Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

“TEKNIK ASEPTIK PADA KULTUR JARINGAN”

Disusun Oleh:
Nama : Fanita Widyah Alviana
NIM : 115040200111044
Kelompok : Selasa, 11.00
Asisten : Husnul

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kultur Jaringan merupakan suatu teknik perbanyakan tanaman


dengan menggunakan bagian tanaman yang berupa sel, jaringan atau
organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Praktek kultur jaringan
tanaman bermula dari pembuktian sifat totipotensi (total genetic
potential) sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi
dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap un-
tuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya
sesuai. Teori ini dikembangkan oleh Schwann dan Schleiden pada
tahun 1838 dan baru dapat dibuktikan pada pertengahan sampai akhir
tahun 1930-an (Yusnita, 2003). Setiap sel tanaman atau bagian kecil
tanaman dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu tanaman
baru yang lengkap.

Proses pelaksanaan kultur jaringan yang dapat dikatakan proses


terakhir yaitu penanaman eksplan. Syarat pertama kultur jaringan
juga masih digunakan pada pelaksanaan ini yaitu kondisi yang
aseptic. Pada proses penanaman eksplan, lingkungan yang digunakan
haruslah benar-benar dalam kondisi yang aseptic. Oleh karenanya
penanaman biasanya dilakukan di Enkas, sebuah kotak dengan tepi
yang transparan dan terdapat lubang untuk tangan, atau dengan
menggunakan LAF (Laminar Air Flow).
Kontaminasi yang terjadi pada kultur jaringan merupakan
momok yang cukup mengganggu proses kultur jaringan. Namun
kontaminasi juga dapat dicegah dengan perlakuan-perlakuan yang
aseptic. Stelah dua acara praktikum diatas dilakukan sterilisasi
terhadap peralatan kultur dan media kultur, tanaman atau eksplan
yang akan ditanam juga harus dalam keadaan steril dan sehat artinya
eksplan tidak terserang penyakit ataupun terkena serangan mikroba.
Keberadaan kontaminan yang berasal dari spora maupun
mikroba lainnya sangat sulit dihindari termasuk juga di dalam ruang
kultur. Untuk itu sterilisasi ruangan juga perlu dilakukan tentunya
dengan tujuan untuk menciptakan lingkungan yang aseptic dan
menghilangkan mikroba maupun spora penyebab kontaminan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka sangat penting bagi kita
untuk melaksanakan praktikum ini agar menambah pengetahuan kita
tentang pengembangan tanaman melalui proses kultur jaringan.

1.2 Tujuan

Percobaan ini bertujuan untuk memperkenalkan media pada teknik


kultur jaringan serta proses pembuatannya, khususnya pada media
MS.

1.3 Manfaat

- Agar mengetahui jenis-jenis media pada kultur jaringan.


- Agar mengetahui Komposisi dan Fungsi Unsur Dalam media MS
(Murashige & Skogg).
- Agar mengetahui teknik-teknik aseptik dalam pembuatan media
Rumus perhitungan larutan stok.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis-jenis Media Pada Kultur Jaringan Serta Aplikasi


Kegunaannya

a. Jenis media berdasar komposisi

Media Knudson dan media Vacin and Went

Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Knudson


pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping
8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan
biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk
perkembangan protocorm.

Knudson C digunakan untuk kultur pada biji anggrek dan kultur


meristem. Media Knudson dan media Vacin and Went, media ini
dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam
di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya
mengandung N dari Nitrat. Knudson pada tahun 1922, menemukan
penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik
untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan
NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.

(Bastomi,2011)

Murashige-Skoog (MS)

Murashige and Skoogbasic medium digunakan untuk menumbuhkan


kalus tembakautapi sering digunakan untuk kultur jaringan yang lain.

Murashige and Skoogbasic high salt medium Untuk mengoptimalkan


pertumbuhan kalus tembakau.

Media Murashige & Skoog (media MS) merupakan perbaikan


komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang
mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau.
Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N
dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N
total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media
tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White.
Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM.
Unsur makro lainnya konsemtrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali
unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus
tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk
kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak
digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah
penemuan media MS, sehingga dikembangkan media-media lain
berdasarkan media MS tersebut, antara lain media:
1. Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi
unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang
seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5
Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin &
Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian
embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh
Bourgin & Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch &
Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur anther.

(Hendaryono,1994)

Knop’s solution

Digunakan untuk pertumbuhan embrio. Media Knop dapat juga


digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya
ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang
rendah seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen
seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds
and Roberts, 1983).

(Bastomi,2011)
Media White

Untuk kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan


bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari
pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S
pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media
untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian. Konsentrasi
NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media
white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang
umum digunakan sekarang. Media White dikembangkan oleh
Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari,
ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut,
lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur
F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama
dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian.
Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi
dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media
lain yang umum digunakan sekarang.

(Bastomi,2011)

Media Nitsch & Nitsch

Menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk


mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Media
Nitsch & Nitsch, menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang
cukup tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman artichoke
Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM,
menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun. Mereka
mengambil kesimpulan, bahwa NH4+ sangat menunjang
pertumbuhan kalus tembakau (Miller et al, (1956 dalam Gunawan
1988).

(Bastomi,2011)
Media Gamborg B5 (media B5)

pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan


konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media
MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus
dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk
meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga
digunakan untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari
komposisi PRL-4, media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang
rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat
pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah 1 mM, Ca2+
antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM (Gamborg et al,
1968).

(Bastomi,2011)

Media Schenk & Hildebrant (media SH)

merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus


tanaman monokotil dan dikotil (Trigiano & Gray, 2000). Konsentrasi
ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi
pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+,
Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant
mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam
media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang
dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14%
kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat
tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda.
Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman
legume.

(Bastomi,2011)

Media WPM (Woody Plant Medium)

dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan


media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS.
Media diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan
oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat
pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk
perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.

Pada umumnya media kultur jaringan dibedakan menjadi media


dasar dan media perlakuan. Resep media dasar adalah resep
kombinasi zat yang mengandung hara esensial (makro dan mikro),
sumber energi dan vitamin. Dalam teknik kultur jaringan dikenal
puluhan macam media dasar. Penamaan resep media dasar pada
umumnya diambil dari nama penemunya atau peneliti yang
menggunakan pertama kali dalam kultur khusus dan memperoleh
suatu hasil yang penting artinya.

(Colemann,2003)

b. Jenis media berdasar keadaan fisik serta kelebihan dan


kekurangan

Media padat

Media padat adalah media yang mengandung semua


komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman dan dipadatkan
dengan menambahkan zat pemadat. Zat pemadat tersebut dapat
berupa agar-agar batangan, agar-agar bubuk, ataupun agar-agar
kemasan kaleng yang khusus digunakan untuk keperluan
laboratorium. Penggunaan agar-agar kemasan kertas(yang biasa
digunakan sebagai bahan makanan) untuk medium kultur jaringan
memerlukan perhitungan yang teliti,supaya medium tersebut tidak
terlalu padat atau lembek. Penggunaan agar-agar kemasan kertas
biasanya berkisar 8-10 g/liter. Media yang terlalu padat dapat
mengakibatkan akar sukar tumbuh, media yang telalu lembek dapat
menyebabkan tenggelamnya eksplan dan menyebabkan busuk dan
akhirnya mengundang bakteri ataupun jamur.

Metode padat dapat digunakan untuk kloning, untuk


menumbuhkan protoplas setelah diisolasi, menumbuhkan planlet dari
protokormus setelah dipindahkan dari suspensi sel,dan
menumbuhkan planlet daridari potoplas yang sudah difusikan.
Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
kalus(induksi kalus) dan kemudian dengan medium diferensiasi yang
berguna untukmenumbuhkan akar serta tunas sehingga kalus dapat
tumbuh menjadi planlet.

(Yusnita,2005)

Media cair

Jenis media ini sama dengan media padat hanya saja tanpa
dilakukan penambahan zat pemadat. Penggunaan metode ini kurang
praktis karena untuk menumbuhkan kalus langsung dari eksplan
sangat sulit sehingga keberhasilannya sangat kecil dan hanya
tanaman-tanaman tertentu saja yang dapat tumbuh, oleh karena itu
pemakaian media cair ditekankan pada suspensi sel, yaitu untuk
menumbuhkan protokormus. Dari protokormus ini nantinya dapat
tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan ke media padat yang
sesuai. Selain menumbuhkan protokormus, media cair juga
digunakan untuk memperbanyak kalus dengan jalan berulang kali
melakukan sub kultur. Suspensi sel dapat pula diartikan sebagai
kultur dari sel-sel bebas di dalam media cair. Tujuan khusus dari
suspensi sel adalah untuk memecah kalus menjadi single sel.

(Prasetya, 2012)

2.2 Komposisi dan Fungsi Unsur Dalam Media MS (Murashige&


Skogg)

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan medium MS, yaitu


sebagai berikut:

a ) Larutan Stok Makronutrient I dan II

Larutan stok digunakan untuk menghindari ketidaktepatan dan


pemborosan waktu karena perlunya pengukuran bahan tertentu
dalam jumlah kecil. Jenis-jenis yang termasuk dalam unsur makro
(unsur yang dibutuhkan dalam jumlah besar) adalah Nitrogen (N),
Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg). Unsur NPK
adal unsur yang paling mutlak diperlukan oleh tanaman.

Tabel 1. Komposisi Makronutrien yang dibutuhkan Medium MS

Makronutrient (mg/L)
KN3 1.900
NH4NO3 1.650
CaCl.2H2O 440
MgSO4.7H2O 370
KH2PO4 170

b) FeNa2EDTA

Unsur Fe dibutuhkan sedikit lebih banyak daripada unsu mikro


lainnya. Didalam kultrur jaringan, pemberian unsur Fe juga berfungsi
sebagai penyangga (chelatin agent) yang sangat penting untuk
menyangga kestabilan Ph media selama digunakan untuk
menumbuhkan jaringan tanaman. Pada tanaman, unsur Fe berfungsi
untuk pernafasan dan pembentukan hijau daun.

c) Larutan Stok Mikronutrient

Unsur-unsur yang termasuk didalam unsur mikro (unsur yang


dibutuhkan dalam jumlah kecil tetapi harus tersedia) adalah Klor (Cl),
Mangan (Mn), Besi (Fe), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Bor (B), dan
Molibdenum (Mo).

Komposisi Mikronutrien yang dibutuhkan Medium MS

Mikronutrient (mg/L)
MnSO4.4H2O
22,3
ZnSO4.7H2O
8,6
H3BO3
6,2
KI
0,83
CuSO4.5H2O
0,025
NaMoO4.2H2O
0,25
CoCl2.6H2O
0,025
FeSO4.7H2O
27,8
NaEDTA.2H20
37,3

d) Myoinositol

Penambahan myoinositol pada medium bertujuan untuk membantu


diferensiasi dan pertumbuhan sejumlah jaringan. Bila myoinositol
diberikan bersama auksin, kinetin, dan vitamin, maka dapat
mendorong pertumbuhan jaringan kalus.

e) Vitamin

Vitamin-vitamin yang sering digunakan dalam media kultur jaringan


antara lain adalah Tiamin (Vitamin B1), Piridoksin (Vitamin B6), dan
Asam Nikotonat. Fungsi Tiamin adalah untuk mempercepat laju
pembelahan sel, dan Asam nikotonat berfungsi penting dalam reaksi-
reaksi enzimatis. Pemberian vitamin C biasanya bertujuan untuk
mencegah terjadinya pencoklatan pada permukaan irisan jaringan.

Tabel 1. Komposisi Vitamin yang dibutuhkan Medium MS

Vitamin (mg/L)
Myoinositol 100
Thiamin HCl 0,1
Nikotonik asid 0,5
Piridoksin HCl 0,5
Glisin 2
f) Sukrosa

Sukrosa sering ditambahkan pada medium sebagai sumber energi


yang diperlukan untuk induksi kalus. Sukrosa dengan konsentrasi 2%
- 5% merupakan sumber karbon. Penggunaan sukrosa diatas kadar
3% menyebabkan erjadinya penebalan dinding sel. Pengaruh
rangsangan dari gula terhadap pertumbuhan ditentukan juga oleh
cara sterilisasinya.

g) Hormon (Auksin dan Sitokinin)

Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin berpengaruh terutama


terhadap pembelahan sel. Bersama-sama dengan Auksin memberikan
pengaruh interaksi erhadap diferensiasi jaringan. Pada pemberian
auksin dengan kadar relatif tinggi, diferensiasi kalus cenderung ke
arah pembentukan primordia akar. Sedangkan pada pemberian
sitokinin dengan kadar yang relatf tinggi, diferensiasi kalu akan
cenderung ke arah pembentukan primordia batang atau tunas.

h) Agar

Agar berfungsi sebagai zat pemadat untuk memadatkan semua


komponen kimia yang terkandung dalam media dan yang sangat
dibutuhkan oleh tanaman.

Sebelum ditambahkan agar, medium terlebih dahulu diukur derajat


keasamannya ( pH ). Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan
teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempita
yaitu berkisar antara 5,0 – 6,0. Bila eksplan sudah mulai tumbuh, Ph
dalam lingkungan kultur jaringan umumnya akan meningkat apabila
nutrient habis terpakai. Dan terakhir adalah sterilisasi dengan
autoclaf pada suhu 121 Oc selama 15 menit, untuk menghindari
terkontaminasinya medium akibat proses pembuatan.

(Novalin, 2009)
2.3 Teknik-teknik aseptic Dalam Pembuatan Media

a. Penyiapan Media
Media yang digunakan untuk menumbuhkan eksplan harus
steril. Dalam media harus tersedia empat komponen, yaitu:
1) Sumber Karbon (gula tebu)
2) Hara Makro (makro nutrien)
3) Hara Makro (mikro utrien)
4) Vitamin dan hrmon tumbuh
5) Agar sebagai pemadat

b. Sterilisasi Eksplan
Eksplan atau bahan tanam yang hendak ditumbuhkan dalam
botol kultur harus disterilkan terlebih dahulu. Bahan eksplan
dicuci dengan detergen lalu dibilas bersih kemudian disterilisasi
dengan cara dibakar sesaat atau direndam dalam larutan
desinfektan. Selanjutnya, bahan eksplan dibilas dengan air steril
beberapa kali. Bahan eksplan siap untuk dikultur.

c. Penanaman Eksplan
Setelah bahan eksplan disterilkan dan dipotong-potong eksplan
ditanam dalam botol kultur. Pemotongan eksplan dilakukan
dalam ruang kultur yang steril dan dengan menggunakan alat-
alat yang steril pula.

d. Inkubasi dan Perkembangan Eksplan


Botol-botol kultur yang telah ditanami ekpslan kemudian
dipindahkan keruang inkubasi atau ruang penumbuhan.Pada
ruang itu, diberikan penyinaran secara terus-menerus dengan
suhu ruang yang stabil (± 200 C)
e. Aklimatisasi
Setelah dihasilkan tanaman kecil (plantlet) yang cukup kuat
untuk tumbuh, plantlet siap dikeluarkan, dipisahkan dan
ditanami pada pot-pot penanaman. Selanjutnya pot dipindahkan
ke green house agar terjadi proses penyesuaiansecara bertahap
pada kondisi alam (aklimatisasi).
(TIM IPA, 2007)

Teknik aseptik merupakan salah satu kunci keberhasilan


dalam kutur jaringan. Keaseptikan harus dijaga dalam proses
pengkulturan, selain itu juga termasuk sterilisasi bahan tanaman
(eksplan). Pada tahap ini dilakukan berbagai perlakuan untuk
membersihkan kotoran yang ada di permukaan bahan tanaman
(disinfestasi) (Prawitasari 2005). Selain itu, zat pengatur tumbuh
adalah senyawa organik bukan hara yang dalam jumlah sedikit dapat
mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi
tanaman.

(Puspa, 2011)

Caranya dengan sterilisasi eksplan, media, alat-alat, ruang steril dan


ruang kultur (entkas / tempat khusus untuk menanam eksplan ke
dalam medium).

Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan kontaminan


mikroorganisme yang menempel di permukaan eksplan. Peralatan
yang akan digunakan untuk kultur jaringan harus disterilkan terlebih
dahulu. Setelah dicuci dan dikeringkan, kemudian peralatan
dibungkus dengan kertas payung atau aluminium foil dan
disterilkan di dalam autoklaf dengan suhu 121oC, tekanan 15 psi
(Pounds per Square Inch) dan lama sterilisasi 20-30 menit. Botol-
botol eksplan yang sudah berisi medium setelah ditutup dengan
aluminium foil, kemudian disterilkan. Sterilisasi medium lebih
singkat waktunya dibandingkan dengan sterilisasi peralatan, yakni 15
menit tetapi suhu dan tekanannya sama.

(Nugroho,2005)

2.4 Rumus Perhitungan Larutan Stok

Larutan stok adalah larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat


dibandingkan dengan konsentrasi seharusnya, maka jika ingin
memakainya, tinggal mengambil larutan stok tersebut untuk
diencerkan sesuai dengan formula media kultur.
(Sandra, 2005)

Rumus perhitungan larutan stok:

V 1 M1 = V 2 M2

V1 : volume larutan yang dicari (x)


M1 : dosis larutan stok yang tersedia
V2 : volume medium yang akan dibawa
M2 : dosis medium yan akan dibuat
(Hendrayato, 2003)
III.METODOLOGI

3.1 Alat, Bahan dan Fungsi

3.1.1 Alat

- Botol kutur : sebagai tempat media kultur


- Karet gelang : untuk menutup botol kultur
- Plastik tahan panas : sebagai penutup botol kultur
- Gelas ukur : untuk mengukur larutan
- Mikro pipet : untuk mengambil larurtan
- Beaker glass : untuk tempat pembuatan larutan stok
- Timbangan analitik : untuk menimbang bahan
- pH universal : untuk mengukur pH larutan
- Stirer : sebagai pengaduk
- Microwave : untuk mensterilkan bahan
- Alumunium foil : untuk menutup botol
- Autocalve : sterilisasi botol kultur sebelum di
masukkan ke ruangan pengamatan

3.1.2 Bahan

1. Unsur Makro
 NH4NO3 : 14,85 g
 KNO3 : 17,1 g Sebagai pembuat 300 ml
 MgSO47H2O : 3,33 g media kultur larutan makro
 KH2PO4 : 1,53 g
 CaCl22H2O : 3,96 g Untuk medai kultur (3 ml)

2. Unsur Mikro A
 H3BO3 : 0,038 g Untuk pembuatan 300 ml
 MnSO44H2O : 0,2007 g media kultur diambil 3 ml
 ZnSO47H2O : 0,0774 g
3. Unsur Mikro B
 KI : 0,083 g
 Na2MoO47H2O : 0,025 g Untuk pembuatan 300 ml
 CuSO45H2O : 0,0025 g diambil larutan 0,3 ml
 CoCl6H2O : 0,0025 g

4. FeEDTA
 FeSO47H2O : 2,503 g Untuk pembuatan 300 ml
 Na2EDTA : 3,357 g diambil larutan 3 ml

5. Vitamin
 Tiamin HCl : 0,001 g
 Peridoksin HCl : 0,005 g Untuk pembuatan 300ml
 Asam Nikotinat : 0,005 g diambil 0,3 larutan vitamin
 Olycine : 0,02 g

3.2 Cara Kerja Pembuatan Media Kultur (Diagram Alir)

Bilas gelas dengan menggunakan aquades

Isi gelas dengan aquades kurang lebih 50 ml


Tambahkan unsur-unsur yang sudah di stok :

Makro : 30 ml

Mikro A : 3 ml

Mikro B : 0,3 ml

Fe EDTA : 3 ml

Vitamin : 0,3 ml

CaCl2 : 3 ml

Tambahkan aquades hingga volume mencapai


300 ml

Stirer (aduk) dan ukur pH (pH indikator)

Masukkan sukrosa (gula) dan agar-agar

Sukrosa : 9 gram

Agar-agar : 2,1 gram


Stirer (aduk) beberapa menit sampai larutan
berwarna bening

Tutup dengan plastik wrap dan di lubangi

Mikrowave selama 7 menit

Masukkan ke dalam botol kultur @20 ml :

8 botol dengan tutup plastik

6 botol dengan tutup alumunium

Autoclave

3.3 Analisa Perlakuan

Pertama, beaker glass dibilas dahulu dengan menggunakan aquades,


bertujuan untuk menghilangkan dan membersihkan gelas breaker. Isi
breaker glas dengan larutan aquades kurang lebih 50 ml. Setelah itu,
tambahkan unsur-unsur larutan yang sudah di stok, yaitu : makro (30
ml), mikro A (3 ml), mikro B (0,3 ml), Fe EDTA (3 ml), Vitamin
(0,3 ml) dan CaCl2 (3 ml). Setelah semua larutan selesai
ditambahkan, tambahkan lagi aquades hingga volume mencapai 300
ml. Stirer (aduk) larutan dan ukut pH larutan menggunakan indikator

pH hingga mencapai pH sekitar 5 – 6. Masukkan sukrosa (9 gram)


dan agar-agar (2,1 gram) yang bertujuan untuk melarutkan larutan
dan mengentalkan larutan. Stirer kembali sampai larutan berwarna
putih bening. Setelah selesai, tutup breaker glas dengan plastik wrap
dan masukkan ke dalam microwave selama 7 menit setelah selesai,
masukkan larutan ke dalam botol kultur dengan 8 botol di tutup
plastik, dan 6 botol ditutup alumunium. Masukkan ke autoclave
untuk sterilisasi akhir, dan amati selama 2 minggu, apakah terjadi
kontaminasi atau tidak.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil (tabel perbandingan perlakuan)

a. Tabel media kultur dengan penutup plastik

No Hari Botol Jenis Keterangan


Pengamatan Ke- Ke- Kontaminan
1 Hari ke-2 (18 1 Tidak ada Tidak
Oktober 2012) 2 Tidak ada terjadi
3 Tidak ada kontamina
4 Tidak ada n dengan
5 Tidak ada warna yang
6 Tidak ada masih putih
7 Tidak ada dan sudah
mengental

2 Hari ke 4 (20 1 Tidak ada Tidak


Oktober 2012) 2 Tidak ada terjadi
3 Tidak ada kontamina
4 Tidak ada n dengan
5 Tidak ada warna yang
6 Tidak ada masih putih
7 Tidak ada dan sudah
mengental

3 Hari ke 6 (22 1 Tidak ada Tidak


Oktober 2012) 2 Tidak ada terjadi
3 Tidak ada kontamina
4 Tidak ada n dengan
5 Tidak ada warna yang
6 Tidak ada masih putih
7 Tidak ada dan sudah
8 Tidak ada mengental

4 Hari ke 12 (28 1 Tidak ada Tidak


Oktober 2012) 2 Tidak ada terjadi
3 Tidak ada kontamina
4 Tidak ada n dengan
5 Tidak ada warna yang
6 Tidak ada masih putih
7 Ada dan sudah
mengental.

Botol ke 7
terkontami
nasi jamur

5 Hari ke 17 *(2 1 Tidak ada Tidak


November 2012) 2 Tidak ada terjadi
3 Tidak ada kontamina
4 Tidak ada n dengan
5 Tidak ada warna yang
6 Tidak ada masih putih
7 Ada dan sudah
mengental

Botol ke 7
terkontami
nasi jamur

6 Hari ke 20 (5 1 Tidak ada Tidak


November 2012) 2 Tidak ada terjadi
3 Tidak ada kontamina
4 Tidak ada n dengan
5 Tidak ada warna yang
6 Tidak ada masih putih
7 Ada dan sudah
mengental

Botol ke 7
terkontami
nasi jamur
*Seharusnya 2 hari sekali selama 2 minggu, tetapi pengamatan tetap
dilakukan hingga melebihi 2 minggu.

b. Tabel media kultur dengan penutup Aluminium Foil

No Hari Botol Jenis Keteranga


Pengamatan Ke- Ke- Kontaminan n

1 Hari ke-2 (18 1 Tidak ada Tidak


Oktober 2012) 2 Tidak ada terjadi
3 Tidak ada kontamina
4 Tidak ada n dengan
5 Tidak ada warna
6 Tidak ada yang
7 Tidak ada masih
putih dan
sudah
mengental

2 Hari ke 4 (19 1 Tidak ada Tidak


Oktober 2012) 2 Tidak ada terjadi
3 Tidak ada kontamina
4 Tidak ada n dengan
5 Tidak ada warna
6 Tidak ada yang
7 Tidak ada masih
putih dan
sudah
mengental

3 Hari ke 6 (22 1 Tidak ada Tidak


Oktober 2012) 2 Tidak ada terjadi
3 Tidak ada kontamina
4 Tidak ada n dengan
5 Tidak ada warna
6 Tidak ada yang
7 Tidak ada masih
putih dan
sudah
mengental

4 Hari ke 12 (28 1 Tidak ada Tidak


Oktober 2012) 2 Tidak ada terjadi
3 Tidak ada kontamina
4 Tidak ada n dengan
5 Tidak ada warna
6 Tidak ada yang
7 Tidak ada masih
putih dan
sudah
mengental

5 Hari ke 17(2 1 Tidak ada Tidak


November 2012) 2 Tidak ada terjadi
3 Tidak ada kontamina
4 Tidak ada n dengan
5 Tidak ada warna
6 Tidak ada yang
7 Tidak ada masih
putih dan
sudah
mengental

6 Hari ke 20 (5 1 Tidak ada Tidak


November 2012) 2 Tidak ada terjadi
3 Tidak ada kontamina
4 Tidak ada n dengan
5 Tidak ada warna
6 Tidak ada yang
7 Tidak ada masih
putih dan
sudah
mengental
4.2 Pembahasan

Dari data hasil praktikum yang telah didapat, diketahui


bahwa pembuatan media kultur yang telah dilakukan pada praktikum
kali ini berhasil hampir 100%. Hal ini diketahui dari pengamatan
yang telah dilaksanakan selama 2 minggu lebih.Dengan selang waktu
2 hari sekali dan pengamatan terakhir pada hari ke 20. Diperoleh
yaitu warna dari larutan yang berada di dalam botol kultur tutup
plastik maupun tutup alumunium berwarna putih dan sudah
mengental.
Pada botol kultur dengan tutup plastik, dilakukan percobaan
sebanyak 7 botol. Pada pengamatan pertama, 7 botol tersebut tidak
menunjukkan gejala-gejala terkontaminasi. Hal ini berlanjut ke
pengamatan-pengamatan selanjutnya, dengan selang waktu 20 hari, 7
botol kultur masih menunjukkan hasil yang baik dan tidak
terkontaminasi.

Untuk botol dengan petutup alumunium, menunjukkan hasil


yang sama dengan botol yang di tutup dengan menggunkana plastik.
Pada saat praktikum, di lakukan percobaan dengan 7 botol yang di
tutup dengan menggunakan alumunium foil. Selang jangka waktu 20
hari setelah praktikum, 6 botol kultur tersebut tidak terkontaminasi,
dengan ciri-ciri larutan tetap berwarna putih dan sudah mengental
seperti gel atau lem. Naamun terdapat 1 botol yang mengalami
kontaminasi jamur. Hal itu ditandai dengan munculnya koloni jamur
yang berwarna coklat kehitaman.
Sesuai dengan ciri-cirinya, Kontaminasi pada eksplan dapat
disebabkan oleh media eksplan dan kondisi lingkungan. Kontaminan
dapat berupa jamur atau bakteri. Ciri-ciri eksplan yang
terkontaminasi adalah :
1) Apabila kontaminan berupa jamur, akan terlihat koloni jamur,
biasanya berwarna putih, abu-abu atau hitam, berbentuk seperti
serabut, benang, atau kapas.
2) Apabila kontaminan berupa bakteri, terlihat cairan berupa lendir
berwarna putih atau merah.
Oleh karena itu, berdasarkan pengamatan yang didapat,
kontaminan dikategorikan sebagai jamur.
Untuk itu, dapat diketahui bahwasanya praktikum
pembuatan media kultur ini berhasil cukup baik meski ada satu botol
yang mengalami kontaminasi oleh jamur.
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

 Jenis-jenis media pada kulur jaringan ada bebebrapa macam,


antara lain : Media Knop (wortel), Media Knudson dan
media Vacin and Went (anggrek), Media White (bunga
matahari), Media Murashige & Skoog (media MS), Media
Gamborg B5, Media Schenk & Hildebrant (media SH),
Media WPM (Woody Plant Medium)
 Dalam media MS (Murashige dan Skogg), terdiri dari
beberapa macam unsur yang terkandung di dalamnya, antara
lain, makronutrien, mikronutrien, vitamin, dan zat besi.
 Rumus perhitungan larutan stok yang dibutuhkan, dapat
menggunakan rumus : V1 x M1 = V2 x M2

Dari data hasil praktikum yang telah didapatkan, diketahui


bahwa pembuatan media kultur yang telah dilakukan dapat dikatakan
cukup berhasil. Hal ini diketahui dari pengamatan yang telah
dilaksanakan selama 20 hari pengamatan (dengan selang waktu 2
hari sekali), yaitu warna dari larutan yang berada di dalam botol
kultur tutup plastik maupun tutup alumunium foil berwarna putih dan
sudah mengental. Hanya terdapat 1 kontaminan jamur pada botol ke
7 bertutup plastik.

5.2 Saran

Praktikum sudah berjalan cukup baik dan lancar. Diharapkan lebih


baik lagi pada praktkum kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Bastomi. 2011. Jenis-jenis Media Kultur Jaringan Untuk Berbagai


Perbanyakan. (Online) http://bastomi-
huda.blogspot.com/2011/03/jenis-jenis-media-kultur-
jaringan-untuk.html.diakses 2 November 2012

Coleman, J. O. D., Evans, D.E., and Kearns, A. 2003. Plant Cell


Culture. New York: BIOS Scientific Publishers.

Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani. 1994. Teknik kultur jaringan.


Kanisius. Yogyakarta. pp.139.

Hendrayanto. D.P.S., 2003. TEknik Kultur Jaringan, Pengenalan dan


Petunjuk Perbanyakan Secara Vegetatif Modern.
Kansius:Yogyakarta.

Novalin, Novita.2009. Kultur Jaringan Pada Tanaman.(Online).


http://novaldevlano.blogspot.com/2009/11/kultur-jaringan-
pada-tanaman.html.diakses 2 November 2012.

Nugroho, A. dan H. Sugito. 2005. Teknik kultur jaringan. Penebar


Swadaya. Jakarta. pp.71.

Puspa.2011.Induksi Kalus.(Online).
http://puspalarasati.wordpress.com/category/kultur-
jaringan/.diakses 2 November 2012

Prasetya, Eka. 2012. Jenis Media Tanam. (Online).


http://khasindonesiaasliindonesia.blogspot.com/2012/05/jeni
s-media-tanam.html. Diakses 2 November 2012

Prawitasari, T. 2005. Teknologi perbanyakan bibit jarak pagar


(Jatropha curcas L) secara konvensional dan kultur jaringan.
Makalah Seminar Nasional Pegembangan Jarak Pagar
(Jatropha curcas L) untuk Biodiesel dan Minyak Bakar.
Bogor, 22 Desember 2005. Pusat Penelitian Surfaktan dan
Bioenergi. LPPM-IPB, Bogor.

Sandra. E, 2005. Kultur Jaringan Anggrek Skala Rumah Tangga.


Grafindo:Bandung.
TIM IPA, 2007. IPA 34. Yudistira: Jakarta.

Yusnita. 2005. Kultur jaringan cara memperbanyak tanaman secara


efisien. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. pp.103.
LAMPIRAN

1. Dokumentasi Hasil Akhir Pengamatan Penutup Plastik

1. 2. 3.

4. 5. 6.

7.
2. Dokumentasi Hasil Akhir Pengamatan Penutup
Alumunium Foil

1. 2. 3.

4. 5. 6.

7.

Anda mungkin juga menyukai