2. 1
Variasi Bahasa
Variasi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu perbedaan atau
keberanekaragaman. Namun secara lebih rinci di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, variasi
yaitu tindakan atau hasil perubahan dari keadaan semula, selingan; bentuk yang lain, yang
berbeda bentuk (rupa); hiasan tambahan; bio perubahan rupa(bentuk) yang turun temurun pada
binatang yang disebabkan oleh perubahan lingkungan; wujud pelbagai manifestasi, baik yang
bersyarat maupun tidak bersyarat dari suatu satuan, konsep yang mencakupi variabel dan varian.
(KBBI, 2007: 1259). Variasi tidak hanya terjadi pada suatu barang atau produk, tetapi variasi
juga terjadi pada bahasa. Terjadinya variasi bahasa tidak hanya disebabkan oleh para penuturnya
yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat
berragam. Dalam hal variasi terjadi dua pandangan yaitu:
a.
Variasi bahasa dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa dan
Variasi sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan
Variasi bahasa ketiga berdasarkan penutur yaitu kronolek atau dialek temporal yakni variasi
bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu.
Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah sosiolek atau dialek sosial yakni
variasi bahasa yang berkenaan dengan status dan kelas sosial para penuturnya.
Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status dan kelas sosial
para penuturnya maka muncul beberapa istilah yaitu;
a.
Akrolek yaitu variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi daripada
Basilek yaitu variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi atau bahkan dianggap rendah.
c.
Vulgar yaitu variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka yang
kurang terpelajar.
d.
Slang yaitu variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya variasi ini digunakan
oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas dan tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar
kelompok itu.
e.
f.
Jargon yaitu variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial
tertentu.
g.
Argot yaitu variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan
bersifat rahasia.
h.
Ken yaitu variasi sosial yang bernada memelas, dibuat merengek-rengek dan penuh
dengan kepura-puraan.
Frozen yaitu gaya atau ragam baku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara
Formal yaitu gaya atau ragam resmi dan biasanya digunakan dalam situasi resmi. Pola dan
Konsultatif yaitu gaya atau ragam usaha dan biasa digunakan dalam pembicaraan di
sekolah dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi.
d.
e.
Casual yaitu gaya atau ragam santai dan digunakan dalam situasi tidak resmi.
Intimate yaitu gaya atau ragam akrab dan biasa digunakan oleh penutur yang
sebuah bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang
menentukan pemakaian bahasa yang benar. Jadi, standardisasi ini mempersoalkan apakah sebuah
bahasa memiliki kaidah-kaidah atau norma-norma yang sudah dikondifikasikan atau tidak yang
diterima oleh masyarakat tutur dan merupakan dasar dalam pengajaran bahasa baik sebagai
bahasa pertama maupun bahasa kedua.
b.
Otonomi atau keotonomian yaitu bila sistem linguistik memiliki kemandirian sistem yang
tidak berkaitan dengan bahasa lain. Jadi, kalau dua sistem linguistik atau lebih tidak mempunyai
hubungan kesejarahan, maka berarti keduanya memiliki keotonomian masing-masing.
c.
Historis atau kesejarahan yaitu bila diketahui atau dipercaya sebagai hasil perkembangan
yang normal pada masa yang lalu serta berkaitan dengan tradisi dan etnik tertentu. Jadi, faktor
historis mempersoalkan apakah sistem linguistik itu tumbuh melalui pemakaian oleh kelompok
etnik atau sosial tertentu atau tidak.
d.
Vitalitas atau keterpakaian yaitu pemakaian sistem linguistik oleh suatu masyarakat
penutur asli yang tidak terisolasi. Jadi, unsur vitalitas ini mempersoalkan apakah sistem
linguistik tersebut memiliki penutur asli yang masih menggunakan atau tidak.
Berdasarkan ada (+) dan tidak ada (-) unsur-unsur tersebut (standardisasi, otonomi, historis dan
vitalitas) Stewrat membedakan adanya tujuh jenis bahasa, seperti tampak pada tabel berikut:
Dasar Penjenisan
Jenis
Bahasa
Contoh
Inggris
Latin
Standardisas
i
Otonomi
Hostorisit
s
Vitallitas
+
+
+
+
+
+
+
-
Standar
Kalsik
+
-
+
+
Artifisial
Vernakuler
Vo-lapuk
Beberpa
bahasa
daerah
Dialek
di
Indonesia
Beberapa
dialek baha
sa Jawa
+
-
Kreol
Pijin
*
*
Keterangan:
Bahasa artifisial adalah bahasa buatan, seperti bahasa Vo-lapuk dan bahasa Esperanto. Bahasa
atrifisial dapat pula diartikan bahasa yang yang dibuat, disusun dengan maksud untuk
menjadikan bahasa pengantar (lingua franca) internasional. Jadi bukan bahsa alamiah. Bahasa
jenis ini mempunyai ciri standardisasi dan otonomi tetapi tidak memiliki ciri historis dan
vitalitas.
Jenis bahasa vernakular menurut Pei dan Gaynor adalah bahasa umum yang digunakan
sehari-hari oleh satu bangsa atau satu wilayah geografis, yang bisa dibedakan dari bahasa sastra
yang dipakai terutama di sekolah-sekolah dan dalam kesusastraan yang ditandai dengan memiliki
ciri otonomi, historis dan vitalitas tetapi tidak mempunyai standardisasi.
Jenis bahasa yang disebut dialek memiliki ciri vitalitas dan historisitas tetapi tidak
memiliki ciri standardisasi dan otonomi sebab keotonomian bahasa itu berada di bawah langue
bahasa induknya.
Bahasa yang berjenis kreol hanya memiliki vasilitas, tidak memiliki ciri standardisasi, otonomi
dan historis. Pada mulanya sebuah kreol berasal dari bahasa pijin yang dalam perkembangannya
digunakan pada generasi berikutnya, sebagai satu-satunya alat komunikasi vebal yang mereka
kuasai.
Bahasa berjenis pijin tidak memiliki keempat dasar penjenisan. Bahasa jenis ini terbentuk
secara alami di dalam suatu kontak sosial yang terjadi antara sejumlah penutur yang masingmasing memiliki bahasa ibu. Sebuah pijin biasanya terjadi di kota-kota pelabuhan tempat
bertemunya pedagang dan pelaut dari berbagai bangsa dan atau suku bangsa yang berlainan
dengan bahasa ibunya. Pijin terbentuk sebagai bahasa campuran dari bahasa pelaut dan pedagang
itu, serta hanya digunakan sebagai alat komunikasi di antara mereka yang berbahasa ibu berbeda
itu.
2. 2. 2 Jenis Bahasa Berdasarkan Sikap Politik
Berdasarkan sikap politik atau sosial politik, bahasa dibedakan menjadi:
a.
Bahasa nasional atau bahasa kebangsaan adalah kalau sistem linguistik itu diangkat oleh
suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) sebagai salah satu identitas kenasionalan bangsa itu.
b.
Bahasa negara adalah sebuah sistem linguistik yang secara resmi dalam undang-undang
dasar sebuah negara ditetapkan sebagai alat komunikasi resmi kenegaraan. Artinya, segala
urusan kenegaraan, administrasi kenegaraan dan kegiatan-kegiatan kenegaraan dijalankan
dengan menggunakan bahasa itu. Pemilihan dan penetapan sebuah sistem linguistik menjadi
bahasa negara biasanya dikaitkan dengan keterpakaian bahasa itu yang sudah merata di seluruh
wilayah negara itu.
c.
Bahasa resmi adalah sebuah sistem linguistik yang ditetapkan untuk digunakan dalam
perjuangan, di mana bangsa yang berjuang itu merupakan masyarakat yang multilingual.
Kebutuhan akan adanya sebuah bahasa persatuan adalah untuk mengikat dan mempererat rasa
persatuan sebagai satu kesatuan bangsa.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa bahasa nasional, bahasa negara, bahasa resmi dan bahasa
persatuan di Indonesia mengacu pada satu sistem linguistik yang sama yaitu bahasa Indonesia.
2. 2. 3 Jenis Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan
Berdasarkan tahap pemerolehannya, bahasa dapat dibedakan menjadi:
a.
Bahasa ibu lazim juga disebut bahasa pertama (disingkat B1) karena bahasa itulah yang
Bahasa kedua (disingkat B2) yaitu bahasa lain yang dipelajari setelah memperoleh bahasa
pertama.
c.
Bahasa ketiga (disingkat B3) yaitu bahasa lain yang dipelajari setelah memperoleh bahsa
kedua.
d.
Bahasa asing akan selalu merupakan bahasa kedua bagi seorang anak. Di samping itu
bahasa asing ini juga bersifat politis yaitu bahasa yang digunakan oleh bangsa lain.
2. 2. 4 Lingua Franca
Lingua franca adalah sebuah sistem linguistik yang digunakan sebagai alat komunikasi
sementara oleh para partisipan yang mempunyai bahasa ibu yang berbeda. Pemilihan satu sistem
linguistik menjadi sebuah lingua franca adalah berdasarkan adanya kesalingpahaman di antara
sesama
mereka.
Karena
dasar pemilihan
lingua
franca
adalah
keterpahaman
atau
kesalingpengertian dari para partisipan yang digunakannya, maka bahasa apapun, baik sebuah
langue, pijin maupun kreol dapat menjadi sebuah lingua franca.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan.dkk