Anda di halaman 1dari 41

HAKEKAT PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Oleh :
Abdul Haris Mubarak
Mukrim
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam
kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia
ini dalam rangka mempertahankan hidup dalam hidup dan penghidupan
manusia yang mengemban tugas dari Sang Kholiq untuk beribadah.

Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah


Subhanaha wattaalla dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang
tidak dimiliki mahluk Allah yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk
mengolah akal pikirnya diperlukan suatu pola pendidikan melalui suatu
proses pembelajaran.
Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab I,
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Menurut William F (tanpa tahun) Pendidikan harus dilihat di dalam
cakupan pengertian yang luas. Pendidikan juga bukan merupakan suatu
proses yang netral sehingga terbebas dari nilai-nilai dan Ideologi. 1[1]
Kosasih Djahiri (1980 : 3) mengatakan bahwa Pendidikan adalah
merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu
(terus menerus sepanjang hayat) kearah membina manusia/anak didik
menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya (civilized).2[2]
Dari pengertian tersebut bahwa pendidikan merupakan upaya yang
terorganisir memiliki makna bahwa pendidikan tersebut dilakukan oleh
usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas, ada
tahapannya dan ada komitmen bersama didalam proses pendidikan itu.
Berencana mengandung arti bahwa pendidikan itu direncanakan
sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai
sistem pendukung yang disiapkan. Berlangsung kontinyu artinya
pendidikan itu terus menerus sepanjang hayat, selama manusia hidup
proses pendidikan itu akan tetap dibutuhkan, kecuali apabila manusia
sudah mati, tidak memerlukan lagi suatu proses pendidikan.
Pendidikan merupakan upaya yang terorganisir memiliki makna
bahwa pendidikan tersebut dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan
dasar dan tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada komitmen bersama
didalam proses pendidikan itu. Berencana mengandung arti bahwa
1

2
pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses
perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung yang
disiapkan. Berlangsung kontinyu artinya pendidikan itu terus menerus
sepanjang hayat, selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap
dibutuhkan, kecuali apabila manusia sudah mati, tidak memerlukan lagi
suatu proses pendidikan. Selanjutnya diuraikan bahwa dalam upaya
membina tadi digunakan asas/pendekatan manusiawi/humanistik serta
meliputi keseluruhan aspek/potensi anak didik serta utuh dan bulat (aspek
fisiknon fisik : emosiintelektual; kognitifafektif psikomotor), sedangkan
pendekatan humanistik adalah pendekatan dimana anak didik dihargai
sebagai insan manusia yang potensial, (mempunyai kemampuan
kelebihan kekurangannya dll), diperlukan dengan penuh kasih sayang
hangat kekeluargaan terbuka objektif dan penuh kejujuran serta
dalam suasana kebebasan tanpa ada tekanan/paksaan apapun juga.
Konsep pendidikan sudah seharusnya mampu mengantar manusia
Indonesia menjadi manusia yang berbudi luhur. Kehadiran Psikologi
sebagai bagian dari penerapan pembelajaran perlu dikaji lebih dalam.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, kami menyusun beberapa permasalahan
berikut ini:
1. Apa pengertian Psikologi Pendidikan?
2. Apa Manfaat Psikologi Pendidikan?
3. Apa Hakikat Psikologi Pendidikan?
4. Bagaimana Kompetensi Pendidik?
II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Psikologi Pendidikan


Psikologi pendidikan merupakan penerapan prinsip dan metode
psikologi untuk mengkaji perkembangan, belajar, motivasi, pembelajaran,
penilaian, dan isu-isu terkait lainnya yang mempengaruhi interaksi belajar
mengajar3[3].
Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana
manusia belajar dalam pendidikan pengaturan, efektivitas intervensi
pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai
organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa
belajar dan berkembang, dan sering terfokus pada sub kelompok seperti
berbakat anak-anak dan mereka yang tunduk pada khusus penyandang
cacat .
Menurut Muhibin Syah (2002), pengertian psikologi pendidikan
adalah sebuah disiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang
terjadi dalam dunia pendidikan. Sedangkan menurut ensiklopedia
amerika, Pengertian psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih
berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan
penemuan dan menerapkan prinsip prinsip dan cara untuk
meningkatkan keefisien di dalam pendidikan.

3
Sedangkan menurut Witherington, Pengertian Psikologi pendidikan
adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan pendidikan manusia.
Tardif (dalam Syah, 1997: 13) juga mengatakan bahwa
Pengertian Psikologi Pendidikan adalah sebuah bidang studi yang
berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia
untuk usaha-usaha kependidikan4[4].
Dari beberapa pendapat tentang psikologi pendidikan, kami
mengambil kesimpulan bahwa Pengertian Psikologi Pendidikan adalah
ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia di dalam dunia
pendidikan yang meliputi studi sistematis tentang proses-proses dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia yang
tujuannya untuk mengembangkan dan meningkatkan keefisien di dalam
pendidikan.

B. MANFAAT PSIKOLOGI PENDIDIKAN


Manfaat mempelajari psikologi pendidikan bagi guru dan calon guru
dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu:
1. Untuk Mempelajari Situasi Dalam Proses Pembelajaran
Psikologi pendidikan memberikan banyak kontribusi kepada guru
dan calon guru untuk meningkatkan efisiensi proses pembelajaran pada
kondisi yang berbeda-beda seperti di bawah ini:
a. Memahami Perbedaan Individu (Peserta Didik)
Seorang guru harus berhadapan dengan sekelompok siswa di dalam
kelas dengan hati-hati, karena karakteristik masing-masing siswa
berbeda-beda. Oleh karena itu sangat penting untuk memahami
perbedaan karakteristik siswa tersebut pada berbagai tingkat
pertumbuhan dan perkembangan guna menciptakan proses pembelajaran
yang efektif dan efisien. Psikologi pendidikan dapat membantu guru dan
calon guru dalam memahami perbedaan karakteristik siswa tersebut.
b. Penciptaan Iklim Belajar yang Kondusif di Dalam Kelas
Pemahaman yang baik tentang ruang kelas yang digunakan dalam
proses pembelajaran sangat membantu guru untuk menyampaikan materi
kepada siswa secara efektif. Iklim pembelajaran yang kondusif harus bisa
diciptakan oleh guru sehingga proses belajar mengajar bisa berjalan
efektif. Seorang guru harus mengetahui prinsip-prinsip yang tepat dalam
proses belajar mengajar, pendekatan yang berbeda dalam mengajar
untuk hasil proses belajar mengajar yang lebih baik. Psikologi pendidikan
berperan dalam membantu guru agar dapat menciptakan iklim sosio-
emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga proses pembelajaran di
dalam kelas bisa berjalan efektif.
c. Pemilihan Strategi dan Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran didasarkan pada karakteristik perkembangan
siswa. Psikologi pendidikan dapat membantu guru dalam menentukan
strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu
mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar

4
dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami peserta
didik.
d. Memberikan Bimbingan Kepada Peserta Didik
Seorang guru harus memainkan peran yang berbeda di sekolah,
tidak hanya dalam pelaksanaan pembelajaran, tetapi juga berperan
sebagai pembimbing bagi peserta didik. Bimbingan adalah jenis bantuan
kepada siswa untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.
Pengetahuan tentang psikologi pendidikan memungkinkan guru untuk
memberikan bimbingan pendidikan dan kejuruan yang diperlukan untuk
siswa pada tingkat usia yang berbeda-beda.
e. Mengevaluasi Hasil Pembelajaran
Guru harus melakukan dua kegiatan penting di dalam kelas seperti
mengajar dan mengevaluasi. Kegiatan evaluasi membantu dalam
mengukur hasil belajar siswa. Psikologi pendidikan dapat membantu guru
dan calon guru dalam mengembangkan evaluasi pembelajaran siswa yang
lebih adil, baik dalam teknis evaluasi, pemenuhan prinsip-prinsip evaluasi
maupun menentukan hasil-hasil evaluasi.
2. Untuk Penerapan Prinsip-prinsip Belajar Mengajar
a. Menetapkan Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran mengacu pada perubahan perilaku yang
dialami siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran. Psikologi
pendidikan membantu guru dalam menentukan bentuk perubahan
perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran.
b. Penggunaan Media Pembelajaran
Pengetahuan tentang psikologipendidikan diperlukan guru untuk
merencanakan dengan tepat media pembelajaran yang akan digunakan.
Misalnya penggunaan media audio-visual, sehingga dapat memberikan
gambaran nyata kepada peserta didik.
c. Penyusunan Jadwal Pelajaran
Jadwal pelajaran harus disusun berdasarkan kondisi psikologi
peserta didik. Misalnya mata pelajaran yang dianggap sulit bagi siswa
seperti matematika ditempatkan di awal pelajaran, di mana kondisi siswa
masih segar dan semangat dalam menerima materi pelajaran.5[5]
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan psikologi pendidikan berperan dalam membantu guru untu
merencanakan, mengatur dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar di
sekolah.

HAKEKAT PENDIDIK PROFESIONAL

Pendidik yang bermutu adalah pendidik yang:


1. Menunjukkan seperangkat kompetensi sesuai dengan standar yang
berlaku.
2. Mampu bekerja dengan menerapkan prinsip-prinsip keilmuan dan
teknologi.
3. Mematuhi kode etik profesi pendidik.
4. Bekerja dengan penuh dedikasi.

5
5. Membuat keputusan secara mandiri ataupun secara bersama-sama.
6. Menunjukkan akuntabilitas kerjanya kepada pihak-pihak terkait.
7. Bekerjasama dengan pihak lain yang relevan.
8. Secara berkesinambungan mengembangkan diri baik secara mandiri
ataupun melalui asosiasi profesi.

C. KOMPETENSI PENDIDIK
PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional dan UU No. 14
tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa pendidik wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Kualifikasi akademik itu diperoleh melalui pendidikan
Sarjana atau program Diploma IV. Sedangkan kompetensi pendidik
tersebut meliputi:
1. Kompetensi Paedagogik
a. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial,
kultural, emosional dan intelektual.
b. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
c. Menguasai kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang
diampu.
d. Terampil melakukan kegiatan pengembangan yang mendidik.
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan
penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
h. Terampil melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
i. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan
pembelajaran.
j. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

2. Kompetensi kepribadian
a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan
Indonesia.
b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan teladan
bagi peserta didik dan masyarakat.
c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan
berwibawa.
d. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga
menjadi pendidik dan rasa percaya diri.
e. Menjunjung tinggi kode etik profesi pendidik.

3. Kompetensi profesional
a. Menguasai materi, stuktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang
mendukung mata pelajaran yang diampu.
b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
c. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
d. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan
tindakan reflektif.
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi
dan mengembangkan diri.

4. Kompetensi Sosial
a. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena
pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi.
b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.
c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Indonesia yang
memiliki keragaman sosial budaya.
d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara
lisan dan tulisan atau bentuk lain.
III. PENUTUP
Kesimpulan
Sebagai catatan penutup, kami menguraikan beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Psikologi pendidikan merupakan penerapan prinsip dan metode psikologi
untuk mengkaji perkembangan, belajar, motivasi, pembelajaran,
penilaian, dan isu-isu terkait lainnya yang mempengaruhi interaksi belajar
mengajar.
2. Psikologi Pendidikan mengajarkan situasi dan kondisi Dalam Proses
Pembelajaran serta penerapannya dalam pengajaran.
3. Pada hakikatnya, psikologi pendidikan menerapkan konsep-konsep
keilmuan.

DAFTAR PUSTAKA
Akhmad Sudrajat, Hakikat Pendidikan,
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/08/hakikat-pendidikan/ 19
Maret 2013
PGMI STAIN, Hakikat Psikologi Pendidikan,
http://pgmistain.blogspot.com/2012/06/hakikat-psikologi-pendidikan.html,
19 Maret 2013
Sunny, Pengertian Psikolog Pendidikan, http://ilmu-
psikologi.blogspot.com/2009/05/pengertian-psikologi-pendidikan.html 19
Maret 2013
Budi Wahyono, Manfaat Guru mempelajari Psikologi Pendidikan,
http://www.pendidikanekonomi.com/2012/05/manfaat-mempelajari-
psikologi.html 23 Maret 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan anak manusia merupakan sesuatu yang kompleks. Artinya,
banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya
proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur
pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan sama-sama
memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan anak
tersebut.
Banyaknya aspek yang dibicarakan dalam membahas masalah perkembangan
menyebabkan banyaknya istilah dan konsep yang digunakan. Begitu pula banyaknya
pandangan dan teori dalam menjelaskan fenomena-fenomena perkembangan anak
membuat semakin kayanya pengetahuan tentang perkembangan anak.
Gambaran pembahasan tentang perkembangan di atas menyarankan perlunya
suatu cara penyajian yang runtut dan cukup detail. Pada makalah ini, secara
khusus akan diuraikan pengertian perkembangan dan pertumbuhan serta beberapa
isu pokok yang berkenaan dengan topik tersebut. Selain itu, beberapa istilah pokok
berkenaan dengan konsep perkembangan yang akan digunakan dalam pembahasan-
pembahasan selanjutnya juga akan diperkenalkan dan dijelaskan pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini masalah yang akan di bahas diantaranya meliputi :
1. Apakah pengertian perkembangan dan pertumbuhan?
2. Bagaimanakah anak sebagai suatu totalitas?
3. Bagaimanakah perkembangan sebagai proses holistik dari aspek biologis, kognitif,
dan psikososial?
4. Apakah faktor kematangan ataukah faktor pengalaman yang terutama
mempengaruhi perkembangan individu?
5. Apakah perkembangan itu merupakan sesuatu yang kontinuitas ataukah
diskontinuitas?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah
Perkembangan Peserta Didik, selain itu juga ada beberapa tujuan diantaranya:
1. Memahami pengertian istilah perkembangan dan pertumbuhan serta perbedaan di
antara keduanya;
2. Memahami dan menyadari anak sebagai organisme atau individu yang merupakan
suatu totalitas;
3. Memahami perkembangan anak sebagai suatu proses yang holistik antara proses-
proses biologis, kognitif, dan psikososial; dan
4. Memperoleh gambaran tentang isu kematangan vs pengalaman dan kontinuitas vs
diskontinuitas dalam perkembangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkembangan dan Pertumbuhan
Dari waktu ke waktu kehidupan manusia terus berubah. Berawal dari dua sel
dasar yaitu sel telur dan sperma, suatu organism tumbuh dan berkembang. Dua sel
tersebut kemudian membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan tulang-
tulang, syaraf, otot, usus, otak, dan bagian-bagian organ tubuh lainnya. Setelah
kurang lebih sembilan bulan lamanya dalam kandungan ibu, organism yang baru
tumbuh tersebut akhirnya menjadi bayi manusia yang sempurna dan siap lahir ke
dunia dengan perangkat keterampilan hidup minimal yaitu bernafas, menggerak-
gerakkan tubuh, menangis, dan menyusu.
Meskipun di saat lahir hanya berbekal seperangkat keterampilan minimal,
melalui interaksi dengan lingkungan (orang tua, saudara, orang dewasa lain, dan
objek-objek yang ada di sekitarnya) sang bayi terus lebih menyempurnakan diri. Ia
terus mengalami berbagai perubahan fisik baik dalam hal ukuran maupun
proporsinya. Berat dan tinggi badan bayi terus bertambah, begitupun proporsi
antara organ-organ tubuhnya kepala, badan, kaki, tangan, dan organ-organ
lainnyaterus berubah menjadi lebih seimbang. Seiring dengan perubahan struktur
fisik, perilaku dan keterampilan bayi juga terus semakin beraneka. Dalam hal
perilaku motorik, misalnya mulai dari hanya bisa berbaring, kemudian mampu
bergulir, menelungkup, duduk, merangkak, berdiri, berjalan,dan akhirnya berlari.
Uraian di atas mengilustrasikan adanya proses perubahan yang dialami oleh
anak manusia yang disebut dengan perkembangan (development). Perkembangan
adalah pola perubahan individu yang berawal pada masa konsepsi dan terus
berlanjut sepanjang hayat, demikian menurut Santrock & Yussen (1992). Namun
tidak setiap perubahan yang dialami organisme atau individu itu merupakan
perkembangan.
Dengan belajar, perilaku individu juga bisa berubah. Begitupun karena factor
peristiwa atau pengaruh penggunaan obat tertentu, individu juga bisa berubah.
Untuk itu perlu ada suatu penjelasan lebih rinci tentang perubahan yang dimaksud
sebagai perkembangan.
Pertama, perubahan dalam arti perkembangan terutama berakar pada unsur
biologis (Bjorklund & Bjorklun, 1992). Pengalaman-pengalaman atau aktivitas-
aktivitas khusus anak dapat menimbulkan perubahan pada diri yang bersangkutan.
Misalnya, seorang anak yang berlatih menari menjadi terampil menari; anak yang
belajar matematika atau berhitung menjadi mahir dalam mengerjakan soal-soal
hitungan. Perubahan-perubahan semacam itu bukan merupakan perkembangan,
melainkan lebih merupakan perubahan dalam arti belajar, yakni perubahan yang
lebih singkat dan merupakan fungsi langsung dari pengalaman-pengalaman khusus
yang diupayakan. Perubahan dalam arti perkembangan lebih berkaitan dengan
fungsi waktu dan kematangan biologis sehingga terjadi dalam periode yang lebih
lama dan bersifat umum, tidak terkait dengan peristiwa atau pengalaman khusus
tertentu.
Kedua, perkembangan dapat mencakup perubahan baik dalam struktur
maupun fungsi (Bjorklund & Bjorklun, 1992) atau perubahan fisik maupun psikis
(Abin Syamsuddin Makmum, 1996). Perubahan dalam struktur lajimnya merujuk
kepada perubahan fisik baik dalam hal ukuran maupun bentuknya (seperti
perubahan lengan, kaki, otot, jaringan syaraf, atau bagian-bagian tubuh lainnya),
sedangkan perubahan fungsi mengacu kepada perubahan dalam hal aktivitas yang
secara inheren terdapat dalam struktur fisik tersebut (seperti kelenturan otot,
keterampilan bergerak, kemampuan berfikir, reaksireaksi emosional, dan
perubahan-perubahan sejenis lainnya). Dengan kata lain, perubahan struktur
mengacu kepada perubahan wujud jasadnya, sedangkan perubahan fungsi mengacu
kepada perubahan aspek mental atau aktivitas yang ditimbulkan sehubungan
dengan adanya perubahan dalam jasad tersebut.
Ketiga, perubahan dalam arti perkembangan bersifat terpola, teratur,
terorganisasi, dan dapat diprediksi. Ini berarti bahwa secara normal,
perkembangan individu mengikuti pola-pola tertentu yang sudah dapat diketahui
dan diperkirakan. Misalnya, seorang anak akan bisa duduk setelah bisa
menelungkup, akan merangkak setelah duduk, dan akan berjalan setelah
merangkak. Lebih jauh dari itu, bahkan waktu terjadinyapun dapat diperkirakan.
Sebagai contoh, anak bisa duduk sendiri pada sekitar usia 6 bulan, bisa merangkak
pada sekitar usia 7 bulan, bisa berjalan sendiri pada kira-kira usia 11-12 bulan, bisa
mengucapkan kata pertama pada sekitar usia 10-12 bulan, lebih menyenangi
aktivitas simbolik pada kira-kira usia sekitar 4-5 tahun, dan lebih menyenangi
aktivitas permainan (games) yang melibatkan aturan pada sekitar usia 7-8 tahun.
Keempat, perkembangan dapat bersifat unik bagi setiap individu (Bjorklund
& Bjorklun, 1992; Santrock & Yussen, 1992). Santrock & Yussen (1992: 17)
menyatakan bahwa: each of us develops in certain ways like all other individual,
like some other individuals, and like no other individuals. Artinya, masing-masing
kita berkembang dalam cara-cara tertentu seperti semua individu yang lain,
seperti beberapa individu yang lain dan seperti tak ada individu yang lain. Di
samping adanya kesamaan-kesamaan umum dalam pola-pola perkembangan yang
dialami oleh setiap individu, terjadinya variasi individual dalam perkembangan
anak bisa terjadi pada setiap saat. Hal ini terjadi karena perkembangan itu sendiri
merupakan suatu proses perubahan yang kompleks, melibatkan berbagai unsure
yang saling berpengaruh satu sama lain.
Kelima, perubahan dalam arti perkembangan terjadi secara bertahap (Seifert
& Hoffnung, 1991) dalam jangka waktu yang relatif lama (Bjorklund & Bjorklun).
Maksudnya bahwa perubahan dalam arti perkembangan bukan merupakan
perubahan yang sifatnya sesaat, melainkan terjadi dalam suatu proses yang
berlangsung secara berkelanjutan dalam waktu yang relative lama.
Keenam, perubahan dalam arti perkembangan dapat berlangsung sepanjang
hayat dari mulai sejak masa konsepsi hingga meninggal dunia (Santrock & Yussen,
1992; Bjorklund & Bjorklun, 1992). Perkembangan tidak hanya terbatas sampai
dengan masa remaja, melainkan dapat berlanjut terus hingga seseorang meninggal
dunia. Ini juga berarti bahwa perubahan dalam arti perkembangan tidak hanya
mencakup proses pertumbuhan, pematangan, dan penyempurnaan, melainkan juga
mencakup proses penurunan dan perusakan.
Dengan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan dapat
didefinisikan sebagai pola perubahan organisme (individu) baik dalam struktur
maupun fungsi (fisik maupun psikis) yang terjadi secara teratur dan terorganisasi
serta berlangsung sepanjang hayat.
Di samping istilah perkembangan, ada istilah lain yang sering dipertukarkan
penggunaannya, yaitu istilah pertumbuhan (growth). Istilah pertumbuhan juga
mengandung arti sebagai pola perubahan yang dialami oleh individu. Dalam
kenyataannya, kedua proses perubahan ini perkembangan dan pertumbuhan
memang sulit dipisahkan satu sama lain. Namun untuk kepentingan penjelasan dua
istilah tersebut dapat dibedakan.
Istilah pertumbuhan (growth) dimaksudkan sebagai perubahan dalam aspek
jasmaniah seperti berubahnya struktur tulang, tinggi dan berat badan, proporsi
badan, semakin sempurnanya jaringan syaraf, dan sejenisnya. Dengan kata lain,
pengertian pertumbuhan itu lebih bersifat kuantitatif dan terbatas pada pola
perubahan fisik yang dialami individu sebagai hasil dari proses pematangan. Dalam
arti luas, menurut Witherington dan Hurlock (Abin Syamsuddin Makmun, 1996),
istilah pertumbuhan dapat mencakup perubahan secara psikis kalau perubahan
tersebut berupa munculnya sesuatu fungsi yang baru seperti munculnya
kemampuan berpikir simbolik, munculnya kemampuan berpikir abstrak, dan
munculnya perasaan birahi terhadap lawan jenis.
B. Anak sebagai Suatu Totalitas
Sebagai objek studi psikologi perkembangan, anak dpandang sebagai suatu
totalitas. Konsep anak sebagai suatu totalitas sekurang-kurangnya dapat
mengandung pengertian berikut :
a. Anak adalah makhluk hidup (organisme) yang merupakan suatu kesatuan dari
keseluruhan aspek yangterdapat dalam dirinya.
b. Dalam kehidupan dan perkembangan anak, keseluruhan aspek anak tersebutsalin
terjalin satu sama lain.
c. Anak berbeda dari orang dewasa bukan sekedar secara fisik, tetapi secara
keseluruhan.
Sebagai suatu totalitas, anak dipandang sebagai makhluk hidup
(organisme) yang utuh, yakni sebagai suatu kesatuan dari keseluruhan aspek fisik
dan psikis yang terdapat dalam dirinya. Keseluruhan aspek fisik dan psikis anak
tersebut tak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena itu, anak juga dipandang
sebagai individu. Istilah individu berasal dari kata undivided yang berari tak dapat
dipisahkan antara suatu bagian dengan bagian lainnya.
Lebih lanjut, konsep anak sebagai suatu totalitas atau kesatuan mengandung
arti bahwa terdapat saling keterjalinan atau keterikatan antara keseluruhan aspek
yang terdapat dalam diri anak. Keseluruhan aspek yang terdapat dalam diri anak
tersebut secara terintegrasi saling terjalin dan saling memberikan dukungan
fungsional satu sama lain. Sebagai misal, anak yang sedang sakit panas bisa
menjadi lain perilakunya(rewel); anak yang sedang marah bisa menangis menjerit-
jerit, anak yang sedang malu bisa kemerah-merahan pipinya, anak yang sedang
aktif melakukan berbagai aktivitas fisik bisa aktif pula kegiatan mentalnya.
Contoh-contoh tersebut mengilustrasikan adanya keterkaitan dan keterpaduan
dalam proses kehidupan dan aktivitas anak. Reaksi-reaksi psikis anak selalu disertai
dengan reaksi fisiknya, dan begitu pula sebaliknya.
Bila dibanding dengan orang dewasa, konsep anak sebagai suatu totalitas
juga mengandung arti bahwa perbedaan anak dengan orang dewasa tidak terbatas
secara fisik melainkan secara keseluruhan. Anak bukan miniatur dari orang dewasa,
tetapi anak adalah anak yang dalam keseluruhan aspek dirinya bisa berbeda dari
org dewasa. Secara fisik, anak sedang mengalami pertumbuhan yang pesat,
sebaliknya, fisik org dewasa sudah relatif tidak berkembang lagi. Sementara anak
cenderung didomoinasi oleh pola pikir yang bersifat egosentrik, maka org dewasa
sudah lebih mampu berpikir empatik dan sosial. Begitu juga kalau daya pikir anak
masih terbatas pada hal-hal yang konkret, maka orang dewas sudah mampu
berpikir abstrak dan universal.
Demikianlah pengertian anak sebagai totalitas, yakni sebagai suatu
organisme atau individu yang merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dari
keseluruhan organ fisik dan aspek psikis yang terdapat dalam dirinya. Keseluruhan
aspek yang terdapat dalam diri anak tersebut salin terjalin satu sama lain. Karena
itu, perbedaan anak dengan orang dewasa tidak hanya terjadi dalam aspek fisik
atau fsikis, melainkan secara keseluruhan.
C. Perkembangan sebagai Proses Holistik dari Aspek Biologis, Kognitif, dan
Psikososial
Sesuai dengan konsep anak sebagai suatu totalitas. Perkembangan juga
merupakan suatu proses yang sifatnya menyeluruh (holistic). Artinya,
perkembangan terjadi tidak hanya aspek tertentu, melainkan melibatkan
keseluruhan aspek yang saling terjalin (interwoven) satu sama lain.
Secara garis besar, proses perkembangan individu dapat dikelompokkan
dalam tiga domain; proses biologis, kognitif, dan psikososial (Santrock & Yussen,
1992; Seifert & Hoffnung, 1991). Ketiga proses perkembangan tersebut merupakan
sesuatu yang terpadu dan saling berpengaruh satu sama lain.
Proses-proses biologis atau perkembangan fisik mencakup perubahan-
perubahan dalam tubuh individu seperti pertumbuhan otak, otot, sistem syaraf,
struktur tulang, hormon, organ-organ inderawi, dan sejenisnya. Perubahan-
perubahan dalam cara menggunakan tubuh atau keterampilan motorik dapat
dikelompokkan kedalam domain proses pertumbuhan biologis ini. Kedalam domain
perkembangan ini juga termasuk perubahan dalam kemampuan fisik seperti
perubahan dalam proses penglihatan, kekuatan otot, dan sejenisnya. Tetapi
domain perkembangan ini tidak mencakup perubahan fisik karena kecelakaan,
sakit, dan peristiwa-peristiwa khusus lainnya.
Proses-proses kogntif melibatkan perubahan-perubahan dalam kemampuan
dan pola berpikir, kemahiran berbahasa, dan cara individu memperoleh
pengetahuan dari lingkungannya. Aktivitas-aktivitas seperti mengamati dan
mengklasifikasikan benda-benda, menyatukan beberapa kata menjadi satu kalimat,
menghafal sajak atau doa, memecahkan soal-soal matematika, dan menceritakan
pengalam merefleksikan peran proses kognitif dalam perkembangan anak.
Meskipun dalam prakteknya sulit untuk dipisahkan, namun perlu dibedakan
antara perkembangan kognitif dengan perubahan dalam arti belajar. Perkembangan
kognitif mengacu kepada perubahan-perubahan penting dalam pola dan
kemampuan berpikir serta kemahiran berbahasa, tetapi belajar cenderung lebih
terbatas pada perubahan-perubahan sebagai hasil dari pengalaman atau peristiwa
yang relatif spesifik. Selain itu, perubahan-perubahan yang dipelajari sering kali
terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi perkembangan kognitif terjadi dalam
kurun waktu yang relatif lama. Perkembangan kognitif anak dan pengalaman
belajar ini sangat erat kaitannya dan saling berpengaruh satu sama lain.
Perkembangan kognitif anak akan memfasilitasi atau membatasi kemampuan
belajar anak, sebaliknya pengalaman belajar anak juga akan sangat memfasilitasi
perkembangan kognitifnya.
Proses-proses psikososial melibatkan perubahan-perubahan dalam aspek
perasaan, emosi, dan kepribadian individu serta cara yang bersangkurtan dengan
orang lain. Dengan demikian, perkembangan identitas diri (self identity) dan krisis-
krisis yang menyertainya serta perkembangan cara dan pola hubungan dengan
anggota keluarga, teman sebaya, guru-guru dan yang lainnya dapat dikelompokkan
kedalam domain perkembangan ini. Senyuman bayi dalam merespon sentuhan dan
sapaaan ibunya, perilaku agresif anak terhadap teman bermain, rasa percaya diri
dan keberanian anak, perkembangan hubungan pertemanan diantara anak
merefleksikan proses-proses psikososial dalam perkembangan anak.
D. Kematangan vs Pengalaman dalam Perkembangan Anak
Kematangan (maturation) adalah urutan perubahan yang dialami individu
secara teratur yang ditentukan oleh rancangan genetiknya (Santrock & Yussen,
1992) dalam Amin Budiamin, dkk ( 2006: 6). Dalam bahasan ini kematangan
dipandang sebagai suatu pembawaan (nature), yakni sebagai warisan biologis
organisme yang dibawa sejak lahir.
Di sisi lain, pengalaman (experience) merupakan peristiwa-peristiwa yang
dialami individu dalam berinteraksi dengan lingkungan. Disini pengalaman
dipandang sebagai unsur lingkungan, yakni sebagai pengalaman-pengalaman
environmental yang diperoleh individu dalam kehidupannya.
Para ahli psikologi perkembangan yang menekankan unsur kematangan atau
pembawaan (maturationists) mengklaim warisan biologis sebagai unsur yang paling
mempengaruhi perkembangan anak. Sedangkan para ahli yang mengutamakan
unsur pengalaman menganggap pengalaman environmental sebagai faktor yang
paling penting dalam perkembangan anak. Akan tetapi, menurut kami keduanya
saling mempengaruhi satu sama lain terhadap perkembangan anak.
Menurut pandangan maturasional, pada dasarnya individu berkembang
dalam cara yang terpola secara genetik, kecuali kalau terganggu atau terhambat
oleh faktor lingkungan yang bersifat merusak. Rancangan atau struktur genetik
akan menghasilkan komunalitas-komunalitas dalam pertumbuhan dan
perkembangan individu.
Sebaliknya, kaum enviromentalists menekankan pentingnya pengalaman
dalam perkembangan anak. Unsur genetik individu sekedar mewariskan potensi
dasar, tetapi bagaimana hal itu tumbuh dan berkembang sangat tergantung kepada
makanan, gizi, perawatan medis, latihan, dan pendidikan yang diberikan oleh
lingkungan. Pendeknya, lingkungan dipandang sebagai faktor yang paling
berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Di samping dua kelompok tersebut, ada pula para ahli perkembangan
(interacsionists) yang mempercayai bahwa hampir semua kualitas fisik dan psikis
individu merupakan hasil dari pengaruh pembawaan lingkungan. Sebagai misal,
tinggi badan anak tergantung kepada rancangan genetik yang diturunkan orang
tuanya (pembawaan), di samping tergantung pula kepada gizi dan latihan yang
diperoleh selama proses pertumbuhan (lingkungan); perkembangan kognisi anak
tergantung kepada taraf intelegensi yang dimiliknya (pembawaan), di samping
tergantung pula pada kualitas pengalaman belajar yang diperoleh selama hidupnya
(lingkungan); anak juga secara biologis sudah terpogram untuk belajar bahasa
(pembawaan), tetapi mereka hanya akan belajar bahasa mereka.
Dalam prakteknya, menentukan kontribusi kematangan (pembawaan) dan
pengalaman (lingkungan) terhadap pertumbuhan dan perkembangan individu
secara pasti akan sulit untuk dilakukan. Kualitas aspek pertumbuhan dan
perkembangan yang sama bisa dihasilkan dari campuran pengaruh unsur genetik
dan keadaan lingkungan yang berbeda. Namun dalam kondisi tertentu, mengetahui
pengaruh relatif dari dua faktor tersebut kadang-kadang penting untuk dilakukan.
Misalnya, jika seorang anak memiliki bobot tubuh yang berlebih, maka untuk
menentukan treatment apa yang tepat, perlu diketahui terlebih dahulu sumber-
sumber yang menyebabkan bobot tubuh yang berlebih tersebut. Jika ternyata hal
itu disebabkan oleh unsur genetik, maka bentuk treatment-nya akan lain dengan
yang disebabkan oleh faktor lingkungan.
E. Kontinuitas vs Diskontinuitas dalam Perkembangan
Isu lain yang diperdebatkan oleh para ahli perkembangan adalah pernyataan
apakah perkembangan itu merupakan sesuatu yang berkesinambungan atau tidak
berkesinambungan. Para ahli menekankan pada unsur kematangan lazimnya
menganggap perkembangan sebagai serangkaian tahap yang berbeda. Sebaliknya,
para ahli perkembangan yang menekankan pada unsur pengalaman menjelaskan
perkembangan sebagai suatu proses yang sinambung.
Para ahli yang menekankan segi kesinambungan dalam perkembangan
menjelaskan bahwa perkembangan itu merupakan perubahan kumulatif yang
berlngsung secara bertahap dari masa konsepsi hingga meninggal dunia.
Perkembangan adalah perubahan yang sifatnya bertahap dan merupakan akumulasi
dari perilaku dan kualitas pribadi yang sama yang sudah diperoleh sebelumnya.
Dalam proses pengayaaan itu terjadi pengayaan, penambahan, dan pengurangan
melalui pengalaman atau interaksi individu dengan lingkungan. Jadi di saat anak
memperoleh tambahan perilaku atau keterampilan baru, ia mengkombinasikan
kembali perilaku atau keterampilan tersebut dengan yang sudah ada untuk
menghasilkan perilaku atau abilitas yang semakin kompleks.
Dalam perkembangan bahasa, misalnya dari anak agar bisa mengucapkan
suatu suku kata, kemudian satu kata, dua kata, dan seterusnya. Menurut
pandangan ini, kata pertama yang bisa diucapkan oleh anak sekalipun sebenarnya
merupakan hasil akumulasi dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, meskipun
sepertinya merupakan peristiwa baru. Jadi, model perkembangan ini,
menempatkan perubahan kuantitatif, yakni unsur-unsur yang sudah ada dan lebih
secara esensial mengalami penambahan dengan unsur-unsur baru sehingga
menghasilkan kemampuan dan perilaku yang lebih kompleks.
Di sisi lain, para ahli yang menekankan segi ketidaksinambungan dalam
perkembangan menganggap bahwa proses perkembangan individu melibatkan
tahapan-tahapan yang berbeda. Setiap perkembangan individu dianggap melalui
suatu pola urutan perubahan yang berbeda secara kualitatif, tidak sekedar berbeda
secara kuantitatif. Dalam hal ini perkembangan individu dianggap berlangsung
melalui terjadinya perubahan-perubahan perilaku yang relatif tiba-tiba dari satu
tahap ke tahap berikutnya. Jadi, di sini terjadi peristiwa transisi yang relatif tajam
dari satu tahap perkembangan.
Para ahli yang mendukung pandangan diskontinuitas biasanya beranggapan
bahwa secara prinsip perkembangan diarahkan oleh faktor-faktor internal biologis.
Mereka menganggap bahwa kondisi yang berbeda dalam perkembangan anak
merefleksikan hakikat diskontinuitas dari perubahan-perubahan yang terjadi.
Dengan demikian, perkembangan melibatkan perubahn-perubahaan kualitatif,
bukan sekedar kombinasi-kombinasi sederhana dari kemampuan-kemampuan atau
perilaku-perilaku terdahulu. Sebagai contoh, deskripsi tahap-tahap perkembangan
berpikir anak dari Piaget seperti Sensori motor, praoperasional, kongkret
operasional dan formal operasional, menggambarkan bagaimana perbedaan
kualitatif (Diskontinuitas). Itu terjadi dalam proses perkembangan berpikir anak.
Tahap-tahap perkembangan berpikir anak tersebut tidak sekedar menggambarkan
padanya kemampuan yang meningkat dalam berpikir, tapi lebih daripada itu ada
perbedaan kualitatif yang signifikan antara tahap-tahap tersebut.
Berkenaan dengan isu kontinuitas dan diskontinuitas di atas, Emde &
Harmon (Vasta,Haith & Miller, 1992) menjelaskan bahwa persoalan melibatkan dua
komponen yang diperdebatkan.
1. Isu melibatkan penjelasan tentang pola-pola perkembangan.
a. Para ahli teori kontinuitas meyakini bahwa perkembangan itu terjadi secara halus
dan stabil melalui penambahan atau peningkatan bertahap dalam hal abilitas,
ketrampilan, dan/atau pengetahuan baru pada suatu langkah yang relatif sama.
b. Para ahli diskontinuitas beranggapan bahwa perkembangan terjadi pada periode-
periode kecepatan yang berbeda, berganti-ganti antara periode-periode yang
hanya sedikit perubahannya dengan periode yang tajam dan cepat perubahannya
2. Pedebatan ini berkenaan dengan masalah keterkaitan perkembangan.
a. Para ahli teori kontinuitas berpendapat bahwa perilaku-perilaku awal secara
bersama akan membangun dan membentuk perilaku-perilaku selanjutnya atau
sekurang-kurangnya perkembangan-perkembangan awal itu memiliki keterikatan
dengan perkembangan selanjutnya.
b. Para ahli diskontinuitas menyatakan bahwa beberapa aspek perkembangan muncul
secara independen dari apa yang sudah muncul sebelumnya dan tak dapat
diprediksi dari perilaku-perilaku sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan di atas kami menyimpulkan bahwa:
Perkembangan adalah pola perubahan organisme (individu) baik dalam
struktur maupun fungsi (fisik maupun psikis) yang terjadi secara teratur dan
terorganisasi serta berlangsung sepanjang hayat.
Pertumbuhan adalah perubahan dalam aspek jasmaniah seperti berubahnya
struktur tulang, tinggi dan berat badan, proporsi badan, semakin sempurnanya
jaringan syaraf, dan sejenisnya.
Perkembangan bersifat kualitatif, sedangkan pertumbuhan bersifat kuantitatif
(peningkatan dalam ukuran dan struktur).
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan konsep ini diantaranya; anak sebagai
suatu totalitas; perkembangan sebagai proses holistik dari aspek biologis, kognitif,
dan psikososial; kematangan vs pengnalaman dalam perkembangan anak;
kontinuitas vs diskontinuitas dalam perkembangan.
B. Saran
Sebaiknya kita sudah dapat mengerti apa yang dimaksud dengan perkembangan dan
pertumbuhan melalui makalah ini, untuk itu kita dapat menerapkannya di
kehidupan sehari-hari.
Sebaiknya kita harus berkembang dan tumbuh mengikuti perkembangan zaman ini
agar kita tidak terbelakang, tapi perkembangan dan pertumbuhannya itu harus
sesuai dengan kodrat kita sebagai manusia.
HAKEKAT PESERTA DIDIK DALAM PANDANGAN ANTHROPOLOGI
MAUPUN DALAM PANDANGAN ISLAM

I. Latar Belakang
Dewasa ini banyak para pendidik yang kurang perhatian dalam mempelajari pola
pertumbuhan maupun perkembangan peserta didik yang sebenarnya sangat berguna demi
kelancaran proses pembelajaran. Dengan kurang fahamnya pendidik dengan pola
pertumbuhan maupun perkembangan peserta didiknya maka akan terjadi beberapa hambatan
dalam proses pembelajaran seperti kurang dipahaminya materi yang disampaikan
pendidik. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwasannya pendidikan merupakan
suatu hal yang urgen dalam setiap lini kehidupan. Di lain pihak pendidikan merupakan faktor
penentu kemajuan suatu negara. Maju tidaknya suatu negara tergantung dari kualitas
pendidikan di dalamnya. Sudah jelas kiranya bahwasanya pendidikan memang memiliki
peranan penting dalam kehidupan umat manusia. Anak didik sebagai salah satu komponen
pendidikan dalam hal ini memerlukan perhatian yang cukup serius, terlebih selain sebagai
objek juga berkeduduna sebagai subjek dalam pendidikan. Dengan kedudukan yang demikian
maka keterlibatan anak didik menjadi salah satu faktor penting dalam terlaksananya proses
pendidikan.

II. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa hakekat peserta didik dalam pandangan anthropologi maupun dalam pandangan islam?
2. Apa kedudukan peserta didik dalam proses pembelajaran?

III. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui hakekat peserta didik dalam pandangan anthropologi maupun dalam
pandangan islam.
2. Mengetahui kedudukan peserta didik.

IV. Pembahasan
A. Peserta Didik
1. Hakekat Peserta Didik
Hakekat peserta didik menurut ilmu filosofi adalah menuntut pemikiran secara dalam, luas,
lengkap, menyeluruh, tuntas serta mengarah pada pemahaman tentang peserta didik.
Sedangkan menurut pandangan tradisionil, anak (peserta didik) adalah miniatur manusia
dewasa (Elizabeth B.Hurlock. 1978:2). Johan Amos Comenius (abad ke-17) mempelopori
kajian tentang anak bahwa anak harus dipelajari bukan sebagai embrio orang dewasa
melainkan sosok alami anak. Pengikut Comenius mengembangkan pendapat bahwa
mengamati anak secara langsung akan memberi manfaat ketimbang mempelajari secara
filosofis.
Pandangan menurut ilmu psikolog tentang peserta didik adalah individu yang sedang
berkembang baik jasmani maupun rohani. Perubahan jasmani biasa disebut pertumbuhan,
ialah terdapatnya perubahan aspek jasmani menuju kearah kematangan fungsi, missal kaki,
tangan sudah mulai berfungsi secarea sempurna. Sedangkan perkembangan adalah perubahan
aspek psikis secara lebih jelas.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, peserta didik dalam pengertian yang lebih modern
dapat dikatakan sebagai manusia yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal,
pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.
Peserta didik juga dikenal dengan istilah lain :
a. Siswa adalah istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
b. Mahasiswa adalah istilah umum bagi peserta didik pada jenjang pendidikan perguruan
tinggi.
c. Warga Belajar adalah istilah bagi peserta didik nonformal seperti Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) .
d. Pelajar adalah istilah lain yang digunakan bagi peserta didik yang mengikuti pendidikan
formal tingkat menengah maupun tingkat atas.
e. Murid memiliki definisi yang hampir sama dengan pelajar dan siswa.
f. Santri adalah istilah bagi peserta didik pada jalur pendidikan non formal, khususnya
pesantren atau sekolah sekolah yang berbasiskan agama islam.

2. Pandangan Anthropologi tentang Peserta Didik


Antropologi adalah ilmu yang mengkaji tentang asal usul, perkembangan, karakter spesies
manusia ini, hakikat peserta didik dipandang sebagai homo sapiens yaitu sebagai makhluk
hidup yang telah mencapai evolusi paling puncak. Dalam klasifikasi ini Mudyahardjo
(2000:22-26) menerangkan peserta didik mempunyai ciri khas sebagaimana ciri manusia
umumnya, yaitu :
1) Berjalan tegak (bipedal locomotion)
2) Mempunyai otak besar dan kompleks
3) Hewan yang tergeneralisasi, dapat hidup dalam berbagai lingkungan
4) Periode kehamilan yang panjang dan lahir tidak berdaya.
Dalam karakter yang demikian maka manusia mampu berbudaya memiliki tingkah laku
kultural yang terorganisir dalam pola-pola tingkah laku serta hidup bermasyarakat dengan
tradisi budaya material.
Hakikat peserta didik dalam pandangan dimensi Antropologi adalah
a) Bahwa peserta didik sebagai makhluk yang dapat bermasyarakat dan dapat
dimasyarakatkan sehingga pendidikan harus menyentuh upaya sosialisasi dan pembudayaan.
Kebudayaan yang dihasilkan melalui interaksi dalam masyarakat baik berupa budaya materiil
maupun immaterial dapat dijadikan tranmisi pendidikan, bahkan dapat dijadikan pembentuk
watak kemasyarakatan peserta didik.
b) Hakikat peserta didik merupakan organisme yang harus ditolong sebab peserta didik hanya
akan menjadi matang apabila diberikan pertolongan dalam bentuk pendidikan, latihan
maupun bimbingan dengan menggunakan bahan-bahan antropologis. Sebab ilmu antropologi
mampu untuk menyediakan dan menghimpun bahan-bahan pengetahuan empiris berdasarkan
lingkungan sosial budayanya masing-masing.
Imran Manan (1989: 12-13) menjelaskan bahwa dari dimensi Antropologis terdapat tiga
prinsip tentang peserta didik yaitu :
a. Peserta didik dan manusia adalah makhluk sosial yang hidup bersama-sama dan saling
mempengaruhi, sehingga peserta didik merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang
lain untuk mengisi dan melengkapi ketidaklengkapannya. Sebagai makhluk sosial, peserta
didik dapat bersikap kooperatif sehingga dapat dituntun dan dididik.
b. Peserta didik dipandang sebagai individualitas yakni menampilkan sifat-sifat karakteristik
yang khas dan memiliki struktur kepribadian yang berbeda dengan individu lainnya. Peserta
didik tidak bisa diperlakukan sama dalam proses pendewasaannya, kecenderungan, minat dan
bakat yang spesifik dari masing-masing peserta didik biarlah menjadi individual deferences
yang otonom. Peserta didik pasti dengan karakteristik individualnya akan mengembangkan
perbedaan dengan nilai dan watak yang khas, dalam pendidikan niai dan watak tersebut harus
dihargai sebagai keunikan dan dihargai tanpa syarat (unconditional regard).
c. Ketiga, peserta didik harus dipandang mempunyai moralitas. Prinsip Antropologis yang
ketiga ini mengakui bahwa peserta didik sesungguhnya adalah makhluk yang bermoral
sehingga identitas moral sesungguhnya telah dimiliki sejak awal. Kemampuan mengambil
keputusan susila dan membedakan mana yang baik dan buruk adalah kodrati. Atas dasar itu
maka manusia atau peserta didik disebut sebagai person pribadi etis karena secara alami
mempunyai kemampuan selektif atas normal etis. Dalam prinsip ketiga ini hadirnya
pendidikan adalah berfungsi memperjelas nilai alami. Sehubungan dengan nilai etis dalam
praktik pendidikan ini. Langeveld menegaskan bahwa pendidikan sesungguhnya adalah
membantu anak agar dia sampai pada penentuan nilai-nilai susila dalam satu orde moril.

3. Pandangan Islam tentang Peserta Didik


Islam menjelaskan bahwa manusia (peserta didik) adalah makhluk Allah SWT sesuai firman-
Nya dalam Al-Quran surat At-Tin : 4
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Manusia dibekali potensi berupa fitrah kecenderungan jahat dan kecenderungan baik
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Asy-Syams : 8
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Agar dapat menjalankan fungsinya selain dibekali dengan kodrat tersebut juga dibekali akal,
pikiran, nafsu. Dalam banyak ayat peserta didik berpotensi untuk diperlakukan sebagai
subjek didik yang harus dididik, hal tersebut dijelaskan dalam surat Al-Anbiya : 12-17 dan
juga surat Al-Araf : 179. Beberapa sebutan manusia dalam Al-Quran antara lain Al-Basyr,
An-Nas, Abdullah, Kholifah fil Ard.
Dalam kaitannya dengan peserta didik, Al-Ghazali menjelaskan bahwa mereka adalah
makhluk yang telah dibekali potensi atau fitrah untuk beriman kepada Allah. Fitrah itu
sengaja disiapkan oleh Allah sesuai dengan kejadian manusia, cocok dengan tabi'at dasarnya
yang memang cenderung kepada agama Islam. Al-Ghazali membagi manusia kedalam dua
golongan besar, yaitu golongan awam dan golongan khawas, yang daya tangkapnya tidak
sama. Kaum awam, yang cara berfikirnya sederhana sekali. Dengan cara berfikir terebut,
mereka tidak dapat mengembangkan hakikat-hakikat. Mereka mempunyai sifat lekas percaya
dan menurut. Golongan ini harus dihadapi dengan sikap memberi nasehat dan petunjuk.
Kaum pilihan, yang akalnya tajam dengan cara berfikir yang mendalam. Kepada kaum
pilihan tersebut, harus dihadapi dengan sikap menjelaskan hikmat-hikmat. Biasanya kaum
awam membaca apa yang tersurat dan kaum khawas, membaca apa yang tersirat.
Adapun hakikat peserta didik dalam pendidikan islam menurut Hery Noer Aly (1999: 113)
ialah setiap manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan. Jadi,
bukan hanya anak-anak yang sedang dalam pengasuhan dan pengasihan orangtuanya, bukan
pula anak-anak dalam usia sekolah.
Samsul Nizar dalam Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis
menyebutkan beberapa deskripsi mengenai hakikat peserta didik sebagai berikut :
a. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Hal ini
perlu dipahami, agar perlakuan terhadap mereka dalam proses pendidikan tidak disamakan
dengan pendidikan orang dewasa
b. Peserta didik adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap perkembangan
dan pertumbuhannya. Pemahaman ini perlu diketahui agar aktivitas pendidikan islam dapat
disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang umumnya dialami peserta
didik
c. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi baik yang
menyangkut kebutuhan jasmani atau rohani
d. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki berbagai perbedaan individual
(individual differentiations) baik yang disebabkan karena faktor bawaan maupun lingkungan
tempat ia tinggal
e. Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama: jasmani dan ruhaniah.
Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dapat dkembangkan melalui proses
pembiasaan dan latihan, sementara unsur ruhani berkaitan dengan daya akal dan daya rasa
f. Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi (fitrah) yang perlu
dikembangkan secara terpadu (Toto Suharto. 2006: 124-125).

4. Kedudukan Peserta Didik dalam Pembelajaran


Dalam pembelajaran, peserta didik dapat dipandang sebagai objek didik, subjek didik, dan
sebagai subjek dan objek didik sekaligus.
Dalam pandangan konvensional, peserta didik dipandang sebagai objek didik, ialah sebagai
wadah yang harus diisi dengan pengetahuan, dan ketrampilan. Peserta didik diperlakukan
pasif dan dipandang tidak mempunyai potensi apapun, ia harus menereima semua yang
diberikan guru.
Dalam pandangan modern, peserta didik dipandang sebagai subjek yang memiliki potensi
tersendiri, ia aktif mengembangkan potensinya, ia merespon, bertanya dan menanggapi
keterangan guru pada saat berlangsungnya pembelajaran. Guru berfungsi sebagai fasilitator,
menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga peserta didik terjadi proses belajar.
Ciri khas peserta didik adalah :
a. Sebagai individu yang memiliki potensi fisik dan psikis
b. Sebagai individu yang sedang berkembang baik potensi fisik maupun psikis
c. Dalam pengembangan potensi tersebut peserta didik membutuhkan bantuan orang lain
d. Memiliki kemampuan untuk mandiri.

Kesimpulan
1. Hakekat peserta didik dalam pandangan dimensi Antropologi adalah bahwa peserta didik
sebagai makhluk yang dapat bermasyarakat dan dapat dimasyarakatkan sehingga pendidikan
harus menyentuh upaya sosialisasi dan pembudayaan.
2. Islam memandang peserta didik sebagai individu yang diberi potensi berkecenderungan
berbuat jelek dan baik.
3. Dalam pembelajaran, kedudukan peserta didik dapat dipandang sebagai objek didik, subjek
didik, dan sebagai subjek dan objek didik sekaligus
Makalah faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak
BAB I

PENDAHULUAN

1. A. Latar Belakang

Setiap individu dilahirkan di dunia dengan membawa hereditas tertentu yang diperoleh
melalui warisan dari pihak orang tuanyanya yang menyangkut karakteristik fisik dan psikis
atau sifat-sifat mental. Lingkungan (environment) merupakan factor penting di samping
hereditas yang menentukan perkembangan individu yang meliputi fisik, psikis, social dan
relegius.

1. B. Rumusan Masalah

1) Apakah pengertian pertumbuhan dan perkembangan?

2) Apa saja teori-teori pertumbuhan dan perkembangan anak?

3) Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak?

1. C. Tujuan dan Manfaat

1) Mempelajari tumbuh kembang memberikan guide line untuk menilai rata-rata atau
perubahan fisik, intelektual, soaial dan emosional yang normal

2) Mengetauhi pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, intelektual, sosial,


emosional dan lain-lain

BAB II

PEMBAHASAN

1. A. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang
secara kuantitatif dapat diukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambah sempurnanya
fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh, kematangan dan belajar.
Pertumbuhan dan perkembangan berjalan menurut norma-norma tertentu. Walaupun
demikian seorang anak dalam banyak hal tergantung kepada orang dewasa, misalnya
mengkunsumsi makanan, perawatan, bimbingan, perasaana aman, pencegahan penyakit dan
sebaginya. Oleh karena itu semua orang-orang yang mendapat tugas mengawasi anak harus
mengerti persoalan anak yang sedang tumbuh dan berkembang.
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, diantaranya adalah
faktor lingkungan. Bila lingkungan karena suatu hal menjadi buruk, maka keadaan tersebut
hendaknya diubah (dimodifikasi) sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak dapat
berjalan dengan sebaik-baiknya.

1. B. Teori Pertumbuhan dan Perkembangan

2. 1. Sigmeun Freud (Perkembangan Psychosexual)

1. Fase oral (0 1 tahun)

Pusat aktivitas yang menyenagka di dalam mulutnya, anak mendapat kepuasaan saat
mendapat ASI, kepuasan bertambah dengan aktifitas mengisap jari dan tangannya atau benda
benda sekitarnya.

1. Fase anal (2 3 tahun)

Meliputi retensi dan pengeluaran feces. Pusat kenikmatanya pada anus saat BAB, waktu yang
tepat untuk mengajarkan disiplin dan bertanggung jawab.

1. Fase Urogenital atau faliks (usia 3 4 tahun)

Tertarik pada perbedaan antomis laki dan perempuan, ibu menjadi tokoh sentral bila
menghadapi persoalan. Kedekatan ank laki laki pada ibunya menimbulkan gairah sexual
dan perasaan cinta yang disebut oedipus compleks.

1. Fase latent (4 5 tahun sampai masa pubertas )

Masa tenang tetapi anak mengalami perkembangan pesat aspek motorik dan kognitifnya.
Disebut juga fase homosexual alamiah karena anak nak mencari teman sesuai jenis
kelaminnya, serta mencari figur (role model) sesuai jenis kelaminnya dari orang dewasa.

1. Fase Genitalia

Alat reproduksi sudah muali matang, heteroseksual dan mulai menjalin hubungan rasa cinta
dengan berbeda jenis kelamin.

1. 2. Piaget (Perkembangan Kognitif)

Meliputi kemampuan intelegensi, kemampuan berpersepsi dan kemampuan mengakses


informasi, berfikir logika, memecahkan masalah kompleks menjadi simple dan memahami
ide yang abstrak menjadi konkrit, bagaimana menimbulkan prestasi dengan kemampuan yang
dimiliki anak.

1. Tahap sensori motor (0 2 tahun)


Prilaku anak banyak melibatkan motorik, belum terjadi kegiatan mental yang bersifat
simbolis (berfikir). Sekitar usia 18 24 bulan anak mulai bisa melakukan operations, awal
kemampuan berfikir.

1. Tahap pra operasional (2 7 tahun)

Tahap pra konseptual (2 4 tahun) anak melihat dunia hanya dalam hubungan dengan
dirinya, pola pikir egosentris. Pola berfikir ada dua yaitu : transduktif ; anak mendasarkan
kesimpulannya pada suatu peristiwa tertentu (ayam bertelur jadi semua binatang bertelur)
atau karena ciri ciri objek tertentu (truk dan mobil sama karena punya roda empat). Pola
penalaran sinkretik terjadi bila anak mulai selalu mengubah ubah kriteria klasifikasinya.
Misal mula mula ia mengelompokan truk, sedan dan bus sendiri sendiri, tapi kemudia
mengelompokan mereka berdasarkan warnanya, lalu berdasarkan besar kecilnya dst. Tahap
intuitif ( 4 7 tahun) Pola fikir berdasar intuitif, penalaran masih kaku, terpusat pada bagian
bagian terentu dari objek dan semata mata didasarkan atas penampakan objek.

1. Tahap operasional konkrit (7 12 tahun)

Konversi menunjukan anak mampu menawar satu objek yang diubah bagaimanapun
bentuknya, bila tidak ditambah atau dikurangi maka volumenya tetap. Seriasi menunjukan
anak mampu mengklasifikasikan objek menurut berbagai macam cirinya seperti : tinggi,
besar, kecil, warna, bentuk dst.

1. Tahap operasional formal (mulai usia 12 tahun)

Anak dapat melakukan representasi simbolis tanpa menghadapi objek objek yang ia
fikirkan. Pola fikir menjadi lebih fleksibel melihat persoalan dari berbagai sudut yang
berbeda.

1. 3. Erikson (Perkembangan Psikososial)

Proses perkembangan psikososial tergantung pada bagaimana individu menyelesaikan tugas


perkembangannya pada tahap itu, yang paling penting adalah bagaimana memfokuskan diri
individu pada penyelesaian konflik yang baik itu berlawanan atau tidak dengan tugas
perkembangannya.

1. Trust vs. missstrust ( 0 1 tahun)

Kebutuhan rasa aman dan ketidakberdayaannya menyebabkan konflik basic trust dan
mistrust, bila anak mendapatkan rasa amannya maka anak akan mengembangkan
kepercayaan diri terhadap lingkungannya, ibu sangat berperan penting.

1. Autonomy vs shame and doubt ( 2 3 tahun)

Organ tubuh lebih matang dan terkoordinasi dengan baik sehingga terjadi peningkatan
keterampilan motorik, anak perlu dukungan, pujian, pengakuan, perhatian serta dorongan
sehingga menimbulkan kepercayaan terhadap dirinya, sebaliknya celaan hanya akan
membuat anak bertindak dan berfikir ragu ragu. Kedua orang tua objek sosial terdekat
dengan anak.
1. Initiatif vs Guilty (3 6 tahun)

Bila tahap sebelumnya anak mengembangkan rasa percaya diri dan mandiri, anak akan
mengembnagkan kemampuan berinisiatif yaitu perasaan bebas untuk melalukan sesuatu atas
kehendak sendiri. Bila tahap sebelumnya yang dikembangkan adalah sikap ragu-ragu, maka
ia kan selalu merasa bersalah dan tidak berani mengambil tindakan atas kehendak sendiri.

1. Industry vs inferiority (6 11 tahun)

Logika anak sudah mulai tumbuh dan anak sudah mulai sekolah, tuntutan peran dirinya dan
bagi orang lain semakin luas sehingga konflik anak masa ini adalah rasa mampu dan rendah
diri. Bila lingkungan ekstern lebih banyak menghargainya maka akan muncul rasa percaya
diri tetapi bila sebaliknya, anak akan rendah diri.

1. Identity vs Role confusion ( mulai 12 tahun)

Anak mulai dihadapkan pada harapan harapan kelompoknya dan dorongan yang makin kuat
untuk mengenal dirinya sendiri. Ia mulai berfikir bagaimana masa depannya, anak mulai
mencari identitas dirinya serta perannya, jiak ia berhasil melewati tahap ini maka ia tidak
akan bingung menghadapi perannya

1. Intimacy vs Isolation (dewasa awal)

Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Kesiapan membina hubungan dengan orang
lain, perasaan kasih sayang dan keintiman, sedang yang tidak mampu melakukannya akan
mempunyai perasaan terkucil atau tersaing.

1. Generativy vs self absorbtion (dewasa tengah)

Adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluarganya, pengabdian masyarakat dan
manusia pada umumnya. Pengalaman di masa lalu menyebabkan individu mampu berbuat
banyak untuk kemanusiaan, khususnya generasi mendatang tetapi bila tahap tahap silam, ia
memperoleh banyak pengalaman negatif maka mungkin ia terkurung dalam kebutuhan dan
persoalannya sendiri.

1. Ego integrity vs Despair (dewasa lanjut)

Memasuki masa ini, individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi, dan
tindakan-tindakan dimasa lalu akan menimbbulkan perasaan puas. Bila ia merasa semuanya
belum siap atau gagal akan timbul kekecewaan yang mendalam.

1. 4. Kohlberg (Perkembangan Moral)

1. Pra-konvensional

Mulanya ditandai dengan besarnya pengaruh wawasan kepatuhan dan hukuman terhadap
prilaku anak. Penilaian terhadap prilaku didasarkan atas akibat sikap yang ditimbulkan oleh
prilaku. Dalam tahap selanjutnya anak mulai menyesuaikan diri dengan harapan harapan
lingkungan untuk memperoleh hadiah, yaitu senyum, pujian atau benda.
1. Konvensional

Anak terpaksa menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan atau ketertiban sosial agar
disebut anak baik atau anak manis

1. Purna konvensional

Anak mulai mengambil keputusan baik dan buruk secara mandiri. Prinsip pribadi mempunyai
peranan penting. Penyesuaian diri terhadap segala aturan di sekitarnya lebih didasarkan atas
penghargaannya serta rasa hormatnya terhadap orang lain.

1. 5. Hurolck (Perkembangan Emosi)

Menurut Hurlock, masa bayi mempunyai emosi yang berupa kegairahan umum, sebelum bayi
bicara ia sudah mengembangkan emosi heran, malu, gembira, marah dan takut.
Perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Pengalaman
emosional sangat tergantung dari seberapa jauh individu dapat mengerti rangsangan yang
diterimanya. Otak yang matang dan pengalaman belajar memberikan sumbangan yang besar
terhadap perkembangan emosi, selanjutnya perkembngan emosi dipengaruhi oleh harapan
orang tua dan lingkungan.

1. 6. Perkembangan Psikososial

Teori perkembangan ini dikemukakan oleh Sigmund Freud. Beliau mengemukakan bahwa :
Di dalam jiwa individu terdapat tiga komponen yaitu :

Id : nangis, minta minum,makan, dll.

Ego : lebih rasional, tetapi masa bodoh terhadap lingkungan.

Super Ego : lebih memikirkan lingkungan.

Perkembangan berhubungan dengan bagian-bagian fungsi tubuh dan dipandang sebagai


aktifitas yang menyenangkan. Insting seksual memainkan peranan penting dalam
perkembangan kepribadian. Menurut Freud perkembangan manusia terjadi dalam beberapa
fase dimana setiap fasenya mempunyai waktu dan ciri-ciri tertentu dan fase ini berjalan
secara kontinyu.

1. C. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak

Proses pertumbuhan dan perkembangan anak, tidak selamanya berjalan sesuai yang
diharapkan. Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang mempengaruhinya, baik faktor
yang dapat diubah/dimodifikasi yaitu faktor keturunan, maupun faktor yang tidak dapat
diubah/dimodifikasi yaitu faktor lingkungan. Apabila ada faktor lingkungan yang
menyebabkan gangguan terhadap proses tumbuh kembang anak, maka faktor tersebut perlu
diubah (dimodifikasi).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut
adalah sebagai berikut:
1. 1. Faktor Keturunan (herediter)

1. Seks
kecepatan pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak wanita berbeda
dengan anak laki-laki

2. Ras
Anak keturunan bangsa Eropa lebih tinggi dan besar dibandingkan dengan
anak keturunan bangsa Asia.

1. 2. Faktor Lingkungan

1. Lingkungan eksternal

1) Kebudayaan
Kebudayaan suatu daerah akan mempengaruhi kepercayaan adat kebiasaan dan tingkah laku
dalam merawat dan mendidik anak.

2) Status sosial ekonomi keluarga

Keadaan sosial ekonomi keluarga dapat mempengaruhi pola asuhan terhadap anak. Misalnya
orang tua yang mempunyai pendidikan cukup mudah menerima dan menerapkan ide-ide utuk
pemberian asuhan terhadap anak

3) Nutrisi

Untuk tumbuh kembang, anak memerlukan nutrisi yang adekuat yang didapat dari makan
yang bergizi. Kekurangan nutrisi dapat diakibatkan karena pemasukan nutrisi yang kurang
baik kualitas maupun kuantitas, aktivitas fisik yang terlalu aktif, penyakit-penyakit fisik yang
menyebabkan nafsu makan berkurang, gangguan absorpsi usus serata keadaan emosi yang
menyebabkan berkurangnya nafsu makan.

4) Penyimpangan dari keadaan normal

Disebabkan karena adanya penyakit atau kecelakaan yang dapat menggangu proses
pertumbuhan dan perkembangan anak.

5) Olahraga

Olahraga dapat meningkatkan sirkulasi, aktivitas fisiologi, dan menstimulasi terhadap


perkembangan otot-otot.

6) Urutan anak dalam keluarganya

kelahiran anak pertama menjadi pusat perhatian keluarga, sehingga semua kebutuhan
terpenuhi baik fisik, ekonomi, maupun sosial.

1. Lingkungan internal

1) Intelegensi
Pada umumnya anak yang mempunyai intelegensi tinggi, perkembangannya akan lebih baik
jika dibandingkan dengan yang mempunyai intelegensi kurang.

2) Hormon

Ada tiga hormon yang mempengaruhi pertumbuhan anak yaitu:


somatotropin, hormon yang mempengaruhi jumlah sel untuk merangsang sel otak pada masa
pertumbuhan, berkuragnya hormon ini dapat menyebabkan gigantisme; hormon tiroid,
mempengaruhi pertumbuhan, kurangnya hormon ini apat menyebabkan kreatinisme; hormon
gonadotropin, merangsang testosteron dan merangsang perkembangan seks laki-laki dan
memproduksi spermatozoa. Sedangkan estrogen merangsang perkembangan seks sekunder
wanita dan produksi sel telur.kekurangan hormon gonadotropin ini dapat menyebabkan
terhambatnya perkembangan seks.

3) Emosi

Hubungan yang hangat dengan ornag lain seperti ayah, ibu, saudara, teman sebaya serta guru
akan memberi pengaruh pada perkembangan emosi, sosial dan intelektual anak. Pada saat
anakberinteraksi dengan keluarga maka kan mempengaruhi interaksi anak di luar rumah.
Apabila kebutuhan emosi anak tidak dapat terpenuhi

1. D. Pola Pertumbuhan dan Perkembangan

Pola pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara terus menerus. Pola ini dapat merupakan
dasar bagi semua kehidupan manusia, petunjuk urutan dan langkah dalam perkembangan
anak ini sudah ditetapkan tetapi setiap orang mempunyai keunikan secara individu.
Pertumbuhan fisik dapat dilihat secara lebih nyata, namun sebenarnya disertai pula dengan
pertumbuhan psikososial anak dan diikuti dengan hal-hal dibawah ini:

1. 1. Directional Trends

pertumbuhan dan perkembangan berjalan secara teratur, berhubungan dengan petunjuk atau
gradien atau reflek dari perkembangan fisik dan maturasi dari fungsi neuromuscular. Prinsip-
prinsip ini meliputi:

a) Cephalocandal atau Head to tail direction (dari arah kepala ke kaki) misalnya:
mengangkat kepala, duduk kemudian mengangkat dada dan menggerakkan ekstremitas
bagian bawah.

b) Proximadistal atau near to far direction (menggerakkan anggota gerak yang paling
dekat dengan pusat dan pada anggota gerak yang lebih jauh dari pusat) misalnya: bahu dulu
baru jari-jari

c) Mass to specific atau simple to complex (menggerakkan daerah yang lebih sederhana
dulu baru kemudian yang lebih komplex)
misalnya: mengangkat nahu dulu baru kemudian menggerakkan jari jari yang lebih sulit
atau melambaikan tangan baru bisa memainkan jari.

1. 2. Sequential Trends
Semua dimensi tumbuh kembang dapat diketahui maka sequence dari tumbuh kembang
tersebut dapat diprediksi, dimana hal ini berjalan secara teratur dan kontinyu. Semua anak
yang normal melalui setiap tahap ini. Setiap fase dipengaruhi oleh fase sebelumnya. Misal :
tengkurap merangkak berdiri berjalan.

1. 3. Masa Sensitif

Pada waktu-waktu yang terbatas selama proses tumbuh kembang dimana anak berinteraksi
terutama dengan lingkungan yang ada, kejadian yang spesifik. Masa-masa tersebut adalah
sebagai berikut:

a) Masa kritis yaitu masa yang apabila tidak dirangsang/berkembang maka hal ini tidak
akan dapat digantikan pada masa berikutnya.

b) Masa sensitif mengarah pada perkembangan dan mikroorganisme. Misalnya pada saat
perkembangan otak, ibunya menderita flu maka kemungkinan anak tersebut akan
hydrocepallus/encepalitis.

c) Masa optimal yaitu suatu masa diberikan rangsangan optimal maka akan mencapai
puncaknya. Misalnya: anak usia 3 tahun/saat perkembangan otak dirangsang dengan bacaan-
bacaan/gizi yang tinggi, maka anak tersebut dapat mencapai tahap perkembangan yang
optimal. Perkembangan ini berjalan secara pasti dan tepat, tetapi tidak sama untuk setiap
anak. Misalnya:

ada yang lebih dulu bicar baru jalan atau sebaliknya

ada yang badannya lebih dulu berkembang kemudian subsistemnya dan sebaliknya
dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP

1. A. Kesimpulan

Pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang
secara kuantitatif dapat diukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambah sempurnanya
fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh, kematangan dan belajar. Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Faktor keturunan

2. Faktor lingkungan

1. B. Saran

Perkembangan anak masih sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Sebagai orang tua
harus mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anaknya terutama pada usia ini karena
pertumbuhan anak-anak sangat pesat yang harus diimbangi dengan pemberian nutrisi dan gizi
yang seimbang.

Bagian 7

KARAKTERISTIK UMUM PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK


Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu komponen manusiawi yang
menempati posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan dan tumpuan perhatian
dalam semua transformasi yang disebut pendidikan. Karena peserta didik merupakan
komponen manusiawi yang terpenting dalam proses pendidikan, maka seorang guru
dituntut mampu memahami perkembangan peserta didik, sehingga guru dapat memberikan
pelayanan pendidikan atau menggunakan strategi pembelajaran yang relevan sesuai dengan
tingkat perkembangan siswa tersebut.

Nah, mari kita lihat apa saja yang menjadi karakteristik umum perkembangan peserta didik
dalam kajian psikologi.

Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD)

Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6 tahun dan selesai pada usia
12 tahun. Kalau mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, berarti anak usia
sekolah berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah (6-9 tahun)
dan masa kanak-kanak akhir (10-12 tahun).

Anak-anak usia sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang
usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok
dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu, guru
hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan,
mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta
memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.

Menurut Havighurst, tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi:

1. Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik.

2. Membina hidup sehat

3. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok

4. Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin


5. Belajar membaca, menulis dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam
masyarakat

6. Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif

7. Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai

8. Mencapai kemandirian pribadi

Dalam upaya mencapai setiap tugas perkembangan tersebut, guru dituntut untuk
memberikan bantuan berupa:

1. Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik

2. Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk


belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya, sehingga kepribadian sosialnya
berkembang

3. Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang


konkret atau langsung dalam membangun konsep

4. Melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai-nilai sehingga siswa


mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi pegangan bagi dirinya.

Karakteristik Anak Usia Sekolah Menengah (SMP)

Dilihat dari tahapan perkembangan yang disetujui oleh banyak ahli, anak usia sekolah
menengah (SMP) berada pada tahap perkembangan pubertas (10-14 tahun). Terdapat
sejumlah karakteristik yang menonjol pada anak usia SMP ini, yaitu:

1. Terjadinya ketidakseimbangan proporsi tinggi dan berat badan.

2. Mulai timbulnya ciri-ciri seks sekunder

3. Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan menyendiri dengan keinginan


bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan
dan bantuan dari orangtua.

4. Senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika atau norma dengan


kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.

5. Mulai mempertanyakan secara skeptic mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan
keadilan Tuhan.

6. Reaksi dan ekspresi emosi masih labil.

7. Mulai mengembangkan standar dan harapan terhadap perilaku diri sendiri yang
sesuai dengan dunia sosial

8. Kecenderungan minat dan pilihan karier relatif sudah lebih jelas.


Adanya karakteristik anak usia sekolah menengah yang demikian, maka guru diharapkan
untuk:

1. Menerapkan model pembelajaran yang memisahkan siswa pria dan wanita ketika
membahas topik-topik yang berkenaan dengan anatomi dan fisiologi.

2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan hobi dan minatnya


melalui kegiatan-kegiatan yang positif.

3. Menerapkan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual


atau kelompok kecil.

4. Meningkatkan kerjasama dengan orangtua dan masyarakat untuk mengembangkan


potensi siswa.

5. Tampil menjadi teladan yang baik bagi siswa.

6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bertanggung jawab.

Karakteristrik Anak Usia Remaja (SMA)

Masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak
dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati
diri (ego identity). Masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu:

1. Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya

2. Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat

3. Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif

4. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya

5. Memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat dan
kemampuannya

6. Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki


anak

7. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan


sebagai warga Negara

8. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial

9. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah
laku

10.Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas


Berbagai karakteristik perkembangan masa remaja tersebut, menuntut adanya pelayanan
pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat dilakukan guru,
diantaranya:

1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi, bahaya


penyimpangan seksual dan penyalahgunaan narkotika

2. Membantu siswa mengembangkan sikap apresiatif terhadap postur tubuh atau


kondisi dirinya

3. Menyediakan fasilitas yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan


yang sesuai dengan minat dan bakatnya, seperti sarana olahraga, kesenian dan
sebagainya

4. Memberikan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah


dan mengambil keputusan

5. Melatih siswa mengembangkan resiliensi, kemampuan bertahan dalam kondisi sulit


dan penuh godaan

6. Menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berpikir kritis,


reflektif dan positif

7. Membantu siswa mengembangkan etos kerja yang tinggi dan sikap wiraswasta

8. Memupuk semangat keberagaman siswa melalui pembelajaran agama terbuka dan


lebih toleran

9. Menjalin hubungan yang harmonis dengan siswa dan bersedia mendengarkan segala
keluhan dan problem yang dihadapinya

Demikianlah masing-masing karakteristik perkembangan peserta didik menurut kajian


psikologi.

Masalah Belajar Dan Solusinya


19/05/2014 Afid Burhanuddin 1 Comment
Masalah adalah suatu keadaan yang tidak diharapkan oleh kita sebagai penyimpangan kecil
dalam bidang kehidupan yang kita alami. Permasalahan yang timbul akibat adanya berbagai
faktor yakni faktor internal dan faktoe eksternal. Ruang lingkup masalah di dunia pendidikan
sangat beragam baik itu mikro maupun makro, seperti halnya dalam proses belajar mengajar.
Masalah atau problem dalam pembelajaran sangatlah mungkin, dan ini bisa disebabkan
beberapa faktor, bisa dari peserta didik sendiri atau dari pengajar (guru).

Dalam dunia pendidikan, diagnosis diartikan kesulitan belajar sebagai segala usaha yang
dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Diagnosis juga
mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar serta cara menetapkan dan
kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara preventif
(pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif mungkin.

Dengan demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan

kesulitan belajar termasuk kegiatan diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena
berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk
berkembang secara maksimal. Kedua, adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat,
minat dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di
sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan
kemampuannya. Dan, keempat, untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh siswa,
hendaknya guru beserta BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan menambah
pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam mengidentifikasi kesulitan
belajar siswa.

1. KONSEP DASAR

Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu,
sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para pelajar
seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan
tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa peserta didik
mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar.

Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita juga dihadapkan dengan sejumlah


karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan
belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak
sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan
belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil
belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya
dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.

Sementara itu, setiap peserta didik dalam mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan
yang berbeda-beda. Ada peserta didik yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi
banyak pula peserta didik mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi
perkembangan pribadinya.
Menghadapi masalah itu, ada kecenderungan tidak semua peserta didik mampu
memecahkannya sendiri. Seseorang mungkin tidak mengetahui cara yang baik untuk
memecahkan masalah sendiri. Ia tidak tahu apa sebenarnya masalah yang dihadapi. Ada pula
seseorang yang tampak seolah tidak mempunyai masalah, padahal masalah yang dihadapinya
cukup berat.

1. ANALISIS MASALAH BELAJAR DAN SOLUSINYA

1. Faktor intern

Faktor ini meliputi gangguan psiko fisik siswa, yakni :

1) Yang bersifat kognitif seperti rendahnya rendahnya kapasitas intelektual.

2) Yang bersifat afektif antara labilnya emosi dan sikap. Kelemahan emosional, seperti
merasa tidak aman, kurang menyesuaikan diri serta ketidakmatangan emosi.

3) Yang bersifat psikomotor antara lain terganggunya alat indra, cacat tubuh, serta kurang
berfungsinya organ-organ perasaan.

4) Motivasi. Kurangnya motivasi belajar akan menyebabkan anak atau siswa malas untuk
belajar.

5) Konsentrasi belajar yang kurang baik.

6) Rasa percaya diri. Rasa percaya diri timbul dari keinginan berhasil dalam belajar.

7) Kebiasaan belajar. Kebiasaan belajar akan mempengaruhi kemampuannya dalam berlatih


da menguasai materi yang telah disampaikan oleh guru.

8) Kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan sering
bolos atau tidak mengikuti pelajaran.

2. Faktor ekstern

Faktor ini meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan siswa yang tidak kondusif bagi
terwujudnya aktifitas-aktifitas belajar. Yang termasuk dalam faktor ini adalah :

1) Lingkungan keluarga, seperti ketidak harmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan
rendahnya tingkat ekonomi keluarga.

2) Lingkungan masyarakat, seperti wilayah yang kumuh, teman sepermainan yang nakal.
3) Lingkungan sekolah, seperti kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk, seperti dekat
pasar kondisi guru, serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.

4) Guru sebagai pembina siswa belajar. Guru adalah pengajar yang mendidik. Dia tidak
hanya menajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannnya, tetapi juga menjadi pendidik
pemuda generasi bangsa.

5) Kurikulum sekolah. Adanya kurikulum baru akan menimbulkan masalah seperti tujuan
yang akan dicapai mungkin juga berubah, isi pendidikan berubah, kegiatan belajar mengajar
juga berubah serta evaluasi berubah.

6) Terlalu berat beban belajar siswa maupun guru.

7) Metode belajar yang kurang memadai.

8) Sikap orangtua yang tidak memperhatikan anaknya.

9) Keadaan ekonomi.

Mengatasi malas belajar siswa agar bersemangat dan tidak malas untuk belajar, adalah hal
yang harus dilakukan oleh orangtua di rumah maupun guru di sekolah. Terkadang siswa
malas untuk belajar karena minat dan motivasi yang kurang dari orangtua maupun guru.
Orangtua maupun guru harus mendukung dan memotivasi siswa agar bersemangat dan tidak
malas untuk belajar. Ada beberapa solusi yang bisa dilakukan oleh orangtua maupun guru
untuk meningkatkan minat belajar siswa adalah sebagai berikut :

1) Menanamkan pengertian yang benar tentang belajar pada siswa sejak dini,
menumbuhkan inisiatif belajar mandiri pada siswa, menanamkan kesadaran serta tanggung
jawab sebagai pelajar pada siswa merupakan hal lain yang bermanfaat jangka panjang.

2) Berikan contoh belajar pada peserta didik.

3) Berikan intensif jika siswa belajar. Intensif yang dapat diberikan ke siswa tidak selalu
berupa materi, tapi bisa juga berupa penghargaan dan perhatian.

4) Orang tua sering mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang diajarkan di sekolah
pada anak. Sehingga orangtua tahu perkembangan anak di sekolah.

5) Mengajarkan kepada siswa pelajaran-pelajaran dengan metode tertentu yang sesuai


dengan kemampuan siswa.

6) Komunikasi. Orangtua harus membuka diri, berkomunikasi dengan anak untuk


mendapat informasi tentang perkembangan anak tersebut.

7) Menciptakan disiplin. Jadikan belajar sebagai rutinitas yang pasti.


8) Pilih waktu belajar yang tepat dan anak merasa bersemangat untuk belajar agar anak
mampu memahami apa yang sedang dipelajari.

9) Menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman, orangtua memberikan perhatian
dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat belajar.

10) Menghibur dan memberikan solusi yang baik dan bijaksana pada anak, apabila anak
sedang sedih atau sedang sakit, sedang tidak ada motivasi untuk belajar, orangtua harus
membangun motivasi anak agar bersemangat dalam belajar.

11) Gunakan imajinasi peserta didik. Orangtua membantu peserta didik membayangkan apa
yang dia inginkan untuk masa depan, baik dalam waktu panjang atau pendek.

12) Mengarahkan peserta didik untuk berteman dan hidup dalam lingkungan yang baik dan
mendukung.

13) Tidak memfokuskan bahwa belajar hanya dari buku saja. Tetapi dari lingkungan sekitar
juga dapat digunakan untuk belajar.

14) Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan dalam belajar.

15) Membangun motivasi atau minat belajar siswa, sehingga siswa bersemangat dalam
belajar.

16) Menyiapkan ruang kelas yang nyaman, kondusif, sehingga siswa dapat belajar dengan
nyaman.

17) Guru dalam mengajar harus melibatkan anak secara aktif melalui kegiatan diskusi,
tugas kelompok agar anak tidak bosan di dalam kelas. Karena metode guru yang mengajar
dengan berceramah saja akan membuat siswa merasa bosan dan tidak memperhatikan.

18) Guru harus mempunyai model pembelajaran yang bervariasi dalam setiap pertemuan
agar tidak monoton, sehingga siswa semangat dengan metode pembelajaran yang baru.

19) Melakukan pendekatan terhadap siswa.

3. Langkah-langkah mengenali peserta didik yang mengalami kesulitan atau


masalah belajar

1) Menunjukkan prestasi yang menurun atau rendah, di bawah rata rata.

2) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.

3) Lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar.

4) Prestasi menurun drastis.

5) Peserta didik sering bolos, masuk tanpa keterangan.

6) Bila ada tugas selalu tidak mengerjakan.


4. Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik

1) Melakukan kunjungan rumah.

2) Meneliti pekerjaan siswa jika ada tugas rumah.

3) Mengamati tingkah laku peserta didik.

4) Komunikasi dengan orangtua mengenai perkembangan anak dan tingkah laku di sekolah.

5) Bekerjasama dengan masyarakat dan lembaga untuk membantu memecahkan masalah


peserta didik.

6) Menyelenggarakan bimbingan belajar atau kelompok untuk meningkatkan prestasi


belajar peserta mendidik. Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa
yang mengalami kesulitan belajar.

7) Meneliti kemajuan peserta didik di sekolah maupun di luar sekolah.

1. PENUTUP

1. Kesimpulan

Dalam dunia pendidikan, kesulitan belajar adalah suatu kondisi di mana peserta didik tidak
dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam
belajar. Sedangkan masalah belajar adalah suatu keadaan yang tidak diharapkan oleh kita
sebagai penyimpangan kecil dalam belajar yang kita alami. Ada dua faktor yang menjadi
penyebab masalah belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu yang
berasal dari dalam diri peserta didik meliputi kurangnya motivasi dalam belajar, kurangnya
minat dalam belajar, intelegensi, bakat serta kesehatan mental. Faktor eksternal yaitu faktor
yang berasal dari luar peserta didik meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan
lingkungan masyarakat atau sosial.

2. Saran

1) Bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar atau masalah belajar hendaknya bertanya
kepada teman, guru atau berkonsultasi ke BK.
2) Apabila siswa belum memahami materi yang diajarkan oleh guru, siswa harus aktif
bertanya kepada guru, jangan hanya diam saja. Karena jika siswa belum memahami materi
yang diajarkan akan membuat siswa malas belajar.

3) Bagi para guru atau pengajar harus lebih memahami karakteristik peserta didiknya,
sehingga peserta didik lebih mudah memahami pelajaran.

...............................................................................................

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN


Labels: teori belajar

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN

Muhammad Faiq Dzaki

PENDAHULUAN
Sebagai seorang guru, sangat perlu memahami perkembangan peserta didik.
Perkembangan peserta didik tersebut meliputi: perkembangan fisik,
perkembangan sosioemosional, dan bermuara pada perkembangan intelektual.
Perkembangan fisik dan perkembangan sosio sosial mempunyai kontribusi yang
kuat terhadap perkembangan intelektual atau perkembangan mental atau
perkembangan kognitif siswa.

Pemahaman terhadap perkembangan peserta didik di atas, sangat diperlukan


untuk merancang pembelajaran yang kondusif yang akan dilaksanakan.
Rancangan pembelajaran yang kondusif akan mampu meningkatkan motivasi
belajar siswa sehingga mampu meningkatkan proses dan hasil pembelajaran
yang diinginkan.

1. Perkembangan Fisik Anak/Siswa


Anak masuk kelas satu SD atau MI berada dalam periode peralihan dari
pertumbuhan cepat masa anak anak awal ke suatu fase perkembangan yang
lebih lambat. Ukuran tubuh anak relatif kecil perubahannya selama tahun tahun
di SD. Pada usia 9 tahun tinggi dan berat badan anak laki laki dan perempuan
kurang lebih sama. Sebelum usia 9 tahun anak perempuan relatif sedikit lebih
pendek dan lebih langsing dari anak laki laki.

Pada akhir kelas empat, pada umumnya anak perempuan mulai mengalami
masa lonjakan pertumbuhan. Lengan dan kaki mulai tumbuh cepat. Pada akhir
kelas lima, umumnya anak perempuan lebih tinggi, lebih berat dan lebih kuat
daripada anak laki laki. Anak laki laki memulai lonjakan pertumbuhan pada usia
sekitar 11 tahun. Menjelang awal kelas enam, kebanyakan anak perempuan
mendekati puncak tertinggi pertumbuhan mereka. Periode pubertas yang
ditandai dengan menstruasi umumnya dimulai pada usia 12 13 tahun. Anak laki
laki memasuki masa pubertas dengan ejakulasi yang terjadi antara usia 13 16
tahun.
Perkembangan fisik selama remaja dimulai dari masa pubertas. Pada masa ini
terjadi perubahan fisiologis yang mengubah manusia yang belum mampu
bereproduksi menjadi mampu bereproduksi. Hampir setiap organ atau sistem
tubuh dipengaruhi oleh perubahan perubahan ini. Anak pubertas awal
(prepubertal) dan remaja pubertas akhir (postpubertal) berbeda dalam tampakan
luar karena perubahan perubahan dalam tinggi proporsi badan serta
perkembangan ciri ciri seks primer dan sekunder.

Meskipun urutan kejadian pubertas itu umumnya sama untuk tiap orang, waktu
terjadinya dan kecepatan berlangsungnya kejadian itu bervariasi. Rata rata anak
perempuan memulai perubahan pubertas 1,5 hingga 2 tahun lebih cepat dari
anak laki laki. Kecepatan perubahan itu juga bervariasi, ada yang perlu waktu
1,5 hingga 2 tahun untuk mencapai kematangan reproduksi, tetapi ada yang
memerlukan waktu 6 tahun. Dengan adanya perbedaan perbedaan ini ada anak
yang telah matang sebelum anak matang yang sama usianya mulai mengalami
pubertas.

2. Perkembangan Sosio emosional Anak/Siswa


Menjelang masuk SD, anak telah rnengembangkan keterampilan berpikir
bertindak dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Sampai dengan masa ini,
anak pada dasarnya egosentris (berpusat pada diri sendiri), dan dunia mereka
adalah rumah keluarga, dan taman kanak kanaknya.

Selama duduk di kelas kecil SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering rendah
diri. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka
"dewasa". Mereka merasa "saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu, karenanya
tahap ini disebut tahap 'I can do it my self'. Mereka dimungkinkan untuk
diberikan suatu tugas.

Daya konsentrasi anak tumbuh pada kelas kelas tinggi SD. Mereka dapat
meluangkan lebih banyak waktu untuk tugas tugas pilihan mereka, dan
seringkali mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Tahap ini juga
termasuk tumbuhnya tindakan mandiri, kerjasama dengan kelompok, dan
bertindak menurut cara cara yang dapat diterima lingkungan mereka. Mereka
juga mulai peduli pada permainan yang jujur. Selama masa ini mereka juga mulai
menilai diri mereka sendiri dengan membandingkannya dengan orang lain. Anak
anak yang lebih muda menggunakan perbandingan sosial (social comparison)
terutama untuk norma norma sosial dan kesesuaian jenis jenis tingkah laku
tertentu. Pada saat anak anak tumbuh semakin lanjut, mereka cenderung
menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi dan menilai kemampuan
kemampuan mereka sendiri.

Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif mereka, anak pada
kelas besar di SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin
diperlakukan sebagai orang dewasa.Terjadi perubahan perubahan yang berarti
dalam kehidupan sosial dan emosional mereka. Di kelas besar SD anak laki laki
dan perempuan menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan
perasaan bahwa dirinya berharga. Tidak diterima dalam kelompok dapat
membawa pada masalah emosional yang serius Teman teman mereka menjadi
lebih penting daripada sebelumnya. Kebutuhan untuk diterima oleh teman
sebaya sangat tinggi. Remaja sering berpakaian serupa. Mereka menyatakan
kesetiakawanan mereka dengan anggota kelompok teman sebaya melalui
pakaian atau perilaku.

Hubungan antara anak dan guru juga seringkali berubah. Pada saat di SD kelas
rendah, anak dengan mudah menerima dan bergantung kepada guru. Di awal
awal tahun kelas tinggi SD hubungan ini menjadi lebih kompleks. Ada siswa yang
menceritakan informasi pribadi kepada guru, tetapi tidak mereka ceritakan
kepada orang tua mereka. Beberapa anak pra remaja memilih guru mereka
sebagai model. Sementara itu, ada beberapa anak membantah guru dengan
cara cara yang tidak mereka bayangkan beberapa tahun sebelumnya. Malahan,
beberapa anak mungkin secara terbuka menentang gurunya.

Salah satu tanda mulai munculnya perkembangan identitas remaja adalah


reflektivitas yaitu kecenderungan untuk berpikir tentang apa yang sedang
berkecamuk dalam benak mereka sendiri dan mengkaji diri sendiri. Mereka juga
mulai menyadari bahwa ada perbedaan antara apa yang mereka pikirkan dan
mereka rasakan serta bagaimana mereka berperilaku. Mereka mulai
mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan. Remaja mudah dibuat tidak
puas oleh diri mereka sendiri. Mereka mengkritik sifat pribadi mereka,
membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan mencoba untuk mengubah
perilaku mereka. Pada remaja usia 18 tahun sarnpai 22 tahun, urnumnya telah
rnengembangkan suatu status pencapaian identitas.

RINGKASAN
Pada anak perempuan sekitar kelas 6 SD, sudah mencapai puncak lonjakan
tinggi badan pada umur (10,5 13,5) tahun dan sudah mulai menstruasi umur
(10,5 15,5) tahun. Sementara itu pada anak laki laki puncak lonjakan tinggi
badan tercapai (12,515,5) tahun serta mereka juga sudah dewasa pada alat
reproduksinya pada umur (12 16) tahun yaitu dengan ditandainya penyemburan
pertama air mani.

Perkembangan sosio emosional, pada anak permulaan masuk SD mulai


mengembangkan keterampilan berpikir, bertindak, dan pengaruh sosial yang
lebih kompleks. Seiring bertambahnya kelas dan dengan berlangsungnya
pendidikan dan pengajaran di sekolah, anak semakin rnengembangkan
konsentrasi dalam mengerjakan sesuatu termasuk mengerjakan tugas sekolah,
mengevaluasi diri sendiri dibandingkan dengan orang lain. Pada akhir SMP anak
sudah mencapai perkembangan sosio emosional yang lebih stabil dan sudah
mengembangkan status pencapaian identitas.

Anda mungkin juga menyukai