Anda di halaman 1dari 29

KULTUR JARINGAN

DOSEN PENGAMPU :
SYAIFUL BAHRI, S.P., M. Agric. Sc.
“MEDIA KULTUR JARINGAN”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

MAWADDAH HANDAYANI (1210181015)


HAFIZAH KHAIRINA UMAROH(0310181031)
TANTRI RADA (0310181016)
SINTIA ARISKA PUTRI (0310181039)

JURUSAN TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2021
CAKUPAN MATERI

Jenis-Jedis Media
01 Kultur Jaringan

02 Pemilihan Jenis Media


Kultur Jaringan

03 Kandungan Media
Kultur Jaringan
04 Bedah Artikel Jurnal
JENIS-JENIS MEDIA
KULTUR JARINGAN
JENIS-JENIS MEDIA
Media Murashige-Skoog (MS)

Media Lin Staba

Media Knop

Media Schenk & Hildebrant

Media WPM (Woody Plant Medium)

Media White

Media Knudson

Media Nitsch & Nitsch

Media Gamborg B5
MEDIA MURASHIG-SKOOG (MS)
Merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam
anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan
tembakau. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO 3 dan 29 mM N
dalam bentuk NH4 +

Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media
Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih
tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan
Phospor 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit.
MEDIA LIN STABA

Media Lin Staba dikembangkan setelah penemuan media MS. Lin & Staba,
menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan
memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2
PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari
media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian
embryogenesis kultur jaringan wortel.
MEDIA KNUDSON

Media Knudson dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman


yang ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan
yang hanya mengandung N dari Nitrat. Knudson pada tahun 1922,
menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat
baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek.
Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan
protocorm.
MEDIA B5

Media Gamborg B5 (media B5) pertama kali dikembangkan untuk kultur


kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah
dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan
untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar
untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman..
MEDIA KNOP

Media Knop dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel.


Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi
garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar dengan
penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl
dan IAA.
MEDIA WHITE

Media White dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur


jaringan tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang
dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan
oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor
bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang
dikembangkan kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan
Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih rendah
dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.
MEDIA SH

Media Schenk & Hildebrant (SH) merupakan media yang juga cukup
terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil. Konsentrasi
ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada
media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca 2+, Mg2+, dan PO4-
yang lebih tinggi.
MEDIA WPM

Media WPM (Woody Plant Medium) yang dikembangkan oleh Lioyd & Mc
Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi ion yang
lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman
berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan
lebih tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak
digunakan untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan
pohon-pohon.
PEMILIHAN JENIS MEDIA
KULTUR JARINGAN
Media tanam kultur jaringan terdiri dari dua jenis yaitu, media cair dan
media padat. Media cair digunakan untuk menumbuhkan eksplan sampai
terbentuk PLB (protocorm like body) yaitu eksplan yang akan tumbuh
jaringan seperti kalus berwarna putih. Media padat digunakan untuk
menumbuhkan PLB sampai terbentuk planlet
(Rahardja dan Wahyu, 2003).
Beberapa media dasar yang banyak digunakan dalam kultur jaringan antara lain
media dasar Murashige dan Skoog (1962) yang dapat digunakan untuk hampir
semua jenis kultur, media dasar B5 untuk kultur sel kedelai dan legume lainnya,
media dasar White (1934) sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat, media
dasar Vacin dan Went (1949) digunakan untuk kultur jaringan anggrek, media
dasar Nitsch dan Nitsch (1969) digunakan dalam kultur tepung sari (pollen) dan
kultur sel, media dasar Schenk dan Hildebrandt (1972) untuk kultur jaringan
tanaman monokotil, media dasar WPM (Woody Plant Medium, 1981) khusus untuk
tanaman berkayu.
Dari sekian banyak media dasar di atas, yang paling banyak
digunakan adalah media Murashige dan Skoog (MS) (Widyastuti,
2002). Media yang cocok untuk tanaman tahunan menurut
Mariska dan Ragapadmi (2001) adalah media WPM, hal ini
disebabkan tanaman tahunan yang berkayu seperti tanaman
manggis. Dengan media WPM maka diharapkan akan memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan media MS.
Media yang tepat untuk digunakan dalam kultur jaringan
belum dapat dipastikan karena masih ada faktor-faktor
yang berpengaruh, seperti jenis tanaman yang
dikulturkan, umur tanaman induk, umur eksplan, jenis
eksplan yang digunakan, kebutuhan zat pengatur tumbuh,
dan proses yang dilakukan dalam kultur jaringan
(Wetherell, 1982).
KANDUNGAN MEDIA
KULTUR JARINGAN
Kandungan  media  tanam  kultur  jaringan  terdiri  dari  sejumlah  unsur yang 
diperlukan  untuk  pertumbuhan  bahan  tanam/eksplan  dalam lingkungan buatan, dengan
pengelompokan sebagai berikut :
1. Hara Makro (Macro Nutrient).
2. Hara Mikro (Micro Nutrient).
3. Myo-inositol.
4. Zat pengatur tumbuh.
5. Vitamin.
6. Gula.
7. Asam amino.
8. Pemadat media.
BEDAH ARTIKEL JURNAL
ARTIKEL JURNAL MENGENAI
MEDIA KULTUR JARINGAN

 IDENTITAS ARTIKEL JURNAL


Judul : Perbanyakan In Vitro Tanaman Kentang ( Solanum tuberosum
[L.] cv. Granola) Dengan Penambahan Meta-topolin Pada
Media Modifikasi MS (Murashige & Skoog)
Nama Jurnal : Jurnal Metamorfosa Journal of Biological Sciences
Penulis : Tia Setiawati, Auliya Zahra, Rully Budiono, dan Mohamad
Nurzaman
Vol/No : 5/1
Tahun Terbit : 2018
Kota Terbit : Bandung, Jawa Barat
ISSN : 2302-5697
Halaman : 44-50
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan kombinasi media modifikasi
MS dengan konsentrasi meta-topolin (mt) terbaik yang dapat meningkatkan
pertumbuhan kentang (Solanum tuberosum L) secara in vitro.

Bahan dalam Penelitian


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media MS, alkohol 70%,
akuades steril, planlet kentang in vitro sebagai sumber eksplan, HCl, NaOH, agar dan
sukrosa, dan ZPT meta-Topolin, spiritus.
Media modifikasi MS yang digunakan terdiri dari ½ MS, ¾ MS dan MS penuh,
sedangkan konsentrasi mT terdiri dari 0, 1, 2, dan 3 ppm. Masing-masing perlakuan
kombinasi diulang sebanyak 3 kali.
Alat yang Di Gunakan
Alat-alat yang akan digunakan seperti botol kultur, cawan petri, skapel, Erlenmeyer, pinset
dan gelas ukur, pipet setelah dicuci bersih, kemudian dikeringkan dan disterilisasi menggunakan
autoklaf pada tekanan 1,5 psi (kg/cm2), pada suhu 121°C selama 20 menit.

Kentang dapat diperbanyak secara generatif menggunakan biji dan secara vegetatif
dengan umbi. Teknik kultur jaringan dapat menjadi metode alternatif untuk perbanyakan
vegetatif tanaman dengan kelebihan memiliki tingkat multiplikasi yang sangat cepat dalam
waktu yang relatif singkat.

Media Murashige dan Skoog (MS) merupakan media yang sangat luas pemakaiannya karena
kelebihan dari medium MS ini memiliki kandungan nitrat, kalium, dan amonium yang tinggi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman
ZPT meta-Topolin sebagai golongan sitokinin berperan penting dalam pembelahan
dan perkembangan sel sehingga mampu meningkatkan pembentukan tunas dengan
konsentrasi tertentu pada tanaman tertentu. Pada media ¾ MS dan MS penuh, terjadi
penurunan rata-rata tinggi planlet, panjang tunas, jumlah tunas, dan jumlah daun
dengan penambahan mT pada semua konsentrasi (1 ppm hingga 3 ppm) sehingga
pertumbuhan eksplan yang lebih baik diperoleh pada perlakuan media tanpa meta-Topolin.
Efek hambatan pertumbuhan yang ditimbulkan pemberian meta-Topolin tersebut menunjukkan
bahwa kebutuhan sitokinin untuk pembentukan tunas telah terpenuhi dari sitokinin endogen
yang dihasilkan eksplan secara alami.
 Hasil Analisis Varians (Anava) menunjukkan bahwa kombinasi media modifikasi MS
dengan ZPT meta-Topolin berpengaruh nyata terhadap tinggi planlet, panjang tunas,
jumlah tunas dan jumlah daun.

 Hasil Anava menunjukkan bahwa kombinasi media modifikasi MS (Murashige &


Skoog) dengan ZPT meta-Topolin berpengaruh nyata terhadap jumlah dan panjang
akar.
Kesimpulan

1) Perlakuan kombinasi media modifikasi MS dengan ZPT meta-Topolin


pada berbagai konsentrasi berpengaruh terhadap semua parameter
pertumbuhan kentang secara in vitro.
2) Perlakuan ½ MS + 2 ppm meta-Topolin merupakan kombinasi terbaik yang
menghasilkan rata-rata tinggi tanaman tertinggi sebesar 5,07 cm,
menghasilkan rata-rata jumlah tunas tertinggi sebesar 7 tunas,
menghasilkan rata-rata panjang tunas tertinggi sebesar 3,37 cm,
menghasilkan rata-rata jumlah daun tertinggi sebesar 29,67,
menghasilkan rata-rata jumlah akar tertinggi sebesar 5,67, dan
menghasilkan panjang akar tertinggi sebesar 5,91 cm.
REFERENSI ARTIKEL JURNAL

Setiawati, dkk. 2018. Perbanyakan In Vitro Tanaman Kentang ( Solanum


tuberosum

[L.] cv. Granola) Dengan Penambahan Meta-Topolin Pada Media Modifikasi MS


(Murashige & Skoog). Jurnal Metamorfosa, 5, (1): 44-50.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai