Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pendidikan pada dasarnya adalah sebagai usaha manusia untuk


menumbuhkan dan mengembangkan potensi yang dibawa sejak lahir baik jasmani
maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan
kebudayaan. Untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas, salah
satu upaya yang dapat ditempuh adalah melalui pendidikan. Oleh karena itu
pendidikan perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak.
Pendidikan menekankan pada sasaran peserta didik agar memiliki
intelektual dan moral yang baik, berakhlak mulia, melalui suatu proses
pembelajaran dengan prosedur yang terarah dan sarana-prasarana yang memadai
yang dilakukan oleh tenaga pendidik (guru).1
Lembaga formal atau sekolah dijadikan sebagai wadah pembentukan dan
pertumbuhan pribadi peserta didik agar tercapai perkembangan daya intelektual,
membentuk kepribadian anak agar sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang ada
dalam masyarakat serta mengembangkan potensi anak untuk mengenal
kemampuan dan bakatnya dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan
dalam pembelajaran terutama pembelajaran agama Islam.2
Dalam hal ini, peranan guru sangat penting dalam upaya membentuk
watak siswa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan.
Karenanya dalam proses pembelajaran di kelas, guru tidak cukup hanya berbekal
pengetahuan berkenaan dengan bidang studi yang diajarkan saja, akan tetapi
seorang guru perlu memperhatikan aspek-aspek pembelajaran secara menarik
untuk mendukung terwujudnya hasil belajar siswa yang memuaskan seperti
penggunaan model pembelajaran.

1
Tutuk Ningsih, Implementasi Pendidikan Karakter, (Purwokerto: Stain Press, 2014),
hlm. 11.
2
Sutirna, Perkembangan dan Pertumbuhan Peserta Didik, (Yogyakarta: Andi Offset, 2013), hlm.
9.
2

Salah satu ukuran keberhasilan pencapaian pendidikan dapat dilihat dari


hasil belajar siswa. Ada tiga ranah hasil belajar, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik. Lebih terperinci lagi dijelaskan oleh Bloom ada tiga taksonomi
yang dipakai untuk mempelajari jenis perilaku dan kemampuan internal akibat
belajar, yaitu;
a. Ranah Kognitif, terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu: pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Ranah Afektif, terdiri dari lima perilaku, yaitu penerima-an, partisipasi,
penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup.
c. Ranah Psikomotor, terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu persepsi,
kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks,
penyesuaian gerakan, dan kreativitas3.
Agar pencapaian 3 tujuan pembelajaran yaitu kognitif,afektif dan
psikomotor dapat tercapai dengan baik diperlukan lah suatu model pembelajaran
yang sekiranya dapat membantu dalam pencapaian 3 ranah tujuan pembelajaran
tersebut. Selain itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal dan memuaskan
siswa harus bersungguh-sungguh dalam mengikuti proses belajar yang
berlangsung di sekolah. Namun, pada kenyataannya, tidak semua peserta didik
dapat berhasil dengan baik, ada juga yang mengalami hambatan. Hambatan-
hambatan belajar yang muncul dalam diri siswa dapat disebabkan oleh faktor
intern dan faktor ekstern. Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri
siswa misalnya lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan, metode yang
digunakan oleh guru sangat sedikit, guru kurang menarik dalam membuat media
pembelajaran yang baik dan lain sebagainya. Sedangkan faktor intern adalah
faktor yang berasal dari dalam diri siswa misalnya intelegensi siswa, motivasi
belajar dan lain sebagainya. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa.
Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah metode
pembelajaran yang digunakan oleh guru. Keberhasilan proses pembelajaran tidak
terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model-model pembelajaran yang

3
Dimyati, Belajar Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm. 26
3

berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam


proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada
dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan
siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih
hasil belajar yang optimal.
Joyce & Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu
rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Makalah ini akan membahas tentang model-model pembelajaran untuk
membentuk 3 ranah pendidikan yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang


tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan
4

kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan
suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran4
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran pada
dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir
yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan
teknik pembelajaran (Komalasari, 2011: 57).
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. Menurut Arend, model
pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalam
tujuan-tujuan pembelajarann,tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, dan
pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar 5. Joyce dan Weil berpendapat
bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang
lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh
memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan
pendidikannya.6
Adapun soekamto mengemukakan maksud dari model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan pengajar

4
Kokom Komulasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung:
PT.Refika Aditama, 2010), hlm. 57
5
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasinya (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), hlm. 54-55
6
Rusman, Model-model Pembelajaran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011),
hlm.136
5

dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.7 Istilah model pembelajaran


meliputi pendekatan suatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Dalam
model pembelajaran ini guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan
masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberi contoh mengenai
penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas
tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan
berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa.8
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil
mengetengahkan 4 kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi
sosial, (2) model pengolahn informasi, (3) model personal- humanistik, dn (4)
model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, sering kali penggunaan istilah
model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.9
Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut
1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara
demokratis.
2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir
induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di
kelas, misalnya model synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas
dalam pelajaran mengarang.
4. Memiliki bagian-bagia model yang dinamakan: (1) urutan langkah-
langkah pembelajaran, (2) adanya prinsip-prinsip reaksi, (3) sistem sosial,
dan (4) sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman
praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.
5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak
tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat
diukur, (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
7
Iif Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri, Paikem Gembrot, (Jakarta:PT. Prestasi Pustakrya,
2011), hlm. 8
8
Ibid, ...hlm. 9
9
Asnawir dan Basyirudin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002),
hlm. 16
6

6. Membuat persiapan mengajar (desain intruksional) dengan pedoman


model pembelajaran yang dipilihnya10

B. Macam-Macam Model Pembelajaran


Ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam
usaha mengoptimalkan hasil belajar siswa diantaranya adalah:
1) Model Pembelajaran Kontekstual (constextual teaching and learning-
CTL) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan
antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.
2) Model Pembelajaran Kooperatif (Coorperative learning) menurut Sofan
Amri & Iif Khoiru Ahmadi, (2010:67) merupakan model pengajaran
dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat
kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap
anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan
pembelajaran.11
3) Model Pembelajaran Quantum menurut Sugianto merupakan ramuan atau
rakitan dari berbagai teori atau pandangan psikologi kognitif dan
pemograman neurologi/ neurolinguistik yang jauh sebelumnya sudah
ada.12
4) Model Pembelajaran Terpadu menurut Sugianto pada hakikatnya
merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa
baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan
menemukan model yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan.
Melalui pembelajaran terpadu siswa dapat memperoleh pengalaman
langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima,
menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang
dipelajarinya.13

10
Rusman, Model-Model ..., hlm. 136
11
Iif Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri, Paikem ...hlm. 67
12
Sugianto, Model-model pembelajaran inovatif, (Surakarta: Yuma, 2010), h. 70
13
Ibid,...hlm. 124
7

5) Model Pembelajaran Berbasis masalah (PBL) dirancang untuk membantu


mencapai tujuan-tujuan seperti meningkatkan keterampilan intelektual dan
investigative, memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa untuk
menjadi pelajar yang mandiri.14
6) Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) merupakan salah satu
model pengajaran yang dirancang khusus untuk mengembangkan belajar
siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang
terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah15
7) Model Pembelajaran diskusi adalah sebuah interaksi komunikasi antara
dua orang atau lebih (sebagai suatu kelompok). Biasanya komunikasi
antara mereka/ kelompok berupa salah satu ilmu atau pengetahuan dasar
yang akhirnya memberikan rasa pemahaman yang baik dan benar. 16
Banyaknya model pembelajaran yang dikembangkan para pakar tersebut
tidaklah berarti semua pengajar menerapkan semuanya untuk setiap mata
pelajaran karena tidak semua model cocok untuk setiap topik atau mata pelajaran.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih model
pembelajaran, yaitu: 1) tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, sifat bahan/materi
ajar, 2) Kondisi siswa, 3) Ketersediaan sarana-prasarana belajar.

C. Pengertian Taksonomi Bloom


Taksonomi berasal dari bahasa Yunani taxis yang berarti pengaturan dan
nomos yang berarti ilmu pengetahuan17. Taksonomi adalah sistem klasifikasi 18.
Taksonomi berarti klasifikasi berhierarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari
klasifikasi atau juga dapat berarti ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi.
Taksonomi merupakan suatu tipe sistem klasifikasai yang berdasarkan data

14
Ibid,...hlm.151
15
Iif Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri, Paikem ...hlm. 39
16
Ibid, ...hlm.165
17
Muhammad Yaumi, Prisip-Prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2013),
hlm. 88.
18
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, terj. Tri Wibowo (Jakarta: Kencana, 2007),
hlm. 468.
8

penelitian ilmiah mengenai hal-hal yang digolongkan-golongkan dalam


sistematika itu.
Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin
S. Bloom., seorang psikolog bidang pendidikan beserta dengan kawan-kawannya.
Pada tahun 1956, terbitlah karya “Taxonomy of Educational Objective Cognitive
Domain”, dan pada tahu 1964 terbitlah karya “Taxonomy of Educataional
Objectives, Affective Domain”, dan karyaya yang berjudul “Handbook on
Formative and Summatie Evaluation of Student Learning” pada tahun 1971 serta
karyanya yang lain “Developing Talent in Young People” (1985). Taksonomi ini
mengklasifikasikan sasaran atau tujuan pendidikan menjadi tiga domain (ranah
kawasan): kognitif, afektif, dan psikomotor19 dan setiap ranah tersebut dibagi
kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hierarkinya.
Beberapa istilah lain yang juga meggambarkan hal yang sama dengan
ketiga domain tersebut yang secara konvensional telah lama dikenal taksonomi
tujuan pendidikan yang terdiri atas aspek cipta, rasa, dan karsa.20 Selain itu, juga
dikenal istilah penalaran, penghayatan dan pengamalan.
Adapun tasonomi atau klasifikasi adalah sebagai berikut:
a. Ranah Kognitif (cognitive domain)
Ranah kognitif merupakan segi kemampuan yang berkaitan dengan aspek-
aspek pengetahuan, penalaran, atau pikiran.21 Bloom membagi ranah
kognitif ke dalam enam tingkatan atau kategori, yaitu:
1) Pengetahuan (knowlegde)
Pengetahuan mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari
dan disimpan dalam ingatan. Pengetahuan yang disimpan dalam
ingatan, digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat
(recall) atau mengenal kembali (recognition). Kemampuan untuk

19
W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Gramedia, 1987), hlm. 149.
20
Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan I, (Jakarta: Grasindo, 1992), hlm.
32.
21
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm.
298.
9

mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan,


pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya.22
2) Pemahaman (comprehension)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menangkap
makna dan arti tentang hal yang dipelajari. 23 Adanya kemampuan
dalam menguraikan isi pokok bacaan; mengubah data yang
disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain. Kemampuan ini
setingkat lebih tinggi daripada kemampuan (1).
3) Penerapan (application)
Kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode untuk
menghadapi suatu kasus atau problem yang konkret atau nyata dan
baru24. Kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur metode,
rumus, teori dan sebagainya. Adanya kemampuan dinyatakan
dalam aplikasi suatu rumus pada persoalan yang dihadapi atau
aplikasi suattu metode kerja pada pemecahan problem baru.
Misalnya menggunakan prinsip. Kemampuan ini setingkat lebih
tinggi daripada kemampuan (2).
4) Analisis (analysis)
Di tingkat analisis, sesorang mampu memecahkan informasi yang
kompleks menjadi bagian-bagian kecil dan mengaitkan informasi
dengan informasi lain.25 Kemampuan untuk merinci suatu kesatuan
ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan atau
organisasinya dapat dipahami dengan baik. Kemampuan ini
setingkat lebih tinggi daripada kemampuan (3).
5) Sintesis (synthesis)
Kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru.
Bagian-bagian dihubungkan satu sama lain. Kemampuan
mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk

22
Ibid,...hlm27
23
W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, hlm. 150.
24
Ibid,...
25
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan,terj. Tri Wibowo, hlm. 468.
10

menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Adanya kemampuan ini


dinyatakan dalam membuat suatu rencana penyusunan satuan
pelajaran. Misalnya kemampuan menyusun suatu program kerja.
Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan (4).
6) Evaluasi (evaluation)
Kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap suatu materi
pembelajaran, argumen yang berkenaan dengan sesuatu yang
diketahui, dipahami, dilakukan, dianalisis dan dihasilkan.
Kemampuan untuk membentuk sesuatu atau beberapa hal, bersama
dengan pertanggungjawaban pendapat berdasarkan kriteria
tertentu. Misalnya kemampuan menilai hasil karangan.
Kemampuan ini dinyatakan dalam menentukan penilaian terhadapa
sesuatu.
Berikut adalah gambar ranah kognitif yang hierarkis: 26

Gambar 1. Hierarki Jenis Perilaku dan Kemampuan Internal Menurut Taksonomi


Bloom dkk

26
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, hlm. 28.
11

Dari gambar 1 dapat diketahui bahwasnnya untuk memperbaiki


kemampuan internalnya. Dari kemampuan awal pada mas prabelajar, meningkat
memperoleh kemampuan yang tergolong pada keenam jenis perilaku yang
dididikkan di sekolah. Ketika pertama kali Bloom menyajikan taksonomi ini,
Bloom mendeskripsikan enam ranah kognitif yang diurutkan secara hierarkis dari
level yang rendah (pengetahuan, pemahaman) menuju level lebih tinggi (aplikasi,
analisis, sintesis, evaluasi), dengan sasaran level tinggi dibangun diatas sasaran
level rendah.
b. Ranah Afektif (affective domain)
Ranah afektif merupakan kemampuan yang mengutamakan perasaan,
emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran27. Kawasan
afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti
perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Ranah
afektif terdiri dari lima ranah yang berhubungan dengan respons
emosional terhadap tugas. Pembagian ranah afektif ini disusun oleh Bloom
bersama dengan David Krathwol, antara lain:
1) Penerimaan (receiving)
Seseorang peka terhadap suatu perangsang dan kesediaan untuk
memperhatikan rangsangan itu, seperti penjelasan yang diberikan oleh
guru. Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di
lingkungannya yang dalam pengajaran bentuknya berupa
mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.
Misalnya juga kemampuan mengakui adanya perbedaan-perbedaan.
2) Partisipasi(responding)
Tingkatan yang mencakup kerelaan dan kesediaan untuk
memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
Hal ini dinyatakan dalam memberikan suatu reaksi terhadap
rangsangan yang disjikan, meliputi persetujuan, kesediaan, dan
kepuasan dalam memberikan tanggapan. Misalnya, mematuhi aturan
dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.

27
Ibid,...hlm. 298
12

3) Penilaian atau Penentuan Sikap (valuing)


Kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan
membawa diri sesuai dengan penilaian itu. Mulai dibentuk suatu
sikap,menrima, menolak atau mengabaikan. Misalnya menerima
pendapat orang lain.
4) Organisasi (organization)
Kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman
dan pegangan dalam kehidupan. Misalnya, menempatkan nilai pad
suatu skala nilai dan dijadikan pedoman dalam bertindak secara
bertanggungjawab.
5) Pembentukan Pola Hidup (characterization by a value)
Kemampuan untuk menghayati nilai kehidupan, sehingga menjadi milik
pribadi (internalisasi) menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur
kehidupannya sendiri. Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah
lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya hidupnya. Kemampuan ini
dinyatakan dalam pengaturan hidup diberbagai bidang, seperti mencurahkan
waktu secukupnya pada tugas belajar atau bekerja. Misalnya juga
kemampuan mempertimbangkan dan menunjukkan tindakan yang
berdisiplin.
Berikut adalah gambar ranah afektif yang hierarkis

Gambar 2. Hierarkis Jenis Perilaku dan Kemampuan Afektif Menurut Taksonomi


Krathwohl dan Bloom dkk
13

Dari gambar 3.2 dapat diketahui bahwa peserta didik yang belajar akan
memperbaiki kemampuan-kemampuan internalnya yang afektif. Peserta didik
mempelajari kepekaan tentang sesuatu hal sampai pada penghayatan nilai
sehingga menjadi suatu pegangan hidup. Kelima jenis tingkatan tersebut di atas
bersifat hierarkis. Perilaku penerimaan merupakan yang paling rendah dan
kemampuan pembentukan pola hidup merupakan perilaku yang paling tinggi.
c. Ranah Psikomotor (psychomotoric domain)
Ranah psikomotor kebanyakan dari kita menghubungkan aktivitas motor dengan
pendidkan fisik dan atletik, tetapi banyak subjek lain, seperti menulis dengan
tangan dan pengolahan kata juga membutuhkan gerakan. 28 Kawasan psikomotor
yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan jasmani. Rician
dalam ranah ini tidak dibuat oleh Bloom, namun oleh ahli lain yang berdasarkan
ranah yang dibuat oleh Bloom, antara lain:
1) Persepsi (perception)
Kemampuan untuk menggunakan isyaratisyarat sensoris dalam memandu
aktivitas motrik. Penggunaan alat indera sebagai rangsangan untuk
menyeleksi isyarat menuju terjemahan. Misalnya, pemilihan warna.
2) Kesiapan (set)
Kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam memulai suatu gerakan.
kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan. Misalnya,
posisi start lomba lari.
3) Gerakan terbimbing (guided response)
Kemampuan untukmelakukan suatu gerakan sesuai dengan contoh yang
diberikan. Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks,
termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan cobacoba. Misalnya, membuat
lingkaran diatas pola.
4) Gerakan yang terbiasa (mechanical response)
Kemampuan melakukan gerakan tanpa memperhatikan lagi contoh yang
diberikan karena sudah dilatih secukupnya. Membiasakan gerakangerakan
yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.
Misalnya, melakukan lompat tinggi dengan tepat.
5) Gerakan yang kompleks (complex response)

28
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan,terj. Tri Wibowo, hlm. 469
14

Kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak


tahap dengan lancar, tepat dan efisien. Gerakan motoris yang terampil yang
di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks. Misalnya,
bongkar pasang peralatan dengan tepat.
6) Penyesuaian pola gerakan (adjusment)
Kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerakan
dengan persyaratan khusus yang berlaku. Keterampilan yang sudah
berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi. Misalnya,
keterampilan bertanding.
7) Kreativitas (creativity)
Kemampuan untuk melahirkan pola gerakan baru atas dasar prakarsa atau
inisiatif sendiri. Misalnya, kemampuannya membuat kreasi tari baru.
Berikut adalah gambar ranah psikomotorik yang hierarkis:

Gambar 3. Hierarkis Jenis Perilaku dan Kemampuan Psikomotorik Simpson


Dari gambar 3.3 bahwa kemampuan psikomotorik merupakan proses belajar
berbagai kemampuan gerak dimulai dengan kepekaan memilahmilah sampai dengan
kreativitas pola gerakan baru. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan psikomotirk
mencakup fisik dan mental. Ketujuh hal tersebut mengandung urutan taraf keterampilan
yang berangkaian yang bersifat hierarkis.
15

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan
pembelajaran di lembaga pendidikan perlu diperhatikan model-model
pembelajaran yang digunakan harus mengacu pada tiga ranah pendidikan yaitu,
16

kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitf adalah ranah yang mencakup
kegiatan mental (otak). Dimana dalam ranah kognitif ini mencakup enam jenjang
diantaranya pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge), pemahaman
(comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis),
dan penilaian (evaluation).   sedangkan ranah afektif adalah ranah yang berkaitan
dengan sikap dan nilai pada ranah ini terdapat lima jenjang yaitu:receiving,
responding,valuing, organization, dan characterization by a value or value
complex, dan ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan
(skill) atau kemapuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar
tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Suprijono. 2010. Cooperative Learning Teori & Aplikasinya. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Asnawir dan Basyirudin Usman. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Pers

Dimyati. 2002. Belajar Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
17

Iif Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri. 2011. Paikem Gembrot. Jakarta:PT. Prestasi
Pustakrya

John W. Santrock. 2007. Psikologi Pendidikan, terj. Tri Wibowo. Jakarta:


Kencana

Kokom Komulasari. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.


Bandung: PT.Refika Aditama

Muhammad Yaumi. 2013. Prisip-Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana

Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sugianto. 2010. Model-model pembelajaran inovatif. Surakarta: Yuma

Sutirna. 2013. Perkembangan dan Pertumbuhan Peserta Didik. Yogyakarta: Andi


Offset

Tutuk Ningsih. 2014. Implementasi Pendidikan Karakter. Purwokerto: Stain Press

W. S. Winkel. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia

Zahara Idris dan Lisma Jamal. 1992. Pengantar Pendidikan I. Jakarta: Grasindo

Anda mungkin juga menyukai