adalah teknik pengelolaan dalam mencari
pemecahan masalah-masalah instruksional atau, dalam mengoptimalkan pemanfaatan
sumber belajar yang ada untuk memperbaiki pendidikan Aplikasi Model - model
Pengembangan Sistem Instruksional , secara garis besar dapat diambil kesimpulan
antara lain: (1) Aplikasi Model model pengembangan sistem instruksional terdapat
persamaan dan perbedaan yang mendasar dalam pengembangannya; (2) Setiap model
pengembangan system memiliki langkah dan konsep tersendiri; (3) Hasil akhir dari
Aplikasi pengembangan instruksional ialah suatu sistem instruksional, yaitu materi
dan strategi belajar mengajar yang dikembangkan secara empiris yang secara
konsisten telah dapat mencapai tujuan instruksional tertentu.

B. Saran
Setelah membaca dan menguraikan makalah ini, penulis memberikan saran bahwa
perlunya mengaplikasikan model-model pengembangan sistem instruksional, sesuai
dengan kondisi yang ada, agar dapat tercapai tujuan instruksional.

DAFTAR PUSTAKA

Budianto. 2014. Pendekatan Sistem Dalam Teknologi. Diunduh dari


http://fkip.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/06_Budianto_PENDEKATANSISTEM-DALAM-TEKNOLOGI-E1.pdf pada 04 April 2016
Haryanti, Leni. 2012. Model Desain Instruksional. Diunduh dari http://leniharyanti.blogspot.co.id/2012/11/model-desain-instruksional.html , pada 7 april 2016.
Najibudin, A. 2011. Fungsi Pusat Sumber Belajar. Diunduh dari
http://najibuddin17.blogspot.co.id/2011/07/fungsi-pusat-sumber-belajar.html pada 01
April 2016
Qulup, I. 2014. Perencanaan pembelajaran Model. Diunduh dari
http://iipkasipulqulub.blogspot.co.id/2014/03/perencanaan-pembelajaran-model.html
pada 04 april 2016
Vebi, 2013. Pengembangan Sistem Instruksional. Diunduh dari
https://vebicivic07.wordpress.com/2013/06/12/pengembangan-sisteminstruksional/pada 01 April 2016
Pongklar, Barong. 2015. Aplikasi Berbagai Model Pengembangan Sistem Instruksional
(Perencanaan Pembelajaran Penjasorkes Sd Dan Sm). Diunduh dari
http://ilmujunek.blogspot.co.id/2015/02/aplikasi-berbagai-modelpengembangan.html , pada 4 april 2016
Satria. 2011. Aplikasi Model - Model Pengembangan Sistem Instruksional. Diunduh dari
http://satriadholan.blogspot.co.id/2011/04/aplikasi-model-modelpengembangan.html , pada 7 april 2016

Anda mungkin juga menyukai