Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

PEMBUATAN MEDIA

Nama

: Alfiyah Kurniawati

NIM

: 125040201111078

Kelompok

: Kamis, 07.30-09.15

Asisten

: Dian Riski Fauziah

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Media kultur jaringan digunakan untuk media
tumbuh dimana media tersebut menyediakan mineral
dan air yang diperlukan bagi pertumbuhan eksplan.
Selain menyediakan mineral dan air, media harus
steril dari mikroorganisme yang keberadaannya tidak
diharapkan dalam media. Jadi media kultur jaringan
sangat menentukan keberhasilan praktek kultur
jaringan.
Kesterilan alat dan bahan menjadi penentu
keberhasilan pembuatan media. Selain itu, teknik
yang dilakukan juga dapat mempengaruhi media
tersebut bebas kontaminan atau tidak.
Media yang akan dibuat adalah media MS. Media
MS yang telah dibuat dimasukkan dalam botol kultur
dan ditutup dengan menggunakan plastik lalu diikat
dengan karet agar botol dan isinya tetap steril.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum pembuatan media
kultur ini adalah membahas tentang media MS serta
komposisi yang dikandung dan media baik yang
sesuai untuk pertumbuhan eksplan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian media MS


Media MS (Murashige & Skoog) merupakan
perbaikan komposisi media Skoog, terutama
kebutuhan garam anorganik yang mendukung
pertumbuhan
optimum
pada kultur
jaringan
tembakau. Media MS mengandung 40 mM N dalam
bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+.
Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total
yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi
dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih
tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan
sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro
lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali
unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk
kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah
umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman
lain. Media MS paling banyak digunakan untuk
berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah
penemuan media MS, sehingga dikembangkan
media-media lain berdasarkan media MS tersebut,
antara lain media :
1. Lin & Staba, menggunakan media dengan
setengah dari komposisi unsur makro MS, dan
memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang
seharusnya 10mM, sedangkan KH2PO4 yang
dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan
senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian
digunakan
oleh
Halperin
untuk
penelitian
embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga
digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam

Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam


Gunawan 1988) dalam penelitian kultur anther.
2. Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh
Durzan et alI (1973 dalam Gunawan 1988) untuk
kultur suspensi sel white spruce dengan cara
mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah
konsentrasi Ca2+ nya.
3. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS
dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+
dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea
glabra. Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat
terjadi pengendapan persenyawaan, ini terlihat jelas
pada media cair. Kebanyakan dari persenyawaan
yang mengendap adalah fosfat dan besi, kemudian
dalam jumlah yang lebih sedikit adalah Ca, K, N, Zn
dan Mn. Senyawa paling sedikit adalah senyawa
yang mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca dan
Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira 50%
dari Fe dan 13% dari PO 4+, mengendap.
Pengendapan unsur-unsur tersebut mungkin tidak
penting, karena unsur-unsur tersebut masih tersedia
bagi
jaringan
tanaman
dan
pengaruh
pengendapannya belum diketahui. Untuk mengatasi
pengendapan Fe, Dalton dan grupnya menganjurkan
supaya konsentrasi Fe dikurangi sampai 1/3 dengan
EDTA yang tetap.
(Dalton et al, 1983)

2.2 Komposisi media MS serta fungsi

Media dalam kultur jaringan tanaman


umumnya terdiri dari komponen-komponen sebagai
berikut:
1. Hara makro
Terdiri dari enam unsur utama yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan sel dan jaringan
tanaman, yaitu: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K),
kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Media
kultur harus mengandung sedikitnya 25-60 mM
nitrogen anorganik untuk pertumbuhan sel tanaman.
Sel-sel tanaman mungkin dapat tumbuh pada sumber
N dari nitrat saja, tetapi diketahui bahwa pertumbuhan
yang lebih baik adalah apabila mengandung nitrat
dan amonium. Nitrat yang disediakan umumnya
berkisar 25-40 mM, konsentrasi amonium berkisar
antara 2-20 mM. Akan tetapi untuk beberapa spesies
tanaman konsentrasi amonium > 8 mM akan
menghambat pertumbuhan sel. Sel-sel dapat tumbuh
dalam media kultur yang hanya mengandung
amonium sebagai sumber nitrogen jika satu atau lebih
terdapat asam-asam yang terlibat dalam siklus TCA
(seperti sitrat, suksinat, atau malat) juga terdapat
dalam media pada konsentrasi sekitar 10 mM.
Apabila nitrat dan amonium sebagai sumber nitrogen
digunakan bersama dalam media maka ion-ion
amonium akan digunakan lebih cepat dibandingkan
dengan ion-ion nitrat. Kalium dibutuhkan untuk
pertumbuhan sel bagi sebagian besar spesies
tanaman. Umumnya media mengandung kalium
(dalam bentuk nitrat atau klorida) pada konsentrasi
20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P, Mg, S
dan Ca berkisar antara 1-3 mM. Konsentasi yang

lebih tinggi dari hara-hara tersebut mungkin


diperlukan jika terjadi defisiensi dari hara yang lain.
(Gunawan,1988)
2. Hara mikro
Unsur hara mikro yang paling dibutuhkan
untuk petumbuhan sel dan jaringan tanaman
mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron
(B), terusi (Cu) dan molibdenum (Mo). Besi dan seng
yang digunakan dalam pembuatan media harus
dalam bentuk yang ter chelate. Besi adalah yang
paling kritis diantara semua hara mikro. Besi sitrat
dan tartrat dapat digunakan untuk media kultur, tetapi
senyawa ini sulit untuk larutdan biasanya akan
terpresipitasi setelah media dibuat. Masalah ini
dipecahkan oleh Murashige & Skoog dengan men
chelate besi dengan menggunakan asam etilen
diamintetraasetik
(EDTA).
Kobal (Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan
dalam media tetapi kebutuhan yang jelas untuk
pertumbuhan sel belum diketahui. Natrium (Na) dan
klorida (Cl) juga digunakan pada beberapa media
tetapi tidak begitu penting untuk pertumbuhan sel.
Konsentrasi Cu dan Co yang biasanya ditambahkan
pada media sekitar 0.1 M, Fe dan Mo 1 M, I 5M,
Zn 5-30 M, Mn 20-90 M, dan B 25-100M.
(Gunawan,1988)
3. Vitamin
Pada beberapa media kultur juga sering
ditambahkan vitamin-vitamin seperti biotin, asam
folat, asam askorbat, asam panthotenat, vitamin E
(tokoperol), riboflavin, dan asam p-aminobenzoik.
Meskipun vitamin-vitamin tersebut bukan merupakan
faktor pembatas pertumbuhan, tetapi sering

memberikan keberhasilan dalam kultur sel dan


jaringan tanaman. Biasanya penambahan vitaminvitamin tersebut ke dalam media dilakukan apabila
konsentrasi thiamin dianggap dibawah taraf yang
diinginkan atau apabila jumlah populasi sel-sel yang
tumbuh masih rendah.
(Gunawan,1988)
4. Asam amino atau suplemen nitrogen lainnya
Sumber nitrogen organik yang paling banyak
digunakan dalam media kultur adalah asam amino
campuran (casein hidrolisat), L-glutamin, L-asparagin,
dan adenin. Casein hidrolisat umumnya digunakan
pada konsentrasi antara 0.05-0.1%. Asam amino
biasanya ditambahkan pada media terdiri dari
beberapa macam, karena sering diperoleh bahwa
penambahan satu jenis asam amino saja justru dapat
menghambat pertumbuhan sel.
(Gunawan,1988)
5. Karbon dan sumber energi
Sumber karbohidrat yang biasanya digunakan
dalam media kultur adalah sukrosa. Glukosa dan
fruktosa dalam beberapa hal dapat digunakan
sebagai pengganti sukrosa, dimana glukosa
mempunyai efektivitas yang sama dengan sukrosa
dibanding dengan fruktosa. Karbohidrat lain yang
pernah dicobakan adalah laktosa, galaktosa, rafinosa,
maltosa dan pati, tetapi semua karbohidrat tersebut
umumnya mempunyai hasil yang kurang baik
dibandingkan sukrosa atau fruktosa. Konsentrasi
sukrosa normal dalam media kultur berkisar antara 2
dan 3%. Karbohidrat harus tersedia dalam media
kultur karena sangat sedikit sel dari jenis tanaman
yang diisolasi dapat bersifat autotropik, yaitu
kemampuan menyediakan kebutuhan karbohidrat

sendiri melalui asimilasi CO2 selama proses


fotosintesa. Sukrosa dalam media kultur secara cepat
akan diurai menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa
adalah yang pertama digunakan oleh sel, diikuti oleh
fruktosa. Saat media disterilisasi dengan autoclave,
sebagian sukrosa akan mengalami hidrolisa. Apabila
sukrosa yang diautoklap ada bersama komponen
media lain maka proses hidrolisa akan lebih besar.
Kultur dari beberapa spesies tanaman akan tumbuh
baik pada media yang sukrosanya diautoklap
dibandingkan dengan media yang sukrosanya
disterilisasi dengan filter. Hal ini dimungkinkan akan
menguntungkan sel-sel karena tersedianya glukosa
dan fruktosa.
(Gunawan,1988)
6. Bahan organik komplek
Pengaruh arang aktif umumnya diarahkan
pada salah satu dari tiga hal berikut: penyerapan
senyawa-senyawa penghambat, penyerapan zat
pengatur tumbuh atau menggelapkan warna media.
Penghambatan pumbuhan karena kehadiran arang
aktif umumnya karena arang aktif dapat menyerap
ZPT. NAA, kinetin, BAP, IAA dan 2iP semuanya dapat
terikat
oleh
artang
aktif.
IAA dan 2iP merupakan ZPT yang paling cepat terikat
oleh arang aktif. Arang aktif dapat menstimulasi
pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan
arang aktif mengikat senyawa fenol yang bersifat
toksik yang diproduksi biakan selama dalam kultur.
Konswentrasi aArang aktif yang ditambahkan
kedalam media kultur umumnya sebanyak 0.5-3%.
(Gunawan,1988)
7. Bahan pemadat (agar), dan

Media kultur jaringan tanaman dapat dibuat


padat atau semi padat, yaitu dengan penambahan
bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan
pemadat
lain,
agar
mempunyai
beberapa
keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan air, agar
akan terbentuk bila dilelehkan pada suhu 60o-100oC
dan memadat pada suhu 45oC; (ii) gel agar bersifat
stabil pada suhu inkubasi; (iii) agar gel tidak bereaksi
dengan komponen dalam media dan tidak dicerna
oleh ensim tanaman. Kualitas fisik agar dalam media
kultur tergantung pada konsentrasi dan merek agar
yang diguinakan serta pH media. Konsentrasi agar
yang digunakan dalam media kultur berkisar antara
0.5-1%, dengan catatan pH media sesuai dengan
aturan. Penggunaan arang aktif (0.8-1%) dapat
mempengaruhi
kepadatan
agar
yang
terbentuk.Kemurnian agar yang digunakan dalam
media kultur juga merupakan faktor yang penting.
Agar yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan
Na dapat mempengaruhi ketersediaan hara dalam
media.
(Gunawan,1988)
8. Zat pengatur tumbuh (hormon).
Terdapat empat klas zat pengatur tumbuh
(ZPT) yang penting dalam kultur jaringan tanaman,
yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik.
Skoog dan Miller adalah yang pertama melaporkan
bahwa
perbandingan
auksin
dan
sitokinin
menentukan jenis dan berapa besar proses
organogenesis dalam kultur jaringan tanaman. Auksin
dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media kultur
mempunyai tujuan untuk mendapatkan morfogenesis,

meskipun perbandingannya untuk mendapatkan


induksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat
genus, spesies bahkan kultivar. Sitokinin yang
ditrambahkan dalam media kultur umumnya ditujukan
untuk menstimulasi pembelahan sel, menginduksi
pembentukan tunas dan proliferasi tunas aksiler, dan
untuk menghambat pembentukan akar. Mekanisme
kerja sitokinin tidak secara pasti diketahui, namun
demikian beberapa senyawa yang mempunyai
aktivitas mirip sitokinin diketahui terlibat dalam
transfer-RNA (t-RNA). Sitokinin juga menunjukkan
dapat mengaktivasi sintesa RNA dan menstimulasi
aktivitas protein dan enzim pada jaringan tertentu.
(Gunawan,1988)
2.3 Teknik aseptik dalam pembuatan media
Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan
dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan
kimiawi.
1.
Sterilisai secara mekanik (filtrasi) menggunakan
suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron
atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada
saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk
sterilisasi bahan yang peka panas, misal nya larutan
enzim dan antibiotik. (Machmud, 2008)
2. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan
pemanasan & penyinaran.
(Machmud, 2008)
A. Pemanasan
Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat
pada api secara langsung, contoh alat : jarum
inokulum, pinset, batang L, dll.

Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira


60-1800C. Sterilisasi panas kering cocok untuk alat
yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung
reaksi dll.
Uap air panas: konsep ini mirip dengan
mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat
menggungakan metode ini supaya tidak terjadi
dehidrasi.
Uap air panas bertekanan : menggunalkan
autoklaf
B. Penyinaran dengan UV
Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk
proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba
yang menempel pada permukaan interior Safety
Cabinet dengan disinari lampu UV
(Machmud, 2008).
3. Sterilisaisi
secara
kimiawi
biasanya
menggunakan senyawa desinfektan antara lain
alkohol.
(Machmud, 2008)
4. Sterilisasi dengan panas adalah unit operasi
dimana bahan dipanaskan dengan suhu yang cukup
tinggi dan waktu yang cukup lama untuk merusak
mikrobia dan aktivitas enzim. Sebagai hasilnya,
bahan yang disterilkan akan memiliki daya simpan
lebih dari enam bulan pada suhu ruang. Contoh
proses sterilisasi adalah produk olahan dalam kaleng
seperti
kornet,
sarden
dan
sebagainya.
Perkembangan teknologi prosesing yang memiliki
tujuan mengurangi kerusakan nutrien dan konponen
sensoris dan juga mengurangi waktu prosesing
menjadikan teknik serilisasi terus dikembangkan.

Lamanya waktu sterilisasi yang dibutuhkan bahan


dipengaruhi oleh: resistensi mikroorganisme dan
enzim terhadap panas, kondisi pemanasan, pH
bahan, ukuran wadah atau kemasan yang disterilkan,
keadaan fisik bahan
(Machmud, 2008).
5. Sterilisasi12dengan udara kering, alat yang
umum dikenal adalah oven. Alat ini dipakai untuk
mensterilkan alat-alat gelas seperti erlenmeyer,
petridish, tabunng reaksi dan alat gelas lainnya.
bahan-bahan seperti kapas, kain dan kertas dapat
disterilkan dengan alat ini. pada umunhya suhu yang
digunakan pada sterilisasi secara kering adalah 170 180 C selama palinng sedikit 2 jam. Lama isterilisasi
tergantung pada alat dan jumlahnya
(Machmud, 2008).
6. Sterilisasi dengan uap air panas, bahan yang
mengandung cairan tidak dapat didterilkan dengan
oven sehingga digunakan alat ini. alat ini disebut
Arnold steam sterilizer dengan suhu 1000Cdalam
keadaan lembab. Secara sederhana dapat pula
digunakan dandang. Mula-mula bahan disterilkan
pada suhu 1000C selama 30 menit untuk membunuh
sel-sel vegetatif mikrobia. kemudian disimpan pada
suhu kamr 24 jam untuk memberi kesempatan spora
tumbuh menjadi sel vegetatif, lalu dipanaskan lagi
1000C 30 menit. dan diinkubasi lagi 24 jam dan
disterilkan lagi, jadi ada 3 kali sterilisasi. Banyak
bakteri berspora belum mati dengan cara ini sehingga
dikembangkan cara berikutnya yaitu uap air
bertekanan
(Machmud, 2008).

7. Sterilisasi dengan uap air panas bertekanan, alat


ini disebut autoklaf (autoclave) untuk steriliasasi ini
alat dilengkapi dengan katup pengaman. Alat diisi
dengan air kemudian bahan dimasukkan. Panaskan
sampai mendidih dan dari katup pengaman kelaur
uap air dengan lancara lalu ditutup. Suhu akan naik
sampai 1210C dan biarkan selama 15 menit (untuk
industri pengalengan ada perhitungan tersendiri), lalu
biarkan dingin sampai tekanan normal dan klep
pengaman dibuka, cara ini akan mematikan spora
dengan cara penetrasi panas ke dalam sel atau spora
sehingga lebih cepat. Cara mana yang dipilih
tergantung bahan, biaya dan ketersediaan alat, untuk
bahan yang tidak tahan panas, maka cara diatas tidak
dapat dipakai
(Machmud, 2008).
2.4 Rumus perhitungan larutan stok
Untuk menentukan larutan stok yang ingin
digunakan kita dapat menghitungnya dengan
menggunakan rumus.
V1.M1 = V2.M2
Dimana :
V1 = volume yang akan dibuat
V2 = volume larutan stok yang akan diambil
M1 = banyaknya kebutuhan senyawa dalam media
MS
M2 = banyaknya senyawa larutan stok
(Marlin, 2008)
2.5 Jenis kontaminasi media

Kontaminasi sangat beragam mulai dari jenis


kontaminannya (bakteri, jamur, yeast, kapang), waktu
terjadinya kontaminasi (cepat, dalam hitungan jam;
hitungan hari; lambat; dalam hitungan minggu dan
bulan) dan apa terkontaminasi (media atau eksplan).
Jenis kontaminasi ada dua yaitukontaminasi eksternal
dan internal. Kontaminasi eksternal dapat disebabkan
oleh jamur dan bakteri, sedangkan kontaminasi
internal umumnya disebabkan oleh bahan eksplan itu
sendiri. Menurut Denish (2007) untuk mengatasi
kontaminasi internal dapat diberikan HgCl2 karena
dapat menurunkan laju kontaminasi bakteri internal
yang akan merusak jaringan. Selain itu juga dapat
dilakukan dengn fungisida, HgCl2 dan klorin karena
dengan penggunaan kombinasi bahan sterilan yang
merupakan upaya sterilisasi berlapis untuk mereduksi
resiko kontaminasi yang berasal dari cendawan,
bakteri maupun kotoran-kotoran lain yang menempel
pada permukaan eksplan. Sedangkan untuk
pencegahan kontaminasi eksternal dapat dilakukan
dengan sterilisasi kontak.
(Gunawan, 1988)

2.6 Ciri-ciri media yang sesuai untuk pertumbuhan


eksplan

Menurut Sriyanti (2002), media merupakan


faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Komposisi media yang diguna-kan
tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang cocok mempengaruhi
pertumbuhan eksplan yang telah ditanam untuk
menjadi plantet (tanaman kecil). Media yang baik,
harus memenuhi syarat nutrisi yang diperlukan
eksplan untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena
itu, di dalam media kultur jaringan ditambahkan
berbagai macam zat. Zat-zat organik yang biasanya
ditambahkan dalam media kultur jaringan adalah
sukrosa, mio inositol, asam amino, dan zat pengatur
tumbuh. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang
ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur
jaringan yang dila-kukan. Media yang sudah jadi
ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol
kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan
dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
Sedang-kan sebagai tambahan biasanya diberi zat
organik lain seperti air kelapa, ekstrak ragi, pisang,
tomat, toge dan lain-lain.

BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan bahan


3.1.1 Alat

Stirer
:untuk mencampur agar-agar dan
sukrosa
Plate magnetic stirer :untuk mengaduk larutan
Beaker glass
:untuk mencampur larutan
Botol semprot
:untuk menyemprotkan alkohol
pada plastik dan aluminium foil
Gelas ukur
:untuk mengukur volume larutan
stok
Pipet
:untuk mengambil larutan dengan
skala kecil
Kertas lakmus
:untuk menentukan pH larutan
Timbangan analalitik
:untuk menimbang agaragar dan sukrosa
Botol kultur
:untuk tempat media kultur
jaringan
Aluminium foil
:untuk menutup media kultur
jaringan
Karet gelang
:agar media benar-benar tertutup
rapat dan tidak ada udara yang masuk
Plastik
:untuk menutup media kultur
jaringan
Autoclave
:untuk mensterilkan botol kultur
jaringan
Microwave
:untuk memanaskan campuran
agar-agar dengan sukrosa

3.1.2

Bahan

Aquades :bahan campuran larutan stok


Media MS :tempat menumbuhkan eksplan. Terdiri
dari :
- Unsur hara makro
:bahan media MS
- Unsur hara mikro A :bahan media MS
- Unsur hara mikro B :bahan media MS
- Fe EDTA
:bahan media MS
- Vitamin
:bahan media MS
- CaCl2
:bahan media MS
Alkohol :bahan sterilisasi
Agar-agar :bahan pemadat media
Sukrosa :bahan penambah nutrisi
3.2

Langkah kerja

Pipet larutan stok (makro, mikro, vitamin,


Fe-Na-EDTA) sesuai kebutuhan

Masukkan dalam beaker glass dan


tambahkan aquades sampai volume
yang diinginkan

Masukkan magnet stirer ke dalam


beaker glass dan letakkan pada plate
magnetic stirer

Nyalakan magnetic stirer supaya larutan


homogen dan tambahkan sukrosa (30
g/L) sampai larut

Ukur pH larutan sesuai ketentuan (5,8)


dengan pH meter atau kertas pH
universal

Jika pH sudah selesai, tambahkan agar-agar


(6,7 g/L) yang sudah disiapan, panaskan
sampai mendidih dan larut sempurna

Stirer lagi dan tutup dengan plastik

Masukkan microwave dengan suhu


150oC kemudian stirere lagi

Tutup botol dengan plastik yang sudah


disiapkan dan media siap disterilisasi dengan
autoclave pada tekanan 15 ppm selama 20
menit dengan suhu 121oC

Setelah di autoclave botol media dipindahkan


ke ruang kultur jaringan dan selanjutnya siap
untuk digunakan sebagai media tanam

3.3

Analisa perlakuan
Pada praktikum pembuatan media kultur
jaringan ini langkah awal yang dilakukan yaitu
membuat larutan stok sesuai kebutuhan yang sudah
dihitung terlebih dahulu diantaranya makro (25 ml),
Ca (2,5 ml), Mikro A (2,5 ml), Mikro B (0,25 ml), Fe
(2,5 ml) dan vitamin (0,25 ml) dan ditaru dalam
beaker glass. Tambahkan aquades hingga volume
mencapai 250 ml. Setelah itu dimasukkan magnet
stirer dan diletakkan pada plate magnetic stirer
dengan tujuan mencampur dan mengaduk larutan.
Kemudian tambahkan sukrosa yang tujuannya untuk
menambah nutrisi pada media kultur tersebut. Ukur
pH sesuai ketentuan (5,8) apabila setelah diukur pH
asam maka ditambahkan NaOH dan apabila pH basa
tambahkan HCl agar netral dan sesuai ketentuan.
Jika pH sesuai , stirer lagi dan tambah agar-agar
yang
tujuannya
untuk
memadatkan
media,
dipanaskan sampai mendidih. Kemudian dipindahkan
larutan ke beaker glass dan tutup dengan plastik agar
tetap steril karena larutan tadi akan dimasukkan ke
microwave dengan suhu 150oC untuk memanaskan
dan sterilisasi. Kemudian distirer lagi agar larutan tadi
tidak terlalu padat dan pindahkan ke beaker glass
tutup dengan plastik dan diikat dengan karet agar
tidak kontaminan. Setelah itu media siap disterilisasi
di autoclave dengan tekanan 15 ppm selama 20menit
dengan suhu 121oC an setelah itu pindah ke ruang
kultur untuk digunakan sebagai media tanam.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
N
o
1

Dokumentas
i

Tgl
pengamat
an

Keadaa
n media

Keteranga
n

18
Nopember
2013

Agak
Cair

Media
bersih

20
Nopember
2013

Mulai
Padat

Media
bersih

22
Nopember
2013

Sudah
jadi
agar

Tetap
bersih
tanpa
kontamina
n

BAB V
KESIMPULAN
Pada pembuatan media tanam parameter
pengamatannya berdasarkan dari 3 aspek dimana
untuk kepadatan yaitu medianya termasuk padat.
Sesuai dengan literatur yaitu media yang dipadatkan
dengan agar secara umum warnanya lebih
transparan tergantung dari tingkat kemurniannya.
Keuntungannya media yang transparan diperlukan
untuk pengamatan akar. Selai itu agar dapat
dicairkan kembali sewaktu-waktu menggunakan
pemanas setelah disimpan dalam keadaan padat
(Priadi, 2007)

Selain itu warna media dari kultur tersebut seperti


putih bening (transparan) dan tidak ada kontaminasi
jamur dalam media tersebut. Hal ini dikarenakan
oleh faktor pendukung dari alat yang digunakan.
Dalam hal ini alat yang mendukung keberhasilan
pembuatan media adalah autoclave. Selain itu juga
alat dan bahan yang digunakan selalu disterilkan
dengan dibilas menggunakan aquades.

DAFTAR PUSTAKA
Dalton et al, 1983.Plant Hormones and Plant Growth
Regulators in Plant Tissue Culture. In Vitro Cell
Dev. Biol.
Gunawan,L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan.
Laboratorium Kultur Jaringan PAU Bioteknologi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Machmud, M. 2008. Teknik Penyimpanan dan
Pemeliharaan Mikroba.
Balai
Penelitian
Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor.

Marlin., Suharjo, Usman KJ., dan Romaida, A. 2008.


Penuntun Praktikum Teknik Kultur Jaringan.
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Priadi, Dodi., Hani F., Enny S. 2007. Pertumbuhan In
vitro Tunas Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz)
Pada Berbagai Bahan Pemadat Alternatif
Pengganti Agar. Bogor : Pusat Penelitian
Bioteknologi , LIPI
Sriyanti, Daisy P. dan Ari Wijayani. 2002. Teknik Kultur
Jaringan : Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan
Tanaman Secara Vegetatif- Modern. Yogyakarta:
Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai