B. Relevansi
Pengetahuan tentang sejarah dan terminologi, prinsip dasar dan tipe-tipe kultur
jaringan akan mendasari pemahaman mahasiswa tentang berbagai konsep lanjut yang
berhubungan dengan aplikasi kultur jaringan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya
perbanyakan tanaman secara cepat dan efisien, produksi metabolit sekunder dan
sebagainya.
C. Tujuan Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan memahami perkembangan
teknologi kultur jaringan tanaman ditinjau dari perspektif sejarahnya dan dapat
menggunakan secara tepat beberapa terminologi penting dari teknologi ini
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838 ketika
Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel
bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
1909 Fusi protoplas tanaman, namun produk yang dihasilkan mengalami kegagalan
untuk hidup
1925 Aplikasi kultur embrio pada tanaman Linum hasil silang antar spesies
1934 Kultur in vitro jaringan kambium dari sejumlah tanaman pohon dan perdu
mengalami kegagalan karena tidak adanya ketrelibatan auksin
1940 Kultur in vitro jaringan kambium dari tanaman Ulmus untuk mempelajari
pembantukan tunas adventif
1941 Air kelapa (Yang mengandung faktor pembelahan sel) untuk pertama kalinya
digunakan pada kultur embrio tanaman Datura
1944 Untuk pertama kalinya kultur in vitro tembakau digunakan pada penelitian
pembantukan tunas adventif
1946 Untuk pertama kalinya diperoleh tanaman Lupinus dan Tropaelum dari kultur
pucuk
1948 Pembentukan akar dan tunas adventif tanaman tembakau ditentukan oleh rasio
auksin : adenin
1953 Produksi kalus haploid tanaman Ginkgo biloba dari kultur serbuk sari
1958 Regenerasi embrio somatik secara in vitro dari jaringan nuselus tanaman Citrus
ovules
1958 Regenerasi proembrio dari massa kalus dan suspensi sel tanaman wortel
1959 Publikasi buku pegangan mengenai kultur jaringan tanaman untuk pertama kali
1960 Keberhasilan pembuahan in vitro pada Papaver rhoeas untuk pertama kalinya
1960 Degradasi dinding sel secara enzimatik untuk memperoleh protoplas dalam
jumlah besar.
1964 Produksi tanaman Datura haploid dari kultur serbuk sari untuk pertama kalinya
1964 Regenerasi tunas dan akar pada jaringan kalus tanaman Populus tremuloides
1967 Induksi pembentukan bunga pada Lunaria annua dengan vernalisasi secara in
vitro
1967 Produksi tanaman haploid dari kuktur serbuk sari tanaman tembakau (Nicotiana
tabacum).
1969 Analisis kariologi tanaman yang diregenerasikan dari kultur kalus tembakau.
1969 Keberhasilan isolasi protoplas dari kultur suspensi Haplopappus gracilis untuk
pertama kalinya
1971 Keberhasilan regenerasi tanaman dari kultur protoplas untuk pertama kalinya.
1972 Hibridisasi antarspesies melalui peleburan protoplas pada dua spesies Nicotiana
1974 Induksi percabangan aksilar oleh sitokinin pada eksplan tunas tanaman Gerbera.
1975 Seleksi positif terhadap kultur kalus tanaman jagung yang resisten terhadap
Helminthosporium maydis.
1976 Inisiasi pucuk dari eksplan tunas tanaman anyelir yang berasal dari penyimpanan
pada suhu rendah (kreopreservasi).
1976 Sintesis dan perombakan oktopin dan nopalin diketahui dikontrol secara genetis
oleh Ti-plasmid Agrobacterium tumefaciens.
1981 Isolasi auksotrop melalui skrining berskala besar terhadap koloni sel yang
diperoleh dari protoplas haploid tanaman Nicotiana plumbaginifolia dengan
perlakuan mutagen.
1985 Infeksi dan transformasi potongan daun dengan Agrobacterium tumefaciens dan
regenerasi tanaman yang mengalami transformasi
Sejak tahun 1980-an sampai sekarang, teknik kultur jaringan tanaman sudah
berkembang sangat pesat di seluruh penjuru dunia sehingga sulit untuk dipantau.
Terlebih lagi, banyak terobosan yang memiliki nilai komersial tinggi yang diciptakan
oleh institusi-institusi riset pada berbagai perusahaan besar yang tidak dipublikasikan.
Pemanfaatan yang nyata dari teknik tersebut, disamping untuk perbanyakan tanaman,
juga di bidang rekayasa genetika (genetic engineering) untuk perbaikan mutu genetika
tanaman pertanian. Sudah banyak varietas, bahkan spesies baru yang diciptakan melalui
teknik fusi protoplas. Demikian pula dengan aplikasi teknik tersebut pada eliminasi
penyakit, terutama penyakit virus dan produksi metabolit sekunder dengan bantuan
Agrobacterium sudah menjadi teknik yang rutin dilakukan oleh para pakar di berbagai
penjuru dunia, termasuk Indonesia. Hanya saja aplikasi teknik kultur jaringan untuk
pelestarian plasma nutfah tampaknya masih harus menempuh perjalanan panjang untuk
sampai pada sasaran yang diharapkan.
B. Terminologi
Kultur jaringan (tissue culture) sampai saat ini digunakan sebagai suatu istilah
umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang umumnya
tembus cahaya. Sering kali kultur aseptik disebut juga kultur in vitro yang artinya
sebenarnya adalah kultur di dalam gelas.
2. Kalus; a) suatu jaringan yang tersusun oleh sel-sel terdediferensiasi yang umumnya
dihasilkan oleh jaringan yang luka atau kultur jaringan pada media yang berisi
auksin tertentu, atau b) pertumbuhan aktif massa sel yang belum dan terdiferensiasi
dan tidak terorganisir yang berkembang dari jaringan luka atau kultur jaringan yang
ditanam pada media dengan tambahan zat pengatur tumbuh.
3. Dalam kultur jaringan sering dilakukan pemindahan eksplan dari media I (untuk
induksi kalus) ke media II (media untuk induksi organ tunas dan akar). Pemindahan
eksplan dari media satu ke media lain (baik jenis medianya sama atau lain) dikenal
dengan istilah sub kultur.
4. Setiap masa inkubasi disebut passage. Passage pertama adalah sub kultur pertama
dari jaringan yang terbentuk dari eksplan awal.
6. Kultur asenik adalah kultur dengan hanya satu macam organisme yang diinginkan.
7. Eksplan yang ditanam pada media tumbuh yang tepat, dapat beregenerasi melalui
proses yang disebut organogenesis atau embriogenesis. Oraganogenesis adalah
proses terbentuknya organ-organ seperti pucuk dan akar.
8. Pucuk yang terbentuk pada tempat yang ukan jaringan asalnya (origin) yang biasa
disebut pucuk adventif. Seperti pucuk yang terbentuk dari kalus, hipokotil,
kotiledon, dan akar.
10. Embrio somatik (nonzygotic embryo) adalah embrio yang bukan berasal dari zigot,
tetapi dari sel tubuh tanaman.
12. Anakan tanaman yang telah lengkap memiliki organ daun, batang dan akar hasil
kultur jaringan disebut planlet (plantula).
13. Plantula yang akan dipindah ke lapangan dan diperlakukan sebagai bibit, harus
mengalami masa adaptasi dari kultur heterotropik menjadi kultur autotropik. Masa
adaptasi plantula disebut dengan aklimatisasi.
14. Pucuk-pucuk yang terbantuk dari jaringan kalus, terutama yang sudah mengalami
sub kultur, dapat bervariasi. Variasi-variasi ini disebut variasi somaklonal. Penyebab
variasi ini belum diketahui dengan pasti, ada kemungkinan variasi ini sudah ada
dalam eksplan asal karena sifat kromosom mosaik dalam sel-sel somatik ataupun
terjadi akibat lingkungan di dalam kultur.
15. Salah satu variasi yang terjadi adalah tanaman yang aneuploid yaitu tanaman yang
jumlah kromosommya 2n-1 atau 2n+1.
16. Sel-sel dalam kalus atau sel-sel dari jaringan daun siisolasi dengan perlakukan enzim
meupakan bahan untuk memperoleh protoplasma. Protoplasma-protoplasma
diperoleh dengan menghilangkan dinding sel dengan bantuan enzim-enzim cellulase,
hemicellulase dan pektinase. Propoplasma kemudian dapat ”dipaksa” untuk saling
menempel dan bersatu membentuk suatu fusi sel. Proses ini merupakan bidang
pemulaiaan yang disebut hibridisasi genetik.
17. Hasil gabungan dua atau lebih protoplasma yang berbeda jenis dengan inti-intinya
dikenal dengan istilah heterokarion.
C. Prinsip Dasar
Konsep dasar ini adalah mutlak dalam pelaksanaan kegiatan kultur jaringan
karena hanya dengan sifat totipotensi ini, sel, jaringan, organ yang digunakan akan mapu
tumbuh dan berkembang sesuai arahan dan tujuan budidaya in vitro yang dilakukan.
Umumnya sifat totipotensi lebih banyak dimiliki oleh bagian tanaman yang masih
juvenil, muda, dan banyak dijumpai pada daerah-daerah meristem tanaman. Tetapi tidak
menutup kemungkinan bagian tanaman yang sudah dewasa bila mendapat lingkungan
yang cocok akan bertotipotensi sehingga mampu tumbuh dan berkembang. Pada
keadaan tersebut bisa terjadi karena pada keadaan in vitro tanaman mampu melakukan
aktifitas dediferensiasi yaitu proses perkembangan balik dari bagian dewasa tanaman
menjadi sekolompok sel yang terus menerus membelah (disebut kalus) atau bisa pula
menjadi zigot. Selain itu juga dapat terjadi rediferensiasi yaitu proses tumbuh dan
berkembangnya kembali kalus atau zigot tersebut tumbuh dan berkembang membentuk
spesialisasi ke arah terbentuknya akar, daun atau tunas hingga menjadi tanaman lengkap.
Kondisi totipotensi bahan tanam antara satu tanaman dengan tanaman yang lain
sangat berbeda, bahkan perbedaan juga mungkin terjadi pada satu tanaman yang sejenis.
Perbedaan dalam hal cara, waktu dan musim pengambilan bahan tanam juga memberi
pengaruh pada keberhasilan kegiatan kultur jaringan. Penanganannya ada yang mudah
dan adapula yang sangat sulit. Yang banyak dilakukan dan dianggap relatif mudah
misalnya tanaman wortel, beberapa jenis anggrek, bawang, tembakau, pisang. Beberapa
yang dikenal sulit misalnya mangga, salak, bambu dan tanaman lain yang umumnya
mengandung fenolat tinggi atau bisa juga rendah kemampuan berdiferensiasi dan
rediferensiasinya.
i) Sel, bahan ini biasanya ditanam dalam bentuk suspensi dengan kepadatan
yang telah ditentukan. Paling umum sel-sel ini diambil dari kalus, agar
membentuk agregat kecil atau sel tunggal maka kalus dimasukkan dalam
media cair kemudian disentrifugasi berulang atau bisa juga dengan prosedur
enzimatik.
ii) Protoplas, bahan ini biasanya juga ditanam dalam bentuk suspensi dengan
kepadatan yang telah ditentukan. Mesofil daun, teras batang, kalus adalah
bagian tanaman yang umum dipakai sebagai sumber propolas. Untuk
mendapatkan suspensi protoplas harus digunakan medium yang mengandung
enzim (enzimztic medium), proses pencucian dengan medium pencuci
(washing medium), sentrifugasi dan kemudian purifikasi.
iii) Jaringan meristem, adalah merupakan jaringan tanaman yang terdapat pada
daerah-daerah pertumbuhan. Ciri jaringan ini tersusun oleh sekelompok sel
yang terus menerus membelah, sehingga belum ada spesialisasi bentuk dan
fungsi dari sel-sel yang menyususnnya. Pada derah apikal meristem ada
daerah yang sangat kecil terdiri dari sel-sel yang sangat progresif sebagai titk
pertumbuhan dan dikenal sebagai meristem dome. Meristem ini hanya dapat
diisolasi di bawah mikroskop dan terbukti baik sebagai bahan untuk
mendapat tanaman yang bebas bakteri dan virus.
iv) Kalus, adalah merupakan masa sel yang aktivitas pembelahannya tidak
terkendali dan belum terdiferensiasi. Sel-sel ini secara alamiah muncul dan
tumbuh akaibat proses perlakuaan atau akibat perlakuan tertentu dalam kultur
jaringan. Bahan ini sangat potensial untuk digunakan dalam berbagai
kegiatan kultur lanjutan.
Sifat bahan yang totipotensi saja tidak cukup intuk kesuksesan kegiatan kultur
jaringan. Keadaan media tempat tumbuh, lingkungan yang mempengaruhinya
(kelembaban, temperatur, cahaya) serta keharusan sterilitas adalah hal mutlak yang
harus terkendali.
Konsep dasar yang kedua ini harus difahami benar. Informasi mengenai kultur
yang akan dilakukan harus banyak dicari. Mulai dari media dasar apa yang digunakan,
perlu modifikasi atau tidak, bagaimana komponen dan takaran vitamin yang
ditambahkan, mau padat atau cair, akan ada perlakuan hormon atau tidak, berapa
konsentrasi yang digunakan, hormon tunggal atau kombinasi, berapa pH media,
seberapa banyak akan dibuat dan lain sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini
layak dilakukan dan harus dicari jawabannya sebelum melangkah pada kegiatan
teknisnya.
Untuk sterilisasi peralatan dan media yang hendak dipakai biasanya dilakukan
dengan menggunakan alat yang disebut Autoclave. Alat ini bekerja atas dasar temperatur
dan tekanan. Ada yang kerjanya menggunakan listrik dan ada pula yang menggunakan
kompor gas. Temperatur yang digunakan untuk sterilisasi adalah 121о C dengan tekanan
antara 15 – 18 psi (pounds per squar inch) selama 15 menit. Sedangkan sterilisasi ruang
transfer/penabur, ruang inkubasi, ruang kultur umumnya dilakukan dengan
menggunakan sinar ultra violet. Khusus untuk laminar air flow biasanya sebelum
penggunaan dibersihkan dengan alkohol 70 % kemudian lampu ultra violet dinyalakan
selama 1 – 2 jam.
Perpaduan prinsip bahan tanam yang totipoten dan budidaya yang terkendali
harus pula diimbangi penguasaan teknik prosedur kerja yang baik. Kehati-hatian,
kecermatan, kketekunan dan usaha preventif menjaga kemungkinan terjadinya
kontaminasi adalah sikap yang sangat penting dikembangkan dalam kegiatan ini.
ii) Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya
menggunakan organ seperti; ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian
daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, akar dll
iii) Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan jaringan
(sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai eksplannya.
iv) Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan
media cair dengan pengecokan yang terus menerus menggunakan shaker dan
menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya
eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.
v) Kultur protoplasma, eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas
bagian dindingnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan pada
media padat dibiarkan agar membelah diri dan membentuk dinding selnya
kembali. Kultur protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi somatik atau
fusi sel soma (fusi dua protoplas baik intraspesifik maupun interspesifik)
vi) Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman
yakni: kepala sari/anther (kultur anther/kultur mikrospora), tepungsari/pollen
(kultur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman
haploid.
Kultur in vitro memiliki peranan yang sangat penting untuk mendapatkan hasil-
hasil yang tidak mungkin dicapai melalui kultur in vivo. Berikut ini disajikan aplikasi
Beberapa tipe kultur dan tujuannya berdasarkan macam jaringan atau organ yang
digunakan
- Mengatasi inkompatibilitas
- Pengangkutan fotosintat
Kultur eksplan tanpa buku - Pembentukan organ vegetatif untuk perbanyakan klon
- Isolasi mutan
- Mendapatkan poliploidi
Kultur kalus dan suspensi - Perbanyakan klon tanaman melalui pembentukan organ
dan embrio
sel
- Regenerasi varian-varian genetika
- Biotransformasi
- Penelitian transformasi
Kultur sel, jaringan dan Sebagai sarana pada penelitian penyakit tanaman:
organ - Penetrasi dan replikasi virus
- Interaksi inang-parasit
- Pengujian fitotoksin
- Metabolisme tanaman
- Penelitian nutrisi
2.2 Tugas
Setiap mahasiswa diberi tugas melacak pada berbagai sumber mangenai sejarah dan
prospek kultur jaringan. Menginventarisisr dalam buku tugas berbagai terminologi yang
dijumpai dalam kultur jaringan
2.3 Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Saudara tentang materi yang diuraikan di atas,
maka kerjakanlah soal-soal latihan di bawah ini :
3. Penutup
3.1 Rangkuman
Ruang lingkup kajian kultur jaringan dapat dibagi menjadi dua yaitu; yang pertama
dasar-dasar kultur jaringan yang mempelajari aspek dasar kultur jaringan meliputi
pengertian, sejarah, perkembangan, konsep dasar, laboratorium, media, nutrisi,
karakterisasi bahan tanam, prosedur umum, problem umum, respon fisiologi seperti
organogenesis dan embriogenesis, interaksi hormonal. Sedangkan yang kedua teknik
kultur jaringan yang mengkaji tentang konsep dasar dan prosedural teknik-teknik kultur
jaringan yang ada misalnya; kultur organ, kultur jaringan, kultur meristem, kultur kalus,
kultur sel, kultur protoplas, fusi protoplas, artificial seed, mikro stek, mikro grafiting dan
lain-lain.
Kultur jaringan sesuai dengan definisinya sebagai teknik budidaya sel, jaringan,
dan organ tanaman dalam suatu lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik
atau bebas mikroorganisme, mengandung dua prinsip dasar yang jelas yaitu; 1) Bahan
tanam yang bersifat totipoten dan 2) budi daya yang terkendali.
Bahan tanam yang sementara ini umum digunakan dalam kegiatan kultur
jaringan dan sering terbukti dapat tumbuh dan berkembang adalah: sel, protoplas,
jaringan meristem, kalus, organ.
1. Menjawab pertanyaan ini lihat kembali uraian tentang beberapa terminologi dalam
kultur jaringan
2. Jawaban pertanyaan ini jelas ada di uraian tentang prinsip dasar kultur jaringan.
3. Anda akan mudah menjawab pertanyaan ini jika anda membuat latihan nomor dua
Tindak Lanjut
Kepustakaan
1. Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur Jaringan Tanaman, UMM Press.
Malang
2. Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan, Depdiknas
3. Suryowinoto, 1993, Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro, UGM, Yogyakarta
Publishing
4. Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi Aksara, Jakarta
Senarai
- Kalus; a) suatu jaringan yang tersusun oleh sel-sel terdediferensiasi yang umumnya
dihasilkan oleh jaringan yang luka atau kultur jaringan pada media yang
b) pertumbuhan aktif massa sel yang belum dan terdiferensiasi dan tidak
terorganisir yang berkembang dari jaringan luka atau kultur jaringan yang
untuk induksi organ tunas dan akar). Pemindahan eksplan dari media satu
ke media lain (baik jenis medianya sama atau lain) dikenal dengan istilah
sub kultur.
- Kultur asenik: Kultur dengan hanya satu macam organisme yang diinginkan.
- Pucuk adventif: pucuk yang terbentuk pada tempat yang ukan jaringan asalnya (origin)
yang biasa .Seperti pucuk yang terbentuk dari kalus, hipokotil, kotiledon, dan akar.
BAB II
2.1 Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat
Bab ini membahas tata ruang laboratorium kultur jaringan serta penjelasan
mengenai peruntukan masing-masing ruangan, pengenalan alat-alat yang umum
digunakan dalam pekerjaan kultur jaringan.
B. Relevansi
Pengetahuan dan pemahaman tentang laboratorium dan alat yang lazim
digunakan dala bab ini akan menunjang pelaksanaan seluruh kegiatan dalam
C. Tujuan Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tata ruang
laboratorium kultur jaringan tanaman yang ideal, serta menganali dengan baik alat-alat
yang umum digunakan dalam pekerjaan kultur jaringan tanaman
3. Ruang Kultur
4. Ruang Kantor
Ruang kultur biasanya merupakan ruang yang terbesar dari ruang laboratorium
dan harus dipikirkan kemungkinan perluasan. Ruang persiapan dan ruang transfer
tergantung dari jumlah dan besar alat-alat, sedang ruang stok merupakan ruangan
terkecil dan tergantung dari macam pekerjaan, kadang-kadang dibutuhkan ruang
mikroskop dan/atau ruang analisa. Ukuran tiap ruangan sangat tergantung dari: a) alat-
alat yang dipergunakan, (b) jumlah personalia yang terlibat, (c) tujuan pekerjaan, (d)
kapasitas produksi, (e) biaya yang tersedia.
Ruangan laboratorium harus dijaga tetap bersih, serta bebas dari hewan kecil
seperti tikus dan insek (lalat, semut, kecoa dan lain-lain). Sarana dasar seperti : aliran
listrik yang cukup, air yang lancar, dan gas, merupakan perlengkapan yang dapat
dikatakan harus dimiliki.
Ruang ini merupakan bagian pusat kegiatan laboratories dimana sebagian besar
aktifitas kegiatan dikerjakan diruang ini. Aktifitas-aktifitas yang dikerjakan disini antara
lain mempersipakan media kultur dan bahan tanaman yang akan dipergunakan, sebagai
tempat mencuci alat-alat laboratorium dan tempat menyimpan alat-alat gelas. Fasilitas
yang dibutuhkan dalam ruangan ini adalah meja tempat meletakkan alat-alat pemanas,
meja untuk alat-alat timbang, meja untuk bekerja dan tempat mencuci.
Persiapan media meliputi penimbangan bahan, pengenceran media, penuangan ke
dalam wadah kultur dan sterilisasi. Persiapan bahan tanaman meliputi pencucian
kotoran-kotoran dari lapangan, pembuangan dan pemotongan bagian-bagian yang tidak
diperlukan serta perlakuan awal untuk mengurangi sumber kontaminasi yang ada pada
permukaan bahan tanaman.
Peralatan lain yang juga diletakkan dalam ruangan ini terdiri dari :
1. Timbangan analitik timbangan makro.
2. Refrigerator , Freezer dan desikator.
3. Hot plate yang dilengkapi stirrer atau kompor gas
4. Stirrer dengan magnetic stirrer.
5. Autoklaf vertical atau horizontal.
6. Microwave oven.
7. pH meter.
8. agar dispenser.
9. Oven.
10. Destiltor
11. Water bath yang dilengkapi pengatur temperatur
12. Centrifuge dan Vortex
13. Alat-alat gelas standard, antara lain: labu takar berbagai ukuran, pipet biasa
dan mikro pipet, erlenmeyer berbagai ukuran (100 ml, 250 ml, 500 ml, 1000
ml), gelas piala berukuran (100 ml, 250 ml, 500 ml, 1000 ml), pengaduk
gelas, wadah kultur : botol, tabung reaksi, cawan petri, gelas ukur dalam
berbagai ukuran.
17. Alat untuk mencuci.
18. Rak-rak pengering.
19. Lemari alat-alat, bahan kimia, serta bahan-bahan lain (alumunium foil, kertas
timbang, karet gelang dan sebagainya).
20. Alat-alat kecil: spatula, pisau , scalpel dan pinset.
21. Fume hood (ruang asam)
22. Hood tempat penimbangan bahan-bahan yang carcinogenic.
Sangat penting menjaga kebersihan ruang kultur. Ruang kultur dapat dilengkapi
lampu UV yang dihidupkan selama misalnya 30 menit setiap harinya. Pakaian staf lab
harus selalu bersih. Gunakan perlengkapan tambahan seperti tutup kepala, face mask
dan sarung tangan untuk mencegah resiko kontaminasi. Ruang yang panas, lembab dan
berdebu memiliki resiko kontaminasi yang lebih besar dibandingkan ruang sejuk dengan
kelembaban rendah dan sedikit debu. Banyak lab menggunakan AC untuk menjaga
suhu ruang kultur. Jika memungkinkan, pilih AC dengan system yang tidak
memberikan banyak pergerakan air karena transfer mikroorganisme memalui aliran
udara merupakan sumber kontaminan umum.
b. Persyaratan Lokasi
Laboratorium kultur jaringan hendaknya jauh dari sumber polusi, dekat dengan
sumber tenaga listrik dan air. Untuk menghemat tenaga listrik, ada baiknya bila
laboratorium kultur jaringan ditempatkan di daerah tinggi, agar suhu ruangan tetap
rendah.
c. Kapasitas Labotarium
Ukuran laboratorium tergantung pada jumlah bibit yang akan diproduksi. Untuk
ukuran laboratorium sekitar 250 m2, bibit yang dapat diproduksi tiap tahun sekitar 400–
500.000 planlet/bibit, yang dapat memenuhi pertanam- seluas +500–800 ha.
Dalam suatu laboratorium minimal terdapat 5 ruangan terpisah, yaitu gudang
(ruang) untuk penyimpanan bahan, ruang pembuatan media, ruang tanam, ruang
inkubasi (untuk pertunasan dan pembentukan planlet/bibit tanaman) dan rumah kaca.
d. Peralatan dan Bahan Kimia
Untuk memproduksi bibit melalui kultur jaringan peralatan minimal yang perlu
disediakan adalah: laminar air flow, pinset, pisau, rak kultur, AC, hot plate + stirer, pH
2.2.Tugas
Mahasiswa diberi tugas individual membuat rangkuman tentang laboratorium dan
peralatan laboratorium kultur jaringan. Secara kelompok dengan anggota 3-4 orang
ditugaskan untuk menelusuri pada berbagai sumber tentang, gambar desain laboratorium
kultur jaringan juga peralatan dasarnya seperti laminar air flow, shacker dan sebagainya.
2.3.Latihan
Untuk memantapkan pemahaman anda tentang topik ini maka lakukanlah latihan
berikut:
1. Buatlah denah tentang tata ruang laboratorium kultur jaringan sambil diberi
keterangan karakteristik setiap ruangannya
2. Buat pula daftar peralatan apa yang harusnya ada di masing-masing ruangan
tersebut
3. Penutup
3.1 Rangkuman
Kegiatan kultur jaringan di dalam laboratorium, dibagi dalam 3 kelompok yaitu; (1)
Persiapan media dan bahan tanam, (2) Isolasi dan Penanaman, (3) Inkubasi dan
penyinaran kultur. Masing-masing kegiatan harus terpisah satu dengan yang lainnya,
dengan peralatan yang tersendiri, karena kegiatan-kegiatan tersebut, maka ruangan yang
dibutuhkan adalah:
Ruang Kultur
Ukuran tiap ruangan sangat tergantung dari: a) alat-alat yang dipergunakan, (b)
jumlah personalia yang terlibat, (c) tujuan pekerjaan, (d) kapasitas produksi, (e) biaya
yang tersedia.
BAB III
Media Kultur Jaringan
3.1 Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat
Bab ini berisi uraian tentang media dan komposisi media kultur jaringan.
Beberapa hal penting yang berkaitan dengan penyiapan media juga diuraikan disini
misalnya pesyaratan pH, Zat pengatur tumbuh dan aspek lainnya.
B Relevansi
Pengetahuan dan pemahaman tentang media, berhubungan dengan keberhasilan
kulturjaringan sebab media merupakan sumber nutrien bagi bahan yang dikulturkan.
Media yang cocok untuk jenis tertentu belum tentu bisa cocok untuk tanaman lainnya,
oleh karenanya kelengkapan media perlu difahami sesuai dengan jenis bahan yang akan
dikulturkan.
3.2. Penyajian.
3.2.1 Uraian dan Contoh
A. Media Kultur Jaringan
Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan tanaman
adalah thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin), pyridoxine (vitamin B6). Thiamine
merupakan vitamin yang esensial dalam kultur jaringan tanaman karena thiamine
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel. Vitamin C, seperti asam sitrat dan
asam askorbat, kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau
mengurangi pencoklatan atau penghitaman eksplan.
Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber nitrogen organik.
Namun sumber N organik ini jarang ditambahkan dalam media kultur jaringan, karena
sumber sumber nitrogen utamanya sudah tersedia dari NO3- dan NH4+. Asam amino
yang sering digunakan adalah glisin, lysin dan threonine. Penambahan glisin dalam
media dengan konsentrasi tertentu dapat melengkapi vitamin sebagai sumber bahan
organik.
Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena umumnya
bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju
fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan
karbohidart yang cukup sebagai sumber energi.Sukrosa adalah sumber karbohidrat
penghasil energi yang terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak
terdapat sukrosa, sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula
pasir cukup memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai
sumber energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media.
1. Agar-agar membeku pada suhu 45° C dan mencair pada suhu 100° sehingga
dalam kisaran suhu kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang
stabil.
2. Tidak dicerna oleh enzim tanaman.
3. Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaan penyusun media.
Selain agar-agar, bahan pemadat media yang semakin banyak disukai adalah
Gelrite TM (buatan Kelco). Gelrite adalah gellam gum, suatu hetero-polisakarida yang
dihasilkan bakteri Pseudomonas elodea, terdiri dari molekul-molekul K-glukuronat,
rhamnosa, dan selobiosa. Sebagai bahan pemadat media gelrite memiliki sifat-sifat yang
menguntungkan sebagai berikut :
1) Gelnya lebih jernih.
2) Untuk memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit daripada agar, sekitar 1,5 -3
g/l.
3) Lebih murni dan konsisten dalam kualitas
4) Untuk mencapai kekerasan gel tertentu, pemakaian gelrite lebih rendah dari agar-
agar, pada umumnya 2gr/l media. Namun kekerasan gel dari gelrite sangat
dipengaruhi oleh kehadiran garam-garam seperti NaCl, KCl, MgCl2.6H2O dan
CaCl2. Garam NaCl dan KCl menurunkan kekerasan gel, tetapi MgCl2 dan CaCl2
meningkatkan kekerasan gel .
Salah satu kelemahan Gelrite adalah cenderung menaikkan kelembaban nisbi (RH)
dalam kultur, sehingga sering menyebabkan terjadinya verifikasi. Gelrite jarang
digunakan untuk produksi planlet secara komersial terutama di Indonesia karena
harganya mahal. Kultur yang kurang berhasil, kadang-kadang disebabkan oleh
pemakaian air yang kurang murni . Tidak boleh sembarang air dapat digunakan untuk
membuat media kultur. Contohnya air sumur atau air ledeng, dalam air tersebut
mengandung banyak kontaminan, bahan inorganik, organik, atau mikroorganisme. Air
2.Hara organik
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat
mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro dapat
mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah
yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti
ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam
nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan.
3. Sumber karbon
Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka
tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke
dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energy bagi pertumbuhan tanaman dan
juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang
diperlukan untuk tumbuh.
Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan
menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi agar
yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat
keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk.
Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak
mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain
seperti gelatin kadang – kadang digunakan pada lab komersial.
5.pH
pH media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda
mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih
tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar
tidak dapat memadat.
Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh
akan dibahas tersendiri pada minggu 13.
7.Air
Air distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab
menggunakan aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi,
menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan
a. Pemilihan Media
Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan media MS (Murashige dan
Skoog 1962). Media ini mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi
dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai tanaman dikotil.
Untuk inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1.
Untuk multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan dan juga diberi auksin,
seperti NAA pada konsentrasi yang rendah. Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1
– 2 mgL-1 ditambahkan. Faktor yang paling sulit ditentukan dalam kultur jaringan
adalah zat pengatur tumbuh dan biasanya perlu melakukan penelitian kecil untuk
menentukan konsentrasi terbaik yang akan digunakan. Ada 2 pendekatan: Pendekatan
pertaman adalah dengan menggunakan media dasar MS dan meneliti kisaran dua zat
pengatur tumbuh yang berbeda. Lihat table 12.1.
Tabel 12.1 Pendekatan eksperimental untuk memilih konsentrasi yang paling tepat dari
BAP dan NAA sebagai tambahan pada media MS berisi 2% sukrosa dan 0.8% agar,
Dimodifikasi dari Bhojwani dan Razdan (1983).
BAP (mg/L)
NAA
0 0.5 2.5 5.0
(mg/L)
0 1 2 3 4
0.5 5 6 7 8
2.5 9 10 11 12
5.0 13 14 15 16
Pendekatan kedua adalah dengan menggunakan metode yang lebih luas menurut
deFossard (1976) diaman 4 kategori, mineral, auksin, organik dan sitokinin diuji masing
– masing pada 3 konsentrasi. Percobaan yang besar ini memerlukan 81 perlakuan yang
b. Persiapan Media
Media yang paling banyak digunakan adalah Murashige dan Skoog (1962). Cara
yang paling mudah untuk menyiapkan media MS adalah dengan membeli prepacked
media yang banyak dijual secara komersial.
Berikut adalah hal – hal penting yang mendasar dalam pembuatan media :
1. Sebelum memulai, siapkan lembar media dan tentukan media apa dan berapa
banyak yang akan anda buat. Tulis informasi ini pada lembar kerja dan periksa
setiap langkah sambil anda bekerja. Tanda tangani dan tulis tanggal pada lembar
kerja dan letakkan pada notebook. Anda dapat menuliskan komentar tentang apa
saja yang tidak biasa atau penting yang terjadi pada saat anda membuat media.
2. Cuci alat gelas dengan air destilata sebelum mulai menyiapkan media.
3. Ukur kira – kira 90% dari volume akhir air destilata, misalnya 900 ml untuk
volume akhir 1 liter, lalu masukkan ke dalam beaker.
4. Jika anda akan memanaskan larutan, pastikan anda menggunakan alat tahan
panas.
5. Sambil mengaduk air, perlahan masukkan bubuk MS dan aduk hingga benar –
benar larut. Cuci bagian dalam paket MS dengan air destilata untuk mengambil
sisa – sisa bubuk dan masukkan ke larutan media.
6. Masukkan bahan tahan panas lainnya – stok GM,myo-inositol, sucrose, BA,
aduk rata.
7. Atur pH media menggunakan NaOH, HCl, atau KOH.
8. Buat volume akhir media dengan menggunakan labu takar
9. Jika menggunakan agar, masukkan ke dalam campuran media sebelum
diautoklaf.
10. Media harus selalu diautoklaf dalam wadah dengan ukuran 1 1/2 x atau 2x lebih
besar dari volume media agar media tidak tumpah.
2.2 Tugas
Mahasiswa diberi tugas individual membuat rangkuman tentang media kultur jaringan.
Secara kelompok dengan anggota 3-4 orang ditugaskan untuk menelusuri pada berbagai
sumber tentang, contoh berbagai formulasi media dan kekhususan media sesuai dengan
sifat bahan tanaman yang akan dikulturkan.
2.3 Latihan
1. Agar-agar membeku pada suhu 45° C dan mencair pada suhu 100°
sehingga dalam kisaran suhu kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan
beku yang stabil.
2. Tidak dicerna oleh enzim tanaman.
3. Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaa penyusun media.
mikropropagasi tanaman.
2. Apa manfaat dan kelemahan penggunaan arang aktif di dalam medium kultur
3. Jelaskan hal-hal yang harus kita perhatikan dalam pembuatan media kultur jaringan?
2. Menjelaskan pertanyaan ini anda harus membaca kembali fungsi pemberian arang
aktif pada media kultur jaringan
3. Jawaban pertanyaan ini anda dapat melihat kembali uraian tentang hal-hal yang
harus diperhatikan dalam pembuatan media
Tindak lanjut.
Kepustakaan
1. Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur Jaringan Tanaman, UMM Press.
Malang
2. Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan, Depdiknas
3. Suryowinoto, 1993, Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro, UGM, Yogyakarta
Publishing
4. Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi Aksara, Jakarta
Senarai
- Zat pengatur tumbuh, persenyawaan organik selain dari nutrient yang dalam jumlah
yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
- Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan
selobiosa.
2.1 Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat
Bab ini menguraikan sub-sub topik mulai dari kultur meristem, proliferasi tunas
aksilar, induksi pucuk adventif, organogenesis dan embriogenesis somatik Masing-
masing sub-sub topik dari tipe-tipe dasar mikropropagasi tersebut akan diuraikan
karakteristiknya
B. Relevansi
Memahami tipe-tipe dasar mikro propagsi akan memudahkan dalam aplikasi
serta penyesuaian dengan ketersediaan bahan tanam. Masing-masing tipe tersebut tentu
saja menghendaki prosedur penanganan yang berbeda, karenanya penting untuk
mempelajarinya secara mendetail agar pelaksanaannya akan mencapai tujuan yang
diinginkan..
C. Tujuan Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tipe-tipe
dasar mikro propagasi
A. KULTUR MERISTEM
Istilah meristem seringkali digunakan untuk menyebutkan ujung tunas dari tunas
apikal atau lateral. Meristem sebenarnya adalah apikal dome dengan primordia daun
terkecil, biasanya berdiameter kurang dari 2 mm.
Keuntungan penggunaan meristem adalah kemungkinan besar bebas dari
pathogen internal (misalnya untuk eradikasi virus) dan meminimalisasi terjadinya variasi
kimera pada kultur. Kerugian utamanya adalah sangat rentan terhadap kerusakan dan
Meristem Kentang
Persiapan bahan tanaman:
a. Umbi kentang yang mempunyai bobot 30 g/ buah atau umbi yang besar yang
dipotong dengan berat 20 g/potong dengan beberapa mata.
b. Umbi direndam dalam 0,03 μm GA3 selama 1 jam.
c. Umbi diletakan pada pasir yang lembab.
d. Tunas yang 3-5 cm dipergunakan sebagai bahan awal.
Isolasi meristem:
1. Tunas dicuci bersih menggunakan detergen dan disterilkan dalam larutan clorox
20% selama 7 menit, direndam lagi dalam larutan clorox 10% selama 10 menit,
selanjutnya dibilas menggunakan aquadest steril. Tunas dipindahkan pada petri-
dish steril.
Gambar 1. Bulblet dan Plantlet pada Kultur Invitro Lili dari Potongan
Umbi Krek Lili
2. Tuber mikro (tuberlet) pada kentang
Tanaman-tanaman yang secara alamiah dapat memproduksi tuber dapat
juga memproduksi tuber mikro (tuberlet) secara invitro dalam lingkungan kultur
yang sesuai. Dalam kultur invitro tuberlet ini dapat terbentuk langsung pada
batang plantlet dan tuber muncul pada tunas-tunas aksilar sepanjang tunasnya.
Tuber ini biasanya terbentuk pada batang plantlet yang ditanam dalam media
yang mengandung sitokinin pada konsentrasi tinggi. Tuber ini biasanya lebih
mudah terbentuk pada kondisi gelap dibandingkan dengan penanamannya dalam
kondisi terang. Tuber mikro yang dihasilkan secara invitro ini dapat langsung
digunakan sebagai bibit di lapangan dan dapat memproduksi tanaman kentang
yang normal. Selain itu, tuberlet ini juga dapat digunakan sebagai bahan tanam
dasar untuk produksi umbi bibit kentang berkualitas.
D. Organogenesis
Istilah ini berkaitan dengan proses bagaimana pucuk dan atau akar adventif
berkembang dari dalam massa kalus. Proses tersebut berlangsung setelah suatu periode
pertumbuhan kalus (Hartman et al., 1990). Tekhnik ini dilanjutkan dengan
organogenesis berhasil dibuktikan pada sejumlah spesies tanaman. Flick et al. (1983 )
menyatakan bahwa eksplan tunas atau meristem yang mengandung sel-sel yang sedang
aktif membelah diri secara mitosis, memperlihatkan laju keberhasilan yang tinggi untuk
inisiasi kalus yang dilanjutkan dengan regenerasi planlet.
Penelitian Amin dan Razzaque ( 1993 ) mengungkapkan adanya kemungkinan
regenerasi tanaman lengkap secara invitro melalui kultur kalus yang diperoleh dari
jaringan bibit Averrhoa carambola. Hasil serupa di laporkan oleh Al-Khairy et al.
(1991) dari kalus yang digenerasikan dari eksplan umbi Spinaceae oleraceae, tanaman
yang diregenerasikan berhasil diaklimatisasi pada kondisi in vivo. Pembentukan pucuk
dari kultur kalus Lycopersicon esculentum dilaporkan oleh Le at al. (1990), kultur kalus
Cinacer arientinum oleh Barna dan wakhlu (1993) dan kultur kalus Swaensona formosa
(Zulkarnain, 2003).
D. Embriogenesis Somatik
Istilah ini digunakan untuk menyatakan perkembangan embrio lengkap dari sel-
sel vegetatif yang dihasilkan dari berbagai sumber eksplan yang ditumbuhkan pada
sistem kultur jaringan (Hartman dkk, 1990). Fenomena perkembangan embrio dari
jaringan tanaman yang dikulturkan, pertama kali diamati oleh Stewart et al.(1958) pada
kultur suspensi Daucus carota dan Reinert (1959) pada kultur kalus spesies tanaman
yang sama.
Sama halnya dengan embrio zigotik yang berkembang dari penyatuan gamet
jantan dan gamet betina, embrio somatik pun tumbuh dan berkembang melewati
tahapan-tahapan yang sama. Tahapan-tahapan tersebut adalah oktan, globular, awal hati,
hati, torpedo, dan embrio dewasa.
2.2 Tugas
Agar penguasaan anda tentang tipe-tipe dasar mikropropagasi lebih baik, maka
kerjakanlah tugas berikut ;
2. Komunikasikan hasil tersebut dengan teman anda yang juga membuat hal
yang sama tetapi dengan cara yang berbeda
2.3 Latihan
3. Penutup
3.1 Rangkuman
Kultur meristem (meristem culture) adalah kultur jaringan tanaman dengan
menggunakan eksplan berupa jaringan-jaringan meristematik. Jaringan meristem yang
digunakan dapat berupa meristem pucuk terminal atau meristem tunas aksilar. Dalam
kultur meristem, perkembangan diarahkan untuk mendapatkan tanaman sempurna dari
jaringan meristem tersebut dan dapat sekaligus diperbanyak.
Aplikasi kultur meristem secara umum:
1. Produksi tanaman bebas virus
2. Produksi massal genotype dengan karakteristik yang diinginkan
3. Memfasilitasi pertukaran eksplan antar lokasi (produksi bahan tanaman
yang bersih)
Kultur mata tunas ini merupakan salah satu teknik in-vitro yang digunakan untuk
perbanyakan tanaman dengan merangsang munculnya tunas-tunas aksilar dari mata
tunas yang dikulturkan
2. Uraikan manfaat kultur kalus dan kultur sel bagi pemuliaan tanaman
3. Jawaban soal ini dapat anda baca pada uraian tentang embriogenesis somatik
Tindak Lanjut
1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test formatif di atas, ia dapat
melanjutkan mempelajari lanjutan perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini
merupakan dasar untuk memahami uraian pada bab-bab selanjutnya.
2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka danjurkan:
a. Mempelajari kembali dari awal bahasan di atas;
b. Konsultasi dengan asisten dan dosen.
Senarai
cabang aksilar
- Tunas adventif adalah tunas yang terbentuk dari eksplan pada bagian yang bukan
merupakan tempat asal terbentuknya (bukan dari mata tunas atau buku).
- Embrio aseksual atau embrio somatik (somatic embryo) adalah embrio yang terbentuk
bukan dari penyatuan sel-sel gamet jantan dan betina atau dengan kata lain embrio
yang terbentuk dari jaringan vegetatif/somatik
- Organogenesis; berkaitan dengan proses bagaimana pucuk dan atau akar adventif
berkembang dari dalam massa kalus
5.1 Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat
Bab ini berisi uraian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
teknik kultur jaringan yang mencakup; seleksi bahan tanam, pengaruh bahan tanam
terhadap pertumbuhan, sterilisasi bahan tanam dan zat pengatur tumbuh. Dalam bab ini
B. Relevansi
Pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kutur
jaringan, akan menjadi panduan mulai dari bagaimana menyeleksi bahan tanam, bahan
tanam mana yang punya potensi tumbuh, bagaimana mensterilisasi dan jenis serta zat
pengatur tumbuh apa yang dibutuhkan, seberapa besar yang akan diperlakukan dan
sebagainya. Semua faktor ini akan menentukan tingkat keberhasilan kegiatan kultur
jaringan.
C. Tujuan Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan teknik kultur jaringan.
b. Vegetatif/generatif
Tunas yang sedang berkembang bias jadi bersifat vegetatif atau generatif (floral)
tergantung pada posisi dan siklus pertumbuhannya. Umumnya tunas vegetatif lebih
disukai untuk kultur, karena akan dapat memproduksi tunas baru dan menghasilkan
banyak titik – titik tumbuh. Status fisiologi jaringan tunas berbeda pada periode
berbunga dan ini dapat mempengaruhi respon tunas vegetatif yang dikoleksi pada saat
Problem terbesar yang dihadapi para tissue culturist adalah kontaminasi mikroba
pada kultur (baik bakteri maupun jamur). Dua cara dapat dilakukan untuk mengurangi
kontaminasi kultur.
1 Metode fisik
Metode fisik untuk ditujukan untuk mengatasi kontaminasi mikroba dimaksudkan untuk
mengurangi ukuran populasi mikroba. Cara ini meliputi:
1. Mengekspos tanaman induk dengan kondisi kekeringan selama 3 – 4 minggu
sebelum mulai kultur jaringan. Tanaman diberi air yang cukup, dipupuk, dan
diberi pestisida atau fungisida jika perlu. Kelebihan pengairan mesti dihindari. .
2. Pada saat memulai kultur jaringan, tanaman dicuci bersih, dan bagian yang tidak
akan dikulturkan segera dibuang. Pembersihan meliputi pencucian, penggosokan
yang merata untuk membuang semua partikel tanah dan daun mati. Termasuk
juga membuang sebagian besar daun, karena kebanyakan daun tidak digunakan
dalam kultur.
3. Bahan tanaman kemudian dicuci dibawah air mengalir selama 20 menit, sampai
beberapa jam, tergantung sumber bahan tanaman. Ini sama artinya dengan
membuang jutaan mikroba ke drainase.
2. Sitokinin
Sitokinin adalah senyawa yang dapat meningkatkan pembelahan sel pada
jaringan tanaman serta mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sama halnya
dengan kinetin (6-furfurylaminopurine). Peranan auksin dan sitokinin sangat nyata
dalam pengaturan pembelahan sel, pemanjangan sel, diferensiasi sel, dan pembentukan
organ.
Pemberian sitokinin ke dalam medium kultur jaringan penting untuk
menginduksi perkembangan dan pertumbuhan eksplan. Senyawa tersebut dapat
meningkatkan pembelahan sel, proliferasi pucuk, dan morfogenesis pucuk. Bahkan
menurut George dan Sherrington (1984), apabila ketersediaan sitokinin di dalam
3. Giberelin
Kelompok zat pengatur tumbuh ini terdiri atas kira-kira 60 macam senyawa GA3
merupakan yang paling banyak dijumpai di dalam tanaman. Asam giberelat tidak begitu
sering digunakan dalam kultur jaringan. Senyawa tersebut tidak tahan panas dan tidak
dapat diotiklaf. Olehkarena itu harus ditambahkan kedalam medium stelah diotoklaf
dengan menggunakan filter milipore (sterilisasi filter). Secara umum, peranan asam
giberelat di dalam tanaman adalah meningkatkan perkembangan biji dan menginduksi
pemanjangan ruas. Senyawa itu digunakan di dalam media kultur untuk meningkatkan
pemanjangan pucuk-pucuk yang sangat kecil dan merangsang pembentukan embrio dari
kalus.
Meskipun penggunaannya dalam teknik kultur jaringan tidak sebanyak auksin
dan sitokinin, giberelin dan kelompok GA3 telah dimanfaatkan pada kultur pucuk dan
kultur buku tanaman Phytolacca dodecandra kultur biji tanaman Gymnocladus dioicus
dan kultur meristem tanaman coklat.
4. Asam absisat
Asam absisat ditemukan tersebar luas dalam jaringan tanaman dan diduga
fungsinya sebagai zat penghambat tumbuh. Senyawa ini jarang digunkan dalam kultur
jaringan, namun memiliki aplikasi yang spesifik, seperti merangsang perkembangan
5. Etilen
Etilen adalah zat pengatur tumbuh yang struktur sederhana dan berbentuk gas.
Senyawa ini umumnya diproduksi oleh tanaman sebagai respons terhadap kelebihan air
(waterlogging), yaitu suatu kondisi yang analog dengan kultur in vitro. Menurut George
dan Sherrington (1984), kultur tanaman di dalam wadah tertutup dapat meningkatkan
akumulasi produksi etilen yang menghambat pertumbuhan akibat terjadinya vitrivikasi
dan penuaan pada pucuk-pucuk muda.
Meskipun etilen dapat mengakibatkan terhambatnya perkembangan kultur,
sejumlah peneliti menyatakan bahwa pada kisaran konsentrasi rendah, senyawa ini dapat
meningkatkan pertumbuhan kultur pada beberapa spesies tanaman. Huxter et.al. dalam
Zulkarnain (2009) menemukan bahwa pembentukan pucuk adventif dari kalus tembakau
ditingkatkan oleh akumulasi etilen setelah 5 hari inisiasi kultur. Pemberian etilen selama
3-5 hari pertama kultur, dinyatakan oleh Aartijk et.al. (1985) dapat meningkatkan
jumlah pucuk adventif yang terbentuk pada eksplan umbi Lilium speciosum.
Pada tanaman berkayu, Kumar dkk. Menyatakan bahwa etilen pada konsentrasi
5-8 mg L-1 yang terakumulasi selama 10 hari pertama inisiasi kultur dapat meningkatkan
pembentukan pucuk pada eksplan kotiledon Pinus radiata. Panizza dkk, (1988)
mengamati pembentukan pucuk adventif pada eksplan potongan nodus dan tangkai
bunga tanaman Lavandala latifolia yang berkaitan dengan tingkat produksi etilen di
dalam wadah kultur. Sementara itu Dimesi-Therion dkk (1992) menemukan bahwa
pemberian etilen dapat meningkatkan jumlah pucuk yang terbentuk pada kultur Petunia
hybrida secara nyata, namun tidak mempengaruhi panjang dan berat segar.
2.2 Tugas
Setelah anda mempelajari tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
teknik kultur jaringan, maka selesaikanlah tugas berikut;
3. Penutup
3.1 Rangkuman
Untuk mendapatkan bahan tanam (eksplan) maka pemilihan eksplan penting
memperhatikan hal-hal sebagai berikut;
1. Seleksi tanaman stok
a. Genotipe; Jika memungkinkan, gunakan bahan tanaman dengan tetua yang memiliki
kisaran genetik berbeda.
b. Kondisi tanaman; Eksplan yang sehat dan vigiorous kemungkinan besar akan
menghasilkan kultur yang baik dan berhasil.
c. Bagian tanaman; Tunas atau ruas/node paling sering digunakan, tapi bagian lain juga
dapat digunakan tergantung pada spesies dan tujuan yang diinginkan.
d. Ukuran tanaman; Semakin kecil eksplan, semakin kecil kemungkinan menularkan
penyakit endogenus atau mengintroduksikan variasi akibat chimera. Sebaliknya,
eksplan yang lebih kecil lebih mudah rusak pada saat penanganan dan lebih rentan
terhadap kegagalan pada kultur awal.
Tindak Lanjut
1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test formatif di atas, ia dapat
melanjutkan mempelajari lanjutan perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini
merupakan dasar untuk memahami uraian pada bab-bab selanjutnya.
2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka danjurkan:
a. Mempelajari kembali dari awal bahasan di atas;
c. Konsultasi dengan asisten dan dosen.
Kepustakaan.
1. Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur Jaringan Tanaman, UMM Press.
Malang
2. Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan, Depdiknas
3. Suryowinoto, 1993, Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro, UGM, Yogyakarta
Publishing
4. Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi Aksara, Jakarta
Senarai
BAB VI
FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERPENGARUH TERHADAP
PERKEMBANGAN KULTUR
1. Pendahuluan
1.1. Deskripsi Singkat
Bab ini berisi uraian tentang faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
perkembangan kultur jaringan yang mencakup; suhu ruangan kultur, cahaya, karbon
dioksida dan oksigen, kelembaban dan etilen.
1.2. Relevansi
2 Penyajian Materi
2.1 uraian dan Contoh
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembanagan kultur.
1. Cahaya
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi invivo, kuantitas dan
kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama penyinaran dan panjang gelombang cahaya
mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur invitro. Pertumbuhan organ atau
jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun
pertumbuhan kalus umumnya dihambat oleh cahaya.
Pada perbanyakan tanaman secara invitro, kultur umumnya diinkubasikan pada
ruang penyimpanan dengan penyinaran. Tunas-tunas umumnya dirangsang
pertumbuhannya dengan penyinaran, kecuali pada teknik perbanyakan yang diawali
dengan pertumbuhan kalus. Sumber cahaya pada ruang kultur ini umumnya adalah
lampu flourescent (TL). Hal ini disebabkan karena lampu TL menghasilkan cahaya
warna putih, selain itu sinar lampu TL tidak meningkatkan suhu ruang kultur secara
drastis (hanya meningkat sedikit). Intensitas cahaya yang digunakan pada ruang kultur
umumnya jauh lebih rendah (1/10) dari intensitas cahaya yang dibutuhkan tanaman
dalam keadaan normal. Intensitas cahaya dalam ruang kultur untuk pertumbuhan tunas
umumnya berkisar antara 600-1000 lux. Perkecambahan dan inisiasi akar umumnya
dilakukan pada intensitas cahaya lebih rendah.
3. pH Media
Pada umumnya digunakan pH sekitar 4.8-5.2 untuk media cair. Kecepatan putar
alat pengocok (shaker) bervariasi yaitu 90-100 rpm.
Keasaman pH adalah nilai derazat keasaman atau kebasaan dari larutan dalam
air. Keasaman (pH) suatu larutan menyatakan kadar dari ion H dalam larutan. Nilai di
dalam pH berkisar antara 0 (sangat asam) sampai 14 (sangat basa), sedangkan titik netral
adalah pH pada 7.
Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai
toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0-6,0. Bila eksplan
mulai tumbuh, pH dalam lingkungan kultur jaringan tanaman umumnya akan naik
apabila nutrein habis terpakai.
Pengukuran pH dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter, atau bila
menginginkan yang lebih praktis dan murah dapat digunakan kertas pH. Bila ternyata
pH medium masih kurang normal, maka dapat ditambah KOH 1-2 tetes. Sedangkan
apabila pH melampaui batas normal dinetralkan dengan penambahan HCL.
5. Etilen
Etilen memiliki peranan penting pada proses kultur jaringan. Beberpa penelitian
menyatakan bahwa etilen dapat meningkatkan pertumbuhan kultur in vitro sejumlah
spesies tanaman, sedangkan peneliti lain melaporkan adanya pengaruh yang
menghambat dari senyawa ini. Huxter, dkk (1981) menyatakan bahwa pembentukan
pucuk adventif dari kasus tanaman Nicotiana tabacum meningkat dengan adanya
akulmulasi etilen setelah hari ke 5 pengkulturkan. Pemberian etilen selama 3-5 hari
pertama pengkulturan dapat meningkatkan pembentukan pucuk adventif pada eksplan
umbi Lilium speciosum.
Pada spesies tanaman berkayu, Kumar, dkk menyatakan bahwa akumulasi etilen
sebesar 5-8 ppm selama 10 hari pertama pengkulturan dapat meningkatkan pembentukan
pucuk pada eksplan kotiledon Pinus radiata. Sementara itu, Panizza, dkk menyatakan
bahwa pembentukan pucuk adventif pada eksplan potongan nodus Lavandula latifolia
berhubungan erat dengan tingkat produksi etilen di dalam wadah kultur.
Dalam hal morfogenesisi in vitro dihambat oleh kadar etilen yang berlebihan
maka perlu untuk mengeluarkan komponen gas ini dari dalam wadah kultur. Hal itu
dapat dilakukan dengan menggunakan penutup wadah yang memungkinkan untuk
terjadinya pertukaran gas, misalnya menggunakan KmnO4 untuk mengikat etilen, atau
menggunakan suatu senyawa penghambat etilen, seperti AgNO3. Pemanfaatan
penghambat biosintesis etilen, aminoethoxy-vinylglycine (AVG) dan aminooxyyacetic
acid (AOA) seperti halnya senyawa penghambat kerja etilen, silver thiosulphate (STS)
dan 2,5-nordornadiene (NDE) dinyatakan oleh sejumlah peneliti sebagai suatu tindakan
yang memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan kultur.
6. Kelembaban relatif.
2.2 Tugas
Setelah anda mempelajari tentang faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
perkembangan kultur, selesaikanlah tugas berikut;
1. Buatlah rangkuman tentang faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
perkembangan kultur
2. Diskusikan dengan teman-teman hasil rangkuman tersebut, dan beri tanda
dengan menggaris bawahi atau membuat catatan tambahan tentang masukan
teman-teman yang belum atau tidak tercantum dalam rangkuman anda
2.3 Latihan
Untuk mantapnya penguasaan anda tentang materi ini, maka kerjakanlah latihan berikut;
1.Jelaskan mengapa cahaya harus diperhatikan dalam keberhasilan kultur jaringan
2. Suhu dan pH juga merupakan faktor penting, jelaskan apa pentingnya kedua faktor
tersebut?
Tindak Lanjut
1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test formatif di atas, ia dapat
melanjutkan mempelajari lanjutan perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini
merupakan dasar untuk memahami uraian pada bab-bab selanjutnya.
2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka danjurkan:
a. Mempelajari kembali dari awal bahasan di atas;
d. Konsultasi dengan asisten dan dosen.
Kepustakaan.
1. Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur Jaringan Tanaman, UMM Press.
Malang
2. Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan, Depdiknas
3. Suryowinoto, 1993, Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro, UGM, Yogyakarta
Publishing
4. Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi Aksara, Jakarta
1 Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat
Dalam Bab ini akan disajikan uraian tentang teknik isolasi, inokulasi dan sub
kultur. Isolasi dimaksudkan untuk mendapatkan bahan tanam sesuai tujuan
pengkulturan. Sedangkan inokulasi menyajikan bagimana eksplan diletakkan pada
media. Sub kultur menyajikan uraian beberapa alasan mengapa sub kultur dilakukan.
B. Relevansi
Penguasaan tentang teknik isolasi, inokulasi dan sub kultur, akan berkontribusi
pada pelaksanaan kultur yang berkesinambungan. Mulai dari pemilihan eksplan yang
sampai bagaimana hasil kultur sampai pada fase sub kultur perlu dikuasai secara
komprehensif.
C. Tujuan Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan isolasi,
inokulasi dan sub kultur.
B. Inokulasi
Selama inokulasi, tabung reaksi atau bobol yang berisi medium padat sebaiknya
dipengang secara horizontal. Posisi ini sangat mengurangi infeksi, terutama jika bekerja
di luar ruang laminair air flow. Pembakaran leher tabung reaksi atau leher botol di
dalam ruang laminair air flow seharusnya dihindari, karena dapat mengakibatkan
terjadinya penetrasi etilen ke dalam tabung reaksi atau botol (Huges, 1981).
Metode inokulasi pada media padat sangat tergantung pada bahan coba. Biji
biasanya lebih banyak diletakkan di atas permukaan medium daripada dibenamkan
dalam medium yang akan menyebabkan defisiensi oksigen. Cara ini juga digunakan
untuk inokulasi meristem pada medium dengan menggunakan jarum inokulasi yang
dibasahi dengan agar steril, atau potongan silet yang direkatkan pada pemengang jarum
inokulasi. Biasanya eksplan seperti potongan jaringan empulur didorong ke dalam
agar kurang lebih sampai kedalaman setengah tebal agar dalam botol. Perlu diperhatikan
jangan mendorong meristem ke dalam agar karena akan terjadi defisiensi oksigen.
Kedudukan eksplan pada medium perlu diperhatikan sesuai dengan polaritas eksplan.
Bagian yang seharusnya menghadap ke atas tetap harus berada di posisi atas dan
sebagainya. Kedudukan berdasar polaritas ini sangat perlu diperhatikan terutama jika
ingin diketahui regenerasi organ setelah inokulasi. Eksplan yang polar menghadap lurus
ke atas dengan bagian basal berada di bawah masuk ke dalam medium, atau apolar
C. Subkultur
Beberapa alasan untuk melakukan sub kultur:
1. Fenomena defisiensi karena nutrien dalam medium.
2. Nutrien dalam medium mengering sehingga konsentrasi garam dan gula terlalu
tinggi.
3. Pertumbuhan telah mengisi penuh ruang tabung reaksi atau botol.
4. Bahan diperlukan untuk propagasi lebih lanjut.
5. Warna coklat dan atau hitam yang tampak dalam agar disebabkan oleh bahan
toksik yang sering kali dikeluarkan oleh jaringan tanaman pada beberapa minggu
pertama, yang didefusikan ke dalam medium agar atau medium cair.
6. Diperlukan untuk memberikan bahan isolasi yang tingkat pertumbuhannya
berbeda dan pola perkembangan berbeda pada nutrien dalam medium yang sudah
diketahui.
7. Medium menjadi cair sehubungan dengan menurunnya pH oleh tanaman.
D. Mekanisasi
Jika untuk kultur in vitro digunakan mesin, pasti digunakan medium cair.
Menurut Bonga and Durzan (1982) mempunyai konsekuensi sebagai berikut:
1. Kerugian penggunaan agar tidak lama ditemui untuk produk alami yang
mempunyai komposisi komplek dan bervariasi, yang mengakibatkan kultur
lebih homogen.
2. Pembelahan, pertumbuhan, dan propagasi vegetatif lebih cepat pada
medium cair daripada medium agar. Penggojog dan fermentor siap
digunakan untuk propagasi vegetatif dari lili (Takagawa dan Misawa,
1982).
3. Dibandingkan dengan media agar, pembelahan sel dalam media cair jauh
lebih mudah disinkronkan sehingga penelitian biokimiawi lebih mudah
dilakukan.
Mesin pemutar dan penggojog biasanya digunakan pada saat pertumbuhan sel,
suspensi sel, jaringan, “protocorm”, meristem, dan tunas ujung dalam medium cair. Jika
sel dan lain-lain ditumbuhkan dalam medium cair biasanya mesin semacam ini perlu
untuk menjaga supaya tetap bergerak. Gerakan ini memacu pertukaran gas (oksigen,
karbondioksida, etilen), mengurangi efek gravitasi, menghentikan pembentukan nutrien
dan hormon yang tinggi (Street, 1973) memberikan pembelahan sel yang lebih banyak,
pertumbuhan dan atau propagasi. Mesin biasanya dipasang dalam ruang khusus.
Mesin yang bergerak lambat biasanya berputar dengan kecepatan 2-4 r.p.m
(rata-rata per menit). Orchid Wheel bersudut 45o dan mesin Steward bersudut 12-15o.
Dua macam alat gelas dapat digunakan untuk mesin Steward; botol alas bulat yang besar
dengan tutup seperti gambar 6.2 dan gelas minum. Tabung reaksi (diletakkan dalam
keranjang tabung reaksi, gambar 11 atau erlemeyer 100 ml dipegang dengan klem atau
per elastik, gambar 12) digunakan dengan Orchid Wheel. Orchid Wheel juga digunakan
dengan botol kecil untuk propagasi tunas ujung; pada gb 11.3 roda digambarkan dengan
erlemeyer sebagai contoh propagasi vegetatif melalui tunas ketiak Bromeliaceae.
Agitator memutar yang disebut tadi biasanya memutar lebih cepat dari Orchid
Wheel (30-150 r.p.m.). Mesin semacam itu dengan variabel kecepatan, biasanya dibuat
dalam tiga lapis atas bawah (gambar 10) dengan pemegang atau tutup erlemeyer yang
elastik tempat botol erlemeyer diletakkan. Botol erlemeyer yang digunakan biasanya
berukuran 300 ml dan berisi 100 ml medium nutrisi yang ditutup dengan alumunium
foil. Penggojog yang memutar biasanya digunakan terutama untuk pertumbuhan sel,
suspensi sel atau kalus. Penggojog tersebut tidak pernah digunakan untuk meristem,
tunas ujung atau protocorm. Kecepetan memutar yang digunakan oleh mesin tipe ini
2.2 Tugas
Setelah anda mempelajari tentang isolasi, inokulasi, dan sub kultur selesaikanlah tugas
berikut;
1. Buatlah rangkuman tentang isolasi, inokulasi, dan sub kultur
2. Diskusikan dengan teman-teman hasil rangkuman tersebut, dan beri tanda dengan
Dengan menggaris bawahi atau membuat catatan tambahan tentang masukan teman-
teman yang belum atau tidak tercantum dalam rangkuman anda
2.3 Latihan
Untuk mantapnya penguasaan anda tentang materi ini, maka kerjakanlah latihan berikut;
1. Jelaskan bagaimana isolasi dapat dilakukan
2. Uraikan apa yang dimaksud dengan inokulasi, dan jelaskan pula bagaimana inokulasi
dapat dilakukan
3. Penutup
3.1 Rangkuman
Isolasi, inokulasi dan sub kultur harus dilaksanakan dalam kondisi steril. Di
dalam laboratorium yang sudah memiliki peralatan lengkap, pekerjaan ini dilakukan di
ruang laminar air flow.
Kepustakaan.
1. Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur Jaringan Tanaman, UMM Press.
Malang
2. Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan, Depdiknas
3. Suryowinoto, 1993, Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro, UGM, Yogyakarta
Publishing
4. Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi Aksara, Jakarta
Senarai
Isolasi; pemisahan bahan tanam dari tanaman asalnya
Inokulasi; peletakan bahan eksplan ke dalam media, dilakukan dengan
mempertimbangkan berbagai aspek yang berpengaruh pada perkembangan
kultur lanjut
Sub kultur; kegiatan memindahkan bahan kultur ke media yang lain karena beberapa
alasan, misalnya defisiensi nutrien, medium mengering, pertumbuhan telah
mengisi penuh ruang tabung
B. Relevansi
Aspek-aspek kultur jaringan berkaitan dengan dasar dan arah pengembangan
kultur jaringan. Dengan demikian mahasiswa akan tau bahwa disamping membantu
dalam penyediaan bibit berbagai tanaman juga akan mengetahui tentang aspek lain
seperti, proteksi, metabolit sekunder dan pelestarian plasma nutfah
C. Tujuan Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan aspek-aspek
kultur jaringan
2. Penyajian Materi
2.1 Uraian dan Contoh
Aspek kultur jaringan;
A. Perbanyakan tanaman
Secara umum perbanyakan tanaman berdasarkan perkembangan siklus hidupnya
dapat digolongkan menjadi 2 yaitu; perbanyakan seksual dan perbanyakan aseksual.
Pada perbanyakan melalui siklus seksual tanaman baru muncul sebagai penggabungan
dua gamet induknya dan berkembang melalui biji. Pada kebanyakan kasus anakan baru
akan menunjukkan variasi genetik yang besar, akibat peristiwa kombinasi-kombinasi
baru selama miosis.
Berbeda sekali dengan perbanyakan seksual, perbanyakan vegetatif masih
mampu mempertahankan karakter unik dari individu tanaman (tanaman induk, tanaman
Transfer gen
Cara ini dikenal pula sebagai transformasi DNA. Gen dari organisme lain
disisipkan ke dalam DNA tanaman untuk tujuan tertentu. Strategi pemuliaan ini banyak
Pencarian senyawa kimia baru dari tumbuhan, mikroba dan hewan akan terus
dilakukan sejalan dengan teknologi analisis kimia yang semakin canggih. Eludisasi
struktur kimia dari senyawa-senyawa kimia produk alami terus berkembang. Studi
biokomia untuk mencari target dari senyawa kimia juga. Eludisasi struktur kimia dan
penemuan target kerja senyawa alomon akan terus merangsang sintesis senyawa
insektisida baru.
Telaah dan pencarian senyawa bersifat kairomon terus ditingkatkan, termasuk
dampaknya pada perilaku mencari inang dari musuh alami. Senyawa alomon yang terus
Industri maju, seperti yang kita saksikan sekarang tidak akan pernah ada tanpa
dukungan pengembangan dan penyempurnaan teknologi sebelumnya secara
berkesinambungan. Dalam perkembangannya, teknologi bergerak dalam tiga tahap yang
berbeda; penelitian, pengembangan dan pemasyarakatan (komersial). Di awali dengan
penelitian dasar yang kurang memperhatikan kegunaan dari hasil penelitian, dilanjutkan
dengan penelitian terapan yang bertujuan mencari keterangan lanjutan untuk program
pengembangan, dan akhirnya dikembangkan dengan rancangan rekayasa, baik terhadap
produk maupun cara pengolahan dalam menciptakan barang barang baru untuk
dimasyarakatkan atau dipasarkan. Dalam dua abad terakhir ini, setidaknya ada tiga jenis
revolusi dalam industri; industri batubara dan kereta api, industri minyak dan kimia serta
industri elektronika dan bioteknologi. Yang paling baru dan ramai dibicarakan dewasa
ini adalah revolusi industri bioteknologi, sebagai hasil dari penemuan dan meluasnya
pengetahuan dasar tentang proses kehidupan pada tingkat molekul, sel dan genetik.
Melalui bioteknologi, banyak permasalahan bersifat biologik yang pada masa lampau
belum diketahui para ahli, sekarang telah dapat dipecahkan. Bioteknologi dan rekayasa
genetik yang menyajikan pemecahan baru terhadap masalah yang bersifat biologik telah
dapat menantang para ahli untuk lebih menaruh perhatian yang besar dalam bidang ini.
Berangkat dari dataran pemikiran yang membatasi bioteknologi sebagai sebuah sistem
pendekatan baru dalam mengubah bahan mentah melalui pengubahan yang bersifat
biologik menjadi produk yang berguna, maka paduan ilmu di bidang biologi, biokimia
dan rekayasa ini diharapkan menghasilkan penemuan baru atau penyempurnaan dalam
pemecahan masalah kesehatan, pertanian dan lingkungan. (Maksum R, 2004).
Bahkan sampai saat inipun menurut perkiraan badan kesehatan dunia (WHO),
80% penduduk dunia masih menggantungkan dirinya pada pengobatan tradisional
termasuk penggunaan obat yang berasal dari tanaman. Sampai saat ini seperempat dari
obat-obat moderen yang beredar di dunia berasal dari bahan aktif yang diisolasi dan
dikembangkan dari tanaman. Sebagai contoh misalnya aspirin adalah analgesik yang
Rekayasa Genetika
Kemajuan yang telah dicapai dalam bidang bioteknologi dan teknik DNA
rekombinan telah membantu mempercepat dan meningkatkan berbagai penelitian
menuju ke arah pemahaman tentang biosintesis metabolit sekunder. Berbagai penelitian
Selain itu juga diketahui bahwa aktifitas metabolit sekunder dari mikroba terbagi
menjadi dua yaitu :
a. Antitumor agents
b. Protease/peptides inhibitors
e. Inhibitor lain
f. Immunosupresant.
a. Antibacterial agents
Antibiotik merupakan molekul kecil yang disintesis oleh enzim. Aktifitas enzim
sangat diperlukan dalam setiap jalur kompleks, selain itu juga penting untuk diketahui
bahwa ada pengaruh fisiologis untuk mampu meningkatkan produksi fermentatif bagi
organisme penghasil antibiotik. Produksi dari metabolit sekunder sendiri dihasilkan
setelah fase pertumbuhan terhenti. Karena banyak antibiotik yang dihasilkan oleh
organisme spore-forming (Streptomyces yang merupakan prokariot dan filamentous
fungi yang merupakan eukariot) dan karena produk antibiotik dan sporulaton baru mulai
dihasilkan pada awal fase stasioner, salah satu dugaan, proses ini terjadi dengan
menggunakan mekanisme overlapping, yang dimodulasi oleh intercellular signaling
molecules. Termasuk juga sinyal dari peptida dan lakton membran permeabel mirip
dengan lakton acyl-homoserine yang dikenal bekerja sebagai quorum-sensing signal
dalam bakteri Gram-negatif. (Glazer, 2007)
Bagaimanapun juga dalam beberapa kasus diketahui bahwa tidak ada ikatan yang
kuat antara formasi spora dan produksi antibiotik, hal ini sanagat jelas dalam produksi
antibiotik melalui nonsporulating organism. Sebagai contoh dari tipikal Gram-negatif,
quorum signal lakton N-Hexanoyl homoserin menginduksi produksi dari carbapenem
yang dihasilkan oleh Erwinia carotovora (yang masih behubungan dengan E. Coli)
dengan melakukan ikatan secara langsung kepada operon protein repressor yang
memproduksi carbapenem, juga dalam beberapa spesies Streptomyces, juga pada
reseptor sistolik untuk aktifasi secara langsung dari lakton pada transkripsi gen untuk
produksi antibiotik dengan cara yang sama.
Dalam banyak kasus, kelebihan komponen nitrogen atau fosfat dalam medium
fermentasi yang mengalami pengurangan produksi antibiotik. Keuntungan secara
ekologi dari regulasi kemungkinan mirip dengan catabolite repression. Fosfat
ditunjukkan untuk menghambat transkripsi dari beberapa gen untuk sintesis antibiotik,
dan regulasi ini dihilangkan dalam tubuh mutants dengan melakukan delesi dari PhoR-
PhoP dari dua komponen sistem regulasi. (Glazer, 2007).
Metabolit sekunder disintesis dari metabolit primer, jadi produksi lebih efesien
dari antibotik memerlukan arus stabil dari prekursor. Dalam banyak kasus, produksi dari
prekursor terjadi suatu regulasi yang mekanismenya telah diketahui. Sebuah contoh
menarik bagaimana regulasi dari suplai prekursor dan bagaimana hal tersebut dapat
Plasma nutfah yang kita miliki tidaklah berarti tanpa pemberdayaan melalui
karakterisasi dan evaluasi. Setelah diberdayakan yang berarti telah diketahui sifat-sifat
yang dimiliki oleh individu plasma nutfah yang kita milikipun masih belum berarti sama
sekali tanpa dimanfaatkan untuk kesejahteraan.Pemanfaatan plasma nutfah bisa
dilakukan dengan berbagai cara,tergantung kepada tujuan yang ingin dicapai.
Pemanfaatan plasma nutfah bisa secara langsung atau melalui proses pemuliaan.
Pemanfaatan plasma nutfah melalui pemuliaan tampak lebih membutuhkan dasar-dasar
ilmiah daripada pemanfaatan plasma nutfah secara langsung. Di dalam teknik pemuliaan
saat ini dikenal dengan istilah pemuliaan secara konvensional dan pemuliaan secara in-
konvensional melalui bioteknologi.
Pemanfaatan secara langsung sebenarnya sudah dilakukan sejak dahulu kala oleh
para petani dengan cara hanya memilih tanaman-tanaman yang mereka anggap baik
untuk ditanam pada musim berikutnya; dalam hal ini sudah terkait unsur seleksi.
Pemanfaatan yang lebih sederhana adalah menggunakan secara langsung misalnya
menebang pohon kayu atau bambu untuk keperluan pembuatan rumah dan
kelengkapannya, mengambil tanaman obat untuk jamu, rotan untuk industri dan
sebagainya.
Tidak cukup dengan kegiatan rejuvenasi dan eksplorasi saja, namun plasma
nutfah yang sudah terkoleksi harus diberdayakan dengan cara dikarakterisasi (sifat-sifat
agronominya) dan dievaluasi (ketahanan cekaman biotik dan abiotik). Evaluasi bisa
dilakukan secara morfologi/fenotipe atau secara molekular agar supaya dapat
dimanfaatkan secara tepat. Selain itu untuk mempermudah mendapatkan informasi dari
koleksi plasma nutfah yang kita koleksi maka perlu dilakukan dokumentasi yang
memadai, sebaiknya dilakukan secara komputerisasi sehingga membentuk suatu
database yang dapat diakses secara mudah oleh para peneliti atau yang memerlukannya.
Untuk menghindari lenyapnya jenis-jenis yang ada maka perlu ada suatu
lembaga yang mampu melakukan koleksi jenis-jenis tersebut. Pemerintah berbagai
negara mensponsori kegiatan-kegiatan expedisi untuk tujuan koleksi plasma nutfah.
Beberapa lembaga internasional telah melakukan koleksi secara intensif. Misalnya :
IRRI (International Rice Research Institute) di Philipina mengkoleksi padi, CIMMYT
(Centro International de Mejoramiento de Meizy Trigo) di Mexico mengkoleksi
tanaman jagung dan wheat, CIAT (Central International Agricultural Tropical) di
Kolumbia memiliki koleksi tanaman ketela pohon.
2.2 Tugas
Setelah anda mempelajari tentang aspek kultutr jaringan selesaikanlah tugas berikut;
1.Buatlah rangkuman tentang aspek kultur jaringan
2.Diskusikan dengan teman-teman hasil rangkuman tersebut, dan beri tanda dengan
menggaris bawahi atau membuat catatan tambahan tentang masukan teman-teman
yang
belum atau tidak tercantum dalam rangkuman anda
2.3 Latihan
Agar penguasaan anda tentang kultur jaringan baik, maka kerjakanlah latihan berikut;
1. Jelaskan beberapa keunggulan perbanyakan dengan teknik kultur jaringan
dibandingkan dengan cara tradisonal!
2. Tuliskan apa yang anda ketahui tentang; pemuliaan tanaman, metabolit sekunder,
pelestarian plasma nutfah
3. Penutup
3.1 Rangkuman
Pemuliaan tanaman merupakan kegiatan untuk mengubah susunan genetik
tanaman secara tetap (baka) sehingga memiliki sifat atau penampilan sesuai dengan
tujuan yang diinginkan pelakunya. Pelaku kegiatan ini disebut pemulia tanaman.
Pemuliaan tanaman umumnya mencakup tindakan penangkaran, persilangan, dan seleksi
Tujuan dalam pemuliaan tanaman secara umum diarahkan pada dua hal:
peningkatan kepastian terhadap hasil yang tinggi dan perbaikan kualitas produk yang
dihasilkan.
Tindak Lanjut
1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test formatif di atas, ia dapat
melanjutkan mempelajari lanjutan perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini
merupakan dasar untuk memahami uraian pada bab-bab selanjutnya.
2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka danjurkan:
a. Mempelajari kembali dari awal bahasan di atas;
f. Konsultasi dengan asisten dan dosen.
1 Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat
Bab ini mednyajikan bahasan tentang aklimatisasi yang terdiri atas sub-sub
topik; Perbedaan aklimasi dan aklimatisasi, karakteristik planlet kultur in vitro, prosedur
aklimatisasi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi aklimatisasi.
B. Relevansi
Penguasaan tentang aklimatisasi (prosedur pelaksanaannya) akan berpengaruh
terhadap prosentase keberhasilan tanaman baru yang dihasilkan menyesuaikan dengan
lingkungan makronya atau lingkungan alamiahnya. Karenanya penguasaan prosedur
sangat diperlukan.
C. Tujuan Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan prosedur
aklimatisasi
2. Penyajian Materi
2.1 Uraian dan contoh
Aklimatisasi
A. Perbedaan aklimasi dan aklimatisasi
Istilah aklimasi (acclimation) ditujukan pada proses suatu tanaman atau
organisme hidup lain agar dapat menyesuaikan diri dengan kondisi atau situasi
lingkungan dan iklim yang baru sebagai hasil dari suatu proses alamiah. Misalnya
tanaman yang tumbuh di lapangan akan mengalami aklimasi terhadap suhu rendah
menjelang memasuki musim dingin.
Sedangkan istilah aklimatisasi (acclimatitation) menunjukkan adanya campur
tangan manusia dalam mengarahkan proses penyesuaian tersebut. Karena manusia
Keterangan
(A) tahap 1 = inisiasi kultur; (B) tahap 2 = penggandaan pucuk; (C) tahap 3 =
pengakaran (pratransplantasi); (D) tahap 4 = aklimatisasi (transplantasi ke lapangan)
B. Karakteristik planlet kultur in vitro
Tanaman yang berasal dari kultur in vitro sangat berbeda bila dibandingkan
dengan tanaman yang hidup pada kondisi in vivo. Beberapa karakteristik khas tanaman
hasil perbanyakan in vitro diuraikan sebgai berikut:
a. Daun
Tanaman yang berasal dari kultur in vitro sering memperlihatkan lapisan lilin
(kutikula) yang kurang berkembang sebagai akibat tingginya kelembapan di dalam
wadah kultur (90-100%). Hal itu mengakibatkan tanaman kehilangan air dalam jumlah
C. Prosedur aklimatisasi
Menurut Taji, dkk (2002), secara umum prosedur aklimatisasi diuraikan sebagai
berikut:
Planlet-planlet yang akan diaklimatisasi dikeluarkan dari dalam wadah kultur.
Agar-agar yang masih menempel dicuci bersih untuk membuang sumber kontaminasi.
Selanjutnya planlet tersebut ditanam pada medium tanah steril (dipasteurisasi) di dalam
pot kecil atau pada medium siap pakai pot Jiffy. Pada awalnya, planlet harus dilindungi
dari kerusakan dengan menempatkannya di bawah naungan, tenda berkelemabapan
tinggi, atau di bawah semprotan embun. Dibutuhkan waktu beberapa hari sebelum
terbentuknya akar-kar baru yang funsional. Suhu udara diusahakan sama, seperti di
dalam ruang kultur. Intensitas cahayapun merupakan faktor yang penting untuk
diperhatikan, yaitu 30% dari cahaya lingkungan. Nutrisi yang terdapat di dalam medium
tanahpun dapat menjadi faktor pembatas pertumbuhan. Pada prinsipnya, tidak ada
nutrisi tambahan yang perlu diberikan pada tiga hingga empat minggu pertama masa
aklimatisasi.
Saat planlet tumbuh dengan baik pada medium dalam pot, planlet tersebut harus
secara perlahan-lahan dihadapkan pada kelembapan yang rendah dan intensitas cahaya
yang tinggi. Setiap keadaan dormansi atau kondisi istirahat yang terjadi pada tanaman,
harus diatasi sebagai bagian dari proses transplantasi.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tahap Aklimatisasi
1. Faktor Lingkungan
a. Suhu Udara
2.2. Tugas
Agar pemahaman anda tentang aklimatisasi baik, maka kerjakanlah tugas berikut
1. Buatlah peta konsep tentang aklimatisasi masing-masing
2. Diskusikan secara berpasangan peta konsep tersebut dan masing-masing pasangan
akan saling memberi masukan/koreksi pada peta konsep tersebut
2.3. Latihan
Kerjakanlah soal-soal latihan berikut untuk memantapkan penguasaan anda tentang
konsep aklimatisasi
1. Jelaskan perbedaan aklimasi dengan aklimatisasi
3. Penutup
3.1 Rangkuman
Istilah aklimasi (acclimation) ditujukan pada proses suatu tanaman atau
organisme hidup lain agar dapat menyesuaikan diri dengan kondisi atau situasi
lingkungan dan iklim yang baru sebagai hasil dari suatu proses alamiah.
Sedangkan istilah aklimatisasi (acclimatitation) menunjukkan adanya campur
tangan manusia dalam mengarahkan proses penyesuaian tersebut. Karena manusia
senantiasa terlibat dalam proses penyapihan tanaman dari kondisi in vitro agar dapat
tumbuh dan berkembang pada kondisi in vivo di rumah kaca atau di lapangan maka
istilah yang digunakan pada tahap akhir mikropropagasi adalah aklimatisasi, bukan
aklimasi
Untuk mengatasi masalah perkembangan sistem perakaran pada tahap aklimatisasi,
dapat diterapkan langkah-langkah berikut ini.
1. Upayakan tanaman yang masih berada di lingkungan in vitro membentuk primordia
akar yang akan tumbuh menjadi akar fungsional pada kondisi in vivo
2. Ciptakan kondisi yang memungkinkan untuk terjadinya perkembangan akar in vitro,
misalnya menggunakan media cair kemudian akar-akar tersebut akan berfungsi
secara normal pada saat planlet dipindahkan ke tanah.
3. Aklimatisasikan planlet ke tanah setelah saat perakaran. Pada saat memasuki tahap
perakaran, rendam bagian pangkal planlet di dalam larutan auksin untuk merangsang
pembentukan akar.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tahap Aklimatisasi
Faktor Lingkungan terdiri dari; Suhu Udara, kelembapan udara dan intensitas cahaya,
serta faktor-faktor prosedur pelaksanaan aklimatisasi
Tindak Lanjut
1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test formatif di atas, ia dapat
melanjutkan mempelajari lanjutan perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini
merupakan dasar untuk memahami uraian pada bab-bab selanjutnya.
2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka danjurkan:
a. Mempelajari kembali dari awal bahasan di atas;
g. Konsultasi dengan asisten dan dosen.
Kepustakaan.
1. Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur Jaringan Tanaman, UMM Press.
Malang
2. Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan, Depdiknas
3. Suryowinoto, 1993, Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro, UGM, Yogyakarta
Publishing
4. Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi Aksara, Jakarta
BAB X
MASALAH-MASALAH DALAM KULTUR JARINGAN
1. Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat
Bab ini membahas masalah-masalah dalam kultur jaringan yang mencakup;
kontaminasi, pencoklatan, vitrifikasi, variabilitas genetik, pertumbuhan dan
perkembangan, pra perlakuan, lingkungan mikro, peralatan listrik, air dan manusia,
harapan ekonomi.
B. Relevansi
Pemahaman tentang masalah-masalah dalam kultur jaringan akan sangat
membantu dalam penanganan atau pemeliharaan kultur. Gejala yang nampak yang
merupakan masalah seperti pencoklatan, vitrifikasi, dan sebagainya perlu segera
mendapat penanganan agar tidak menjadi penyebab kegagalan.
C. Tujuan Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan masalah-
masalah dalam kultur jaringan
2 Penyajian Materi
2.1 Uraian dan Contoh
Sumber kontaminan
Eksplan awal merupakan sumber utama kontaminasi, tapi kontaminasi kembali
dapat terjadi selama proses kultur. Pertama tama, media dan semua wadah dan alat harud
disterilisasi. Semua kegiatan harus dilakukan pada kondisi higienis, meskipun tidak
selalu perlu pada laboratorium yang steril. Udara merupakan sumber utama spora dan
agen kontaminasi lainnya, termasuk badan dan pakaian si pelaksana.
Kontaminasi endogenus
Organisme yang hidup pada jaringantanaman lebih susah ditangani. Hal ini
mungkin dapat dikontrol dengan pemberian pestisida atau fungisida sistemik yang
diberikan pada tanaman stok sebelum dijadikan eksplan atau dapat juga diberikan di
kultur itu sendiri.
Eliminasi virus
Virus biasanya terdapat pada sel – sel jaringan tanaman dan ditransfer ke sel batu
pada saat pembelahan sel, karenanya virus ditransfer ke tanaman anak (progeny) pada
saat pembiakan vegetatif. Virus mungkin tidak menunjukkan gejala apapun pada saat
tanaman dikulturkan, tapi akan tampak nantinya setelah tanaman di transfer ke lapang.
Cara utama untuk mengeliminasi virus adalah dengan menggunakan therapy panas. Pada
kondisi pertumbuhan normal, suatu virus akan ditransfer ke jaringan baru pada saat
tunas baru tumbuh. Jika tanaman dapat ditumbuhkan pada suhu tinggi, adalah
memungkinkan untuk memperlambat kecepatan replikasi virus sehingga ujung tunas
dapat tumbuh lebih dulu sebelum terkontaminasi. Ujung tunas dapat kemudian dapat
Media awal
Biasanya dignakan media dasar dengan sukrosa tanpa penambahan hormon
untuk penanaman eksplan awal. Ini menghindari pemborosan media dimana sebagian
kultur biasanya akan terkena kontaminasi atau mati akibat perlakuan awal. Kebanyakan
kontaminasi jamur atau bakteri akan terjadi pada 2 minggu pertama.
Pada beberapa contoh, pestisida mungkin dimasukkan pada media awal atau sukrosa
mungkin dihilangkan agar eksplan dapat tumbuh tanpa terkontaminasi. Tanaman yang
baru tumbuh ini lalu dapat dipindah dengan hati – hati dengan cara mensubkultur.
Perhatian juga mesti diberikan pada ruang persiapan kultur, untuk menghindari
kontaminasi.
Eksudat
Tipe lain kontaminasi adalah eksudasi dari eksplan, bukan dari organisme lain.
Ketika jaringan tanaman terluka, dengan cara pemotongan atau perlakuan bahan kimia
seperti larutan klorin, reaksi fisiologis terjadi pada sel sekitar luka. Salah satu prosesnya
adalah produksi bahan biokimia apakah sebagai produk pecahan atau sintesa sebagai
mekanisme perlindungan. Keluarnya substansi dari jaringan akan terjadi. Bahan kimia
ini mungkin atau mungkin tidak memberi pengaruh mematikan pada pertumbuhan
kultur.
Dengan cara mencuci eksplan sebelum penanaman dan menghindarai desikasi dapat
mengurangi reaksi luka tapi beberapa spesies masih memproduksi eksudat. Mungkin
perlu untuk mentransfer eksplan ke media segar/baru secara teratur pada minggu –
minggu awal kultur untuk menghilangkan eksudat. Pada kasus lain, tambahan bahan
Kondisi kultur
Tipe substrat
Hampir semua kultur dilakukan pada media semi-solid (semi-padat) dengan
menggunakan agar atau Gelrite. Gel ini menjadi pendukung fisik untuk eksplan dan
meningkatkan aerasi pada media. Gelrite adalah produk sintetik yang memiliki
keuntungan gel yang lebih jernih dibandingkan agar yang agak keruh (dari ekstrak
rumput laut). Gelrite membuat pengamatan kontaminan atau perkembangan akar lebih
mudah. Gelrite memiliki kondisi fisik dan kimia yang sedikit berbeda sehingga
memerlukan sedikit modifikasi pada persiapan media.
Media cair seringkali digunakan untuk kultur kalus atau sel, dimana jaringan
harus dibenamkan pada media untuk menghindari kekeringan. Penggoyangan pada
media perlu dilakukan untuk mendapatkan aerasi dan distribusi larutan hara yang
merata. Penggoyangan yang cukup keras dapat dilakukan untuk memisahkan sel – sel
atau kumpulan kalus. Eksplan mungkin harus disuspensikan pada media cair dengan
pH media
pH media biasanya diatur 5.5 pada saat persiapan. pH media dapat mempengaruhi
kelarutan hara, pengambilan hara oleh tanaman dalam kultur dan pembekuan agar atau
pengaruh terhadap morfologi. Satu hal yang seringkali diabaikan adalah perubahan pH
pada media akibat proses pemanasan dengan autoklaf.
Lingkungan
Faktor lingkungan tuama untuk kultur adalah cahaya dan suhu, karena tingkat
kelembaban terpelihara dalam wadah tertutup. Umumnya kultur disimpan pada suhu
ruang, misalnya 20 – 25oC. Cahaya disuplai dengan lampu neon, memberikan kira –
kira 30 – 50umol m-2 s-1 irradiasi pada kultur. Iradiasi yang relative rendah ini cukup
untuk respon morfologi normal tapi tidak cukup untuk fotosintesis yang mana ini
belrumlah penting karena sukrosa masih diberikan pada media. Fotoperiode atau
panjang hari biasanya 12 -1 6 jam, kadang – kadang 24 jam.
Tempat yang cukup ternaung dalam rumah kaca atau dekat jendela kamar dapat
menjadi ruang kerja rutin skala kecil.
Pengamatan dan transfer
Kultur awal mungkin terkontaminasi, kultur lain mungkin rusak akibat proses
persiapan dan disinfestasi. Ini akan tampak dalam 2 minggu pertama kultur. Eksplan
yang selamat kemudian dapat ditransfer ke kultur yang mengandung media kompleks.
Jika produksi eksudat menjadi masalah, beberapa kali transfer ke media dasar baru
mungkin diperlukan selama periode pengembangan.
Kultur tunas mungkin menghasilkan perpanjangan tunas selama masa awal ini dan tunas
ini dapat dipotong pada saat transfer ke media baru.
2) Pencoklatan/browning
Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam yang
sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Peristiwa
pencoklatan sesunggguhnya merupakan peristiwa alamiah yang biasa yang sering
terjadi.
Pencoklatan umumnya merupakan suatu tanda-tanda kemunduran fisiologi
eksplan dan tidak jarang berakhir pada kematian eksplan.
C. Vitrivikasi
Istilah virtifikasi saat ini digunakan untuk menjelaskan dua macam proses yang
berkaitan dengan bahan tanaman yang dikulturkan secara in vitro. Pertama, digunakan
terhadap ketidaknormalan morfologi serta fungsi fisiologis dari organ dan jaringan
tertentu. Kedua, yaitu transisi dari keadaan cair ke keadaan padat, seperti terbentuknya
D. Variabilitas genetik
Bila kultur jaringan digunakan untuk upaya perbanyakan tanaman yang seragam dalam
jumlah yang banyak, dan bukan sebagai upaya pemuliaan tanaman maka variasi genetik
adalah kendala. Variasi genetik dapat terjadi pada kultur in vitro karena:
1.Laju multiflikasi yang tinggi, variasi terjadi karena terjadinya sub kultur berulang
yang tidak terkontrol
Variasi genetik yang paling umum terjadi pada kultur kalus dan kultur suspensi sel,
hal tersebut terjadi karena munculnya sifat instabilitas kromosom mungkin akibat
teknis kultur, media atau hormon. Cara mengatasi problem variasi genetik
1. Jarak tanam untuk sistem monokultur adalah 2 m x 2.5 m, sehingga populasi per
hektar adalah 2000 tanaman. Penjarangan dilakukan 2 kali, yaitu pertama
dilakukan pada tahun ke 5 - 7 sebanyak 1000 pohon, sedangkan yang kedua
dilakukan pada tahun ke 10 - 12 sebanyak 350 pohon. Sedangkan jarak tanam
untuk sistem tumpang sari adalah 3 m x 6 m (555 pohon/ha).
2. Lubang tanaman dibuat dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm (p x l x d). Pada
2 minggu sebelum tanam lubang diberi 2 kg pupuk kandang dan 100 gr dolomit.
Penanaman dilakukan dengan meletakkan bibit ditengah-tengah lubang tanam,
kemudian ditimbun sampai dengan leher batang berada pada permukaan tanah.
3. Pemupukan dilakukan pada saat penanaman, 3 bulan dan 6 bulan setelah
penanaman, selanjutnya setiap enam bulan sekali hingga tahun ke-2. Pemupukan
dilakukan dengan memberikan 100 - 200 gram NPK per pohon.
4. Kebersihan dari gulma seluas canopy harus dijaga dengan melakukan
pendangiran 3 bulan dan 6 bulan setelah penanaman pada saat akan melakukan
pemupukan.
5. Pruning, pemangkasan tunas samping dilakukan sampai ketinggian 6 m dari
permukaan tanah.
G. Lingkungan mikro
Masalah lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga sering
menjadi masalah. Suhu ruangan inkubator sangat menentukan optimasi pertumbuhan
Lingkungan Tumbuh
a)Suhu.
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan suhu yang tidak sama
setiap saat, misalnya pada siang dan malam hari tanaman mengalami kondisi dengan
perbedaan suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa dilakukan dalam kultur
invitro dengan mengatur suhu siang dan malam di ruang kultur, namun laboratorium
kultur jaringan selama ini mengatur suhu ruang kultur yang konstant baik pada siang
maupun malam hari. Umumnya temperatur yang digunakan dalam kultur in vitro lebih
tinggi dari kondisi suhu invivo. Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan
morfogenesis eksplan.
Pada sebagian besar laboratorium, suhu yang digunakan adalah konstan, yaitu
25°C (kisaran suhu 17-32°C). Tanaman tropis umumnya dikulturkan pada suhu yang
b)Kelembaban relatif.
Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut botol yang ditutup
umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak
longgar maka kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari 80%.
Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur umumnya adalah sekitar 70%. Jika
kelembaban relatif ruang kultur berada dibawah 70% maka akan mengakibatkan media
dalam botol kultur (yang tidak tertutup rapat) akan cepat menguap dan kering sehingga
eksplan dan plantlet yang dikulturkan akan cepat kehabisan media. Namun kelembaban
udara dalam botol kultur yang terlalu tinggi menyebabkan tanaman tumbuh abnormal
yaitu daun lemah, mudah patah, tanaman kecil-kecil namun terlampau sukulen. Kondisi
tanaman demikian disebut vitrifikasi atau hiperhidrocity. Sub-kultur ke media lain atau
menempatkan planlet kecil ini dalam botol dengan tutup yang agak longgar, tutup
dengan filter, atau menempatkan silica gel dalam botol kultur dapat membantu
mengatasi masalah ini.
c) Cahaya.
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi invivo, kuantitas dan
kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama penyinaran dan panjang gelombang cahaya
mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam kultur invitro. Pertumbuhan organ atau
jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya tidak dihambat oleh cahaya, namun
pertumbuhan kalus umumnya dihambat oleh cahaya.
2.2. Tugas
Carilah informasi melalui internet yang akan menambah wawasan anda tentang
masalah-masalah dalam kultur jaringan misalnya kontaminasi, pencoklatan, vitrivikasi
dan sebagainya. Selanjutnya lacak juga informasi tentang bagaimana cara
menanggulangi masalah-masalah tersebut. Buatlah laporan singkat dari informasi yang
anda dapat
2.3 Latihan
Untuk memantapkan pemahaman anda tentang masalah-masalah dalam kultur jaringan,
maka selesaikanlah soal-soal latihan berikut;
1. Jelaskan dari mana saja sumber kontaminan yang dapat menyebabkan terjadinya
3. Penutup
3.1 Rangkuman
Kontaminasi dapat berasal dari beberapa penyebab sebagai berikut: sterilisasi
media yang kurang sempurna, lingkungan kerja dan pelaksanaan/cara kerja saat
penanaman, eksplan, molekul-molekul atau benda-benda asing berukuran kecil yang
jatuh atau masuk ke dalam botol kultur setelah penanaman dan ketika diletakkan di
ruang kultur.
Kultur yang telah terkontaminasi dapat diselamatkan dengan metode berikut:
1. Buka wadah yang berisi kultur terkontaminasi dan isi penuh dengan larutan 0.5 –
3. Keluarkan kultur dari larutan kloring, potong bagian dasar dan buang daun –daun
yang berlebihan
1.Laju multiflikasi yang tinggi, variasi terjadi karena terjadinya sub kultur berulang
yang tidak terkontrol
Vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur yang ditandai dengan:
* Munculnya pertumbuhan dan pertumbuhan yang tidaknormal.
* Tanaman yang dihasikan pendek-pendek atau kerdil.
* Pertrumbuhan batang cenderung ke arah penambahan diameter
* Tanaman utuhnya menjadi sangat turgescent.
* Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade
Tindak Lanjut
1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test formatif di atas, ia dapat
melanjutkan mempelajari lanjutan perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini
merupakan dasar untuk memahami uraian pada bab-bab selanjutnya.
2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka danjurkan:
a. Mempelajari kembali dari awal bahasan di atas;
h. Konsultasi dengan asisten dan dosen.
Kepustakaan.
1. Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur Jaringan Tanaman, UMM Press.
Malang
2. Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan, Depdiknas
3. Suryowinoto, 1993, Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro, UGM, Yogyakarta
Publishing
5. Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi Aksara, Jakarta
Senarai
- Kontaminasi; proses masuknya suatu substansi atau mikroba atau virus
atau unsur lain ke dalam suatu medium
- Browning/pencoklatan; suatu karakter munculnya warna coklat atau
hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan eksplan.
- Vitrifikasi; istilah problem pada kultur yang ditandai dengan antara lain
munculnya pertumbuhan dan perkembangan yang tidak normal, tanaman
yang dihasilkan pendek-pendek atau kerdil sering tidak mempunyai