Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia masih disebut negara pertanian ataupun negara agraris dimana
sektor pertanian merupakan sektor yang sangat banyak membantu dalam
memberikan mata pencaharian masyarakat di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari
banyaknya penduduk Indonesia yang bekerjan pada sektor pertanian, yaitu
sebesar 70% (Bahraen, 2012).
Sektor pertanian sebagai sumber kehidupan bagi sebagian besar
penduduk terutama bagi mereka yang memiliki mata pencaharian utama sebagai
petani. Selain itu sektor pertanian, salah satu hal penting yang harus diperhatikan
sebagai penyedia pangan bagi masyarakat. Peningkatan produksi yang harus
seimbang dengan laju pertumbuhan penduduk dapat dicapai melalui peningkatan
pengelolaan usahatani secara intensif. Oleh karena itu, pengetahuan tentang cara
pengusahaan suatu usahatani mutlak dibutuhkan agar dapat meningkatkan
produktifitas serta dapat meningkatkan pendapatan sehingga kesejahteraan petani
dapat meningkat.
Besarnya pendapatan usahatani diperhitungkan dari pengurangan
besarnya penerimaan dengan besarnya biaya usahatani tersebut. Penerimaan
suatu usahatani akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti luasnya usahatani,
jenis dan harga komoditi usahatani yang diusahakan, sedang besarnya biaya
suatu usahatani akan dipengaruhi oleh topografi, struktur tanah, jenis dan varietas
komoditi yang diusahakan, teknis budidaya serta tingkat teknologi yang
digunakan.Untuk mengetahui dan menganalisis keuntungan dan kelayakan suatu
usaha tani, maka kami melakukan wawancara kepada salah satu petani di desa.

1.2 Tujuan
1. Memahami pengertian dari sejarah usahatani.Mampu membuat Transek Desa.
2. Mengetahui profil usahatani, karakteristik maupun komoditas terkait.
3. Mampu menganalisis biaya penerimaan dan keuntungan serta menentukan
kelayakan usaha tani.
1.3 Manfaat
1. Mengetahui kondisi sebenarnya dari usaha tani yang terdapat di daerah desa
Pandanajeng
2. Mengetahui sosial ekonomi desa tersebut serta bisa menganalisa berdasar
literatur yang ada.
3. Mendapatkan pelajaran secara langsung dari petani mengenai praktek
usaha tani

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Usahatani
2.2.1 Sejarah Perkembangan Usahatani di Indonesia
Pertanian di Indonesia diawali dengan sistem ladang berpindah-pindah, dimana
masyarakat menanam apa saja, hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Kemudian sistem bersawah di temukan, orang mulai bermukim ditempat yang tetap,
tanaman padi yang berasal dari daerah padang rumput dan kemudian juga
diusahakan di daerah-daerah hutan dengan cara berladang yang berpindah di atas
tanah kering. Dengan timbulnya persawahan, orang mulai tinggal tetap disuatu lokasi
yang dikenal dengan nama kampong walaupun usaha tani persawahan sudah
dimulai, namun usaha tani secara berladang yang berpindah -pindah belum
ditinggalkan. Di Jawa, sejak VOC menguasai di Batavia kebijakan
pertanian bukan untuk tujuan memajukan pertanian di Indonesia, melainkan
hanya untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya bagi VOC.
Tahun 1830, Van Den Bosch sebagai gubernur Jendral Hindia Belanda
mendapatkan tugas rahasia untuk meningkatkan ekspor dan muncullah yang disebut
tanam paksa. Sebenarnya Undang-undang Pokok Agraria mengenai pembagian
tanah telah muncul sejak 1870, namun kenyataanya tanam paksa baru berakhir tahun
1921.
Setelah Indonesia merdeka, maka kebijakan pemerintah terhadap
pertanian tidak banyak mengalami perubahan. Pemerintah tetap mencurahkan
perhatian khusus pada produksi padi dengan berbagai peraturan seperti wajib jual
padi kepada pemerintah. Namun masih banyak tanah yang dikuasai oleh penguasa
dan pemilik modal besar, sehingga petani penggarap atau petani bagi hasil tidak
dengan mudah menentukan tanaman yang akan ditanam dan budidaya terhadap
tanamannya pun tak berkembang.

Pada pertengahan Tahun 1960, Indonesia berhasil menerapkan paket


teknologi kelembagaan hingga mampu menjadi negara yang dikenal
mampu menjadi negara berswasembada.
Pada permulaan tahun 1970-an pemerintah Indonesia meluncurkan suatu
program pembangunan pertanian yang dikenal secara luas dengan program Revolusi
Hijau yang dimasyarakat petani dikenal dengan program BIMAS. Tujuan utama dari
program tersebut adalah meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Pada periode
ini bersamaan dengan dicanangankannya revolusi hijau berbagai hasil
penelitian pola tanam diimplementasikan daripada lahan pertanian dengan
mengikut sertakan petani sebagai pelaksana. Sejak itu penelitian pola
tanam tersebut dilaksanakan bekerjasamsa dengan IRRI dan beberapa
Negara di Asia dalam suatu jaringan kerjasama, the Asian Cropping System
Research Network. Pengembangan penelitian didasarkan atas ketersediaan
potensial untuk meningkatkan pola tanam berbasis komoditas utama (padi,
jangung, dll) secara intensif sebagai upaya memperbaiki kesejahteraan tani.
Hasil penelitian yang dilaksanakan pada kkebun percobaan lahan kering
mendapatkan bahwa hingga lima tanaman dapat ditanam dalam setahun
melalui pola tanam berurutan dengan menggunakan varietas padi unggul
berumur pendek dan berbagai komponen teknologi yang dianjurkan.
Dengan demikian focus utama penelitian pada periode ini adalah
mengoptimalkan intensitas pertanaman (pola tanam) berbasis padi pada
berbagai agroklimat.
Pada pertengahan Tahun 1980 Indonesia berhasil swasembada beras
dapat ditunjukkan oleh angka-angka statistik yang cukup meyakinkan,
namun disisi lain, kondisi swasembada yang terjadi hanya dalam waktu
singkat dan biaya sangat besar mendapatkan beberapa permasalahan di
kemudian hari. Secara bertahap, penelitian yang dilaksanakannya melalui
pendekatan pola bertanam berbasis padi berubah menjadi pendekatan
system usaha pertanian dengan memasukkan komponen dan unit penelitian
lain. Tanaman tahunan, ternak dan ikan termasuk sebagai sub system dari

system usaha tani. Metode penelitian system usaha tani secara terus
menerus disempurnakan kearah yang lebih terintegratif dengan melibatkan
perguruan tinggi dan lembaga penelitian lainnya baik lingkup maupun
diluar badan pertania. Pencapaian secara nyata dari pendekatan system
usaha pertanian selama periode 1980-an anata lain:
Introduksi titik dalam system usaha pertanian padi-ikan di wilayah
pantrura, Jawa Barat yang dapat meningkatkan dua kali lipat pendapatan
petani selama 4 bulan pengelolaan lahan
Introduksi tanaman kater dan ternak (ayam, sapi, dan kamping) dalam
system usaha tani yang ada dapat meningkatkan pendapatan petani
hingga tiga kali
Penerapan varietas baru dengan potensi hasil tinggi untuk kedelai,
kacang tanah, jagung, sayuran di wilayah transmigrasi dapat
meningkatkan dual kali lipat pendapatan petani
Penerapan system usaha pertanian konservasi (sisten tanam lorong)
dapat meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus mengurangi erosi
tanahpada lahan kering marginal dengan topologi berlereng.
Pada tahun 1990-an, metode penelitian system usaha pertanian terus
disempurnakan mencakup:
1. Keterlibatan petani dan penyuluh dalam penelitian
2. Percepatan transfer inovasi teknolottgi kepada pengguna melalui
temu lapang dan berbagai media diseminasi serta promosi yang
ditetapkan
3. Studi secara intensif berkaitan dengan adopsi dan dampak dari
penerapan inovasi teknologi
4. Penelitian pengembangan inovasi

tekn

ologi

matang

yang

dilaksanakan pada skala luas.


Pada tahun 1995 telah telah diintroduksikan system usaha tani padi
(SUTRA) berorientasi agribisnis di 14 provinsi yang mencakup 44.000 ha
lahan sawah berpengairan. Setiap unit mengkaji dilaksanakan pada areal
seluas 50 ha dengan dampak yang ditargetkan 450 ha. Paket teknologi
yang diintroduksikan melalui SUTRA adalah:
5

1. Varietas unggul baru padi, jagung, kedelai, cabai, dan kacang panjang
2. Tanam benih langsung dengan menggunakan alat tanam benih
langsung
3. Teknologi penen dan paska panen
4. Pengendalian hama terpadu (HPT)
Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP) merupakan unit kerja
terdepan yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan dari program ini
dan dalam pelaksanaan bekerjasama dengan Dinas Pertanian di tingkat
provinsi dan kabupaten. Pada tahun-tahun berikutnya pendekatan atau
program ini dilaksanakan untuk ternak sapi (system usaha tani berbasis
sapi)dan tanaman perkebunan.
Pada tahun 1998 usaha tani di Indonesia mengalami keterpurukan karena adanya
krisis multi-dimensi. Pada waktu itu telah terjadi perubahan yang mendadak bahkan
kacau balau dalam pertanian kita. Kredit pertanian dicabut, suku bunga kredit
membumbung tinggi sehingga tidak ada kredit yang tersedia ke pertanian.
Keterpurukan pertanian Indonesia akibat krisis moneter membuat
pemerintah dalam hal ini departemen pertanian sebagai stake holder pembangunan
pertanian mengambil suatu keputusan untuk melindungi sektor agribisnis yaitu
pembangunan

sistem

dan

usaha

agribisnis

yang

berdaya

saing,

berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi.


Karena desakan IMF waktu itu, subsidi pertanian (pupuk, benih,
dll) juga dicabut dan tarif impor komoditi khususnya pangan dipatok
maksimum 5%. Infrastruktur pertanian pedesaan khususnya irigasi banyak
yang rusak karena biaya pemeliharaan tidak ada. Penyuluh pertanian juga
kacau balau karena terlalu mendadak didaerahkan. Tidak hanya itu, akibat
kerusuhan, jaringan distribusi bahan pangan dan sarana produksi pertanian
lumpuh, antrian beras dan minyak goreng terjadi dimana-mana. Itulah
kondisi pertanian dan pangan yang kita hadapi saat itu. Akibat perubahan
mendadak tersebut pelaku agribisnis khususnya para petani mengalami
kegamangan dan kekacauan. Kredit untuk petani tidak ada, harga pupuk
melambung baik karena depresiasi rupiah maupun karena pencabutan

subsidi. Itulah sebabnya mengapa pada saat krisis pada tahun 1998-1999
booming agribisnis tidak berlangsung lama meskipun depresiasi rupiah
cukup memberi insentif untuk eksport. Perubahan mendadak waktu itu,
tidak memberi waktu bagi para petani untuk menyesuaikan diri. Sehingga
PDB pertanian mengalami pertumbuhan rendah sebesar 0,88 persen
(terendah sepanjang sejarah)
Pada tahun 2000-an, berdasarkan pengalaman dari beberapa tahun
sebelumnya pendekatan penelitian system usaha tani terus disempurnakan
secara bertahap, berubah menjadi pendekatan system dan usaha agribisnis.
Dalam pendekatan ini, focus penelitian tidak saja terbatas pada usaha
budidaya pertanian dalam perspektif system usaha tani, tapi mencakup
pengembangan industry hulu pertanian, industry hilir pertanian, serta
berbagai jasa pendukung. Disadari bahwa meskipun Indonesia berhasil
menjadi salah satu produsen terbesar untuk beberapa komoditas primer
dunia tetapi Indonesia belum memiliki kemampuan bersaing di pasar
internasional.. (Saragih, dalam Heru, 2010).
2.2 Transek Desa
2.2.1 Pengertian Transek Desa
1. Secara harfiah (terjemahan lurus), pengertian dari Transek itu sendiri
adalah gambar irisan muka bumi. Pada awalnya, transek dipergunakan
oleh para ahli lingkungan untuk mengenali dan mengamati WilayahWilayah Ekologi (pembagian wilayah lingkungan alam berdasarkan
sifat khusus keadaannya).
2. Sebagai teknik PRA, Teknik Penelusuran Lokasi (Transek) adalah
teknik PRA untuk melakukan pengamatan langsung lingkungan dan
sumber daya masyarakat, dengan cara berjalan menelusuri wilayah desa
mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Hasil pengamatan dan
lintasan tersebut, kemudian dituangkan ke dalam bagan atau gambar
irisan muka bumi untuk didiskusikan lebih lanjut. (BLP, 2001)
2.2.2

Jenis-Jenis Transek Desa

Jenis-jenis transek berdasarkan jenis informasi (kajian) terdiri dari 3


jenis, yaitu :
1. Transek Sumber Daya Desa ( Umum )
Penelusuran desa adalah pengamatan sambil berjalan melalui
daerah pemukiman desa yang bersangkutan guna mengamati dan
mendiskusikan berbagai keadaan. Keadaan-keadaan yang diamati yaitu
pengaturan letak perumahan dan kondisinya, pengaturan halaman
rumah, pengaturan air bersih untuk keluarga, keadaan sarana MCK
(mandi-cuci-kakus), sarana umum desa (a.l. sekolah, took, tembok dan
gapura desa, tiang listrik, puskesmas, dsb), juga lokasi kebun dan
sumber daya pertanian secara garis besar. Kajian transek ini terarah
terutama pada aspek-aspek umum pemukiman desa tersebut, terutama
sarana-sarana yang dimiliki desa, sedangkan keadaan sumber daya alam
dan bukan alam dibahas secara garis besarnya saja. Kajian ini akan
sangat membantu dalam mengenal desa secara umum dan beberapa
sapek lainnya dari wilayah pemukiman yang kurang diperharikan.
2. Transek Sumber Daya Alam
Transek ini dilakukan untuk mengenal dan mengamati secara lebih
tajam mengenai potensi sumberdaya alam serta permasalahanpermasalahannya, terutama sumber daya pertanian. Seringkali, lokasi
kebun dan lahan pertanian lainnya milik masyarakat berada di batas dan
luar desa, sehingga transek sumber daya alam ini bisa sampai keluar
desa.

Informasi-informasi yang bisanya muncul antara lain adalah :

Bentuk dan keadaan permukaan alam (topografi) : termasuk ke


dalamnya adalah kemiringan lahan, jenis tanah dan kesuburannya,
daerah tangkapan air dan sumber-sumber air (sungai, mata air,
sumur).
8

Pemanfaatan sumber daya tanah (tataguna lahan) : yaitu untuk


wilayah permukiman, kebun, sawah, lading, hutan, bangunan,
jalan, padang gembala, dan sebagainya.

Pola usaha tani: mencakup jenis-jenis tanaman penting (antara


lain jenis-jenis local) dan kegunaanya (misalnya tanaman pangan,
tanaman obat, pakan ternak, dsb), produktivitas lahan dan hasilnya
dan sebagainya.

Teknologi setempat dan cara pengelolaan sumber daya alam :


termasuk teknologi tradisional, misalnya penahan erosi dari batu,
kayu, atau pagar hidup; pohon penahan api; pemeliharaan tanaman
keras; system beternak; penanaman berbagai jenis rumput untuk
pakan ternak, penahan air, penutup tanah; system pengelolaan air,
(konservasi air, kontrol erosi, dan pengairan) dan beberapa hal
lainnya.

Pemilikan sumber daya alam : biasanya terdiri dari milik


perorangan, milik adat, milik umum/desa, milik pemerintah
(missal hutan).
Kajian lebih lanjut yang dilakukan antara lain adalah :

Kajian mata pencaharian yang memanfaatkan sumber daya


tersebut baik oleh pemilik maupun bukan (missal, penduduk yang
tidak memiliki kebun mungkin menjadi pengumpul kayu bakar
dari hutan, menjadi buruh, dsb).

Kajian mengenai hal-hal lain yang mempengaruhi pengelolaan


sumber daya, seperti perilaku berladang dan tata cara adat dalam
pengelolaan tanah, pengelolaan air, peraturan memelihara ternak,
upacara panen, dan sebagainya.

3. Transek Topik Topik Lain


Transek juga bisa dilakukan untuk mengamati dan membahas topiktopik khusus. Misalnya: transek yang dilakukan khusus untuk

mengamati sarana kesehatan dan kondisi kesehatan lingkungan desa,


transek wilayah persebaran hama, atau transek khusus untuk mengamati
sumber air dan system pengelolaan aliran air serta irigasi, pendidikan
dasar, dan sebagainya.
Sedangkan, berdasarkan lintasannya, Terdapat 3 metode transek,
yaitu :
a) Metode Line Intercept (line transect)
Metode line intercept biasa digunakan oleh ahli ekologi untuk
mempelajari komunitas padang rumput. Dalam cara ini terlebih dahulu
ditentukan dua titik sebagai pusat garis transek. Panjang garis transek
dapat 10 m, 25 m, 50 m, 100 m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Pada
garis transek itu kemudian dibuat segmen-segmen yang panjangnya bisa
1 m, 5 m, 10 m. pengamatan terhadap tumbuhan dilakukan pada
segmen-segmen tersebut. Selanjutnya mencatat, menghitung dan
mengukur panjang penutupan semua spesies tumbuhan pada segmensegmen

tersebut.Cara

mengukur

panjang

penutupan

adalah

memproyeksikan tegak lurus bagian basal atau aerial coverage yang


terpotong garis transek ketanah.
b) Metode Belt Transect
Metode ini biasa digunakan untuk mempelajari suatu kelompok
hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya.Cara ini juga
paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut
keadaan tanah, topograpi, dan elevasi.Transek dibuat memotong garisgaris topograpi, dari tepi laut kepedalaman, memotong sungai atau
menaiki dan menuruni lereng pegunungan. Lebar transek yang umum
digunakan adalah 10-20 meter, dengan jarak antar antar transek 2001000 meter tergantung pada intensitas yang dikehendaki. Untuk

10

kelompok hutan yang luasnya 10.000 ha, intensitas yang dikendaki 2 %,


dan hutan yang luasnya 1.000 ha intensitasnya 10 %.
c) Metode Strip Sensus
Metode ini sebenarnya sama dengan metode line transect, hanya
saja penerapannya untuk mempelajari ekologi vertebrata teresterial
(daratan). Metode strip sensus meliputi, berjalan disepanjang garis
transek, dan mencatat spesies-spesies yang diamati disepanjang garis
transek tersebut. Data yang dicatat berupa indeks populasi (indeks
kepadatan).
Manfaat

dari

mengetahui

transek

desa

adalah

dengan

pengamatan secara langsung dilapangan dapat diperoleh data primer


dari lapangan.Untuk menggali informasi yang lebih rinci dan
menajamkan informasi yang didapat sebelumnya tentang potensi
desa.Juga digunakan untuk tujuan-tujuan khusus dengan topik-topik
tertentu misalnya untuk mengamati kondisi wilayah seperti topografi,
vegetasi, pemilikan lahan, tata guna lahan, permasalahan dll. Langkahlangkah dalam penelusuran transek desa adalah :
Persiapan
Persiapan pelaksanaan kegiatan transek yang sebaiknya secara
khusus diperhatikan adalah mempersiapkan tim dan masyarakat yang
akan ikut, termasuk menetukan kapan dan dimana akan berkumpul. Juga
dipersiapkan alat-alat tulis, kertas lebar (palano), karton warna-warni,
kertas berwarna, lem, spidol warna-warni. Juga akan menyenangkan
apabila membawa perbekalan (makanan ). Peserta terdiri dari tim PRA
dan masyarakat, biasanya terdapat anggota masyarakat yang menjadi
penunjuk jalan. Tim PRA sebaiknya memiliki anggota atau narasumber

11

yang memahami hal-hal yang sudah diperkirakan akan dikaji dalam


kegiatan transek ini, terutama masalah-masalah teknis pertanian.
Pelaksanaan

Sebelum berangkat, bahas kembali maksud dan tjuan kegiatan

penelusuran lokasi serta proses kegiatan yang akan dilakukan.


Sepakati bersama peserta, lokasi-lokasi penting yang akan dikunjungi

serta topik-topik kajian yang akan dilakukan.


Sepakati bersama peserta, lokasi-lokasi penting yang akan dikunjungi
serta topik-topik kajian yang akan dilakukan. Setelah itu, sepakati

lintasan penelusuran.
Sepakati titik awal perjalanan (lokasi pertama ), biasanya diambil dari

titik terdekat dengan kita berada pada saat itu.


Lakukan perjalanan dan amati keadaan disepanjang perjalanan. Biarkan
petani (masyarakat) menunjukkan hal-hal yang dianggap penting untuk
diperlihatkan dan dibahas keadaannya. Didiskusikan keadaan sumber

daya tersebut dan amati dengan seksama.


Buatlah catatan-catatan hasil diskusi di setiap ( tugas anggota tim pra
yang menjadi pencatat).
Setelah Perjalanan
Bisa selama berhenti dilokasi tertentu, gambar bagan transek dibuat
utnuk setiap bagian lintasan yang sudah ditelusuri. Tetapi, yang sering
terjadi

adalah

pembuatan

bagan

setelah

seluruh

lintasan

ditelusuri.langkah-langkah kegiatannya adalah sebagai berikut :

Jelaskan cara dan proses membuat bagan.


Sepakati lambing atau symbol-simbol yang dipergunakan

untuk

menggambar bagan transek. Catat simbol-simbol tersebut beserta


artinya disudut kertas. Pergunakan spidol berwarna agar jelas dan

menarik.
Mintalah masyarakat untuk menggambarkan bagan transek berdasarkan
hasil lintasan yang telah dilakukan. Buatlah dengan bahan atau cara
yang mudah diperbaiki atau dihapus karena akan banyak koleksi terjadi.

12

Selama penggambaran, tim PRA mendampingi karena pembuatan irisan

ini cukup sulit terutama mengenai :


Pikiran ketinggian (naik-turun permukaan bumi)
Perkiraan jarak antara satu lokasi drngan lokasi lain.
Pergunakan hasil gambar transek tersebut untuk mendiskusikan kebih
lanjut permasalahan, potensi, serta harapan-harapan masyarakat

mengenai semua informasi bahasan.


Buatlah catatan-catatan hasil diskusi tersebut ( tugas anggota Tim PRA

yang menjadi pencatat ).


Cantumkan nama-nama atau jumlah peserta, pemandu, tanggal dan
tempat pelaksanaan diskusi.

2.2.3

Tujuan Transek
Penelusuran lokasi (Transek) dilakukan untuk memfasilitasi
masyarakat agar mendiskusikan keadaan sumber-sumber daya dengan
cara mengamati langsung hal yang didiskusikan di lokasinya. Hal-hal
yang biasanya didiskusikan adalah :

a) Masalah-masalah pemeliharaan sumber daya pertanian : seperti erosi,


kurangnya kesuburan tanah, hama dan penyakita tanaman, pembagian
air, penggundulan hutan dan sebagainya.
b) Potensi-potensi yang tersedia.
c) Pandangan dan harapan-harapan para petani mengenai keadaan-keadaan
tersebut.
d) Hal lain disesuaikan dengan jenis transek dan topik bahasan yang dipilih
untuk diamati. (BLP, 2001)
2.2.4

Manfaat Transek

1. Bagi Orang Dalam (Masyarakat)


Penelurusan lokasi ini akan menimbulkan perasaan senang karena
mereka

dapat

memperkenalkan

langsung

pekerjaan,

keadaan,

pengetahuan dan keterampilan mereka kepada sesama petani dan orang


luar.
2. Bagi Orang Luar

13

Transek membantu orang luar untuk melihat dengan jelas


mengenai

kondisi

alam

dan

rumitnya

system

pertanian

dan

pemeliharaan sumber daya alam yang dijalankan oleh masyarakat. Kita


dapat belajar tentang cara masyarakat dalam memanfaatkan sumber
daya alam.
Di dalam perencanaan program, transek dipergunakan untuk observasi
lansung bagi kegiatan penjajagan kebutuhan dan potensi. Sedangkan
dalam evaluasi program, teknik ini dapat dimanfaatkan untuk
mengetahui fakta-fakta dan perubahan yang telah terjadi. (BLP, 2001)
2.3 Profil Usahatani
2.3.1 Karakteristik Usahatani dan Petani di Indonesia
Jumlah petani kecil di Indonesia semakian membengkak dari tahun
ke tahun. Khususnya di Jawa yang luasnya hanya 6,9 persen dari luas
Indonesia bermukim kurang lebih 67,7 persen penduduk Indonesia,
sehingga bertambahnya petani kecil semakin nyata. Petani kecil
merupakan golongan terbesar dalam kelompok petani di dunia
(Adiwilaga, 1982).
Di Indonesia usahatani dikategorikan sebagai usahatani kecil karena
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang
meningkat.
2. Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat
hidup yang rendah.
3. Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang
subsistem.
4. Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan, dan
pelayanan lainnya.
Usahatani tersebut masih dilakukan oleh petani kecil, maka telah
disepakati batasan petani kecil (Soekartawi,1986) pada seminar petani
kecil di Jakarta pada tahun 1979, menetapkan bahwa petani kecil adalah
1. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg
beras perkapita per tahun
2. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 ha
lahan sawah di Jawa atau 0,5 ha di luar jawa. Bila petani tersebut
14

juga memiliki kahan tegal maka luasnya 0,5 ha lahan sawah di Jawa
atau 0,5 ha di luar jawa. Bila petani tersebut juga memiliki lahan
tegal maka luasnya 0,5 ha di Jawa dan 1,0 di luar jawa.
3. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas.
4. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamis.
Dua ciri yang menonjol pada petani kecil ialah kecilnya
pemilikan dan penguasaan sumberdaya serta rendahnya pendapatan
yang diterima. Pada umumnya mereka hanya menguasai sebidang lahan
kecil, disertai dengan ketidakpastian dalam pengelolaannya. Lahannya
sering tidak subur dan terpencar-pencar dalam beberapa petak. Mereka
mempunyai tingkat pendidikan, pegetahuan, dan kesehatan yang sangat
rendah. Mereka sering terjerat hutang dan tidak terjangkau oleh lembaga
kredit dan sarana produksi. Bersama dengan itu, mereka menghadapi
pasar dan harga yang tidak stabil (Kasryno, 1984).
Kekurangan modal pada petani kecil di Indonesia untuk megelola
tanah dan untuk membeli sarana produksi dicoba diatasi oleh
pemerintah dengan memberikan bantuan kredit. Hal ini trjadi khususnya
pada petani penghasil padi yang memperoleh kredit melalui program
intensifikasi. Program intensifikasi telah cukup menunjukkan indikasi
bahwa perubahan teknologi dalam penanaman padi dapat memberikan
hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan apabila penanaman itu
dilakukan dengan cara tradisional (Kasryno, 1984).
Walaupun petani-petani kecil mempunyai ciri yang sama yaitu
memiliki sumberdaya terbatas dan pendapatan yang rendah, namun cara
kerjanya tidak sama. Karena itu petani kecil tidak dapat dipandang
sebagai kelompok yang serba sama, walaupun mereka berada di suatu
wilayah kecil, sehingga tiap-tiap usaha petani tersebut mempunyai
sistem usahatani yang unik. Jelas bahwa hal ini diperlukan penelitianpenelitian mengenai usahatani di bebagai daerah dengan berbagai
karakteristik petani, iklim, sosial, budaya yang berbeda, sehingga
diperoleh perumusan masalah yang dapat digunakan untuk merumuskan
suatu kebijakan (Hananto, 1980).
15

Selain masing-masing petani memiliki sistem usahatani yang unik,


juga agroekosistemnya, suatu kombinasi sumber daya fisik dan biologis
seperti bentuk-bentuk lahan, tanah, air, tumbuhan dan hewan. Dengan
mengalokasikan sumber daya tersebut, petani melakukan proses
produksi agar dapat terus menghasilkan produk baik berupa fisik
maupun uang (Hananto, 1980).
2.3.2 Tinjauan tentang Komoditas Pertanian Bawang Daun (Allium porum)
2.3.2.1 Klasifikasi BawangDaun (Allium porum)
Klasifikasi bawang daun (Allium porrum) secara ilmiah menurut
Cronquist (1981) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Classis
: Liliopsida
Ordo
: Liliales
Familia : Liliaceae
Genus
: Allium
Species : Allium porrum (Cronquist, 1981)

Gambar 1. Tanaman Bawang Prei


2.3.2.2 Morfologi Bawang Daun (Allium porum)
Bawang daun (Allium porrum) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Daunnya menyerupai daun bawang merah, tetapi memiliki ukuran
yang lebih besar, warna daun hijau.
2. Perbanyakan daun prei dilakukan dengan anakan atau belahan
rumpun, sedangkan anakan yang ditinggalkan dapat dipanen
berikutnya.
3. Kualitas bawang prei yang baik ditunjukkan oleh tunas dan warna
batang (putih).
4. Pertumbuhan tanaman prei lambat, dipanen pada umur 6 bulan.

16

5. Sistem perakarannya termasuk akar serabut yang terpencar ke


semua arah pada kedalaman antara 15-30 cm.
6. Batang semu berbentuk dan tersusun dari pelepah-pelepah daun
yang saling menutupi. Bagian batang semu yang tertimbun tanah
umumnya berwarna putih bersih, sedangkan batang semu di
permukaan tanah berwarna hijau keputih- putihan.
(AAK, 2012)
2.3.2.3 Syarat Tumbuh Bawang Daun (Allium porum)
Bawang prei bisa tumbuh di dataran rendah maupun tinggi. Dataran
rendah yang terlalu dekat pantai bukanlah lokasi yang tepat karena
pertumbuhan bawang prei menginginkan ketinggian sekitar 250-1.500
m dpl. Di daerah dataran rendah produksi anakan bawang prei juga tak
seberapa banyak. Curah hujan yang tepat sekitar 1.500-2.000
mm/tahun. Daerah tersebut sebaiknya juga memiliki suhu udara harian
18-25C. Tanah dengan pH netral (6,5-7,5) cocok untuk budidaya
bawang prei. Bila tanah bersifat asam lakukan pengapuran pada saat
pengolahan tanah. Jenis tanah yang cocok ialah andosol (bekas lahan
gunung berapi) dan tanah lempung yang mengandung pasir
2.3.2.4 Teknik Budidaya Bawang Daun (Allium porum)
1. Pembibitan
Pembibitan bawang prei bisa diperbanyak lewat biji (dengan
proses persemaian) maupun tunas anakan. Umumnya petani
Indonesia menggunakan stek tunas
a. Pembibitan dengan persemaian
Benih disemaikan dalam bedengan dengan lebar 100120 cm dan panjang lahan. Tanah diolah sedalam 30cm campur
pupuk kandang yang telah diayak sebanyak 2kg/m. Bedengan
diberi atap plastic bening stinggi 100-150cm disisi timur dan
60-80cm disisi barat.

Benih ditaburkan di dalam larikan

melintang sedalam kurang lebih 0,5-1cm dengan jarak antar


larikan 10cm. Tutup dengan daun pisang/karung goni basah
atau dengan lapisan tanah tipis-tipis. Penyiraman dilakukan
setiap hari.Kemudian, Tanaman dipupuk dengan pupuk daun

17

sebanyak 1/3-1/2 anjuran dengan semprot dalam waktu umur


tanaman 1 bulan. Bibit berumur 2 bulan dengan ketinggian 1015cm siap dipindah tanamkan.mKebutuhan benih asal biji
sebanyak 1,5-2 kg/ha.Kelemahan dari pembibitan biji dengan
persemaian ini adalah panen bisa lebih lama 1 bulan daripada
dengan bibit asal tunas anakan.
(Susila, 2006)
2. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan dilakukan 15-30 hari sebelum tanam.
Pembedengan untuk tanah sawah/tanah darat (lahan kering):
a. Bersihkan areal dari gulma dan batu/kerikil.
b. Olah tanah sedalam 30-40cm hingga gembur.
c. Buat parit untuk pemasukan dan pengeluaran air.
d. Buat bedengan selebar 80-100cm, tinggi 30cm dengan lebar
antar bedengan 25-30cm.
e. Gunakan jarak tanam 20 x 25cm atau 20 x 30cm.
f. Campur merata dengan tanah, 10-15 ton/ha pupuk kandang dan
ratakan permukaan bedengan.
3. Penanaman
a. Biasanya ditanam dengan pola tanam tumpang sari.
b. Bibit ditanam di antara tanaman utama yang berumur lebih
panjang dari bawang prei.
c. Sebelum kanopi tanaman utama saling menutup, bawang prei
harus dipanen.
d. Sistem tumpang sari sekarang banyak ditanam adalah dengan
tanman cabe, wortel dan sayuran daun lain.
e. Waktu tanam terbaik awal musim hujan (Oktober) atau awal
kemarau (Maret).
f. Lubang tanam dibuat pada jarak 20 x 20cm sedalam 10cm.
g. Sebelum penanaman, bibit dari persemaian dicabut dengan
hati-hati, sebagian akar dan daun dipotong.
h. Sebagian akar dari bibit dari rumpun induk juga dibuang.
i. Rendam dalam larutan fungisida konsentrasi rendah (30-50
persen dari dosis anjuran) selama 10-15 menit.

18

j. Tanam bibit dalam lubang dan padatkan tanah di sekitar


pangkal bibit pelan-pelan.
(Susila, 2006)
4. Pemeliharaan
a. Penyulaman paling lama 15 hari setelah tanam. Gulma
disiangi dua kali, yaitu umur 3-4 minggu dan 6 minggu dengan
cangkul/kored.

Sambil

melakukan

penyaingan

lakukan

pendangiran.
b. Tanah digemburkan karena mungkin terjadi pemadatan akibat
penyiraman air dan proses pengeringan oleh sinar matahari.
Bila terlihat tanah kekurangan air maka perlu dilakukan
penyiraman. Lakukan penyiraman hingga tanah di sekitar
pertanaman cukup basah dan merata.
c. Pembubunan bagian dasar tunas selama 4 minggu sebeluum
panen. Naikkan tanah di sekitar batang agar pangkalnya
tertutup. Penimbunan memberikan wama putih pada batang
bagian bawah sehingga memberikan penampilan yang menarik
dan kualitas yang prima.
d. Potong tangkai bunga dan daun tua untuk merangsang
pertumbuhan anakan.
e. Penyemprotan pestisida gunakan jika perlu/jika sudah ada
tanda-tanda awal munculnya hama dan penyakit.
(Susila, 2006)
5. Panen
1. Umur panen 2,5 bulan setelah tanam.
2. Jumlah anakan maksimal (7-10 anakan), beberapa daun
menguning.
3. Seluruh rumpun dibongkar dengan cangkul pada sore/pagi hari
4. Bersihkan akar dari tanah yang berlebihan.

6. Pasca Panen

19

a. Bawang prei dikumpulkan ditempat yang teduh, dicuci bersih


dengan air menggalir/disemprot, lalu ditiriskan atau dikeringanginkan.
b. Diikat dengan tali raffia di bagian batang dan daunnya.
c. Berat tiap ikatan 25-50 kg.
d. Daun bawang disortir berdasarkan diameter batang (kecil : 1,01,4cm dan besar : 1,5-2cm).
e. Ujung daun dipotong sekitar 10cm.
f. Simpan pada temperature 0,8-1,40C sehari semalam untuk
menekan penguapan dan kehilangan bobot.
g. Pengemasan di dalam peti kayu 20 x 28 cm tinggi 34cm yang
diberi ventilasi dan alasnya dilapisi busa atau di dalam
keranjang plastic kapasitas 20 kg.
(Susila, 2006)
2.3.3 Tinjauan tentang Komoditas Pertanian Seledri (Apium greveolens L)
2.3.3.1 Klasifikasi Seledri (Apium greveolens L)
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Keluarga
: Umbelliferae (Apiaceae)
Genus
: Apium
Spesies
: Apium greveolens L.

Gambar 2. Tanaman Seledri


2.3.3.2 Morfologi Seledri (Apium greveolens L)
Berdasarkan bentuk pohonnya, seledri diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok yaitu: a. Seledri daun (A. graveolens L. var. secalinum
Alef.) yang batang dan daunnya relatif kecil, dipanen dengan cara
dicabut bersama akarnya atau dipotong tangkainya; b. Seledri potong
(A. graveolens L. var sylvestre Alef.) yang batang dan daunnya relatif
20

besar, dipanen dengan cara memotong batangnya c. Seledri berumbi


(A. graveolens L. var rapaceum Alef.), yang batang dan daunnya
relatif besar, dipenen hanya daunnya. Di Indonesia umumnya petani
menanam seledri daun dan potongan. Varitas seledri potongan yang
banyak ditanam adalah Tall-Utah 52-70 dan Green Giant
2.3.3.3 Syarat Tumbuh Seledri (Apium greveolens L)
1. Iklim
Seledri adalah tanaman setahun atau dua tahun yang berasal
dari daerah subtropis. Untuk berkecambah, seledri memerlukan
temperatur antara 9-20 derajat C, sedangkan untuk pertumbuhan
selanjutnya diperlukan suhu udara 15-24 derajat C. b. Kelembaban
optimum berkisar antara 80-90%. c. Lahan dengan penyinaran
cahaya matahari yang cukup. d. Curah hujan optimum berkisar 60100 mm/bulan karena seledri kurang tahan air hujan.
2. Media Tanam
a. Tanah yang ideal adalah tanah yang subur, gembur,
b.

mengandung bahan organik, tata udara dan air baik


Andosol adalah jenis tanah yang sangat direkomendasikan

c.

untuk menanam seledri.


Kemasaman tanah dengan

pH

antara

5,5-6,5,

tidak

kekurangan natrium, kalsium dan boron. Kekurangan natrium


menyebabkan

tanaman

kerdil,

kekurangan

kalsium

menyebabkan kuncup dan pucuk mengering dan kekurangan


boron menyebabkan batang dan tangkai daun belah-belah dan
retak.
3. Ketinggian Tempat Tanaman ini sangat baik jika dibudidayakan di
dataran tinggi berudara sejuk dengan ketinggian 1.000-1.200 m
dpl.
2.3.3.4 Teknik Budidaya Seledri (Apium greveolens L)
Pembibitan Pada prinsipnya, seledri dapat diperbanyak secara
generatif dengan bijinya atau vegetatif dengan anakannya. Untuk
tujuan komersil, tanaman seledri dapat diperbanyak dengan biji.
21

1. Persyaratan Benih
Benih berasal dari varitas unggu dengan daya kecambah >
90%. 3.1.2. Penyiapan Benih Sebelum disemai, benih direndam di
air hangat 55-60 derajat C selama 15 menit. 3.1.3. Teknik
Penyemaian Benih Benih disemai di bedengan persemaian dengan
lebar 100-120 cm, tinggi 30-40 cm dan panjang sesuai lahan yang
ada. Bedengan dipersiapkan dengan cara: a) Mengolah tanah
sedalam 30-40 cm b) Mencampurkan 2 kg/m2 pupuk kandang
matang dan 2 kg/ha pasir (jika tanah berliat) dengan tanah yang
telah diolah tadi. c) Menaungi bedengan dengan plastik bening
atau anyaman daun kelapa. Tinggi bedengan di sisi timur 120-150
cm dan sisi barat 80-100 cm. Cara menyemai benih: benih disemai
di dalam alur/larikan sedalam 0,5 cm dengan jarak antar alur 1020 cm. Tutup benih dengan tanah tipis dan siram permukaan
bedengan sampai lembab.
2. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian.
Pada hari ke 15-25 setelah semai, bibit disemprot dengan
pupuk daun, tanah bedengan di antara alur/larikan dengan larutan
10 gram NPK/10 liter air dan semprot bibit yang diserang hama
dengan pestisida pada konsentrasi rendah (30-50% dosis anjuran).
3.1.5. Pemindahan Bibit Bibit dipindahkan setelah berumur 1
bulan atau memiliki 3-4 daun.
3. Pengolahan Media Tanam
3.1 Pengolahan lahan
a. Tanah dicangkul/diolah sedalam 30-40 cm biarkan selama 15
hari.
b. Jika pH tanah kurang dari 6.5 campurkan kapur kalsit atau
dolomit dengan tanah olahan. Dosis kapur 1-2 ton/ha
tergantung dari pH tanah dan jumlah Alumunium di dalam
tanah.
3.2 Pembuatan Bedengan
a). Membuat bedengan dengan lebar 80-90 cm biarkan selama
15 hari.
22

b). Jika pH tanah kurang dari 6.5 campurkan kapur kalsit atau
dolomit dengan tanah olahan. Dosis kapur 1-2 ton/ha
tergantung dari pH tanah dan jumlah Aluminium di dalam
tanah.
3.3 Pembentukan Bedengan
a).Buat bedengan dengan lebar 80-100 cm, tinggi 30 cm,
panjang sesuai dengan panjang lahan, jarak antar bedengan
30-40 cm. Buat parit keliling
b) Campurkan 10-20 ton/ha pupuk kandang dengan tanah
bedengan.
c) Ratakan dan rapikan bedengan.
3.4 Teknik Penanaman
a. Penentuan Pola Tanaman Untuk tujuan komersil, seledri
ditanam secara monokultur (tanaman tunggal).
b. Pembuatan lubang tanam Lubang tanam dibuat di dalam
bedengan dengan jarak tanam 25 x 30 cm. 3.3.3. Perlakuan
Bibit

Cabut bibit seledri yang sehat dan berdaun 3-4 helai

bersama akarnya dengan hati-hati.


Tinggalkan bibit yang masih kecil untuk dipelihara

sebagai tanaman sulam.


Potong sebagian akar atau daun.
Rendam akar bibit di dalam larutan pestisida Benlate
atau Derosol pada konsentrasi 50% dari anjuran,
selama 15 menit.

Penanaman
1. Tanamkan hanya satu bibit di lubang tanam, padatkan
tanah disekitar batang.
2. Siram bedengan dengan air bersih sampai lembab c) c)
Pasang mulsa jerami padi kering setebal 3-5 cm menutupi

23

permukaan bedengan. Mulsa jangan menutupi bibit


seledri
Pemeliharaan Tanaman
1. Peyulaman
Penyulaman dilakukan secapatnya dan tidak melebihi 715 hari setelah tanam. Tanaman yang mati dicabut dna
tanaman baru ditanam di lubang yang sama.
2. Penyiangan
Penyiangan

gulma

dilakukan

bersama

dengan

penggemburan dan pemupukan yaitu pada 2 dan 4


minggu setelah tanam.
3. Pemupukan
Pemupukan susulan dilakukan dengan alternative :
1. Melarutkan 2-3 kg pupuk NPK (15-15-15) ke dalam
200 liter air
2. Melarutkan pupuk lengkap dilarutkan dalam 200 liter
air. Siramkan 150-200 cc larutan pupuk ke tanah
sejauh 20 cm dari batang.
3. Pengairan dan Penyiraman

Di

awal

masa

pertumbuhan, pengairan dilakukan 1-2 kali sehari


Pengairan berikutnya dikurangi menjadi 2-3 kali
seminggu tergantung dari cuaca. Tanah tidak boleh
kekeringan

atau

tergenang

(becek).

Pengairan

dilakukan dengan cara disiram atau mengairi parit di


antara bedengan.
4. Pemanenan
Ciri dan Umur Panen
a. Tanaman berumur 2-4 bulan setelah persemaian
atau 1-3 bulan setelah tanam di kebun. Varitas TallUtah dipanen 3 minggu setelah tanam, varitas
Kintsai dipanen 50 hari setelah tanam dan varitas
Florida 683 dipanen 125 hari setelah tanam. b.
24

Pertumbuhan telah mencapai maksimal, telah


menghasilkan anakan-anakan, daun cukup banyak,
dan mencapai ketinggian tertentu. Varitas Tall-Utah
61-66 cm, varitas Florida 56-61 cm.
b. Cara Panen Saledri daun dipanen dengan memetik
batang 1-2 minggu sekali atau mencabut seluruh
tanaman,

seledri

potong

dengan

memotong

tanaman pada pangkal batang secara periodik


sampai pertumbuhan anakan berkurang, seledri
umbi dipanen dengan memetik daundaunnya saja
dan dilakukan secara periodik sampai tanaman
kurang

porduktif.

3.6.3.

Perkiraan

Produksi

Pertanaman yang baik akan menghasilkan 50


kuintal per hektar. Seledri potongan TallUtah dapat
menghasilkan lebih dari 100 ton/ha
2.4.Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntunga (Pendapatan) Usahatani
2.4.1

Analisis Biaya Usahatani


Biaya usahatani adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani
dalam proses produksi. Dalam hal ini biaya diklasifikasikan ke dalam biaya
tunai (biaya riil yang dikeluarkan) dan biaya tidak tunai (diperhitungkan).
Menurut Mubyarto (1986) dan Soekartawi (1987), biaya usaha tani
dibedakan menjadi: Biaya tetap (fixed cost): biaya yang relatif tetap
jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh
banyak atau sedikit. Yang termasuk biaya tetap adalah sewa tanah, pajak,
alat pertanian, dan iuran irigasi; Biaya tidak tetap (variable cost): biaya
yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, seperti
biaya saprodi (tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan bibit).
Menurut Kuswadi (2007 : 72) bahwa biaya adalah semua pengeluaran
untuk mendapatkan barang dan jasa dari pihak ketiga. Hal senada juga
dikemukakan oleh Mulyadi (2007 : 8) bahwa biaya adalah pengorbanan

25

yang diukur dengan satuan uang yang dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu.
Sedangkan Kusnadi (2006 : 168) bahwa biaya adalah manfaat yang
dikorbankan dalam rangka memperoleh barang dan jasa. Manfaat (barang
dan jasa) yang dikorbankan diukur dalam Rupiah melalui pengurangan
aktiva atas pembebanan utang pada saat manfaat itu diterima.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa biaya adalah
pengorbanan yang dikeluarkan saat sekarang dan diharapkan dapat
memperolisileh hasil tertentu pasa masa yang akan datang. Untuk tujuan
yang berbeda, biaya dapat dibedakan dalam berbagai cara, sebagaimana
Supriyono (2002 : 18) mengemukakan bahwa : Penggolongan biaya adalah
proses mengelompokkan secara sistematis atas keseluruhan elemen yang
ada kedalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk dapat
memberikan informasi yang lebih punya arti atau lebih penting. Mulyadi
(2007:14) menggolongkan biaya kedalam 5 (lima) cara penggolongan,
menurut :
Objek peneluaran dalam suatu perusahaan yang terdiri atas :
1. Biaya bahan baku, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
bahan baku yang akan diubah menjadi bentuk baru.
2. Biaya tenaga kerja, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membiayai
karyawan yang bekerja dalam proses produksi.
3. Biaya overhead pabrik, yaitu biaya yang dikeluarkan selain biaya
bahan baku dan biaya tenaga kerja lansung untuk membiayai
kegiatan produksi.
Fungsi pokok perusahaan yang terdiri atas :
1. Biaya produksi, yakni biaya yang dikeluarkan untuk mengolah
bahan baku menjadi bahan jadi.
2. Biaya pemasaran, yaitu biaya

yang

dikeluarkan

untuk

menyelenggarakan kegiatan pemasaran produk jadi.


3. Biaya administrasi dan umum, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk
membantu kelancaran kegiatan produksi dan pemasaran produk.
Hubungan biaya dengan sesuatu yang terbagi atas :

26

1. Biaya langsung, yaitu biaya yang penyebab satu-satunya adalah


karena adanya sesuatu yang dibiayai.
2. Biaya tidak lansung, yaitu biaya yang dikeluarkan tidak hanya
disebabkan karena adanya sesuatu yang dibiayai.
Perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, terdiri
atas:
1. Biaya variabel, yaitu biaya yang dalam jumlah totalnya akan
berubah sebanding/proporsional dengan perubahan volume kegiatan
produksi.
2. Biaya semi variabel, yaitu biaya yang perubahannya tidak
sebanding dengan perubahan volume kegiatan produksi.
3. Biaya semi tetap, yaitu biaya yang jumlahnya tetap dalam volume
kegiatan tertentu dan akan berubah dengan jumlah yang konstan
pada volume produksi tertentu.
4. Biaya tetap, yaitu biaya yang jumlah totalnya tetap dalam volume
kegiatan tertentu dan waktu tertentu.
Atas dasar jangka waktu manfaatnya, terdiri atas:
1. Pengeluaran modal yaitu biaya yang dikeluarkan untuk masa
manfaat lebih dari satu periode akuntansi
2. Pengeluaran pendapatan yaitu biaya yang dikeluarkan yang masa
manfaatnya hanya pada masa/saat atau periode akuntansi menjadi
pengeluaran tersebut.
Soekartawi (2002) menyatakan bahwa biaya usahatani diklasifikasikan
menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap karena besarnya
tidak dapat dihitung dengan rumus maka sekaligus ditetapkan nilainya saja.
Biaya variabel dapat didefenisikan sebagai biaya yang besar kecinya
dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Karena total biaya (TC) adalah
jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC) maka;
TC = FC + VC

27

2.4.1

Analisis Penerimaan Usahatani


Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang
dihasilkan dengan harga jual. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
Bila komoditi yang diusahakan lebih dari satu maka rumusnya
menjadi: Bila dalam sebidang lahan ditanami 3 tanaman secara monokultur
(padi, jagung dan ketela pohon) dan tanaman yang diteliti hanya salah satu
macam tanaman saja maka analisisnya disebut analisis partial, sedangkan
jika ketiga-tiganya maka disebut analisis keseluruhan usahatani (Whole farm
analysis).

T Ri=Y i . P y
Keterangan:

2.4.1

TR

= Total penerimaan (Rp)

= Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (Kg)

Py

= Harga Y (Rp)

Analisis Pendapatan Usahatani


Keuntungan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan biaya

total (biaya tunai dan tidak tunaiatau biaya tetap & tidak tetap atau fixed
cost & variable cost). Untuk melakukan perhitungan tinkat pendapatan yang
diperoleh suatu usaha pertanian, maka sangat perlu dilakukan identifikasi
biaya-biaya yang dikeluarkan sekaligus menetahi tingkat pendapatan,

28

sehingga dapat diketahui apakah usaha tersebut menguntungkan atau tidak


suatu periode tertentu.
Dumairy (1999 : 56) menambahkan bahwa: Pendapatan adalah jumlah
balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut serta dalam
proses produksi meliputi uapah/gaji, sewa tanah, bunga dan keuntungan.
Pendapatan nasional menurut Lincolin Arsyad (2004 : 13) merupakan
nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan suatu
perekonomian (negara) dalam waktu satu tahun.Soekarwati berpendapat
bahwa pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dan semua
biaya yang dikeluarkan. Jadi, Dalam penelitian ini dilakukan analisis
terhadap tingkat pendapatan atas biaya tunai dan tingkat pendapatan atas
biaya total. Untuk menghitung penyusutan alat produksi tahan lama dan
bangunan maka digunakan rumus sebagai berikut ini (Tjakrawalaksana dan
Soeriaatmadja, 1983):
Penyusutan=

nilai baru se karangtaksiran nilai sisa


jangkausia ekonomis

Dari pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang


dimaksud dengan pendapatan adalah semua barang, jasa dan uang yang
diperoleh atau diterima oleh seseorang atau masyarakat dalam suatu
periode tertentu dan biasanya diukur dalam satu tahun yang diwujudkan
dalam skop nasional (Nasional Income) dan ada kalanya dalam skop
individual yang disebut pendapatan perkapita (personal income).

29

Pd =TRT
Dimana:
Pd

= pendapatan usahatani (Rp)

TR

= total penerimaan (Rp)

TC

= total (Rp)

2.5 Analisis Kelayakan Usahatani


2.5.1 R/C Ratio
Menurut Soekartawi (1995), R/C Ratio (Return Cost Ratio)
merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya, yang secara
matematik dapat dinyatakan dengan :
R/C =

PQ .Q
(TFC+TVC)

Keterangan :
R

= penerimaan

= biaya

PQ

= harga output

= output

TFC

= biayatetap (fixed cost)

30

TVC

= biaya variable (variable cost)


Ada 3 kriteriadalam R/C Ratio, yaitu :

R/C rasio>1 maka usahatani tersebut efisien dan menguntungkan


R/C rasio = 1 maka usahatani tersebut BEP
R/C rasio< 1 maka usaha tani tersebut tidak efisien atau merugika
2.5.2 BEP (Break Even Point)
Menurut Soekartawi (1995), Break Even Point adalah suatu keadaan
dimana dalam suatu operasi perusahaan tidak mendapat untung maupun rugi /
impas (penghasilan = total biaya).
BEP dapat dihitung dengan tiga cara yaitu :
a. BEP Produksi (unit)
Break Even Point volume produksi menggambarkan produksi minimal
yang harus dihasilkan dalam usaha agroindustry agar tidak mengalami
kerugian.
BEP Produksi (Unit) =

TFC
TVC
P
Q

Keterangan :
BEP = Break Even Point (titikimpas)
Q
= Quantities (produksi)
TFC = Total Fixed Cost (biaya tetap)
TVC = Total Variable Cost (biaya variabel)
P
= HargaProduk
b. BEP Penerimaan (Rupiah)
Break Even Point rupiah menggambarkan total penerimaan produk
dengan kuantitas produk pada saat BEP.
BEP Penerimaan (Rp) =

TFC
TVC
1
TR

Keterangan :
BEP
TR
TFC
TVC

= Break Even Point (titik impas)


= Total Revenue (Penerimaan)
= Total Fixed Cost (biaya tetap)
= Total Variable Cost (biaya variable)

c. BEP Harga (Rupiah)

31

Break Even Point harga menggambarkan harga produk per satuan unit
pada saat BEP, atau dengan kata lain adalah biaya rata-rata per satuan produk
(ATC / Average Total Cost)
TC
BEP harga (Rp) = Q
Keterangan :
BEP
Q
TC

= Break Even Point (titik impas)


= Quantities (produksi)
= Total Cost (biaya total)

Gambar 3. Kurva Break Even Point


3.1 Sejarah Usaha Tani
Usahatani yang sudah ditekuni bapak Hartono menanam komoditas Bawang
daun dan seledri dengan sistem tumangsari. sejak pendahulunya ini mengalami
beberapa perubahan dalam hal sistem budidayanya. Pertanian selalu menjadi
pekerjaan utama dari nenek moyangnya, sehingga ilmu yang didapatkan beliau
sekarang pun dapat dikatakan turun temurun dari nenek moyang. Namun seiring
berjalannya waktu dan tuntutan zaman yang semakin modern mengakibatkan
usahatani yang ditekuni oleh pak Hartono ini mengalami banyak perkembangan dan
perubahan.
Kegiatan

bercocok

tanam

dimulai

dari

pengolahan

tanah

dengan

menggunakan Traktor. Dilanjut dengan penanaman,pertama penyemaian benih dan


penanaman oleh responden sendiri kemudian perawatan dan pemupukan, pupuk yang
digunakan adalah pupuk organik yang dilakukan responden ,dengan memanfaatkan
kotoran hewan (kambing) milik responden dan sisanya membeli, sedangkan pupuk
pabrik menggunakan pupuk semi organik (kompos), pupuk Petroganik 40 kg,

32

Petrobio 10 kg dan NPK organik 20 kg yang masing-masing diaplikasikan 2 kali


setiap tanam. Pengendalian hama dan penyakit tanaman yang dilakukan Bapak
Hartono adalah Menggunakan pestisida kimia. Pestisida kimia yang digunakan antara
lain adalah Merk dagang 1 botol Ripcor, 1 botol Klopindo, Antracol+perekat, selain
pestisida kimia Bapak Hartono juga menggunakan pestisida organik yang dibuat dari
ramuan yang terbuat dari rempah rempah, daun mimba dan daun papaya. Selain itu,
ramuan kedua menggunakan campuran nanas, pisang, terasi, tetes tebu dan ramuan
ketiga menggunakan ramuan air kelapa dan antonik.
Perawatan gulma dilakukan 3-4 kali dalam satu musim panen dengan
menggunakan 3 orang pekerja selama 4 Perawatan gulma dilakukan 3-4 x dalam satu
musim panen dengan menggunakan 3 orang pekerja selama 4 hari dan kadang
responden bersama istri juga ikut melakukan kegiatan ini. Setelah 30 hari bawang
daun dapat di panen, pemanenan dilakukan sendiri oleh Bapak Hartono.
3.2 Petani dan Usahatani
Pada praktikum lapang pengantar usaha tani yang dilakukan pada tanggal 26
November 2015 kelompok kami melakukan wawancara dan observasi pada Bapak
Hartono (49tahun) yang tinggal di Desa Sumbersekar Dusun Krajan RT/RW 02/02
Kota/Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur. Bapak Hartono adalah seorang petani
lulusan SMP dan memiliki pekerjaan sampingan sebagai seorang pedagang. Bapak
Hartono merupakan kepala rumah tangga dengan anggota keluarga sebanyak 4 orang,
yaitu Bapak Hartono sendiri, Istri Bapak Hartono yang bernama Ibu Sumiati (45
tahun) dan 2 orang anak bernama Tony Agus ( 23 tahun) dan Emilia Khoirun (13
tahun). Bapak Hartono memiliki lahan seluas 3100 m 2, diantaranya 1.500 m2 adalah
sawah (milik sendiri), 600 m2 pekarangan (milik sendiri), dan 1000 m2 sisanya adalah
sewa. Selain bertani dan berdagang Bapak Hartono juga memiliki ternak kambing
dengan jumlah 10 ekor dan ayam 25 ekor.
Dalam usahataninya Bapak Hartono menanam komoditas Bawang daun dan
seledri dengan system tanam tumpangsari. Kegiatan bercocok tanam dimulai dari
pengolahan tanah dengan menggunakan Traktor. Dilanjut dengan penanaman,pertama
penyemaian benih dan penanaman oleh responden sendiri kemudian perawatan dan

33

pemupukan, pupuk yang digunakan adalah pupuk organik yang dilakukan


responden ,dengan memanfaatkan kotoran hewan (kambing) milik responden dan
sisanya membeli, sedangkan pupuk pabrik menggunakan pupuk semi organik
(kompos), pupuk Petroganik 40 kg, Petrobio 10 kg dan NPK organik 20 kg yang
masing-masing diaplikasikan 2 kali setiap tanam. Pengendalian hama dan penyakit
tanaman yang dilakukan Bapak Hartono adalah Menggunakan pestisida kimia.
Pestisida kimia yang digunakan antara lain adalah Merk dagang 1 botol Ripcor, 1
botol Klopindo, Antracol+perekat, selain pestisida kimia Bapak Hartono juga
menggunakan pestisida organik yang dibuat dari ramuan rempah-rempah+daun
mimba+daun

pepaya,

ramuan

nanas+pisang+terasi+tetes

tebu,

ramuan

air

kelapa+antonik.
perawatan gulma dilakukan 3-4 kali dalam satu musim panen dengan menggunakan
3 orang pekerja selama 4 Perawatan gulma dilakukan 3-4 x dalam satu musim panen
dengan menggunakan 3 orang pekerja selama 4 hari dan kadang responden bersama
istri juga ikut melakukan kegiatan ini. Setelah 30 hari bawang daun dapat di panen,
pemanenan dilakukan sendiri oleh Bapak Hartono.

3.4.1 Analisis Biaya

Biaya Tetap / TFC (Total Fixed Cost)


Biaya Tetap adalah biaya yang jumlahnya relatif tetap dan secara tetap
dikeluarkan meskipun jumlah produksi banyak atau sedikit. Sehingga

34

besarnya biaya tetap tidak terpengaruh oleh besar kecilnya produksi yang
dijalankan.
n

TFC= xi . Pxi
i=1

Keterangan :
TFC
Xi
PxI
N

= Total Biaya Tetap (Rp)


= Jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap
= Harga Input
= Jumlah atau banyaknya input

Uraian dari biaya tetap dijelaskan pada tabel di bawah ini:


Keterangan

Sewa Lahan
Sewa Alat
(Pengolaha

unit

1
1

Luas

1500 m
-

Satua

Harga

Biaya/musim

sewa/ha/tahu

tanam

Ha
Unit

n
-

Rp 1.500.000

n lahan
awal)
Total

Rp 1.500.000

35

Keterangan

unit

Satuan

Harga awal

Harga akhir

Tahun

Cangkul
Sabit
Sekop
Sprayer

1
2
1
1

Buah
Buah
Buah
Buah

per unit
Rp 100.000
Rp 50.000
Rp 150.000
Rp 450.000

per unit
Rp 25.000
Rp 10.000
Rp 50.000
Rp 100.000

ekonomis
10
10
10
15

Biaya Penyusutan Alat


Keterangan

Cangkul
Sabit
Sekop
Sprayer

Harga awal

Harga akhir

Tahun

Biaya

Biaya

per unit

per unit

ekonomis

penyusutan/

penyusutan/

Rp 100.000
Rp 50.000
Rp 150.000
Rp 450.000

Rp 25.000
Rp 10.000
Rp 50.000
Rp 100.000

10
10
10
15

tahun
Rp 7.500
Rp 4.000
Rp 10.000
Rp 23.333

musim
Rp 2.500
Rp 1.333
Rp 3.333
Rp 7.778

Biaya penyusutan / Tahun =

Harga awal per unitharga akhir per unit


tahun ekonomis

Biaya penyusutan / Musim =

Biaya penyusutan/Tahun
3 (terdapat 3 musim tanamdalam 1 tahun)

TFC (Total Fixed Cost)


Keterangan

unit

Biaya

Biaya

penyusutan/
Cangkul
Sabit
Sekop
Sprayer
Keterangan

1
2
1
1
Total
unit

Sewa Lahan

musim
Rp 2.500
Rp 1.333
Rp 3.333
Rp 7.778
Biaya/

Rp 2.500
Rp 2.666
Rp 3.333
Rp 7.778
Rp 16.277
Biaya

musim tanam
-

36

Sewa Alat

1
Rp 1.500.000
Total
Total Biaya Tetap / TFC

Rp 1.500.000
Rp 1.500.000
Rp 1.516.277

Biaya Variabel / TVC (Total Variabel Cost)


Biaya variabel adalah biaya yang totalnya selalu berubah sesuai dengan
produksi yang dihasilkan. Biaya variabel yang dikeluarkan oleh Bapak
Hartono pada setiap musim tanam adalah Rp 2.599.500. Uraian dari biaya
variabel dijelaskan pada tabel di bawah ini:
Keterangan

unit

Satuan

Harga/unit

Total biaya
sarana produksi

A. Sarana Produksi
Benih/bibit:
1.Bibit Bawang Daun
1
Bungkus
2.Bibit Seledri
2
Bungkus
Pupuk:
1. Pupuk Petroganik
40
Kg
2. Pupuk Petrobio
10
Kg
3. Pupuk ZA
40
Kg
4. Pupuk NPK Organik
20
Kg
5. Pupuk Urea
20
Kg
Obat obatan
1.Ramuan EM4
1
Paket
2.Antonic
1
Botol
3.Ripcor
1
Botol
4.Clopindo
1
Botol
5.Antracol
1
Botol
6.Pelekat
1
Botol
Total Biaya Sarana Produksi
Tenaga Kerja
Jumlah
Jumlah

Rp 400.000
Rp 125.000

Rp 400.000
Rp 250.000

Rp 500
Rp 8.000
Rp 12.000
Rp 2.500
Rp 2.000

Rp 20.000
Rp 80.000
Rp 480.000
Rp 50.000
Rp 40.000

Rp 30.000
Rp 2.500
Rp 7.500
Rp 5.000
Rp 14.000
Rp 8.000

Rp 30.000
Rp 2.500
Rp 7.500
Rp 5.000
Rp 14.000
Rp 8.000
Rp 1.387.000

HOK

Upah/HOK

Tenaga kerja

Jumlah

laki - laki

orang

hari

jam/hari

Pengolahan
Penanaman
Perawatan &

4
0
6

2
0
4

8
4
4

8
0
12

Rp 30.000
Rp 30.000
Rp 30.000

Pemupukan
Pemanenan

Rp 30.000
37

Tenaga kerja perempuan


Penanaman
3
Perawatan &
10

3
4

4
4

4,5
20

Pemupukan
Pemanenan
0
0
0
0
Keterangan: Standarkerja per hariadalahpukul 08.00-16.00 (8 jam)
Tenaga

kerja HOK

laki laki
Pengolahan
8
Penanaman
0
Perawatan & 12
Pemupukan
Pemanenan
Penanaman
Perawatan
pemupukan
Pemanenan
Total

Rp 30.000
Rp 30.000
Rp 30.000

Rp 240.000
Rp 0
Rp 360.000

Rp 30.000
Rp 0
Tenaga kerja perempuan
4,5
Rp 25.000
Rp 112.500
& 20
Rp 25.000
Rp 500.000
0

Rp 25.000

Rp 0
Rp 1.212.500

Total Biaya Variabel/TVC (Total Variabel Cost)


Jumlah
Rp 1.387.000
Rp 1.212.500
Rp 2.599.500

Total Biaya/TC (Total cost)


Biaya
Total Biaya Tetap (TFC)
Total Biaya Variabel (TVC)
Total Biaya

6.4.2

Upah Harian

Rp 25.000

No Keterangan
1
Sarana Produksi
2
HOK
Total Biaya Variabel

Upah/HOK

Rp 25.000
Rp 25.000

Total Biaya
Rp 1.516.277
Rp 2.599.500
Rp 4.115.777

Penerimaan
Penerimaan usahatani merupakan jumlah yang diterima petani dari suatu
produksi, dimana penerimaan tersebut didapatkan dengan mengalikan
produksi dengan harga yang berlaku saat itu. Jumlah produksi yang dihasilkan
38

adalah sebesar 2000 kg. Sehingga penerimaan usahatani Bapak Hartono


adalah sebesar 13.000.000

Keterangan
Bawang preh
Seledri

Jumlah unit (Q)


600
1400

Total Penerimaan (TR)

Satuan
Kg
Kg

Harga per satuan (P)


Rp 2.500
Rp 4.000

= P.Q
= 6500 x 2000
= 13.000.000

Keuntungan
Keuntungan usahatani merupakan keuntungan yang didapatkan dari
penerimaan dikurangi dengan biaya totalnya. Dengan penerimaan sebesar Rp
13.000.000 dan total biaya sebesar Rp 4.115.777 maka keuntungan yang
didapatkan oleh Bapak Hartono sebesar Rp 8.884.223,Keterangan
Penerimaaan (TR)
Total Biaya (TC)
Keuntungan
6.5

Jumlah (Rp)
Rp 13.000.000
Rp 4.115.777
Rp 8.884.223

Analisis Kelayakan Usahatani


R/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya.
Apabila R/C ratio >1, maka usahatani tersebut efisien dan menguntungkan.
Apabila R/C ratio = 1, maka usahatani tersebut BEP, dan apabila R/C ratio < 1,
maka usahatani tersebut tidak efisien atau merugikan. R/C ratio dari usahatani
Bapak Khatip adalah sebesar

1,65 . Jadi dari usahatani Bapak Hartono

termasuk usahatani yang efisien dan menguntungkan.


R TR Rp 13.000 .000
=
=
=3,15
C TC Rp 4.115 .777
3.5.2

BEP (Break Event Poin)

39

Menurut Mulyadi (1997 : 232) Break Even Point adalah suatu usaha yang
tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi dengan kata lain suatu usaha
dikatakan impas jika jumlah pendapatan (revenue) sama dengan jumlah biaya,
atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap
saja.
Untuk BEP unit dari usahatani Bapak Hartono adalah sebesar 291,57 kg,
untuk BEP rupiahnya adalah sebesar Rp 2057,88 dan untuk BEP penerimaan
Rp 1.888.265,255

adalah sebesar

Biaya
Total Biaya Tetap (TFC)
Total Biaya Variabel (TVC)
Total Biaya

BEP Unit =

TFC
TVC
P
Q

1.516 .277
2.599.500
6500
2000

1.516 .277
6.5001299,75

Total Biaya
Rp 1.516.277
Rp 2.599.500
Rp 4.115.777

1.516 .277
5200,25

= 291,57 kg
BEP Harga

TC
Q

4.115 .777
2000

40

= 2057,88
BEP Penerimaan =

TFC
TVC
1
TR
1.516.277
2.559 .500
1
13.000 .000
1.516 .277
10,197

1.516 .277
0,803

1.888.265,255

41

Anda mungkin juga menyukai