Oleh :
Abdul Haris Mubarak
Mukrim
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam
kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia
ini dalam rangka mempertahankan hidup dalam hidup dan penghidupan
manusia yang mengemban tugas dari Sang Kholiq untuk beribadah.
2
pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses
perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung yang
disiapkan. Berlangsung kontinyu artinya pendidikan itu terus menerus
sepanjang hayat, selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap
dibutuhkan, kecuali apabila manusia sudah mati, tidak memerlukan lagi
suatu proses pendidikan. Selanjutnya diuraikan bahwa dalam upaya
membina tadi digunakan asas/pendekatan manusiawi/humanistik serta
meliputi keseluruhan aspek/potensi anak didik serta utuh dan bulat (aspek
fisiknon fisik : emosiintelektual; kognitifafektif psikomotor), sedangkan
pendekatan humanistik adalah pendekatan dimana anak didik dihargai
sebagai insan manusia yang potensial, (mempunyai kemampuan
kelebihan kekurangannya dll), diperlukan dengan penuh kasih sayang
hangat kekeluargaan terbuka objektif dan penuh kejujuran serta
dalam suasana kebebasan tanpa ada tekanan/paksaan apapun juga.
Konsep pendidikan sudah seharusnya mampu mengantar manusia
Indonesia menjadi manusia yang berbudi luhur. Kehadiran Psikologi
sebagai bagian dari penerapan pembelajaran perlu dikaji lebih dalam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, kami menyusun beberapa permasalahan
berikut ini:
1. Apa pengertian Psikologi Pendidikan?
2. Apa Manfaat Psikologi Pendidikan?
3. Apa Hakikat Psikologi Pendidikan?
4. Bagaimana Kompetensi Pendidik?
II. PEMBAHASAN
3
Sedangkan menurut Witherington, Pengertian Psikologi pendidikan
adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan pendidikan manusia.
Tardif (dalam Syah, 1997: 13) juga mengatakan bahwa
Pengertian Psikologi Pendidikan adalah sebuah bidang studi yang
berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia
untuk usaha-usaha kependidikan4[4].
Dari beberapa pendapat tentang psikologi pendidikan, kami
mengambil kesimpulan bahwa Pengertian Psikologi Pendidikan adalah
ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia di dalam dunia
pendidikan yang meliputi studi sistematis tentang proses-proses dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia yang
tujuannya untuk mengembangkan dan meningkatkan keefisien di dalam
pendidikan.
4
dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami peserta
didik.
d. Memberikan Bimbingan Kepada Peserta Didik
Seorang guru harus memainkan peran yang berbeda di sekolah,
tidak hanya dalam pelaksanaan pembelajaran, tetapi juga berperan
sebagai pembimbing bagi peserta didik. Bimbingan adalah jenis bantuan
kepada siswa untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.
Pengetahuan tentang psikologi pendidikan memungkinkan guru untuk
memberikan bimbingan pendidikan dan kejuruan yang diperlukan untuk
siswa pada tingkat usia yang berbeda-beda.
e. Mengevaluasi Hasil Pembelajaran
Guru harus melakukan dua kegiatan penting di dalam kelas seperti
mengajar dan mengevaluasi. Kegiatan evaluasi membantu dalam
mengukur hasil belajar siswa. Psikologi pendidikan dapat membantu guru
dan calon guru dalam mengembangkan evaluasi pembelajaran siswa yang
lebih adil, baik dalam teknis evaluasi, pemenuhan prinsip-prinsip evaluasi
maupun menentukan hasil-hasil evaluasi.
2. Untuk Penerapan Prinsip-prinsip Belajar Mengajar
a. Menetapkan Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran mengacu pada perubahan perilaku yang
dialami siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran. Psikologi
pendidikan membantu guru dalam menentukan bentuk perubahan
perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran.
b. Penggunaan Media Pembelajaran
Pengetahuan tentang psikologipendidikan diperlukan guru untuk
merencanakan dengan tepat media pembelajaran yang akan digunakan.
Misalnya penggunaan media audio-visual, sehingga dapat memberikan
gambaran nyata kepada peserta didik.
c. Penyusunan Jadwal Pelajaran
Jadwal pelajaran harus disusun berdasarkan kondisi psikologi
peserta didik. Misalnya mata pelajaran yang dianggap sulit bagi siswa
seperti matematika ditempatkan di awal pelajaran, di mana kondisi siswa
masih segar dan semangat dalam menerima materi pelajaran.5[5]
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan psikologi pendidikan berperan dalam membantu guru untu
merencanakan, mengatur dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar di
sekolah.
5
5. Membuat keputusan secara mandiri ataupun secara bersama-sama.
6. Menunjukkan akuntabilitas kerjanya kepada pihak-pihak terkait.
7. Bekerjasama dengan pihak lain yang relevan.
8. Secara berkesinambungan mengembangkan diri baik secara mandiri
ataupun melalui asosiasi profesi.
C. KOMPETENSI PENDIDIK
PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional dan UU No. 14
tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa pendidik wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Kualifikasi akademik itu diperoleh melalui pendidikan
Sarjana atau program Diploma IV. Sedangkan kompetensi pendidik
tersebut meliputi:
1. Kompetensi Paedagogik
a. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial,
kultural, emosional dan intelektual.
b. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
c. Menguasai kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang
diampu.
d. Terampil melakukan kegiatan pengembangan yang mendidik.
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan
penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
h. Terampil melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
i. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran.
j. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
2. Kompetensi kepribadian
a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan
Indonesia.
b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan teladan
bagi peserta didik dan masyarakat.
c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan
berwibawa.
d. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga
menjadi pendidik dan rasa percaya diri.
e. Menjunjung tinggi kode etik profesi pendidik.
3. Kompetensi profesional
a. Menguasai materi, stuktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang
mendukung mata pelajaran yang diampu.
b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
c. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
d. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan
tindakan reflektif.
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi
dan mengembangkan diri.
4. Kompetensi Sosial
a. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena
pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi.
b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.
c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Indonesia yang
memiliki keragaman sosial budaya.
d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara
lisan dan tulisan atau bentuk lain.
III. PENUTUP
Kesimpulan
Sebagai catatan penutup, kami menguraikan beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Psikologi pendidikan merupakan penerapan prinsip dan metode psikologi
untuk mengkaji perkembangan, belajar, motivasi, pembelajaran,
penilaian, dan isu-isu terkait lainnya yang mempengaruhi interaksi belajar
mengajar.
2. Psikologi Pendidikan mengajarkan situasi dan kondisi Dalam Proses
Pembelajaran serta penerapannya dalam pengajaran.
3. Pada hakikatnya, psikologi pendidikan menerapkan konsep-konsep
keilmuan.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Sudrajat, Hakikat Pendidikan,
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/08/hakikat-pendidikan/ 19
Maret 2013
PGMI STAIN, Hakikat Psikologi Pendidikan,
http://pgmistain.blogspot.com/2012/06/hakikat-psikologi-pendidikan.html,
19 Maret 2013
Sunny, Pengertian Psikolog Pendidikan, http://ilmu-
psikologi.blogspot.com/2009/05/pengertian-psikologi-pendidikan.html 19
Maret 2013
Budi Wahyono, Manfaat Guru mempelajari Psikologi Pendidikan,
http://www.pendidikanekonomi.com/2012/05/manfaat-mempelajari-
psikologi.html 23 Maret 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan anak manusia merupakan sesuatu yang kompleks. Artinya,
banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya
proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur
pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan sama-sama
memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan anak
tersebut.
Banyaknya aspek yang dibicarakan dalam membahas masalah perkembangan
menyebabkan banyaknya istilah dan konsep yang digunakan. Begitu pula banyaknya
pandangan dan teori dalam menjelaskan fenomena-fenomena perkembangan anak
membuat semakin kayanya pengetahuan tentang perkembangan anak.
Gambaran pembahasan tentang perkembangan di atas menyarankan perlunya
suatu cara penyajian yang runtut dan cukup detail. Pada makalah ini, secara
khusus akan diuraikan pengertian perkembangan dan pertumbuhan serta beberapa
isu pokok yang berkenaan dengan topik tersebut. Selain itu, beberapa istilah pokok
berkenaan dengan konsep perkembangan yang akan digunakan dalam pembahasan-
pembahasan selanjutnya juga akan diperkenalkan dan dijelaskan pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini masalah yang akan di bahas diantaranya meliputi :
1. Apakah pengertian perkembangan dan pertumbuhan?
2. Bagaimanakah anak sebagai suatu totalitas?
3. Bagaimanakah perkembangan sebagai proses holistik dari aspek biologis, kognitif,
dan psikososial?
4. Apakah faktor kematangan ataukah faktor pengalaman yang terutama
mempengaruhi perkembangan individu?
5. Apakah perkembangan itu merupakan sesuatu yang kontinuitas ataukah
diskontinuitas?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah
Perkembangan Peserta Didik, selain itu juga ada beberapa tujuan diantaranya:
1. Memahami pengertian istilah perkembangan dan pertumbuhan serta perbedaan di
antara keduanya;
2. Memahami dan menyadari anak sebagai organisme atau individu yang merupakan
suatu totalitas;
3. Memahami perkembangan anak sebagai suatu proses yang holistik antara proses-
proses biologis, kognitif, dan psikososial; dan
4. Memperoleh gambaran tentang isu kematangan vs pengalaman dan kontinuitas vs
diskontinuitas dalam perkembangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkembangan dan Pertumbuhan
Dari waktu ke waktu kehidupan manusia terus berubah. Berawal dari dua sel
dasar yaitu sel telur dan sperma, suatu organism tumbuh dan berkembang. Dua sel
tersebut kemudian membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan tulang-
tulang, syaraf, otot, usus, otak, dan bagian-bagian organ tubuh lainnya. Setelah
kurang lebih sembilan bulan lamanya dalam kandungan ibu, organism yang baru
tumbuh tersebut akhirnya menjadi bayi manusia yang sempurna dan siap lahir ke
dunia dengan perangkat keterampilan hidup minimal yaitu bernafas, menggerak-
gerakkan tubuh, menangis, dan menyusu.
Meskipun di saat lahir hanya berbekal seperangkat keterampilan minimal,
melalui interaksi dengan lingkungan (orang tua, saudara, orang dewasa lain, dan
objek-objek yang ada di sekitarnya) sang bayi terus lebih menyempurnakan diri. Ia
terus mengalami berbagai perubahan fisik baik dalam hal ukuran maupun
proporsinya. Berat dan tinggi badan bayi terus bertambah, begitupun proporsi
antara organ-organ tubuhnya kepala, badan, kaki, tangan, dan organ-organ
lainnyaterus berubah menjadi lebih seimbang. Seiring dengan perubahan struktur
fisik, perilaku dan keterampilan bayi juga terus semakin beraneka. Dalam hal
perilaku motorik, misalnya mulai dari hanya bisa berbaring, kemudian mampu
bergulir, menelungkup, duduk, merangkak, berdiri, berjalan,dan akhirnya berlari.
Uraian di atas mengilustrasikan adanya proses perubahan yang dialami oleh
anak manusia yang disebut dengan perkembangan (development). Perkembangan
adalah pola perubahan individu yang berawal pada masa konsepsi dan terus
berlanjut sepanjang hayat, demikian menurut Santrock & Yussen (1992). Namun
tidak setiap perubahan yang dialami organisme atau individu itu merupakan
perkembangan.
Dengan belajar, perilaku individu juga bisa berubah. Begitupun karena factor
peristiwa atau pengaruh penggunaan obat tertentu, individu juga bisa berubah.
Untuk itu perlu ada suatu penjelasan lebih rinci tentang perubahan yang dimaksud
sebagai perkembangan.
Pertama, perubahan dalam arti perkembangan terutama berakar pada unsur
biologis (Bjorklund & Bjorklun, 1992). Pengalaman-pengalaman atau aktivitas-
aktivitas khusus anak dapat menimbulkan perubahan pada diri yang bersangkutan.
Misalnya, seorang anak yang berlatih menari menjadi terampil menari; anak yang
belajar matematika atau berhitung menjadi mahir dalam mengerjakan soal-soal
hitungan. Perubahan-perubahan semacam itu bukan merupakan perkembangan,
melainkan lebih merupakan perubahan dalam arti belajar, yakni perubahan yang
lebih singkat dan merupakan fungsi langsung dari pengalaman-pengalaman khusus
yang diupayakan. Perubahan dalam arti perkembangan lebih berkaitan dengan
fungsi waktu dan kematangan biologis sehingga terjadi dalam periode yang lebih
lama dan bersifat umum, tidak terkait dengan peristiwa atau pengalaman khusus
tertentu.
Kedua, perkembangan dapat mencakup perubahan baik dalam struktur
maupun fungsi (Bjorklund & Bjorklun, 1992) atau perubahan fisik maupun psikis
(Abin Syamsuddin Makmum, 1996). Perubahan dalam struktur lajimnya merujuk
kepada perubahan fisik baik dalam hal ukuran maupun bentuknya (seperti
perubahan lengan, kaki, otot, jaringan syaraf, atau bagian-bagian tubuh lainnya),
sedangkan perubahan fungsi mengacu kepada perubahan dalam hal aktivitas yang
secara inheren terdapat dalam struktur fisik tersebut (seperti kelenturan otot,
keterampilan bergerak, kemampuan berfikir, reaksireaksi emosional, dan
perubahan-perubahan sejenis lainnya). Dengan kata lain, perubahan struktur
mengacu kepada perubahan wujud jasadnya, sedangkan perubahan fungsi mengacu
kepada perubahan aspek mental atau aktivitas yang ditimbulkan sehubungan
dengan adanya perubahan dalam jasad tersebut.
Ketiga, perubahan dalam arti perkembangan bersifat terpola, teratur,
terorganisasi, dan dapat diprediksi. Ini berarti bahwa secara normal,
perkembangan individu mengikuti pola-pola tertentu yang sudah dapat diketahui
dan diperkirakan. Misalnya, seorang anak akan bisa duduk setelah bisa
menelungkup, akan merangkak setelah duduk, dan akan berjalan setelah
merangkak. Lebih jauh dari itu, bahkan waktu terjadinyapun dapat diperkirakan.
Sebagai contoh, anak bisa duduk sendiri pada sekitar usia 6 bulan, bisa merangkak
pada sekitar usia 7 bulan, bisa berjalan sendiri pada kira-kira usia 11-12 bulan, bisa
mengucapkan kata pertama pada sekitar usia 10-12 bulan, lebih menyenangi
aktivitas simbolik pada kira-kira usia sekitar 4-5 tahun, dan lebih menyenangi
aktivitas permainan (games) yang melibatkan aturan pada sekitar usia 7-8 tahun.
Keempat, perkembangan dapat bersifat unik bagi setiap individu (Bjorklund
& Bjorklun, 1992; Santrock & Yussen, 1992). Santrock & Yussen (1992: 17)
menyatakan bahwa: each of us develops in certain ways like all other individual,
like some other individuals, and like no other individuals. Artinya, masing-masing
kita berkembang dalam cara-cara tertentu seperti semua individu yang lain,
seperti beberapa individu yang lain dan seperti tak ada individu yang lain. Di
samping adanya kesamaan-kesamaan umum dalam pola-pola perkembangan yang
dialami oleh setiap individu, terjadinya variasi individual dalam perkembangan
anak bisa terjadi pada setiap saat. Hal ini terjadi karena perkembangan itu sendiri
merupakan suatu proses perubahan yang kompleks, melibatkan berbagai unsure
yang saling berpengaruh satu sama lain.
Kelima, perubahan dalam arti perkembangan terjadi secara bertahap (Seifert
& Hoffnung, 1991) dalam jangka waktu yang relatif lama (Bjorklund & Bjorklun).
Maksudnya bahwa perubahan dalam arti perkembangan bukan merupakan
perubahan yang sifatnya sesaat, melainkan terjadi dalam suatu proses yang
berlangsung secara berkelanjutan dalam waktu yang relative lama.
Keenam, perubahan dalam arti perkembangan dapat berlangsung sepanjang
hayat dari mulai sejak masa konsepsi hingga meninggal dunia (Santrock & Yussen,
1992; Bjorklund & Bjorklun, 1992). Perkembangan tidak hanya terbatas sampai
dengan masa remaja, melainkan dapat berlanjut terus hingga seseorang meninggal
dunia. Ini juga berarti bahwa perubahan dalam arti perkembangan tidak hanya
mencakup proses pertumbuhan, pematangan, dan penyempurnaan, melainkan juga
mencakup proses penurunan dan perusakan.
Dengan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan dapat
didefinisikan sebagai pola perubahan organisme (individu) baik dalam struktur
maupun fungsi (fisik maupun psikis) yang terjadi secara teratur dan terorganisasi
serta berlangsung sepanjang hayat.
Di samping istilah perkembangan, ada istilah lain yang sering dipertukarkan
penggunaannya, yaitu istilah pertumbuhan (growth). Istilah pertumbuhan juga
mengandung arti sebagai pola perubahan yang dialami oleh individu. Dalam
kenyataannya, kedua proses perubahan ini perkembangan dan pertumbuhan
memang sulit dipisahkan satu sama lain. Namun untuk kepentingan penjelasan dua
istilah tersebut dapat dibedakan.
Istilah pertumbuhan (growth) dimaksudkan sebagai perubahan dalam aspek
jasmaniah seperti berubahnya struktur tulang, tinggi dan berat badan, proporsi
badan, semakin sempurnanya jaringan syaraf, dan sejenisnya. Dengan kata lain,
pengertian pertumbuhan itu lebih bersifat kuantitatif dan terbatas pada pola
perubahan fisik yang dialami individu sebagai hasil dari proses pematangan. Dalam
arti luas, menurut Witherington dan Hurlock (Abin Syamsuddin Makmun, 1996),
istilah pertumbuhan dapat mencakup perubahan secara psikis kalau perubahan
tersebut berupa munculnya sesuatu fungsi yang baru seperti munculnya
kemampuan berpikir simbolik, munculnya kemampuan berpikir abstrak, dan
munculnya perasaan birahi terhadap lawan jenis.
B. Anak sebagai Suatu Totalitas
Sebagai objek studi psikologi perkembangan, anak dpandang sebagai suatu
totalitas. Konsep anak sebagai suatu totalitas sekurang-kurangnya dapat
mengandung pengertian berikut :
a. Anak adalah makhluk hidup (organisme) yang merupakan suatu kesatuan dari
keseluruhan aspek yangterdapat dalam dirinya.
b. Dalam kehidupan dan perkembangan anak, keseluruhan aspek anak tersebutsalin
terjalin satu sama lain.
c. Anak berbeda dari orang dewasa bukan sekedar secara fisik, tetapi secara
keseluruhan.
Sebagai suatu totalitas, anak dipandang sebagai makhluk hidup
(organisme) yang utuh, yakni sebagai suatu kesatuan dari keseluruhan aspek fisik
dan psikis yang terdapat dalam dirinya. Keseluruhan aspek fisik dan psikis anak
tersebut tak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena itu, anak juga dipandang
sebagai individu. Istilah individu berasal dari kata undivided yang berari tak dapat
dipisahkan antara suatu bagian dengan bagian lainnya.
Lebih lanjut, konsep anak sebagai suatu totalitas atau kesatuan mengandung
arti bahwa terdapat saling keterjalinan atau keterikatan antara keseluruhan aspek
yang terdapat dalam diri anak. Keseluruhan aspek yang terdapat dalam diri anak
tersebut secara terintegrasi saling terjalin dan saling memberikan dukungan
fungsional satu sama lain. Sebagai misal, anak yang sedang sakit panas bisa
menjadi lain perilakunya(rewel); anak yang sedang marah bisa menangis menjerit-
jerit, anak yang sedang malu bisa kemerah-merahan pipinya, anak yang sedang
aktif melakukan berbagai aktivitas fisik bisa aktif pula kegiatan mentalnya.
Contoh-contoh tersebut mengilustrasikan adanya keterkaitan dan keterpaduan
dalam proses kehidupan dan aktivitas anak. Reaksi-reaksi psikis anak selalu disertai
dengan reaksi fisiknya, dan begitu pula sebaliknya.
Bila dibanding dengan orang dewasa, konsep anak sebagai suatu totalitas
juga mengandung arti bahwa perbedaan anak dengan orang dewasa tidak terbatas
secara fisik melainkan secara keseluruhan. Anak bukan miniatur dari orang dewasa,
tetapi anak adalah anak yang dalam keseluruhan aspek dirinya bisa berbeda dari
org dewasa. Secara fisik, anak sedang mengalami pertumbuhan yang pesat,
sebaliknya, fisik org dewasa sudah relatif tidak berkembang lagi. Sementara anak
cenderung didomoinasi oleh pola pikir yang bersifat egosentrik, maka org dewasa
sudah lebih mampu berpikir empatik dan sosial. Begitu juga kalau daya pikir anak
masih terbatas pada hal-hal yang konkret, maka orang dewas sudah mampu
berpikir abstrak dan universal.
Demikianlah pengertian anak sebagai totalitas, yakni sebagai suatu
organisme atau individu yang merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dari
keseluruhan organ fisik dan aspek psikis yang terdapat dalam dirinya. Keseluruhan
aspek yang terdapat dalam diri anak tersebut salin terjalin satu sama lain. Karena
itu, perbedaan anak dengan orang dewasa tidak hanya terjadi dalam aspek fisik
atau fsikis, melainkan secara keseluruhan.
C. Perkembangan sebagai Proses Holistik dari Aspek Biologis, Kognitif, dan
Psikososial
Sesuai dengan konsep anak sebagai suatu totalitas. Perkembangan juga
merupakan suatu proses yang sifatnya menyeluruh (holistic). Artinya,
perkembangan terjadi tidak hanya aspek tertentu, melainkan melibatkan
keseluruhan aspek yang saling terjalin (interwoven) satu sama lain.
Secara garis besar, proses perkembangan individu dapat dikelompokkan
dalam tiga domain; proses biologis, kognitif, dan psikososial (Santrock & Yussen,
1992; Seifert & Hoffnung, 1991). Ketiga proses perkembangan tersebut merupakan
sesuatu yang terpadu dan saling berpengaruh satu sama lain.
Proses-proses biologis atau perkembangan fisik mencakup perubahan-
perubahan dalam tubuh individu seperti pertumbuhan otak, otot, sistem syaraf,
struktur tulang, hormon, organ-organ inderawi, dan sejenisnya. Perubahan-
perubahan dalam cara menggunakan tubuh atau keterampilan motorik dapat
dikelompokkan kedalam domain proses pertumbuhan biologis ini. Kedalam domain
perkembangan ini juga termasuk perubahan dalam kemampuan fisik seperti
perubahan dalam proses penglihatan, kekuatan otot, dan sejenisnya. Tetapi
domain perkembangan ini tidak mencakup perubahan fisik karena kecelakaan,
sakit, dan peristiwa-peristiwa khusus lainnya.
Proses-proses kogntif melibatkan perubahan-perubahan dalam kemampuan
dan pola berpikir, kemahiran berbahasa, dan cara individu memperoleh
pengetahuan dari lingkungannya. Aktivitas-aktivitas seperti mengamati dan
mengklasifikasikan benda-benda, menyatukan beberapa kata menjadi satu kalimat,
menghafal sajak atau doa, memecahkan soal-soal matematika, dan menceritakan
pengalam merefleksikan peran proses kognitif dalam perkembangan anak.
Meskipun dalam prakteknya sulit untuk dipisahkan, namun perlu dibedakan
antara perkembangan kognitif dengan perubahan dalam arti belajar. Perkembangan
kognitif mengacu kepada perubahan-perubahan penting dalam pola dan
kemampuan berpikir serta kemahiran berbahasa, tetapi belajar cenderung lebih
terbatas pada perubahan-perubahan sebagai hasil dari pengalaman atau peristiwa
yang relatif spesifik. Selain itu, perubahan-perubahan yang dipelajari sering kali
terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi perkembangan kognitif terjadi dalam
kurun waktu yang relatif lama. Perkembangan kognitif anak dan pengalaman
belajar ini sangat erat kaitannya dan saling berpengaruh satu sama lain.
Perkembangan kognitif anak akan memfasilitasi atau membatasi kemampuan
belajar anak, sebaliknya pengalaman belajar anak juga akan sangat memfasilitasi
perkembangan kognitifnya.
Proses-proses psikososial melibatkan perubahan-perubahan dalam aspek
perasaan, emosi, dan kepribadian individu serta cara yang bersangkurtan dengan
orang lain. Dengan demikian, perkembangan identitas diri (self identity) dan krisis-
krisis yang menyertainya serta perkembangan cara dan pola hubungan dengan
anggota keluarga, teman sebaya, guru-guru dan yang lainnya dapat dikelompokkan
kedalam domain perkembangan ini. Senyuman bayi dalam merespon sentuhan dan
sapaaan ibunya, perilaku agresif anak terhadap teman bermain, rasa percaya diri
dan keberanian anak, perkembangan hubungan pertemanan diantara anak
merefleksikan proses-proses psikososial dalam perkembangan anak.
D. Kematangan vs Pengalaman dalam Perkembangan Anak
Kematangan (maturation) adalah urutan perubahan yang dialami individu
secara teratur yang ditentukan oleh rancangan genetiknya (Santrock & Yussen,
1992) dalam Amin Budiamin, dkk ( 2006: 6). Dalam bahasan ini kematangan
dipandang sebagai suatu pembawaan (nature), yakni sebagai warisan biologis
organisme yang dibawa sejak lahir.
Di sisi lain, pengalaman (experience) merupakan peristiwa-peristiwa yang
dialami individu dalam berinteraksi dengan lingkungan. Disini pengalaman
dipandang sebagai unsur lingkungan, yakni sebagai pengalaman-pengalaman
environmental yang diperoleh individu dalam kehidupannya.
Para ahli psikologi perkembangan yang menekankan unsur kematangan atau
pembawaan (maturationists) mengklaim warisan biologis sebagai unsur yang paling
mempengaruhi perkembangan anak. Sedangkan para ahli yang mengutamakan
unsur pengalaman menganggap pengalaman environmental sebagai faktor yang
paling penting dalam perkembangan anak. Akan tetapi, menurut kami keduanya
saling mempengaruhi satu sama lain terhadap perkembangan anak.
Menurut pandangan maturasional, pada dasarnya individu berkembang
dalam cara yang terpola secara genetik, kecuali kalau terganggu atau terhambat
oleh faktor lingkungan yang bersifat merusak. Rancangan atau struktur genetik
akan menghasilkan komunalitas-komunalitas dalam pertumbuhan dan
perkembangan individu.
Sebaliknya, kaum enviromentalists menekankan pentingnya pengalaman
dalam perkembangan anak. Unsur genetik individu sekedar mewariskan potensi
dasar, tetapi bagaimana hal itu tumbuh dan berkembang sangat tergantung kepada
makanan, gizi, perawatan medis, latihan, dan pendidikan yang diberikan oleh
lingkungan. Pendeknya, lingkungan dipandang sebagai faktor yang paling
berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Di samping dua kelompok tersebut, ada pula para ahli perkembangan
(interacsionists) yang mempercayai bahwa hampir semua kualitas fisik dan psikis
individu merupakan hasil dari pengaruh pembawaan lingkungan. Sebagai misal,
tinggi badan anak tergantung kepada rancangan genetik yang diturunkan orang
tuanya (pembawaan), di samping tergantung pula kepada gizi dan latihan yang
diperoleh selama proses pertumbuhan (lingkungan); perkembangan kognisi anak
tergantung kepada taraf intelegensi yang dimiliknya (pembawaan), di samping
tergantung pula pada kualitas pengalaman belajar yang diperoleh selama hidupnya
(lingkungan); anak juga secara biologis sudah terpogram untuk belajar bahasa
(pembawaan), tetapi mereka hanya akan belajar bahasa mereka.
Dalam prakteknya, menentukan kontribusi kematangan (pembawaan) dan
pengalaman (lingkungan) terhadap pertumbuhan dan perkembangan individu
secara pasti akan sulit untuk dilakukan. Kualitas aspek pertumbuhan dan
perkembangan yang sama bisa dihasilkan dari campuran pengaruh unsur genetik
dan keadaan lingkungan yang berbeda. Namun dalam kondisi tertentu, mengetahui
pengaruh relatif dari dua faktor tersebut kadang-kadang penting untuk dilakukan.
Misalnya, jika seorang anak memiliki bobot tubuh yang berlebih, maka untuk
menentukan treatment apa yang tepat, perlu diketahui terlebih dahulu sumber-
sumber yang menyebabkan bobot tubuh yang berlebih tersebut. Jika ternyata hal
itu disebabkan oleh unsur genetik, maka bentuk treatment-nya akan lain dengan
yang disebabkan oleh faktor lingkungan.
E. Kontinuitas vs Diskontinuitas dalam Perkembangan
Isu lain yang diperdebatkan oleh para ahli perkembangan adalah pernyataan
apakah perkembangan itu merupakan sesuatu yang berkesinambungan atau tidak
berkesinambungan. Para ahli menekankan pada unsur kematangan lazimnya
menganggap perkembangan sebagai serangkaian tahap yang berbeda. Sebaliknya,
para ahli perkembangan yang menekankan pada unsur pengalaman menjelaskan
perkembangan sebagai suatu proses yang sinambung.
Para ahli yang menekankan segi kesinambungan dalam perkembangan
menjelaskan bahwa perkembangan itu merupakan perubahan kumulatif yang
berlngsung secara bertahap dari masa konsepsi hingga meninggal dunia.
Perkembangan adalah perubahan yang sifatnya bertahap dan merupakan akumulasi
dari perilaku dan kualitas pribadi yang sama yang sudah diperoleh sebelumnya.
Dalam proses pengayaaan itu terjadi pengayaan, penambahan, dan pengurangan
melalui pengalaman atau interaksi individu dengan lingkungan. Jadi di saat anak
memperoleh tambahan perilaku atau keterampilan baru, ia mengkombinasikan
kembali perilaku atau keterampilan tersebut dengan yang sudah ada untuk
menghasilkan perilaku atau abilitas yang semakin kompleks.
Dalam perkembangan bahasa, misalnya dari anak agar bisa mengucapkan
suatu suku kata, kemudian satu kata, dua kata, dan seterusnya. Menurut
pandangan ini, kata pertama yang bisa diucapkan oleh anak sekalipun sebenarnya
merupakan hasil akumulasi dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, meskipun
sepertinya merupakan peristiwa baru. Jadi, model perkembangan ini,
menempatkan perubahan kuantitatif, yakni unsur-unsur yang sudah ada dan lebih
secara esensial mengalami penambahan dengan unsur-unsur baru sehingga
menghasilkan kemampuan dan perilaku yang lebih kompleks.
Di sisi lain, para ahli yang menekankan segi ketidaksinambungan dalam
perkembangan menganggap bahwa proses perkembangan individu melibatkan
tahapan-tahapan yang berbeda. Setiap perkembangan individu dianggap melalui
suatu pola urutan perubahan yang berbeda secara kualitatif, tidak sekedar berbeda
secara kuantitatif. Dalam hal ini perkembangan individu dianggap berlangsung
melalui terjadinya perubahan-perubahan perilaku yang relatif tiba-tiba dari satu
tahap ke tahap berikutnya. Jadi, di sini terjadi peristiwa transisi yang relatif tajam
dari satu tahap perkembangan.
Para ahli yang mendukung pandangan diskontinuitas biasanya beranggapan
bahwa secara prinsip perkembangan diarahkan oleh faktor-faktor internal biologis.
Mereka menganggap bahwa kondisi yang berbeda dalam perkembangan anak
merefleksikan hakikat diskontinuitas dari perubahan-perubahan yang terjadi.
Dengan demikian, perkembangan melibatkan perubahn-perubahaan kualitatif,
bukan sekedar kombinasi-kombinasi sederhana dari kemampuan-kemampuan atau
perilaku-perilaku terdahulu. Sebagai contoh, deskripsi tahap-tahap perkembangan
berpikir anak dari Piaget seperti Sensori motor, praoperasional, kongkret
operasional dan formal operasional, menggambarkan bagaimana perbedaan
kualitatif (Diskontinuitas). Itu terjadi dalam proses perkembangan berpikir anak.
Tahap-tahap perkembangan berpikir anak tersebut tidak sekedar menggambarkan
padanya kemampuan yang meningkat dalam berpikir, tapi lebih daripada itu ada
perbedaan kualitatif yang signifikan antara tahap-tahap tersebut.
Berkenaan dengan isu kontinuitas dan diskontinuitas di atas, Emde &
Harmon (Vasta,Haith & Miller, 1992) menjelaskan bahwa persoalan melibatkan dua
komponen yang diperdebatkan.
1. Isu melibatkan penjelasan tentang pola-pola perkembangan.
a. Para ahli teori kontinuitas meyakini bahwa perkembangan itu terjadi secara halus
dan stabil melalui penambahan atau peningkatan bertahap dalam hal abilitas,
ketrampilan, dan/atau pengetahuan baru pada suatu langkah yang relatif sama.
b. Para ahli diskontinuitas beranggapan bahwa perkembangan terjadi pada periode-
periode kecepatan yang berbeda, berganti-ganti antara periode-periode yang
hanya sedikit perubahannya dengan periode yang tajam dan cepat perubahannya
2. Pedebatan ini berkenaan dengan masalah keterkaitan perkembangan.
a. Para ahli teori kontinuitas berpendapat bahwa perilaku-perilaku awal secara
bersama akan membangun dan membentuk perilaku-perilaku selanjutnya atau
sekurang-kurangnya perkembangan-perkembangan awal itu memiliki keterikatan
dengan perkembangan selanjutnya.
b. Para ahli diskontinuitas menyatakan bahwa beberapa aspek perkembangan muncul
secara independen dari apa yang sudah muncul sebelumnya dan tak dapat
diprediksi dari perilaku-perilaku sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas kami menyimpulkan bahwa:
Perkembangan adalah pola perubahan organisme (individu) baik dalam
struktur maupun fungsi (fisik maupun psikis) yang terjadi secara teratur dan
terorganisasi serta berlangsung sepanjang hayat.
Pertumbuhan adalah perubahan dalam aspek jasmaniah seperti berubahnya
struktur tulang, tinggi dan berat badan, proporsi badan, semakin sempurnanya
jaringan syaraf, dan sejenisnya.
Perkembangan bersifat kualitatif, sedangkan pertumbuhan bersifat kuantitatif
(peningkatan dalam ukuran dan struktur).
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan konsep ini diantaranya; anak sebagai
suatu totalitas; perkembangan sebagai proses holistik dari aspek biologis, kognitif,
dan psikososial; kematangan vs pengnalaman dalam perkembangan anak;
kontinuitas vs diskontinuitas dalam perkembangan.
B. Saran
Sebaiknya kita sudah dapat mengerti apa yang dimaksud dengan perkembangan dan
pertumbuhan melalui makalah ini, untuk itu kita dapat menerapkannya di
kehidupan sehari-hari.
Sebaiknya kita harus berkembang dan tumbuh mengikuti perkembangan zaman ini
agar kita tidak terbelakang, tapi perkembangan dan pertumbuhannya itu harus
sesuai dengan kodrat kita sebagai manusia.
HAKEKAT PESERTA DIDIK DALAM PANDANGAN ANTHROPOLOGI
MAUPUN DALAM PANDANGAN ISLAM
I. Latar Belakang
Dewasa ini banyak para pendidik yang kurang perhatian dalam mempelajari pola
pertumbuhan maupun perkembangan peserta didik yang sebenarnya sangat berguna demi
kelancaran proses pembelajaran. Dengan kurang fahamnya pendidik dengan pola
pertumbuhan maupun perkembangan peserta didiknya maka akan terjadi beberapa hambatan
dalam proses pembelajaran seperti kurang dipahaminya materi yang disampaikan
pendidik. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwasannya pendidikan merupakan
suatu hal yang urgen dalam setiap lini kehidupan. Di lain pihak pendidikan merupakan faktor
penentu kemajuan suatu negara. Maju tidaknya suatu negara tergantung dari kualitas
pendidikan di dalamnya. Sudah jelas kiranya bahwasanya pendidikan memang memiliki
peranan penting dalam kehidupan umat manusia. Anak didik sebagai salah satu komponen
pendidikan dalam hal ini memerlukan perhatian yang cukup serius, terlebih selain sebagai
objek juga berkeduduna sebagai subjek dalam pendidikan. Dengan kedudukan yang demikian
maka keterlibatan anak didik menjadi salah satu faktor penting dalam terlaksananya proses
pendidikan.
III. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui hakekat peserta didik dalam pandangan anthropologi maupun dalam
pandangan islam.
2. Mengetahui kedudukan peserta didik.
IV. Pembahasan
A. Peserta Didik
1. Hakekat Peserta Didik
Hakekat peserta didik menurut ilmu filosofi adalah menuntut pemikiran secara dalam, luas,
lengkap, menyeluruh, tuntas serta mengarah pada pemahaman tentang peserta didik.
Sedangkan menurut pandangan tradisionil, anak (peserta didik) adalah miniatur manusia
dewasa (Elizabeth B.Hurlock. 1978:2). Johan Amos Comenius (abad ke-17) mempelopori
kajian tentang anak bahwa anak harus dipelajari bukan sebagai embrio orang dewasa
melainkan sosok alami anak. Pengikut Comenius mengembangkan pendapat bahwa
mengamati anak secara langsung akan memberi manfaat ketimbang mempelajari secara
filosofis.
Pandangan menurut ilmu psikolog tentang peserta didik adalah individu yang sedang
berkembang baik jasmani maupun rohani. Perubahan jasmani biasa disebut pertumbuhan,
ialah terdapatnya perubahan aspek jasmani menuju kearah kematangan fungsi, missal kaki,
tangan sudah mulai berfungsi secarea sempurna. Sedangkan perkembangan adalah perubahan
aspek psikis secara lebih jelas.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, peserta didik dalam pengertian yang lebih modern
dapat dikatakan sebagai manusia yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal,
pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.
Peserta didik juga dikenal dengan istilah lain :
a. Siswa adalah istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
b. Mahasiswa adalah istilah umum bagi peserta didik pada jenjang pendidikan perguruan
tinggi.
c. Warga Belajar adalah istilah bagi peserta didik nonformal seperti Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) .
d. Pelajar adalah istilah lain yang digunakan bagi peserta didik yang mengikuti pendidikan
formal tingkat menengah maupun tingkat atas.
e. Murid memiliki definisi yang hampir sama dengan pelajar dan siswa.
f. Santri adalah istilah bagi peserta didik pada jalur pendidikan non formal, khususnya
pesantren atau sekolah sekolah yang berbasiskan agama islam.
Kesimpulan
1. Hakekat peserta didik dalam pandangan dimensi Antropologi adalah bahwa peserta didik
sebagai makhluk yang dapat bermasyarakat dan dapat dimasyarakatkan sehingga pendidikan
harus menyentuh upaya sosialisasi dan pembudayaan.
2. Islam memandang peserta didik sebagai individu yang diberi potensi berkecenderungan
berbuat jelek dan baik.
3. Dalam pembelajaran, kedudukan peserta didik dapat dipandang sebagai objek didik, subjek
didik, dan sebagai subjek dan objek didik sekaligus
Makalah faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak
BAB I
PENDAHULUAN
1. A. Latar Belakang
Setiap individu dilahirkan di dunia dengan membawa hereditas tertentu yang diperoleh
melalui warisan dari pihak orang tuanyanya yang menyangkut karakteristik fisik dan psikis
atau sifat-sifat mental. Lingkungan (environment) merupakan factor penting di samping
hereditas yang menentukan perkembangan individu yang meliputi fisik, psikis, social dan
relegius.
1. B. Rumusan Masalah
1) Mempelajari tumbuh kembang memberikan guide line untuk menilai rata-rata atau
perubahan fisik, intelektual, soaial dan emosional yang normal
BAB II
PEMBAHASAN
Pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang
secara kuantitatif dapat diukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambah sempurnanya
fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh, kematangan dan belajar.
Pertumbuhan dan perkembangan berjalan menurut norma-norma tertentu. Walaupun
demikian seorang anak dalam banyak hal tergantung kepada orang dewasa, misalnya
mengkunsumsi makanan, perawatan, bimbingan, perasaana aman, pencegahan penyakit dan
sebaginya. Oleh karena itu semua orang-orang yang mendapat tugas mengawasi anak harus
mengerti persoalan anak yang sedang tumbuh dan berkembang.
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, diantaranya adalah
faktor lingkungan. Bila lingkungan karena suatu hal menjadi buruk, maka keadaan tersebut
hendaknya diubah (dimodifikasi) sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak dapat
berjalan dengan sebaik-baiknya.
Pusat aktivitas yang menyenagka di dalam mulutnya, anak mendapat kepuasaan saat
mendapat ASI, kepuasan bertambah dengan aktifitas mengisap jari dan tangannya atau benda
benda sekitarnya.
Meliputi retensi dan pengeluaran feces. Pusat kenikmatanya pada anus saat BAB, waktu yang
tepat untuk mengajarkan disiplin dan bertanggung jawab.
Tertarik pada perbedaan antomis laki dan perempuan, ibu menjadi tokoh sentral bila
menghadapi persoalan. Kedekatan ank laki laki pada ibunya menimbulkan gairah sexual
dan perasaan cinta yang disebut oedipus compleks.
Masa tenang tetapi anak mengalami perkembangan pesat aspek motorik dan kognitifnya.
Disebut juga fase homosexual alamiah karena anak nak mencari teman sesuai jenis
kelaminnya, serta mencari figur (role model) sesuai jenis kelaminnya dari orang dewasa.
1. Fase Genitalia
Alat reproduksi sudah muali matang, heteroseksual dan mulai menjalin hubungan rasa cinta
dengan berbeda jenis kelamin.
Tahap pra konseptual (2 4 tahun) anak melihat dunia hanya dalam hubungan dengan
dirinya, pola pikir egosentris. Pola berfikir ada dua yaitu : transduktif ; anak mendasarkan
kesimpulannya pada suatu peristiwa tertentu (ayam bertelur jadi semua binatang bertelur)
atau karena ciri ciri objek tertentu (truk dan mobil sama karena punya roda empat). Pola
penalaran sinkretik terjadi bila anak mulai selalu mengubah ubah kriteria klasifikasinya.
Misal mula mula ia mengelompokan truk, sedan dan bus sendiri sendiri, tapi kemudia
mengelompokan mereka berdasarkan warnanya, lalu berdasarkan besar kecilnya dst. Tahap
intuitif ( 4 7 tahun) Pola fikir berdasar intuitif, penalaran masih kaku, terpusat pada bagian
bagian terentu dari objek dan semata mata didasarkan atas penampakan objek.
Konversi menunjukan anak mampu menawar satu objek yang diubah bagaimanapun
bentuknya, bila tidak ditambah atau dikurangi maka volumenya tetap. Seriasi menunjukan
anak mampu mengklasifikasikan objek menurut berbagai macam cirinya seperti : tinggi,
besar, kecil, warna, bentuk dst.
Anak dapat melakukan representasi simbolis tanpa menghadapi objek objek yang ia
fikirkan. Pola fikir menjadi lebih fleksibel melihat persoalan dari berbagai sudut yang
berbeda.
Kebutuhan rasa aman dan ketidakberdayaannya menyebabkan konflik basic trust dan
mistrust, bila anak mendapatkan rasa amannya maka anak akan mengembangkan
kepercayaan diri terhadap lingkungannya, ibu sangat berperan penting.
Organ tubuh lebih matang dan terkoordinasi dengan baik sehingga terjadi peningkatan
keterampilan motorik, anak perlu dukungan, pujian, pengakuan, perhatian serta dorongan
sehingga menimbulkan kepercayaan terhadap dirinya, sebaliknya celaan hanya akan
membuat anak bertindak dan berfikir ragu ragu. Kedua orang tua objek sosial terdekat
dengan anak.
1. Initiatif vs Guilty (3 6 tahun)
Bila tahap sebelumnya anak mengembangkan rasa percaya diri dan mandiri, anak akan
mengembnagkan kemampuan berinisiatif yaitu perasaan bebas untuk melalukan sesuatu atas
kehendak sendiri. Bila tahap sebelumnya yang dikembangkan adalah sikap ragu-ragu, maka
ia kan selalu merasa bersalah dan tidak berani mengambil tindakan atas kehendak sendiri.
Logika anak sudah mulai tumbuh dan anak sudah mulai sekolah, tuntutan peran dirinya dan
bagi orang lain semakin luas sehingga konflik anak masa ini adalah rasa mampu dan rendah
diri. Bila lingkungan ekstern lebih banyak menghargainya maka akan muncul rasa percaya
diri tetapi bila sebaliknya, anak akan rendah diri.
Anak mulai dihadapkan pada harapan harapan kelompoknya dan dorongan yang makin kuat
untuk mengenal dirinya sendiri. Ia mulai berfikir bagaimana masa depannya, anak mulai
mencari identitas dirinya serta perannya, jiak ia berhasil melewati tahap ini maka ia tidak
akan bingung menghadapi perannya
Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Kesiapan membina hubungan dengan orang
lain, perasaan kasih sayang dan keintiman, sedang yang tidak mampu melakukannya akan
mempunyai perasaan terkucil atau tersaing.
Adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluarganya, pengabdian masyarakat dan
manusia pada umumnya. Pengalaman di masa lalu menyebabkan individu mampu berbuat
banyak untuk kemanusiaan, khususnya generasi mendatang tetapi bila tahap tahap silam, ia
memperoleh banyak pengalaman negatif maka mungkin ia terkurung dalam kebutuhan dan
persoalannya sendiri.
Memasuki masa ini, individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi, dan
tindakan-tindakan dimasa lalu akan menimbbulkan perasaan puas. Bila ia merasa semuanya
belum siap atau gagal akan timbul kekecewaan yang mendalam.
1. Pra-konvensional
Mulanya ditandai dengan besarnya pengaruh wawasan kepatuhan dan hukuman terhadap
prilaku anak. Penilaian terhadap prilaku didasarkan atas akibat sikap yang ditimbulkan oleh
prilaku. Dalam tahap selanjutnya anak mulai menyesuaikan diri dengan harapan harapan
lingkungan untuk memperoleh hadiah, yaitu senyum, pujian atau benda.
1. Konvensional
Anak terpaksa menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan atau ketertiban sosial agar
disebut anak baik atau anak manis
1. Purna konvensional
Anak mulai mengambil keputusan baik dan buruk secara mandiri. Prinsip pribadi mempunyai
peranan penting. Penyesuaian diri terhadap segala aturan di sekitarnya lebih didasarkan atas
penghargaannya serta rasa hormatnya terhadap orang lain.
Menurut Hurlock, masa bayi mempunyai emosi yang berupa kegairahan umum, sebelum bayi
bicara ia sudah mengembangkan emosi heran, malu, gembira, marah dan takut.
Perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Pengalaman
emosional sangat tergantung dari seberapa jauh individu dapat mengerti rangsangan yang
diterimanya. Otak yang matang dan pengalaman belajar memberikan sumbangan yang besar
terhadap perkembangan emosi, selanjutnya perkembngan emosi dipengaruhi oleh harapan
orang tua dan lingkungan.
1. 6. Perkembangan Psikososial
Teori perkembangan ini dikemukakan oleh Sigmund Freud. Beliau mengemukakan bahwa :
Di dalam jiwa individu terdapat tiga komponen yaitu :
Proses pertumbuhan dan perkembangan anak, tidak selamanya berjalan sesuai yang
diharapkan. Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang mempengaruhinya, baik faktor
yang dapat diubah/dimodifikasi yaitu faktor keturunan, maupun faktor yang tidak dapat
diubah/dimodifikasi yaitu faktor lingkungan. Apabila ada faktor lingkungan yang
menyebabkan gangguan terhadap proses tumbuh kembang anak, maka faktor tersebut perlu
diubah (dimodifikasi).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut
adalah sebagai berikut:
1. 1. Faktor Keturunan (herediter)
1. Seks
kecepatan pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak wanita berbeda
dengan anak laki-laki
2. Ras
Anak keturunan bangsa Eropa lebih tinggi dan besar dibandingkan dengan
anak keturunan bangsa Asia.
1. 2. Faktor Lingkungan
1. Lingkungan eksternal
1) Kebudayaan
Kebudayaan suatu daerah akan mempengaruhi kepercayaan adat kebiasaan dan tingkah laku
dalam merawat dan mendidik anak.
Keadaan sosial ekonomi keluarga dapat mempengaruhi pola asuhan terhadap anak. Misalnya
orang tua yang mempunyai pendidikan cukup mudah menerima dan menerapkan ide-ide utuk
pemberian asuhan terhadap anak
3) Nutrisi
Untuk tumbuh kembang, anak memerlukan nutrisi yang adekuat yang didapat dari makan
yang bergizi. Kekurangan nutrisi dapat diakibatkan karena pemasukan nutrisi yang kurang
baik kualitas maupun kuantitas, aktivitas fisik yang terlalu aktif, penyakit-penyakit fisik yang
menyebabkan nafsu makan berkurang, gangguan absorpsi usus serata keadaan emosi yang
menyebabkan berkurangnya nafsu makan.
Disebabkan karena adanya penyakit atau kecelakaan yang dapat menggangu proses
pertumbuhan dan perkembangan anak.
5) Olahraga
kelahiran anak pertama menjadi pusat perhatian keluarga, sehingga semua kebutuhan
terpenuhi baik fisik, ekonomi, maupun sosial.
1. Lingkungan internal
1) Intelegensi
Pada umumnya anak yang mempunyai intelegensi tinggi, perkembangannya akan lebih baik
jika dibandingkan dengan yang mempunyai intelegensi kurang.
2) Hormon
3) Emosi
Hubungan yang hangat dengan ornag lain seperti ayah, ibu, saudara, teman sebaya serta guru
akan memberi pengaruh pada perkembangan emosi, sosial dan intelektual anak. Pada saat
anakberinteraksi dengan keluarga maka kan mempengaruhi interaksi anak di luar rumah.
Apabila kebutuhan emosi anak tidak dapat terpenuhi
Pola pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara terus menerus. Pola ini dapat merupakan
dasar bagi semua kehidupan manusia, petunjuk urutan dan langkah dalam perkembangan
anak ini sudah ditetapkan tetapi setiap orang mempunyai keunikan secara individu.
Pertumbuhan fisik dapat dilihat secara lebih nyata, namun sebenarnya disertai pula dengan
pertumbuhan psikososial anak dan diikuti dengan hal-hal dibawah ini:
1. 1. Directional Trends
pertumbuhan dan perkembangan berjalan secara teratur, berhubungan dengan petunjuk atau
gradien atau reflek dari perkembangan fisik dan maturasi dari fungsi neuromuscular. Prinsip-
prinsip ini meliputi:
a) Cephalocandal atau Head to tail direction (dari arah kepala ke kaki) misalnya:
mengangkat kepala, duduk kemudian mengangkat dada dan menggerakkan ekstremitas
bagian bawah.
b) Proximadistal atau near to far direction (menggerakkan anggota gerak yang paling
dekat dengan pusat dan pada anggota gerak yang lebih jauh dari pusat) misalnya: bahu dulu
baru jari-jari
c) Mass to specific atau simple to complex (menggerakkan daerah yang lebih sederhana
dulu baru kemudian yang lebih komplex)
misalnya: mengangkat nahu dulu baru kemudian menggerakkan jari jari yang lebih sulit
atau melambaikan tangan baru bisa memainkan jari.
1. 2. Sequential Trends
Semua dimensi tumbuh kembang dapat diketahui maka sequence dari tumbuh kembang
tersebut dapat diprediksi, dimana hal ini berjalan secara teratur dan kontinyu. Semua anak
yang normal melalui setiap tahap ini. Setiap fase dipengaruhi oleh fase sebelumnya. Misal :
tengkurap merangkak berdiri berjalan.
1. 3. Masa Sensitif
Pada waktu-waktu yang terbatas selama proses tumbuh kembang dimana anak berinteraksi
terutama dengan lingkungan yang ada, kejadian yang spesifik. Masa-masa tersebut adalah
sebagai berikut:
a) Masa kritis yaitu masa yang apabila tidak dirangsang/berkembang maka hal ini tidak
akan dapat digantikan pada masa berikutnya.
b) Masa sensitif mengarah pada perkembangan dan mikroorganisme. Misalnya pada saat
perkembangan otak, ibunya menderita flu maka kemungkinan anak tersebut akan
hydrocepallus/encepalitis.
c) Masa optimal yaitu suatu masa diberikan rangsangan optimal maka akan mencapai
puncaknya. Misalnya: anak usia 3 tahun/saat perkembangan otak dirangsang dengan bacaan-
bacaan/gizi yang tinggi, maka anak tersebut dapat mencapai tahap perkembangan yang
optimal. Perkembangan ini berjalan secara pasti dan tepat, tetapi tidak sama untuk setiap
anak. Misalnya:
ada yang badannya lebih dulu berkembang kemudian subsistemnya dan sebaliknya
dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
1. A. Kesimpulan
Pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang
secara kuantitatif dapat diukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambah sempurnanya
fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh, kematangan dan belajar. Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Faktor keturunan
2. Faktor lingkungan
1. B. Saran
Perkembangan anak masih sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Sebagai orang tua
harus mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anaknya terutama pada usia ini karena
pertumbuhan anak-anak sangat pesat yang harus diimbangi dengan pemberian nutrisi dan gizi
yang seimbang.
Bagian 7
Nah, mari kita lihat apa saja yang menjadi karakteristik umum perkembangan peserta didik
dalam kajian psikologi.
Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6 tahun dan selesai pada usia
12 tahun. Kalau mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, berarti anak usia
sekolah berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah (6-9 tahun)
dan masa kanak-kanak akhir (10-12 tahun).
Anak-anak usia sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang
usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok
dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu, guru
hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan,
mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta
memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.
1. Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik.
Dalam upaya mencapai setiap tugas perkembangan tersebut, guru dituntut untuk
memberikan bantuan berupa:
Dilihat dari tahapan perkembangan yang disetujui oleh banyak ahli, anak usia sekolah
menengah (SMP) berada pada tahap perkembangan pubertas (10-14 tahun). Terdapat
sejumlah karakteristik yang menonjol pada anak usia SMP ini, yaitu:
5. Mulai mempertanyakan secara skeptic mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan
keadilan Tuhan.
7. Mulai mengembangkan standar dan harapan terhadap perilaku diri sendiri yang
sesuai dengan dunia sosial
1. Menerapkan model pembelajaran yang memisahkan siswa pria dan wanita ketika
membahas topik-topik yang berkenaan dengan anatomi dan fisiologi.
Masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak
dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati
diri (ego identity). Masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu:
2. Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat
5. Memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat dan
kemampuannya
9. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah
laku
7. Membantu siswa mengembangkan etos kerja yang tinggi dan sikap wiraswasta
9. Menjalin hubungan yang harmonis dengan siswa dan bersedia mendengarkan segala
keluhan dan problem yang dihadapinya
Dalam dunia pendidikan, diagnosis diartikan kesulitan belajar sebagai segala usaha yang
dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Diagnosis juga
mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar serta cara menetapkan dan
kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara preventif
(pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif mungkin.
Dengan demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan
kesulitan belajar termasuk kegiatan diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena
berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk
berkembang secara maksimal. Kedua, adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat,
minat dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di
sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan
kemampuannya. Dan, keempat, untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh siswa,
hendaknya guru beserta BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan menambah
pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam mengidentifikasi kesulitan
belajar siswa.
1. KONSEP DASAR
Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu,
sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para pelajar
seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan
tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa peserta didik
mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar.
Sementara itu, setiap peserta didik dalam mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan
yang berbeda-beda. Ada peserta didik yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi
banyak pula peserta didik mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi
perkembangan pribadinya.
Menghadapi masalah itu, ada kecenderungan tidak semua peserta didik mampu
memecahkannya sendiri. Seseorang mungkin tidak mengetahui cara yang baik untuk
memecahkan masalah sendiri. Ia tidak tahu apa sebenarnya masalah yang dihadapi. Ada pula
seseorang yang tampak seolah tidak mempunyai masalah, padahal masalah yang dihadapinya
cukup berat.
1. Faktor intern
2) Yang bersifat afektif antara labilnya emosi dan sikap. Kelemahan emosional, seperti
merasa tidak aman, kurang menyesuaikan diri serta ketidakmatangan emosi.
3) Yang bersifat psikomotor antara lain terganggunya alat indra, cacat tubuh, serta kurang
berfungsinya organ-organ perasaan.
4) Motivasi. Kurangnya motivasi belajar akan menyebabkan anak atau siswa malas untuk
belajar.
6) Rasa percaya diri. Rasa percaya diri timbul dari keinginan berhasil dalam belajar.
8) Kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan sering
bolos atau tidak mengikuti pelajaran.
2. Faktor ekstern
Faktor ini meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan siswa yang tidak kondusif bagi
terwujudnya aktifitas-aktifitas belajar. Yang termasuk dalam faktor ini adalah :
1) Lingkungan keluarga, seperti ketidak harmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan
rendahnya tingkat ekonomi keluarga.
2) Lingkungan masyarakat, seperti wilayah yang kumuh, teman sepermainan yang nakal.
3) Lingkungan sekolah, seperti kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk, seperti dekat
pasar kondisi guru, serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
4) Guru sebagai pembina siswa belajar. Guru adalah pengajar yang mendidik. Dia tidak
hanya menajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannnya, tetapi juga menjadi pendidik
pemuda generasi bangsa.
5) Kurikulum sekolah. Adanya kurikulum baru akan menimbulkan masalah seperti tujuan
yang akan dicapai mungkin juga berubah, isi pendidikan berubah, kegiatan belajar mengajar
juga berubah serta evaluasi berubah.
9) Keadaan ekonomi.
Mengatasi malas belajar siswa agar bersemangat dan tidak malas untuk belajar, adalah hal
yang harus dilakukan oleh orangtua di rumah maupun guru di sekolah. Terkadang siswa
malas untuk belajar karena minat dan motivasi yang kurang dari orangtua maupun guru.
Orangtua maupun guru harus mendukung dan memotivasi siswa agar bersemangat dan tidak
malas untuk belajar. Ada beberapa solusi yang bisa dilakukan oleh orangtua maupun guru
untuk meningkatkan minat belajar siswa adalah sebagai berikut :
1) Menanamkan pengertian yang benar tentang belajar pada siswa sejak dini,
menumbuhkan inisiatif belajar mandiri pada siswa, menanamkan kesadaran serta tanggung
jawab sebagai pelajar pada siswa merupakan hal lain yang bermanfaat jangka panjang.
3) Berikan intensif jika siswa belajar. Intensif yang dapat diberikan ke siswa tidak selalu
berupa materi, tapi bisa juga berupa penghargaan dan perhatian.
4) Orang tua sering mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang diajarkan di sekolah
pada anak. Sehingga orangtua tahu perkembangan anak di sekolah.
9) Menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman, orangtua memberikan perhatian
dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat belajar.
10) Menghibur dan memberikan solusi yang baik dan bijaksana pada anak, apabila anak
sedang sedih atau sedang sakit, sedang tidak ada motivasi untuk belajar, orangtua harus
membangun motivasi anak agar bersemangat dalam belajar.
11) Gunakan imajinasi peserta didik. Orangtua membantu peserta didik membayangkan apa
yang dia inginkan untuk masa depan, baik dalam waktu panjang atau pendek.
12) Mengarahkan peserta didik untuk berteman dan hidup dalam lingkungan yang baik dan
mendukung.
13) Tidak memfokuskan bahwa belajar hanya dari buku saja. Tetapi dari lingkungan sekitar
juga dapat digunakan untuk belajar.
15) Membangun motivasi atau minat belajar siswa, sehingga siswa bersemangat dalam
belajar.
16) Menyiapkan ruang kelas yang nyaman, kondusif, sehingga siswa dapat belajar dengan
nyaman.
17) Guru dalam mengajar harus melibatkan anak secara aktif melalui kegiatan diskusi,
tugas kelompok agar anak tidak bosan di dalam kelas. Karena metode guru yang mengajar
dengan berceramah saja akan membuat siswa merasa bosan dan tidak memperhatikan.
18) Guru harus mempunyai model pembelajaran yang bervariasi dalam setiap pertemuan
agar tidak monoton, sehingga siswa semangat dengan metode pembelajaran yang baru.
4) Komunikasi dengan orangtua mengenai perkembangan anak dan tingkah laku di sekolah.
1. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dalam dunia pendidikan, kesulitan belajar adalah suatu kondisi di mana peserta didik tidak
dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam
belajar. Sedangkan masalah belajar adalah suatu keadaan yang tidak diharapkan oleh kita
sebagai penyimpangan kecil dalam belajar yang kita alami. Ada dua faktor yang menjadi
penyebab masalah belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu yang
berasal dari dalam diri peserta didik meliputi kurangnya motivasi dalam belajar, kurangnya
minat dalam belajar, intelegensi, bakat serta kesehatan mental. Faktor eksternal yaitu faktor
yang berasal dari luar peserta didik meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan
lingkungan masyarakat atau sosial.
2. Saran
1) Bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar atau masalah belajar hendaknya bertanya
kepada teman, guru atau berkonsultasi ke BK.
2) Apabila siswa belum memahami materi yang diajarkan oleh guru, siswa harus aktif
bertanya kepada guru, jangan hanya diam saja. Karena jika siswa belum memahami materi
yang diajarkan akan membuat siswa malas belajar.
3) Bagi para guru atau pengajar harus lebih memahami karakteristik peserta didiknya,
sehingga peserta didik lebih mudah memahami pelajaran.
...............................................................................................
PENDAHULUAN
Sebagai seorang guru, sangat perlu memahami perkembangan peserta didik.
Perkembangan peserta didik tersebut meliputi: perkembangan fisik,
perkembangan sosioemosional, dan bermuara pada perkembangan intelektual.
Perkembangan fisik dan perkembangan sosio sosial mempunyai kontribusi yang
kuat terhadap perkembangan intelektual atau perkembangan mental atau
perkembangan kognitif siswa.
Pada akhir kelas empat, pada umumnya anak perempuan mulai mengalami
masa lonjakan pertumbuhan. Lengan dan kaki mulai tumbuh cepat. Pada akhir
kelas lima, umumnya anak perempuan lebih tinggi, lebih berat dan lebih kuat
daripada anak laki laki. Anak laki laki memulai lonjakan pertumbuhan pada usia
sekitar 11 tahun. Menjelang awal kelas enam, kebanyakan anak perempuan
mendekati puncak tertinggi pertumbuhan mereka. Periode pubertas yang
ditandai dengan menstruasi umumnya dimulai pada usia 12 13 tahun. Anak laki
laki memasuki masa pubertas dengan ejakulasi yang terjadi antara usia 13 16
tahun.
Perkembangan fisik selama remaja dimulai dari masa pubertas. Pada masa ini
terjadi perubahan fisiologis yang mengubah manusia yang belum mampu
bereproduksi menjadi mampu bereproduksi. Hampir setiap organ atau sistem
tubuh dipengaruhi oleh perubahan perubahan ini. Anak pubertas awal
(prepubertal) dan remaja pubertas akhir (postpubertal) berbeda dalam tampakan
luar karena perubahan perubahan dalam tinggi proporsi badan serta
perkembangan ciri ciri seks primer dan sekunder.
Meskipun urutan kejadian pubertas itu umumnya sama untuk tiap orang, waktu
terjadinya dan kecepatan berlangsungnya kejadian itu bervariasi. Rata rata anak
perempuan memulai perubahan pubertas 1,5 hingga 2 tahun lebih cepat dari
anak laki laki. Kecepatan perubahan itu juga bervariasi, ada yang perlu waktu
1,5 hingga 2 tahun untuk mencapai kematangan reproduksi, tetapi ada yang
memerlukan waktu 6 tahun. Dengan adanya perbedaan perbedaan ini ada anak
yang telah matang sebelum anak matang yang sama usianya mulai mengalami
pubertas.
Selama duduk di kelas kecil SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering rendah
diri. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka
"dewasa". Mereka merasa "saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu, karenanya
tahap ini disebut tahap 'I can do it my self'. Mereka dimungkinkan untuk
diberikan suatu tugas.
Daya konsentrasi anak tumbuh pada kelas kelas tinggi SD. Mereka dapat
meluangkan lebih banyak waktu untuk tugas tugas pilihan mereka, dan
seringkali mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Tahap ini juga
termasuk tumbuhnya tindakan mandiri, kerjasama dengan kelompok, dan
bertindak menurut cara cara yang dapat diterima lingkungan mereka. Mereka
juga mulai peduli pada permainan yang jujur. Selama masa ini mereka juga mulai
menilai diri mereka sendiri dengan membandingkannya dengan orang lain. Anak
anak yang lebih muda menggunakan perbandingan sosial (social comparison)
terutama untuk norma norma sosial dan kesesuaian jenis jenis tingkah laku
tertentu. Pada saat anak anak tumbuh semakin lanjut, mereka cenderung
menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi dan menilai kemampuan
kemampuan mereka sendiri.
Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif mereka, anak pada
kelas besar di SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin
diperlakukan sebagai orang dewasa.Terjadi perubahan perubahan yang berarti
dalam kehidupan sosial dan emosional mereka. Di kelas besar SD anak laki laki
dan perempuan menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan
perasaan bahwa dirinya berharga. Tidak diterima dalam kelompok dapat
membawa pada masalah emosional yang serius Teman teman mereka menjadi
lebih penting daripada sebelumnya. Kebutuhan untuk diterima oleh teman
sebaya sangat tinggi. Remaja sering berpakaian serupa. Mereka menyatakan
kesetiakawanan mereka dengan anggota kelompok teman sebaya melalui
pakaian atau perilaku.
Hubungan antara anak dan guru juga seringkali berubah. Pada saat di SD kelas
rendah, anak dengan mudah menerima dan bergantung kepada guru. Di awal
awal tahun kelas tinggi SD hubungan ini menjadi lebih kompleks. Ada siswa yang
menceritakan informasi pribadi kepada guru, tetapi tidak mereka ceritakan
kepada orang tua mereka. Beberapa anak pra remaja memilih guru mereka
sebagai model. Sementara itu, ada beberapa anak membantah guru dengan
cara cara yang tidak mereka bayangkan beberapa tahun sebelumnya. Malahan,
beberapa anak mungkin secara terbuka menentang gurunya.
RINGKASAN
Pada anak perempuan sekitar kelas 6 SD, sudah mencapai puncak lonjakan
tinggi badan pada umur (10,5 13,5) tahun dan sudah mulai menstruasi umur
(10,5 15,5) tahun. Sementara itu pada anak laki laki puncak lonjakan tinggi
badan tercapai (12,515,5) tahun serta mereka juga sudah dewasa pada alat
reproduksinya pada umur (12 16) tahun yaitu dengan ditandainya penyemburan
pertama air mani.