Anda di halaman 1dari 330

BAHAN AJAR

MATA KULIAH : KULTUR JARINGAN


TUMBUHAN
I.

1.1

Tinjauan Mata Kuliah


Nama Mata Kuliah

: Kultur Jaringan Tumbuhan

Kode Mata Kuliah

Pengajar

: Dra Jusna Ahmad, M.Si, dkk

Semester

: III ( Tiga )

SKS

:3

Hari Pertemuan

: Rabu

Tempat Pertemuan

: Ruang N I.1

Pertemuan Ke

Deskripsi Singkat
Mata kuliah ini membahas Pengertian, sejarah dan

perkembangan kultur jaringan, klasifikasi serta teori-teori dasar


pengerjaannya untuk diaplikasikan pada perbanykan tanaman
secara in vitro, pemanfaatan berbagai jenis kultur dalam
produksi metabolit sekunder, juga uraian tentang peluang
komersil dan kendala yang dihadapi.
1.2. Kegunaan Mata Kuliah

Bahan Ajar Kultur Jaringan

Pemahaman tentang berbagai konsep yang tercakup dalam


mata kuliah kultur jaringan tumbuhan ini diharapkan dapat
membantu mahasiswa dalam memahami pemanfaatan teknik
kultur jaringan dalam rangka perbanyakan tanaman secara
cepat dan efisien, dan pada akhirnya mahasiswa dapat
mengidentifikasi peluang aplikasi berbagai teknik kultur
jaringan, dan pemanfaatannya dalam produksi metabolit
sekunder, juga peluang komersil lainnya serta kendala yang
dihadapi
1.3. Tujuan Umum
Setelah

mengikuti

mata

kuliah

ini,

diharapkan

mahasiswa dapat memahami teori dasar kultur jaringan


tanaman, perkembangan kultur jaringan tanaman, fasilitas kerja
in vitro, berbagai jenis kultur, dan terapannya dalam bidang
kefarmasian
1.4. Susunan Materi Ajar
1) Sejarah dan Terminologi, Prinsip Dasar dan Tipe-tipe
Kultur Jaringan
2) Laboratorium dan Alat Teknik Kultur Jaringan
3) Media Kultur Jaringan
4) Tipe-tipe Dasar Mikropropagasi

Bahan Ajar Kultur Jaringan

5) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Teknik


Kultur Jaringan
6) Faktor-faktor Lingkungan yang Berpengaruh Terhadap
Perkembangan Kultur
7) Isolasi, Inokulasi dan Sub Kultur
8) Aspek Kultur Jaringan
9) Aklimatisasi
10) Masalah-masalah dalam Kultur Jaringan
1.5. Petunjuk Bagi Mahasiswa
1) Baca dan fahami isi bahan ajar ini dan dianjurkan anda tetap
memperkaya dengan
bacaan literatur yang relevan
2. Kerjakan secara individual/kelompok soal-soal latihan yang
ada pada setiap bab
3. Dengan bimbingan dosen diskusikan soal-soal tersebut
sampai anda paham benar konsepnya.
4. Ikuti penjelasan dan contoh yang dijelaskan dosen
5. Diskusilah dengan teman hal-hal yang masih belum terlalu
dikuasai, dan berusahalah mencari informasi dari bahan
bacaan lain seperti jurnal dan informasi lain yang dapat
diakseses melalui internet
6. Ikuti kegiatan praktikum dari tiap bagian.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

1.6 Tujuan Pembelajaran Khusus


1.

Mendeskripsikan pengertian dan ruang lingkup kultur


jaringan serta prinsip dan prospek pengembangannya.

2.

Mendeskripsikan

sarana laboratorium yang standar

untuk kultur jaringan serta

kelengkapan yang digunakan

3. Menjelaskan Komposisi Media dan Preparasi Media Kultur


Jaringan

4. Menjelaskan tipe-tipe dasar mikropropagasi


5. Menjelaskan Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
teknik kultur jaringan
6. Menguraikan tentang faktor-faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap
perkembangan kultur
7. Menjelaskan cara melakukan isolasi, inokulasi dan sub
kultur
8. Menjelaskan aspek kultur jaringan
9. Menjelaskan prosedur aklimatisasi
10. Menjelaskan masalah-masalah dalam kultur jaringan

Bahan Ajar Kultur Jaringan

Bab I

SEJARAH DAN TERMINOLOGI, PRINSIP DASAR


SERTA TIPE-TIPE KULTUR JARINGAN
A. Deskripsi Singkat
Bab ini memberi pemahaman dasar tentang kultur
jaringan, pembahsannya mencakup sejarah perkembangan
kultur jaringan, prinsip dasar dan tipe-tipe kultur jaringan.
B. Relevansi
Pengetahuan tentang sejarah dan terminologi, prinsip
dasar dan tipe-tipe kultur jaringan akan mendasari pemahaman
mahasiswa tentang berbagai konsep lanjut yang berhubungan
dengan aplikasi kultur jaringan untuk beberapa tujuan tertentu
misalnya perbanyakan tanaman secara cepat dan efisien,
produksi metabolit sekunder dan sebagainya.
C. Tujuan Khusus
Pada

akhir

perkuliahan

mahasiswa

diharapkan

memahami perkembangan teknologi kultur jaringan tanaman

Bahan Ajar Kultur Jaringan

ditinjau dari perspektif sejarahnya dan dapat menggunakan


secara tepat beberapa terminologi penting dari teknologi ini
1.2. Penyajian Materi
A. Sejarah Perkembangan Kultur Jaringan
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai
pada

tahun

1838

ketika

Schwann

dan

Schleiden

mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa selsel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi
menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan ini
merupakan dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abad ke20 yang menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi
dan dikultur dan berkembang menjadi tanaman normal dengan
melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan
nutrisinya. Walaupun usaha Haberlandt menerapakan teknik
kultur jaringan tanaman pada tahun 1902 mengalami
kegagalan, namun antara tahun 1907-1909 Harrison, Burrows,
dan Carrel berhasil mengkulturkan jaringan hewan dan
manusia secara in vitro.
Keberhasilan aplikasi teknik kultur jaringan sebagai
sarana perbanyakan tanaman secara vegetatif pertama kali
dilaporkan oleh White pada tahun 1934, yakni melalui kultur
Bahan Ajar Kultur Jaringan

akar tomat.

Selanjutnya

pada tahun 1939, Gautheret,

Nobecourt, dan white berhasil menumbuhkan kalus tembakau


dan wortel secara in vitro. Setelah Perang Dunia II,
perkembangan teknik kultur jaringan sangat cepat, dan
menghasilkan berbagai penelitian yang memiliki arti penting
bagi dunia pertanian, kehutanan, dan hortikultura yang telah
dipublikasikan.
Pada awalnya, perkembangan teknik kultur jaringan
tanaman berada di belakang teknik kultur jaringan manusia.
Hal itu disebabkan lambatnya penemuan hormon tanaman (zat
pengatur tumbuh). Ditemukakannya auksin IAA pada tahun
1934 oleh Kgl dan Haagen-Smith telah membuka peluang
yang besar bagi kemajuan kultur jaringan tanaman. Kemajuan
ini semakain pesat setelah ditemukannya kinetin (suatu
sitokinin) pada tahun 1955 oleh Miller dan koleganya. Pada
tahun1957, Skoog dan Miller mempublikasikan suatu tulisan
kunci yang menyatakan bahwa interaksi kuantitatif antara
auksin

dan

sitokinin

berpengaruh

menentukan

tipe

pertumbuhan dan peristiwa morfogenetik di dalam tanaman.


Penelitian kedua ilmuwan tersebut pada tanaman tembakau
mengungkapkan bahwa rasio yang tinggi antara auksin
terhadap sitokinin akan menginduksi morfogenesis akar,
sedangkan rasio yang rendah akan menginduksi morfogenesis
Bahan Ajar Kultur Jaringan

pucuk. Namun pola yang demikian ternyata tidak berlaku


secara universal untuk semua spesis tanaman.
Ditemukannya prosedur perbanyakan secara in vitro
pada tanaman anggrek Cymbidium 1960 oleh Morel, serta
diformulasikannya komposisi medium dengan konsentrasi
garam mineral yang tinggi oleh Murashige dan Skoog pada
tahun 1962, semakin merangsang perkembangan aplikasi
teknik kultur jaringan pada berbagai spesies tanaman.
Perkembangan yang pesat pertama kali dimulai di Perancis dan
Amerika, kemudian teknik inipun di kembangkan di banyak
negara, termasuk Indonesia, dengan prioritas aplikasi pada
sejumlah tanaman yang memiliki arti penting bagi masingmasing negara.
Meningkatnya penelitian kultur jaringan dalam dua
dekade terakhir telah memberi sumbangan yang sangat besar
bagi ahli pertanian, pemuliaan tanaman, botani, biologi
molekuler, biokimia penyakit tanaman, dan sebagainya. Karena
kultur jaringan telah mencapai konsekuensi praktis yang
demikian jauh di bidang pertanian, pemuliaan tanaman dan
sebagainya maka dapat dipastikan junlah penelitian dan
aplikasi teknik ini akan terus meningkat pada masa-masa
mendatang. Pierik (1997) mengemukakan sejumlah peristiwa
Bahan Ajar Kultur Jaringan

penting dalam sejarah perkembangan kultur jaringan hingga


dekade 1980 an sebagai berikut;
1892

Ditemukan

fenomena

sintesis

senyawa-senyawa

pembentuk organ yang didistribusikan secara polar di


dalam tanaman.
1902
1904

Usaha perrtama aplikasi kultur jaringan tanaman.


Usaha pertama aplikasi kuktur embrio sejumlah

tanaman Cruciferae
1909

Fusi protoplas tanaman, namun produk yang dihasilkan


mengalami kegagalan untuk hidup

1922

Perkecambahan in vitro biji anggrek secara asimbiosis.

1922

Kultur in vitro ujung akar

1925

Aplikasi kultur embrio pada tanaman Linum hasil


silang antar spesies

1929

Kultur

embrio

Linum

untuk

menghindari

inkompatibilitas persilangan

Bahan Ajar Kultur Jaringan

1934

Kultur in vitro jaringan kambium dari sejumlah


tanaman pohon dan perdu mengalami kegagalan karena
tidak adanya ketrelibatan auksin

1934

Keberhasilan kultur akar tanaman tomat.

1936

Kultur embrio sejumlah tanaman Gymnospermae

1939

Keberhasilan

menumbuhkan

kultur

kalus

secara

kontinu
1940

Kultur in vitro jaringan kambium dari tanaman Ulmus


untuk mempelajari pembantukan tunas adventif

1941

Air kelapa (Yang mengandung faktor pembelahan sel)


untuk pertama kalinya digunakan pada kultur embrio
tanaman Datura

1941

Kultur in vitro jaringan tumor crown-gall

1944

Untuk pertama kalinya kultur in vitro tembakau


digunakan pada penelitian pembantukan tunas adventif

1945

Budi daya potongan tunas tanaman Asparagus secara


in vitro

Bahan Ajar Kultur Jaringan

10

1946

Untuk pertama kalinya diperoleh tanaman Lupinus dan


Tropaelum dari kultur pucuk

1948

Pembentukan

akar

dan

tunas

adventif

tanaman

tembakau ditentukan oleh rasio auksin : adenin


1950

Regenerasi organ tanaman dari jaringan kalus Sequoia


sempervirens.

1952

Aplikasi

sambung

mikro

(micrografiting)

untuk

pertama kalinya
1953

Produksi kalus haploid tanaman Ginkgo biloba dari


kultur serbuk sari

1954

Pengkajian terhadap perubahan-perubahan kariologi


dan sifat-sifat kromosom pada kultur endosperm
tanaman jagung

1955

Penemuan kinetin, yaitu suatu hormon perangsang


pembelahan sel.

1956

Realisasi pertumbuhan kultur di dalam sistem multiliter


untuk menghasilkan metabolit sekunder.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

11

1957

Ditemukannya pengaturan pembentukan organ (akar


dan pucuk) dengan mengubah rasio antara auksin dan
sitokinin

1958

Regenerasi embrio somatik secara in vitro dari jaringan


nuselus tanaman Citrus ovules

1958

Regenerasi proembrio dari massa kalus dan suspensi sel


tanaman wortel

1959

Publikasi buku pegangan mengenai kultur jaringan


tanaman untuk pertama kali

1960

Keberhasilan pembuahan in vitro pada Papaver rhoeas


untuk pertama kalinya

1960

Degradasi

dinding

sel

secara

enzimatik

untuk

memperoleh protoplas dalam jumlah besar.


1960

Perbanyakan vegetatif tanaman anggrek melalui kultur


meristem

1960

Filtrasi suspensi sel dan isolasi sel tunggal

1962

Pengembangan medium dasar Murashige dan Skoog


(MS)

Bahan Ajar Kultur Jaringan

12

1964

Produksi tanaman Datura haploid dari kultur serbuk


sari untuk pertama kalinya

1964

Regenerasi tunas dan akar pada jaringan kalus tanaman


Populus tremuloides

1965

Induksi pembungaan secara in vitro pada tanaman


tembakau

1965

Diferensiasi tanaman tembakau dari isolasi sel tunggal


pada kultur mikro

1967

Induksi pembentukan bunga pada Lunaria annua


dengan vernalisasi secara in vitro

1967

Produksi tanaman haploid dari kuktur serbuk sari


tanaman tembakau (Nicotiana tabacum).

1969

Analisis kariologi tanaman yang diregenerasikan dari


kultur kalus tembakau.

1969

Keberhasilan isolasi protoplas dari kultur suspensi


Haplopappus gracilis untuk pertama kalinya

1970

Seleksi mutan biokimia secara in vitro

Bahan Ajar Kultur Jaringan

13

1970

Pemanfaatan kultur embrio untuk menghasilkan barley


monoploid

1970

Keberhasilan

peleburan protoplas

untuk pertama

kalinya
1971

Keberhasilan regenerasi tanaman dari kultur protoplas


untuk pertama kalinya.

1972

Hibridisasi antarspesies melalui peleburan protoplas


pada dua spesies Nicotiana

1973

Sitokinin diketahui mampu memecahkan dormansi


pada eksplan jaringan kapitulum tanaman Gerbera

1974

Induksi percabangan aksilar oleh sitokinin pada eksplan


tunas tanaman Gerbera.

1974

Regenerasi Petunia hybrida haploid dari kultur


protoplas.

1974

Diketahui bahwa peleburan protoplas haploid dapat


dilakukan sehingga mendukung hibridisasi

1974

Biotransformasi pada kultur jaringan tanaman

Bahan Ajar Kultur Jaringan

14

1974

Penemuan Ti-plasmid pada Agrobacterium sebagai


senyawa penginduksi pembentukan tumor

1975

Seleksi positif terhadap kultur kalus tanaman jagung


yang resisten terhadap Helminthosporium maydis.

1976

Inisiasi pucuk dari eksplan tunas tanaman anyelir yang


berasal

dari

penyimpanan

pada

suhu

rendah

(kreopreservasi).
1976

Hibridisasi antarspesies melalui peleburan protoplas


pada tanaman Petunia hybrida dan P. Parodii.

1976

Sintesis dan perombakan oktopin dan nopalin diketahui


dikontrol secara genetis oleh Ti-plasmid Agrobacterium
tumefaciens.

1977

Keberhasilan

integrasi

DNA

Ti-plasmid

dari

Agrobacterium tumefaciens pada tanaman


1978

Hibridisasi somatik tomat dan kentang

1979

Pengembangan

prosedur

co-cultivation

untuk

teransformasi

protoplas

tanaman

dengan

Agrobacterium

Bahan Ajar Kultur Jaringan

15

1980

Pemanfaatan sel untuk biotransformasi digitoksin


menjadidigoksin

1981

Pengenalan istilah variasi somaklon atau keragaman


somaklon

1981

Isolasi auksotrop melalui skrining berskala besar


terhadap koloni sel yang diperoleh dari protoplas
haploid tanaman Nicotiana plumbaginifolia dengan
perlakuan mutagen.

1982

Protoplas dapat bergabung dengan DNA telanjang


sehingga

memungkinkan

untuk

dilakukannya

transformasi dengan isolasi DNA.


1983

Hibidisasi sitoplasma antargenus pada tanaman bit dan


Brassica napus

1984

Transformasi sel tanaman dengan DNA plasmid

1985

Infeksi dan transformasi potongan daun dengan


Agrobacterium tumefaciens dan regenerasi tanaman
yang mengalami transformasi
Sejak tahun 1980-an sampai sekarang, teknik kultur

jaringan tanaman sudah berkembang sangat pesat di seluruh


Bahan Ajar Kultur Jaringan

16

penjuru dunia sehingga sulit untuk dipantau. Terlebih lagi,


banyak terobosan yang memiliki nilai komersial tinggi yang
diciptakan

oleh

institusi-institusi

riset

pada

berbagai

perusahaan besar yang tidak dipublikasikan. Pemanfaatan yang


nyata dari teknik tersebut, disamping untuk perbanyakan
tanaman,

juga

engineering)

di

untuk

bidang

rekayasa

perbaikan

mutu

genetika

(genetic

genetika

tanaman

pertanian. Sudah banyak varietas, bahkan spesies baru yang


diciptakan melalui teknik fusi protoplas. Demikian pula dengan
aplikasi teknik tersebut pada eliminasi penyakit, terutama
penyakit virus dan produksi metabolit sekunder dengan
bantuan Agrobacterium sudah menjadi teknik yang rutin
dilakukan oleh para pakar di berbagai penjuru dunia, termasuk
Indonesia. Hanya saja aplikasi teknik kultur jaringan untuk
pelestarian plasma nutfah tampaknya masih harus menempuh
perjalanan

panjang

untuk

sampai

pada

sasaran

yang

diharapkan.
B. Terminologi
Kultur jaringan (tissue culture) sampai saat ini
digunakan

sebagai

suatu

istilah

umum

yang

meliputi

pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang


umumnya tembus cahaya. Sering kali kultur aseptik disebut
Bahan Ajar Kultur Jaringan

17

juga kultur in vitro yang artinya sebenarnya adalah kultur di


dalam gelas.
Pemahaman

terhadap

istilah-istilah

yang

sering

digunakan dalam kultur in vitro merupakan suatu hal yang


sangat mendasar. Istilah-istilah yang sering digunakan dalam
kultur jaringan adalah sebagai berikut;
1. Bahan tanam yang digunakan dalam kultur jaringan
biasanya disebut dengan eksplan.
2. Kalus; a) suatu jaringan yang tersusun oleh sel-sel
terdediferensiasi yang umumnya dihasilkan oleh jaringan
yang luka atau kultur jaringan pada media yang berisi
auksin tertentu, atau b) pertumbuhan aktif massa sel yang
belum dan terdiferensiasi dan tidak terorganisir yang
berkembang dari jaringan luka atau kultur jaringan yang
ditanam pada media dengan tambahan zat pengatur
tumbuh.
3. Dalam kultur jaringan sering dilakukan pemindahan
eksplan dari media I (untuk induksi kalus) ke media II
(media untuk induksi organ tunas dan akar). Pemindahan
eksplan dari media satu ke media lain (baik jenis medianya
sama atau lain) dikenal dengan istilah sub kultur.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

18

4. Setiap masa inkubasi disebut passage. Passage pertama


adalah sub kultur pertama dari jaringan yang terbentuk dari
eksplan awal.
5. Bahan yang diambil pada setiap sub kultur disebut
inokulum.
6. Kultur asenik adalah kultur dengan hanya satu macam
organisme yang diinginkan.
7. Eksplan yang ditanam pada media tumbuh yang tepat,
dapat

beregenerasi

melalui

proses

yang

disebut

organogenesis atau embriogenesis. Oraganogenesis adalah


proses terbentuknya organ-organ seperti pucuk dan akar.
8. Pucuk yang terbentuk pada tempat yang ukan jaringan
asalnya (origin) yang biasa disebut pucuk adventif. Seperti
pucuk yang terbentuk dari kalus, hipokotil, kotiledon, dan
akar.
9. Embriogenesis adalah proses terbentuknya embrio somatik
10. Embrio somatik (nonzygotic embryo) adalah embrio yang
bukan berasal dari zigot, tetapi dari sel tubuh tanaman.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

19

11. Bila embrio terbentuk dari kultur anther atau mikrospora


disebut androgenesis, bila berasal dari ovari yang belum
mengalami fertilisasi disebutgynogenesis.
12. Anakan tanaman yang telah lengkap memiliki organ daun,
batang dan akar hasil kultur jaringan disebut planlet
(plantula).
13. Plantula yang akan dipindah ke lapangan dan diperlakukan
sebagai bibit, harus mengalami masa adaptasi dari kultur
heterotropik menjadi kultur autotropik. Masa adaptasi
plantula disebut dengan aklimatisasi.
14. Pucuk-pucuk yang terbantuk dari jaringan kalus, terutama
yang sudah mengalami sub kultur, dapat bervariasi. Variasivariasi ini disebut variasi somaklonal. Penyebab variasi ini
belum diketahui dengan pasti, ada kemungkinan variasi ini
sudah ada dalam eksplan asal karena sifat kromosom
mosaik dalam sel-sel somatik ataupun terjadi akibat
lingkungan di dalam kultur.
15. Salah satu variasi yang terjadi adalah tanaman yang
aneuploid yaitu tanaman yang jumlah kromosommya 2n-1
atau 2n+1.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

20

16. Sel-sel dalam kalus atau sel-sel dari jaringan daun siisolasi
dengan

perlakukan

memperoleh

enzim

protoplasma.

meupakan

bahan

untuk

Protoplasma-protoplasma

diperoleh dengan menghilangkan dinding sel dengan


bantuan

enzim-enzim

cellulase,

hemicellulase

dan

pektinase. Propoplasma kemudian dapat dipaksa untuk


saling menempel dan bersatu membentuk suatu fusi sel.
Proses ini merupakan bidang pemulaiaan yang disebut
hibridisasi genetik.
17. Hasil gabungan dua atau lebih protoplasma yang berbeda
jenis

dengan

inti-intinya

dikenal

dengan

istilah

heterokarion.
18. Bila hanya sitoplasma yang bergabung maka disebut
cybrid.

C. Prinsip Dasar
Kultur jaringan sesuai dengan definisinya sebagai
teknik budidaya sel, jaringan, dan organ tanaman dalam suatu
lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik atau
bebas mikroorganisme, mengandung dua prinsip dasar yang
Bahan Ajar Kultur Jaringan

21

jelas yaitu; 1) Bahan tanam yang bersifat totipoten dan 2) budi


daya yang terkendali.
1) Bahan tanam yang bersifat totipotensi.
Konsep dasar ini adalah mutlak dalam pelaksanaan
kegiatan kultur jaringan karena hanya dengan sifat totipotensi
ini, sel, jaringan, organ yang digunakan akan mapu tumbuh dan
berkembang sesuai arahan dan tujuan budidaya in vitro yang
dilakukan. Umumnya sifat totipotensi lebih banyak dimiliki
oleh bagian tanaman yang masih juvenil, muda, dan banyak
dijumpai pada daerah-daerah meristem tanaman. Tetapi tidak
menutup kemungkinan bagian tanaman yang sudah dewasa
bila mendapat lingkungan yang cocok akan bertotipotensi
sehingga mampu tumbuh dan berkembang. Pada keadaan
tersebut bisa terjadi karena pada keadaan in vitro tanaman
mampu melakukan aktifitas dediferensiasi yaitu proses
perkembangan balik dari bagian dewasa tanaman menjadi
sekolompok sel yang terus menerus membelah (disebut kalus)
atau bisa pula menjadi zigot. Selain itu juga dapat terjadi
rediferensiasi yaitu proses tumbuh dan berkembangnya
kembali kalus atau zigot tersebut tumbuh dan berkembang
membentuk spesialisasi ke arah terbentuknya akar, daun atau
tunas hingga menjadi tanaman lengkap.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

22

Kondisi totipotensi bahan tanam antara satu tanaman


dengan tanaman yang lain sangat berbeda, bahkan perbedaan
juga mungkin terjadi pada satu tanaman yang sejenis.
Perbedaan dalam hal cara, waktu dan musim pengambilan
bahan tanam juga memberi pengaruh pada keberhasilan
kegiatan kultur jaringan. Penanganannya ada yang mudah dan
adapula yang sangat sulit. Yang banyak dilakukan dan
dianggap relatif mudah misalnya tanaman wortel, beberapa
jenis anggrek, bawang, tembakau, pisang. Beberapa yang
dikenal sulit misalnya mangga, salak, bambu dan tanaman lain
yang umumnya mengandung fenolat tinggi atau bisa juga
rendah kemampuan berdiferensiasi dan rediferensiasinya.
Bahan tanam yang sementara ini umum digunakan
dalam kegiatan kultur jaringan dan sering terbukti dapat
tumbuh dan berkembang adalah:
i)

Sel, bahan ini biasanya ditanam dalam bentuk


suspensi dengan kepadatan yang telah ditentukan.
Paling umum sel-sel ini diambil dari kalus, agar
membentuk agregat kecil atau sel tunggal maka kalus
dimasukkan

dalam

media

cair

kemudian

disentrifugasi berulang atau bisa juga dengan


prosedur enzimatik.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

23

ii)

Protoplas, bahan ini biasanya juga ditanam dalam


bentuk suspensi dengan kepadatan yang telah
ditentukan. Mesofil daun, teras batang, kalus adalah
bagian tanaman yang umum dipakai sebagai sumber
propolas. Untuk mendapatkan suspensi protoplas
harus digunakan medium yang mengandung enzim
(enzimztic

medium),

proses

pencucian

dengan

medium pencuci (washing medium), sentrifugasi dan


kemudian purifikasi.
iii)

Jaringan
tanaman

meristem,
yang

pertumbuhan.

Ciri

adalah

terdapat
jaringan

merupakan
pada
ini

jaringan

daerah-daerah
tersusun

oleh

sekelompok sel yang terus menerus membelah,


sehingga belum ada spesialisasi bentuk dan fungsi
dari sel-sel yang menyususnnya. Pada derah apikal
meristem ada daerah yang sangat kecil terdiri dari selsel yang sangat progresif sebagai titk pertumbuhan
dan dikenal sebagai meristem dome. Meristem ini
hanya dapat diisolasi di bawah mikroskop dan
terbukti baik sebagai bahan untuk mendapat tanaman
yang bebas bakteri dan virus.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

24

iv)

Kalus, adalah merupakan masa sel yang aktivitas


pembelahannya

tidak

terkendali

dan

belum

terdiferensiasi. Sel-sel ini secara alamiah muncul dan


tumbuh akaibat proses perlakuaan atau akibat
perlakuan tertentu dalam kultur jaringan. Bahan ini
sangat potensial untuk digunakan dalam berbagai
kegiatan kultur lanjutan.
v)

Organ, bahan ini adalah bahan yang paling umum


digunakan dalam kegiatan kultur jaringan. Bahan ini
meliputi: daun, batang, akar, biji, tunas, embrio, anther,
kepala sari, dan lain sebagainya. Bahan-bahan ini ada
yang memang langsung digunakan untuk mendapatkan
produk yang diinginkan tetapi ada juga yang hanya
digunakan sebagai bahan kultur awal sehingga hanya
sebagai jalan untuk mendapatkan organ juvenil, atau
kalus yang umumnya relatif bersifat meristematik dan
steril.

2) Budidaya yang terkendali.


Sifat bahan yang totipotensi saja tidak cukup intuk
kesuksesan kegiatan kultur jaringan. Keadaan media tempat
tumbuh, lingkungan yang mempengaruhinya (kelembaban,
Bahan Ajar Kultur Jaringan

25

temperatur, cahaya) serta keharusan sterilitas adalah hal mutlak


yang harus terkendali.
Konsep dasar yang kedua ini harus difahami benar.
Informasi mengenai kultur yang akan dilakukan harus banyak
dicari. Mulai dari media dasar apa yang digunakan, perlu
modifikasi atau tidak, bagaimana komponen dan takaran
vitamin yang ditambahkan, mau padat atau cair, akan ada
perlakuan hormon atau tidak, berapa konsentrasi yang
digunakan, hormon tunggal atau kombinasi, berapa pH media,
seberapa banyak akan dibuat dan lain sebagainya. Pertanyaanpertanyaan seperti ini layak dilakukan dan harus dicari
jawabannya sebelum melangkah pada kegiatan teknisnya.
Agar pengaruh lingkungan terkendali maka harus
ditentukan bagaimana pencahayaan yang diperlukan, baik dari
intensitas maupun periodisasi pencahayaannya. Pastikan dan
catat fluktuasi perubahan temperatur ruangan kultur, sesuaikan
dengan kebutuhan yang diperlukan. Pada laboratoriumlaboratorium

yang

maju

pengadaan

generator

untuk

mengantisipasi terjadinya gangguan aliran listrik umumnya


sangat prioritas. Sedangkan untuk menjamin sterilitaskegiatan
kultur jaringan yang terdiri dari sterilitas bahan tanam, media

Bahan Ajar Kultur Jaringan

26

tanam, alat-alat, ruang tabur, laminar air flow, ruang inkubator,


ruang kultur dan lain-lain dilakukan secara spesifik.
Untuk bahan tanam umumnya sterilisasi dilakukan
dengan menggunakan bahan kimia misalnya: alkohol, kalsium
hipoklorit, Natrium hipoklorit, Hidrogen peroksida, Merkuri
klorid, Fungisida, Bakterisida, Betadin, Bayclin. Konsentrasi
yang digunakan dan lamanya perendaman antara satu dengan
yang alinnya

berbeda-beda, ada yang digunakan pada

konsentrasi yang rendah karena sangat beracun (mercury


clorid) hanya

diperlukan 0,1-0,2 persen dengan lama

perendaman 10-20 menit. Sedangkan alkohol yang diperlukan


berkonsentrasi 70 % dan lama perendamannya hanya hingga
1 menit saja. Namun demikian penentuan sterilan, konsentrasi
dan lamanya perendaman ditentukan oleh keadaan dari bahan
tanam. Seringkali diperlukan kajian tersendiri untuk dapat
menentukan

bahan

sterilan,

konsentrasi

dan

lamanya

perendaman. Tahapan ini penting menjadi perhatian karena


kecorobohan akan membawa keadaan bahan tanam tidak steril
atau rusak hingga tidak tumbuh.
Untuk sterilisasi peralatan dan media yang hendak
dipakai biasanya dilakukan dengan menggunakan alat yang
disebut Autoclave. Alat ini bekerja atas dasar temperatur dan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

27

tekanan. Ada yang kerjanya menggunakan listrik dan ada pula


yang menggunakan kompor gas. Temperatur yang digunakan
untuk sterilisasi adalah 121 C dengan tekanan antara 15 18
psi (pounds per squar inch) selama 15 menit. Sedangkan
sterilisasi ruang transfer/penabur, ruang inkubasi, ruang kultur
umumnya dilakukan dengan menggunakan sinar ultra violet.
Khusus untuk laminar air flow biasanya sebelum penggunaan
dibersihkan dengan alkohol 70 % kemudian lampu ultra violet
dinyalakan selama 1 2 jam.
Perpaduan prinsip bahan tanam yang totipoten dan
budidaya yang terkendali harus pula diimbangi penguasaan
teknik prosedur kerja yang baik. Kehati-hatian, kecermatan,
kketekunan dan usaha preventif menjaga kemungkinan
terjadinya kontaminasi adalah sikap yang sangat penting
dikembangkan dalam kegiatan ini.
D. Tipe-Tipe Kultur Jaringan
Dalam pelaksanaannya teknik kultur jaringan dijumpai
beberapa tipe sebagai berikut;
i)

Kultur biji (seed culture), merupakan budidaya yang


bahan tanamnya menggunakan biji atau seedling

Bahan Ajar Kultur Jaringan

28

ii)

Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya


yang bahan tanamnya menggunakan organ seperti;
ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian
daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku
batang, akar dll

iii)

Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur


yang menggunakan jaringan (sekumpulan sel)
biasanya

berupa

jaringan

parenkim

sebagai

eksplannya.
iv)

Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah


kultur yang menggunakan media cair dengan
pengecokan yang terus menerus menggunakan
shaker dan menggunakan sel atau agregat sel
sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan yang
digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.

v)

Kultur protoplasma, eksplan yang digunakan adalah


sel

yang

telah

dilepas

bagian

dindingnya

menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan


pada media padat dibiarkan agar membelah diri dan
membentuk

dinding

selnya

kembali.

Kultur

protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi


Bahan Ajar Kultur Jaringan

29

somatik atau fusi sel soma (fusi dua protoplas baik


intraspesifik maupun interspesifik)
vi)

Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari


bagian

reproduktif

sari/anther

(kultur

tanaman

yakni:

anther/kultur

kepala

mikrospora),

tepungsari/pollen (kultur pollen), ovule (kultur


ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.
Kultur in vitro memiliki peranan yang sangat penting
untuk mendapatkan hasil-hasil yang tidak mungkin dicapai
melalui kultur in vivo. Berikut ini disajikan aplikasi sejumlah
metode kultur jaringan beserta tujuan dari aplikasi tersebut
sebagaimana diuraikan oleh Pierik 1997 (dalam Zulkarnain,
2009).
Beberapa tipe kultur dan tujuannya berdasarkan macam
jaringan atau organ yang digunakan
Tipe Kultur
Kultur embrio

Tujuan
-

Mempersingkat siklus pemuliaan


tanaman

Mengatasi aborsi embrio

Mengatasi inkompatibilitas

Bahan Ajar Kultur Jaringan

30

Sebagai sumber pembentukan


kalusw

Kultur biji anggrek -

Mempersingkat siklus pemuliaan

Kultur meristem

simbiosis

Meniadakan kompetisi dengan


mikroorganisme lain

Eliminasi patogen
cendawan, dan bakteri)

Perbanayakan vegetatif pada


anggrek melalui protocorm-like bodies
(plb)

Perbanyakan klon tanaman selain


anggrek

Penyimpanan tanaman bebas


penyakit

Pengangkutan fotosintat

Koleksi plasma nutfah

Kultur tunas dan buku tunggal

Menggantikan
(mikoriza)

(virus,

Perbanyakan anggrek
Percabangan aksilar sebagai
sarana perbanyakan klon tanaman
Kreopreservasi untuk membuat bank gen

Bahan Ajar Kultur Jaringan

31

Kultur

eksplan -

tanpa buku

Pembentukan organ vegetatif


untuk perbanyakan klon tanaman

Mendapatkan tanaman bebas


penyakit

Isolasi mutan

Mengatasi masalah kimera

Mendapatkan poliploidi

Kultur kalus dan suspensi sel

Perbanyakan klon tanaman


melalui pembentukan organ dan embrio

Regenerasi

varian-varian

genetika
-

Mendapatkan tanaman bebas


virus

Sebagai sumber untuk produksi


protoplas

Sebagai
untukkreopreservasi

bahan

Produksi metabolit sekunder

Biotransformasi

Kultur anthera dan - Produksi


tanaman
haploid
mendapatkan tanaman homozigot
mikrospora

awal

dan

- Sebagai titik awal untuk induksi mutasi


Bahan Ajar Kultur Jaringan

32

- Mendapatkan tanaman mandul yang


semuanya berjenis kelamin jantan
- Sebagai sarana manipulasi genetika
- Melakukan pemuliaan
ploidi yang rendah
Kultur ovul

pada

tingkat

Mengatasi inkompatibilitas

Mengatasi absisi bunga yang


terlalu dini

Mendapatkan pembuahan secara


in vitro

Kultur protoplas

Hibridisasi somatik (melalui fusi


protoplas)
Penciptaan hibrida sel (cybrid)
Pencangkokan inti, kromosom
dan organel-organel sel
Penelitian transformasi

Regenerasi

varian-varian

genetika
Kultur sel, jaringan Sebagai sarana pada penelitian penyakit
tanaman:
dan organ
-

Penetrasi dan replikasi virus

Kultur parasit obligat

Bahan Ajar Kultur Jaringan

33

Interaksi inang-parasit
Kultur
potongan akar)

nematoda

(kultur

Pengujian fitotoksin

Penelitian pembentukan nodul

Sebagai sarana pada penelitian fisiologi


tanaman:
-

Penelitian siklus sel

Metabolisme tanaman

Penelitian nutrisi

Penelitian
perkembangan

morfogenetik

dan

2.2 Tugas
Setiap mahasiswa diberi tugas melacak pada berbagai sumber
mangenai

sejarah

dan

prospek

kultur

jaringan.

Menginventarisisr dalam buku tugas berbagai terminologi yang


dijumpai dalam kultur jaringan.
2.3 Latihan

Bahan Ajar Kultur Jaringan

34

Untuk memperdalam pemahaman Saudara tentang


materi yang diuraikan di atas, maka kerjakanlah soal-soal
latihan di bawah ini :
1.

Buatlah tabel yang terdiri atas dua lajur;


jalur sebelah kiri berisi daftar jenis kultur jaringan
tumbuhan, dan jalur sebelah kanan sebagai pasangannya
berisi uraian tentang tujuan dari masing-masing jenis kultur
tersebut

2.

Disamping jenis dan tujuan seperti yang


anda buat pada latihan nomor satu, maka tipe kultur
jaringan dapat pula didasrkan pada macam jaringan atau
organ yang digunakan sebagai eksplannya. Tuliskan
kembali minimal 3 tipe diantaranya yang palinganda
ketahui.

3. Penutup
3.1 Rangkuman
Ruang lingkup kajian kultur jaringan dapat dibagi menjadi dua
yaitu; yang pertama dasar-dasar kultur jaringan yang
mempelajari aspek dasar kultur jaringan meliputi pengertian,
sejarah, perkembangan, konsep dasar, laboratorium, media,
nutrisi, karakterisasi bahan tanam, prosedur umum, problem
umum,

respon

fisiologi

seperti

Bahan Ajar Kultur Jaringan

organogenesis

dan
35

embriogenesis, interaksi hormonal. Sedangkan yang kedua


teknik kultur jaringan yang mengkaji tentang konsep dasar dan
prosedural teknik-teknik kultur jaringan yang ada misalnya;
kultur organ, kultur jaringan, kultur meristem, kultur kalus,
kultur sel, kultur protoplas, fusi protoplas, artificial seed, mikro
stek, mikro grafiting dan lain-lain.
Kultur jaringan sesuai dengan definisinya sebagai
teknik budidaya sel, jaringan, dan organ tanaman dalam suatu
lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik atau
bebas mikroorganisme, mengandung dua prinsip dasar yang
jelas yaitu; 1) Bahan tanam yang bersifat totipoten dan 2) budi
daya yang terkendali.
Bahan tanam yang sementara ini umum digunakan
dalam kegiatan kultur jaringan dan sering terbukti dapat
tumbuh dan berkembang adalah: sel, protoplas, jaringan
meristem, kalus, organ.
Dalam pelaksanaannya teknik kultur jaringan dijumpai
beberapa tipe yaitu; kultur biji (seed culture), kultur organ
(organ culture), kultur suspensi sel ( suspension culture), kultur
protoplasma dan kultur haploid. Disamping itu dikenal pula
tipe kultur berdasarkan macam jaringan atau organ yang
digunakan yaitu; kultur embrio, kultur biji anggrek, kultur
Bahan Ajar Kultur Jaringan

36

meristem, kultur tunas dan buku tunggal, kultur eksplan tanpa


buku, kultur kalus dan suspensi sel, kultur anthera dan
mikrospora, kultur ovul, dan sebagainya.
3.2 Tes Formatif
Untuk memperdalam pemahaman Saudara tentang
materi yang diuraikan di atas, maka kerjakanlah soal-soal di
bawah ini :
1. Ada beberapa terminologi yang penting untuk diketahui
dan difahami dalam kultur jaringan, jelaskan 3 diantaranya
yang anda ketahui.
2. Kultur jaringan mempunyai 2 prinsip dasar, jelaskan kedua
prinsip tersebut
3. Sebutkan tipe-tipe kultur berdasarkan macam jaringan atau
organ yang digunakan sebagai eksplan, minimal 3 tipe!
3.3. Kunci Jawaban
Jika anda menemui kesulitan dalam menjawab test formatif di
atas, gunakan petunjuk berikut
1. Menjawab pertanyaan ini lihat kembali uraian tentang
beberapa terminologi dalam kultur jaringan

Bahan Ajar Kultur Jaringan

37

2. Jawaban pertanyaan ini jelas ada di uraian tentang prinsip


dasar kultur jaringan.
3. Anda akan mudah menjawab pertanyaan ini jika anda
membuat latihan nomor dua
Tindak Lanjut
1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test
formatif di atas, ia dapat melanjutkan mempelajari lanjutan
perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini
merupakan dasar untuk memahami juraian pada bab-bab
selanjutnya.
2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka
danjurkan:
a) Mempelajari kembali dari awal bahasan di
atas;
b) Konsultasi dengan asisten dan dosen.
Kepustakaan
1. Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur Jaringan
Tanaman, UMM Press. Malang
2. Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan, Depdiknas
3. Suryowinoto, 1993,

Pemuliaan Tanaman Secara In

Vitro, UGM, Yogyakarta Publishing


Bahan Ajar Kultur Jaringan

38

4. Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi


Aksara, Jakarta
Senarai
- Ekasplan: Bahan tanam yang digunakan dalam kultur
jaringan .
- Kalus; a) suatu jaringan yang tersusun oleh sel-sel
terdediferensiasi yang umumnya
dihasilkan oleh jaringan yang luka atau kultur
jaringan pada media yang
berisi auksin tertentu,
b) pertumbuhan aktif massa sel yang belum dan
terdiferensiasi dan tidak
terorganisir yang berkembang dari jaringan luka
atau kultur jaringan yang
ditanam pada media dengan tambahan zat pengatur
tumbuh.
- Sub kultur: pemindahan eksplan dari media I (untuk induksi
kalus) ke media II (media
Bahan Ajar Kultur Jaringan

39

untuk induksi organ tunas dan akar). Pemindahan


eksplan dari media satu
ke media lain (baik jenis medianya sama atau
lain) dikenal dengan istilah
sub kultur.
- Inokulum: Bahan yang diambil pada setiap sub kultur
- Kultur asenik: Kultur dengan hanya satu macam organisme
yang diinginkan.
- Oraganogenesis: proses terbentuknya organ-organ seperti
pucuk dan akar.
- Pucuk adventif: pucuk yang terbentuk pada tempat yang ukan
jaringan asalnya (origin)
yang biasa .Seperti pucuk yang terbentuk dari kalus,
hipokotil, kotiledon, dan akar.
- Embriogenesis: proses terbentuknya embrio somatik.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

40

BAB II
LABORATORIUM DAN ALAT TEKNIK KULTUR
JARINGAN
2.1 Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat
Bab ini membahas tata ruang laboratorium kultur
jaringan serta penjelasan mengenai peruntukan masing-masing
ruangan, pengenalan alat-alat yang umum digunakan dalam
pekerjaan kultur jaringan.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

41

B. Relevansi
Pengetahuan dan pemahaman tentang laboratorium dan
alat yang lazim digunakan dala bab ini akan menunjang
pelaksanaan

seluruh

kegiatan

dalam

laboratoriumkultur

jaringan.. Pemahaman mahasiswa tentang laboratorium dan


peralatannya ini akan menentukan hasil kerja teknis mereka
dalam aplikasi teknik kultur jaringan
C. Tujuan Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan tata ruang laboratorium kultur jaringan tanaman
yang ideal, serta menganali dengan baik alat-alat yang umum
digunakan dalam pekerjaan kultur jaringan tanaman
2.2 Penyajian Materi
A. Laboratorium Kultur Jaringan.
Dalam kultur jaringan, pertumbuhan eksplan atau
inokulum diusahakan dalam lingkungan aseptik dan terkendali.
Implikasi dari keadaan ini adalah bahwa setiap langkah dalam
pelaksanannya

harus

dilakukan

dalam

laboratorium.

Laboratorium yang efektif merupakan salah Satu unsur penting


yang ikut menentukan keberhasilan suatu kegiatan, baik untuk
keperluan penelitian, maupun produksi. Laboratorium kultur
Bahan Ajar Kultur Jaringan

42

jaringan sebaiknya mempunyai pembagian ruangan yang diatur


sedemikian rupa sehingga setiap kegiatan terpisah satu dengan
yang lainnya, tetapi juga saling berhubungan dan mudah
dicapai.
Penataan

ruangan

dalam

laboratorium,

dikaitkan

dengan langkah-langkah dalam prosedur kultur jaringan dan


alat-alat yang diperlukan. Kegiatan kultur jaringan di dalam
laboratorium, dibagi dalam 3 kelompok yaitu; (1) Persiapan
media dan bahan tanam, (2) Isolasi dan Penanaman, (3)
Inkubasi dan penyinaran kultur.
Masing-masing kegiatan harus terpisah satu dengan
yang lainnya, dengan peralatan yang tersendiri, karena
kegiatan-kegiatan tersebut, maka ruangan yang dibutuhkan
adalah:
1.

Ruang persiapan dan ruang stok

2.

Ruang isolasi dan penanaman

3.

Ruang Kultur

4.

Ruang Kantor

5.

Ruang mikroskop atau ruang


analisa.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

43

Ruang kultur biasanya merupakan ruang yang terbesar


dari ruang laboratorium dan harus dipikirkan kemungkinan
perluasan. Ruang persiapan dan ruang transfer tergantung dari
jumlah dan besar alat-alat, sedang ruang stok merupakan
ruangan terkecil dan tergantung dari macam pekerjaan,
kadang-kadang dibutuhkan ruang mikroskop dan/atau ruang
analisa. Ukuran tiap ruangan sangat tergantung dari: a) alat-alat
yang dipergunakan, (b) jumlah personalia yang terlibat, (c)
tujuan pekerjaan, (d) kapasitas produksi, (e) biaya yang
tersedia.
Ruangan laboratorium harus dijaga tetap bersih, serta
bebas dari hewan kecil seperti tikus dan insek (lalat, semut,
kecoa dan lain-lain). Sarana dasar seperti : aliran listrik yang
cukup, air yang lancar, dan gas, merupakan perlengkapan yang
dapat dikatakan harus dimiliki.
Ruang ini merupakan bagian pusat kegiatan laboratories
dimana sebagian besar aktifitas kegiatan dikerjakan diruang ini.
Aktifitas-aktifitas

yang

dikerjakan

disini

antara

lain

mempersipakan media kultur dan bahan tanaman yang akan


dipergunakan, sebagai tempat mencuci alat-alat laboratorium
dan tempat menyimpan alat-alat gelas. Fasilitas yang
dibutuhkan dalam ruangan ini adalah meja tempat meletakkan

Bahan Ajar Kultur Jaringan

44

alat-alat pemanas, meja untuk alat-alat timbang, meja untuk


bekerja dan tempat mencuci.
Persiapan

media

meliputi

penimbangan

bahan,

pengenceran media, penuangan ke dalam wadah kultur dan


sterilisasi. Persiapan bahan tanaman meliputi pencucian
kotoran-kotoran dari lapangan, pembuangan dan pemotongan
bagian-bagian yang tidak diperlukan serta perlakuan awal
untuk mengurangi sumber kontaminasi yang ada pada
permukaan bahan tanaman.
1. Fasilitas Laboratorium Kultur jaringan
Fasilitas laboratorium kultur jaringan di bagi dalam
beberapa bagian yang fungsinya satu sama lainnya berbedabeda dan persyaratannya pun berbeda-beda pula. Laboratorium
kultur jaringan harus dirancang secara khusus. Karena ada
bagian-bagian atau ruangan-ruanagn yang harus dalam suasana
steril atau bebas mikroba.
Ruang-ruang dalam kultur jaringan di kelompokkan
menurut macam kegiatanyang ada di dalamnya,, yaitu sebagai
berikut:
A. Ruang Tidak Steril
* Ruang Tamu.
Dalam laborsatorium kultur jaringan sebaiknya
dilengkapi

dengan

ruang

Bahan Ajar Kultur Jaringan

tamu,

karena

biasanya
45

laboratorium kultur jaringan selalu di datangi tamu baik


tamu yang ingin melihat sarana dan suasana laboratorium
maupun tamu ingin membeli hasil biakan kultur jaringan.
* Ruang Administrasi.
Segala surat-menyurat tentang pembelian alatalatlboratorium, pembelian media kultur jringan, penjualan
bibit-bibit hasil biakan kultur jaringan, dan transaksitransaksi ataupun perjanjian-perjanjian kerja sama tentang
penelitian dilaksanakan di dalam ruangan administrasi.
* Ruang Staf
Laboratorium kultur jaringan membutuhkan staf
peneliti dalam jumlah banyak, tujuannya adalah agar dapat
di adakan pembagian kerja sesuai dengan spesialisasinya
masing-masing. Di dalam ruang staf ini dapat pula di
lakasanakan diskusi antar staf pada waktu berkumpul
bersama.
* Kamar Mandi dan WC.
Ruang kultur jaringan harus dalam suasana bersih untuk
menghindari kontaminasi oleh mikroba. Bila pekerja akan
memasuki ruangan penabur atau ruang inkubator, tubuh dan
pakaiannya harus bersih, tidak berkeringat dan tidak
berdebu. Untuk inilah kamar mandi dan wc perlu diadakan.
* Ruang Ganti Pakaian.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

46

Untuk menghindari timbulnya kontaminasi oleh


mikroba, maka para karyawan di dalam laboratorium
kultur jaringan perlu memakai pakaian yang bersih, dalam
arti baru di cuci. Oleh karena itu dalam ruangan kultur
jaringan perlu di adakan ruang ganti pakaian.
* Ruang Tempat Penyimpanan Bahan Kimia dan Alat-alat
dari Gelas
Komponen bahan kimia penyusun media kultur
jaringan sangat banyak macamnya. Oleh karena itu,
penyimpanannya memerlukan pengaturn yang khusus
supaya mudah mecarinya. Penyimpanan yang tidak teratur
akan mempelambat dalam pekerjaan, misalnya dalam
mencari salah sau komponen media saja membutuhkan
waktu yang lama. Bahan kimia yang mahal harganya
seperti hormon tumbuh dan enzim untuk isolasi protoplas
harus disimpan dala ruangan yang sejuk. Alat-alat dari
gelas seperti erlenmeyer, gelas ukurdan alat gelas lainnya
perlu disimpan dalam almari tersendiri.

* Ruang Preparasi.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

47

Di dalam ruangan ini disediakan peralatan dan


tempat untuk mencuci alat-alat laboratorium yang akan
digunakan. Peralatan yang ada antara lain keranjangkeranjang plastik untuk tempat peralatan yang baru dicuci.
* Ruang Penimbangan dan Sterilisasi.
Bermacam-macam media kultur jaringan dijual
dalam bentuk kemasan dengan harga yang relatif mahal.
Oleh karena itu, staf labolatorium lebih senang meramu
sendiri
demikian

medium

tanam

yang

dibutuhkannya.dengan

dibutuhkan lat untuk menimbang semua

komponen bahan kimia tersebut. Misalnya menimbang


bahan kimia makro dan mikro.
* Rumah Kaca (Green House)
Rumah kaca adalah suatu bangunan yang atap dan
sekeliling dinding bagian atasnya terbuat dari kaca. Tujuan
penyediaan rumah kaca adalah untuk tempat meletakkan
pot-pot bibit tanaman, baik bibit yang akan dijadikan
bahan kultur jarinang maupun bibit hasil dari kultur
jaringan yang sudah siap djual atau dipelihara sendiri.
B. Ruang Tidak Mutlak Steril
* Ruang Planlet.
Ruangan ini menggunakan alat pendingi (AC), maka
temperatur ruangan dapat mencapai sekitar 25O C
sehingga ideal bagi pertumbuhan planlet. Botol-botol yang
Bahan Ajar Kultur Jaringan

48

berisi planlet jumlahnya dapat mencapai ratusan. Oleh


sebab itu, dalam ruangan ini perlu disediakan rak-rak
alumunium

yang

dasarnya

berlobang-lobang

untuk

meletakkan botol-botol tersebut secara teratur dan rapi.


* Ruang Inkubator.
Eksplan yang sudah ditanam dalam media kultur
jringan perlu dipantau pertumbuhannya setiap hari. Untuk
pemantauan ini perlu ruangan khusus yang keadaannya
lebih steril dari ruang planlet, yaitu ruang inkubator. Ruang
inkubator harus memiliki suhu kurang lebih 25OC dan
harus dilengkapi dengan lampu-lampu neon, karena
eksplan yang ditumbuhkan dalam ruangan inkubasi
membutuhkan temperatur dan cahaya yang dapat diatur
dan disesuaikan dengan jenis eksplannya.
* Ruang Shaker dsn Enkas.
Eksplan yang baru ditanam dan diinkubasikan dalam
ruang inkubator akan menghasilkan kalus. Bila kalus ini
cukup umur, maka dapat diperlukan suspensi sel, yaitu
menumbuhkan

suatu

eksplan

atau

kalus

dengan

menggunakan media cair (media yang tidak menggunakan


zat pemadat atau agar), kemudian digojok di atas shaker.
Hasil pertumbuhan kalus ini adalah berupa
protokormus atau dalam istilah asing disebut plb
(protocorm like bodies). Bentuk protocormus adalah bulatbulat padat dan berwarna hijau. Bila keadaan protocormus
Bahan Ajar Kultur Jaringan

49

sudah keadaan demikian maka sudah siap dipindahkan


kedalam media padat untuk di tumbuhkan menjadi planlet.
Enksa juga sering di letakkan dalam satu ruang
dengan shaker, kegunaan enkas ini sama dengan Laminar
Air Flow Cabinet, yaitu untuk menabur eksplan.
C. Ruang Mutlak Steril.
* Ruang Penabur.
Ruang penabur biasanya di buat dengan ukuran yang
tidak terlalu besar, yaitu 2x3 m2. tujuannya adalah agar
pelaksanaan sterilisasi ruangannya tidak membutuhkan
waktu yang lama dan tidak mengalami kesulitan.
Dinding ruang penabur dilengkapi dengan porselin,
sehingga sterilisasi mudah dilakukan. Sterilisasi ruangan
dilakukan dengan cara menyemprotkan alkohol 96%
dengan hand-sprayer. Sedangkan sterilisasi lantai dengan
menggunakan kain pel yang dibasahi alkohol 96%.
Sterilisasi ini mutlak harus dilakukan menjelang ruang
penabur akan digunakan.
Bila saat calon penabur akan memasuki ruangan,
lampu ultra violet harus dimatkan terlebih dahulu
kemudian menyalakan lampu neon biasa dan calon
penabur

diperbolehkan

memasuki

ruangan

tersebut.

Sebaiknya, pada saat akan keluar lampu neon di matikan


dan setelah keluar menutup daun pintu kembali lampu

Bahan Ajar Kultur Jaringan

50

ultra violet dinyalakan. Dengan demikian steril ruangan


2.

dapat dijamin.
Kelengkapan Laboratorium Kultur Jaringan
A. Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)
Alat ini letaknya diruang penabur, yaitu ruang
yang selalu harus dalam keadaan steril. alat ini
digunakan sebagai tahap perlakuan penanaman.
B. Entkas
Merupakan bentuk lama dari alat penabur
(LAFC), maka fungsinya pun sama seperti (LAFC)
C. Shaker (penggojok)
Merupakan alat penggojok yang putarannya dapat
diatur menurut kemauan kita. Penggojok ini dapat
digunakan untuk keperluan menumbuhkan kalus pada
eksplan

anggrek

atau

untuk

membentuk

protokormusatau sering disebut plb (protocorm like


bodies) dari kalus bermacam jaringan tanaman.
D. Autoklaf
Autoklaf adalah alat sterilisasi untuk alat dan
medium kultur jarinang tanaman.
E. Timbangan Analitik
Jenis alat ini bermacam-macam, tetapi yang
penting adalah timbanagn yaang dapat dipergunakan
untuk menimbang sampai satuan yang sangat keil. Alat
ini berfungsi sebagai alat untuk menimbang bahanbahan kimia yang digunakan untuk kultur jaringan.
F. Stirer
Bahan Ajar Kultur Jaringan

51

Alat ini berfungsi untuk menggojok dengan


pemanas. Dengan menggunakan listrik, alat ini
berfungsi

sebagai

kompor

disamping

sebagai

penggojok.
G. Erlenmeyer
Alat ini digunakan dalama kultur jaringan
tanaman sebagai sarana mmenuangkan air suling
maupun untuk tempat media dan penanaman eeksplan.
H. Gelas Ukur
Gelas ukur digunakan untuk menakar air suling
dan bahan kimia yang akan digunakan.
I. Gelas Piala
Alat ini digunakan untuk menuangkan atau
mempersiapkan bahan kimia dan air suling dalam
pembuatan medium.
J. Petridish
Alat ini merupakan semacam jenis gelas piala
yang mutlak dibutuhkan dalam kultur jaringan.
K. Pinset dan Scalpel
Pinset digunakan untuk memegang

atau

mengambil irisan eksplan atau untuk menanam eksplan


L. Lampu Spiritus
Digunakan untuk sterilisasi dissecting kit (skalpel
dan pinset) di dalam laminar air flow cabinet atau di
dalam enkas pada kita mengerjakan penanaman atau
sub-culture.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

52

M. Tabung Reaksi
Alat ini digunakan pada saat mengerjakan isolasi
protoplas dan isiolasi khloroplas.
Peralatan lain yang juga diletakkan dalam ruangan ini
terdiri dari :
1. Timbangan analitik timbangan makro.
2. Refrigerator , Freezer dan desikator.
3. Hot plate yang dilengkapi stirrer atau kompor gas
4. Stirrer dengan magnetic stirrer.
5. Autoklaf vertical atau horizontal.
6. Microwave oven.
7. pH meter.
8. agar dispenser.
9. Oven.
10. Destiltor
11. Water bath yang dilengkapi pengatur temperatur
12. Centrifuge dan Vortex
13. Alat-alat gelas standard, antara lain: labu takar
berbagai ukuran, pipet biasa dan mikro pipet,
erlenmeyer berbagai ukuran (100 ml, 250 ml, 500
ml, 1000 ml), gelas piala berukuran (100 ml, 250
ml, 500 ml, 1000 ml), pengaduk gelas, wadah
kultur : botol, tabung reaksi, cawan petri, gelas
ukur dalam berbagai ukuran.
14. Alat untuk mencuci.
15. Rak-rak pengering.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

53

16. Lemari alat-alat, bahan kimia, serta bahan-bahan


lain (alumunium foil, kertas timbang, karet gelang
dan sebagainya).
17. Alat-alat kecil: spatula, pisau , scalpel dan pinset.
18. Fume hood (ruang asam)
19. Hood tempat penimbangan bahan-bahan yang
carcinogenic.
20. Kereta dorong

(cart)

untuk

memudahkan

pemindahan alat-alat dan media dari ruang satu ke


ruang lainnya.
4. Persyaratan laboratorium Kultur Jaringan
a. Lingkungan ruang kultur
Sangat penting menjaga kebersihan ruang kultur.
Ruang kultur dapat dilengkapi lampu UV yang dihidupkan
selama misalnya 30 menit setiap harinya. Pakaian staf lab
harus selalu bersih. Gunakan perlengkapan tambahan seperti
tutup kepala, face mask dan sarung tangan untuk mencegah
resiko kontaminasi. Ruang yang panas, lembab dan berdebu
memiliki resiko kontaminasi yang lebih besar dibandingkan
ruang sejuk dengan kelembaban rendah dan sedikit debu.
Banyak lab menggunakan AC untuk menjaga suhu ruang
kultur. Jika memungkinkan, pilih AC dengan system yang
tidak memberikan banyak pergerakan air karena transfer
Bahan Ajar Kultur Jaringan

54

mikroorganisme memalui aliran udara merupakan sumber


kontaminan umum.
b. Persyaratan Lokasi
Laboratorium kultur jaringan hendaknya jauh dari
sumber polusi, dekat dengan sumber tenaga listrik dan air.
Untuk menghemat tenaga listrik, ada baiknya bila laboratorium
kultur jaringan ditempatkan di daerah tinggi, agar suhu ruangan
tetap rendah.
c. Kapasitas Labotarium
Ukuran laboratorium tergantung pada jumlah bibit yang
akan diproduksi. Untuk ukuran laboratorium sekitar 250 m2,
bibit yang dapat diproduksi tiap tahun sekitar 400500.000
planlet/bibit, yang dapat memenuhi pertanam- seluas +500800
ha.
Dalam suatu laboratorium minimal terdapat 5 ruangan
terpisah, yaitu gudang (ruang) untuk penyimpanan bahan,
ruang pembuatan media, ruang tanam, ruang inkubasi (untuk
pertunasan dan pembentukan planlet/bibit tanaman) dan rumah
kaca.
d. Peralatan dan Bahan Kimia
Untuk memproduksi bibit melalui kultur jaringan
peralatan minimal yang perlu disediakan adalah: laminar air
flow, pinset, pisau, rak kultur, AC, hot plate + stirer, pH meter,
Bahan Ajar Kultur Jaringan

55

oven, dan kulkas serta bahan kimia (garam makro +


mikro,vitamin, zat pengatur tumbuh, asam amino, alkohol,
clorox).
2.2.

Tugas

Mahasiswa diberi tugas individual membuat rangkuman


tentang laboratorium dan peralatan laboratorium kultur
jaringan. Secara kelompok dengan anggota 3-4 orang
ditugaskan untuk menelusuri pada berbagai sumber tentang,
gambar desain laboratorium

kultur jaringan juga peralatan

dasarnya seperti laminar air flow, shacker dan sebagainya.


2.3.

Latihan

Untuk memantapkan pemahaman anda tentang topik ini maka


lakukanlah latihan berikut:
1. Buatlah denah tentang tata ruang laboratorium kultur
jaringan sambil diberi keterangan karakteristik setiap
ruangannya
2. Buat pula daftar peralatan apa yang harusnya ada di
masing-masing ruangan tersebut
3.

Penutup

3.1 Rangkuman
Bahan Ajar Kultur Jaringan

56

Kegiatan kultur jaringan di dalam laboratorium, dibagi dalam 3


kelompok yaitu; (1) Persiapan media dan bahan tanam, (2)
Isolasi dan Penanaman, (3) Inkubasi dan penyinaran kultur.
Masing-masing kegiatan harus terpisah satu dengan yang
lainnya, dengan peralatan yang tersendiri, karena kegiatankegiatan tersebut, maka ruangan yang dibutuhkan adalah:

Ruang persiapan dan ruang srok

Ruang isolasi dan penanaman

Ruang Kultur

Ruang Kantor

Ruang

mikroskop

atau

ruang

analisa.
Ukuran tiap ruangan sangat tergantung dari: a) alat-alat
yang dipergunakan, (b) jumlah personalia yang terlibat, (c)
tujuan pekerjaan, (d) kapasitas produksi, (e) biaya yang
tersedia.
3.2 Tes Formatif
1. Untuk suatu lab kultur jaringan sederhana, menurut anda
berapa ruang minimal yang

Bahan Ajar Kultur Jaringan

57

dibutuhkan? Uraikan karakteristik dari masing masing ruang


tersebut!
2. Jika lahan terbatas, menurut anda adakah diantara ruang
yang dibutuhkan dalam
satu Laboratorium kultur jaringan yang dapat digabung?
Jika ya sebutkan
alasan penggabungannya!
3. Sebutkan dan beri uraian singkat tentang beberapa hal yang
berkaitan dengan
persyaratan laboratorium kultur jaringan!
3.3

Kunci jawaban
Untuk menjawab test formatif di atas, gunakan petunjuk
berikut
1. Baca kembali uraian tentang kebutuhan ruang minimal
dari suatu laboratorium kultur jaringan
2. Jawaban pertanyaan ini anda dapat membaca kembali
uraian

tentang

penggabungan

dan

alasan

penggabungannya
3. Lihat uraian tentang persyaratan laboratorium kultur
jaringan
Tindak Lanjut

Bahan Ajar Kultur Jaringan

58

1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test


formatif di atas, ia dapat melanjutkan mempelajari lanjutan
perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini
merupakan dasar untuk memahami juraian pada bab-bab
selanjutnya.
2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka
danjurkan:
c) Mempelajari kembali dari awal bahasan di
atas;
d) Konsultasi dengan asisten dan dosen.
Kepustakaan
1.

Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur


Jaringan Tanaman, UMM Press. Malang

2.

Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan,


Depdiknas

3.

Suryowinoto, 1993,

Pemuliaan Tanaman Secara In

Vitro, UGM, Yogyakarta Publishing


4.

Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi


Aksara, Jakarta

BAB III
Media Kultur Jaringan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

59

3.1 Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat
Bab ini berisi uraian tentang media dan komposisi
media kultur jaringan. Beberapa hal penting yang berkaitan
dengan penyiapan media juga diuraikan disini misalnya
pesyaratan pH, Zat pengatur tumbuh dan aspek lainnya.
B Relevansi
Pengetahuan

dan

pemahaman

tentang

media,

berhubungan dengan keberhasilan kulturjaringan sebab media


merupakan sumber nutrien bagi bahan yang dikulturkan. Media
yang cocok untuk jenis tertentu belum tentu bisa cocok untuk
tanaman lainnya, oleh karenanya kelengkapan media perlu
difahami sesuai dengan jenis bahan yang akan dikulturkan.
3.2. Penyajian.
3.2.1 Uraian dan Contoh
A. Media Kultur Jaringan
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan
dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan
perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan
secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media
tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya
terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit
Bahan Ajar Kultur Jaringan

60

yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media


kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup
banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya
sesuai dengan nama penemunya. Media tumbuh untuk eksplan
berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama,
hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap
persenyawaan. Media dasar yang sering digunakan dalam
kultur jaringan Anthurium sendiri adalah media MS dan
modifikasinya ( Pierik et al.,1974; Pierik dan Steegmans,
1976;Kunisaki, 1980; Kuenhle et al., 1992; Chen et al;
Hamidah et al., 1997; Teng, 1997;2 ; Rachmawati, 2005),
media Nitsch dan modifikasinya (Geir, 1986, 1987, 1988).
Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur
jaringan, terdiri dari hormon (zat pengatur tumbuh) dan
sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang
dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil
yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila, ke dalam media
tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon,
bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula
maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik
tambahan (Gunawan, 1992).
Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik
selain dari nutrient yang dalam jumlah yang sedikit (1mM)
Bahan Ajar Kultur Jaringan

61

dapat

merangsang,

menghambat,

atau

mengubah

pola

pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam


Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur
jaringan diperlukan untuk mengendalikan dan mengatur
pertumbuhan

kultur

tanaman.

Zat

ini

mempengaruhi

pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan


organ. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan
tahap pengkulturan. Secara umum, zat pengatur tumbuh yang
digunakan dalam kultur jaringan ada tiga kelompok besar, yaitu
auksin, sitokinin, dan giberelin.
Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan
untuk merangsang pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan
organ (Gunawan, 1992) Contoh hormon kelompok auksin
adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid
(IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau Indol Buterik Asetat
(IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus
pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk.
Menurut Gunawan (1992), golongan ini sangat penting dalam
pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang
biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin,
benzilaminopurine (BAP). Dan giberelin untuk diferensiasi
atau perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus.
Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

62

Penggunaan hormon tersebut harus tepat dalam


perhitungan dosis pemakaian, karena jika terlalu banyak
maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan
menghambat bahkan berdampak negatif terhadap tanaman
kultur. Karena interaksi antar hormon dalam suatu media
sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel.
Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang
dikulturkan secara in-vitro pada dasarnya sama dengan
kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah. Unsurunsur hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan
kebutuhan pokok yang harus tersedia dalam media kultur
jaringan. Antara lain adalah unsur hara makro dan unsur hara
mikro. Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam bentuk
garam-garam mineral. Komposisi media dan perkembangannya
didasarkan

pada

pendekatan

masing-masing

peneliti

(Gunawan, 1992).
Unsur hara makro adalah hara yang dibutuhkan
tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro tersebut
meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca),
Sulfur (S), Magnesium (Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan unsur
hara makro tersebut dalam kultur jaringan adalah sebagai
berikut:

Bahan Ajar Kultur Jaringan

63

1. Nitrogen (N) diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4,


NH2SO4.Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan
berbagai

senyawa

(pertumbuhan

organik

lain,

morfogenesis

akar dan tunas), pertumbuhan

dan

pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik dan


pertumbuhan vegetatif.
2. Fosfor (P), diberikan dalam bentuk KH2PO4 Berfungsi
untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran
sel,

pengaturan

metabolisme

tanaman,

pengaturan

produksi pati/amilum, pembentukan karbohidrat, sangat


penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam
amino serta konstribusi terhadap struktur dan asam
nukleat.
3. Kalium (K), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O
Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman, memperkuat
tubuh

tanaman,

memperlancar

metabolisme

dan

penyerapan makanan, ion kalsium ditransfer secara cepat


menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan tekanan
osmotik di antara sel.
4.

Kalsium (Ca), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O.


Berfungsi

untuk

penggandaan

atau

merangsang
perbanyakan

bulu-bulu

akar,

sel

akar,

dan

pembentukan tabung polen, dinding dan membran sel


Bahan Ajar Kultur Jaringan

64

lebih

kuat,

tahan

terhadap

serangan

patogen,

mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan


5. Sulfur (S). Unsur S merupakan unsur yang penting
untuk pembentukan beberapa jenis protein, seperti asam
amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting
dalam pembentukan bitil-bintil akar.
6. Magnesium

(Mg),

MgSO4.7H2O.

diberikan

Berfungsi

dalam

untuk

bentuk

meningkatkan

kandungan fosfat, pembentukan protein.


7. Besi

(Fe),

diberikan

dalam

bentuk

Fe2(SO4)3;FeSO4.7H2O. Berfungsi sebagai penyangga


(chelatin agent) yang sangat penting untuk menyangga
kestabilan

pH

media

selama

digunakan

untuk

menumbuhkan jaringan tanaman.Pada tanaman, Fe


berfungsi untuk pernapasan dan pembentukan hijau
daun.
Unsur hara mikro adalah hara yang dibutuhkan dalam
jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini merupakan
komponen

sel

tanaman

yang

penting

dalam

proses

metabolisme dan proses fisioligi lainnya. Unsur hara mikro


tersebut diantaranya adalah :
1. Klor (Cl), diberikan dalam bentuk KI.
2. Mangan (Mn), diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

65

3. Tembaga (Cu), diberikan dalam bentuk CuSO4.5H2O.


4. Kobal (CO), diberikan dalam bentuk CoCl2.6H2O.
5. Molibdenun

(Mo),

diberikan

dalam

bentuk

NaMoO4.2H2O.
6. Seng (Zn), diberikan dalam bentuk ZnSO4.4H2O.
7. Boron (B), diberikan dalam bentuk H3BO3.
Vitamin yang paling sering digunakan dalam media
kultur jaringan tanaman adalah thiamine (vitamin B1),
nicotinic acid (niacin), pyridoxine (vitamin B6). Thiamine
merupakan vitamin yang esensial dalam kultur jaringan
tanaman karena thiamine mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan sel. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam
askorbat, kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan untuk
mencegah atau mengurangi pencoklatan atau penghitaman
eksplan.
Mio-Inositol

atau

meso-insitol

sering

digunakan

sebagai salah satu komponen media yang penting, karena


terbukti bersinergis dengan zat pengaturtumbuh merangsang
pertumbuhan jaringan yang dikulturkan .
Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan
sumber nitrogen organik. Namun sumber N organik ini jarang
ditambahkan dalam media kultur jaringan, karena sumber
Bahan Ajar Kultur Jaringan

66

sumber nitrogen utamanya sudah tersedia dari NO3- dan


NH4+. Asam amino yang sering digunakan adalah glisin, lysin
dan threonine. Penambahan glisin dalam media dengan
konsentrasi tertentu dapat melengkapi vitamin sebagai sumber
bahan organik.
Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media
kultur, karena umumnya bagian tanaman atau eksplan yang
dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju fotosintesis
yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan
membutuhkan karbohidart yang cukup sebagai sumber
energi.Sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil energi
yang terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika
tidak terdapat sukrosa, sumber karbohidrat tersebut dapat
digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup memenuhi
syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai
sumber energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik
media.
Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan
atau terkena dengan medianya. Bahan pemadat media yang
paling banyak digunakan adalah agar-agar. Agar-agar adalah
campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies
algae. Dalam analisa unsur, diperoleh data bahwa agar-agar
mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na Keuntungan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

67

dari pemakaian agar-agar adalah :


1. Agar-agar membeku pada suhu 45 C dan mencair pada
suhu 100 sehingga dalam kisaran suhu kultur, agaragar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.
2. Tidak dicerna oleh enzim tanaman.
3. Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaan
penyusun media.
Selain agar-agar, bahan pemadat media yang semakin
banyak disukai adalah Gelrite TM (buatan Kelco). Gelrite
adalah gellam gum, suatu hetero-polisakarida yang dihasilkan
bakteri Pseudomonas elodea, terdiri dari molekul-molekul Kglukuronat, rhamnosa, dan selobiosa. Sebagai bahan pemadat
media gelrite memiliki sifat-sifat yang menguntungkan sebagai
berikut :
1) Gelnya lebih jernih.
2)

Untuk memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit


daripada agar, sekitar 1,5 -3 g/l.

3) Lebih murni dan konsisten dalam kualitas


4) Untuk mencapai kekerasan gel tertentu, pemakaian
gelrite lebih rendah dari agar-agar, pada umumnya 2gr/l
media. Namun kekerasan gel dari gelrite sangat
dipengaruhi oleh kehadiran garam-garam seperti NaCl,
KCl, MgCl2.6H2O dan CaCl2. Garam NaCl dan KCl
Bahan Ajar Kultur Jaringan

68

menurunkan kekerasan gel, tetapi MgCl2 dan CaCl2


meningkatkan kekerasan gel .
Salah satu kelemahan Gelrite adalah cenderung
menaikkan kelembaban nisbi (RH) dalam kultur, sehingga
sering menyebabkan terjadinya verifikasi. Gelrite jarang
digunakan untuk produksi planlet secara komersial terutama di
Indonesia karena harganya mahal. Kultur yang kurang berhasil,
kadang-kadang disebabkan oleh pemakaian air yang kurang
murni . Tidak boleh sembarang air dapat digunakan untuk
membuat media kultur. Contohnya air sumur atau air ledeng,
dalam air tersebut mengandung banyak kontaminan, bahan
inorganik, organik, atau mikroorganisme. Air yang digunakan
untuk membuat media harus benar-benar berkualitas tinggi,
karena air maliputi lebih adari 95% komponen media.
Terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikulturkan
dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas air yang digunakan.
Untuk menghindari hal tersebut, maka sebaiknya digunakan air
yang telah dimurnikan atau yang sering kita sebut air destilata
(akuades) atau air destilata ganda (akuabides). Dengan alasan
ini, sebaiknya sebuah laboratorium kultur jaringan layaknya
mempunyai alat penyulingan air (water destilator) atau
setidaknya alat pembuat air bebas ion (deionizer). Cara kerja
destilator dalam menghasilkan air destilata adalah dengan cara
Bahan Ajar Kultur Jaringan

69

mengubah air menjadi uap air, kemudian mengkondensasikan


uap air tersebut. Maka, jadilah air destilata yang tidak lagi
berisi mineral atau senyawa organik (Yusnita, 2004).
Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat
keasaman atau kebasaan larutan dalam air. Sel-sel tanaman
yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai
toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH
5,0 6,0 (Daisy, 1994). Faktor pH dalam media juga perlu
mendapat perhatian khusus. pH tesebut harus diatur sedemikian
rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH
dari

sitoplasma.

kepentingan

Pengaturan

beberapa

pH

selain

fisiologi

sel,

memperhatikan
juga

harus

mempertimbangkan faktor-faktor:
1. Kelarutan dari garam-garam penyusun media.
2. Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam
garam lain.
3. Efisiensi pembekuan agar-agar.
Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam
berkisar antara 5,55,8. Pengaturan pH, biasa dilakukan dengan
dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) bila
pH media terlalu asam atau HCL bila pH media terlalu basa
pada waktu semua komponen sudah dicampurkan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

70

B. Komposisi Media Kultur Jaringan


1.

Hara anorganik
Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan

tanaman dan beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi


pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam
kultur jaringan, unsur unsur penting ini harus dimasukkan
dalam media kultur. Perbandingan 5 media pada Tabel 12.1
memperlihatkan bahwa unsur esensial ini dimasukkan pada
masing masing media tapi konsentrasinya berbeda karena
diberikan dalam bentuk yang berbeda.
2.Hara organik
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat
autotrof dan dapat mensintesa semua kebutuhan bahan
organiknya. Meskipun tanaman in vitro dapat mensintesa
senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin
dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan
satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media. Thiamin
merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin,
piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan.
Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks
seringkali

ditambahkan,

termasuk

Bahan Ajar Kultur Jaringan

ekstrak

ragi,

casein
71

hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain


lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media
yang tak terdefinisi. Dengan penelitian yang cukup, semestinya
bahan kompleks ini dapat diganti dengan zat tertentu, mungkin
tambahan suatu vitamin atau asam amino.
3. Sumber karbon
Tanaman

dalam

kultur

jaringan

tumbuh

secara

heterotrof dan karena mereka tidak cukup mensintesa


kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke
dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energy bagi
pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun
untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan
untuk tumbuh.
Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 5% digunakan sebagai
sumber karbon tapi sumber karbon lain seperti glukosa,
maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa
diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan
fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman
dalam kultur.
4. Agar
Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang
dibuat seperti gel dengan menggunakan agar atau pengganti
Bahan Ajar Kultur Jaringan

72

agar sperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi agar yang


digunakan berkisar antara 0.7 1.0%. Pada konsentrasi tinggi
agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia,
sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan
kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih
murni,

tidak

mengandung

bahan

lain

yang

mungkin

mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin


kadang kadang digunakan pada lab komersial.
Gel

sintetis

diketahui

dapat

menyebabkan

hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis


yang terjadi pada kultur. Untuk mengatasi masalah ini, produk
baru bernaman Agargel telah diproduksi ole Sigma. Produk ini
merupakan campuran agar dan gel sintetis dan menawarkan
kelebihan kedua produk sekaligus mengurangi problem
vitrifikasi.

Produk

ini

dapat

dibuat

di

lab

dengan

mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel) dengan 4 g agar sebagai


agen pengental untuk 1 L media.
5.pH
pH media biasanya diatur pada kisaran 5.6 5.8 tapi
tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda
untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0,
media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari
5.2, agar tidak dapat memadat.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

73

6.Zat Pengatur Tumbuh


Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur
tumbuh. Zat pengatur tumbuh akan dibahas tersendiri pada
minggu 13.
7.Air
Air distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan,
dan banyak lab menggunakan aquabides (air destilata ganda).
Beberapa lab, dengan alasan ekonomi, menggunakan air hujan,
tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan
organik dan non-organik pada media.

a. Pemilihan Media
Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan
media MS (Murashige dan Skoog 1962). Media ini
mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi
dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan pada
berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2.4-D
ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 5 mgL-1. Untuk
multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan dan juga
diberi auksin, seperti NAA pada konsentrasi yang rendah.
Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 2 mgL-1
ditambahkan. Faktor yang paling sulit ditentukan dalam kultur
Bahan Ajar Kultur Jaringan

74

jaringan adalah zat pengatur tumbuh dan biasanya perlu


melakukan penelitian kecil untuk menentukan konsentrasi
terbaik yang akan digunakan. Ada 2 pendekatan: Pendekatan
pertaman adalah dengan menggunakan media dasar MS dan
meneliti kisaran dua zat pengatur tumbuh yang berbeda. Lihat
table 12.1.
Tabel

12.1

Pendekatan

eksperimental

untuk

memilih

konsentrasi yang paling tepat dari BAP dan NAA sebagai


tambahan pada media MS berisi 2% sukrosa dan 0.8% agar,
Dimodifikasi dari Bhojwani dan Razdan (1983).
BAP (mg/L)
NAA

0.5

2.5

5.0

0.5

2.5

10

11

12

(mg/L)

5.0
13
14
15
16
Pendekatan kedua adalah dengan menggunakan metode yang
lebih luas menurut deFossard (1976) diaman 4 kategori,
mineral, auksin, organik dan sitokinin diuji masing masing
pada 3 konsentrasi. Percobaan yang besar ini memerlukan 81
perlakuan yang berbeda dan sangat menghabiskan waktu tapi
mungkin diperlukan untuk beberapa tanaman yang sangat sulit
Bahan Ajar Kultur Jaringan

75

dikulturkan.
b. Persiapan Media
Media yang paling banyak digunakan adalah Murashige
dan Skoog (1962). Cara yang paling mudah untuk menyiapkan
media MS adalah dengan membeli prepacked media yang
banyak dijual secara komersial.
Berikut adalah hal hal penting yang mendasar dalam
pembuatan media :
1. Sebelum memulai, siapkan lembar media dan tentukan
media apa dan berapa banyak yang akan anda buat.
Tulis informasi ini pada lembar kerja dan periksa setiap
langkah sambil anda bekerja. Tanda tangani dan tulis
tanggal pada lembar kerja dan letakkan pada notebook.
Anda dapat menuliskan komentar tentang apa saja yang
tidak biasa atau penting yang terjadi pada saat anda
membuat media.
2. Cuci alat gelas dengan air destilata sebelum mulai
menyiapkan media.
3. Ukur kira kira 90% dari volume akhir air destilata,
misalnya 900 ml untuk volume akhir 1 liter, lalu
masukkan ke dalam beaker.
4. Jika anda akan memanaskan larutan, pastikan anda
Bahan Ajar Kultur Jaringan

76

menggunakan alat tahan panas.


5. Sambil mengaduk air, perlahan masukkan bubuk MS
dan aduk hingga benar benar larut. Cuci bagian dalam
paket MS dengan air destilata untuk mengambil sisa
sisa bubuk dan masukkan ke larutan media.
6. Masukkan bahan tahan panas lainnya stok GM,myoinositol, sucrose, BA, aduk rata.
7. Atur pH media menggunakan NaOH, HCl, atau KOH.
8. Buat volume akhir media dengan menggunakan labu
takar
9. Jika menggunakan agar, masukkan ke dalam campuran
media sebelum diautoklaf.
10. Media harus selalu diautoklaf dalam wadah dengan
ukuran 1 1/2 x atau 2x lebih besar dari volume media
agar media tidak tumpah.
11. Tuangkan media sesuai kebuthan sebelum diautoklaf
atau sesudah diautoklaf, tergantung kebutuhan.
12. Tutup wadah pada saat diautoklaf, tapi jangan terlalu
erat, agar ada pertukaran udara.
13. Media disterilisasi dengan mengautoklaf pada 1 kg/cm2
(15 psi), 121 C selama kurang lebih 30 menit. Volume
yang lebih besar (200 ml atau lebih) mungkin
memerlukan waktu yang lebih lama. Gunakan exhaust
Bahan Ajar Kultur Jaringan

77

yang lambat.
14. Biarkan media mendingin hingga 55 C sebelum
menambahkan bahan bahan yang tidak tahan panas
(acetosyringone, claforan, kanamycin).
15. Media dituangkan ke petri dish biasanya dengan
volume 25 ml per petri. Ini akan menghasilkan sekitar
40 petri per liter media.
16. Dinginkan media di dalam laminar. Jangan pindahkan
petri yang telah diisi media sampai petri tersebut
dingin.
17. Simpan media yang sudah dingin di refrigerator.
B. Formulasi Media Kultur Jaringan
Formulasi media kultur jaringan pertama kali dibuat
berdasarkan

komposisi

larutan

yang

digunakan

untuk

hidroponik, khususnya komposisi unsur-unsur makronya.


Unsur-unsur hara diberikan dalam bentuk garam-garam
anorganik. Koposisi media dan perkembangan formulasinya
didasarkan pada jenis jaringan, organ dan tanaman yang
digunakan serta pendekatan dari masing-masing peneliti.
Beberapa jenis sensitif terhadap konsentrasi senyawa makro
tinggi atau membutuhkan zat pengatur tertentu untuk
pertumbuhannya. Pada periode tahun 1930an, formulasi media
Bahan Ajar Kultur Jaringan

78

terutama ditujukan untuk menumbuhkan akar, tuber dan


kambium. Media untuk penumbuhan akar yang dikembangkan
oleh White (1934 dalam Gunawan 1988), pertama White
menggunakan media yang berisi garam anorganik, yeast
ekstrak dan sucrose, tetapi kemudian yeast ekstrak digantikan
dengan 3 macam vitamin B, yaitu pyridoxine, thiamine dan
nicotinic acid (Chawla, 2002).
Kultur kalus biasanya ditumbuhkan pada media dengan
konsentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur
akar. Nobecourt (1937) dalam George & Sherrington, 1984),
menggunakan setengah konsentrasi dari larutan Knop yang
biasa digunakan untuk hidroponik, digunakan juga untuk
menumbuhkan kalus wortel. Pada media Knop sumber karbon
berupa glucosa dan dan vitamin berupa cysteine hydrochloride.
Media White juga dikembangkan oleh Hildebrant dkk
(1946 dalam Gunawan 1988), dengan memodifikasi unsurunsur makro yang lebih tinggi dibandingkan pada media kultur
tembakau, media ini digunakan mengkulturkan jaringan tumor
tembakau dan bunga matahari. Konsentrasi untuk NO3- K +
lebih

tinggi

dibandingkan

pada

media White,

namun

konsentrasi tersebut masih lebih rendah dibandingkan media


yang lain yang banyak digunakan pada kultur jaringan
sekarang, sedangkan kandungan unsur P, Ca, Mg dan S pada
Bahan Ajar Kultur Jaringan

79

media tumor matahari, sama dengan media untuk jaringan


tanaman

pada

umumnya

seperti

pada

media

yang

dikembangkan sekarang. Perbaikkan formulasi media yang


penting adalah pengembangan unsur makro yang universal,
untuk mendukung pertumbuahan jaringan tumbuhan. Dalam
media perlu ditambahkan ammonium dengan meningkatkan
konsentrasi NO3- dan K +.
Macam-macam formulasi media kultur jaringan yaitu :
1.

Media knop
Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus

wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan pada media


dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam
kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa,
gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts,
1983).
2.

Media white
Media ini dikembangkan oleh Hildebrant untuk

keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan


bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih
tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur
F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor bunga matahari ini,
sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan
kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

80

Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih
rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan
sekarang.
3.

Media Knudson dan media Vacin and Went


Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek.

Tanaman yang ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik


dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat.
Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM
NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk
perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan
NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.
4.

Media Murashige & Skoog (media MS)


Merupakan

perbaikan

komposisi

media

Skoog,

terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung


pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media
MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N
dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi
dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih
tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi
dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM,
sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsemtrasinya
dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam
media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi
Bahan Ajar Kultur Jaringan

81

komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur


jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak
digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun
sesudah penemuan media MS, sehingga dikembangkan mediamedia lain.
Berdasarkan media MS tersebut, antara lain
media :
a.

Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah


dari komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM
ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2
PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM.
Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian
digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis
kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin &
Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch
(1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur
anther.

b.

Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan


et alI (1973 dalam Gunawan 1988) untuk kultur suspensi
sel white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+
dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya.

c.

Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS


dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+

Bahan Ajar Kultur Jaringan

82

dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea


glabra.
Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi
pengendapan persenyawaan, ini terlihat jelas pada media cair.
Kebanyakan dari persenyawaan yang mengendap adalah fosfat
dan besi, kemudian dalam jumlah yang lebih sedikit adalah Ca,
K, N, Zn dan Mn. Senyawa paling sedikit adalah senyawa yang
mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca dan Co. Setelah
tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira 50% dari Fe dan 13% dari
PO4+, mengendap (Dalton et al, 1983). Pengendapan unsurunsur tersebut mungkin tidak penting, karena unsur-unsur
tersebut masih tersedia bagi jaringan tanaman dan pengaruh
pengendapannya

belum

diketahui.

Untuk

mengatasi

pengendapan Fe, Dalton dan grupnya menganjurkan supaya


konsentrasi Fe dikurangi sampai 1/3 dengan EDTA yang tetap.
5.

Media Gamborg B5 (media B5)


Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai

dengan

konsentrasi

nitrat

dan

amonium

lebih

rendah

dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5


dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat
baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian
tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk
Bahan Ajar Kultur Jaringan

83

kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi


PRL-4, media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang
rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM
menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan
setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara
0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).
6.

Media Schenk & Hildebrant (media SH)


Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk

kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil (Trigiano & Gray,


2000). Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat
mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan
perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih
tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan
jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan
mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan,
tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14%
kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat
tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut
berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama
untuk tanaman legume.
7.

Media WPM (Woody Plant Medium)


Konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS.

Media

diperuntukkan

khusus

Bahan Ajar Kultur Jaringan

tanaman

berkayu,

dan
84

dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih


tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak
digunakan untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan
perdu dan pohon-pohon. Pada umumnya media kultur jaringan
dibedakan menjadi media dasar dan media perlakuan. Resep
media dasar adalah resep kombinasi zat yang mengandung hara
esensial (makro dan mikro), sumber energi dan vitamin.
Dalam teknik kultur jaringan dikenal puluhan macam
media dasar. Penamaan resep media dasar pada umumnya
diambil dari nama penemunya atau peneliti yang menggunakan
pertama kali dalam kultur khusus dan memperoleh suatu hasil
yang penting artinya.
8.

Media N6 untuk serealia terutama padi.


Dari sekian banyak media dasar yang paling sering dan

banyak digunakan adalah komposisi media dari Murashige dan


Skoog. Kadang-kadang untuk kultur tertentu, kombinasi zat
kimia dari murashige dan Skoog masih tetap digunakan tetapi
konsentrasinya yang diubah. Sebagai contoh media MS,
berarti konsentrasi persenyawaan yang digunakan adalah
setengah konsentrasi media
2.2 Tugas

Bahan Ajar Kultur Jaringan

85

Mahasiswa diberi tugas individual membuat rangkuman


tentang media kultur jaringan. Secara kelompok dengan
anggota 3-4 orang ditugaskan untuk menelusuri pada berbagai
sumber tentang, contoh berbagai formulasi media dan
kekhususan media sesuai dengan sifat bahan tanaman yang
akan dikulturkan.
2.3 Latihan
Untuk memantapkan pemahaman anda tentang topik ini maka
lakukanlah latihan berikut:
1.

Buatlah peta konsep tentang media kultur jaringan

2.

Komunikasikan peta konsep yang anda buat


tersebut dengan beberapa teman sambil meminta saran
untuk penyempurnaan peta konsep tersebut

3. Penutup
3.1. Rangkuman
Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur
jaringan, terdiri dari hormon (zat pengatur tumbuh) dan
sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang
dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil
yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media
tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon,
bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula
Bahan Ajar Kultur Jaringan

86

maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik


tambahan
Formulasi media kultur jaringan pertama kali dibuat
berdasarkan

komposisi

larutan

yang

digunakan

untuk

hidroponik, khususnya komposisi unsur-unsur makronya.


Unsur-unsur hara diberikan dalam bentuk garam-garam
anorganik. Koposisi media dan perkembangan formulasinya
didasarkan pada jenis jaringan, organ dan tanaman yang
digunakan serta pendekatan dari masing-masing peneliti.
Beberapa jenis sensitif terhadap konsentrasi senyawa makro
tinggi atau membutuhkan zat pengatur tertentu untuk
pertumbuhannya. Pada periode tahun 1930an, formulasi media
terutama ditujukan untuk menumbuhkan akar, tuber dan
kambium. Media untuk penumbuhan akar yang dikembangkan
oleh White (1934 dalam Gunawan 1988), pertama White
menggunakan media yang berisi garam anorganik, yeast
ekstrak dan sucrose, tetapi kemudian yeast ekstrak digantikan
dengan 3 macam vitamin B, yaitu pyridoxine, thiamine dan
nicotinic acid (Chawla, 2002).
Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan atau
terkena dengan medianya. Bahan pemadat media yang paling
banyak

digunakan

adalah

agar-agar.

Agar-agar

adalah

campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies


Bahan Ajar Kultur Jaringan

87

algae. Dalam analisa unsur, diperoleh data bahwa agar-agar


mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na Keuntungan
dari pemakaian agar-agar adalah :
1. Agar-agar membeku pada suhu 45 C dan
mencair pada suhu 100 sehingga dalam kisaran
suhu kultur, agar-agar akan berada dalam
keadaan beku yang stabil.
2. Tidak dicerna oleh enzim tanaman.
3. Tidak

bereaksi

dengan

persenyawaan-

persenyawaa penyusun media.

3.2 Tes Formatif


1. Sebutkan komponen-komponen pokok penyusun medium
dasar untuk tujuan
mikropropagasi tanaman.
2. Apa manfaat dan kelemahan penggunaan arang aktif di
dalam medium kultur
3. Jelaskan hal-hal yang harus kita perhatikan dalam
pembuatan media kultur jaringan?
3.3 Kunci jawaban

Bahan Ajar Kultur Jaringan

88

Untuk menjawab tes formatif di atas gunakan petunjuk


berikut ini;
1.

Baca kembali uraian tentang komposisi media


kultur jaringan

2.

Menjelaskan pertanyaan ini anda harus membaca


kembali fungsi pemberian arang aktif pada media kultur
jaringan

3.

Jawaban pertanyaan ini anda dapat melihat kembali


uraian tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pembuatan media

Tindak lanjut.
1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test
formatif di atas, ia dapat melanjutkan mempelajari lanjutan
perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini
merupakan dasar untuk memahami uraian pada bab-bab
selanjutnya.
2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka
danjurkan:
a. Mempelajari kembali dari awal bahasan di
atas;
b. Konsultasi dengan asisten dan dosen.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

89

Kepustakaan
1.

Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur


Jaringan Tanaman, UMM Press. Malang

2.

Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan,


Depdiknas

3.

Suryowinoto, 1993,

Pemuliaan Tanaman Secara In

Vitro, UGM, Yogyakarta Publishing


4.

Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi


Aksara, Jakarta

Senarai
-

Zat pengatur tumbuh, persenyawaan organik selain dari


nutrient yang dalam jumlah yang sedikit (1mM) dapat
merangsang,

menghambat,

atau

mengubah

pola

pertumbuhan dan perkembangan tanaman


-

Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk

merangsang pertumbuhan
kalus, akar, suspensi sel dan organ

Bahan Ajar Kultur Jaringan

90

Gelrite adalah

yang dihasilkan

gellam gum, suatu

hetero-polisakarida

bakteri

Pseudomonas elodea, terdiri dari molekul-molekul Kglukuronat, rhamnosa, dan


selobiosa.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

91

BAB IV
TIPE-TIPE DASAR MIKRO PROPAGASI
2.1 Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat
Bab ini menguraikan sub-sub topik mulai dari kultur
meristem, proliferasi tunas aksilar, induksi pucuk adventif,
organogenesis dan embriogenesis somatik Masing-masing subsub topik dari tipe-tipe dasar mikropropagasi tersebut akan
diuraikan karakteristiknya
B. Relevansi
Memahami tipe-tipe dasar mikro propagsi akan
memudahkan dalam aplikasi serta penyesuaian dengan
ketersediaan bahan tanam. Masing-masing tipe tersebut tentu
saja menghendaki prosedur penanganan yang berbeda,
karenanya penting untuk mempelajarinya secara mendetail agar
pelaksanaannya akan mencapai tujuan yang diinginkan..
C. Tujuan Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan tipe-tipe dasar mikro propagasi
2.2 Penyajian Materi

Bahan Ajar Kultur Jaringan

92

A. KULTUR MERISTEM
Istilah

meristem

seringkali

digunakan

untuk

menyebutkan ujung tunas dari tunas apikal atau lateral.


Meristem sebenarnya adalah apikal dome dengan primordia
daun terkecil, biasanya berdiameter kurang dari 2 mm.
Keuntungan penggunaan meristem adalah kemungkinan
besar bebas dari pathogen internal (misalnya untuk eradikasi
virus) dan meminimalisasi terjadinya variasi kimera pada
kultur. Kerugian utamanya adalah sangat rentan terhadap
kerusakan dan memerlukan pengerjaan yang sangat detil/teliti
di bawah mikroskop. Prasyarat kultur sama dengan eksplan
yang lebih besar, hanya ketidakberhasilan kultur awal mungkin
cukup tinggi.
Berikut aplikasi kultur meristem secara umum:
1. Produksi tanaman bebas virus
2. Produksi massal genotype dengan karakteristik yang
diinginkan
3. Memfasilitasi pertukaran eksplan antar lokasi (produksi
bahan tanaman yang bersih)
4. Cryopreservation (penyimpanan pada suhu -198oC) atau
konservasi plasma nutfah secara in vitro (paper
penyimpanan in vitro)

Bahan Ajar Kultur Jaringan

93

Kultur meristem yang disertai perlakuan temperatur


38-40oC selama beberapa waktu, dapat menghilangkan virus
dari bahan tanaman. Meristem culture, yakni kultur jaringan
menggunakan bagian tanaman dari jaringan muda atau
meristem
Kultur meristem (meristem culture) adalah kultur
jaringan tanaman dengan menggunakan eksplan berupa
jaringan-jaringan

meristematik.

Jaringan

meristem

yang

digunakan dapat berupa meristem pucuk terminal atau


meristem tunas aksilar. Dalam kultur meristem, perkembangan
diarahkan untuk mendapatkan tanaman sempurna dari jaringan
meristem tersebut dan dapat sekaligus diperbanyak.
Kultur meristem, sudah secara luas diterapkan untuk
tujuan

perbanyakan

tanaman,

terutama

pada

tanaman

hortikultura. Sel-sel meristem pada umumnya stabil, karena


mitosis pada sel-sel meristem terjadi bersama mericloneengan
pembelahan sel yang berkesinambungan, sehingga ekstra
duplikasi DNA dapat dihindarkan. Hal ini menyebabkan
tanaman yang dihasilkan identik dengan tanaman donornya.
Selain dari perbanyakan, aplikasi kultur meristem yang
terutama adalah eliminasi virus dari bahan tanaman dan
penyimpanan plasma nutfah yang bebas virus ini dengan teknik
Bahan Ajar Kultur Jaringan

94

Cryopreservation : preservasi dengan temperatur rendah


(Kartha, 1981 dalam Gunawan 1988). Merurut Gautheret (1982
dalam Gunawan 1988), kultur meristem dan eliminasi virus,
sejarahnya dimulai dari Stanley seorang biochemist yang
menganjurkan White yang pada waktu itu bekerja dengan
kultur akar tomat untuk menumbuhkan virus dalam akar yang
di-isolir. Dalam subkultur, ada akar yang tidak mengandung
virus, terutama bila eksplan yang diambil sangat kecil. Pada
tahun 1952 Morel dan Martin berhasil memperoleh tanaman
dahlia yang bebas virus dan kemudian berkembang pada
banyak tanaman-tanaman lain.
Pada tahun 1960 Morel yang mencoba membebaskan
tanaman Cymbidium dari virus, bahkan mendapatkan hasil
yang merupakan dasar perbanyakan komersial sekarang. Kultur
meristem Cymbidium, Morel dapat menghasilkan perbanyakan
diri secara cepat. Tanaman yang dihasikan tersebut merupakan
perkembangan dan pertumbuhan dari jaringan vegetatif, maka
plantula yang dihasilkan merupakan suatu klon. Tanaman yang
dihasilkan dari kultur meristem yang berupa klon sering
disebut mericlone. Tahapan pertumbuhan dari kultur meristem
Cymbidium dimulai dari terbentuknya kalus terlebih dahulu
kemudian disusul terbentuknya protocorm (yaitu suatu struktur
serupa dengan perkembangan awal dari perkecambahan biji
Bahan Ajar Kultur Jaringan

95

anggrek yang sebelum tumbuh menjadi tanaman yang


sempurna, menggerombol menjadi suatu massa protocorm.
Bila

massa

protocorm

tersebut

dipisah-pisahkan

dan

ditumbuhkan di media serupa yang baru maka akan


memperbanyak diri menjadi massa protocorm yang baru. Bila
protocorm dipindahkan pada media lain yang mengarah pada
pendewasaan dan perakaran maka protocorm akan tumbuh
menjadi tanaman baru yang sempurna dan siap dipindah ke
lapangan.
Hasil yang diperoleh Morel ini tidak hanya membuat
revolusi

dalam

bidang

peng-anggrekan,

tetapi

juga

memberikan dorongan dalam perbanyakan cepat tanaman jenis


lain. Murashige juga memberikan landasan bahwa kultur
meristem dan kultur pucuk dapat digunakan sebagai teknik
perbanyakan tanaman hortikultura. Sudah sekitar 10 tahun
Murashige bekerja untuk mengembangkan teknik-teknik yang
standard untuk beberapa jenis tanaman hias sampai tanaman
buah-buahan. Metode yang digunakan untuk berbagai tanaman
ini berbeda dengan anggrek. Penggunaan auksin dan sitokinin
diperlukan dalam kultur-kultur yang kemudian dikembangkan.
Bila Morel memperoleh banyak tanaman baru dari meristem
pucuk anggrek dengan melewati proses pembentukan kalus
terlebih dahulu, maka Hussey dan Stacey (1980 dalam
Bahan Ajar Kultur Jaringan

96

Gunawan 1988) memperoleh tanaman baru kentang dengan


teknik lain. Jutaan tanaman kentang baru diperoleh dalam
jangka waktu yang cukup singkat yaitu sekitar satu tahun.
Tunas kentang yang bebas virus dijadikan sebagai eksplan
awal. Mula-mula satu tunas pucuk atau tunas ketiak kentang
ditumbuhkan dalam media perbanyakan, sehingga tumbuh
menjadi buku-buku yang masing-masing mengandung satu
tunas ketiak. Selanjutnya setiap empat minggu, tunas itu
dipanen dan dipotong-potong menjadi buku-buku tunggal atau
beberapa buku (3-4 buku) untuk dukulturkan lagi ke dalam
media baru. Demikian seterusnya 4 minggu dilakukan kultur
berulang.
Perbanyakan vegetatif yang menggunakan eksplan yang
telah terinfeksi virus akan menjadi penyebab tersebarnya virus
dalam anakan (progeni) di lapangan. Penularan melalui benih
sering terjadi pada tanaman Fabaceae seperti buncis, ercis, dan
kedelai.
Perkembangbiakan virus sangat tergantung pada metabolisme
sel tnaman inang, antara virus dan sel inang terdapat hubungan
yang erat. Proses eliminasi virus melalui cara-cara kemoterapi
tidak selalu berhasil. Cara yang paling efisien adalah
menggunakan kultur meristem. Beberapa contoh tanaman yang

Bahan Ajar Kultur Jaringan

97

berhasil dibersihkan dari virus dengan kultur meristem


ditampilkan pada tabel berikut ini:
Teknik Isolasi Meristem
Peralatan:
1. LAF
2. Mikroskop binokuler dengan lampu
3. Pinset berujung runcing
4. Skalpel dan jarum suntik
Bahan:
1. Biji kedelai
2. Biji kedelai dikecambahkan secara aseptik
3. Media MS + 0,1 m BA + 1,0 m NAA (dapat
menginduksi meristem menjadi tanaman lengkap).
Cara kerja:
1. Biji kedelai disterilkan dengan merendam ke dalam
alkohol 70% selama 1 menit, dipindahkan kedalam
20% clorox selama 15 menit- 20 menit sambil
digoyang, selanjutnya dibilas menggunakan aquadest
steril 4x untuk menghilangkan sisa-sisa cloroxnya.
2. Biji tersebut dimasukkan ke dalam aquadest steril dan
direndam selama 5-6 jam.
3. Biji-biji tersebut ditanam pada media MS dalam tabung
reaksi 18x2,5 cm.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

98

4. Kecambah umur 1 minggu diisolasi meristemnya


dibawah mikroskop binokuler (yang telah disterilkan
dengan alkohol 70%) pada perbesaran 20x10.
5. Organ daun dibuang secara hati-hati menggunakan
skalpel atau jarum sampai terlihat meristem yang
berbentuk kubah (dome). Dengan jarum atau ujung
scalpel, dibuat irisan dengan bentuk V dengan ukuran
0,2-0,3 mm dan langsung meristem dimasukkan ke
dalam media kultur yang telah disediakan.
6. Botol kultur diletakkan pada inkubator pada suhu 2527oC dengan penyinaran selama 16 jam/hari.
Meristem Kentang
Persiapan bahan tanaman:
a. Umbi kentang yang mempunyai bobot 30 g/ buah atau
umbi yang besar yang dipotong dengan berat 20
g/potong dengan beberapa mata.
b. Umbi direndam dalam 0,03 m GA3 selama 1 jam.
c. Umbi diletakan pada pasir yang lembab.
d. Tunas yang 3-5 cm dipergunakan sebagai bahan awal.
Isolasi meristem:
1. Tunas dicuci bersih menggunakan detergen dan
disterilkan dalam larutan clorox 20% selama 7 menit,
Bahan Ajar Kultur Jaringan

99

direndam lagi dalam larutan clorox 10% selama 10


menit, selanjutnya dibilas menggunakan aquadest steril.
Tunas dipindahkan pada petri-dish steril.
2. Tunas diambil bagian jaringan meristem dengan cara
seperti pada pengambilan jaringan meristem pada
kedelai.
3. Media yang digunakan adalah MS + 1 g/L Bactotryptone.
4. Botol kultur disimpan dalam inkubator pada suhu 25
oC, panjang penyinaran 12 jam /hari, intensitas cahaya
150 lux selama 7 minggu.plantula yang telah dihasilkan
diuji dengan ELISA test.
5. Bila telah bebas virus, plantula dapat disubkultur
dengan

memotong-motong

buku/

eksplan,

dipindahkan ke madia MS + 0,001 mg/L dan diulangi


prosedur tiak 20 hari, untuk mendapatkan plantula
dalam jumlah banyak.
Kultur Meristem Anggrek Cymbidium
Cymbidium dapat dikulturkan pada beberapa media,
seperti: media Vacint & went, Muller & Morel, MS atau
Knudson C. Tanaman ini dapat ditanaman dalam media cair
(botol kultur diletakan di atas shaker dengan pengocokan)
ataupun padat dengan penambahan agar 0,8%.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

100

Isolasi bahan tanam:


1. Pucuk Cymbidium dipotong sepanjang 3 cm, kemudian
daun-daun yang menyelubungi dibuang.
2. Pucuk direndam dalam alkohol 70% selama 2 menit
dilakukan dua kali kemudia dibilas dengan air steril.
3. Pucuk direndam ke dalam larutan clorox 20% selama 5
menit, bilas dengan air steri 2-3 kali dan selanjutnya
direndam kembali ke dalam larutan clorox 10% selama
10 menit.
4. Pucuk dibilas menggunakan aquadest steril, selanjutnya
diletakkan pada cawan petri steril.
5. Jaringan meristem yang berbentuk kubah (dome)
diambil sekitar ukuran 0,5 mm dari titik tumbuh dengan
2 calon daun.
6. Jaringan meristem diletakkan di dalam air steril dalam
petri-dish. Jaringan tersebut kemudian dipindahkan
pada media dalam botol kultur.
Tahapan kultur:
Kultur meristem anggrek dapat dibagi menjadi 3 tahap
yang berkesinambungan, yaitu:
1. Inokulasi eksplan dan pembentukan protocorm awal.
2. Perbanyakan protocorm.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

101

3. pembentukan calon tanaman sempurna (plantula).


Pada tahap pertama, eksplan diinokulasikan ke dalam
media cair, selanjutnya botol kultur dikocok terus menerus
menggunakan shaker, hingga eksplan membentuk massa
protocorm, shaker diletakkan pada ruangan yang bersuhu 22oC
dengan pencahayaan sekitar 100 f.c.
Tahap kedua, melakukan perbanyakan protokorm, yaitu
dengan memotong-motong protocorm dan dipindahkan ke
media segar. Tahap ke dua memerlukan waktu 2 bulan. Media
yang digunakan dan pengocokkan dilakukan sama seperti pada
tahap pertama.
Tahap ketiga adalah memperoleh calon tanaman
sempurna (bibit) yaitu dengan perakaran tunas. Protocorm dari
tahap ke dua dipanen dan diambil yang berukuran 0,5 cm (satu
eksplan satu protocorm). Protocorm yang masih belum
mencapai ukuran ditinggalkan dalam botol kultur untuk
diperbanyak lagi. Protocorm dewasa dipindahkan dalam media
padat, sehingga membentuk tunas dan akar. Bila plantula telah
terbentuk sempurna dapat diaklimatisasi untuk dipindahkan ke
lapangan
B. PROLIFERASI TUNAS AKSILAR
Tubuh tumbuhan terdiri dari akar dan tajuk. Diantara
adaptasi yang memungkinkan tumbuhan dapat hidup di darat
Bahan Ajar Kultur Jaringan

102

adalah kemampuannya untuk mengabsorpsi air dan mineral


dari dalam tanah, menyerap cahaya matahari dan mengambil
CO2 dari udara untuk fotosintesis serta kemampuannya untuk
hidup dalam kondisi yang kering.
Akar dan tajuk saling bergantung satu sama lainnya, akar
tidak mampu hidup tanpa tajuk, demikian sebaliknya. Karena
tidak memiliki kloroplas dan hidup di tempat yang gelap
menyebabkan akar tidak dapat tumbuh tanpa gula dan nutrisi
organik lainnya yang diangkut dari daun yang merupakan
bagian dari

sistem tajuk.

Sebaliknya batang dan daun

bergantung pada air dan mineral yang diserap oleh akar.


Akar tumbuhan berfungsi sebagai penopang berdirinya
tumbuhan (jangkar), pengabsopsi air dan mineral, serta tempat
penyimpanan cadangan makanan.

Tajuk terdiri

dari

batang, daun dan bunga (bunga merupakan adaptasi untuk


reproduksi tumbuhan Angiospermae). Batang adalah bagian
tumbuhan yang terletak di atas tanah, mendukung daun-daun
dan bunga. Pada pohon, batang-batang meliputi batang pokok
dan semua cabang-cabang, termasuk ranting-ranting yang
kecil. Batang mempunyai buku sebagai tempat melekatnya
daun, juga mempunyai ruas yakni jarak diantara dua buku.
Daun merupakan tempat utama berlangsunya fotosintesis,
kendati ada beberapa spesies tumbuhan yang batangnya dapat
Bahan Ajar Kultur Jaringan

103

melakukan fotosintesis karena memiliki kloroplas. Daun


terdiri dari helaian daun yang melebar (lamina) dan tangkai
daun (petiol) yang menghubungkan daun dengan batang.
Pada ujung batang terdapat tunas yang belum berkembang
yang disebut tunas ujung. Selain itu dijumpai juga tunas
aksilar/tunas lateral/tunas samping yang terdapat di ketiak
daun, tunas ini biasanya dorman. Pada banyak tumbuhan,
tunas ujung menghasilkan auksin yang dapat menghambat
pertumbuhan tunas aksilar. Fenomena ini disebut dengan
dominansi apikal yang merupakan suatu adaptasi yang dapat
meningkatkan kemampuan

tumbuhan untuk memperoleh

cahaya. Hal ini sangat penting apabila kerapatan vegetasi di


suatu tempat tinggi. Pembentukan cabang juga penting untuk
meningkatkan sistem tajuk, pada kondisi tertentu tunas-tunas
aksilar akan mulai tumbuh. Beberapa dari tunas tersebut
kemudian

berkembang

menjadi

cabang-cabang

yang

menghasilkan bunga dan yang lainnya berkembang menjadi


cabang non reproduktif, lengkap dengan tunas ujung, daundaun dan tunas aksilar.
Produksi tanaman dengan merangsang terbentuknya tunastunas aksilar merupakan teknik mikropropagasi yang paling
umum dilakukan. Ada 2 (dua) metode produksi tunas aksilar
yang dilakukan yaitu:
Bahan Ajar Kultur Jaringan

104

1. Kultur Pucuk (shoot culture atau shoot-tip culture).


Kultur Pucuk (Shoot culture) adalah teknik mikropropagasi
yang dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang
mengandung meristem pucuk (apikal dan lateral) dengan
tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas-tunas/cabangcabang aksilar. Istilah yang digunakan untuk teknik kultur
pucuk ini tergantung dari eksplan yang digunakan (Debergh
& Zimmerman, 1990). Teknik ini telah digunakan secara
luas untuk perbanyakan tanaman termasuk tanaman
hortikultura seperti pisang, asparagus, anggrek Cymbidium,
dll. (Taji, et al., 2002).
Istilah yang digunakan untuk teknik kultur pucuk ini
tergantung dari eksplan yang digunakan. Jika eksplan yang
digunakan adalah ujung pucuk-pucuk apikal (panjang 20
mm) saja maka tekniknya disebut sebagai shoot-tip culture,
namun bila eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk
apikal beserta bagian tunas lain dibawahnya disebut
sebagai shoot culture. Besar kecilnya eksplan yang
digunakan mempengaruhi keberhasilan kultur pucuk.
Semakin kecil eksplan, semakin kecil kemungkinannya
untuk terkontaminasi oleh mikroorganisme namun semakin
kecil

juga

kemampuannya

untuk

beregenerasi

dan

memperbanyak diri. Sebaliknya, semakin besar eksplan


Bahan Ajar Kultur Jaringan

105

yang digunakan maka semakin besar kemampuannya untuk


beradaptasi dalam kondisi invitro, namun makin besar juga
kemungkinannya untuk terkontaminasi, makin banyak
kebutuhannya akan media dan makin besar wadah/botol
kultur yang diperlukan. Oleh karena itu perlu diketahui
ukuran eksplan yang sesuai untuk masing-masing varietas
dan spesies tanaman.
Pertumbuhan pucuk, inisiasi dan perbanyakan tunas aksilar
yang

dihasilkan

umumnya

dirangsang

dengan

cara

menambahkan hormon pertumbuhan (umumnya sitokinin)


ke dalam media pertumbuhannya. Perlakuan ini dapat
merangsang pertumbuhan tunas samping dan mematahkan
dominasi apikal dari pucuk yang dikulturkan. Selain itu,
dominasi apikal juga dapat dihilangkan dengan perlakuanperlakuan lain misalnya pemangkasan daun-daun yang
terdapat pada buku-buku tunas atau meletakkan eskpan
dalam

posisi

horisontal.

Tunas-tunas

aksilar

yang

dihasilkan selanjutnya digunakan sebagai stek miniatur


bagi proses perbanyakan berikutnya. Dengan teknik ini dan
disertai dengan sub kultur dapat diperoleh banyak sekali
plantet dari satu eksplan. Dengan membatasi jumlah sub
kultur sampai maksimal 810 kali dapat diperoleh klon
tanaman yang true-to-type. Teknik ini telah digunakan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

106

secara luas untuk perbanyakan tanaman termasuk tanaman


hortikultura seperti pisang, asparagus, anggrek Cymbidium,
dll.
2. Kultur Mata Tunas (satu mata tunas: single-node culture;
lebih dari satu mata tunas: multiple-node culture).
Kultur mata tunas ini merupakan salah satu teknik in-vitro
yang digunakan untuk perbanyakan tanaman dengan
merangsang munculnya tunas-tunas aksilar dari mata tunas
yang dikulturkan (Debergh & Zimmerman, 1990). Teknik
ini telah lama dan banyak dipergunakan untuk perbanyakan
tanaman hortikultura seperti kentang, asparagus, melon,
semangka, anggrek, dan banyak lagi lainnya (Winata,
1992).
Seperti halnya kultur pucuk, eksplan yang digunakan dalam
kultur mata tunas dapat berasal dari tunas lateral, tunas
samping atau bagian dari batang yang mengandung satu
atau lebih mata tunas (mengandung satu atau lebih buku).
Dikenal dua teknik kultur mata tunas yaitu eksplan yang
mengandung mata tunas lebih dari satu ditanam secara
horisontal di atas medium padat (teknik invitro layering)
atau (2) tiap buku yang mengandung satu mata tunas
dipotong-potong dan ditanam secara terpisah dalam tiaptiap botol kultur.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

107

Seperti halnya teknik kultur pucuk, pertumbuhan tunastunas aksilar juga berdasarkan pada prinsip pematahan
dominasi apikal. Oleh karena itu, pertumbuhan tunas-tunas
aksilar ini terjadi jika eksplan (mata tunas) ditanam pada
media yang mengandung sitokinin dalam konsentrasi cukup
tinggi sehingga sitokinin ini dapat menghentikan dominasi
pucuk apikal dan menyebabkan berkembangnya tunastunas aksilar. Tunas aksilar yang terbentuk selanjutnya
dipisah-pisahkan dan dapat langsung ditanam pada media
pengakaran sehingga diperoleh tanaman baru yang
sempurna atau digunakan kembali sebagai bahan tanam
untuk perbanyakan selanjutnya. Tunas-tunas tersebut
selanjutnya diakarkan, diaklimatisasi dan selanjutnya
ditanam di lapangan. Teknik ini telah lama dan banyak
dipergunakan untuk perbanyakan tanaman hortikultura
seperti kentang, asparagus, melon, semangka, anggrek, dan
banyak lagi lainnya.
Kedua teknik kultur ini berdasarkan pada prinsip
perangsangan

terbentuknya

atau

munculnya

tunas-tunas

samping dengan cara mematahkan dominasi apikal dari


meristem apikal.

Induksi pembentukan tunas dari meristem


bunga

Bahan Ajar Kultur Jaringan

108

Meristem bunga dapat juga dirangsang untuk membentuk


tunas-tunas vegetatif dalam kondisi invitro. Eksplan yang
digunakan adalah inflorescence bunga yang belum matang
(immature inflorescences) yaitu yang belum membentuk
organ-organ kelamin jantan dan betinanya. Penggunaan
infloresence yang telah dewasa akan menghasilkan
pembentukan organ bunga bukan kuncup vegetatif.
Beberapa contoh tanaman hortikultura yang diperbanyak
dengan teknik ini adalah brokoli, kol bunga, krisan dan
sugar beat.

Inisiasi langsung tunas adventif


Tunas adventif adalah tunas yang terbentuk dari eksplan
pada

bagian

yang

bukan

merupakan

tempat

asal

terbentuknya (bukan dari mata tunas atau buku). Tunastunas adventif ini dapat terbentuk langsung dari eksplan
tanpa melalui proses terbentuknya kalus terlebih dahulu.
Teknik ini merupakan salah satu teknik mikropropagasi
yang juga banyak dilakukan dan dapat menghasilkan
plantlet dalam jumlah jauh lebih banyak dari teknik
terdahulu

(pembentukan

tunas

aksilar).

Proses

pembentukan tunas adventif langsung dari jaringan eksplan


seperti akar, pucuk dan bunga disebut organogenesis.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

109

Terjadinya organogenesis dipacu oleh adanya komponenkomponen seperti medium, komponen endogen selama
eksplan mulai dikulturkan, dan senyawa-senyawa yang
terbawa selama inisiasi eskplan. Selain itu organogenesis
dipacu juga oleh keberadaan zat pengatur tumbuh eksogen
di dalam medium. Tunas dan akar terbentuk pada beberapa
lapis sel tipis pada eksplan beberapa spesies oleh adanya
perbedaan konsentrasi antara auksin dan sitokinin. Inisiasi
akar dapat dipacu dengan penambahan NAA dan zeatin dan
pembentukan tunas dipacu dengan penambahan sitokinin
seperti zeatin atau benzylaminopurine tanpa penambahan
auksin. Pada beberapa spesies organogenesis terbentuk
pada lapisan epidermal selama kultur invitro, misalnya
pada tanaman Begonia rex (Dodds dan Robert, 1983).
Menurut Torrey (1966 dalam Dodds dan Roberts, 1983)
membuat hipotesis bahwa organogenesis dari kalus
diinisiasi dengan pembentukan kluster sel-sel meristem
(meristemoid) mampu merespon pada faktor-faktor dalam
jaringan

untuk

memproduksi

primordium.

Inisiasi

pembentukan akar, tunas dan embrioid juga dipengaruhi


oleh faktor-faktor internal alamiah.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap rhizogenesis
termasuk

auksin,

karbohidrat,

pencahayaan,

dan

fotoperiode. Pada beberapa kultur jaringan auksin memacu


Bahan Ajar Kultur Jaringan

110

pembentukan akar, sedangkan adanya auksin eksogen dapat


menghambatnya dan rhizogenesis dapat distimulasi oleh
anti-auksin.
Keberhasilan pembentukan tunas adventif secara langsung
ini sangat tergantung pada bagian tanaman yang digunakan
sebagai eksplan serta sangat dipengaruhi oleh spesies atau
varietas tanaman asal eskplan tersebut. Pada tanaman yang
responsif, hampir semua bagian tanaman (daun, akar,
batang, meristem, dll.) dapat dirangsang membentuk organ
adventif, namun pada tanaman lainnya tunas adventif ini
hanya dapat terbentuk pada bagian-bagian tanaman tertentu
saja seperti umbi lapis, embryo atau kecambah.
Seperti halnya teknik mikropropagasi lainnya, tunas
adventif secara langsung ini terbentuk melalui serangkaian
tahap mulai inisiasi (Tahap 1). Setelah eksplan berada pada
kondisi aseptis dan tunas mulai tumbuh, eksplan dapat
langsung disubkulturkan ke media perbanyakan (atau
media yang sama dengan inisiasi: tergantung varietas)
untuk memperbanyak tunas-tunas adventif dari mata tunas
adventif yang telah terbentuk pada tahap sebelumnya.
Tunas-tunas tersebut selanjutnya dipisahkan, diakarkan dan
diaklimatisasi untuk memproduksi tanaman lengkap dan
utuh yang dapat tumbuh dalam keadaan alamiah.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

111

Teknik ini telah banyak digunakan secara komersial untuk


perbanyakan tanaman-tanaman hortikultura khususnya
tanaman-tanaman

hias.

Contoh

tanaman

hias

yang

diperbanyak dengan teknik ini adalah tanaman-tanaman


keluarga Gesneriaceae, seperti Achimenes, Saitpaulia,
Sinningia dan Streptocarpus. Pada tanaman-tanaman
tersebut, tunas langsung terbentuk dari eksplan daun tanpa
pembentukan kalus terlebih dahulu.

Somatic embryogenesis langsung


Embrio aseksual atau embrio somatik (somatic embryo)
adalah embrio yang terbentuk bukan dari penyatuan sel-sel
gamet jantan dan betina atau dengan kata lain embrio yang
terbentuk dari jaringan vegetatif/somatik. Embrio ini dapat
terbentuk dari jaringan tanaman yang dikulturkan tanpa
melalui proses yang dikenal dengan nama somatic
embryogenesis. Jika proses ini terbentuk langsung pada
eksplan tanpa melalui proses pembentukan kalus terlebih
dahulu, maka prosesnya disebut somatic embryogenesis
langsung (direct somatic embryogenesis).
Beberapa jenis tanaman hortikultura (misalnya jeruk)
dapat secara alamiah membentuk embryo aseksual ini.
Dalam kondisi alamiah, embrio aseksual ini terdapat
terutama pada tanaman-tanaman yang bisa menghasilkan

Bahan Ajar Kultur Jaringan

112

lebih dari satu embryo pada bijinya misalnya pada jeruk,


atau tanaman

yang

menghasilkan biji-biji vegetatif

(apomixis) misalnya pada manggis. Selain itu, embrio


aseksual ini dapat juga terbentuk dari jaringan-jaringan
tanaman

seperti

ovule,

jaringan

nukleus

(nucellar

embryoni), jaringan integumun pada ovule (misalnya pada


pepaya), jaringan pembungkus biji/mesocaps pada wortel.
Tanaman-tanaman tersebut dapat juga membentuk embrio
aseksual ini secara invitro.
Dalam kondisis invitro, embrio aseksual ini dapat
terbentuk secara langsung dari eksplan-eskplan embrio
(seksual/zygotic) dari golongan monokotil dan dikotil, dari
kecambah muda (hipocotyl dan cotyledon), dan bagian
eksplan juvenil lainnya. Embrio aseksual ini dapat
digunakan sebagai salah satu cara perbanyakan tanaman
secara invitro. Embrio yang telah terbentuk dapat
dimultiplikasi,

selanjutnya

melalui

beberapa

proses

perkembangan sampai masak dan dapat berkecambah


membentuk tanaman utuh. Tanaman ini selanjutnya
diaklimatisasi dan ditanam pada kondisi alamiahnya.
Teknik ini digunakan untuk perbanyakan beberapa tanaman
hortikultura terutama anggrek dimana embrio aseksual

Bahan Ajar Kultur Jaringan

113

(berupa protocorm like body, plb) terbentuk dari dari


meristem, daun, dll.

Pembentukan

organ

penyimpan

cadangan

makanan mikro
Beberapa jenis tanaman dapat dikembangbiakan secara
vegetatif dengan menggunakan organ penyimpanan seperti
tuber, rhizome, bulbus, dll. Organ-organ penyimpanan ini
juga bisa dihasilkan pada tanaman-tanaman yang memang
secara alamiah memproduksi organ penyimpanan tersebut.
Teknik untuk mendapatkan organ penyimpanan ini sangat
bervariasi tergantung pada jenis jaringan yang dikulturkan.
Organ penyimpanan mikro ini dapat digunakan sebagai
bibit untuk penanaman langsung di lapangan atau ditanam
untuk produksi umbi-umbi bibit. Beberapa jenis organ
penyimpanan mikro yang telah dikembangkan adalah
pembentukan umbi lapis mikro (bulbil) pada amarylis dan
lili paris, pembentukan corm mikro (cormlet) pada gladiol,
pembentukan protocorm pada anggrek dan pembentukan
tuber mikro (tuberlet) pada kentang.
1. Umbi lapis mikro (bulbil) dan corm mikro (cormlet)
Umbi lapis mikro (bulbil/bulblet) dan kormus mikro
(cormlet) dapat dirangsang untuk terbentuk secara invitro pada
Bahan Ajar Kultur Jaringan

114

spesies-spesies tanaman yang secara alamiah dapat membentuk


bulbus dan corm. Bulbil dapat terbentuk langsung pada
kuncup/tunas aksilar dan dapat pula terbentuk pada tunas
adventif

yang

terbentuk

dari

eksplan

daun,

ovary,

inflorescence, dan diantara lapisan-lapisan daun bulbus.


Dominasi

tunas-tunas

apikal

seringkali

menghambat

terbentuknya tunas-tunas adventif pada potongan eksplan


bulbus. Subkultur potongan bulbus tersebut dapat merangsang
terbentuknya bulbil atau terbentuknya tunas-tunas adventif
dimana bulbil nantinya dapat terbentuk. Propagul yang
dihasilkan dan diaklimatisasi dapat berupa plantlet, plantlet
yang mengandung bulbil atau dorman bulbil. Contoh tanaman
yang menghaslkan bulblet adalah lili, dan bawang-bawangan.
Beberapa jenis tanaman monokotil lainnya dapat memproduksi
organ penyimpanan mikro pada dasar batangnya (corm),
seperti pada gladiol. Cormlet pada gladiol dapat terbentuk
langsung pada jaringan eksplan, pada kalus, atau pada
plantlet yang telah berakar namun masih dalam botol
kultur setelah daun-daunnya mengalami senescence. Cormlet
yang dihasilkan secara invitro ini dapat digunakan langsung
sebagai bibit di lapangan atau digunakan sebagai eksplan untuk
kultur berikutnya.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

115

Gambar 1. Bulblet dan Plantlet pada Kultur Invitro Lili


dari Potongan
Umbi Krek Lili
2. Tuber mikro (tuberlet) pada kentang
Tanaman-tanaman yang secara alamiah dapat
memproduksi tuber dapat juga memproduksi tuber
mikro (tuberlet) secara invitro dalam lingkungan kultur
yang sesuai. Dalam kultur invitro tuberlet ini dapat
terbentuk langsung pada batang plantlet dan tuber
muncul pada tunas-tunas aksilar sepanjang tunasnya.
Tuber ini biasanya terbentuk pada batang plantlet yang
ditanam dalam media yang mengandung sitokinin pada
konsentrasi tinggi. Tuber ini biasanya lebih mudah
terbentuk pada kondisi gelap dibandingkan dengan
penanamannya dalam kondisi terang. Tuber mikro yang
dihasilkan secara invitro ini dapat langsung digunakan
sebagai bibit di lapangan dan dapat memproduksi
tanaman kentang yang normal. Selain itu, tuberlet ini
Bahan Ajar Kultur Jaringan

116

juga dapat digunakan sebagai bahan tanam dasar untuk


produksi umbi bibit kentang berkualitas.

Gambar 2. Pembentukan Tuber Kentang Mikro yang


Diperoleh dari Kultur Pucuk Umur 10 minggu
Setelah Inisiasi, skala bar = 10 mm (Sumber:
Trigiano & Gray, 2000)
Radiasi menyebabkan beberapa tunas menghasilkan
tunas aksilar, beberapa tunas tidak memiliki tunas apikal.
Terlihat bahwa radiasi sinar gamma telah merusak jaringan
pada inisial pucuk sehingga pembentukan tunas apikal
terganggu.

Kemungkinan

lain

adalah

terjadi

gangguan

transportasi auksin pada bagian inisial tunas, sehingga proses


dominansi apikal tidak berlangsung dan memacu munculnya
tunas axilar. Wattimena (1992), mengatakan proliferasi tunas
aksilar hanya memerlukan sitokinin dalam konsentrasi yang
tinggi tanpa auksin atau auksin dalam konsentrasi yang rendah
sekali.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

117

Proliferasi tunas lateral dapat dilakukan dengan cara


mengkulturkan tunas aksilar atau tunas terminal ke dalam
media yang mempunyai komposisi yang sesuai untuk
proliferasi tunas sehingga diperoleh penggandaan tunas dengan
cepat. Setiap tunas yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai
sumber untuk penggandaan tunas selanjutnya sehingga
diperoleh tunas yang banyak dalam waktu yang relatif lebih
singkat. Menurut Mariska dan Sukmadjaja (2003) faktor
perbanyakan dengan teknik kultur in vitro jauh lebih tinggi dari
cara konvensional. Selain itu, teknologi ini juga lebih
menjamin

keseragaman,

bebas

penyakit,

dan

biaya

pengangkutan yang lebih murah.Keberhasilan perbanyakan


tanaman secara in vitro baik melalui penggandaan tunas,
organogenesis

maupun

embriogenesis

somatik

sangat

dipengaruhi oleh genotipa dan eksplan, jenis media dasar, serta


jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan
(Monnier 1990; Liz dan Levicth 1997).
Pada
melakukan

umumnya,
proliferasi

tanaman
tunas

dan

berkayu

sangat

regenerasi,

sulit

sehingga

diperlukan manipulasi di dalam media tumbuhnya supaya


eksplan mampu melakukan regenerasi membentuk tanaman
utuh (Dixon dan Gonzales 1994). Penambahan sitokinin dalam
media pada umumnya sangat diperlukan pada tahap induksi
Bahan Ajar Kultur Jaringan

118

maupun penggandaan tunas. Oksidasi fenol pada tanaman


berkayu juga cukup tinggi sehingga sering menghambat
pertumbuhan eksplan. Penambahan senyawa yang dapat
mengantisipasi aktivitas ini menjadi sangat diperlukan Tujuan
penelitian

ini

adalah

untuk

mendapatkan

metode

perkecambahan in vitro biji gaharu dan formulasi media serta


eksplan yang sesuai untuk induksi dan multiplikasi tunas.
D. Organogenesis
Istilah ini berkaitan dengan proses bagaimana pucuk
dan atau akar adventif berkembang dari dalam massa kalus.
Proses tersebut berlangsung setelah suatu periode pertumbuhan
kalus (Hartman et al., 1990). Tekhnik ini dilanjutkan dengan
organogenesis berhasil dibuktikan pada sejumlah spesies
tanaman. Flick et al. (1983 ) menyatakan bahwa eksplan tunas
atau meristem yang mengandung sel-sel yang sedang aktif
membelah

diri

secara

mitosis,

memperlihatkan

laju

keberhasilan yang tinggi untuk inisiasi kalus yang dilanjutkan


dengan regenerasi planlet.
Penelitian

Amin

dan

Razzaque

1993

mengungkapkan adanya kemungkinan regenerasi tanaman


lengkap secara invitro melalui kultur kalus yang diperoleh dari
jaringan bibit Averrhoa carambola. Hasil serupa di laporkan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

119

oleh Al-Khairy et al. (1991) dari kalus yang digenerasikan dari


eksplan

umbi

Spinaceae

oleraceae,

tanaman

yang

diregenerasikan berhasil diaklimatisasi pada kondisi in vivo.


Pembentukan pucuk dari kultur kalus Lycopersicon esculentum
dilaporkan oleh Le at al. (1990), kultur kalus Cinacer
arientinum oleh Barna dan wakhlu (1993) dan kultur kalus
Swaensona formosa (Zulkarnain, 2003).
Bhojwani dan Razdan (1983) menyatakan bahwa
tanaman-tanaman yang diregenerasikan dari kultur kalus dan
kultur sel memperlihatkan ekspresi genetic yang tidak selalu
stabil. Ketidak stabilan ini seperti poliploidi , aneuploidi, dan
perubahan-perubahan pada struktur kromosom merupakan
permasalahan
officinalis

yang

yang

umum

(1983).

diperbanyak

Contoh,

melalui

Asparagus

kultur

kalus

memperlihatkan adanya poliploidi dan aneuploidi, sedangkan


yang diperbanyak melalui kultur tunas semuanya bersifat
diploid

(normal).

Sementara

Mohamed

et

al.

(1993)

menyatakan bahwa morfogenesis pucuk dari jaringan kalus


Phaseolus

vulgaris

terkadang

disertai

oleh

timbulnya

keragaman somaklon. Keragaman somaklon tersebut dapat


dimanfaatkan sebagai sumber keragaman genetik. Oleh karena
itu, teknologi kaltur kalus dan kultur sel dapat menjadi sarana
penyediaan keragaman genetik bagi para pemulia tanaman dan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

120

menawarkan pendekatan baru bagi perbaikan tanaman melalui


seleksi in vitro
D. Embriogenesis Somatik
Istilah ini digunakan untuk menyatakan perkembangan
embrio lengkap dari sel-sel vegetatif yang dihasilkan dari
berbagai sumber eksplan yang ditumbuhkan pada sistem kultur
jaringan (Hartman dkk, 1990). Fenomena perkembangan
embrio dari jaringan tanaman yang dikulturkan, pertama kali
diamati oleh Stewart et al.(1958) pada kultur suspensi Daucus
carota dan Reinert (1959) pada kultur kalus spesies tanaman
yang sama.
Sama halnya dengan embrio zigotik yang berkembang
dari penyatuan gamet jantan dan gamet betina, embrio somatik
pun tumbuh dan berkembang melewati tahapan-tahapan yang
sama. Tahapan-tahapan tersebut adalah oktan, globular, awal
hati, hati, torpedo, dan embrio dewasa.
Rice,

dkk

(1992),

dalam

Zulkarnain

(2009),

menyatakan bahwa embriogenesis somatik merupakan teknik


yang paling menjanjikan untuk perbanyakan dalam waktu
cepat pada tanaman pertanian. Embrio-embrio somatik dapat
muncul langsung dari permukaan eksplan, misalnya pada
Bahan Ajar Kultur Jaringan

121

eksplan kotiledon Cucumis sativus (Ladyman dan Girard,


dalam Zulkarnain (2009) dan tunas Foeniculum vulgare atau
setelah fase penggandaan yang melibatkan pembentukan kalus,
seperti pada Irish pumila.
Kemampuan regenerasi embrio somatik pada kultur sel,
memungkinkan untuk diregenerasikannya tanaman lengkap
bila regenerasi melalui organogenesis tidak memungkinkan.
Suatu keuntungan yang nyata dari embriogenesis somatik
adalah embrio-embrio somatik yang dihasilkan bersifat bipolar,
yakni memiliki ujung-ujung akar dan pucuk yang diperlukan
bagi pertumbuhan tanaman lengkap. Pada organogenesis
perkembangan pucuk dan akar sering terjadi sangat terpisah
dan sangat tergantung pada perubahan media. Di samping itu,
kultur-kultur yang bersifat embriogenik dapat menghasilkan
embrio dalam jumlah besar dalam satu wadah kultur, lebih
banyak dari pada puuk-pucuk majemuk yang diregenerasikan
secara adventif melalui organogenesis. Bila kultur tersebut
dipindahkan pada medium cair maka embrio-embrio tersebut
dapat terpisah satu sama lain dan mengapung bebas di dalam
medium. Oleh karena itu, embrio- embrio tersebut tidak perlu
dipisahkan secara manual, sejumlah besar embrio dapat
dipindahkan dengan mudah ke dalam wadah yang sesuai untuk
ditumbuhkan menjadi tanaman yang lengkap.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

122

2.2 Tugas
Agar penguasaan anda tentang tipe-tipe dasar mikropropagasi
lebih baik, maka kerjakanlah tugas berikut ;
1. Buatlah garis besar masing-masing sub topik tipetipe dasar mikropropagasi mulai dari kultur
meristem sampai dengan embriogenesis somatik,
dengan cara yang menurut anda paling mudah
dipahami misalnya dalam bentuk peta konsep, atau
bentuk lainnya
2. Komunikasikan hasil tersebut dengan teman anda
yang juga membuat hal yang sama tetapi dengan
cara yang berbeda
3. Simpulan diskusi beri tanda khusus misalnya
dengan menggaris bawahi atau membuat catatan
pelengkap pada lembaran berikutnya

2.3 Latihan

Bahan Ajar Kultur Jaringan

123

Untuk lebih memantapkan pemahaman anda tentang konsep


tipe-tipe dasar mikropropagasi, kerjakanlah soal-soal latihan
berikut;
1.

Sebutkan

dan

jelaskan

lime

tipe

dasar

mikropropagasi
2. Produksi tanaman dengan merangsang terbentuknya
tunas-tunas aksilar
merupakan teknik mikropropagasi yang paling
umum dilakukan. Ada 2 (dua)

metode produksi

tunas aksilar yang dilakukan sebutkan dan jelaskan


3. Penutup
3.1 Rangkuman
Kultur meristem (meristem culture) adalah kultur
jaringan tanaman dengan menggunakan eksplan berupa
jaringan-jaringan

meristematik.

Jaringan

meristem

yang

digunakan dapat berupa meristem pucuk terminal atau


meristem tunas aksilar. Dalam kultur meristem, perkembangan
diarahkan untuk mendapatkan tanaman sempurna dari jaringan
meristem tersebut dan dapat sekaligus diperbanyak.
Aplikasi kultur meristem secara umum:
1.

Produksi tanaman bebas virus

Bahan Ajar Kultur Jaringan

124

2. Produksi massal genotype dengan karakteristik


yang diinginkan
3. Memfasilitasi pertukaran eksplan antar lokasi
(produksi bahan tanaman
yang bersih)
4. Cryopreservation (penyimpanan pada suhu
-198oC) atau konservasi plasma
nutfah secara in vitro (paper penyimpanan in
vitro)
Produksi tanaman dengan merangsang terbentuknya tunastunas aksilar merupakan teknik mikropropagasi yang paling
umum dilakukan. Ada 2 (dua) metode produksi tunas aksilar
yang dilakukan yaitu:
a.

Kultur Pucuk (shoot culture atau shoot-tip culture).

Kultur Pucuk (Shoot culture) adalah teknik mikropropagasi


yang dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang
mengandung meristem pucuk (apikal dan lateral) dengan
tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas-tunas/cabangcabang aksilar.
b.

Kultur Mata Tunas (satu mata tunas: single-node


culture; lebih dari satu mata tunas: multiplenode culture).

Bahan Ajar Kultur Jaringan

125

Kultur mata tunas ini merupakan salah satu teknik in-vitro


yang

digunakan

untuk

perbanyakan

tanaman

dengan

merangsang munculnya tunas-tunas aksilar dari mata tunas


yang dikulturkan
3.2 Tes Formatif
1. Jelaskan manfaat utama kultur meristem selain untuk
perbanyakan tanaman!
2. Uraikan manfaat kultur kalus dan kultur sel bagi
pemuliaan tanaman
3. Tuliskan apa yang anda ketahui tentang embriogenesis
somatik
3.2 Kunci Jawaban
1. Baca kembali uraian tentang kultur meristem
2. Lihat uraian tentang kultur kalus
3. Jawaban soal ini dapat anda baca pada uraian tentang
embriogenesis somatik
Tindak Lanjut
1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test
formatif di atas, ia dapat

melanjutkan mempelajari

lanjutan perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini


Bahan Ajar Kultur Jaringan

126

merupakan dasar untuk memahami uraian pada bab-bab


selanjutnya.
2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka
danjurkan:
a. Mempelajari kembali dari awal bahasan di atas;
b. Konsultasi dengan asisten dan dosen.

Kepustakaan
1. Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur
Jaringan Tanaman, UMM Press. Malang
2.

Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan,


Depdiknas

3. Suryowinoto, 1993,

Pemuliaan Tanaman Secara In

Vitro, UGM, Yogyakarta Publishing


4.

Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi


Aksara, Jakarta

Senarai
-

Kultur meristem (meristem culture) adalah; kultur


jaringan tanaman dengan menggunakan eksplan berupa
jaringan-jaringan meristematik

Bahan Ajar Kultur Jaringan

127

Kultur Pucuk (Shoot culture) adalah; teknik

mikropropagasi yang dilakukan


Dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung
meristem pucuk (apikal
dan lateral) dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan
tunas-tunas/cabangcabang aksilar
- Tunas adventif adalah tunas yang terbentuk dari eksplan pada
bagian yang bukan merupakan tempat asal terbentuknya
(bukan dari mata tunas atau buku).
-

Embrio aseksual atau embrio somatik (somatic embryo)


adalah embrio yang terbentuk bukan dari penyatuan sel-sel
gamet jantan dan betina atau dengan kata lain embrio yang
terbentuk dari jaringan vegetatif/somatik

- Organogenesis; berkaitan dengan proses bagaimana pucuk


dan atau akar adventif berkembang dari dalam massa kalus
-

Embriogenesis Somatik;

digunakan untuk menyatakan

perkembangan embrio lengkap dari sel-sel vegetatif yang


dihasilkan dari berbagai sumber eksplan yang ditumbuhkan
pada sistem kultur jaringa
Bahan Ajar Kultur Jaringan

128

BAB V
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEBERHASILAN
TEKNIK KULTUR JARINGAN
5.1 Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat
Bab ini berisi uraian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan teknik kultur jaringan yang
mencakup; seleksi bahan tanam, pengaruh bahan tanam
terhadap pertumbuhan, sterilisasi bahan tanam dan zat pengatur
tumbuh. Dalam bab ini mahasiswa akan beroleh pengetahuan
tentang berbagai faktor yang harus diperhatikan agar kegiatan
kultur akan menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang
menjadi tujuan

B. Relevansi
Pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan kutur jaringan, akan menjadi panduan mulai dari
bagaimana menyeleksi bahan tanam, bahan tanam mana yang
punya potensi tumbuh, bagaimana mensterilisasi dan jenis serta
zat pengatur tumbuh apa yang dibutuhkan, seberapa besar yang
Bahan Ajar Kultur Jaringan

129

akan diperlakukan dan sebagainya. Semua faktor ini akan


menentukan tingkat keberhasilan kegiatan kultur jaringan.
C. Tujuan Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
teknik kultur jaringan.
5.2 Penyajian Materi
A. Seleksi Bahan Tanam
Seleksi bahan eksplan yang cocok merupakan factor
penting yang menentukan keberhasilan program

kultur

jaringan. Untuk memulai system kultur jaringan yang baru


denan spesies atau kultivar tanaman yang baru pula, seringkali
menghendaki analisis yang sistematis terhadap potensi eksplan
dari setiap tipe jaringan. Oleh karena itu, Pierik (1997)
mengemukakan tiga aspek utama yang harus diperhatikan
dalam seleksi bahan eksplan, yaitu genotip, umur dan kondisi
fisiologis bahan tersebut.
Walaupun tanaman dapat diperoleh dari sejumlah besar
genotip, kemampuan regenerasi setiap genotip sangat berbeda.
Pengaruh genotip pada proliferasi

sel dapat dilihat pada

kapasitas regeneratifnya. Pada umumnya, tanaman dikotil lebih


mudah berproliferasi pada kultur in vitro dari pada tanaman
Bahan Ajar Kultur Jaringan

130

monokotil. Selain itu, tanaman gymnospermae memiliki


kapasitas regenerarif yang lebih terbatas dibandingkan dengan
tanaman angiospermae. Tanaman yang umumnya mudah
diperbanyak

melalui

tekhnik

perbanyakan

vegetatif

konvensional akan muda pula diperbanyak melalui tekhnik


kultur jaringan (pierik, 1997). Tanaman berbatang lunak,
seperti Saintpaulina (Chang, 1987) dan Begonia (Bowes, 1990)
yang mudah diperbanyak secara vegetatif konvensional
menggunakan stek daun, dapat dengan mudah pula dikulturkan
secara

in

vitro

menggunakan

eksplan

potongan

dan

meregenerasikam lebih banyak tanaman.


Perbanyakan tanaman secara vegetatif konvensional,
jaringan-jaringan juvenilnya sering memperlihatkan peluang
keberhasilannya yang lebih besar. Peluang keberhasilan
perbanyakan tanaman secara in vitro meningkatkan pula
dengan digunakannya jaringan-jaringan muda sebagai bahan
eksplan. Hartman menyatakan bahwa jaringan-jaringan yang
sedang aktif tumbuh pada awal masa pertumbuhan biasanya
merupakan bahan eksplan yang paling baik. Jaringan yang
kurang aktif sering menginginkan modifikasi jenis dan takaran
zat pengatur tumbuh selama pengkulturan.
Kondisi fisiologis eksplan memiliki peranan penting
bagi keberhasilan tekhnik kultur jaringan. Pierik (1997)
Bahan Ajar Kultur Jaringan

131

menyatakan bahwa pada umunya bagian-bagian vegetatif lebih


siap beregenerasi dari pada bagian-bagian generatif. Eksplan
mata tunas yang diperoleh dari tanaman yang sedang istrahat,
lebih sulit berproliferasi dari pada mata tunas yang diperoleh
dari tanaman yang sedang aktif tumbuh. Hal ini sama halnya
dengan kasus dormansi pada eksplan biji.
Kondisi fisiologis eksplan dari suatu tanaman bervariasi
secara alami, sejalan dengan pertumbuhan tanaman yang
melewati fase-fase yang berbeda dan perubahan kondisi
lingkungan. Suatu respon pertumbuhan tertentu di dalam suatu
kultur jaringan dijelaskan oleh Taji et al. (1995) sebagai hasil
interaksi antara kondisi fisiologis bahan yang dikulturkan
dengan factor-faktor lingkungan. Hal itu berarti, pola
pertumguhan yang dihasilkan oleh suatu tanaman ditentukan
oleh kondisi fisiologis bersih dari tanaman bersangkutan akibat
pengaruh kondisi internal dan eksternal. Keadaan lingkungan
kultur, seperti cahaya, suplai air, suplai hara, ataupun zat
pengatur tumbuh dapat di modifikasi sedemikian rupa untuk
mengontrol kondisi fsiologis eksplan
Factor lain yang mempengaruhi laju keberhasilan kultur
jaringan, namun bukan merupakan factor utama adalah ukuran
eksplan yang digunakan. Hal itu penting dalam upaya
memproduksi tanaman bebas virus melalui kultur meristem.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

132

Di samping itu, ukuran pun menentukan laju kehidupan bahan


eksplan yang dikulturkan. George dan Sherrington (1984)
menyatakan bahwa semakin kecil ukuran eksplan, semakin
kecil pula kemungkinan terjadinya kontaminasi, baik secara
internal maupun eksternal, namun laju kehidupan pun akan
rendah. Sebaliknya, semakin besar ukuran eksplan, akan
semakin besar pula untuk kemungkinan berhasilnya proliferasi,
namun

kemungkinan

untuk

terjadinya

kontaminasi

mikroorganisme akan makin besar.


Seleksi bahan tanaman yang sesuai:
1. Seleksi tanaman stok
a. Genotipe
Jika memungkinkan, gunakan bahan tanaman dengan
tetua yang memiliki kisaran genetik berbeda.
b. Kondisi tanaman
Eksplan yang sehat dan vigiorous kemungkinan besar
akan menghasilkan kultur yang baik dan berhasil.
c. Bagian tanaman
Tunas atau ruas/node paling sering digunakan, tapi
bagian lain juga dapat digunakan tergantung pada spesies dan
tujuan yang diinginkan.
d. Ukuran tanaman
Bahan Ajar Kultur Jaringan

133

Semakin kecil eksplan, semakin kecil kemungkinan


menularkan penyakit endogenus atau mengintroduksikan
variasi akibat chimera. Sebaliknya, eksplan yang lebih kecil
lebih mudah rusak pada saat penanganan dan lebih rentan
terhadap kegagalan pada kultur awal.
e. Kemudahan mengkulturkan
Beberapa spesies atau kultivar lebih mudah dikulturkan
dibandingkan yang lain; secara umum, tanaman yang mudah
diperbanyak secara tradisional dengan stek, biasanya lebih
mudah dikulturkan.
f. Posisi tanaman
Ujung tunas dan daun yang baru tumbuh adalah bahan
eksplan terbaik. Hindari menggunakan bahan yang kontak
langsung dengan tanah, dimana kemungkinan besar infestasi
penyakit sangat besar.
g. Jaringan berpenyakit
Pilihlah jaringan yang sehat. Ujung tunas yang sedang
aktif tumbuh cenderung memiliki sedikit infestasi.
h. Khimera
Beberapa tanaman mudah mengalami mutasi genetik
atau chimera, misalnya warna berbeda pada sebagaian daun,
bentuk daun yang berbeda. Sifat genetik tertentu dapat

Bahan Ajar Kultur Jaringan

134

direproduksi pada kultur. Tapi, beberapa sifat chimera kadang


dipilih sebagai karakteristik yang diinginkan.
i. Poliploidi
Jaringan

tanaman

normal

memiliki

set

jumlah

kromosom tertentu pada selnya. Beberapa individu atau


jaringan mungkin memiliki tambahan

(poliploidi)

atau

pengurangan jumlah kromosom. Ini mungkin disebabkan


abnormalitas alami atau disebabkan oleh perlakuan bahan
kimia.
2. Siklus pertumbuhan tanaman
a. Juvenil/dewasa
Jaringan muda/juvenile dihasilkan dari bibit tanaman.
Jaringan

dewasa

dihasilkan

setelah

beberapa

siklus

pertumbuhan. Jaringan dewasa memiliki karakter fisiologis


yang berbeda yang mempengaruhi kebutuhan kulturnya.
b. Vegetatif/generatif
Tunas yang sedang berkembang bias jadi bersifat
vegetatif atau generatif (floral) tergantung pada posisi dan
siklus pertumbuhannya. Umumnya tunas vegetatif lebih
disukai untuk kultur, karena akan dapat memproduksi tunas
baru dan menghasilkan banyak titik titik tumbuh. Status
fisiologi jaringan tunas berbeda pada periode berbunga dan ini
Bahan Ajar Kultur Jaringan

135

dapat mempengaruhi respon tunas vegetatif yang dikoleksi


pada saat itu. Disarankan untuk menghindari periode berbunga
sebagai bahan tanaman, tapi penelitian menunjukkan bahwa
beberapa spesies tanaman asli Australia menunjukkan hal yang
berbeda.
3. Aktif/dorman
Seperti pada pembungaan, tanaman dan tunas individu
atau jaringan melalui siklus pertumbuhan aktif dan tidak aktif
(dormansi) dan perbedaan keadaan ini mempengaruhi respon
tanaman terhadap kondisi kultur.
B. Pengaruh Bahan Tanam Terhadap Pertumbuhan.
Pengaruh bahan tanam dapat diuraikan sebagai berikut;
Genotipe
Kemampuan regenerasi dunia tanaman punya rentangan
yang luas. Dikotiledon pada umumnya dapat beregenerasi lebih
baik

dibandingkan

dengan

monokotiledon.

Sedangkan

gymnospermae mempunyai kemampuan regenerasi yang


sangat terbatas, terkecuali jika mengalami juvenisasi. Di antara
dikotiledon

selonaceae,

Begineaceae,

dan

Crasiferae

beregenerasi dengan sangat mudah.


Ada perbedaan yang sangat besar dalam pembelahan
dan regenerasi antara tanaman-tanaman dalam suatu spesies
Bahan Ajar Kultur Jaringan

136

tunggal. Bila regenerasi suatu organ begitu mudah pada suatu


spesies (Begonia rex, hibrida-hibrida Streptocarpus), maka
harapan kemampuan regenerasinya secara in vitro adalah sama.
Namun demikian, ada beberapa hal yang sangat kontras antara
kemampuan beregenerasi in vitro dan in vivo; misalnya hampir
tidak memungkinkan untuk melakukan pembentukan tunas
adventif in vivo, dari potongan daun Kalanchoe farinacea ,
dimana secara in vitro dapat dilakukan dengan baik. Kondisi
ini mungkin disebabkan adanya ketersediaan regulator.
Umur tanaman
Jaringan

embrionik

pada

umumnya

mempunyai

kemampuan regenerasi yang tinggi, dan sebagai contoh pada


tanaman biji-bijian, pada saat tanaman menjadi dewasa, maka
kemampuan regenerasinya menjadi menurun, dan bagianbagian tanaman yang muda (juvenil) dipilih untuk keperluan
eksperimen, terutama pada tanaman berkayu dan semak.
Adanya perbedaan pembelahan sel dan regenerasi antara
bagian tanaman yang muda dan dewasa secara in vitro
dipelajari

pada

tanaman

Lunaria

annua,

Anthurium

andreanum.
Bila mengisolasi meristem dan tunas pucuk (inisial
pucuk) perlu diingat bahwa dalam kondisi in vitro tunas pucuk
yang juvenil, sedangkan tunas pucuk dewasa akan tetap
Bahan Ajar Kultur Jaringan

137

dewasa. Kadangkala melalui sub kultur yang berulang-ulang


dari tunas pucuk dan lebih khusus meristem, suatu meristem
dewasa berangsur-angsur akan menunjukkan karakteristik
juvenil. Rejuvenisasi ini akan menghasilkan peningkatan
pembelahan sel dan regenerasi.
Umur jaringan dan organ
Jaringan muda, lunak (bukan berkayu) pada umumnya
lebih cocok untuk bahan tanam dibandingkan dengan jaringan
berkayu yang lebih tua, meskipun beberapa perkecualian
dijumpai dalam literatur. Jaringan petiol yang sangat muda
lebih mudah beregenerasi dibanding jaringan petiol muda.
Demikian pula yang muda lebih mudah beregenerasi
dibandingkan yang tua. Bila organ dari mana eksplan diambil
menjadi lebih tua, maka pembelahan sel dan regenerasinya
juga menurun.
Status fisiologis
Status fisiologis mempunyai efek yang kuat terhadap
pembelahan sel dan regenerasi. Bagian tanaman vegetatif lebih
siap beregenerasi dibandingkan bagian tanaman generatifnya,
misalnya pada umbi lapis lily. Bagian dari tanaman juvenil
lebih siap beregenerasi dibandingkan bagian tanaman dewasa.
Status kesehatan

Bahan Ajar Kultur Jaringan

138

Bila pada saat isolasi tanaman berada pada kondisi


sehat, maka tingkat keberhasilan kultur in vitro tinggi pula.
Demikian pula, bila bahan tanam diambil dari individu klon,
maka individu klon tersebut harus dipilih yang paling sehat.
Efek tahun yang berbeda
Tahun yang berbeda akan berpengaruh terhadap kondisi
fisik (faktor penentu musim) yang berbeda pula. Kondisi ini
akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman.
Kondisi pertumbuhan
Tanaman yang ditumbuhkan dalam kondisi alam jika
ditumbuhkan secara in vitro akan bereaksi berbeda dengan
yang berasal dari greenhouse. Pada umumnya tanaman yang
ditumbuhkan di greenhouse lebih siap beregenerasi dibanding
yang di alam.
Posisi eksplan pada tanaman
Makin tinggi kedudukan pucuk yang diisolasi dari
sebatang tanaman berkayu, makin rendah kemungkinan
terbentuknya akar adventif. Potongan yang berasal dari bagian
yang lebih tinggi bersifat lebih tua dibanding yang lebih
bawah. Gradien regenerasi ini dijumpai pada umbi lapis lily,
tembakau, Lunaria annua.
Ukuran eksplan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

139

Pada umumnya makin kecil ukuran eksplan (sel,


kelompok sel, meristem) makin sulit induksi pertumbuhan
dikerjakan jika dibandingkan dengan struktur yang lebih besar
seperti daun, batang atau umbi. Keadaan ini terkait dengan
cadangan makanan dan hormon endogen yang dikandung
eksplan. Bila eksplan dalam ukuran besar diisolasi, maka
penambahan nutrien (gula dan mineral) dan regulator kurang
berpengaruh terhadap pertumbuhan. Ukuran potongan (besar
dan kecil) juga dapat berpengaruh terhadap regenerasi.
Pelukaan
Luas permukaan potongan memegang peranan penting
bagi pertumbuhan in vitro. Luas permukaan berpengaruh
terhadap pengambilan nutrien dan regulator dan pada saat yang
sama juga produksi etilen. Bila ada barier anatomidari eksplan
dalam pembentukan akar adventif, misalnya oleh lapisan
pembuluh sklerenkim, maka sangat disarankan untuk melukai
eksplan tersebut.
Metode inokulasi
Eksplan dapat diletakkan di atas nutrien media dengan
cara berbeda; polar (tegak ke atas, dengan pangkal fisiologis
menancap medium) atau apolar (terbalik, dengan pangkal
fisiologis di atas medium). Akar dan tunas umumnya mudah
beregenerasi pada posisi inokulasi apolar. Regenerasi yang
Bahan Ajar Kultur Jaringan

140

lebih baik ini selain disebabkan oleh pasokan oksigen yang


lebih baik, mungkin juga ada faktor-faktor lain. Pada posisi
inokulasi apolar, makanan yang diakumulasikan di bagian
pangkal batang tidak dapat berdifusi ke agar. Inokulasi apolar
sangat penting pada tanaman Amaaryllidaceae.
Nurse effect
Bila sebungkah kecil jaringan kalus diletakkan di
tengah populasi sel, maka substansi yang ada di dalam jaringan
kalus tadi akan berdifusi ke dalam medium. Hasil difusi ini
akan

berpengaruh

terhadap

pembelahan

sel-sel

secara

individual. Fenomena semacam inilah yang disebut dengan


nurse effect
Preparasi
Kondisi fisiologis sumber bahan tanam memegang
peranan penting dalam pertumbuhan eksplan secara in vitro.
Secara

artifisial,

kondisi

sumber

bahan

tanam

dapat

dimodifikasi dengan cara:


1. Menyemprot

tanaman

induk

dengan

regulator

(misalnya sitokinin)
2. Menyuntik bahan awal dengan regulator
3. Meletakkan sumber eksplan dalam penunjang yang
berisi gula, BA,GA, dll

Bahan Ajar Kultur Jaringan

141

4. Merendam eksplan primer dalam larutan berisi


berbagai konsentrasi BA

C.

Sterilisasi Bahan Tanam


Dalam kultur jaringan, inisiasi kultur yang bebas dari

kontaminan merupakan langkah yang sangat penting. Bahan


tanaman dari lapangan mengandung debu, kotoran-kotoran,
dan

berbagai

kontaminan

hidup

pada

permukaannya.

Kontaminan hidup dapat berupa cendawan, bakteri, serangga


dan telurnya, tungau serta spora-spora. Bila kontaminan ini
tidak dihilangkan, maka pada media yang mengandung gula,
vitamin dan mineral, kontaminan terutama cendawan dan
bakteri akan tumbuh secara cepat. Dalam beberapa hari,
kontaminan akan memenuhi seluruh botol kultur. Eksplan yang
tertutup kontaminan akhirnya mati, dapat sebagai akibat
langsung dari serangan cendawan/bakteri.
Pada

beberapa

jenis

tanaman,

ditemukan

juga

kontaminan yang berasal dari dalam jaringan tanaman,


terutama bakteri. Bakteri-bakteri ini sampai sekarang belum
diidentifikasi. Kontaminan internal ini sangat sulit diatasi,
karena sterilisasi permukaan tidak menyelesaikan masalah.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

142

Pada bahan tanaman yang mengandung kontaminan internal,


harus diberi perlakuan antibiotik atau fungisida yang sistemik.
Setiap

bahan

tanaman

mempunyai

tingkat

kontaminan

permukaan yang berbeda, tergantung dari :


1. Jenis tanamannya.
2. Bagian tanaman yang dipergunakan.
3. Morfologi permukaan (misalnya: berbulu atau tidak).
4. Lingkungan tumbuhnya (green house atau lapangan)
5. Musim waktu mengambil (musim hujan/kemarau).
6. Umur tanaman (seedling atau tanaman dewasa).
7. Kondisi tanamannya (sakit atau dalam keadaan sehat).
Keadaan ini menyulitkan penentuan suatu prosedur
sterilisasi standard yang berlaku untuk semua tanaman. Juga
sukar untuk menentukan prosedur standard yang dapat
dipergunakan untuk suatu jenis tanaman yang berasal dari
tempat berbeda. Setiap bahan tanaman harus ditentukan melalu
percobaan pendahuluan.
Dalam sterilisasi bahan tanaman, hal yang penting yang
harus mendapat perhatian adalah bahwa sel tanaman dan
kontaminan adalah sama-sama benda hidup. Kontaminasi harus
dihilangkan tanpa mematikan sel tanaman. Di negara-negara
tropis, kontaminasi permukaan ini biasanya merupakan hal

Bahan Ajar Kultur Jaringan

143

yang cukup serius, sehingga beberapa tahap sterilisasi harus


dilakukan.
Teknik Sterilisasi Eksplan
Sterilisasi bahan tanaman (misalnya: tunas kentang atau
kencur), dimulai dengan pencucian dan pembuangan bagianbagian yang kotor dan mati di bawah pancuran air ledeng.
Pencucian dapat dilakukan dengan menggunakan detergen
lembut. Kadang-kadang bahan yang sudah bersih, dibiarkan
dibawah pancuran air selama 1.2-1 jam untuk memecahkan
koloni kontaminan pertaminan permukaan, agar koloni-koloni
tersebut peka terhadap bahan-bahan sterilisasi (Gunawan,
1988).
Bahan yang sudah bersih dikecilkan sampai ukuran
tertentu. Ukuran ini harus lebih besar dari ukuran eksplan yang
direncanakan. Bahan kemudian direndam dalam larutan
fungisida dan/atau antibiotic. Setelah waktu perendaman
tercapai, bahan ditiriskan dan dibawa masuk ke dalam laminar
air flow cabinet. Prosedur lain dijalankan di dalam laminar air
flow cabinet. Bahan-bahan tanaman dicelup dulu selama
menit dalam alcohol 70%, kemudian dimasukkan kedalam
larutan natrium/kalsium hopoklorit yang diberi beberapa tetes
bahan surfactant sepertti Tritone-x, Tween 20, atau Tween 80.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

144

Setelah waktu perendaman dalam larutan natrium/kalsium


hipoklorid tercapai, bahan tanaman dibilas 3 kali dalam
aquadest steril selama 10 menit untuk tiap pembilasan. Setelah
semua prosedur tersebut dijalankan, berarti bahan tanaman
sudah siap untuk ditanam.
Masing-masing

peneliti

dan

laboratorium

dapat

mengembangkan sendiri, cara yang paling efektif untuk


keadaan setempat.
Dalam laboratorium yang mempunyai pompa vacuum,
sterilisasi dapat dilakukan dalam keadaan vacuum dan dikocok
dengan meletakkan botol di atas magnetic-stirrer. Hal ini dapat
meningkatkan efisiensi sterilisasi. Ke dalam larutan juga
ditambahkan surfactant beberapa tetes.
Bila gas klorin yang digunakan, maka prosedur harus
dilakukan dalam fume hood atau lemari asam. Gas klorin dapat
diperoleh dengan cara: 50 ml Clorox (bahan pemutih
komersial/bleach), ditambah dengan 5 ml HCl pekat. HCl pekat
tidak ditambahkan sekaligus, tetapi mula-mula 3 ml dulu,
sesudah 3 menit dapat ditambahkan yang 2ml. Bahkan tanaman
yang akan disterilkan misalnya umbi kentang dan wadah yang
berisi Clorox + HCl dimasukkan ke dalam botol besar yang
tertutup

Bahan Ajar Kultur Jaringan

145

Untuk menghindarkan pemborosan media perlakuan ,


bahan tanaman tidak langsung ditanam di dalam media
perlakuan . Eksplan terlebih dahulu di tanam di dalam media
preconditioning yang merupakan media komposisi dasar tanpa
hormone, untuk menguji keefektifan prosedur sterilisasi.
Setelah 3 7 hari di dalam media pre-conditioning dan tidak
menunjukkan

gejala

kontaminasi

yang

berlebih-lebihan,

sebaiknya dibuang. Untuk eksplan yang sukar diperoleh dan


masih menunjukkan intergritas yang baik setelah sterilisasi
pertama, sterilisasi kedua dapat dilakukan bila kontaminasi
masih muncul di permukaan.
Dalam kasus kontaminasi internal, langkah yang dapat
diambil adalah perendaman bahan tanaman yang sudah dicuci
bersih, didalam larutan antibiotik selama 4 5 jam. Kemudian
prosedur selanjutnya, sama dengan sterilisasi permukaan bahan
tanaman yang lain. Tindakan ini menolong keadaan tanman
dengan kontaminan internal yang berupa bakteri. Cara lain
yang dapat ditempuh, adalah menambahkan antibiotic yang
tepat kedalam media tumbuh. Apabila antibiotik yang
digunakan termasuk yang heat-labile, maka antibiotik tidak
dimasukkan ke dalam media sebelum sterilisasi dengan
autoklaf.

Media

di

autoklaf

Bahan Ajar Kultur Jaringan

tersendisi

dan

antibiotic

146

ditambhkan setelah difiltrasi dengan micro-filter dengan poripori 0.2 um.


Problem terbesar yang dihadapi para tissue culturist
adalah kontaminasi mikroba pada kultur (baik bakteri maupun
jamur).

Dua cara dapat dilakukan untuk mengurangi

kontaminasi kultur.
1 Metode fisik
Metode fisik untuk ditujukan untuk mengatasi kontaminasi
mikroba dimaksudkan untuk mengurangi ukuran populasi
mikroba. Cara ini meliputi:
1. Mengekspos tanaman induk dengan kondisi kekeringan
selama 3 4 minggu sebelum mulai kultur jaringan.
Tanaman diberi air yang cukup, dipupuk, dan diberi
pestisida atau fungisida jika perlu. Kelebihan pengairan
mesti dihindari. .
2. Pada saat memulai kultur jaringan, tanaman dicuci
bersih, dan bagian yang tidak akan dikulturkan segera
dibuang.

Pembersihan

meliputi

pencucian,

penggosokan yang merata untuk membuang semua


partikel

tanah

dan daun mati.

Termasuk

juga

membuang sebagian besar daun, karena kebanyakan


daun tidak digunakan dalam kultur.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

147

3. Bahan tanaman kemudian dicuci dibawah air mengalir


selama 20 menit, sampai beberapa jam, tergantung
sumber bahan tanaman.

Ini sama artinya dengan

membuang jutaan mikroba ke drainase.


2 Metode Kimia
Ini dapat dilakukan dengan larutan sodium hypochlorite
(NaOCl). Kebanyakan lab menggunakan bleach (pemutih)
seperti Bayclin, yang mengandung 4% chlorine tersedia. 25
mL Bayclin yang dibuat menjadi 100 mL dengan penambahan
air destilata akan memberi konsentrasi 1% chlorine tersedia.
Karena kemurniannya, hypochlorite memiliki aktivitas yang
kecil pada pH melebihi 8.0 dan akan lebih efektif jika pH
diatur menjadi sekitar 6.0 dengan penambahan HCl (Behagel,
1971).

Untuk

meningkatkan

kesuksesan

menggunakan

chlorine, langkah berikut semestinya diikutsertakan:


1. Tambahkan deterjen ke larutan kloringe, misalnya beberapa
tetes Tween 20 atau Triton
2. Berikan sedikit tekanan pada perlakuan chlorine. Ini dapat
dilakukan dengan desikator vakum yang disambungkan ke
air atau pompa tipe lain.
3. Goyang goyangkan (agitasi) larutan klorine secara
manual atau dengan menggunakan shaker selama periode
disinfestasi.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

148

Semua teknik tersebut akan meningkatkan kontak tanaman


dengan larutan klorine. Lama perlakuan dengan larutan klorin
yang diperlukan akan berbeda beda, tergantung tipe dan
sensitivitas bahan tanaman.
3 Kontaminan endogenus penggunaan antibiotik
Larutan klorin dapat membunuh mikroorganisme
eksternal, namun tidak dapat mematikan mikroorganisme
internal (endogenus) dalam jaringan tanaman. Beberapa lab
menggunakan

antibiotik

untuk

membunuh

kontaminan

endogenus. Meskipun antibiotik rutin digunakan dalam kultur


jaringan hewan, penggunaannya pada kultur jaringan tanaman
kurang berhasil. Tidak ada antibiotik yang efektif untuk
membunuh semua mikroorganisme penyebab kontaminasi.
Antibiotik dan produk turunannya dimetabolisme oleh jaringan
tanaman dengan hasil yang tidak dapat diperkirakan. Menurut
pandangan Taji et al. (1997), penggunaan antibiotik sebaiknya
dihindari. Adalah berbahaya untuk mengembangkan system
kultur jaringan yang berdasarkan pada penambahan antibiotik
ke dalam media, berdasarkan alasan alasan berikut :
1. Tanaman yang dihasilkan mungkin masih memiliki
endogenus kontaminan

Bahan Ajar Kultur Jaringan

149

2. Dengan penggunaan antibiotik spesifik, seseorang dapat


menghasilkan mutan tertentu, tapi tidak dapat dikontrol
dengan produk spesifik ini
3. Kontaminan non-patogenik dapat menjadi patogenik, bisa
karena mutasi atau fisik. Sesungguhnya, bakteri nonpatogenik tanpa kompetisi dari bakteri lain dapat menjadi
ganas
4. Problem kamuflase in vitro bisa menjadi problem utama di
kemudian hari pada kultur (misalnya layu bakteri atau spot)
5. Kontaminasi bakteri dapat menjadi problem pada akhir
proses perbanyakan mikro, misalnya sulit menghasilkan
akar pada tunas yang terkontaminasi.
4 .Menyembuhkan kultur yang terkontaminasi
Kultur yang telah terkontaminasi dapat diselamatkan dengan
metode berikut:
1. Buka wadah yang berisi kultur terkontaminasi dan isi
penuh dengan larutan 0.5 1% w/v sodium hypochlorite
2. Biarkan selama 1- - 50 menit tergantung pada keganasan
kontaminasi atau sensitivitas bahan tanaman
3. Keluarkan kultur dari larutan kloring, potong bagian dasar
dan buang daun daun yang berlebihan
4. Transfer ke media kultur yang baru
Bahan Ajar Kultur Jaringan

150

Pilihan opsional, eksplan dapat dicuci dengan air steril


atau diperlalukan dengan satu seri sodium hypochlorite encer,
misalnya 1% 0.5% 0.25% 0.1% dan ditanam tanpa
pembilasan dengan air steril lagi. Ini berarti tanaman yang
ditanam kembali ke kultur mengandung sedikit klorine. Ini
akan berguna pada kultur yang terkontaminasi berat, tapi hanya
tanaman yang tahan klorin dapat diperlakukan dengan cara ini.
Dengan metode tersebut, kultur yang terkontaminasi, daunnya
mungkin sangat dipengaruhi oleh bleach. Kultur ini akan
segera membaik dan tumbuh. 50% penyembuhan dari kultur
Melaleuca alternifolia berhasil diperoleh dari kultur yang
sangat terkontaminasi.
Secara umum sterilisasi bahan tanam dapat dilakukan
melalui langkah-langkah di bawah ini :
1. Bahan tanaman dimasukkan ke dalam cawan petri steril
atau botol steril, tergantung dari ukuran eksplan yang
digunakan.
2. Ke dalam botol steril dituangkan larutan Clorox 20%
sampai bahan tanaman terndam. Kemudian dibiarkan
selama 7 menit.
3. Sementara itu, cawan petri lain dengan air steril disiapkan.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

151

4. Setelah direndam selama 7 menit dalam Clorox 20%, bahan


tanaman dibilas dalam air steril di cawan petri kedua
selama 5 menit.
5. Bahan tanaman dimasukkan ke dalam larutan Clorox 10%
selama 10 menit kemudian dibilas dengan air steril selama
5 menit.
6. Bahan tanaman direndam lagi dalam larutan Betadine
0.25% selama 3-5 menit.
7. Bahan tanaman dibilas dua kali dalam air steril dengan
lama perendaman masing-masing 5 menit agar sisa-sisa
Betadine pada eksplan dapat larut.
8. Bahan

tanaman

menggunakan

ditanam

dalam

alat-alat

media
yang

dengan
sudah

disterilkan.
Contoh Sterilisasi Eksplan
Disini dicontohkan sterilisasi beberapa jenis tanaman sebagai
berikut:
Sterilisasi eksplan untuk Sanseviera :
1.

Potong daun menjadi ukuran 1,5 x 2 cm. Atas


bawah daun jangan terbalik. Tandai bagian bawah
dengan memotong agak miring

Bahan Ajar Kultur Jaringan

152

2.

Masukan eksplan dalam botol kaca (botol selai)


steril. Kemudian masukan dan rendam dalam larutan
asam sitrat dan asam askorbat (vitamin C) selama 15
menit. Tahap ini boleh dilakukan boleh juga tidak.
Kalau tidak langsung ke no 3.

3.

Cuci di air mengalir + deterjen (misalnya


sunlight) 15 menit

4.

Shaker dalam larutan fungisida (dithane) 4


gr/100 ml selama 30 menit lalu bilas dengan air steril
sampai sisa fungisida hilang. Biasanya diperlukan 5 kali
bilasan.

5.

Shaker dalam larutan bakterisida (agrept) 4


gr/100ml selama 30 menit lalu bilas dengan air steril
sampai sisa bakterisida hilang

6.

Rendam sambil digoyang dalam alcohol 75 %


selama 5 menit lalu bilas dengan air steril sampai sisa
alkohol hilang (5 kali). Pada tahap ini dilakukan dalam
laminar/enkase

7.

Eksplan siap ditanam.

Sterilisasi eksplan untuk Aglaonema:


1.

Potong batang dengan 2-3 mata tunas. Bagian


pucuk juga bias diambil

Bahan Ajar Kultur Jaringan

153

2.

Cuci di air mengalir + detrejen (misalnya


sunlight) 30 menit

3.

Shaker dalam larutan fungisida (dithane) 4


gr/100 ml selama 30 menit lalu bilas dengan air steril
sampai sisa fungisida hilang

4.

Shaker dalam larutan bakterisida (agrept) 4


gr/100ml selama 30 menit lalu bilas dengan air steril
sampai sisa bakterisida hilang

5.

Rendam sambil digoyang dalam alcohol 75 %


selama 5 menit lalu bilas dengan air steril sampai sisa
alkohol hilang (5 kali). Pada tahap ini dilakukan dalam
laminar/enkase

6.

Eksplan siap ditanam


Sterilisasi eksplan untuk Alokasia/Pisang
Pada jenis tanaman yang memiliki umbi atau bonggol

seperti pada alokasia dan pisang bias dilakukan sterilisasi


sebagai berikut:
1.

Bersihkan umbi dan bonggol


dari tanah

2.

Potong umbi 2 cm dari pangkal


batang. Sebenarnya bagian bawah umbi juga bias
digunakan namun yang terbaik adalah bagian atas
dekat batang tadi dengan sedikit batang atas. Batang

Bahan Ajar Kultur Jaringan

154

atas disini dimaksudkan batang semu berupa pelepah


alokasia/pisang yang berlapis-lapis
3.

Potong batang atas 2-3 cm dari


bonggol.. daun-daun dibuang.

4.

Untuk alokasia rendam dalam


bayclin 30 % selama 20 menit. Untuk pisang bayclin
100 % selama 20 menit. Lalu bilas dengan air steril
samapi bersih ( 5 kali)

5.

Rendam

ekpslan

alokasia

dalam alcohol 70 % selama 5 menit. Kemudian bilas


dan siap tanam. Pada pisang rendam dalam alcohol 70
% selama 20 menit lalu bilas samapai bersih
6.
D.

Eksplan siap tanam


Zat Pengatur Tumbuh
Pierek (1997) mengemukakan bahwa fitohormon

adalah senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tanaman tingkat


tinggi secara endogen. Senyawa tersebut berperan merangsang
dan meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan sel,
jaringan dan organ tanaman menuju arah diferensiasi tertentu.
Senyawa-senyawa lain yang memiliki karakteristik yang sama
dengan hormon, tetapi diproduksi secara eksogen, dikenal
sebagai zat pengatur tumbuh.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

155

Di dalam teknik kultur jaringan, kehadiran zat pengatur


tumbuh sanat nyata pengaruhnya. Bahkan, Pierik (1997) bahwa
sangat sulit untuk menerapkan teknik kultur jaringan pada
upaya perbanyakan tanaman tanpa melibatkan zat pengatur
tumbuh.
1.

Auksin
Auksin adalah sekelompok senyawa yang fungsinya

merangsang pemanjangan sel-sel pucuk yang spektrum


aktivitasnya

menyerupai

meningkatkan

IAA.

pemanjangan

Pada

sel,

umumnya

pembelahan

auksin
sel

dan

pembentukan akar adventif. Auksin berpengaruh pula untuk


menghambat pembentukan adventif dan tunas aksilar, namun
kehadirannya

dalam

medium

kultur

dibutuhkan

untuk

meningkatkan embriogenesis somatik pada kultur suspensi sel.


Konsentrasi

auksin

yang

rendah

akan

meningkatkan

pembentukan akar adventif, sedangkan auksin konsentrasi


tinggi akan merangsang pembentukan kalus dan menekan
morfogenesis.
Auksin yang paling banyak digunakan dalam kultur in
vitro adalah indole-3 acetic acid (IAA), -naphthalenacetic acid
(-NAA), dan 2,4 dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D). Jenisjenis auksin lain seperti 2,4,5-tri dichlorophenoxyacetic acid
(2,4,5-T),

indole-3-butyric

Bahan Ajar Kultur Jaringan

acid

(IBA),

dan

p156

chlorophenoxyacetic acid (4-CPA) juga merupakan senyawa


yang efektif, tetapi penggunaannya tidak sebanyak tiga jenis
auksin

yang

disebut

terlebih

dahulu.

2,4,5-T

dapat

meningkatkan pembentukan kalus pada kultur in vitro tanaman


biji-bijian sedangkan IBA sangat efektif untuk menginduksi
perakaran. IAA merupakan auksin yang disintesis secara
alamiah di dalam tubuh tanaman, namun senyawa ini mudah
mengalami degradasi akibat pengaruh cahaya dan oksidasi
enzimatik. Oleh karena itu, IAA biasanya diberikan pada
konsentrasi yang relatif tinggi (1-30 mg L-1). Sementara itu NAA yang merupakan auksin sintetik, tidak mengalami
oksidasi enzimatik seperti halnya IAA. Senyawa tersebut dapat
diberikan pada medium kultur pada konsentrasi yang lebih
rendah, berkisar antara 0,1-2,0 mg L-1 . Pemberian 2,4-D pada
konsentrasi 10-7 10-5 M tanpa sitokinin sangat efektif untuk
induksi proleferasi kalus pada kebanyakan kultur. Menurut
Gamborg et.al (1976) senyawa tersebut dapat menekan
organogenesis dan sebaiknya tidak digunakkan pada kultur
yang melibatkan inisiasi pucuk dan akar. Sementara itu, Pierik
(1997) menganjurkan untuk membatasi penggunaan 2,4-D
pada kultur in vitro karena dapat meningkatkan peluang
terjadinya mutasi genetik dan menghambat fotosintesis pada
tanaman yang diregenerasikan.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

157

2.

Sitokinin
Sitokinin adalah senyawa yang dapat meningkatkan

pembelahan sel pada jaringan tanaman serta mengatur


pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sama halnya dengan
kinetin (6-furfurylaminopurine). Peranan auksin dan sitokinin
sangat nyata dalam pengaturan pembelahan sel, pemanjangan
sel, diferensiasi sel, dan pembentukan organ.
Pemberian sitokinin ke dalam medium kultur jaringan
penting untuk menginduksi perkembangan dan pertumbuhan
eksplan. Senyawa tersebut dapat meningkatkan pembelahan
sel, proliferasi pucuk, dan morfogenesis pucuk. Bahkan
menurut George dan Sherrington (1984), apabila ketersediaan
sitokinin di dalam medium kultur sangat terbatas, maka
pembelahan sel pada jaringan yang dikulturkan akan
terhambat. Akan tetapi apabila jaringan tersebut di sub
kulturkan pada medium dengan kandungan sitokinin yang
memadai maka pembelahan sel akan berlangsung secara
sinkron.
Selain meningkatkan pembelahan sel dan inisiasi
pucuk, sitokinin terlibat pula di dalam kontrol perkecambahan
biji,

mempengaruhi absisi daun dan transpor auksin,

memungkinkan bekerjanya giberelin dengan menghilangkan


Bahan Ajar Kultur Jaringan

158

penghambat tumbuh, serta menunda penuaan. Sitokinin


biasanya tidak digunakan untuk tahap pengakaran pada
mikropropagasi

karena

aktivitasnya

dapat

menghambat

pembentukan akar, menghalangi pertumbuhan akar, dan


menghambat pengaruh auksin terhadap inisiasi akar pada
kultur jaringan sejumlah spesies tertentu.
Sitokinin yang banyak digunakan pada kultur in vitro
adalah, kinetin, benziladenin (BA atau BAP), dan zeatin.
Zeatin adalah sitokinin yang disentesis secara alamiah,
sedangkan kinetin dan BA adalah sitokinin sintetik. Satu lagi
sitokinin alamiah yang secara ekonomis lebih murah dari pada
zeatin adalah 6- [, dimethylallylamino] purin atau N 6-[2isopentenyl]- denine atau 2iP. Disamping itu air kelapa yang
disterilkan dengan otoklaf dapat pula ditambahkan ke dalam
medium kultur pada konsentrasi 10-15% (v/v) sebagai salah
satu sumber sitokinin alamiah.
Terdapat kisaran interaksi yang luas antara kelompok
auksin dengan kelompok sitokinin. Kedua kelompok zat
pengatur tumbuh tersebut berinteraksi pula dengan senyawasenyawa kimia lainnya dan dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan, seperti cahaya dan suhu. Pada kondisi tertentu,
auksin dapat bereaksi menyerupai sitokinin, atau sebaliknya
(Kyte, 1983). Meskipun demikian, baik auksin maupun
Bahan Ajar Kultur Jaringan

159

sitokinin, keduanya seringkali diberikan secara bersamaan pada


medium kultur untuk menginduksi pola morfogenesis tertentu,
walaupun rasio yang dibutuhkan untuk induksi perakaran
maupun pucuk tidak selalu sama. Terdapat keragaman yang
tinggi antar genus, antar spesies bahkan antar kultivar dalam
hal jenis serta takaran auksin dan sitokinin yang dibutuhkan
untuk menginduksi terjadinya morfogenesis.
Torres, (dalam Zulkarnain; 2009) menyatakan bahwa
tipe morfogenesis pada kultur in vitro tergantung pada rasio
serta kondisi auksin dan sitokinin. Inisiasi akar, embriogenesis,
dan induksi pembentukan kalus umumnya terjadi bila terdapat
rasio yang tinggi antara auksin dengan sitokinin, sedangkan
proliferasi pucuk adventif dan pucuk aksilar terjadi apabila
rasio tersebut rendah. Di samping rasio, konsentrasi auksin dan
sitokinin yang digunakan pun memiliki arti yang sangat
penting. Konsentrasi auksin ataupun sitokinin yang berbeda
akan mengakibatkan modus pertumbuhan yang berbeda pula,
sekalipun rasionya sama.
3. Giberelin
Kelompok zat pengatur tumbuh ini terdiri atas kira-kira
60 macam senyawa GA3 merupakan yang paling banyak
dijumpai di dalam tanaman. Asam giberelat tidak begitu sering
Bahan Ajar Kultur Jaringan

160

digunakan dalam kultur jaringan. Senyawa tersebut tidak tahan


panas dan tidak dapat diotiklaf. Olehkarena itu harus
ditambahkan kedalam medium stelah diotoklaf dengan
menggunakan filter milipore (sterilisasi filter). Secara umum,
peranan asam giberelat di dalam tanaman adalah meningkatkan
perkembangan biji dan menginduksi pemanjangan ruas.
Senyawa itu digunakan di dalam media kultur untuk
meningkatkan pemanjangan pucuk-pucuk yang sangat kecil
dan merangsang pembentukan embrio dari kalus.
Meskipun penggunaannya dalam teknik kultur jaringan
tidak sebanyak auksin dan sitokinin, giberelin dan kelompok
GA3 telah dimanfaatkan pada kultur pucuk dan kultur buku
tanaman

Phytolacca

dodecandra

kultur

biji

tanaman

Gymnocladus dioicus dan kultur meristem tanaman coklat.


4. Asam absisat
Asam absisat ditemukan tersebar luas dalam jaringan
tanaman dan diduga fungsinya sebagai zat penghambat
tumbuh. Senyawa ini jarang digunkan dalam kultur jaringan,
namun memiliki aplikasi yang spesifik, seperti merangsang
perkembangan

embrioid

dari

kalus.

Pertanan

ABA

kemungkinan berkaitan dengan kemampuannya memodifikasi

Bahan Ajar Kultur Jaringan

161

sintesis sitokinin dan sebagai senyawa antagonis terhadap


giberelin.
5. Etilen
Etilen adalah zat pengatur tumbuh yang struktur
sederhana dan berbentuk gas. Senyawa ini umumnya
diproduksi oleh tanaman sebagai respons terhadap kelebihan
air (waterlogging), yaitu suatu kondisi yang analog dengan
kultur in vitro. Menurut George dan Sherrington (1984), kultur
tanaman di dalam wadah tertutup dapat meningkatkan
akumulasi produksi etilen yang menghambat pertumbuhan
akibat terjadinya vitrivikasi dan penuaan pada pucuk-pucuk
muda.
Meskipun etilen dapat mengakibatkan terhambatnya
perkembangan kultur, sejumlah peneliti menyatakan bahwa
pada

kisaran

konsentrasi

rendah,

senyawa

ini

dapat

meningkatkan pertumbuhan kultur pada beberapa spesies


tanaman. Huxter et.al. dalam Zulkarnain (2009) menemukan
bahwa pembentukan pucuk adventif dari kalus tembakau
ditingkatkan oleh akumulasi etilen setelah 5 hari inisiasi kultur.
Pemberian etilen selama 3-5 hari pertama kultur, dinyatakan
oleh Aartijk et.al. (1985) dapat meningkatkan jumlah pucuk
adventif yang terbentuk pada eksplan umbi Lilium speciosum.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

162

Pada tanaman berkayu, Kumar dkk. Menyatakan bahwa


etilen pada konsentrasi 5-8 mg L-1 yang terakumulasi selama
10

hari

pertama

inisiasi

kultur

dapat

meningkatkan

pembentukan pucuk pada eksplan kotiledon Pinus radiata.


Panizza dkk, (1988) mengamati pembentukan pucuk adventif
pada eksplan potongan nodus dan tangkai bunga tanaman
Lavandala latifolia yang berkaitan dengan tingkat produksi
etilen di dalam wadah kultur. Sementara itu Dimesi-Therion
dkk (1992) menemukan bahwa pemberian etilen dapat
meningkatkan jumlah pucuk yang terbentuk pada kultur
Petunia hybrida secara nyata, namun tidak mempengaruhi
panjang dan berat segar.
2.2 Tugas
Setelah anda mempelajari tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan teknik kultur jaringan, maka
selesaikanlah tugas berikut;
1.

Buatkan rangkuman tentang faktor-faktor yang


mempengaruhi keberhasilan teknik kultur jaringan,
dapat dengan cara membuat ikhtisar atau peta
konsep

Bahan Ajar Kultur Jaringan

163

2.

Mintakan masukan dari teman untuk kelengkapan


rangkuman tersebut demikian sebaliknya anda juga
memberi masukan atas tugas yang dibuat teman.

2.3 Latihan.
Untuk memantapkan pemahaman anda tentang faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan,
kerjakanlah soal-soal latihan berikut
1.

Jelaskan
penting

dengan

yang

singkat

mempengaruhi

faktor-faktor
keberhasilan

perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan!


2.

Faktor-faktor

apa

saja

yang

perlu

diperhatikan dalam pemilihan bahan tanaman


sebagai sumber eksplan?
3. Penutup
3.1 Rangkuman
Untuk mendapatkan bahan tanam (eksplan) maka
pemilihan eksplan penting memperhatikan hal-hal sebagai
berikut;
1. Seleksi tanaman stok
a. Genotipe; Jika memungkinkan, gunakan bahan tanaman
dengan tetua yang memiliki kisaran genetik berbeda.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

164

b. Kondisi tanaman; Eksplan yang sehat dan vigiorous


kemungkinan besar akan menghasilkan kultur yang baik
dan berhasil.
c. Bagian tanaman; Tunas atau ruas/node paling sering
digunakan, tapi bagian lain juga dapat digunakan tergantung
pada spesies dan tujuan yang diinginkan.
d. Ukuran tanaman; Semakin kecil eksplan, semakin kecil
kemungkinan

menularkan

penyakit

endogenus

atau

mengintroduksikan variasi akibat chimera. Sebaliknya,


eksplan yang lebih kecil lebih mudah rusak pada saat
penanganan dan lebih rentan terhadap kegagalan pada
kultur awal.
e. Kemudahan mengkulturkan; Beberapa spesies atau kultivar
lebih mudah dikulturkan dibandingkan yang lain; secara
umum,

tanaman

yang

mudah

diperbanyak

secara

tradisional dengan stek, biasanya lebih mudah dikulturkan.


f. Posisi tanaman; Ujung tunas dan

daun yang baru

tumbuh adalah bahan eksplan


terbaik. Hindari

menggunakan

bahan

yang kontak

langsung dengan tanah, dimana


kemungkinan besar infestasi penyakit sangat besar.
g. Jaringan berpenyakit; Pilihlah jaringan yang sehat. Ujung
tunas yang sedang aktif
Bahan Ajar Kultur Jaringan

165

tumbuh cenderung memiliki sedikit infestasi.


h. Khimera; Beberapa tanaman mudah mengalami mutasi
genetik atau chimera, misalnya warna berbeda pada
sebagaian daun, bentuk daun yang berbeda. Sifat
genetik tertentu dapat direproduksi pada kultur. Tapi, beberapa
sifat chimera kadang dipilih sebagai karakteristik yang
diinginkan.
i. Poliploidi; Jaringan tanaman normal memiliki set jumlah
kromosom tertentu pada selnya. Beberapa individu atau
jaringan mungkin memiliki tambahan (poliploidi) atau
pengurangan jumlah kromosom. Ini mungkin disebabkan
abnormalitas alami atau disebabkan oleh perlakuan bahan
kimia.
Kondisi fisiologis sumber bahan tanam memegang peranan
penting dalam pertumbuhan eksplan secara in vitro. Secara
artifisial, kondisi sumber bahan tanam dapat dimodifikasi
dengan cara:
1.

Menyemprot tanaman induk dengan regulator

(misalnya sitokinin)
2. Menyuntik bahan awal dengan regulator
3.

Meletakkan sumber eksplan dalam penunjang


yang berisi gula, BA,GA, dll

Bahan Ajar Kultur Jaringan

166

4.

Merendam eksplan primer dalam larutan berisi


berbagai konsentrasi BA

Problem terbesar yang dihadapi para tissue culturist


adalah kontaminasi mikroba pada kultur (baik bakteri maupun
jamur).

Dua cara dapat dilakukan untuk mengurangi

kontaminasi kultur. Metode fisik dan metode kimiawi


3.2 .Tes Formatif.
1. Jelaskan

beberapa

sumber

kontaminasi

yang

potensial dalam sistem kultur jaringan tanaman!


2. Jelaskan zat pengatur tumbuh yang berperan penting
dalam sistem kultur jaringan tanaman. Uraikan
fungsinya dengan singkat!

3.3 Kunci Jawaban


1. Untuk menjawab pertanyaan ini, baca kembali uraian
tentang kontaminasi
2. Masing-masing peran dan fungsi zat pengatur tumbuh dapat
dibaca pada uraian tentang zat pengatur tumbuh yang
digunakan pada kultur jaringan

Bahan Ajar Kultur Jaringan

167

Tindak Lanjut
1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test
formatif di atas, ia dapat

melanjutkan mempelajari

lanjutan perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini


merupakan dasar untuk memahami uraian pada bab-bab
selanjutnya.
2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka
danjurkan:
a. Mempelajari kembali dari awal bahasan di atas;
c. Konsultasi dengan asisten dan dosen.
Kepustakaan.
1. Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur
Jaringan Tanaman, UMM Press. Malang
2. Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan, Depdiknas
3. Suryowinoto, 1993,

Pemuliaan Tanaman Secara In

Vitro, UGM, Yogyakarta Publishing


4. Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi
Aksara, Jakarta
Senarai
-

Fitohormon; adalah senyawa-senyawa yang dihasilkan


oleh tanaman tingkat tinggi secara endogen. Senyawa
tersebut berperan merangsang dan meningkatkan

Bahan Ajar Kultur Jaringan

168

pertumbuhan serta perkembangan sel, jaringan dan


organ tanaman menuju arah diferensiasi tertentu.
- Zat pengatur tumbuh; Senyawa-senyawa lain yang
memiliki karakteristik yang sama dengan hormon, tetapi
diproduksi secara eksogen.

BAB VI

Bahan Ajar Kultur Jaringan

169

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG


BERPENGARUH TERHADAP PERKEMBANGAN
KULTUR

1. Pendahuluan
1.1. Deskripsi Singkat
Bab ini berisi uraian tentang faktor-faktor lingkungan
yang berpengaruh terhadap perkembangan kultur jaringan yang
mencakup; suhu ruangan kultur, cahaya, karbon dioksida dan
oksigen, kelembaban dan etilen.

1.2. Relevansi
Pemahaman tentang faktor-faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap perkembangan kutur, akan menentukan
tingkat keberhasilannya terutama kesiapan faktor lingkungan.
Meskipun faktor dari dalam misalnya kondisi eksplan,
penyiapan media sudah dikondisikan sedemikian rupa dan
faktor lingkungan terabaikan, maka hal ini akan menentukan
tingkat perkembangan kultur jaringan.
1.3. Tujuan Khusus

Bahan Ajar Kultur Jaringan

170

Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu


menjelaskan

faktor-faktor lingkungan yang

berpengaruh

terhadap perkembangan kultur.


2 Penyajian Materi
2.1 uraian dan Contoh
Faktor-faktor

lingkungan

yang

berpengaruh

terhadap

perkembanagan kultur.
1. Cahaya
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi
invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama
penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi
pertumbuhan eksplan dalam kultur invitro. Pertumbuhan organ
atau jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya tidak
dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya
dihambat oleh cahaya.
Pada perbanyakan tanaman secara invitro, kultur
umumnya diinkubasikan pada ruang penyimpanan dengan
penyinaran.

Tunas-tunas

umumnya

dirangsang

pertumbuhannya dengan penyinaran, kecuali pada teknik


perbanyakan yang diawali dengan pertumbuhan kalus. Sumber
cahaya pada ruang kultur ini umumnya adalah lampu
flourescent (TL). Hal ini disebabkan karena lampu TL
Bahan Ajar Kultur Jaringan

171

menghasilkan cahaya warna putih, selain itu sinar lampu TL


tidak meningkatkan suhu ruang kultur secara drastis (hanya
meningkat sedikit). Intensitas cahaya yang digunakan pada
ruang kultur umumnya jauh lebih rendah (1/10) dari intensitas
cahaya yang dibutuhkan tanaman dalam keadaan normal.
Intensitas cahaya dalam ruang kultur untuk pertumbuhan tunas
umumnya berkisar antara 600-1000 lux. Perkecambahan dan
inisiasi akar umumnya dilakukan pada intensitas cahaya lebih
rendah.
Selain

intensitas

cahaya,

lama

penyinaran

atau

photoperiodisitas juga mempengaruhi pertumbuhan eksplan


yang dikulturkan. Lama penyinaran umumnya diatur sesuai
dengan kebutuhan tanaman sesuai dengan kondisi alamiahnya.
Periode terang dan gelap umumnya diatur pada kisaran 8-16
jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung varietas tanaman dan
eksplan yang dikulturkan. Periode siang/malam (terang/gelap)
ini

diatur

secara

otomatis

menggunakan

timer

yang

ditempatkan pada saklar lampu pada ruang kultur. Dengan


teknik ini penyinaran dapat diatur konstan sesuai kebutuhan
tanaman.
Peranan

cahaya

terhadap

pertumbuhan

eksplan

ditentukan oleh intensitas dan kualitas cahaya serta lamanya


penyinaran. Menurut Murashige (1977) dalam Widiastoety
Bahan Ajar Kultur Jaringan

172

(1995), untuk pembentukan tunas dan akar diperlukan lama


penyinaran optimum 16 jam per hari.
Mekanisme

bagaimana

cahaya

mempengaruhi

pertumbuhan kultur belum sepenuhnya dipahami. Diduga


cahaya yang diterima oleh pigmen fitokrom ditranslasikan ke
dalam metabolisme hormon. Riboflavin yaitu pigmen penerima
cahaya biru, memiliki kepekaan terhadap fotooksidasi IAA.
Hal itu telah dibuktikan pada pembentukan akar setek mikro
Eucalyptus ficifolia dan apel.
2. Suhu
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan
suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada siang dan
malam hari tanaman mengalami kondisi dengan perbedaan
suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa dilakukan
dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang dan malam di
ruang kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama ini
mengatur suhu ruang kultur yang konstant baik pada siang
maupun malam hari. Umumnya temperatur yang digunakan
dalam kultur in vitro lebih tinggi dari kondisi suhu invivo.
Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan
morfogenesis eksplan.
Pada sebagian besar laboratorium, suhu yang digunakan
adalah konstan, yaitu 25C (kisaran suhu 17-32C). Tanaman
Bahan Ajar Kultur Jaringan

173

tropis umumnya dikulturkan pada suhu yang sedikit lebih


tinggi dari tanaman empat musim, yaitu 27C (kisaran suhu 2432C). Bila suhu siang dan malam diatur berbeda, maka
perbedaan umumnya adalah 4-8C, variasi yang biasa
dilakukan adalah 25C siang dan 20C malam, atau 28C siang
dan 24C malam. Meskipun hampir semua tanaman dapat
tumbuh pada kisaran suhu tersebut, namun kebutuhan suhu
untuk masing-masing jenis tanaman umumnya berbeda-beda.
Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimumnya.
Pada suhu ruang kultur dibawah optimum, pertumbuhan
eksplan lebih lambat, namun pada suhu diatas optimum
pertumbuhan tanaman juga terhambat akibat tingginya laju
respirasi eksplan.
Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan jaringan
berkisar antara 20 0C 25 0C. Penggunaan suhu yang rendah
dapat mengurangi aktivitas enzim peroksidase dan oksidase
yang bertindak sebagai katalisator dalam proses oksidasi
senyawa fenol. Akibatnya, keracunan oleh eksudat toksik ini
dapat ditekan. Namun bila luka jaringan telah sembuh maka
pemakaian suhu tinggi akan lebih menguntungkan karena pada
suhu tersebut aktivitas metabolisme sel lebih tinggi.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

174

3. pH Media
Pada umumnya digunakan pH sekitar 4.8-5.2 untuk
media cair. Kecepatan putar alat pengocok (shaker) bervariasi
yaitu 90-100 rpm.
Keasaman pH adalah nilai derazat keasaman atau
kebasaan dari larutan dalam air. Keasaman (pH) suatu larutan
menyatakan kadar dari ion H dalam larutan. Nilai di dalam pH
berkisar antara 0 (sangat asam) sampai 14 (sangat basa),
sedangkan titik netral adalah pH pada 7.
Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik
kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit
dengan titik optimal antara pH 5,0-6,0. Bila eksplan mulai
tumbuh, pH dalam lingkungan kultur jaringan tanaman
umumnya akan naik apabila nutrein habis terpakai.
Pengukuran pH dapat dilakukan dengan menggunakan
pH meter, atau bila menginginkan yang lebih praktis dan murah
dapat digunakan kertas pH. Bila ternyata pH medium masih
kurang normal, maka dapat ditambah KOH 1-2 tetes.
Sedangkan apabila pH melampaui batas normal dinetralkan
dengan penambahan HCL.
4. Oksigen

Bahan Ajar Kultur Jaringan

175

Oksigen berfungsi di dalam proses respirasi jaringan.


Adanya

enzim-enzim

peroksidase

dan

oksidase

dapat

mengkatalis terjadinya proses oksidasi pada bagian jaringan


anggrek yang terluka akibat pemotongan. Hal ini menyebabkan
terganggunya pengambilan zat hara, terjadinya pembengkakan
sel, dan terlepasnya plasma sel dari dinding sel (Widiastoety,
1995).
Oksigen dibutuhkan oleh jaringan yang dikulturkan
secara in vitro sebagaimana halnya pada kultur in vivo. Oksigen
merupakan salah satu pembatas bagi pembelahan dan
pertumbuhan sel-sel pada jaringan yang dikulturkan secara in
vitro. Akan tetapi sedikit sekali ditemukan laporan yang
mengungkapkan keterlibatan oksigen di dalam sistem kultur in
vitro. Simada, dkk. Mempelajari pertumbuhan eksplan Primula
malacoides dan Chrysanthemum morifolium keduanya tanaman
C3 yang dikulturkan dalam lingkungan dengan kadar oksigen
1,10 dan 21% (selebihnya adalah N2) diperoleh laju fotosintesis
bersih dari planlet yang dikulturkan di dalam wadah dengan
kandungan oksigen 1 dan 10% berturut-turut adalah 3 dan 5
kali lebih tinggi dari pada yang dikulturkan di dalam wadah
dengan kadar oksigen 21%. Sebaliknya, Plas dan Wagner
(1986) menemukan bahwa kondisi lingkungan kultur yang
diperkaya dengan oksigen dapat meningkatkan pertumbuhan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

176

dan penyerapan oksigen oleh kalus kentang. Selain itu kalus


yang dikulturkan pada kondisi lingkungan normal dengan
kandungan oksigen 20% ketika ditrasfer ke lingkungan dengan
kandungan oksigen 70% tumbuh lebih cepat dari pada yang
tetap dibiarkan pada kondisi lingkungan normal.
Peranan oksigen pada kultur cair, dijelaskan bahwa
rata-rata penyerapan oksigen selama kultur embrio somatik
tanaman kentang, mengalami penurunan sejalan dengan
semakin besarnya dan semakin matangnya embrio. Sementara
itu Jay, dkk menyatakan bahwa selama fase prolifersi, laju
pertumbuhan kultur sel tanaman Daucus carota lebih rendah
dan penyerapan gula mengalami hambatan pada kadar oksigen
10% dibandingkan kadar oksigen 100%. Selama fase
diferensiasi sel, produksi embrio somatik pun lebih rendah
pada kadar oksigen 10% dibandingkan kadar oksigen 100%.
Meskipun demikian, kosentrasi oksigen tidak memperlihatkan
adanya pengaruh terhadap berat kering akhir jaringan.
5. Etilen
Etilen memiliki peranan penting pada proses kultur
jaringan. Beberpa penelitian menyatakan bahwa etilen dapat
meningkatkan pertumbuhan kultur in vitro sejumlah spesies
tanaman, sedangkan peneliti lain melaporkan adanya pengaruh
Bahan Ajar Kultur Jaringan

177

yang menghambat dari senyawa ini. Huxter, dkk (1981)


menyatakan bahwa pembentukan pucuk adventif dari kasus
tanaman Nicotiana tabacum meningkat dengan adanya
akulmulasi etilen setelah hari ke 5 pengkulturkan. Pemberian
etilen

selama

3-5

hari

pertama

pengkulturan

dapat

meningkatkan pembentukan pucuk adventif pada eksplan umbi


Lilium speciosum.
Pada spesies tanaman berkayu, Kumar, dkk menyatakan
bahwa akumulasi etilen sebesar 5-8 ppm selama 10 hari
pertama pengkulturan dapat meningkatkan pembentukan pucuk
pada eksplan kotiledon Pinus radiata. Sementara itu, Panizza,
dkk menyatakan bahwa pembentukan pucuk adventif pada
eksplan potongan nodus Lavandula latifolia berhubungan erat
dengan tingkat produksi etilen di dalam wadah kultur.
Dalam hal morfogenesisi in vitro dihambat oleh kadar
etilen yang berlebihan maka perlu untuk mengeluarkan
komponen gas ini dari dalam wadah kultur. Hal itu dapat
dilakukan

dengan

menggunakan

penutup

wadah

yang

memungkinkan untuk terjadinya pertukaran gas, misalnya


menggunakan

KmnO4

untuk

mengikat

etilen,

atau

menggunakan suatu senyawa penghambat etilen, seperti


AgNO3.

Pemanfaatan

penghambat

biosintesis

etilen,

aminoethoxy-vinylglycine (AVG) dan aminooxyyacetic acid


Bahan Ajar Kultur Jaringan

178

(AOA) seperti halnya senyawa penghambat kerja etilen, silver


thiosulphate (STS) dan 2,5-nordornadiene (NDE) dinyatakan
oleh

sejumlah

peneliti

sebagai

suatu

tindakan

yang

memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan kultur.


6. Kelembaban relatif.
Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut
botol yang ditutup umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar
antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka
kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari
80%. Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur umumnya
adalah sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang kultur
berada dibawah 70% maka akan mengakibatkan media dalam
botol kultur (yang tidak tertutup rapat) akan cepat menguap
dan kering sehingga eksplan dan plantlet yang dikulturkan akan
cepat kehabisan media. Namun kelembaban udara dalam botol
kultur yang terlalu tinggi menyebabkan tanaman tumbuh
abnormal yaitu daun lemah, mudah patah, tanaman kecil-kecil
namun terlampau sukulen. Kondisi tanaman demikian disebut
vitrifikasi atau hiperhidrocity. Sub-kultur ke media lain atau
menempatkan planlet kecil ini dalam botol dengan tutup yang
agak longgar, tutup dengan filter, atau menempatkan silica gel
dalam botol kultur dapat membantu mengatasi masalah ini.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

179

Menurut Widiastoety dan Farid (1995), kelembaban


nisbi (RH) untuk anggrek berkisar antara 60 0C 85 0C. Fungsi
dari kelembaban yang tinggi ini adalah untuk menghindari
penguapan yang terlalu besar. Pada malam hari kelembaban
tidak boleh terlalu tinggi, oleh sebab itu diusahakan agar media
dalam pot tidak terlampau basah, sedangkan kelembaban yang
sangat rendah pada siang hari dapat diatasi dengan cara
pemberian semprotan (mist) di sekitar tempat pertanaman
dengan bantuan sprayer.
Kurang cahaya dapat menyebabkan kerontokan. Saat
cahaya terlalu rendah maka laju fotosintesis juga rendah,
sehingga cadangan makanan yang diperoleh hanya sedikit.
Kekeringan akibat suhu tinggi juga salah satu penyebab
kenapa calon kuntum bunga rontok. Karena saat suhu tinggi
maka

penguapan

air

pun

juga

tinggi.

Cadangan

air

(kelembaban) pada media yang minim akan cepat hilang


karena penguapan. Penguapan tidak hanya terjadi pada media
(evaporasi) tapi juga terjadi pada permukaan tanaman anggrek
itu sendiri(transpirasi). Bila penguapan air berlangsung terus
menerus, maka tanaman akan kehilangan banyak air didalam
selnya.
Organ yang pertama kali terkena efek buruk dari
menurunnya kadar air dalam sel adalah jaringan muda
Bahan Ajar Kultur Jaringan

180

(meristem) seperti calon kuntum bunga, sehingga sel-sel calon


kuntum akan menyusut dan jaringan tampak berkerut dan
akhirnya gugur.
Perubahan suhu mendadak. Perubahan suhu drastis
yang mendadak dapat menyebabkan perubahan fisiologis
secara mendadak seperti menurunnya aktifitas enzimatis dalam
tubuh tanaman. Aktifitas enzim sangat dipengaruhi oleh
suhu,turunnya aktifitas enzimatis ini akan menimbulkan efek "
stress " pada tanaman anggrek sehingga berbagai gejala seperti
daun menguning dan rontok, calon kuntum bunga rontok dll.
Tingkat suhu optimal untuk aktifitas enzim sangat
bervariasi tergantung spesies. Selain itu, bagi anggrek dataran
tinggi dalam keadaan memiliki calon kuntum, kemudian
mendadak dibawa ke dataran rendah, maka penguapan air
dalam tubuh tanaman akan drastis meningkat, sehingga organ
tanaman yang sensitif (calon kuntum, ujung akar dll) akan
menyusut dan layu.
2.2 Tugas
Setelah anda mempelajari tentang faktor-faktor lingkungan
yang berpengaruh terhadap perkembangan kultur, selesaikanlah
tugas berikut;

Bahan Ajar Kultur Jaringan

181

1.

Buatlah rangkuman tentang faktor-faktor


lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan
kultur

2.

Diskusikan

dengan

teman-teman

hasil

rangkuman tersebut, dan beri tanda dengan menggaris


bawahi atau membuat catatan tambahan tentang
masukan teman-teman yang belum atau tidak tercantum
dalam rangkuman anda
2.3 Latihan
Untuk mantapnya penguasaan anda tentang materi ini, maka
kerjakanlah latihan berikut;
1.Jelaskan

mengapa

cahaya

harus

diperhatikan

dalam

keberhasilan kultur jaringan


2. Suhu dan pH juga merupakan faktor penting, jelaskan apa
pentingnya kedua faktor tersebut?
3. Penutup
3.1 Rangkuman
Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan kultur jaringan meliputi; cahaya, suhu,
pH media, oksigen, etilen, dan kelembabapan relatif. Masing-

Bahan Ajar Kultur Jaringan

182

masing faktor tersebut diupayakan ada dalam kisaran optimum


selama proses pelaksanaan kultur.
Peranan

cahaya

terhadap

pertumbuhan

eksplan

ditentukan oleh intensitas dan kualitas cahaya serta lamanya


penyinaran. Menurut Murashige (1977) dalam Widiastoety
(1995), untuk pembentukan tunas dan akar diperlukan lama
penyinaran optimum 16 jam per hari.
Pada umumnya digunakan pH sekitar 4.8-5.2 untuk
media cair. Kecepatan putar alat pengocok (shaker) bervariasi
yaitu 90-100 rpm.
Keasaman pH adalah nilai derazat keasaman atau
kebasaan dari larutan dalam air. Keasaman (pH) suatu larutan
menyatakan kadar dari ion H dalam larutan. Nilai di dalam pH
berkisar antara 0 (sangat asam) sampai 14 (sangat basa),
sedangkan titik netral adalah pH pada 7.
Oksigen berfungsi di dalam proses respirasi jaringan.
Adanya

enzim-enzim

peroksidase

dan

oksidase

dapat

mengkatalis terjadinya proses oksidasi pada bagian jaringan


anggrek yang terluka akibat pemotongan. Hal ini menyebabkan
terganggunya pengambilan zat hara, terjadinya pembengkakan
sel, dan terlepasnya plasma sel dari dinding sel
Etilen memiliki peranan penting pada proses kultur
jaringan. Beberpa penelitian menyatakan bahwa etilen dapat
Bahan Ajar Kultur Jaringan

183

meningkatkan pertumbuhan kultur in vitro sejumlah spesies


tanaman, sedangkan peneliti lain melaporkan adanya pengaruh
yang menghambat dari senyawa ini
3.2 Tes Formatif
1. Jelaskan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan di dalam
kultur in vitro
2. Menurut pendapat saudara apa yang akan terjadi jika
tanaman hari pendek dikulturkan di bawah kondisi hari
panjang?
3. Bagaimana cara yang tepat untuk menghindari terjadinya
akumulasi etilen yang berlebihan di dalam wadah kultur
3.3 Kunci Jawaban
1.

Untuk menjawab pertanyaan ini anda baca kembali


uraian tentang masing-masing faktor luar yang berpengaruh
terhadap kultur jaringan.

2.

Jawaban pertanyaan ini dapat anda lihat pada uraian


tentang pengaruh cahaya terhadap kultur jaringan

3.

Pertanyaan ini dapat dijawab dengan membaca kembali


uraian tentang pengaruh etilen terhadap kultur jaringan.

Tindak Lanjut
Bahan Ajar Kultur Jaringan

184

1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test


formatif di atas, ia dapat

melanjutkan mempelajari

lanjutan perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini


merupakan dasar untuk memahami uraian pada bab-bab
selanjutnya.
2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka
danjurkan:
a. Mempelajari kembali dari awal bahasan di atas;
d. Konsultasi dengan asisten dan dosen.
Kepustakaan.
1. Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur
Jaringan Tanaman, UMM Press. Malang
2. Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan, Depdiknas
3. Suryowinoto, 1993,

Pemuliaan Tanaman Secara In

Vitro, UGM, Yogyakarta


Publishing
4. Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi
Aksara, Jakarta

Bahan Ajar Kultur Jaringan

185

BAB VII
ISOLASI, INOKULASI DAN SUB KULTUR
1 Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat
Dalam Bab ini akan disajikan uraian tentang teknik
isolasi, inokulasi dan sub kultur. Isolasi dimaksudkan untuk
mendapatkan bahan tanam sesuai tujuan pengkulturan.
Sedangkan inokulasi menyajikan bagimana eksplan diletakkan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

186

pada media. Sub kultur menyajikan uraian beberapa alasan


mengapa sub kultur dilakukan.

B. Relevansi
Penguasaan tentang teknik isolasi, inokulasi dan sub
kultur, akan berkontribusi pada pelaksanaan kultur yang
berkesinambungan. Mulai dari pemilihan eksplan yang sampai
bagaimana hasil kultur sampai pada fase sub kultur perlu
dikuasai secara komprehensif.
C. Tujuan Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan isolasi, inokulasi dan sub kultur.
7.2 Penyajian Materi
A. Isolasi
Setelah sterilisasi dan pencucian, eksplan diletakkan
pada kertas saring atau papan kaca steril menggunakan penjepit
steril. Jika bidang pemotongan kontak dengan pemutih, bagian
itu harus dihilangkan dulu menggunakan skalpel steril. Biji
steril jika tidak diperlukan isolasi embrio dapat ditanam
langsung tanpa perlakuan lebih lanjut.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

187

Jika diperlukan memotong eksplan dengan jumlah


standar atau volume tertentu untuk memudahkan pemotongan
digunakan alas kertas grafik yang ditutup plastik steril. Dapat
juga digunakan bor gabus untuk memotong seperti yang
dikembangkan oleh Bouriquet, untuk pengukuran berat tertentu
ditimbang dengan bungkus aluminium foil. Seharusnya
dipikirkan untuk mendapatkan potongan eksplan dengan
volume tertentu ada konsekuensinya: pada bidang potongan
eksplan cadangan makanan akan menghasilkan etilen.
Penyiapan meteristem dengan menggunakan mikroskop
binokuler biasanya diikuti dengan penggunaan silet yang
dipasang pada pemegang jarum inokulasi. Bagian ujung silet
(alat pemotong) dapat direkat dengan selotip dan kemudian
bagian potongan yang meruncing dipotong dengan gunting
yang tajam atau putuskan dengan pinset. Setelah itu selotip
dilepas dan ujung pisau pemotong ditempelkan ke pegangan
jarum inokulasi.
B. Inokulasi
Selama inokulasi, tabung reaksi atau bobol yang berisi
medium padat sebaiknya dipengang secara horizontal. Posisi
ini sangat mengurangi infeksi, terutama jika bekerja di luar
ruang laminair air flow. Pembakaran leher tabung reaksi atau
Bahan Ajar Kultur Jaringan

188

leher botol di dalam ruang laminair air flow seharusnya


dihindari, karena dapat mengakibatkan terjadinya penetrasi
etilen ke dalam tabung reaksi atau botol (Huges, 1981).
Metode inokulasi pada media padat sangat tergantung
pada bahan coba. Biji biasanya lebih banyak diletakkan di atas
permukaan medium daripada dibenamkan dalam medium
yang akan menyebabkan defisiensi oksigen. Cara ini juga
digunakan untuk inokulasi meristem pada medium dengan
menggunakan jarum inokulasi yang dibasahi dengan agar steril,
atau potongan silet yang direkatkan pada pemengang jarum
inokulasi. Biasanya eksplan seperti potongan jaringan
empulur didorong ke dalam agar kurang lebih sampai
kedalaman setengah tebal agar dalam botol. Perlu diperhatikan
jangan mendorong meristem ke dalam agar karena akan
terjadi defisiensi oksigen. Kedudukan eksplan pada medium
perlu diperhatikan sesuai dengan polaritas eksplan. Bagian
yang seharusnya menghadap ke atas tetap harus berada di
posisi atas dan sebagainya. Kedudukan berdasar polaritas ini
sangat perlu diperhatikan terutama jika ingin diketahui
regenerasi organ setelah inokulasi. Eksplan yang polar
menghadap lurus ke atas dengan bagian basal berada di bawah
masuk ke dalam medium, atau apolar bagian basal berada di
atas dan bagian atas berada di bawah. Akar liar terutama
Bahan Ajar Kultur Jaringan

189

terbentuk pada bagian basal eksplan (gambar 8), pembentukan


akar liar lebih baik pada inokulasi apolar seperti yang
diharapkan akan menyebabkan tersedianya oksigen yang
cukup. Jika bahan tanam aslinya ortotropik atau plagiotropik
biasanya akan tetap demikian jika ditanam in vitro.
Pembentukan tunas ketiak pada tunas ujung yang diisolasi dari
pucuk tunas ujung, kadang-kadang paling baik eksplan
diletakkan dengan kedudukan horisontal pada medium. Dengan
demikian akan memacu pembentukan tunas samping (Frett and
Smagula, 1983).
Seperti telah dibicarakan sebelumnya segera setelah
isolasi secara in vitro akan dikeluarkan pigmen coklat atau
hitam ke dalam medium (gambar 8).
C. Subkultur
Beberapa alasan untuk melakukan sub kultur:
1. Fenomena defisiensi karena nutrien dalam medium.
2. Nutrien dalam medium mengering sehingga konsentrasi
garam dan gula terlalu tinggi.
3. Pertumbuhan telah mengisi penuh ruang tabung reaksi
atau botol.
4. Bahan diperlukan untuk propagasi lebih lanjut.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

190

5. Warna coklat dan atau hitam yang tampak dalam agar


disebabkan oleh bahan toksik yang sering kali
dikeluarkan oleh jaringan tanaman pada beberapa
minggu pertama, yang didefusikan ke dalam medium
agar atau medium cair.
6. Diperlukan untuk memberikan bahan isolasi yang
tingkat

pertumbuhannya

berbeda

dan

pola

perkembangan berbeda pada nutrien dalam medium


yang sudah diketahui.
7. Medium menjadi cair sehubungan dengan menurunnya
pH oleh tanaman.
Pelaksanaan subkultur sebagai berikut:
1. Tabung reaksi atau botol disterilkan bagian
luarnya dengan alkohol 96% dengan segumpal
kertas.
2. Setelah itu alumunium foil atau lapisan penutup
dan gumpalan kapas dihilangkan dari tabung
reaksi atau botol setelah masuk ruang liminair
air flow.
3. Eksplan atau gumpalan kalus diambil dan
diletakkan dalam cawan petri atau diantara dua
kertas saring steril.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

191

4. Setelah dipotong bahan diinokulasi di atas


medium nutrien yang baru. Pada saat memotong
perlu diseleksi bahan sehomogen mungkin.
Jaringan yang mati dibuang.
D. Mekanisasi
Jika untuk kultur in vitro digunakan mesin, pasti
digunakan medium cair. Menurut

Bonga and Durzan (1982)

mempunyai konsekuensi sebagai berikut:


1.

Kerugian penggunaan agar tidak lama ditemui untuk


produk alami yang mempunyai komposisi komplek dan
bervariasi, yang mengakibatkan kultur lebih homogen.

2.

Pembelahan, pertumbuhan, dan propagasi vegetatif lebih


cepat pada medium cair daripada medium agar. Penggojog
dan fermentor siap digunakan untuk propagasi vegetatif
dari lili (Takagawa dan Misawa, 1982).

3.

Dibandingkan dengan media agar, pembelahan sel dalam


media cair jauh lebih mudah disinkronkan sehingga
penelitian biokimiawi lebih mudah dilakukan.
Mesin pemutar dan penggojog biasanya digunakan

pada saat pertumbuhan sel, suspensi sel, jaringan, protocorm,


meristem, dan tunas ujung dalam medium cair. Jika sel dan
lain-lain ditumbuhkan dalam medium cair biasanya mesin
Bahan Ajar Kultur Jaringan

192

semacam ini perlu untuk menjaga supaya tetap bergerak.


Gerakan ini memacu pertukaran gas (oksigen, karbondioksida,
etilen), mengurangi efek gravitasi, menghentikan pembentukan
nutrien dan hormon yang tinggi (Street, 1973) memberikan
pembelahan sel yang lebih banyak, pertumbuhan dan atau
propagasi. Mesin biasanya dipasang dalam ruang khusus.
Berbagai macam mesin dipilih dari:
1.

Yang bergerak lambat atau cepat. Sebagai contoh mesin


yang bergerak lambat disebut roda anggrek (orchid wheel)
gb. 11.2, dan mesin Steward penggojog yang memutar
lebih cepat (gb.11.1).

2.

Beberapa mesin seperti mesin Steward, membiarkan sel


terendam secara periodik, sedangkan mesin lain menjaga
sel selalu dalam medium cair.

3.

Kombinasi 1 dan 2. Orchid Wheel (gb. 11.2) sebagai


contoh mesin lambat yang membiarkan meristem dan
protocum anggrek tetap berada dalam medium cair.
Mesin yang bergerak lambat biasanya berputar

dengan kecepatan 2-4 r.p.m (rata-rata per menit). Orchid Wheel


bersudut 45o dan mesin Steward bersudut 12-15o. Dua macam
alat gelas dapat digunakan untuk mesin Steward; botol alas
bulat yang besar dengan tutup seperti gambar 6.2 dan gelas
Bahan Ajar Kultur Jaringan

193

minum. Tabung reaksi (diletakkan dalam keranjang tabung


reaksi, gambar 11 atau erlemeyer 100 ml dipegang dengan
klem atau per elastik, gambar 12) digunakan dengan Orchid
Wheel. Orchid Wheel juga digunakan dengan botol kecil untuk
propagasi tunas ujung; pada gb 11.3 roda digambarkan dengan
erlemeyer sebagai contoh propagasi vegetatif melalui tunas
ketiak Bromeliaceae.
Agitator

memutar

yang

disebut

tadi

biasanya

memutar lebih cepat dari Orchid Wheel (30-150 r.p.m.). Mesin


semacam itu dengan variabel kecepatan, biasanya dibuat dalam
tiga lapis atas bawah (gambar 10) dengan pemegang atau tutup
erlemeyer yang elastik tempat botol erlemeyer diletakkan.
Botol erlemeyer yang digunakan biasanya berukuran 300 ml
dan berisi 100 ml medium nutrisi yang ditutup dengan
alumunium foil. Penggojog yang memutar biasanya digunakan
terutama untuk pertumbuhan sel, suspensi sel atau kalus.
Penggojog tersebut tidak pernah digunakan untuk meristem,
tunas ujung atau protocorm. Kecepetan memutar yang
digunakan oleh mesin tipe ini tergantung pada tipe bahan
tanam,

yang

dipakai,

pemutaran

yang

terlalu

cepat

menyebabkan kerusakan sel-sel dan kumpulan sel.


Ada beberapa macam mesin selain yang digambarkan
di atas. Untuk aplikasi bioteknologi, sel tanaman tinggi
Bahan Ajar Kultur Jaringan

194

ditumbuhkan dalam suatu alat yang disebut fermentor yang


dialiri udara steril sudah dapat diwujudkan. Styer (1985) sudah
mempublikasikan suatu tinjauan tentang mesin yang sesuai
untuk propagasi vegetatif tanaman terutama embriogenesis
simatik. Deskripsi tentang tipe-tipe mesin yang tersedia beserta
keuntungan dan kerugian diberikan dalam buku pegangan yang
ditulis oleh Sreet yang juga menggambarkan beberapa kurva
pertumbuhan sel dan suspensi sel yang diamati.
Beberapa istilah diambil dari King and Street (1973)
yang digunakan dalam pertumbuhan yang berlangsung dalam
medium cair dengan pertolongan mesin diberikan sebagai
berikut; Batch Culture
Sel yang ditumbuhkan, dalam sistem terbuka dengan
sejumlah nutrien tertentu yang tersedia dan tidak diperbaharui,
pertumbuhan berhenti waktu salah satu atau lebih dari satu
nutrien yang dibutuhkan habis. Dalam sistem kultur ini teidak
ada keseimbangan pertumbuhan.

Kultur berkesinambungan
Sel yang tumbuh dalam suatu sistem tumbuhan dalam
sejumlah nutrien dalam medium yang dipasok secara
konstan, jumlah medium yang baru masuk menjadi benarbenar sama dengan jumlah yang keluar.

Kultur Terbuka Berkesinambungan

Bahan Ajar Kultur Jaringan

195

Dalam

kultur

berkesinambungan

pasokan

medium

segarnya sama dengan pengeluaran medium lama bersama


dengan sel. Dalam kultur sel tanaman ini medium yang
lama dihilangkan. Fase tetap (steady state) terjadi pada saat
sel yang hilang (mati) sama dengan sel yang baru
terbentuk.

Kultur Tertutup Berkesinambungan


Dalam kultur tertutup berkesinambungan ini pengambilan
medium lama dan pasokan medium baru sama tetapi tidak
ada pengambilan sel dari medium lama

Kemostat
Alat

yang

digunakan

dalam

melaksanakan

kultur

berkesinambungan dengan laju pertumbuhan dan kerapatan


sel dijaga konstan melalui pemasokan nutrien untuk
pertumbuhan terbatas

Tunbidostat
Alat

yang

digunakan

untuk

melaksanakan

kultur

berkesinambungan dengan medium sisa yang ditambahkan


pada saat dicapai kerapatan sel tertentu.Kerapatan sel (bio
masa) ditentukan terlebih dahulu, dan dijaga konstan
melalui pengambilan sel dari sistem medium yang sama.
2.2 Tugas
Bahan Ajar Kultur Jaringan

196

Setelah anda mempelajari tentang isolasi, inokulasi, dan sub


kultur selesaikanlah tugas berikut;
1. Buatlah rangkuman tentang isolasi, inokulasi, dan sub
kultur
2. Diskusikan

dengan

teman-teman

hasil

rangkuman

tersebut, dan beri tanda dengan


Dengan

menggaris bawahi atau membuat catatan tambahan

tentang masukan temanteman yang belum atau tidak tercantum dalam rangkuman
anda
2.3 Latihan
Untuk mantapnya penguasaan anda tentang materi ini, maka
kerjakanlah latihan berikut;
1. Jelaskan bagaimana isolasi dapat dilakukan
2. Uraikan apa yang dimaksud dengan inokulasi, dan jelaskan
pula bagaimana inokulasi dapat dilakukan
3. Penutup
3.1 Rangkuman
Isolasi, inokulasi dan sub kultur harus dilaksanakan
dalam kondisi steril. Di dalam laboratorium yang sudah

Bahan Ajar Kultur Jaringan

197

memiliki peralatan lengkap, pekerjaan ini dilakukan di ruang


laminar air flow.
Pada prinsipnya pemotongan eksplan dapat dilakukan
dengan dua cara; 1)langsung pada piring petri yang sudah
disterilkan dengan alkohol, 2) dengan landasan kertas saring
steril

yang

ditaruh

di

atas

piring

petri.

Keuntungan

menggunakan alas kertas saring steril menyebabkan skalpel


awet tidak cepat bengkok dan tetap tajam dalam waktu yang
lama.
Beberapa alasan untuk melakukan sub kultur:
1. Fenomena defisiensi karena nutrien dalam medium.
2. Nutrien dalam medium mengering sehingga konsentrasi
garam dan gula terlalu tinggi.
3. Pertumbuhan telah mengisi penuh ruang tabung reaksi
atau botol.
4. Bahan diperlukan untuk propagasi lebih lanjut.
5. Warna coklat dan atau hitam yang tampak dalam agar
disebabkan oleh bahan toksik yang sering kali
dikeluarkan oleh jaringan tanaman pada beberapa
minggu pertama, yang didefusikan ke dalam medium
agar atau medium cair.
6. Diperlukan untuk memberikan bahan isolasi yang
tingkat

pertumbuhannya

Bahan Ajar Kultur Jaringan

berbeda

dan

pola
198

perkembangan berbeda pada nutrien dalam medium


yang sudah diketahui.
7. Medium menjadi cair sehubungan dengan menurunnya
pH oleh tanaman.
3.2 Tes Formatif
1. Jelaskan bagaimana isolasi, inokulasi dilakukan
2. Jika tidak ada laminar air flow maka pemotongan eksplan
dapat dilakukan dengan meletakkan eksplan diatas kertas
saring steril. Mengapa harus diletakkan kertas saring steril?
Jelaskan
3. Jelaskan alasan-alasan mengapa dilakukan sub kultur
3.3 Kunci Jawaban
1. Baca kembali uraian tentang isolasi dan inokulasi untuk
menjawab pertanyaan ini
2. Pertanyaan ini dapat dijawab dengan membaca kembali
uraian tentang inokulasi
3. Uraian tentang sub kultur dapat digunakan untuk
menjawab pertanyaan ini
Tindak Lanjut
1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test
formatif di atas, ia dapat

melanjutkan mempelajari

Bahan Ajar Kultur Jaringan

199

lanjutan perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini


merupakan dasar untuk memahami uraian pada bab-bab
selanjutnya.
2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka
danjurkan:
a. Mempelajari kembali dari awal bahasan di atas;
e. Konsultasi dengan asisten dan dosen.
Kepustakaan.
1. Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur
Jaringan Tanaman, UMM Press. Malang
2. Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan, Depdiknas
3. Suryowinoto, 1993,

Pemuliaan Tanaman Secara In

Vitro, UGM, Yogyakarta


Publishing
4. Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi
Aksara, Jakarta
Senarai
Isolasi; pemisahan bahan tanam dari tanaman asalnya
Inokulasi; peletakan

bahan

eksplan

ke dalam

media,

dilakukan dengan

Bahan Ajar Kultur Jaringan

200

mempertimbangkan berbagai aspek yang


berpengaruh pada perkembangan
kultur lanjut
Sub kultur; kegiatan memindahkan bahan kultur ke media yang
lain karena beberapa alasan, misalnya defisiensi
nutrien, medium mengering, pertumbuhan telah
mengisi penuh ruang tabung

BAB VIII
ASPEK-ASPEK KULTUR JARINGAN
1 Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat
Bab ini membahas tentang aspek-aspek kultur jaringan
yang terdiri atas sub-sub topik; perbanyakan tanaman,
pemuliaan tanaman, proteksi tanaman, produksi metabolit
sekunder, dan pelestarian plasma nutfah
B. Relevansi
Bahan Ajar Kultur Jaringan

201

Aspek-aspek kultur jaringan berkaitan dengan dasar dan


arah pengembangan

kultur jaringan. Dengan demikian

mahasiswa akan tau bahwa disamping membantu dalam


penyediaan bibit berbagai tanaman juga akan mengetahui
tentang aspek lain seperti, proteksi, metabolit sekunder dan
pelestarian plasma nutfah
C. Tujuan Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan aspek-aspek kultur jaringan
2. Penyajian Materi
2.1 Uraian dan Contoh
Aspek kultur jaringan;
A. Perbanyakan tanaman
Secara umum perbanyakan

tanaman berdasarkan

perkembangan siklus hidupnya dapat digolongkan menjadi 2


yaitu; perbanyakan seksual dan perbanyakan aseksual. Pada
perbanyakan melalui siklus seksual tanaman baru muncul
sebagai penggabungan dua gamet induknya dan berkembang
melalui biji. Pada kebanyakan kasus anakan baru akan
menunjukkan variasi genetik yang besar, akibat peristiwa
kombinasi-kombinasi baru selama miosis.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

202

Berbeda

sekali

dengan

perbanyakan

seksual,

perbanyakan vegetatif masih mampu mempertahankan karakter


unik dari individu tanaman (tanaman induk, tanaman stok, atau
ortet) melalui pertumbuhan dan perbanyakan sel-sel dimana
gen-gennya dikopi melalui pembelahan mitosis. Namun dapat
pula terjadi sebagian dari tanaman baru (ramet) yang
diproduksi dengan metode ini menunjukkan suatu individu
yang berbeda dengan galur sel somatiknya akibat terjadi
mutasi. Hal seperti ini umumnya terjadi pada penggunaan kalus
yang telah berumur (long time callus). Sekelompok tanaman
hasil reproduksi aseksual ini (ramet-ramet) disebut dengan
istilah klon.
Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan sangat
berbeda

dibandingkan

dengan

perbanyakan

secara

konvensional karena pada perbanyakan melalui kultur jaringan


memungkinkan perbanyakan tanaman dalam skala besar dan
dapat lebih komersil. Teknik perbanyakan dengan kultur
jaringan mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan
dengan cara tradisional, yaitu;
i.

Budidayanya
dimulai dengan sedikit bahan tanaman (eksplant) dan
kemudian dimultiplikasi menjadi sejumlah tunas. Ini

Bahan Ajar Kultur Jaringan

203

berarti bahwa hanya diperlukan sedikit bahan untuk


penggandaan sejumlah besar tanaman.
ii.

Karena
perbanyakan ini menggunakan pendekatan lingkungan
yang aseptik, bebas dari patogen. Hal tersebut merupakan
awal seleksi bahan tanam yang bebas juga dari penyakit
dan pada akhirnya planlet hasil perbanyakan inipun akan
bebas dari penyakit (bakteri atau jamur).

iii.

Teknik
perbanyakan ini juga dapat digunakan untuk mendapatkan
tanaman yang bebas dari virus. Caranya yaitu dengan
menggunakan bagian tanaman yang terbebas dari virus
(meristem dome) sebagai bahan awal yang diinisiasikan.
Dari sini dapat dijamin dihasilkannya tanaman-tanaman
bebas virus dalam jumlah banyak.

iv.

Pengaturan faktorfaktor lingkungan (nutrisi, level zat pengatur tumbuh,


cahaya, temperatur, aerasi dan lain-lain) lebih mudah
pengaturannya. Kecepatan propagasinyapun lebih tinggi
dibanding propagasi biasa, dengan kultur jaringan kendala
musim, pembungaan, sterilitas, sifat varietas dapat
didekati dan diatasi hingga produksi dalam jumlah besar
dalam waktu yang relatif cepat dapat dilakukan.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

204

v.

Teknik ini juga


sangat

memungkinkan

meningkatkan

efektifitas

perbanyakan klonal pada tanaman yang hampir punah dan


sulit perbanykan vegetatifnya.
vi.

Produktifitas
perbanyakan

klonal

dengan

kultur

jaringan

dapat

dilakukan sepanjang tahun, tanpa tergantung pada kondisi


perubahan iklim.
vii.

Materi

yang

digunakan untuk propagasi klonal dapat disimpan untuk


jangka waktu yang lebih lama.
viii.

Hanya
memerlukan areal yang tidak begitu luas (hanya green
house) untuk keperluan propagasi dan pengelolaan stok
tanaman.

ix.

Sedikit diperlukan
pengelolaan, terutama hanya pada saat sub kultur dan pada
tahapan ini tidak banyak diperlukan tenaga dan sarana
untuk penyiraman, pengendalian gulma,penyemprotan dan
lain-lain.

B. Pemuliaan tanaman
Pemuliaan

tanaman

merupakan

kegiatan

untuk

mengubah susunan genetik tanaman secara tetap (baka)


Bahan Ajar Kultur Jaringan

205

sehingga memiliki sifat atau penampilan sesuai dengan tujuan


yang diinginkan pelakunya. Pelaku kegiatan ini disebut
pemulia tanaman. Pemuliaan tanaman umumnya mencakup
tindakan

penangkaran,

pengetahuan

mengenai

persilangan,
perilaku

dan

biologi

seleksi.
tanaman

Dasar
dan

pengalaman dalam budidaya diperlukan dalam kegiatan ini


sehingga sering kali dikatakan sebagai gabungan dari ilmu dan
seni.
Produk pemuliaan tanaman adalah kultivar dengan ciriciri yang khusus dan bermanfaat bagi penanamnya. Dalam
kerangka usaha pertanian (agribisnis), pemuliaan tanaman
merupakan bagian awal/hulu dari mata rantai usaha tani dan
memastikan tersedianya benih atau bahan tanam yang baik dan
bermutu tinggi.
Tujuan dalam pemuliaan tanaman

Tiga varietas mawar (bunga berwarna merah hati,


kuning, dan merah terang, berturut-turut dari depan ke

Bahan Ajar Kultur Jaringan

206

belakang) merupakan hasil perakitan terhadap variasi genetik


yang tersedia dalam satu spesies mawar.
Tujuan dalam pemuliaan tanaman secara umum
diarahkan pada dua hal: peningkatan kepastian terhadap hasil
yang tinggi dan perbaikan kualitas produk yang dihasilkan.
Peningkatan kepastian terhadap hasil biasanya diarahkan
pada :

peningkatan daya hasil,

ketahanan terhadap gangguan dari organisme lain atau


lingkungan yang kurang mendukung,

daya tumbuh tanaman yang kuat, serta

kesesuaian terhadap teknologi pertanian yang lain.


Usaha perbaikan kualitas produk dapat diarahkan pada

perbaikan

ukuran,

warna,

kandungan

bahan

tertentu,

pembuangan sifat-sifat yang tidak disukai, ketahanan simpan,


atau keindahan serta keunikan.

Strategi pemuliaan tanaman


Strategi dalam pemuliaan tanaman masa kini adalah
dengan melakukan peningkatan variasi genetik yang diikuti
kemudian dengan seleksi pada keturunannya. Pemuliaan
tanaman biasanya mengarah pada domestikasi meskipun tidak
selalu demikian.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

207

Peningkatan variasi genetik dapat dilakukan melalui


berbagai cara:

Introduksi

Persilangan

Manipulasi genom

Manipulasi gen atau bagian kromosom

Transfer gen.
Tiga cara yang pertama dikenal sebagai "pemuliaan

klasik" atau "konvensional" dan dua cara yang terakhir


merupakan cara pemuliaan "molekular" serta dianggap sebagai
bagian dari bioteknologi.

Introduksi
Mendatangkan
(introduksi)
meningkatkan

bahan

merupakan
keragaman

cara

tanam

dari

paling

genetik.

tempat

sederhana

Seleksi

lain
untuk

penyaringan

(screening) dilakukan terhadap koleksi plasma nutfah yang


didatangkan dari berbagai tempat dengan kondisi lingkungan
yang

berbeda-beda.

Pengetahuan

tentang

pusat

keanekaragaman tumbuhan penting untuk penerapan cara ini.


Keanekaragaman genetik untuk suatu spesies tidaklah seragam
di semua tempat di dunia. N.I. Vavilov, ahli botani dari Rusia,
memperkenalkan teori "pusat keanekaragaman" (centers of
origin) bagi keanekaragaman tumbuhan.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

208

Contoh pemuliaan yang dilakukan dengan cara ini


adalah pemuliaan untuk berbagai jenis tanaman buah asli
Indonesia, seperti durian dan rambutan, atau tanaman pohon
lain yang mudah diperbanyak secara vegetatif, seperti ketela
pohon dan jarak pagar. Introduksi dapat dikombinasi dengan
persilangan.

Penyaringan

gandum

untuk

ketahanan

terhadap

salinitas (kadar garam tanah yang tinggi). Varietas di sebelah


kanan rentan terhadap salinitas sehingga mati, sementara
varietas di sebelah kiri masih sanggup bertahan hidup.
Persilangan merupakan cara yang paling populer untuk
meningkatkan variasi genetik, bahkan sampai sekarang karena
murah, efektif, dan relatif mudah dilakukan.
Pada

dasarnya,

persilangan

adalah

manipulasi

komposisi gen dalam populasi. Keberhasilan persilangan


Bahan Ajar Kultur Jaringan

209

memerlukan prasyarat pemahaman akan proses reproduksi


tanaman

yang

bersangkutan.

Berbagai

macam

skema

persilangan telah dikembangkan (terutama pada pertengahan


abad ke-20) dan menghasilkan sekumpulan metode pemuliaan
yang lazim diajarkan di perkuliahan bagi mahasiswa pemuliaan
tanaman tingkat sarjana.
Semua varietas unggul padi, jagung, dan kedelai yang
ditanam di Indonesia saat ini dirakit melalui persilangan yang
diikuti dengan seleksi.
Perkembangan dalam biologi molekular memunculkan
metode-metode pemuliaan baru yang dibantu dengan marker
molekular dan dikenal sebagai pemuliaan berbantuan marker.

Manipulasi genom
Yang termasuk dalam cara ini adalah semua manipulasi
ploidi, baik penggandaan genom (set kromosom) maupun
perubahan jumlah kromosom. Gandum roti dikembangkan dari
penggabungan

tiga

genom

spesies

yang

berbeda-beda.

Semangka tanpa biji dikembangkan dari persilangan semangka


tetraploid dengan semangka diploid. Teknik pemuliaan ini
sebenarnya juga mengandalkan persilangan dalam praktiknya.

Manipulasi gen dan ekspresinya


Metode-metode yang melibatkan penerapan genetika
molekular masuk dalam kelompok ini, ditambah metode klasik
Bahan Ajar Kultur Jaringan

210

pemuliaan dengan mutasi. Berbagai teknik yang tercakup di


dalamnya, di antaranya TILLING, teknologi antisense, gene
silencing, teknologi RNAi, rekayasa gen, dan overexpression.
Meskipun teknik-teknik ini telah diketahui berhasil diterapkan
dalam skala percobaan, belum ada varietas komersial yang
dirilis dengan cara ini.

Transfer gen
Cara ini dikenal pula sebagai transformasi DNA. Gen
dari organisme lain disisipkan ke dalam DNA tanaman untuk
tujuan tertentu. Strategi pemuliaan ini banyak mendapat
penentangan dari kelompok-kelompok lingkungan karena
kultivar yang dihasilkan dianggap membahayakan lingkungan
jika dibudidayakan.
Transformasi

tanaman

yang

dimediasi

dengan

Agrobacterium tumefaciens merupakan metode transformasi


tanaman yang paling umum digunakan A. tumefaciens secara
alami menginfeksi tumbuhan dikotil dan menyebabkan tumor
yang disebut crown gall Bakteri ini merupakan bakteri gram
negatif yang menyebabkan crown gall dengan mentransfer
bagian DNA-nya (dikenal sebagai T-DNA) dari Tumour
inducing plasmid (Ti plasmid) ke dalam inti sel dan
berintegrasi dengan genom sehingga menyebabkan penyakit
Bahan Ajar Kultur Jaringan

211

crown gall.T-DNA mengandung 2 tipe gen, gen onkogenik


yang menyandikan enzim termasuk sintesis auksin dan
sitokinin dan membentuk formasi tumor, serta gen yang
menyandikan sintesis opin, hasil dari kondensasi asam amino
dan gula. Opin dihasilkan dan diekskresikan sel crown gall
dan digunakan oleh A. tumefaciens sebagai sumber karbon dan
nitrogen. Sementara gen untuk reaksi katabolisme opin, gen
yang membantu transfer T-DNA dari bakteri ke sel tanaman,
dan gen tansfer konjugatif plasmid, terdapat diluar T-DNA.
A. tumefaciens terlebih dahulu melakukan pelekatan
pada permukaan sel tanaman dengan membentuk mikrofibril
sehingga menyebabkan terjadinya luka pada tanaman yang
akan mengeluarkan senyawa fenolik yaitu asetosiringone
sebagai respon sinyal. Sinyal tersebut mengaktifkan virA yang
merupakan protein kinase untuk mengaktifkan virG dan
memfosforilasinya menjadi virG-P. Dengan aktifnya virG-P ini
akan mengaktifkan gen-gen vir lainnya untuk mulai bersifat
virulen dan melakukan transfer VirD untuk memotong situs
spesifik pada Ti plasmid, pada sisi kiri dan kanannya sehingga
melepaskan T-DNA yang akan ditransfer dari bakteri ke sel
tanaman . T-DNA utas tunggal akan diikat oleh protein VirE
yang merupakan single strand binding protein sehingga
terlindung dari degradasi. Bersamaan dengan itu, protein virB
Bahan Ajar Kultur Jaringan

212

membentuk saluran transmembran ysng menghubungkan sel A.


tumefaciens dan sel tanaman sehingga T-DNA dapat masuk ke
sel tanaman. Gen pada T-DNA, yang meliputi gen auksin,
sitokinin dan opin, ikut terekspresi sehingga memacu
pertumbuhan sel tanaman menjadi banyak (tumor.
Dengan adanya teknologi transformasi yang dimediasi
A. tumefaciens ini berperan dalam menghasilkan tanaman
transgenik, seperti tanaman tembakau yang tahan terhadap
antibiotik tertentu. Resistensi terhadap antibiotik ini didapatkan
dari bakteri yang turut menyisip pada T-DNA A. tumefaciens.
Produk yang dihasilkan dengan cara ini sudah cukup banyak,
seperti berbagai kultivar padi, kedelai, jagung, kapas, tomat,
dan kentang.
Mutasi adalah perubahan pada materi genetik suatu
makhluk yang terjadi secara tiba-tiba, acak, dan merupakan
dasar bagi sumber variasi organisma hidup yang bersifat
terwariskan (heritable). Mutasi dapat terjadi secara sepontan di
alam (spontaneous mutation) dan dapat juga terjadi melalui
induksi (induced mutation). Secara mendasar tidak terdapat
perbedaan antara mutasi yang terjadi secara alami dan mutasi
hasil induksi. Keduanya dapat menimbulkan variasi genetik
untuk dijadikan dasar seleksi tanaman, baik seleksi secara
alami (evolusi) maupun seleksi secara buatan (pemuliaan).
Bahan Ajar Kultur Jaringan

213

Dalam bidang pemuliaan tanaman, teknik mutasi dapat


meningkatkan

keragaman

genetik

tanaman

sehingga

memungkinkan pemulia melakukan seleksi genotipe tanaman


sesuai dengan tujuan pemuliaan yang dikehendaki. Mutasi
induksi dapat dilakukan pada tanaman dengan perlakuan bahan
mutagen tertentu terhadap organ reproduksi tanaman seperti
biji, stek batang, serbuk sari, akar rhizome, kultur jaringan dan
sebagainya. Apabila proses mutasi alami terjadi secara sangat
lambat maka percepatan, frekuensi dan spektrum mutasi
tanaman dapat diinduksi dengan perlakuan bahan mutagen
tertentu. Pada umumnya bahan mutagen bersifat radioaktif dan
memiliki energi tinggi yang berasal dari hasil reaksi nuklir.
Bahan mutagen yang sering digunakan dalam penelitian
pemuliaan tanaman digolongkan menjadi dua kelompok yaitu
mutagen kimia (chemical mutagen) dan mutagen fisika
(physical mutagen). Mutagen kimia pada umumnya berasal
dari senyawa alkyl (alkylating agents) misalnya seperti ethyl
methane sulphonate (EMS), diethyl sulphate (dES), methyl
methane sulphonate (MMS), hydroxylamine, nitrous acids,
acridines dan sebagainya (IAEA, 1977). Mutagen fisika
bersifat sebagai radiasi pengion (ionizing radiation) dan
termasuk diantaranya adalah sinar-X, radiasi Gamma, radiasi
beta, neutrons, dan partikel dari aselerators.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

214

Baik mutagen kimia maupun mutagen fisika memiliki


energi nuklir yang dapat merubah struktur materi genetik
tanaman. Perubahan yang terjadi pada materi genetik dikenal
dengan istilah mutasi (mutation). Secara relatif, proses mutasi
dapat menimbulkan perubahan pada sifat-sifat genetis tanaman
baik ke arah positif maupun negatif, dan kemungkinan mutasi
yang terjadi dapat juga kembali normal (recovery). Mutasi
yang terjadi ke arah sifat positif dan terwariskan (heritable)
ke generasi-generasi berikutnya merupakan mutasi yang
dikehendaki oleh pemulia tanaman pada umumnya. Sifat
positif yang dimaksud adalah relatif tergantung pada tujuan
pemuliaan tanaman.
Mutagen kimia dapat menimbulkan mutasi melalui
beberapa cara. Gugusan alkyl aktif dari bahan mutagen kimia
dapat ditransfer ke molekul lain pada posisi dimana kepadatan
elektron cukup tinggi seperti phosphate groups dan juga
molekul purine dan pyrimidine yang merupakan penyusun
struktur dioxiribonucleic acid (DNA). Seperti diketahui umum,
DNA merupakan struktur kimia yang membawa gen. Basa-basa
yang menyusun struktur DNA terdiri dari adenine, guanine,
thyimine, dan cytosine. Adenine dan guanine merupakan basa
bercincin ganda (double-ring bases) disebut purines, sedangkan
thymine dan cytosine bercincin tunggal (single-ring bases)
Bahan Ajar Kultur Jaringan

215

disebut pyrimidines. Struktur molekul DNA berbentuk pilitan


ganda (double helix) dan tersusun atas pasangan spesifik
Adenine-Thymine dan Guanine-Cytosine. Contoh mutasi yang
paling sering ditimbulkan oleh mutagen kimia adalah
perubahan basa pada struktur DNA yang mengarah pada
pembentukan 7-alkyl guanine.
Seperti disebut di atas mutagen fisika bersifat sebagai
radiasi pengion (ionizing radiation) yang dapat melepas energi
(ionisasi), begitu melewati atau menembus materi. Mutagen
fisika termasuk diantaranya sinar-X, radiasi Gamma, radiasi
beta, neutrons, dan partikel dari akselerator sudah umum
digunakan dalam pemuliaan tanaman. Begitu materi reproduksi
tanaman diradiasi, proses ionisasi akan terjadi dalam jaringan
dan dapat menyebabkan perubahan pada jaringan itu sendiri,
sel, genom, kromosom, dan DNA atau gen. Perubahan yang
ditimbulkan pada tingkat genom, kromosom, dan DNA atau
gen dikenal dengan istilah mutasi (mutation).

Bahan Ajar Kultur Jaringan

216

1. Berbagai Macam Mutasi


a. Mutasi Genom (Genome Mutation)
Poliploidi pada tanaman mencerminkan bahwa satu
atau lebih set kromosom ditambahkan pada kromosom diploid
misalnya triploid disimbolkan 2x+x=3x, tetraploid 2x+2x=4x
(dimana x adalah jumlah kromosom dasar). Haploidi (dari
diploidi) atau polihaploidi (dari poliploidi) mencerminkan
status tanaman yang memiliki separuh dari jumlah kromosom
normal misalnya 2x-->x, 4x-->2x dan seterusnya. Aneuploidi
mencerminkan status tanaman yang memiliki penambahan atau
pengurangan kromosom dari pasangan normalnya, misalnya
2x+1, 2x1, 3x+1, 4x1, 4x+2 dan sebagainya. Pengaruh
beberapa mutagen kimia, seperti colchicine atau nitrous oxide
dapat merubah tingkat ploidi pada genom tanaman.
Sebagai contoh mutasi genom, beberapa mutan
tanaman sorghum yang diinduksi dengan colchicine telah
dilaporkan sebagai hasil mutasi genom dengan pengurangan
jumlah kromosom (haploidi) yang kemudian diikuti dengan
diploidisasi. Sedangkan pengaruh mutagen fisika (radiasi sinar
Bahan Ajar Kultur Jaringan

217

Gamma) pada mutasi genom telah dilaporkan pada mutan


tanaman barley, dimana terjadi perubahan genom tanaman
menjadi aneuploidi.
b. Mutasi Kromosom (Chromosome Mutation)
Pengaruh bahan mutagen, khususnya radiasi, yang
paling banyak terjadi pada kromosom tanaman adalah
pecahnya benang kromosom (chromosome breakage atau
chromosome aberation). Pecahnya benang kromosom dibagi
dalam 4 kelompok yaitu translokasi (translocations), inversi
(inversions),

duplikasi

(duplications),

dan

defisiensi

( deficiencies ).
Translokasi terjadi apabila dua benang kromosom patah
setelah terkena energi radiasi, kemudian patahan benang
kromosom bergabung kembali dengan cara baru. Patahan
kromosom yang satu berpindah atau bertukar pada kromosom
yang lain sehingga terbentuk kromosom baru yang berbeda
dengan kromosom aslinya. Translokasi dapat terjadi baik di
dalam satu kromosom (intrachromosome) maupun antar
kromosom (interchromosome). Translokasi sering mengarah
pada ketidakseimbangan gamet sehingga dapat menyebabkan
kemandulan (sterility) karena terbentuknya chromatids dengan
duplikasi

dan

penghapusan.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

Alhasil,

pemasangan

dan
218

pemisahan gamet jadi tidak teratur sehingga kondisi ini


menyebabkan terbentuknya tanaman aneuploidi. Translokasi
dilaporkan telah terjadi pada tanaman Aegilops umbellulata
dan Triticum aestivum yang menghasilkan mutan tanaman
tahan penyakit.
Inversi terjadi karena kromosom patah dua kali secara
simultan setelah terkena energi radiasi dan segmen yang patah
tersebut berotasi 180 o dan menyatu kembali. Kejadian bila
centromere berada pada bagian kromosom yang terinversi
disebut pericentric , sedangkan bila centromere berada di luar
kromosom yang terinversi disebut paracentric . Inversi
pericentric berhubungan dengan duplikasi atau penghapusan
chromatid yang dapat menyebabkan aborsi gamet atau
pengurangan frequensi rekombinasi gamet. Perubahan ini akan
ditandai dengan adanya aborsi tepung sari atau biji tanaman,
seperti dilaporkan terjadi pada tanaman jagung dan barley.
Inversi dapat terjadi secara spontan atau diinduksi dengan
bahan mutagen, dan dilaporkan bahwa sterilitas biji tanaman
heterosigot dijumpai lebih rendah pada kejadian inversi
daripada

translokasi.

Duplikasi menampilkan cara peningkatan jumlah gen pada


kondisi diploid. Dulikasi dapat terjadi melalui beberapa cara
seperti: pematahan kromosom yang kemudian diikuti dengan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

219

transposisi segmen yang patah, penyimpangan dari mekanisme


crossing-over pada meiosis (fase pembelahan sel), rekombinasi
kromosom saat terjadi translokasi, sebagai konsekuensi dari
inversi heterosigot, dan sebagai konsekuensi dari perlakuan
bahan mutagen. Beberapa kejadian duplikasi telah dilaporkan
dapat miningkatkan viabilitas tanaman. Pengaruh radiasi
terhadap duplikasi kromosom telah banyak dipelajari pada
bermacam jenis tanaman seperti jagung, kapas, dan barley.
Defisiensi adalah penghilangan satu atau lebih segmen
gen pada kromosom. Penghilangan dapat terjadi pada segmen
panjang lengan kromosom seperti yang dilaporkan pada
tanaman gandum. Tergantung pada gen dan tingkat ploidi,
defisiensi dapat menyebabkan kematian, separuh kematian,
atau menurunkan viabilitas. Pada tanaman defisiensi yang
ditimbulkan oleh perlakuan bahan mutagen (radiasi) sering
ditunjukkan dengan munculnya mutasi klorofil. Kejadian
mutasi klorofil biasanya dapat diamati pada stadia muda
( seedling stage ), yaitu dengan adanya perubahan warna pada
daun tanaman.
c. Mutasi Gen (Gene or Point Mutation)
Sesuai dengan konsep genetika, informasi genetik
tersimpan dalam rangkaian polinukliotida yang membentuk
struktur pilitan ganda ( double helix ) disebut DNA (RNA
Bahan Ajar Kultur Jaringan

220

dalam kasus beberapa virus). Empat nukliotida yang berbeda


terdiri dari basa purine (adenine dan gaunine) dan pyrimidine
(thymine dan cytosine), dihubungkan bersama melalui ikatan
fosfat dan gula (deoxyribose). Bahan mutagen tertentu dapat
menginduksi perubahan spesifik susunan pasangan basa dalam
struktur DNA. Perubahan yang terjadi disebut mutasi gen yang
digolongkan menjadi dua katagori yaitu microlesions dan
macrolesions . Microlesions adalah mutasi dimana terjadi
substitusi pasangan basa, transisi atau transversi pasangan basa,
dan penyisipan baru pasangan basa. Macrolesions adalah
mutasi dimana terjadi penghapusan, duplikasi atau penyusunan
kembali pasangan basa. Mutasi microlesions sering juga
disebut mutasi titik ( point mutation ).
Mutagen kimia biasanya erat berhubungan dengan
mutasi microlesions sedangkan mutagen kimia (radiasi) dengan
mutasi macrolesions. Mutasi gen sering berasosiasi dengan
fenomena sterilitas dan kematian, seperti misalnya dalam
pengaruhnya mencegah terbentuknya bivalensi dalam meiosis.
Pada mutan homosigot hal ini sangat berpengaruh terhadap
penurunan produktivitas dan daya saing mutan sehingga dapat
merugikan. Namun pada heterosigot mutan, mutasi gen dapat
mengarah pada peningkatan viabilitas dan daya saing mutan,

Bahan Ajar Kultur Jaringan

221

seperti yang telah diteliti dan dilaporkan pada tanaman jagung,


barley, padi, tanaman bunga dan sebagainya.
d. Mutasi diluar Inti Sel (Extranuclear Mutation)
Pada kenyataannya tidak semua materi genetik (DNA)
berada di dalam inti sel ( nucleus ). Hal tersebut terbukti
setelah peneliti menjumpai bahwa beberapa sifat tanaman
diturunkan dengan tidak menuruti pola hukum Mendel. Sampai
pada akhirnya diketahui penurunan sifat lebih dikontrol oleh
gen-gen yang berada di luar inti sel atau sitoplasma, dan
penurunan sifat model ini dikenal dengan istilah extranuclear
inheritance . Di dalam sitoplasma sel terdapat banyak organel
diantaranya kloroplas ( chloroplast ) dan mitokondria
(mitochondria) yang masing-masing berfungsi dalam proses
fotosintesis dan sintesa adenosintriposfat (ATP).
Kloroplas dan mitokondria ternyata mengandung materi
genetik (gen atau DNA) yang juga dapat termutasi. Mutasi gen
kloroplas atau mitokondria sering disebut mutasi diluar inti
atau extranuclear mutation . Mutasi pada gen kloroplas dapat
menyebabkan kerusakan gen mutan (defective mutant genes)
yang kemudian dapat mengganggu proses fotosintesis pada
daun.

Alhasil,

dampak

mutasi

gen

kloroplas

sering

diekspresikan dengan munculnya gejala warna belang pada


Bahan Ajar Kultur Jaringan

222

daun tanaman, misalnya warna belang hijau-putih pada


tanaman Pelargonium dan Mirabilis jalapa (bunga pukul
empat). Warna belang pada daun sering memiliki nilai seni dan
nilai ekonomis tersendiri bagi pemulia tanaman. Oleh karena
itu, mutasi tipe ini sering sangat bermanfaat dalam pemuliaan
tanaman hias (ornamental crops).
Seperti telah dilaporkan (Van Harten, 1998), mutasi di
luar inti sel sering pula menimbulkan gejala pertumbuhan
kerdil (dwarf growth), berubahan morfologi bunga dan
penyimpangan morfologi lainnya, dan ketahanan terhadap
herbisida, yang biasanya disandikan oleh gen mitokondria.
Dalam beberapa studi, mutasi pada mitokondria gen telah
menghasilkan tanaman jagung yang tahan penyakit bercak
daun (Drechslera maydis) dan tanaman gandum yang tahan
penyakit karat (Puccinia striiformis). Sementara itu, perhatian
yang lebih besar telah diberikan untuk mutasi gen pada
sitoplasma yang terkait dengan cytoplasmic male sterility
(CMS) seperti pada tanaman jagung. Teknik CMS sangat
bermanfaat dalam pemuliaan tanaman khususnya dalam
produksi benih tanaman hibrida. Secara umum telah diketahui
bahwa CMS adalah sifat yang disandikan oleh gen mitokondria
(Lonsdale, 1987). Mutasi dan rekombinasi DNA mitokondria
merupakan dasar kejadian CMS alami.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

223

2. Fasilitas dan Prosedur Kerja


Untuk mendukung penelitian pemuliaan tanaman
dengan teknik mutasi, di BATAN tersedia fasilitas penelitian
berupa Gamma chamber, Gamma cell, Gamma room,
laboratorium, laboratorium kultur jaringan, ruang tumbuh,
rumah kaca, kebun percobaan dan sawah. Gamma chamber
model 4000A memiliki sumber sinar gamma dari Cobalt-60
dengan aktivitas awal sebesar 3474.6632 Curie. Gamma cell
model GC-220 memiliki sumber sinar Gamma dari Cobalt-60
dengan aktivitas awal sebesar 10.697 Curie. Pada umumnya
Gamma chamber dan Gamma cell digunakan untuk penelitian
yang memerlukan perlakuan radiasi akut ( accute irradiation ),
yaitu radiasi dengan laju dosis tinggi seperti pada biji-bijian
atau materi reproduktif tanaman lainnya yang berukuran kecil.
Sedangkan untuk penelitian yang memerlukan perlakuan
radiasi kronik ( chronic irradiation ), yaitu radiasi dengan laju
dosis rendah seperti terhadap tanaman pot atau tanaman dalam
media kultur jaringan, dapat digunakan Gamma room. Gamma
room model Panoramic Batch Irradiator yang ada di BATAN
memiliki sumber sinar gamma dari Cobalt-60 dengan aktivitas
awal

sebesar

75.000

Curie.

Setelah perlakuan radiasi dengan sinar gamma, materi


reproduktif tanaman kemudian ditumbuhkembangkan di ruang
Bahan Ajar Kultur Jaringan

224

tumbuh, rumah kaca, atau langsung di kebun percobaan.


Analisa mutan tanaman dilakukan di laboratorium, biasanya
dengan membandingkan sifat-sifat genetik, biologi dan
agronominya terhadap tanaman kontrol. Analisa mutan dapat
juga dilakukan baik secara visual fenotipa maupun secara
biologi

molekuler

seperti

dengan

teknik

RAPD

atau

bioteknologi lainnya. Secara ringkas prosedur kerja pemuliaan


tanaman dengan teknik mutasi khusus untuk tanaman serealia
berserbuk sendiri (termasuk gandum) disajikan dalam gambar
pada halaman berikut
3. Tanaman yang Diteliti
Tanaman yang diteliti dikelompokkan sebagai berikut:
(1) Tanaman pangan: padi, kedelai, kc. hijau, kc.tanah,
sorghum, dan gandum
(2) Tanaman hortikultura: pisang, cabai, bawang merah, dan
bawang putih
(3) Tanaman industri: kapas, sorghum, dan gandum
(4) Tanaman bunga: krisan dan anggrek, dan
(5) Tanaman pakan ternak: sorghum

Bahan Ajar Kultur Jaringan

225

.C. Proteksi tanaman


Kultur jaringan juga dapat digunakan untuk upaya
perlindungan

tanaman.

Ada

penelitian

yang

mencoba

memasukkan/mencampurkan ekstrak tanaman yang terserang


penyakit tertentu dalam kadar tertentu pula ke dalam media
tanaman,

selanjutnya

media

tersebut

digunakan

untuk

perbanyakan tanaman. Kemudian hasilnya ternyata ada


Bahan Ajar Kultur Jaringan

226

tanaman yang dihasilkan dari kultur dengan media plus ekstrak


tersebut (kadar tertentu) mampu bertahan dari serangan
penyakit

sebelumnya.

menyangkut

tujuan

Namun
proteksi

demikian
tanaman

kajian-kajian
masih

perlu

pengembangan dan menjadi tantangan peneliti kultur jaringan.


D. Produksi metabolit sekunder
Pengertian
Berbagai macam reaksi yang produknya tidak secara
langsung terlibat dalam pertumbuhan normal. Dalam hal ini
metabolit sekunder juga berbeda dengan bahan metabolit
intermediet yang memang merupakan produk dari metabolisme
normal. Menurut penelitian ada dikenal ribuan bahan metabolit
sekunder yang meliputi antibiotik, hormon pertumbuhan
tanaman, mikotoksin dan lain-lain.
Metabolit

sekunder

merupakan

salah

satu

cara

organisme untuk mempertahankan eksistensinya dan sebagai


tindakan responsif terhadap lingkungan. Metabolit sekunder ini
digunakan untuk mencegah dan mempertahankan diri dari
serangan predator, sebagai alat kompetisi, mencegah infeksi
bakteri, membantu proses reproduksi dan mencegah sengatan
sinar ultra violet (Harper et al., 2001).

Bahan Ajar Kultur Jaringan

227

Schlegel (1981) menyatakan ada beberapa produksi


metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme, di
antaranya adalah antibiotik yang pada kadar rendah sudah
dapat berfungsi menghambat pertumbuhan atau membunuh
mikroorganisme

secara

spesifik

dan

mikotoksin

yang

merupakan metabolit sekunder berupa senyawa toksik yang


diproduksi oleh fungi.
Senyawa kimia yang dihasilkan oleh bakteri simbion
yang dapat menghalangi organisme mikroba yang tidak
diinginkan tersebut dikategorikan sebagai bahan antibiotik.
Istilah antibiotik berasal dari kata antibios yang berarti
substansi yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang
dalam jumlah kecil dapat menghambat pertumbuhan atau
mematikan organisme lain (Setyaningsih, 2004).
Tanaman obat merupakan salah satu sumber bahan baku
obat. Sebagian besar komponen kimia yang berasal dari
tamanan yang digunakan sebagai obat atau bahan obat adalah
merupakan metobolit sekunder. Secara in vitro produksi
metabolit sekunder ini dapat dilakukan dengan teknik kultur
jaringan (Deus B., et.al. 1982., Stafford A, 1986).
Produksi metabolit sekunder beberapa tanaman obat
melalui kultur jaringan telah banyak dilakukan. Beberapa
diantaranya adalah produksi solasodine yang diisolasi dari
Bahan Ajar Kultur Jaringan

228

kultur callus Solanum eleagnifoliu (Nigra HM., et.al.1987) dan


alkaloid pyrrolidine dari kultur akar tanaman Senecio spp.
(Toppel G.,et.al. 1987). Alkaloid cephaelin dan emetine dapat
diisolasi dari kultur callus tanaman Cephaelis ipecacuanha
(Jha S.,et.al. 1988). Demikian juga dengan alkaloid- alkoloid
penting lainnya seperti quinoline disolasi dari kultur jaringan
Cinchona ledgeriana, diosgenin dari kultur jaringan Dioscorea
deltoidea (Ravishankar GA.,et.al. 1991), beberapa enzim
proteolitik dari kultur jaringan Allium sativum (Parisi
M.,et.al.2002), alkaloid cardenolide dari kultur Digitalis lanata
(Pradel H., et.al.1997), alkaloid azadirachtin dari kultur
jaringan Azadirachta indica (Srividya N., et.al 1998) dan
lepidine dari kultur jaringan tanaman Lepidium sativum (Pande
D., et.al.2002).
Untuk tujuan komersial telah dilakukan pengembangan
produksi metabolit sekunder tanaman obat tersebut dengan
sistem bioreaktor. Sistem bioreaktor ini dapat digunakan untuk
kultur embryogenic ataupun organogenic dari berbagai spesies
tanaman (Levin R.,et.al. 1988, Preil W., et.al. 1988). Dari salah
satu hasil percobaan yang menggunakan system bioreaktor ini
dapat dihasilkan saponin sebesar 500 mg/L/hari dari bioreactor
kultur jaringan akar pohon ginseng (Park JM.,et.al.1992), dan
produksi alkaloid ginsenoside dari kultur akar Panax ginseng
Bahan Ajar Kultur Jaringan

229

dengan system bioreaktor berskala besar 1-10 ton (Hahn


EJ.,et.al. 2003). Teknik kultivasi bioreaktor ini juga telah
berhasil dilakukan untuk memproduksi zat anti kanker dari
beberapa spesies tanaman Taxus. Cara ini jauh lebih effisien
jika dibandingkan dengan cara-cara konvensional dimana
untuk mendapatkan 1 kg komponen aktif taxol harus menebang
1 pohon Taxus yang kira-kira telah berumur 100 tahun
(Muhlbah H.,1998).
Beberapa karakteristik umum bahan metabolit sekunder
adalah:
o Cenderung dihasilkan pada akhir fase pertumbuhan pada
media batch culture atau pada pertumbuhan yang
substratnya dibatasi pada media continuous culture.
o Diproduksi dari bahan metabolit intermediet tetapi dengan
bantuan enzim-enzim khusus yang dikode oleh gen
tertentu..
o Tidak

bersifat

esensial

untuk

pertumbuhan

atau

metabolisme normal.
o Spesifik untuk genus, spesies bahkan strain tertentu.
Beberapa kemungkinan peran metabolit sekunder:
o Dibutuhkan pada konsentrasi rendah selama pertumbuhan.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

230

o Penimbunan (bisa dibongkar dengan mudah)


o Prosesnya (bukan produknya) merupakan suatu alternatif
sebagai katup pelepas untuk memindahkan intermidiet
primer yang tidak dibutuhkan. Pada pertumbuhan yang
terhambat, senyawa intermediet tidak boleh terakumulasi
karena akan menghambat proses utama metabolisme. Oleh
karena itu harus dirubah menjadi senyawa metabolit
sekunder yang akan diekspor keluar sel atau tersimpan
sebagai senyawa tidak aktif. Sehingga kegunaannyapun
dapat beragam:
o Antibiotik - untuk pertahanan wilayah.
o Mikotoksin - melawan serangga pemakan.
o Melanin - perlindungan terhadap oleh UV.
o Hormon kelamin - menarik pasangan
o Rasa atau bau - menarik serangga untuk penyebaran spora
Beberapa contoh bahan metabolit sekunder:
Pinisilin
Pinisilin ditemukan oleh Alexander Fleming tahun 1929
sebagai bahan metabolit Penicillium notatum. Tetapi pinisilin
Bahan Ajar Kultur Jaringan

231

yang dipakai komersil sekarang berasal dari Penicillium


chrysogenum. Pinisilin biasanya efektif melawan bakteri gram
positif dan infeksi oleh Streptococcus sp.
Struktur dasar pinisilin adalah sebuah sistem ring yang
berasal dari dua asam amino, yaitu L-cistein dan D-valin
namun disintesa dari sebuah prekusor tripeptida (-asam
aminoadipik-cistein-valin)

dengan

mengganti

dengan

kelompok acyl (R). Langkah ini dikatalisis oleh enzim acyl


transferase.
Mikotoksin
Mikotoksin dihasilkan dari berbagai senyawa dan
prekursor serta jalur metabolism yang berbeda namun
dikelompokkan secara bersama-sama karena sifat toksisitasnya
terhadap manusia dan binatang. Contoh, aflatoksin, dihasilkan
pada tempat penimbunan cadangan makanan (kacang, bijibijian) oleh Aspergillus flavus dan A. parasiticus. Fungi ini
menghasilkan senyawa alami (poliketid) yang akan diubah
menjadi bentuk racun oleh hati (sangat karsinogenik).
Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Melalui Kultur
Jaringan Dan Transformasi Genetik Nicotiana tabacum l.
Dan Artemisia annua l.
Produksi metabolit sekunder pada tanaman biasanya
memiliki kadar yang sedikit. Metode bioteknologi telah
Bahan Ajar Kultur Jaringan

232

terbukti dapat meningkatkan produksi beberapa metabolit


sekunder pada tanaman. Untuk meningkatkan perolehan
metabolit sekunder digunakan tanaman hasil transformasi
genetik

dengan

induksi

Agrobacterium

rhizogenes.

Transformasi genetik menggunakan Agrobacterium rhizogenes


adalah salah satu teknik yang digunakan untuk penelitian ini.
Melalui metode kultur jaringan dilakukan transformasi genetik
yaitu memindahkan suatu DNA bakteri Agrobacterium
rhizogenes ke dalam sel tanaman. Selain itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengkondisikan laboratorium kultur jaringan
tanaman di KK-Biologi Farmasi dengan menggunakan
Nicotiana tabacum. Diperoleh akar rambut Artemisia annua
hasil transformasi genetik yang bentuk akar dan kadar
artemisinin yang berbeda dengan akar biasa. Laboratorium
kultur jaringan KK Biologi Farmasi telah berhasil dikondisikan
untuk memproduksi metabolit sekunder tanaman. Produksi
artemisinin dari hasil transformasi genetik lebih tinggi dari
tanaman aslinya.
Pengembangan Metabolit Sekunder Asal Tanaman Dan
Strategi Penggunaan Sebagai Pestisida Nabati
Dalam kaitan dengan pengendalian OPT, aspek yang
perlu disimak secara seksama adalah peran senyawa
penghubung ini (infochemicals) dalam mengatur pertumbuhan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

233

populasi dan musuh alami. Konsep ini kemudian juga


berkembang menjadi konsep three-trophic-level yang percaya
bahwa tumbuhan juga mengatur populasi musuh alami.
Semiokimia dapat dimanfaatkan untuk pengendalian
serangga hama dalam lingkungan PHT. Dari tumbuhan, hewan
dan mikrob, semiokimia dikelompokkan lagi menjadi feromon
dan alelokimia. Alelokimia dikelompokkan lagi menjadi
alomon, kairomon, dan sinomon, antibiotika dan mikroba.
Dampak alelokimia pada ekodinamika tumbuhan
dengan serangga
o Alomon : menolak makan, menolak menelan, menghambat
reproduksi, menghambat ganti kulit, menghambat enzim
proteae, menghambat enzim respirasi
o Kairomon : menarik musuh alami
o Sinomon : saling menarik
o Feromon : mengacaukan perkawinan
Pencarian senyawa kimia baru dari tumbuhan, mikroba
dan hewan akan terus dilakukan sejalan dengan teknologi
analisis kimia yang semakin canggih. Eludisasi struktur kimia
dari senyawa-senyawa kimia produk alami terus berkembang.
Studi biokomia untuk mencari target dari senyawa kimia juga.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

234

Eludisasi struktur kimia dan penemuan target kerja senyawa


alomon akan terus merangsang sintesis senyawa insektisida
baru.
Telaah dan pencarian senyawa bersifat kairomon terus
ditingkatkan, termasuk dampaknya pada perilaku mencari
inang dari musuh alami. Senyawa alomon yang terus ditelaah
untuk dikembangkan menjadi insektisida adalah senyawa yang
bersifat menolak makan, menolak oviposisi, menghambat
enzim, menghambat kerja neurotransmiter, mengganggu
pertumbuhan (kairomon) dan mengganggu proses pencernaan.
Feromon baru akan terus dicari dan disintesis. Penelitian dan
pencarian gen pengatur produksi alomon akan terus dilakukan
untuk pengembangan tanaman transgenik tahan serangga.
Teknologi
Adanya potensi dari senyawa metabolik sekunder
sebagai insektisida telah mendorong pengembangannya ke
segala arah. Bidang inipun tidak luput dari pengembangan
secara bioteknologi. Salah satu pendekatan adalah identifikasi
gen pengendali produksi senyawa bioaktif ini dan berusaha
untuk menyisipkan pada tanaman ekonomi.
Keberhasilan tanaman jagung dan kapas yang telah
disisipi gen dari B.t. (Bacillus thuringiensis) telah memacu

Bahan Ajar Kultur Jaringan

235

pemikiran

kearah

tanaman

transgenik

yang

mampu

menghasilkan senyawa pertahanan terhadap serangga.


Senyawa lain diminati adalah penghambat enzim
proteinase paada serangga, khitin dan senyawa yang dapat
menginduksi produksi senyawa metabolit sekunder. Trikhoma
yang dapat menyebaerkan ketahanan pada tumbuhan telah pula
mendapat perhatian dalam kaitan dengan tanaman transgenik.
Produksi senyawa metabolit sekunder untuk insektisida
telah diusahakan lewat kultur jaringan seperti nimba, piretrum
dan akar tuba. Perhatian telah diutamakan pada senyawa
hormon serangga, penghambattransmisi syaraf dan kairomon.
Penemuan

dari

kegiatan

elusidasi

kimia

senyawabioaktif merupakan modal utama untuk sintesis


insektisida dalam skala industri dan saat ini hasilnya telah
memasuki pasar. Suatu teknologi juga telah dikembangkan
berupa sistem polikultur dengan komponen tanaman yang
memiliki senyawa volatil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
beberapa senyawa volatil dapat menurunkan reproduksi
serangga. Sintesis feromon terus berkembang atas dasar
penemuan feromon baru ataupun cara sedik

Bahan Ajar Kultur Jaringan

236

Produksi Metabolit Sekunder Dengan


Teknik Bioteknologi
Industri maju, seperti yang kita saksikan sekarang tidak
akan pernah ada tanpa dukungan pengembangan dan
penyempurnaan

teknologi

berkesinambungan.

Dalam

bergerak

dalam

tiga

sebelumnya

secara

perkembangannya,

teknologi

tahap

yang

berbeda;

penelitian,

pengembangan dan pemasyarakatan (komersial). Di awali


dengan penelitian dasar yang kurang memperhatikan kegunaan
dari hasil penelitian, dilanjutkan dengan penelitian terapan
yang bertujuan mencari keterangan lanjutan untuk program
pengembangan, dan akhirnya dikembangkan dengan rancangan
rekayasa, baik terhadap produk maupun cara pengolahan dalam
menciptakan barang barang baru untuk dimasyarakatkan atau
dipasarkan. Dalam dua abad terakhir ini, setidaknya ada tiga
jenis revolusi dalam industri; industri batubara dan kereta api,
industri minyak dan kimia serta industri elektronika dan
bioteknologi. Yang paling baru dan ramai dibicarakan dewasa
ini adalah revolusi industri bioteknologi, sebagai hasil dari
penemuan dan meluasnya pengetahuan dasar tentang proses
kehidupan pada tingkat molekul, sel dan genetik. Melalui
bioteknologi, banyak permasalahan bersifat biologik yang pada
masa lampau belum diketahui para ahli, sekarang telah dapat
Bahan Ajar Kultur Jaringan

237

dipecahkan.

Bioteknologi

dan

rekayasa

genetik

yang

menyajikan pemecahan baru terhadap masalah yang bersifat


biologik telah dapat menantang para ahli untuk lebih menaruh
perhatian yang besar dalam bidang ini. Berangkat dari dataran
pemikiran yang membatasi bioteknologi sebagai sebuah sistem
pendekatan baru dalam mengubah bahan mentah melalui
pengubahan yang bersifat biologik menjadi produk yang
berguna, maka paduan ilmu di bidang biologi, biokimia dan
rekayasa ini diharapkan menghasilkan penemuan baru atau
penyempurnaan

dalam

pemecahan

masalah

kesehatan,

pertanian dan lingkungan. (Maksum R, 2004).


Bahkan sampai saat inipun menurut perkiraan badan
kesehatan dunia (WHO), 80% penduduk dunia masih
menggantungkan dirinya pada pengobatan tradisional termasuk
penggunaan obat yang berasal dari tanaman. Sampai saat ini
seperempat dari obat-obat moderen yang beredar di dunia
berasal dari bahan aktif yang diisolasi dan dikembangkan dari
tanaman. Sebagai contoh misalnya aspirin adalah analgesik
yang paling popular yang diisolasi dari tanaman Salix dan
Spiraea, demikian pula paclitaxel dan vinblastine merupakan
obat antikanker yang sangat potensial yang berasal dari
tanaman.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

238

Permasalahannya adalah bagaimana menjaga tingkat


produksi obat herbal tersebut dengan bahan baku obat herbal
yang terbatas, karena sebagian besar bahan baku obat herbal
diambil dari tanaman induknya. Di khawatirkan bahwa sumber
daya hayati ini akan musnah disebabkan oleh adanya kendala
dalam budidayanya. Bahkan disinyalir bahwa bahan obat
herbal yang diproduksi dan diedarkan di Indonesia saat ini
sebagian besar bahan bakunya sudah mulai diimpor dari
beberapa negara lain.
Peranan bioteknologi dalam budidaya,

multiplikasi,

rekayasa genetika, dan skrining mikroba endofit yang dapat


menghasilkan metabolit sekunder sangat penting dalam rangka
pengembangan bahan obat yang berasal dari tanaman obat ini.
Bahkan

dengan

kemajuan

yang

pesat

dalam

bidang

bioteknologi ini telah dapat dihasilkan beberapa jenis tanaman


transgenik yang dapat memproduksi vaksin rekombinan
(Maksum R, 2004).
Salah satu bentuk perkembangan bioteknologi adalah
proses peningkatan produksi terhadap produk metabolit
sekunder. Hal ini dilakukan untuk dapat menghasilkan suatu
produk metabolit sekunder yang bersifat unggul dan dalam
jumlah melimpah.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

239

Permasalahnya saat ini adalah bagaimana peranan bioteknologi


dapat membantu meningkatkan produksi metabolit sekunder
dari mikroba, maupun teknik bioteknologi lainnya. Dari jurnaljurnal yang sudah di review didapatkan bahwa beberapa
senyawa bahan alam dapat dihasilkan oleh beberapa spesies
mikroba.

Rekayasa Genetika
Kemajuan

yang

telah

dicapai

dalam

bidang

bioteknologi dan teknik DNA rekombinan telah membantu


mempercepat dan meningkatkan berbagai penelitian menuju ke
arah pemahaman tentang biosintesis metabolit sekunder.
Berbagai penelitian telah berhasil mengidentifikasi beberapa
enzim yang berperan penting dalam jalan metabolisme, dan
telah berhasil dilakukan rekayasa dan manipulasi terhadap
enzim-enzim tersebut. Teknik rekayasa genetika dengan
melakukan

transformasi

genetik

telah

dilakukan

untuk

memanipulasi lebih dari 120 jenis spesies dari sekitar 35 famili


tanaman

menggunakan

perantara

Bahan Ajar Kultur Jaringan

bakteri Agrobacterium
240

ataupun transformasi langsung. Agrobacterium tumafaciens,


dan Agrobacterium rhizogenes, merupakan bakteri Gram
negatif yang terdapat di dalam tanah yang menyebabkan tumor
crown

gall

dan

hairy

root

pada

tanaman.

Bakteri

Agrobacterium tumafaciens mengandung megaplasmid yang


berperan penting dalam induksi tumor tanaman yang
diberinama Ti plasmid. Selama proses infeksi, T-DNA yang
merupakan segmen penting dari Ti plasmid ditransfer ke dalam
nukleus sel yang terinfeksi dan terintegrasi ke dalam
kromosom hospesnya. Sedangkan bakteri A. rhizogenes dapat
menginduksi proliferasi multi branched di tempat akar yang
terinfeksi, sehingga disebut dengan hairy root. Melalui
infeksi ini dapat ditransfer T-DNA yang dikenal dengan root
inducing plasmid (Ri plasmid), dan kemudian dapat terintegrasi
ke dalam kromosom sel tanaman.
Kemampuan bakteri Agrobacterium tumafaciens, dan
A. rhizogenes yang mampu masuk ke dalam nukleus dan
berintegrasi ke dalam kromosom tanaman inilah yang
dimanfaatkan oleh para peneliti bioteknologi untuk melakukan
modifikasi secara genetik guna meningkatkan produksi
matabolit sekunder tanaman obat, baik tanaman dikotil ataupun
monokotil. Transformasi genetik terhadap tumbuhan obat telah
Bahan Ajar Kultur Jaringan

241

banyak yang berhasil dilakukan. Beberapa di antaranya adalah


transformasi genetic menggunakan Agrobacterium tumafaciens
terhadap

tanaman

transgenik

Azadirachta

indica

yang

mengandung rekombinan plasmid pTiA6 , Atropa belladonna,


dan Echinea purpurea dan terbukti dapat meningkatkan
komposisi alkaloid secara signifikan.
Demikian pula transformasi genetic menggunakan
Agrobacterium

rhizogenes

telah

berhasil

meningkatkan

produksi artemisin sebesar 4.8 mg/ L, dari kultur sel Artemisia


annua L, dan dapat meningkatkan produksi alkaloid puerarin
dari kultur sel Pueraria phaseoloides. Berbagai jenis tanaman
lain juga telah diteliti peningkatan kadar metabolit sekunder
yang dihasilkannya melalui transformasi genetik dengan
Agrobacterium rhizogenes antara lain adalah terhadap kultur
sel/jaringan

yang

berasal

dari

tanaman

Aconitum

heterophyllum, Digitalis lanata, Papaver somniferum L, dan


Solanum aviculare.
PRODUKSI ANTIBIOTIK DENGAN MEMANFAATKAN
MIKROBA
Peranan mikroba sendiri dalam usaha peningkatan hasil
metabolit sekunder memegang peranan yang cukup penting. Di
Bahan Ajar Kultur Jaringan

242

mana mikroba yang terlibat dalam peningkatan metabolit


sekunder termasuk di antaranya adalah antibiotik, pigmen,
toksin, kompetisi ekologi dan simbiosis, feromon, enzim
inhibitor, imunomodulating agents, reseptor antagonis dan
agonis, petisida, anti tumor agents,dan growth promoters dari
tanaman dan hewan. Sehingga mikroba berpengaruh penting
dalam kehidupan (Demain, 1998).
Selain itu juga diketahui bahwa aktifitas metabolit
sekunder dari mikroba terbagi menjadi dua yaitu :
1. Metabolit sekunder dengan aktifitas non-antibiotik
yaitu :
a. Antitumor agents
b. Protease/peptides inhibitors
c. Inhibitors of cholesterols biosynthesis
d. Inhibitor Angiotensin-Converting Enzyme (ACE)
e. Inhibitor lain
f. Immunosupresant.
1. Metabolit sekunder dengan aktifitas antibiotik, yaitu :
a. Antibacterial agents
Bahan Ajar Kultur Jaringan

243

b. Antifungal agents
Produksi antibiotik sendiri saat ini menggunakan
berbagai teknik produksi, teknik umum yang sering digunakan
terutama adalah memproduksi antibiotik adalah fermentasi dan
modifikasi senyawa kimia dari hasil fermentasi.
Antibiotik merupakan molekul kecil yang disintesis
oleh enzim. Aktifitas enzim sangat diperlukan dalam setiap
jalur kompleks, selain itu juga penting untuk diketahui bahwa
ada pengaruh fisiologis untuk mampu meningkatkan produksi
fermentatif bagi organisme penghasil antibiotik. Produksi dari
metabolit sekunder sendiri dihasilkan setelah fase pertumbuhan
terhenti. Karena banyak antibiotik yang dihasilkan oleh
organisme spore-forming (Streptomyces yang merupakan
prokariot dan filamentous fungi yang merupakan eukariot) dan
karena produk antibiotik dan sporulaton baru mulai dihasilkan
pada awal fase stasioner, salah satu dugaan, proses ini terjadi
dengan

menggunakan

mekanisme

overlapping,

yang

dimodulasi oleh intercellular signaling molecules. Termasuk


juga sinyal dari peptida dan lakton membran permeabel mirip
dengan lakton acyl-homoserine yang dikenal bekerja sebagai
quorum-sensing signal dalam bakteri Gram-negatif. (Glazer,
2007)
Bahan Ajar Kultur Jaringan

244

Bagaimanapun juga dalam beberapa kasus diketahui


bahwa tidak ada ikatan yang kuat antara formasi spora dan
produksi antibiotik, hal ini sanagat jelas dalam produksi
antibiotik melalui nonsporulating organism. Sebagai contoh
dari tipikal Gram-negatif, quorum signal lakton N-Hexanoyl
homoserin menginduksi produksi dari carbapenem yang
dihasilkan oleh Erwinia carotovora (yang masih behubungan
dengan E. Coli) dengan melakukan ikatan secara langsung
kepada

operon

protein

repressor

yang

memproduksi

carbapenem, juga dalam beberapa spesies Streptomyces, juga


pada reseptor sistolik untuk aktifasi secara langsung dari lakton
pada transkripsi gen untuk produksi antibiotik dengan cara
yang sama.
Syarat untuk melakukan proses difusi adalah melalui
sinyal quorum-sensing yang merupakan bagian dari penjelasan
fakta bahwa produksi antibiotik sangat terbatas pada fase
stasioner, dimana kepadatan sel akan menjadi lebih tinggi.
Hipotesis yang dapat diambil pada kepadatan sel yang rendah,
pertumbuhan secara cepat dan oleh sebab itu metabolisme
primer merupakan prioritas utama dan hanya pada saat
pertumbuhan menjadi perlahan saat kepadatan sel tinggi,
menyebabkan sel mengeluarkan banyak energi untuk bias
Bahan Ajar Kultur Jaringan

245

memproduksi metabolit sekunder, yaitu berupa antibiotik.


Banyak organisme yang memproduksi antibiotik justru kurang
produktif dengan adanya kelebihan sumber karbon, seperti
misalnya glukosa. Hal ini mengingatkan pada fenomena
catabolite repression yang kita ketahui dalam E. coli. Untuk
mengatasi

catabolite

repression,

sumber

karbon

harus

ditambahkan kedalam kultur medium dengan hati-hati. (Glazer,


2007)
Dalam banyak kasus, kelebihan komponen nitrogen
atau fosfat dalam medium fermentasi yang mengalami
pengurangan produksi antibiotik. Keuntungan secara ekologi
dari regulasi kemungkinan mirip dengan catabolite repression.
Fosfat

ditunjukkan

untuk menghambat

transkripsi

dari

beberapa gen untuk sintesis antibiotik, dan regulasi ini


dihilangkan dalam tubuh mutants dengan melakukan delesi
dari PhoR-PhoP dari dua komponen sistem regulasi. (Glazer,
2007).
Beberapa ilmuwan menduga antibiotik sendiri adalah
sebagai produk akhir, kemungkinan usaha negatif-feedback
regulation dalam proses sintesis. Data pendukung berasal dari
penelitian dengan penambahan penicillin ke dalam kultur dari
penicillin -produksi jamur ternyata menghambat sintesis dari
Bahan Ajar Kultur Jaringan

246

antibiotik. Ternyata tingkatan dari penicillin exogenous untuk


menghambat diperlukan dalam dalam jumlah tinggi dengan
adanya overproduksi dari penicillin, menyatakan bahwa
resistensi dari feedback inhibition merupakan sedikit factor
dalam overproduksi dalam strain ini. (Glazer, 2007).
Metabolit sekunder disintesis dari metabolit primer, jadi
produksi lebih efesien dari antibotik memerlukan arus stabil
dari prekursor. Dalam banyak kasus, produksi dari prekursor
terjadi suatu regulasi yang mekanismenya telah diketahui.
Sebuah contoh menarik bagaimana regulasi dari suplai
prekursor dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi
produksi antibiotik yaitu berupa kondisi kultur dari produksi asam aminoadipik, sebuah prekursor untuk biosintesis laktam. Dalam jamur, -asam aminoadipik adalah intermediate
dalam jalur biosintesis lisin, karena lisin merupakan produk
akhir dari jalur biosintesis, dimana level dari lisinnya tinggi
sehingga menutupi proses biosintesis dengan menghambat
enzim pertama dari jalur (feedback inhibition). Hasilnya akan
menyebabkan kekurangan intermediate yang ada di jalur,
termasuk -asam aminoadipik, jadi kehadiran dari lisin yang
berlebih akan menghambat dengan kuat produksi penicillin
dari fermentasi P. Chrysogenum, namun sebaliknya dengan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

247

penambahan lisin berlebihan menjadi stimulat pada produksi


cephamisin C dari streptomyces. Hal ini disebabkan -asam
aminoadipik disintesis secara total melalui rute lain dalam
eubacteria, lisin berfungsi sebagai prekursor. (Glazer, 2007).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa metabolit sekunder
dari mikroba ternyata merupakan bahan baku obat yang tak
ternilai harganya, perlu terus menerus mendapat perhatian kita
semua. Pemanfaatan teknologi bioteknologi terhadap mikroba
di rasa sangat membantu untuk memperoleh metabolit
sekunder. Produksi metabolit sekunder dapat dilakukan secara
in vitro dalam skala besar. Demikian pula rekayasa genetika
dan transformasi genetik dapat meningkatkan produksi
metabolit sekunder. Peran mikroba yang dapat memproduksi
metabolit sekunder berupa antibiotik dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Salah satunya dengan teknik fermentasi yang
sangat potensial untuk terus dikembangkan guna memperoleh
metabolit sekunder yang dapat digunakan untuk mengobati
berbagai jenis penyakit.
D. Pelestarian plasma nutfah
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan
keanekaragaman hayati yang tinggi. Menyadari potensi
Bahan Ajar Kultur Jaringan

248

keanekaragaman

hayati

yang

sangat

strategis

tersebut,

pemerintah Indonesia berupaya mengembangkan berbagai


kebijakan

dan

perlindungan

peraturan
dan

menyangkut

pelestariannya.

pemanfaatan,
Pemanfaatan

keanekaragaman hayati telah digunakan untuk memenuhi


kebutuhan pangan, papan, sandang, dan obat-obatan. Kita
sepakat bahwa kecukupan pangan misalnya, akan tergantung
pada tersedianya varietas unggul yang berproduksi tinggi dan
tahan cekaman biotik dan abiotik. Pada dasarnya varietas
unggul itu adalah kumpulan dari keanekaragaman genetik
spesifik

yang

diinginkan

dan

dapat

diekspresikan.

Keanekaragaman genetik spesifik tersebut ada pada plasma


nutfah komoditi yang bersangkutan. Jadi plasma nutfah adalah
keanekaragaman genetik di dalam jenis (Sumarno, 2002).
Sebagai contoh plasma nutfah adalah pisang tanduk, pisang
ambon, pisang lampung, pisang raja bulu; sapi bali, sapi
madura; itik mojokerto, itik alabio; domba garut, domba ekor
tipis; ikan mas si Nyonya, ikan mas majalaya (Hasanah, 2004);
dan padi rojolele, padi pandanwangi, padi arias, padi hawara
bunar, padi mentik dan lain-lain.
Plasma nutfah yang kita miliki tidaklah berarti tanpa
pemberdayaan melalui karakterisasi dan evaluasi. Setelah
Bahan Ajar Kultur Jaringan

249

diberdayakan yang berarti telah diketahui sifat-sifat yang


dimiliki oleh individu plasma nutfah yang kita milikipun masih
belum

berarti

sama

sekali

tanpa

dimanfaatkan

untuk

kesejahteraan.Pemanfaatan plasma nutfah bisa dilakukan


dengan berbagai cara,tergantung kepada tujuan yang ingin
dicapai. Pemanfaatan plasma nutfah bisa secara langsung atau
melalui proses pemuliaan. Pemanfaatan plasma nutfah melalui
pemuliaan tampak lebih membutuhkan dasar-dasar ilmiah
daripada pemanfaatan plasma nutfah secara langsung. Di dalam
teknik pemuliaan saat ini dikenal dengan istilah pemuliaan
secara konvensional dan pemuliaan secara in-konvensional
melalui bioteknologi.
Pemanfaatan

secara

langsung

sebenarnya

sudah

dilakukan sejak dahulu kala oleh para petani dengan cara hanya
memilih tanaman-tanaman yang mereka anggap baik untuk
ditanam pada musim berikutnya; dalam hal ini sudah terkait
unsur seleksi. Pemanfaatan yang lebih sederhana adalah
menggunakan secara langsung misalnya menebang pohon kayu
atau

bambu

untuk

keperluan

pembuatan

rumah

dan

kelengkapannya, mengambil tanaman obat untuk jamu, rotan


untuk industri dan sebagainya.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

250

Pemanfaatan plasma nutfah melalui metode pemuliaan


pada tanaman umumnya dapat dibedakan menjadi metode
pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri (self pollinated crop)
dan metode pemuliaan tanaman menyerbuk silang (cross
pollinated crop) (Poespodarsono, S., 1988); Makmur, A.,
1984).Metode pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri dapat
dilakukan melalui introduksi, seleksi massa atau seleksi galur
murni, hibridisasi yang dilanjutkan dengan seleksi (Makmur,
1984). Pada metode pemuliaan melalui hibridisasi pada
tanaman menyerbuk sendiri dikenal beberapa cara yaitu seleksi
pedigree, seleksi bulk population, metode silang balik dan
metode Diallel Selective Mating System (DSM).
Pada seleksi pedigree, tanaman dengan kombinasi
karakter yang dikehendaki diseleksi pada generasi F2, turunan
selanjutnya diseleksi lagi pada generasi-generasi berikutnya
sampai mencapai kemurnian genetik. Sedangkan pada seleksi
bulk, seleksi ditunda sampai generasi lanjut (F5 atau F6)
setelah hibridisasi. Pada DSM kita menggunakan berbagai
variasi metode seleksi dalam usulan mengkombinasikan
berbagai karakter yang diinginkan, kemudian dilakukan
seleksi. Selanjutnya metode silang balik dilaksanakan dengan
cara melakukan silang balik secara berulang-ulang dari suatu
Bahan Ajar Kultur Jaringan

251

varietas yang ingin diperoleh sifat baiknya (misal ketahanan


terhadap penyakit) kepada varietas lain yang sudah cukup
beradaptasi.
Metode pemuliaan tanaman menyerbuk silang sedikit
berbeda dengan tanaman menyerbuk sendiri karena pada
tanaman menyerbuk silang, dalam populasi alami terdapat
individu-individu yang secara genetik heterozigot untuk
kebanyakan lokus. Secara genotipe juga berbeda dari satu
individu ke individu lainnya, sehingga keragaman genetik
dalam populasi sangat besar. Fenomena lain yang dimanfaatkan
dalam tanaman menyerbuk silang adalah ketegaran hibrida atau
heterosis.

Heterosis

didefinisikan

sebagai

meningkatnya

ketegaran (vigor) dan besaran F1 melebihi kedua tetuanya.


Sebaliknya bila diserbuk sendiri akan terjadi tekanan
inbreeding. Beberapa metode yang populer pada tanaman
menyerbuk silang misalnya pembentukan varietas hibrida,
seleksi massa, seleksi daur ulang, dan dilanjutkan dengan
pembentukan varietas bersari bebas atau varietas sintetik.
Untuk tanaman yang membiak secara vegetaif dapat dilakukan
seleksi klon, hibridisasi yang dilanjutkan dengan seleksi klon.
Cara ini dapat digunakan juga untuk pemuliaan tanaman
tahunan yang biasa dibiakan secara vegetatif.
Keanekaragaman genetik tersebut harus dipertahankan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

252

keberadaannya, bahkan harus diperluas agar supaya selalu


tersedia bahan untuk pembentukan varietas unggul. Upaya
mempertahankan keberadaan plasma nutfah adalah konservasi.
Konservasi tersebut secara garis besar terdiri dari konservasi
in-situ dan konservasi ex-situ. Kesediaan yang lestari dari
plasma nutfah secara ex-situ dilakukan antara lain dengan
upaya rejuvenasi atau pembaharuan viabilitasnya, sedangkan
untuk memperluas

keragaman dapat dilakukan dengan

eksplorasi.
Tidak cukup dengan kegiatan rejuvenasi dan eksplorasi
saja, namun plasma nutfah yang sudah terkoleksi harus
diberdayakan

dengan

cara

dikarakterisasi

(sifat-sifat

agronominya) dan dievaluasi (ketahanan cekaman biotik dan


abiotik). Evaluasi bisa dilakukan secara morfologi/fenotipe
atau secara molekular agar supaya dapat dimanfaatkan secara
tepat. Selain itu untuk mempermudah mendapatkan informasi
dari koleksi plasma nutfah yang kita koleksi maka perlu
dilakukan dokumentasi yang memadai, sebaiknya dilakukan
secara komputerisasi sehingga membentuk suatu database yang
dapat diakses secara mudah oleh para peneliti atau yang
memerlukannya.
Berbicara

mengenai

pemanfaatan

plasma

nutfah,

seseorang dituntut untuk memiliki beberapa pengetahuan untuk


Bahan Ajar Kultur Jaringan

253

dapat memanfaatkannya. Pemanfaatan plasma nutfah untuk


tujuan pembentukan varietas unggul minimal memerlukan
pengetahuan seperti ilmu pemuliaan dan genetika (Yatim,
1983). Dalam makalah ini akan diulas hal-hal yang berkaitan
dengan pelestarian, pemberdayaan, dan pemanfaatan plasma
nutfah.Koleksi Plasma Nutfah
Keragaman genetik suatu spesies tanaman dapat
menurun karena aktivitas manusia atau karena bencana alam.
Aktivitas manusia dapat meliputi pembudidayaan tanaman,
menanam atau memperluas jenis-jenis unggul baru sehingga
jenis-jenis local yang amat beragam akan terdesak bahkan
dapat lenyap, juga aktivitas pembangunan jalan dan gedunggedung.
Untuk menghindari lenyapnya jenis-jenis yang ada
maka perlu ada suatu lembaga yang mampu melakukan koleksi
jenis-jenis tersebut. Pemerintah berbagai negara mensponsori
kegiatan-kegiatan expedisi untuk tujuan koleksi plasma nutfah.
Beberapa lembaga internasional telah melakukan koleksi
secara intensif. Misalnya : IRRI (International Rice Research
Institute) di Philipina mengkoleksi padi, CIMMYT (Centro
International de Mejoramiento de Meizy Trigo) di Mexico
mengkoleksi tanaman jagung dan wheat, CIAT (Central
International Agricultural Tropical) di Kolumbia memiliki
Bahan Ajar Kultur Jaringan

254

koleksi tanaman ketela pohon.


Lembaga-lembaga penelitian juga terdapat di masingmasing negara. Lembaga penelitian ini mengkoleksi tanaman
penting di negara itu. Di Indonesia misalnya terdapat kebun
koleksi tebu, kopi, kelapa, dll.
Perbaikan tanaman melalui variasi somaklonal dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui kultur
jaringan dan radiasi. Variasi somaklonal melalui kultur jaringan
umumnya terjadi pada kultur kalus akibat pengaruh media
kultur, sedangkan variasi somaklonal melalui radiasi dapat
dilakukan secara fisik dengan menggunakan sinar gamma atau
secara kimiawi. Perbaikan tanaman melalui variasi somaklonal
yang dilakukan di kelti BSJ menggabungkan kedua metode
tersebut. Untuk mengarahkan keragaman yang timbul akibat
pengaruh radiasi, setelah diaradiasi, eksplan ditanam dalam
media kultur yang mengandung agen seleksi (seleksi in vitro).
Teknik ini telah menghasilkan beberapa nomor tanaman
potensial, seperti nilam dengan kadar minyak lebih tinggi, padi
dan kedelai tahan alumunium, padi tahan kekeringan, dan
pisang tahan layu Fusarium (masih dalam pengujian).
Perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan
memiliki beberapa keuntungan, yaitu diperolehnya bibit yang
seragam dalam jumlah besar. Teknik ini sangat bermanfaat
Bahan Ajar Kultur Jaringan

255

untuk tanaman-tanaman yang diperbanyak secara vegatatif.


Adapun tanaman yang telah berhasil diperbanyak antara lain
tanaman hias (misal: anggrek dan mawar), tanaman obat
(misal: purwoceng dan bidara upas), tanaman berkayu (misal:
jati dan cendana), serta tanaman buah-buahan (misal: pisang
dan manggis). Dan hal ini sangat bereperan dalam pelestarian
plasma nutfah.
2.2 Tugas
Setelah anda mempelajari tentang aspek kultutr jaringan
selesaikanlah tugas berikut;
1.Buatlah rangkuman tentang aspek kultur jaringan
2.Diskusikan

dengan

teman-teman

hasil

rangkuman

tersebut, dan beri tanda dengan


menggaris bawahi atau membuat catatan tambahan tentang
masukan teman-teman yang
belum atau tidak tercantum dalam rangkuman anda
2.3 Latihan
Agar penguasaan anda tentang kultur jaringan baik, maka
kerjakanlah latihan berikut;
1.

Jelaskan beberapa keunggulan perbanyakan


dengan teknik kultur jaringan dibandingkan dengan
cara tradisonal!

Bahan Ajar Kultur Jaringan

256

2.

Tuliskan apa yang anda ketahui tentang;


pemuliaan tanaman, metabolit sekunder, pelestarian
plasma nutfah

3. Penutup
3.1 Rangkuman
Pemuliaan

tanaman

merupakan

kegiatan

untuk

mengubah susunan genetik tanaman secara tetap (baka)


sehingga memiliki sifat atau penampilan sesuai dengan tujuan
yang diinginkan pelakunya. Pelaku kegiatan ini disebut
pemulia tanaman. Pemuliaan tanaman umumnya mencakup
tindakan penangkaran, persilangan, dan seleksi
Tujuan dalam pemuliaan tanaman secara umum
diarahkan pada dua hal: peningkatan kepastian terhadap hasil
yang tinggi dan perbaikan kualitas produk yang dihasilkan.
Strategi dalam pemuliaan tanaman masa kini adalah
dengan melakukan peningkatan variasi genetik yang diikuti
kemudian dengan seleksi pada keturunannya. Pemuliaan
tanaman biasanya mengarah pada domestikasi meskipun tidak
selalu demikian.
Metabolit

sekunder

merupakan

salah

satu

cara

organisme untuk mempertahankan eksistensinya dan sebagai


tindakan responsif terhadap lingkungan. Metabolit sekunder ini
Bahan Ajar Kultur Jaringan

257

digunakan untuk mencegah dan mempertahankan diri dari


serangan predator, sebagai alat kompetisi, mencegah infeksi
bakteri, membantu proses reproduksi dan mencegah sengatan
sinar ultra violet
Beberapa karakteristik umum bahan metabolit sekunder
adalah:
o Cenderung dihasilkan pada akhir fase pertumbuhan pada
media batch culture atau pada pertumbuhan yang
substratnya dibatasi pada media continuous culture.
o Diproduksi dari bahan metabolit intermediet tetapi dengan
bantuan enzim-enzim khusus yang dikode oleh gen
tertentu..
o Tidak

bersifat

esensial

untuk

pertumbuhan

atau

metabolisme normal.
o Spesifik untuk genus, spesies bahkan strain tertentu.
Beberapa kemungkinan peran metabolit sekunder:
o Dibutuhkan pada konsentrasi rendah selama pertumbuhan.
o Penimbunan (bisa dibongkar dengan mudah)

Bahan Ajar Kultur Jaringan

258

o Prosesnya (bukan produknya) merupakan suatu alternatif


sebagai katup pelepas untuk memindahkan intermidiet
primer yang tidak dibutuhkan. Pada pertumbuhan yang
terhambat, senyawa intermediet tidak boleh terakumulasi
karena akan menghambat proses utama metabolisme. Oleh
karena itu harus dirubah menjadi senyawa metabolit
sekunder yang akan diekspor keluar sel atau tersimpan
sebagai senyawa tidak aktif. Sehingga kegunaannyapun
dapat beragam:
o Antibiotik - untuk pertahanan wilayah.
o Mikotoksin - melawan serangga pemakan.
o Melanin - perlindungan terhadap oleh UV.
o Hormon kelamin - menarik pasangan
o Rasa atau bau - menarik serangga untuk penyebaran spora
3.2 Tes Formatif
1. Tuliskan apa yang anda ketahui tentang pemuliaan tanaman!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan metabolit sekunder, apa
peranannya bagi tumbuhan dan bagi manusia?

Bahan Ajar Kultur Jaringan

259

3. Jelaskan perbedaan pemanfaatan plasma nutfah secara


langsung dengan pemanmaatan plasma nutfah melalui
pemuliaan
4. Metode pemuliaan tanaman menyerbuk silang sedikit
berbeda dengan tanaman menyerbuk sendiri , jelaskan
perbedaan kedua pemuliaan tersebut
3.3 Kunci Jawaban
1. Untuk menjawab pertanyaan ini, baca kembali uraian
tentang pemuliaan tanaman
2. Baca kembali uraian tentang metabolit sekunder untuk
menjawab pertanyaan ini
3. Menjawab pertanyaan ini, lihat uraian tentang pelestarian
plasma nutfah
4. Jawaban pertanyaan ini dapat dikonfirmasi dengan uraian
tentang metode pemuliaan.
Tindak Lanjut
1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test
formatif di atas, ia dapat

melanjutkan mempelajari

lanjutan perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini


merupakan dasar untuk memahami uraian pada bab-bab
selanjutnya.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

260

2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka


danjurkan:
a. Mempelajari kembali dari awal bahasan di atas;
f. Konsultasi dengan asisten dan dosen.
Kepustakaan.
1. Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur
Jaringan Tanaman, UMM Press. Malang
2. Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan, Depdiknas
3. Suryowinoto, 1993,

Pemuliaan Tanaman Secara In

Vitro, UGM, Yogyakarta


Publishing
4. Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi
Aksara, Jakarta
Senarai
-

Pemuliaan tanaman; persilangan yang ditujukan untuk


memperbaiki komposisi genetika silangannya dan membuat
bibit unggul

Metabolit sekunder; produk metabolisme yang tidak


berperan dalam pertumbuhan sel

Plasma nutfah; keaneka ragaman gen yang meliputi


individu liar dan bibit unggul, substansi yang terdapat dalam
setiap kelompok makhluk hidup dan merupakan sumber

Bahan Ajar Kultur Jaringan

261

sifat keturunan yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan


atau dirakit untuk menciptakan jenis unggul

BAB IX
AKLIMATISASI
1 Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat
Bab ini mednyajikan bahasan tentang aklimatisasi yang
terdiri atas sub-sub topik; Perbedaan aklimasi dan aklimatisasi,

Bahan Ajar Kultur Jaringan

262

karakteristik planlet kultur in vitro, prosedur aklimatisasi, dan


faktor-faktor yang mempengaruhi aklimatisasi.
B. Relevansi
Penguasaan
pelaksanaannya)

tentang
akan

aklimatisasi

berpengaruh

terhadap

(prosedur
prosentase

keberhasilan tanaman baru yang dihasilkan menyesuaikan


dengan lingkungan makronya atau lingkungan alamiahnya.
Karenanya penguasaan prosedur sangat diperlukan.
C. Tujuan Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan prosedur aklimatisasi
2. Penyajian Materi
2.1 Uraian dan contoh
Aklimatisasi
A. Perbedaan aklimasi dan aklimatisasi
Istilah aklimasi (acclimation) ditujukan pada proses
suatu tanaman atau organisme hidup lain agar dapat
menyesuaikan diri dengan kondisi atau situasi lingkungan dan
iklim yang baru sebagai hasil dari suatu proses alamiah.
Misalnya tanaman yang tumbuh di lapangan akan mengalami

Bahan Ajar Kultur Jaringan

263

aklimasi terhadap suhu rendah menjelang memasuki musim


dingin.
Sedangkan
menunjukkan

istilah

adanya

aklimatisasi

campur

tangan

(acclimatitation)
manusia

dalam

mengarahkan proses penyesuaian tersebut. Karena manusia


senantiasa terlibat dalam proses penyapihan tanaman dari
kondisi in vitro agar dapat tumbuh dan berkembang pada
kondisi in vivo di rumah kaca atau di lapangan maka istilah
yang digunakan pada tahap akhir mikropropagasi adalah
aklimatisasi, bukan aklimasi
Tahapan mikropagasi dari inisiasi kultur hingga
aklimatisasi dapat dilihat pada gambar berikut :
Keterangan
(A) tahap 1 = inisiasi kultur; (B) tahap 2 = penggandaan pucuk;
(C) tahap 3 = pengakaran (pratransplantasi); (D) tahap 4 =
aklimatisasi (transplantasi ke lapangan)
B. Karakteristik planlet kultur in vitro
Tanaman yang berasal dari kultur in vitro sangat
berbeda bila dibandingkan dengan tanaman yang hidup pada
kondisi in vivo. Beberapa karakteristik khas tanaman hasil
perbanyakan in vitro diuraikan sebgai berikut:
a. Daun

Bahan Ajar Kultur Jaringan

264

Tanaman yang berasal dari kultur in vitro sering


memperlihatkan

lapisan

lilin

(kutikula)

yang

kurang

berkembang sebagai akibat tingginya kelembapan di dalam


wadah kultur (90-100%). Hal itu mengakibatkan tanaman
kehilangan air dalam jumlah yang cukup besar melalui
evaporasi kutikula pada saat tanaman dipindahkan ke tanah
kelembaban udara pada kondisi in vivo jauh lebih rendah dari
pada kondisi in vitro. Planlet kadang memiliki daun-daun yang
tipis, lunak, tidak aktif berfotosintesis, dan tidak adaptif
terhadap kondisi in vivo. Sel-sel palisade lebih kecil dan lebih
sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat menerima cahaya
secara efisien dengan rongga udara mesofil yang lebih besar
dibandingkan tanaman normal. Stomata tidak berfungsi dengan
sempurna dan tidak menutup sehingga menyebabkan terjadinya
cekaman air pada beberapa jam pertama aklimatisasi.
b. Jaringan angkut
Pada planlet hasil kultur jaringan, sistem pembuluh
angkut antara pucuk dan akar sering tidak terhubung dengan
sempurna sehingga menyebabkan berkurangnya transport air
dan unsur hara. Harus diingat bahwa dalam keadaan in vitro
tanaman bersifat heterotrof, sedangkan pada kondisi in vivo
tanaman

dituntut

untuk

menjadi

Bahan Ajar Kultur Jaringan

autotrof,

kebutuhan

265

karbohidratnya harus disuplay melalui fotosintesis yang salah


satu bahan bakunya adalah air.
c. Akar
Sistem perakaran pada planlet yang berasal dari kultur
jaringan cenderung mudah rusak dan tidak berfungsi dengan
sempurna pada keadaan in vivo, misalnya akar yang terbentuk
sedikit atau tidak ada akar sama sekali. Akar yang tidak
berkembang dengan sempurna akan membuat pertumbuhan
tanaman kondisi in vivo sangat tertekan terutama pada keadaan
evaporasi tinggi.
d. Kemampuan bersimbiosis
Planlet dari tanaman yang pada kondisi pertumbuhan
normal bersimbiosis dengan bakteri atau mikoriza akan
memiliki kemampuan bersimbiosis yang sangat terbatas pada
saat dipindahkan dari lingkungan in vitro ke lingkungan in
vivo.
Untuk

mengatasi

masalah

perkembangan

sistem

perakaran pada tahap aklimatisasi, dapat diterapkan langkahlangkah berikut ini.


1. Upayakan tanaman yang masih berada di lingkungan in vitro
membentuk primordia akar yang akan tumbuh menjadi akar
fungsional pada kondisi in vivo

Bahan Ajar Kultur Jaringan

266

2. Ciptakan kondisi yang memungkinkan untuk terjadinya


perkembangan akar in vitro, misalnya menggunakan media
cair kemudian akar-akar tersebut akan berfungsi secara
normal pada saat planlet dipindahkan ke tanah.
3. Aklimatisasikan planlet ke tanah setelah saat perakaran.
Pada saat memasuki tahap perakaran, rendam bagian
pangkal planlet di dalam larutan auksin untuk merangsang
pembentukan akar.
C. Prosedur aklimatisasi
Menurut Taji, dkk (2002), secara umum prosedur
aklimatisasi diuraikan sebagai berikut:
Planlet-planlet yang akan diaklimatisasi dikeluarkan
dari dalam wadah kultur. Agar-agar yang masih menempel
dicuci

bersih

untuk

membuang

sumber

kontaminasi.

Selanjutnya planlet tersebut ditanam pada medium tanah steril


(dipasteurisasi) di dalam pot kecil atau pada medium siap pakai
pot Jiffy. Pada awalnya, planlet harus dilindungi dari kerusakan
dengan

menempatkannya

di

bawah

naungan,

tenda

berkelemabapan tinggi, atau di bawah semprotan embun.


Dibutuhkan waktu beberapa hari sebelum terbentuknya akarkar baru yang funsional. Suhu udara diusahakan sama, seperti
di dalam ruang kultur. Intensitas cahayapun merupakan faktor
Bahan Ajar Kultur Jaringan

267

yang penting untuk diperhatikan, yaitu 30% dari cahaya


lingkungan. Nutrisi yang terdapat di dalam medium tanahpun
dapat menjadi faktor pembatas pertumbuhan. Pada prinsipnya,
tidak ada nutrisi tambahan yang perlu diberikan pada tiga
hingga empat minggu pertama masa aklimatisasi.
Saat planlet tumbuh dengan baik pada medium dalam
pot, planlet tersebut harus secara perlahan-lahan dihadapkan
pada kelembapan yang rendah dan intensitas cahaya yang
tinggi. Setiap keadaan dormansi atau kondisi istirahat yang
terjadi pada tanaman, harus diatasi sebagai bagian dari proses
transplantasi.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tahap Aklimatisasi
1. Faktor Lingkungan
a. Suhu Udara
Selama dalam lingkungan in vitro, planlet mendapatkan
suhu yang relatif sama, yaitu 25 1C. Saat dipindahkan ke
kondisi in vivo maka suhu udara akan mengalami variasi yang
terkadang cukup besar. Suhu lingkungan in vivo dapat
mencapai 18 C pada malam hari atau 32C pada siang hari.
Kondisi

suhu yang ekstrem, terutama suhu tinggi, akan

mengakibatkan pertumbuhan planlet tertekan, bahkan dapat


berakibat pada kegagalan aklimatisasi.Oleh karena itu, suhu di
areal aklimatisasi harus diatur sedemikan rupa agar mendekati
Bahan Ajar Kultur Jaringan

268

suhu in vitro, kemudian secara bertahap dapat dinaikkan


seiring dengan semakin kuatnya pertumbuhan tanaman.
b. Kelembapan udara
Palnlet

hasil

mikropropagasi

terbiasa

hidup

di

lingkungan dengan kelembapan tinggi, berkisar 90-100%.


Kondisi tersebut menyebabkan planlet tidak mengembangkan
sistem pertahanan yang baik dalam menghadapi cekaman
kekeringan. Oleh karena itu, aklimatisasi hendaknya dilakukan
dengan menurunkan kelembapan udara secara bertahap. Pada
tahap awal planlet dapat ditempatkan di bawah sangkup plastik
secara individual, kemudian sangkup tersebut dibuka dan
planlet dipelihara di bawah naungan massal sebelum akhirnya
dipindahkan ke lapangan.
c. Intensitas cahaya
Intensitas cahaya memiliki hubungan yang sangat erat
dengan suhu dan kelembapan. Biasanya intensitas cahaya
tinggi akan menginduksi terciptanya suhu lingkungan yang
tinggi pula, disertai dengan rendahnya kelembapan udara, dan
sebaliknya. Oleh karena itu, intensitas cahaya di areal
aklimatisasi harus diperhatikan agar suhu dan kelembapan
dapat dipertahankan pada tingkat yang tidak membahayakan
planlet. Pemberian naungan merupakan cara yang baik untuk

Bahan Ajar Kultur Jaringan

269

menurunkan

intensitas

cahaya

dan

suhu

dengan

mempertahankan kelembapan agar tetap tinggi


2. Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk keberhasilan
aklimatisasi.
Untuk meningkatkan laju keberhasilan pada tahap aklimatisasi,
Pierek (1997) memberikan anjuran sebagai berikut;
a.

Untuk

menghindari

terjadinya infeksi oleh cendawan dan bakteri maka sisa-sisa


medium (agar-agar) hendaknya dicuci sampai bersih dan
gunakan tanah steril sebagai substrat aklimatisasi
b.

Musnahkan semua hama


dan patogen, seperti serangga, siput, cendawan, dan bakteri
karena kondisi planlet masih lemah sehingga sangat rentan
terhadap

serangan

hama

dan

patogen.

Lakukan

penyemprotan pestisida secara teratur.


c.

Untuk

menghindari

kerusakan akar, sebaiknya lakukan penanaman planlet pada


tanah yang diayak (strukturnya seragam).
d.

Gunakan medium dengan


kadar garam rendah pada tahap perakaran, misalnya
komposisi medium MS.

e.

Terkadang

diperlukan

perlakuan suhu rendah (5C) selama 4-8 minggu pertama


Bahan Ajar Kultur Jaringan

270

untuk mematahkan dormansi, terutama terhadap umbiumbi in vitro.


f.

Tanaman

yang

membentuk umbi hendaknya dipindahkan ke tanah dalam


bentuk umbi pula sehingga tingkat keberhasilan akan lebih
baik.
g.

Lakukan aklimatisasi in
vitro,

yaitu

dengan

menghadapkan

planlet

pada

kelembapan rendah dan suhu serta intensitas cahaya yang


dinaikkan secara bertahap sewaktu berada di dalam wadah
kultur.
h.

Lakukan aklimatisasi di
lingkungan yang diperkaya dengan CO2. Hal itu berguna
untuk membantu meningkatkan laju fotosintesis.

2.2. Tugas
Agar pemahaman anda tentang aklimatisasi baik, maka
kerjakanlah tugas berikut
1.

Buatlah peta konsep tentang aklimatisasi


masing-masing

2.

Diskusikan secara berpasangan peta


konsep tersebut dan masing-masing pasangan akan saling
memberi masukan/koreksi pada peta konsep tersebut

Bahan Ajar Kultur Jaringan

271

2.3. Latihan
Kerjakanlah soal-soal latihan berikut untuk memantapkan
penguasaan anda tentang konsep aklimatisasi
1.

Jelaskan

perbedaan

aklimasi

dengan aklimatisasi
2.

Menurut pendapat anda mengapa


aklimatisasi harus dilakukan?

3. Penutup
3.1 Rangkuman
Istilah aklimasi (acclimation) ditujukan pada proses
suatu tanaman atau organisme hidup lain agar dapat
menyesuaikan diri dengan kondisi atau situasi lingkungan dan
iklim yang baru sebagai hasil dari suatu proses alamiah.
Sedangkan
menunjukkan

istilah

adanya

aklimatisasi

campur

tangan

(acclimatitation)
manusia

dalam

mengarahkan proses penyesuaian tersebut. Karena manusia


senantiasa terlibat dalam proses penyapihan tanaman dari
kondisi in vitro agar dapat tumbuh dan berkembang pada
kondisi in vivo di rumah kaca atau di lapangan maka istilah
yang digunakan pada tahap akhir mikropropagasi adalah
aklimatisasi, bukan aklimasi

Bahan Ajar Kultur Jaringan

272

Untuk mengatasi masalah perkembangan sistem perakaran


pada tahap aklimatisasi, dapat diterapkan langkah-langkah
berikut ini.
1. Upayakan tanaman yang masih berada di lingkungan in vitro
membentuk primordia akar yang akan tumbuh menjadi akar
fungsional pada kondisi in vivo
2. Ciptakan kondisi yang memungkinkan untuk terjadinya
perkembangan akar in vitro, misalnya menggunakan media
cair kemudian akar-akar tersebut akan berfungsi secara
normal pada saat planlet dipindahkan ke tanah.
3. Aklimatisasikan planlet ke tanah setelah saat perakaran.
Pada saat memasuki tahap perakaran, rendam bagian
pangkal planlet di dalam larutan auksin untuk merangsang
pembentukan akar.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tahap Aklimatisasi
Faktor Lingkungan terdiri dari; Suhu Udara, kelembapan udara
dan intensitas cahaya, serta faktor-faktor prosedur pelaksanaan
aklimatisasi
3.2 Tes Formatif
1. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang berpengaruh pada
aklimatisasi

Bahan Ajar Kultur Jaringan

273

2. Jelaskan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi


perkembangan perakaran pada saat aklimatisasi
3. Jelaskan sekurang-kurangnya 4 aspek/faktor yang harus
diperhatikan pada saat melakukan aklimatisasi
3.3 Kunci Jawaban
1. Menjawab pertanyaan ini lihat uraian tentang faktor-faktor
yang berpengaruh pada aklimatisasi
2.

Lihat

kembali

uraian

tentang

upaya

mengatasi

perkembangan perakaran pada saat aklimatisasi


3. Ada kurang lebih 8 faktor yang harus diperhatikan pada saat
melakukan aklimatisasi, anda diminta menjelaskan 4
diantaranya
Tindak Lanjut
1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test
formatif di atas, ia dapat

melanjutkan mempelajari

lanjutan perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini


merupakan dasar untuk memahami uraian pada bab-bab
selanjutnya.
2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka
danjurkan:
a. Mempelajari kembali dari awal bahasan di atas;
Bahan Ajar Kultur Jaringan

274

g. Konsultasi dengan asisten dan dosen.


Kepustakaan.
1. Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur
Jaringan Tanaman, UMM Press. Malang
2. Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan, Depdiknas
3. Suryowinoto, 1993,

Pemuliaan Tanaman Secara In

Vitro, UGM, Yogyakarta


Publishing
4. Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi
Aksara, Jakarta
Senarai
-

Aklimasi; adaptasi makhluk hidup terhadap perubahan


lingkungan yang terjadi akibat adanya percobaan

Aklimatisasi; penyesuaian diri makhluk hidup terhadap


iklim, lingkungan atau keadaan sekitarnya

Bahan Ajar Kultur Jaringan

275

BAB X
MASALAH-MASALAH DALAM KULTUR JARINGAN
1. Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat
Bab ini membahas masalah-masalah dalam kultur
jaringan yang mencakup; kontaminasi, pencoklatan, vitrifikasi,
variabilitas genetik, pertumbuhan dan perkembangan, pra
perlakuan, lingkungan mikro, peralatan listrik, air dan manusia,
harapan ekonomi.
B. Relevansi
Pemahaman tentang masalah-masalah dalam kultur
jaringan akan sangat membantu dalam penanganan atau
pemeliharaan kultur. Gejala yang nampak yang merupakan
masalah seperti pencoklatan, vitrifikasi, dan sebagainya perlu
segera mendapat penanganan agar tidak menjadi penyebab
kegagalan.
C. Tujuan Khusus
Pada akhir perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu
menjelaskan masalah-masalah dalam kultur jaringan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

276

2 Penyajian Materi
2.1 Uraian dan Contoh
A. Kontaminasi
Kontaminasi dapat berasal dari beberapa penyebab
sebagai berikut: sterilisasi media yang kurang sempurna,
lingkungan kerja dan pelaksanaan/cara kerja saat penanaman,
eksplan, molekul-molekul atau benda-benda asing berukuran
kecil yang jatuh atau masuk ke dalam botol kultur setelah
penanaman dan ketika diletakkan di ruang kultur.
Sebelum sterilisasi media dilakukan, hal-hal yang harus
diperhatikan adalah proses pembuatan media. Biasakan
membersihkan berbagai sarana dalam kegiatan kultur (pipet,
botol-botol kultur, dll) dengan melakukan sterilisasi berulang
atau dibersihkan dengan desinfektan. Saat sterilisasi media,
penggunaan autoklaf (cuci autoklaf 1minggu sekali) sebaiknya
tetap dijaga kestabilan jarum penunjuk suhu dan tekanan.
Usahakan jarum tetap pada posisi 121oC dan 1,5 atm selama
25-30 menit dengan cara mengatur nyala api. Setelah media
dikeluarkan dari autoklaf sebaiknya karet pada penutup
ditambah lagi, kemudian masukkan botol media ke dalam
kantong plastik bening yang sebelumnya di semprot alkohol
70%.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

277

Jika sterilisasi media telah berhasil dilakukan, hal lain


yang perlu diperhatikan agar kontaminasi jauh dari jangkauan
adalah lingkungan kerja dan pelaksanaan/cara kerja saat
penanaman.

Sterilisasi

ruangan

dilakukan

dengan

menyemprotkan alkohol 90% dengan hand-sprayer. Sedangkan


sterilisasi lantai dengan menggunakan kain pel yang dibasahi
dengan alkohol 90%.
Pengangkutan

alat-alat

ke

dalam

ruang

penabur

sebaiknya menggunakan meja dorong, supaya semua peralatan


dapat terbawa ke dalam ruangan sekaligus. Dengan cara
demikian daun pintu ruangan tidak terlalu sering dibuka
sehingga sterilisasi ruangan tetap terjamin.
Penggunaan sinar UV beberapa menit sebelum ruang dan
bahan kultur digunakan mutlak dilakukan untuk sterilisasi.
Saat

sebelum

pelaksanaan

penanaman

dan

saat

pelaksanaan penanaman pun, sterilisasi harus dilakukan. Kotak


tanam

harus

disterilisasikan

terlabih

dahulu

dengan

menyemprotkan alkohol 70% ke dalamnya. Semua peralatan


yang akan dimasukkan ke dalam kotak tanam, terlebih dahulu
disemprot alkohol 70%. Saat pelaksanaan, sterilisasi dilakukan
dengan mengelap permukaan kotak tanam dengan alkohol
70%.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

278

Kontaminasi dari eksplanlah yang paling sulit diatasi


karena dalam hal ini metode sterilisasi harus selektif. Walaupun
sterilisasi telah dilakukan dengan berbagai cara, namun
kadang-kadang kontaminasi tetap saja terjadi. Dalam hal ini
dikarenakan pada eksplan telah terjadi kontaminasi internal.
Cara penggulangannya dilakukan treatment pada tanaman yang
akan dijadikan sebagai sumber eksplan. Treatment-nya adalah
dengan mengisolasi eksplan, disemprot dengan bakterisida,
fungisida selama 3 bulan setiap hari dengan konsentrasi 150200 mg/l.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

279

a. Kontaminan endogenus penggunaan antibiotik


Larutan klorin dapat membunuh mikroorganisme eksternal,
namun tidak dapat mematikan mikroorganisme internal
(endogenus)
menggunakan

dalam

jaringan

antibiotik

untuk

tanaman.

Beberapa

membunuh

lab

kontaminan

endogenus. Meskipun antibiotik rutin digunakan dalam kultur


jaringan hewan, penggunaannya pada kultur jaringan tanaman
kurang berhasil. Tidak ada antibiotik yang efektif untuk
membunuh semua mikroorganisme penyebab kontaminasi.
Antibiotik dan produk turunannya dimetabolisme oleh jaringan
tanaman dengan hasil yang tidak dapat diperkirakan. Menurut
pandangan Taji et al. (1997), penggunaan antibiotik sebaiknya
dihindari.
Adalah berbahaya untuk mengembangkan system kultur
jaringan yang berdasarkan pada penambahan antibiotik ke
dalam media, berdasarkan alasan alasan berikut :
1. Tanaman yang dihasilkan mungkin masih memiliki
endogenus kontaminan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

280

2. Dengan penggunaan antibiotik spesifik, seseorang dapat


menghasilkan mutan tertentu, tapi tidak dapat dikontrol
dengan produk spesifik ini
3. Kontaminan non-patogenik dapat menjadi patogenik,
bisa karena mutasi atau fisik. Sesungguhnya, bakteri
non-patogenik tanpa kompetisi dari bakteri lain dapat
menjadi ganas
4. Problem kamuflase in vitro bisa menjadi problem
utama di kemudian hari pada kultur (misalnya layu
bakteri atau spot)
5. Kontaminasi bakteri dapat menjadi problem pada akhir
proses perbanyakan mikro, misalnya sulit menghasilkan
akar pada tunas yang terkontaminasi.
b. Menyembuhkan kultur yang terkontaminasi
Kultur yang telah terkontaminasi dapat diselamatkan
dengan metode berikut:
1. Buka wadah yang berisi kultur terkontaminasi dan isi
penuh dengan larutan 0.5 1% w/v sodium
hypochlorite
2. Biarkan selama 1- - 50 menit tergantung pada
keganasan kontaminasi atau sensitivitas bahan tanaman
3. Keluarkan kultur dari larutan kloring, potong bagian
dasar dan buang daun daun yang berlebihan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

281

4. Transfer ke media kultur yang baru


Pilihan opsional, eksplan dapat dicuci dengan air steril atau
diperlalukan dengan satu seri sodium hypochlorite encer,
misalnya 1% 0.5% 0.25% 0.1% dan ditanam tanpa
pembilasan dengan air steril lagi. Ini berarti tanaman yang
ditanam kembali ke kultur mengandung sedikit klorine. Ini
akan berguna pada kultur yang terkontaminasi berat, tapi hanya
tanaman yang tahan klorin dapat diperlakukan dengan cara ini.
Dengan metode tersebut, kultur yang terkontaminasi,
daunnya mungkin sangat dipengaruhi oleh bleach. Kultur ini
akan segera membaik dan tumbuh. 50% penyembuhan dari
kultur Melaleuca alternifolia berhasil diperoleh dari kultur
yang sangat terkontaminasi (Taji et al., 1997).
c. Tipe tipe kontaminasi
Eksplan atau kultur dapat terkontaminasi oleh berbagai
mikrooganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus.
Organisme organisme tersebut secara universal terdapat pada
jaringan tanaman. Banyak yang bersifat non-patogenik, artinya
mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman inang pada
kondisi normal. Kondisi kering dan adanya organisme
competitor menyebabkan mereka dalam kondisi terkontrol.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

282

Tapi, kondisi in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung


sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi
dan suhu yang hangat, juga disukai mikroorganisme yang
seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat, mengalahkan
eksplan.
d. Kontaminasi permukaan
Kontaminasi mungkin terjadi pada permuakan tanaman,
antar sel atau dalam sel tanaman. Kontaminasi permukaan
dapat diatasi dengan cara pencucian menggunakan berbagai
perlakuan bahan kimia (lihat minggu 11 untuk informasi
detail).

Keterbatasan

utama

adalah

untuk

memberikan

perlakuan yang cukup kuat untuk mengeliminasi kontaminasi


tanpa merusak jaringan tanaman. Jika permukaan tanaman
ditutupi oleh rambut atau sisik, perhatian mesti diberikan untuk
memastikan penetrasi bahan kimia, karena kontak dengan
organisme sangat penting untuk sterilisasi. Ini biasanya dicapai
dengan menambahkan detergen, agitasi (digoyang goyang),
atau membenamkan eksplan dengan sedikit tekanan untuk
mengilangkan gelembung udara yang mungkin mengandung
mikroorganisme.
Perlakuan awal atau manajemen bahan tanaman dapat
mengurangi jumlah kontaminasi dan karenanya mengurangi

Bahan Ajar Kultur Jaringan

283

perlakuan dekontaminasi yang diperkukan dan tentu saja


mengurangi resiko kerusakan jaringan eksplan.
Sumber kontaminan
Eksplan awal merupakan sumber utama kontaminasi,
tapi kontaminasi kembali dapat terjadi selama proses kultur.
Pertama tama, media dan semua wadah dan alat harud
disterilisasi. Semua kegiatan harus dilakukan pada kondisi
higienis, meskipun tidak selalu perlu pada laboratorium yang
steril. Udara merupakan sumber utama spora dan agen
kontaminasi lainnya, termasuk badan dan pakaian si pelaksana.
Kontaminasi endogenus
Organisme yang hidup pada jaringantanaman lebih
susah ditangani. Hal ini mungkin dapat dikontrol dengan
pemberian pestisida atau fungisida sistemik yang diberikan
pada tanaman stok sebelum dijadikan eksplan atau dapat juga
diberikan di kultur itu sendiri.
Eliminasi virus
Virus biasanya terdapat pada sel sel jaringan tanaman
dan ditransfer ke sel batu pada saat pembelahan sel, karenanya
virus ditransfer ke tanaman anak (progeny) pada saat
Bahan Ajar Kultur Jaringan

284

pembiakan vegetatif. Virus mungkin tidak menunjukkan gejala


apapun pada saat tanaman dikulturkan, tapi akan tampak
nantinya

setelah

tanaman

di

transfer

ke

lapang.

Cara utama untuk mengeliminasi virus adalah dengan


menggunakan therapy panas. Pada kondisi pertumbuhan
normal, suatu virus akan ditransfer ke jaringan baru pada saat
tunas baru tumbuh. Jika tanaman dapat ditumbuhkan pada suhu
tinggi, adalah memungkinkan untuk memperlambat kecepatan
replikasi virus sehingga ujung tunas dapat tumbuh lebih dulu
sebelum terkontaminasi. Ujung tunas dapat kemudian dapat
dipindahkan dan tumbuh bebas virus. Biasanya perlu untuk
menguji pertumbuhan selanjutnya untuk memastikan tanaman
bebas virus.
Perlakuan panas dapat diaplikasikan pada tanaman normal,
namun suhu yang diperlukan (misalnya 39oC selama 7 hari)
seringkali mematikan bagi tanaman. Tunas in vitro mungkin
lebih dapat bertahan terhadap perlakuan ini.
Media awal
Biasanya dignakan media dasar dengan sukrosa tanpa
penambahan hormon untuk penanaman eksplan awal. Ini
menghindari pemborosan media dimana sebagian kultur
biasanya akan terkena kontaminasi atau mati akibat perlakuan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

285

awal. Kebanyakan kontaminasi jamur atau bakteri akan terjadi


pada 2 minggu pertama.
Pada beberapa contoh, pestisida mungkin dimasukkan pada
media awal atau sukrosa mungkin dihilangkan agar eksplan
dapat tumbuh tanpa terkontaminasi. Tanaman yang baru
tumbuh ini lalu dapat dipindah dengan hati hati dengan cara
mensubkultur. Perhatian juga mesti diberikan pada ruang
persiapan kultur, untuk menghindari kontaminasi.
Eksudat
Tipe lain kontaminasi adalah eksudasi dari eksplan,
bukan dari organisme lain. Ketika jaringan tanaman terluka,
dengan cara pemotongan atau perlakuan bahan kimia seperti
larutan klorin, reaksi fisiologis terjadi pada sel sekitar luka.
Salah satu prosesnya adalah produksi bahan biokimia apakah
sebagai produk pecahan atau sintesa sebagai mekanisme
perlindungan. Keluarnya substansi dari jaringan akan terjadi.
Bahan kimia ini mungkin atau mungkin tidak memberi
pengaruh mematikan pada pertumbuhan kultur.
Dengan cara mencuci eksplan sebelum penanaman dan
menghindarai desikasi dapat mengurangi reaksi luka tapi
beberapa spesies masih memproduksi eksudat. Mungkin perlu
untuk mentransfer eksplan ke media segar/baru secara teratur
Bahan Ajar Kultur Jaringan

286

pada minggu minggu awal kultur untuk menghilangkan


eksudat. Pada kasus lain, tambahan bahan kimia mungkin
digunakan untuk menyerap eksudat. Adsorbent misalnya arang
aktif, PVP (polyvinylpyrrolidine). Agen anti-oksidising seperti
asam askorbat, asam sitrat atau sistein mungkin dapat
mengurangi atau mencegah produksi eksudat, terutama
senyawa fenolik.
Perendaman ekplan pada air steril 50oC selama 5 15 menit
berhasil mengatasi produksi eksudat pada beberapa tanaman
asli Australia.
Produksi eksudat gelap pada Eucalyptus, dapat dikurangi
dengan menempatkan kultur dalam gelap selama beberapa hari.
Bahan kimia lain yang tidak tampak tapi memiliki
pengaruh nyata adalah gas etilen. Etilen diproduksi secara
alami pada jaringan tanaman dan memegang peran penting
pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman normal.
Seringkali diproduksi sebagai akibat stress pada tanaman,
seperti pelukaan atau desikasi jaringan. Etilen mungkin
terakumulasi pada wadah kultur dan mempengaruhi eksplan.
Gejalanya meliputi layu daun dan nekrosis daun.
Kondisi kultur
Tipe substrat
Bahan Ajar Kultur Jaringan

287

Hampir semua kultur dilakukan pada media semi-solid (semipadat) dengan menggunakan agar atau Gelrite. Gel ini menjadi
pendukung fisik untuk eksplan dan meningkatkan aerasi pada
media.

Gelrite

adalah

produk

sintetik

yang

memiliki

keuntungan gel yang lebih jernih dibandingkan agar yang agak


keruh (dari ekstrak rumput laut). Gelrite membuat pengamatan
kontaminan atau perkembangan akar lebih mudah. Gelrite
memiliki kondisi fisik dan kimia yang sedikit berbeda sehingga
memerlukan sedikit modifikasi pada persiapan media.
Media cair seringkali digunakan untuk kultur kalus atau
sel, dimana jaringan harus dibenamkan pada media untuk
menghindari kekeringan. Penggoyangan pada media perlu
dilakukan untuk mendapatkan aerasi dan distribusi larutan hara
yang merata. Penggoyangan yang cukup keras dapat dilakukan
untuk memisahkan sel sel atau kumpulan kalus. Eksplan
mungkin harus disuspensikan pada media cair dengan
menggunakan jembatan yang dibuat dari kertas saring atau
Sorba

rods.

Tipe substrat dapat mempengaruhi tipe pertumbuhan dan


perkembangan yang terjadi, misalnya morfologi akar.
pH media

Bahan Ajar Kultur Jaringan

288

pH media biasanya diatur 5.5 pada saat persiapan. pH media


dapat mempengaruhi kelarutan hara, pengambilan hara oleh
tanaman dalam kultur dan pembekuan agar atau pengaruh
terhadap morfologi. Satu hal yang seringkali diabaikan adalah
perubahan pH pada media akibat proses pemanasan dengan
autoklaf.
Lingkungan
Faktor lingkungan tuama untuk kultur adalah cahaya
dan suhu, karena tingkat kelembaban terpelihara dalam wadah
tertutup. Umumnya kultur disimpan pada suhu ruang, misalnya
20 25oC. Cahaya disuplai dengan lampu neon, memberikan
kira kira 30 50umol m-2 s-1 irradiasi pada kultur. Iradiasi
yang relative rendah ini cukup untuk respon morfologi normal
tapi tidak cukup untuk fotosintesis yang mana ini belrumlah
penting

karena

sukrosa

masih

diberikan

pada

media.

Fotoperiode atau panjang hari biasanya 12 -1 6 jam, kadang


kadang 24 jam.
Tempat yang cukup ternaung dalam rumah kaca atau
dekat jendela kamar dapat menjadi ruang kerja rutin skala
kecil.
Pengamatan dan transfer

Bahan Ajar Kultur Jaringan

289

Kultur awal mungkin terkontaminasi, kultur lain


mungkin rusak akibat proses persiapan dan disinfestasi. Ini
akan tampak dalam 2 minggu pertama kultur. Eksplan yang
selamat kemudian dapat ditransfer ke kultur yang mengandung
media kompleks. Jika produksi eksudat menjadi masalah,
beberapa kali transfer ke media dasar baru mungkin diperlukan
selama periode pengembangan.
Kultur tunas mungkin menghasilkan perpanjangan tunas
selama masa awal ini dan tunas ini dapat dipotong pada saat
transfer ke media baru.
PENYELAMATAN EKSPLAN TERKONTAMINASI
Jamur dan bakteri merupakan dua musuh utama yang
sangat ingin kita hindari dalam kultur jaringan. Namun apa
daya mereka terkadang selalu ada mampir, tumbuh dan
berkembang di dalam botol-botol kultur. Meskipun kita telah
melakukan sterilisasi dengan bermacam-macam cara ada saja
spora jamur atau sel bakteri yang luput dan bertahan hidup.
Satu spora atau satu sel tunggal bakteri akan berkembang cepat
diatas media kuljar hanya dalam hitungan hari. Jika terjadi
demikian maka eksplan perlu kita selamatkan.
Penyelamatan dilakukan dengan beberapa pertimbangan.
Pertama, ketersediaan eksplan. Jika sumber eksplan cukup
Bahan Ajar Kultur Jaringan

290

banyak/ melimpah terkadang lebih baik eksplan terkontaminasi


dibuang

saja

tidak

usah

diselamatkan.

Lebih

baik

melakukan /menanam eksplan baru dari indukan yang banyak


tadi. Namun kalo ternyata indukan hanya sedikit misalnya
hanya ada 1 atau beberapa tanaman, atau tanaman tersebut
langka maka sebaiknya dilakukan penyelamatan eksplan.
Kedua, tingkat kontaminasi. Kalau terkontaminasi sudah parah
sebaiknya dibuang saja. Kalau tingkat kontaminasi masih awal
atau sedikit maka eksplan perlu kita coba selamatkan.
Jamur dan bakteri bisa dibedakan secara kasat mata.
Kontaminasi jamur akan terlihat benang-benang miselium
warna putih yang memenuhi media atau bahkan merambat
sampai ke atas eksplan, terutama pada bagian eksplan yang
browning/mati. Dari sini mereka akan berkembang sangat
cepat. Satu hari saja miselium sudah bisa memenuhi botol.
Kontaminasi karena bakteri biasanya agak lambat
perkembangannya sehingga lebih bisa di atasi. Kecuali bila di
media ada air yang berasal dari penguapan media maka bakteri
akan cepat berkembang. Biasanya bakteri banyak kelihatan di
atas

media

bersentuhan

dan

disekitar/disisi

langsung

dengan

bagian

media.

eksplan

Bakteri

yang

jenisnya

bermacam-macam. Secara kasat mata kelihatan titik-titik atau

Bahan Ajar Kultur Jaringan

291

kelompok berwarna coklat, coklat kekuningan atau merah pada


media agar dalam botol.
Pada tanaman tertentu, kontaminasi bakteri tidak terlalu
berpengaruh. Meski ada bakteri tanaman tersebut masih tetap
tumbuh. Apalagi kalau bakterinya berkembang sangat lambat.
Jadi tanaman dalam botol bisa terus tumbuh dan jika sudah
berakar bisa langsung kita aklimatisasi (pindah ke polybag/pot)
saja.

Berbeda

dengan

kontaminasi

jamur.

Karena

perkembanganjamur sangat cepat maka biasanya pertumbuhan


eksplan kalah cepat dan bisa menyebabkan kematian
eksplan/tanaman mini dalam botol. Kecuali jika ekplan sudah
tumbuh cukup besar menjadi tanman mini/plantlet dan sudah
berakar maka bisa aklimatisasi saja.
Penyelamat eksplan baik eksplan yang baru di iniasiasi
( baru ditanam) maupun ekpslan yang sudah lama tumbuh
namun terkontaminasi bakteri atau jamur bisa dilakukan
dengan prosedur sterilisasi awal. Hanya saja mungkin dosis
bahan yang digunakan untuk sterlisasi kita perkecil mengingat
ekpslan yang sudah ditanam ukurannya lebih kecil.
Kontaminasi karena jamur lebih sulit diselamatkan
daripada kontaminasi bakteri. Jamur cepat sekali berkembang,
menghasilkan benang-benang/miselium dan spora. Jika telah
terbentuk spora makan sedikit guncangan saja maka spora akan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

292

berhamburan di dalam botol. Oleh karena itu penyelamatan


eksplan terkontaminasi terutama karena jamur perlu dilakukan
secepatnya untuk mencegah spora bertambah banyak.
Caranya setelah inisiasi awal/penanaman awal setiap
hari perlu dilakukan pengamatan. Jamur dan bakteri biasanya
kelihatan pada umur eksplan 3-7 hari. Pada rentang waktu
tersebut perlu diperhatikan apakan ada kontaminan. Pada
kontaminasi jamur, jika sudah terlalu banyak, ditandai dengan
sudah penuhnya media dengan miselium bahkan sampai bagian
eksplan ditumbuhi jamur maka sudah sangat sulit untuk
diselamatkan. Kadang eksplan yang demikian sebaiknya
dibuang saja karena kecil kemungkinan untuk selamat dan juga
hanya membuang media baru dan waktu. Jika hanya
sedikit/baru muncul jamur pada hari ke 3 atau ke 4 segera
keluarkan ekpslan dari botol, dipotong bagian yang terkena
jamur, buang bagian tersebut dan sisa eksplan ditanam kembali
di media baru. Tentu saja kegiatan ini dilakukan di laminar air
flow.
Trik saat pemotongan, ketika mau mengeluarkan
eksplan dari botol matikan blower sebentar (dengan memencet
tombol off), keluarkan tanaman dengan pinset lalu langsung
potong dan tanam kembali eksplan di media yang telah
disiapkan. Sebaiknya dilakukan secepat mungkin dalam
Bahan Ajar Kultur Jaringan

293

hitungan beberapa detik saja. Karena bila dilkukan terlalu lama


udara luar akan masuk ke laminar sehingga laminar tidak steril
lagi. Setelah selesai dengan satu botol, cepat hidupkan lagi
laminar (dengan memencet tombol on). Kemudian siapmengulangi prosedur tersebut jika ada botol lain yang
terkontaminasi.
Jika jamur diperkirakan sudah mencapai banyak bagian
dari ekplan maka coba selamatkan dengan mencuci eksplan
(setelah dipotong) dengan fungisida 1-2 gr/100 ml air selama
5-10 menit. Atau dengan larutan bayclean 10 % selama 5-10
menit. Setelah dicuci maka jangan lupa dibilas beberapa kali
agar sisa fungisida/bay clean bersih dan tidak menempel pada
eksplan. Sebagai tambahan, cara membuat larutan bayclean 10
% adalah campurkan 10 ml bayclean dengan 90 ml akuades
steril, lalu disikit dikocok agar larutan homogen.
Kontaminasi karena bakteri sedikit lebih mudah diatasi
daripada kontaminasi jamur. Beberapa hari setelah tanaman,
jika ada ekpslan yang kena bakteri segera selamatkan seperti
prosedur pada kontaminasi jamur. Eksplan dipotong bagian
yang kena bakteri. Biasanya pada bagian bawah eksplan. Lalu
eksplan ditanam kembali dalam media baru. Blower laminar
juga dimatikan sesaat agar bakteri tidak beterbangan kemanamana. Jika bakteri diperkirakan cukup banyak maka cuci
Bahan Ajar Kultur Jaringan

294

dengan larutan betadine 2 ml/100 ml air selama 5-10 menit.


Setelah itu bilas beberapa kali dengan air steril lalu ditanaman.
Perlu diingat bahwa semua proses penyelamatan dilakukan di
laminar air flow.
Setelah dilakukan penyelamatan, botol disimpan kembali
di ruang kultur. Pengamatan tetap dilakukan kembali untuk
melihat apakah masih terkontaminasi atau tidak. Kemungkinan
keberhasilan

penyelamatan

tergantung

seberapa

jauh

kontaminasi telah terjadi. Makin cepat/sejak awal kontaminasi


dilakukan penyelamatan maka kemungkin besar berhasil.
Makin parah tingkat kontaminasi maka keberhasilan juga
makin kecil.
Bila setelah beberapa hari setelah penyelamatan, timbul
kontaminasi lagi maka bisa dilakukan penyelamat kedua. Itu
jika eksplan masih bisa/cukup besar untuk dipotong lagi. Jika
tidak memungkinkan lagi untuk dipotong maka eksplan sudah
tidak bisa diselamatkan.
MEDIA TANPA GULA
Sebagai

catatan

tambahan,

penyelamatan

perlu

dilakukan bila eksplan terkontaminasi dan kita rasa perlu


diselamatkan. Jika memungkinkan idealnya jangan sampai
terjadi kontaminasi. Salah satu cara untuk mengecilkan resiko
Bahan Ajar Kultur Jaringan

295

kontaminasi setelah penanaman awal adalah dengan membuat


media pre treatment tanpa gula. Misalnya media MS tanpa
gula. Artinya semua bahan MS digunakan kecuali gula.
Gula diperlukan eksplan sebagai sumber energi untuk
tumbuh. Namun gula juga dipergunakan bakteri dan jamur untk
tumbuh. Eksplan yang ditanam di media tanpa gula diharapkan
lebih steril pada awalnya. Eksplan masih punya cadangan
makanan untuk bertahan hidup selama beberapa hari sekitar 12 minggu meskipun media tanpa gula. Sementara dalam
rentang waktu tersebut, jika masih ada bakteri atau jamur yang
menempel pada eksplan maka tidak bisa berkembang karena
tidak adanya gula.
Setelah 1-2 minggu dan diperkirakan ekpslan tetap
bersih/steril maka segera dipindahkan ke media MS biasa yang
mengandung gula dan hormon agar eksplan bisa tumbuh
seperti seharusnya.
Kontaminan endogenus penggunaan antibiotic Larutan
klorin dapat membunuh ikroorganisme eksternal, namun tidak
dapat mematikan mikroorganisme internal (endogenus) dalam
jaringan tanaman. Beberapa lab menggunakan antibiotik untuk
membunuh kontaminan endogenus. Meskipun antibiotik rutin
digunakan dalam kultur jaringan hewan, penggunaannya pada
kultur jaringan tanaman kurang berhasil. Tidak ada antibiotik
Bahan Ajar Kultur Jaringan

296

yang

efektif

untuk

membunuh

semua

mikroorganisme

penyebab kontaminasi. Antibiotik dan produk turunannya


dimetabolisme oleh jaringan tanaman dengan hasil yang tidak
dapat diperkirakan. Menurut pandangan Taji et al. (1997),
penggunaan antibiotik sebaiknya dihindari. Adalah berbahaya
untuk

mengembangkan

system

kultur

jaringan

yang

berdasarkan pada penambahan antibiotik ke dalam media,


berdasarkan alasan alasan berikut :
1. Tanaman yang dihasilkan mungkin masih memiliki
endogenus kontaminan
2. Dengan penggunaan antibiotik spesifik, seseorang dapat
menghasilkan mutan

tertentu, tapi tidak dapat dikontrol

dengan produk spesifik ini


3. Kontaminan non-patogenik dapat menjadi patogenik, bisa
karena mutasi atau fisik. Sesungguhnya, bakteri nonpatogenik tanpa kompetisi dari bakteri lain dapat menjadi
ganas
4. Problem kamuflase in vitro bisa menjadi problem utama di
kemudian hari pada kultur (misalnya layu bakteri atau spot)
5. Kontaminasi bakteri dapat menjadi problem pada akhir
proses perbanyakan mikro, misalnya sulit menghasilkan akar
pada tunas yang terkontaminasi.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

297

B. Pencoklatan atau Browning


Browning/pencoklatan terjadi akibat adanya senyawa fenol
yang beroksidasi dengan

ksigen (O2) membentuk senyawa

kinon atau Quinon. Browning pada tahap inisiasi

dapat

dicegah/dikurangi dengan cara:


Pencucian dengan air mengalir hingga bersih.
Penambahan arang aktif pada media.
Penyimpanan diruang gelap pada awal inisiasi.
Pengunaan senyawa antioksidan.
Menghindari penggunaan sukrosa yang berlebihan.
Menghindari Kalium yang berlebihan.
Melakukan sub kultur secara berulang.
2) Pencoklatan/browning
Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna
coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya
pertumbuhan

dan

perkembangan

eksplan.

Peristiwa

pencoklatan sesunggguhnya merupakan peristiwa alamiah yang


biasa yang sering terjadi.
Pencoklatan umumnya merupakan suatu tanda-tanda
kemunduran fisiologi eksplan dan tidak jarang berakhir pada
kematian eksplan.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

298

Browning atau pencoklatan sering terjadi pada buahbuahan seperti peach, pear, salak, pisang dan apel. Kitika kita
memakan buah tersebut maka pada potongan sisanya akan
berubah warna menjadi ke coklatan. Dalam ilmu pangan, gejala
itu dinamai reaksi enzimatis atau browning atau pencoklatan.
Yaitu, terbentuknya warna coklat pada bahan pangan secara
alami atau karena proses tertentu.
Sebaliknya,

pada

kelompok

buah-buahan

proses

pencoklatan itu nampaknya tak dikehendaki karena warnanya


menjadi tidak segar.
Pada umumnya pencoklatan tersebut dibagi menjadi
dua jenis yaitu, pencoklatan enzimatis dan pencoklatan non
enzimatik. Pada pencoklatan enzimatis seperti pada buah apel
dan buah lain setelah dikupas disebabkan oleh pengaruh
aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO), yang dengan
bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi
O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi Okuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat.
Sedangkan Reaksi pencoklatan non enzimatis belum
diketahui secara penuh. Tetapi pada umumnya reaksi
pencoklatan nonenzimatik yaitu karamelisasi, reaksi Maillard,
dan pencoklatan akibat Vitamin C.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

299

Bagaimana mencegah terbentuknya warna coklat pada


buah-buah itu, kita dapat melakukannya dengan cara blanching
atau

pemanasan

atau

penambahan

bahan

kimia.

Penambahan SulfitLarutan sulfit bertujuan untuk mencegah


terjadinya browning secara enzimatis maupun non enzimatis,
selain itu juga sulfit berperan sebagai pengawet. Sulfit berperan
sebagai : Pencegah timbulnya warna coklatPada browning non
enzimatis, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang
mungkin ada pada bahan. Hasil reaksi tersebut akan mengikat
melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat.
Sedangkan pada browning enzimatis, sulfit akan mereduksi
ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat
mengkatalis oksidasi senyawa fenolik penyebab browning.
Pengawet (antimikroba)Sulfit merupakan racun bagi enzim,
dengan menghambat kerja enzim esensial. Sulfit akan
mereduksi ikatan disulfida enzim mikroorganisme, sehingga
aktivitas enzim tersebut akan terhambat. Dengan terhambatnya
aktivitas enzim, maka mikroorganisme tidak dapat melakukan
metabolisme dan akhirnya akan mati.Sulfit akan lebih efektif
dalam bentuk yang bebas atau tidak terdisosiasi, sehingga
sebelum digunakan sulfit dipanaskan terlebih dahulu. Selain
itu, sulfit yang tidak terdisosiasi akan lebih terbentuk pada pH
rendah (2,5 - 4), dan pada pembuatan manisan bengkoang ini,
Bahan Ajar Kultur Jaringan

300

pH rendah atau suasana asam diperoleh dari penambahan asam


sitrat
Pemberian Asam sitratAsam sitrat

adalah

asam

trikarboksilat yang tiap molekulnya mengandung tiga gugus


karboksilat. Selain itu ada satu gugus hidroksil yang terikat
pada atom karbon di tengah. Asam sitrat termasuk asidulan,
yaitu senyawa kimia yang bersifat asam dan ditambahkan pada
proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Asidulan
dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau
menyelubungi after taste yang tidak disukai. Sifat senyawa ini
dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai
pengawet. Asam sitrat (yang banyak terdapat dalam lemon)
sangat mudah teroksidasi dan dapat digunakan sebagai
pengikat oksigen untuk mencegah buah berubah menjadi
berwarna coklat. Ini sebabnya mengapa bila potongan apel
direndam sebentar dalam jus lemon, warna putih khas apel
akan lebih tahan lama. Asam ini ditambahkan pada manisan
buah dengan tujuan menuru nkan pH manisan yang cenderung
sedang sampai di bawah 4,5. dengan turunnya pH maka
kemungkinan mikroba berbahaya yang tumbuh semakin kecil.
Selain itu pH yang rendah akan mendisosiasi sulfit dan benzoat
menjadi molekul-molekul yang aktif dan efektif menghambat
mikroorganisme.Jika dalam manisan : Caranya, setelah dikupas
Bahan Ajar Kultur Jaringan

301

dan dipotong-potong, buah apel direndam dalam air panas


(suhu 82 - 93 derajat Celcius) atau dikenai uap air panas
selama 3 menit. Selanjutnya, direndam dalam larutan jeruk
lemon/asam

sitrat/vitamin

C.

Maksudnya,

untuk

menonaktifkan enzim penyebab pencoklatan itu.


C. Vitrivikasi
Istilah virtifikasi saat ini digunakan untuk menjelaskan
dua macam proses yang berkaitan dengan bahan tanaman yang
dikulturkan secara in vitro. Pertama, digunakan terhadap
ketidaknormalan morfologi serta fungsi fisiologis dari organ
dan jaringan tertentu. Kedua, yaitu transisi dari keadaan cair ke
keadaan padat, seperti terbentuknya es selama proses
kreoperservasi. Penggunaan istilah yang serupa terhadap dua
proses yang sangat berbedapada bidang penilitian yang sama,
dapat menimbulkan kerancuan dan pemahaman yang keliru.
Oleh karena itu, Debergh et al. (1992) menganjurkan
penggunaanistilah vitrifikasi hanyaterhadap konteks kedua
diatas. Istilah hiperhidrisitas (hyperhydricity) diusulkan sebagai
istilah pengganti vitrifikasi untuk menjelaskan material
tanaman dengan morfologidan fisiologi yang tidak normal.
Selain istilah yang dikemukakan oleh Debergh et a.l
(1992), Rice et al. (1992) menyatakan bahwa istilah vitrifikasi
Bahan Ajar Kultur Jaringan

302

berkaitan dengan timbulnya gejala tembus cahaya (glossy


translucent) pada pucuk-pucuk yang dikulturkan secara in
vitro. Perkembangan yang tidak normal tersebut dapat
menimbulkan hambatan pada perbanyakan tanaman melalui
teknik kultur jaringan, karena pucuk-pucuk umumnya sulit
berproliferasi dan mati pada saat aklimatisasi. Selanjutnya,
Warren

(1991a)

mencacat

bahwa

vitrifikasi

dapat

mengakibatkan kematian pada jaringan yang dikulturkan. Oleh


karena itu, pierik (1997) mengungkapkan bahwa veritifikasi
adalah salah satu hambatan dalam penyebar luasan penerapan
teknik kultur jaringan untuk perbanyakan tanaman.
Beberapa faktor penyebab terjadinya vitrifikasi, yaitu
tingkat kosentrasi sitokinin yang terlalu tinggi, rendahnya
potensial matriks, dan meningkatnya kosentrasi etilen didalam
wadah kultur (Kevers et al., 1984). Werren (Werren, 1991b)
menyatakan bahwa veritifikasi merupakan konsekkuensi dari
rendahnya kandungan lilin pada jaringan tanaman yang
dihasilkan. Rendahnya penumpukan tertutup rapat atau dapat
pula diakibatkan pula oleh penghambatan biosintesis lilin oleh
kisaran hormon yang dibutuhkan untuk regenerasi tanaman.
Terjadinya vitrifikasi berkaitan pula dengan kadar ammonium
dan kandungan uap air didalam wadah kultur (Rice et al.,
1992).
Bahan Ajar Kultur Jaringan

303

Berkaitan dengan terjadinya vitrifikasi pada daun,


sejumlah jalan keluar telah diusulkan oleh beberapa peneliti.
Wilkins dan Dodds (1983) menganjurkan pemeliharaan kultur
Prunus dan

malus pada suhu 3-4oC selama 3-4 minggu

bersamanya denga menghilangkan BAP dari medium kultur


serta membuang daun-daun untuk mengunrangi frekuensi
vitrifikasi. Selanjutnya, peningkatan kosentrasi bahan pemadat
medium

(agar)

dapat

memperbaiki

keadaan

dengan

menurunkan kadar air dan mengurangi penyerapan sitokinin


(Vietez el al., 1985). Akan tetapi, hal itu mengakibatkan
terhambatnya laju pertumbuhan eksplan. Han et al. (1991)
menganjurkan peningkatan rasio antara nitra dan ammonium
untuk

mengerangi

vitrifikasi

pada

planet

Gypsophila

paniculata. Fentilasi wadah kultur pun berpengaruh pada


perkembangan kultur melalui peningkatan difusi air dan
pelepasan metabolit sekunder, seperti etilen keluar dari wadah
kultur (Rice at el., 1992). Pemberian paclobutrazol dianjurkan
oleh Smit (1992) untuk mengunrangi vitrifikasi pada kultur
jaringan Chrysanthemum, Rosa, dan Vitis.
Vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur
yang ditandai dengan:
*

Munculnya

pertumbuhan

dan

pertumbuhan

yang

tidaknormal.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

304

* Tanaman yang dihasikan pendek-pendek atau kerdil.


* Pertrumbuhan batang cenderung ke arah penambahan
diameter
* Tanaman utuhnya menjadi sangat turgescent.
* Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade.
D. Variabilitas genetik
Bila kultur jaringan digunakan untuk upaya perbanyakan
tanaman yang seragam dalam jumlah yang banyak, dan bukan
sebagai upaya pemuliaan tanaman maka variasi genetik adalah
kendala. Variasi genetik dapat terjadi pada kultur in vitro
karena:
1.Laju multiflikasi yang tinggi, variasi terjadi karena
terjadinya sub kultur berulang yang tidak terkontrol
2. Penggunaan teknik yang tidak sesuai.
Variasi genetik yang paling umum terjadi pada kultur kalus
dan kultur suspensi sel,
hal tersebut terjadi karena munculnya sifat instabilitas
kromosom mungkin akibat
teknis kultur, media atau hormon. Cara mengatasi problem
variasi genetik

Bahan Ajar Kultur Jaringan

305

tentunya tidak sederhana, harus memperhatikan aspek yang


dikulturkan.
Keragaman genetik yang tinggi merupakan salah satu
faktor penting untuk merakit varietas unggul baru. Peningkatan
keragaman genetik dapat dilakukan dengan memanfaatkan
plasma nutfah yang tersedia di alam dan dapat pula dengan
melakukan persilangan. Sifat-sifat tertentu sering tidak
ditemukan pada sumber gen yang ada sehingga teknologi
lainnya perlu diterapkan.
Salah satu teknologi pilihan yang dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman adalah
melalui teknologi kultur in vitro. Kultur in vitro biasanya
merupakan sumber terkaya dalam memproduksi variasi
genetik. Dalam beberapa publikasi penggunaan regeneran
dinamakan sesuai dengan asal regenerasi tanaman baru
tersebut. Misalnya tanaman yang berasal dari kalus disebut
calliclones (Skirvin dan Janik 1976), sedang tanaman yang
berasal dari protoplas disebut protoclones (Shepard et al.
1980). Larkin dan Scowcroft (1981) menghasilkan berbagai
variasi somaklonal yang tersebar secara luas dan disebutkan
bahwa tanaman yang berasal dari berbagai bentuk kultur sel
disebut somaclones dan variasi genetik yang terjadi termasuk
variasi/keragaman somaklonal.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

306

Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik yang


dihasilkan melalui kultur jaringan (Larkin dan Scowcroft 1981;
Scowcroft et al. 1985). Menurut Wattimena (1992) keragaman
somaklonal berasal dari keragaman genetik eksplan dan
keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan.
Keragaman pada eksplan disebabkan adanya sel-sel bermutasi
maupun adanya polisomik dari jaringan tertentu. Keragaman
genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan disebabkan oleh
penggandaan jumlah kromosom (fusi endomitosis), perubahan
struktur kromosom (pindah silang), perubahan gen dan
sitoplasma (Evans dan Sharp 1986; Ahlowalia 1986). Dengan
demikian, dari kultur jaringan dapat diseleksi genotipe yang
berguna bagi pemuliaan tanaman. Keragaman genetik dapat
dicapai antara lain melalui fase tak berdiferensiasi yang relatif
panjang (Wattimena 1992). Daud (1996) menyatakan bahwa
mutasi spontan yang terjadi pada sel somatik berkisar antara
0,2-3%. Keragaman tersebut dapat ditingkatkan dengan
pemberian mutagen baik fisik maupun kimiawi.
Salah satu metode keragaman somaklonal yang banyak
dimanfaatkan adalah seleksi in vitro. Metode tersebut lebih
efektif dan efisien karena perubahan lebih diarahkan pada
perubahan sifat yang diharapkan. Perubahan sifat genetik pada
sel somatik yang dikulturkan sering membentuk tanaman
Bahan Ajar Kultur Jaringan

307

mutan baru walaupun tanpa diberi perlakuan mutagen


(Linaceru dan Vazquez 1992; Starys 1992). Perubahan sifat
genetik tersebut akan meningkat apabila ke dalam media
diberikan komponen organik tertentu yang dapat memunculkan
variasi genetik. Untuk ketahanan terhadap faktor biotik dan
abiotik, ke dalam media diberikan komponen seleksi. Untuk
ketahanan terhadap kekeringan, diberikan PEG (Short et al.
1987; Adkins et al. 1995). Senyawa tersebut telah digunakan
pada tanaman padi, anggur, dan sorgum (Adkins et al. 1995;
Duncan et al. 1995; Dami dan Hughes 1997). Untuk ketahanan
terhadap aluminium (Al), diberikan Al dan pH rendah. Melalui
teknik ini, telah dihasilkan somaklon baru yang tahan lahan
masam pada kedelai (Mariska et al. 2004), juga pada kentang
dan tomat (Starvarek dan Rains 1984) serta sorgum(Smith et al.
1983).
Menurut Ahlowalia dan Maluszynski (2001) penggunakan
radiasi seperti sinar X, Gamma, dan neutrons serta mutagen
kimiawi untuk menginduksi variasi pada tanaman telah banyak
dilakukan. Induksi mutasi telah digunakan untuk peningkatan
variasi tanaman penting seperti gandum, padi, barley, kapas,
kacang tanah, dan kacang-kacangan
Lainnya yang diperbanyak melalui biji.

Bahan Ajar Kultur Jaringan

308

Seleksi in vitro telah banyak dimanfaatkan untuk


ketahanan terhadap faktor biotik seperti patogen. Toksin murni
dan filtrat umumnya digunakan untuk komponen seleksi.
Apabila toksin tidak diketahui atau kurang efektif maka filtrat
dapat digunakan dan di samping itu, harganya lebih murah.
Penggunaan filtrat atau toksin untuk ketahanan terhadap
penyakit telah dilakukan pada tanaman persik, pir (Nagatomi
1996), tomat (Toyoda et al. 1984) dan Vitis vinivera
(Jayasankar et al. 1998). Hasil penelitian tersebut menunjukkan
adanya korelasi antara sel somatik yang sensitif terhadap filtrat
atau toksin dengan tanaman (hasil regenerasi) yang tahan
penyakit. Di samping itu, sifat tahan penyakit yang ditimbulkan
karena keragaman somaklonal diwariskan pada turunannya.
Muller et al. (1990) juga mengatakan bahwa variasi
somaklonal pada tanaman yang dihasilkan dari kultur jaringan
dapat digunakan untuk meregenerasikan kultivar baru. Dua tipe
umum pada variasi ploidi, yaitu poliploidi dan aneuploidi
sering ditemukan pada kultur jaringan sel (Roy 1990). Di
antara faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan
spektrum variasi somaklonal, zat pengatur tumbuh memegang
peranan penting dalam induksi beberapa perubahan di dalam
kromosom (Nair dan Seo 1995 dalam Do et al. 1999). Dengan
terbuktinya bahwa keragaman somaklonal dapat membentuk
Bahan Ajar Kultur Jaringan

309

variasi baru maka metode tersebut diaplikasikan pada tanaman


hortikultura, pangan, dan industri.
E. Pertumbuhan & perkembangan
Problem utama berkaitan dengan proses pertumbuhan
adalah bila eksplan yang ditanam mengalami stagnasi, dari
mulai tanam hingga kurun waktu tertentu tidak mati tetapi
tidak tumbuh Untuk menghindari hal itu dapat dilakukan
dengan preventif menghindari bahan tanam yang tidak juvenil
atau tidak meristematik. Karena awal pertumbuhan eksplan
akan dimulai dari sel-sel yang muda yang aktif membelah, atau
dari sel-sel tua yang muda kembali. Media juag dapat menjadi
sebab terjadinya stagnasi pertumbuhan, karena dari kondisi
medialah suatu sel dapat atau tidak terdorong melakukan
proses pembelahan dan pembesaran dirinya.
Pada proses klutur jaringan yang bersifa inderict
embriogenesis, tahapan pembentukan kalus harus dilanjutkan
dengan mendorong induksi embriosomatik dari sel-sel kalus.
Terjadinya embrio somatik dapat secara endogen atau eksogen.
JATI KULTUR JARINGAN

Jati (Tectona grandis) merupakan tanaman keras yang


mempunyai daur hidup yang sangat panjang, sehinga
pemanenan kayu baru dapat dilakukan di atas 40 tahun.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

310

Namun dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan


teknologi

dalam

bidang

pemuliaan

tanaman

dengan

menggunakan bioteknologi tanaman, sekarang ini telah


ditemukan jenis-jenis tanaman Jati Kultur Jaringan yang dapat
dipanen lebih cepat (15 sampai 20 tahun) dengan mutu kayu
dapat diterima di pasaran baik nasional maupun internasional.

SEAMEO BIOTROP sejak tahun


2000 memproduksi bibit tanaman jati dengan teknik kultur
jaringan, sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
pasar bibit jati di Indonesia.

Persyaratan Tumbuh
Jati Kultur Jaringan tumbuh sangat baik di iklim tropis
Bahan Ajar Kultur Jaringan

311

Indonesia, terutama di daerah-daerah yang tanahnya banyak


mengandung kapur. Selain itu tanaman ini juga tumbuh di
daerah yang memiliki musim kering yang nyata (3 - 5 bulan),
curah hujan 1.500 - 2.000 mm/tahun dan temperatur 27 - 36oC.
Jati Kultur Jaringan dapat tumbuh baik pada dataran rendah
sampai dataran tinggi sampai ketinggian 800 m dpl. Tanah
yang baik yaitu tanah aluvial dengan pH 4.5 - 7 dan yang
terpenting tidak tergenang air.
Perbandingan Pertumbuhan Jati Kultur Jaringan dan Jati
Konvensional

Pertumbuhan Jati Kultur Jaringan seragam.

Volume kayu yang dihasilkan kurang lebih 3 kali lebih


besar dibandingkan Jati konvensional.

Tahun

Pertumbuhan

Konvensional

Kultur Jaringan

10

Pohon Jati

Tinggi (m)

4.0

16.0

Diameter (cm)

3.5

27.5

Tinggi (m)

6.0

17.0

Diameter (cm)

8.0

34.0

Bahan Ajar Kultur Jaringan

312

15

Tinggi (m)

12.0

20.0

Diameter (cm)

17.0

40.0

Cara Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman


1. Jarak tanam untuk sistem monokultur adalah 2 m x 2.5
m, sehingga populasi per hektar adalah 2000 tanaman.
Penjarangan dilakukan 2 kali, yaitu pertama dilakukan
pada tahun ke 5 - 7 sebanyak 1000 pohon, sedangkan
yang kedua dilakukan pada tahun ke 10 - 12 sebanyak
350 pohon. Sedangkan jarak tanam untuk sistem
tumpang sari adalah 3 m x 6 m (555 pohon/ha).
2. Lubang tanaman dibuat dengan ukuran 40 cm x 40 cm
x 40 cm (p x l x d). Pada 2 minggu sebelum tanam
lubang diberi 2 kg pupuk kandang dan 100 gr dolomit.
Penanaman dilakukan dengan meletakkan bibit
ditengah-tengah lubang tanam, kemudian ditimbun
sampai dengan leher batang berada pada permukaan
tanah.
3. Pemupukan dilakukan pada saat penanaman, 3 bulan
dan 6 bulan setelah penanaman, selanjutnya setiap
enam bulan sekali hingga tahun ke-2. Pemupukan

Bahan Ajar Kultur Jaringan

313

dilakukan dengan memberikan 100 - 200 gram NPK per


pohon.
4. Kebersihan dari gulma seluas canopy harus dijaga
dengan melakukan pendangiran 3 bulan dan 6 bulan
setelah penanaman pada saat akan melakukan
pemupukan.
5. Pruning, pemangkasan tunas samping dilakukan sampai
ketinggian 6 m dari permukaan tanah.
F. Pra perlakuan
Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari
penanaman eksplan saja, pertumbuahn dan perkembangannya
dlama botol saja tetapi juga sangat bisa dipengaruhi oleh
persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini masalah akan
muncul bila kegiatan prapelakuaan tidak dilakukan.
Prapelakuan dilakukan umumnya untuk tujuan-tujuan
tertentu, secara umum adalah dalam rangka menghilangkan
hambatan. Hambatan apat berupa hambatan kemikalis, fisik,
biologis. Hambatan berupa bahan kimia penanganannya harus
dimulai dari pengenalan senyawa aktif, potensi gangguan,
proses reaksi dan alternatif pengelolaannya.Hambatan fisik
umumnya terjadi pada eksplan yang memiliki pelindung fisik
yang kuat (kulit yang sangat keras) misalnya pada biji-bijian;
Bahan Ajar Kultur Jaringan

314

adanya bagian-bagian yang tidak diperlukan, misalnya pada


kultur polen, kultur meristem dome, sehingga pendekatan
mengatasinya yaitu dengan menghilangkan pelindung atau
bagian-bagian yang tidak diperlukan dalam kultur. Hambatan
biologis salah satunya berkaitan dengan kasus kontaminasi.
Mikroba hampir dapat dipastikan ada dimana-mana dalam
tubuh organisme, padahal syarat kultur in vitro adalah budidaya
terkendali (aseptik).
Pendekatan awal untuk mengurangi resiko ini harus
selalu

diupayakan.

Mengurangi

kemungkinan

adanya

kontaminasi pada eksplan yang diambil dari alam dapat


dilakukan dengan menumbuhkembangkannya di rumah kaca.
Hambatan biologis juga dapat menyangkut juvenilitas bahan
tanam, mendapatkan tunas-tunas muda kadang-kadang tidak
mudah. Untuk mengatasi ini kegiatan praperlakuan dengan cara
melakukan juvenilisasi pada tanaman sumber terbukti efektif.
Caranya dengan memangkas batang tanaman sumber hingga
dari bagian pangkasan tersebut terdorong munculnya banyak
tunas.
G. Lingkungan mikro
Masalah lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaiakan
karena ini juga sering menjadi masalah. Suhu ruangan
inkubator sangat menentukan optimasi pertumbuhan eksplan,
Bahan Ajar Kultur Jaringan

315

suhu yang terlalu rendah aatau tinggi dapat mempengaruhi


pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan.
Kebutuhan antara satu tananaman dengan tanaman yang
lain berbeda, namun demikian solusinya sulit dilakukan
mengingat umumnya

ruangan inkubator suatu ruangan

laboratorium kultur jaringan tidak bisa dibuat variasi antara


satu ruangan dengan bagian ruangan yang lainnya. Sehingga
optimasi pertumbuhan tidak bisa diharapkan sama antara kultur
yang satu dengan kultur yang lain.
Kultur

adalah

budidaya

dan

jaringan

adalah

sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang


sama. jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu
jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat
seperti induknya.
Manfaat dari teknik kultur jaringan tanaman ini
diharapkan juga memperoleh tanaman baru yang bersifat
unggul. Dalam kegiatan kultur jaringan perlu memerlukan
bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proses kegiatan kultur
jaringan. Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan kultur
jaringan diantaranya:
Unsur hara makro dan mikro yaitu Zat Pengatur
tumbuh, Aquades, Vitamin, Agar, Gula, Ekstrak-ekstrak
organik (ekstrak air kelapa, ekstrak tomat, dll).
Bahan Ajar Kultur Jaringan

316

Lingkungan Tumbuh
a)Suhu.
Tanaman umumnya tumbuh pada lingkungan dengan
suhu yang tidak sama setiap saat, misalnya pada siang dan
malam hari tanaman mengalami kondisi dengan perbedaan
suhu yang cukup besar. Keadaan demikian bisa dilakukan
dalam kultur invitro dengan mengatur suhu siang dan malam di
ruang kultur, namun laboratorium kultur jaringan selama ini
mengatur suhu ruang kultur yang konstant baik pada siang
maupun malam hari. Umumnya temperatur yang digunakan
dalam kultur in vitro lebih tinggi dari kondisi suhu invivo.
Tujuannya adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan
morfogenesis eksplan.
Pada sebagian besar laboratorium, suhu yang digunakan
adalah konstan, yaitu 25C (kisaran suhu 17-32C). Tanaman
tropis umumnya dikulturkan pada suhu yang sedikit lebih
tinggi dari tanaman empat musim, yaitu 27C (kisaran suhu 2432C). Bila suhu siang dan malam diatur berbeda, maka
perbedaan umumnya adalah 4-8C, variasi yang biasa
dilakukan adalah 25C siang dan 20C malam, atau 28C siang
dan 24C malam. Meskipun hampir semua tanaman dapat
tumbuh pada kisaran suhu tersebut, namun kebutuhan suhu
Bahan Ajar Kultur Jaringan

317

untuk masing-masing jenis tanaman umumnya berbeda-beda.


Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimumnya.
Pada suhu ruang kultur dibawah optimum, pertumbuhan
eksplan lebih lambat, namun pada suhu diatas optimum
pertumbuhan tanaman juga terhambat akibat tingginya laju
respirasi

eksplan.

b)Kelembaban relatif.
Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut
botol yang ditutup umumnya cukup tinggi, yaitu berkisar
antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka
kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari
80%. Sedangkan kelembaban relatif di ruang kultur umumnya
adalah sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang kultur
berada dibawah 70% maka akan mengakibatkan media dalam
botol kultur (yang tidak tertutup rapat) akan cepat menguap
dan kering sehingga eksplan dan plantlet yang dikulturkan akan
cepat kehabisan media. Namun kelembaban udara dalam botol
kultur yang terlalu tinggi menyebabkan tanaman tumbuh
abnormal yaitu daun lemah, mudah patah, tanaman kecil-kecil
namun terlampau sukulen. Kondisi tanaman demikian disebut
vitrifikasi atau hiperhidrocity. Sub-kultur ke media lain atau
Bahan Ajar Kultur Jaringan

318

menempatkan planlet kecil ini dalam botol dengan tutup yang


agak longgar, tutup dengan filter, atau menempatkan silica gel
dalam botol kultur dapat membantu mengatasi masalah ini.
c) Cahaya.
Seperti halnya pertumbuhan tanaman dalam kondisi
invivo, kuantitas dan kualitas cahaya, yaitu intensitas, lama
penyinaran dan panjang gelombang cahaya mempengaruhi
pertumbuhan eksplan dalam kultur invitro. Pertumbuhan organ
atau jaringan tanaman dalam kultur invitro umumnya tidak
dihambat oleh cahaya, namun pertumbuhan kalus umumnya
dihambat oleh cahaya.
Pada perbanyakan tanaman secara invitro, kultur
umumnya diinkubasikan pada ruang penyimpanan dengan
penyinaran.

Tunas-tunas

umumnya

dirangsang

pertumbuhannya dengan penyinaran, kecuali pada teknik


perbanyakan yang diawali dengan pertumbuhan kalus. Sumber
cahaya pada ruang kultur ini umumnya adalah lampu
flourescent (TL). Hal ini disebabkan karena lampu TL
menghasilkan cahaya warna putih, selain itu sinar lampu TL
tidak meningkatkan suhu ruang kultur secara drastis (hanya
meningkat sedikit). Intensitas cahaya yang digunakan pada
ruang kultur umumnya jauh lebih rendah (1/10) dari intensitas
cahaya yang dibutuhkan tanaman dalam keadaan normal.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

319

Intensitas cahaya dalam ruang kultur untuk pertumbuhan tunas


umumnya berkisar antara 600-1000 lux. Perkecambahan dan
inisiasi akar umumnya dilakukan pada intensitas cahaya lebih
rendah.
Selain

intensitas

cahaya,

lama

penyinaran

atau

photoperiodisitas juga mempengaruhi pertumbuhan eksplan


yang dikulturkan. Lama penyinaran umumnya diatur sesuai
dengan kebutuhan tanaman sesuai dengan kondisi alamiahnya.
Periode terang dan gelap umumnya diatur pada kisaran 8-16
jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung varietas tanaman dan
eksplan yang dikulturkan. Periode siang/malam (terang/gelap)
ini

diatur

secara

otomatis

menggunakan

timer

yang

ditempatkan pada saklar lampu pada ruang kultur. Dengan


teknik ini penyinaran dapat diatur konstan sesuai kebutuhan
tanaman.
H. Harapan ekonomi
Kultur jaringan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk membuat bagian tanaman (akar, tunas,
jaringan tumbuh tanaman) tumbuh menjadi tanaman utuh
(sempurna) dikondisi invitro (didalam gelas). Secara Detail
Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi
bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel,
jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam keadaan
Bahan Ajar Kultur Jaringan

320

aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak


diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali.
Keuntungan dari kultur jaringan lebih hemat tempat,
hemat waktu, dan tanaman yang diperbanyak dengan kultur
jaringan mempunyai sifat sama atau seragam dengan induknya.
Pada prinsipnya semua jenis tanaman dapat diperbanyak
melalui kultur jaringan, namun yang lazim diperbanyak secara
kultur jaringan adalah tanaman yang memiliki nilai ekonomi
dan kualitas tinggi dan lebih sukar diperbanyak secara generatif
dan konvensional. contohnya adalah kelompok hias (anggrek,
mawar, krisan, aglonema dll), tanaman hutan dan perkebunan
(jati, kelapasawit, karet dll).
Anggapan orang selama ini bahwa teknik kultur
jaringan sangat sulit dilakukan oleh orang awam dan biayanya
sangat mahal tidak betul. Teknologi ini pada awalnya memang
hanya dilakukan di kalangan perguruan tinggi dengan
menggunakan peralatan yang canggih dan mahal. Tujuan kultur
jaringan banyak sekali, diantaranya adalah untuk mendapatkan
tanaman bebas penyakit/virus, mendapatkan tanaman yang
tahan terhadap stres tertentu (stres kekeringan, stres salinitas,
dll). Selain itu juga untuk menyelamatkan tanaman langka agar
tidak punah dan juga untuk memperbanyak tanaman dalam

Bahan Ajar Kultur Jaringan

321

jumlah banyak. Tujuan terakhir inilah yang rupanya saat ini


menarik perhatian banyak orang.
Di negara-negara tetangga kita, kultur jaringan sudah
bukan hal yang asing lagi. Teknologi ini sudah dikenalkan pada
para petani sejak lama, sehingga mereka sangat leluasa untuk
menghasilkan produk2 tanaman yang berkualitas bagus.
Sekarang ini banyak bibit-bibit tanaman hias hasil kultur
jaringan yang masuk ke Indonesia, sebut saja : Aglaonema,
anthurium, calladium, anggrek, dll.
2.2. Tugas
Carilah informasi melalui internet yang akan menambah
wawasan anda tentang masalah-masalah dalam kultur jaringan
misalnya kontaminasi, pencoklatan, vitrivikasi dan sebagainya.
Selanjutnya lacak juga informasi tentang bagaimana cara
menanggulangi masalah-masalah tersebut. Buatlah laporan
singkat dari informasi yang anda dapat
2.3 Latihan
Untuk memantapkan pemahaman anda tentang masalahmasalah dalam kultur jaringan, maka selesaikanlah soal-soal
latihan berikut;
1. Jelaskan dari mana saja sumber kontaminan yang dapat
menyebabkan terjadinya
Bahan Ajar Kultur Jaringan

322

kontaminasi pada kultur yang kita lakukan


2.

Jelaskan manfaat ekonomi yang dapat dirasakan oleh


suatu negara yang mengembangkan teknik kultur jaringan

3. Penutup
3.1 Rangkuman
Kontaminasi dapat berasal dari beberapa penyebab
sebagai berikut: sterilisasi media yang kurang sempurna,
lingkungan kerja dan pelaksanaan/cara kerja saat penanaman,
eksplan, molekul-molekul atau benda-benda asing berukuran
kecil yang jatuh atau masuk ke dalam botol kultur setelah
penanaman dan ketika diletakkan di ruang kultur.
Kultur yang telah terkontaminasi dapat diselamatkan
dengan metode berikut:
1.

Buka wadah yang berisi kultur terkontaminasi


dan isi penuh dengan larutan 0.5
1% w/v sodium hypochlorite

2. Biarkan selama 1- - 50 menit tergantung pada keganasan


kontaminasi atau
sensitivitas bahan tanaman
3. Keluarkan kultur dari larutan kloring, potong bagian
dasar dan buang daun daun

Bahan Ajar Kultur Jaringan

323

yang berlebihan
4. Transfer ke media kultur yang baru
Penyelamatan dilakukan dengan beberapa pertimbangan.
Pertama, ketersediaan eksplan. Jika sumber eksplan cukup
banyak/ melimpah terkadang lebih baik eksplan terkontaminasi
dibuang

saja

tidak

usah

diselamatkan.

Lebih

baik

melakukan /menanam eksplan baru dari indukan yang banyak


tadi. Namun kalo ternyata indukan hanya sedikit misalnya
hanya ada 1 atau beberapa tanaman, atau tanaman tersebut
langka maka sebaiknya dilakukan penyelamatan eksplan.
Kedua, tingkat kontaminasi. Kalau terkontaminasi sudah parah
sebaiknya dibuang saja. Kalau tingkat kontaminasi masih awal
atau sedikit maka eksplan perlu kita coba selamatkan.
Browning/pencoklatan terjadi akibat adanya senyawa fenol
yang beroksidasi dengan

ksigen (O2) membentuk senyawa

kinon atau Quinon. Browning pada tahap inisiasi

dapat

dicegah/dikurangi dengan cara:


Pencucian dengan air mengalir hingga bersih.
Penambahan arang aktif pada media.
Penyimpanan diruang gelap pada awal inisiasi.
Pengunaan senyawa antioksidan.
Menghindari penggunaan sukrosa yang berlebihan.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

324

Menghindari Kalium yang berlebihan.


Melakukan sub kultur secara berulang.
Variasi genetik dapat terjadi pada kultur in vitro karena:
1.Laju multiflikasi yang tinggi, variasi terjadi karena
terjadinya sub kultur berulang yang tidak terkontrol
2. Penggunaan teknik yang tidak sesuai.
Vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur
yang ditandai dengan:
*

Munculnya

pertumbuhan

dan

pertumbuhan

yang

tidaknormal.
* Tanaman yang dihasikan pendek-pendek atau kerdil.
* Pertrumbuhan batang cenderung ke arah penambahan
diameter
* Tanaman utuhnya menjadi sangat turgescent.
* Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade
3.2 Tes Formatif
1. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang kontaminasi, dapat
kontaminasi itu diatasi?
2.

Uraikan

apa

yang

anda

ketahui

tentang

pencoklatan/browning

Bahan Ajar Kultur Jaringan

325

3. Jelaskan cara pencegahan atau pengurangan browning pada


tahap inisiasi
4. Bagaimanakah tanda-tanda vitrivikasi pada tanaman yang
kita kulturkan?
3.3 Kunci Jawaban
1. Gunakan uraian tentang kontaminasi untuk menjawab
pertanyaan ini
2. Untuk soal nomor 3 dan nomor 4 gunakan uraian tentang
pencoklatan
3. Menjawab pertanyaan ini lihaturaian tentang vitrivikasi
Tindak Lanjut
1. Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80 % dari test
formatif di atas, ia dapat

melanjutkan mempelajari

lanjutan perkuliahan ini karena pengetahuan tentang bab ini


merupakan dasar untuk memahami uraian pada bab-bab
selanjutnya.
2. Apabila mereka belum mencapai penguasaan 80 % mereka
danjurkan:
a. Mempelajari kembali dari awal bahasan di atas;
h. Konsultasi dengan asisten dan dosen.
Kepustakaan.
Bahan Ajar Kultur Jaringan

326

1. Santoso U dan Fatimah Nursandi, 2004. Kultur


Jaringan Tanaman, UMM Press. Malang
2. Margono, 2003. Kultur Jaringan Tumbuhan, Depdiknas
3. Suryowinoto, 1993,

Pemuliaan Tanaman Secara In

Vitro, UGM, Yogyakarta


Publishing
5. Zulkarnain, H. 2009, Kultur Jaringan Tanaman, Bumi
Aksara, Jakarta
Senarai
-

Kontaminasi; proses masuknya suatu substansi


atau mikroba atau virus atau unsur lain ke dalam
suatu medium

Browning/pencoklatan;

suatu

karakter

munculnya warna coklat atau hitam yang sering


membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan eksplan.
-

Vitrifikasi; istilah problem pada kultur yang


ditandai

dengan

antara

lain

munculnya

pertumbuhan dan perkembangan yang tidak


normal, tanaman yang dihasilkan pendekpendek atau kerdil sering tidak mempunyai
internodus, pertumbuhan batang cenderung

Bahan Ajar Kultur Jaringan

327

kepada penambahan diameter , daun cenderung


melebar pada bagian pangkal dan sebagainya

Bahan Ajar Kultur Jaringan

328

Tanngal 7/5-2010 presentase kelompok Bona dan Abd rahman


Machmud

Bahan Ajar Kultur Jaringan

329

Bahan Ajar Kultur Jaringan

330

Anda mungkin juga menyukai