Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dosen Pengampu: Dr. Zubaidah Amir MZ, M.Pd. dan Mayu Syahwela,
M.Pd.
OLEH :
Rahma Zahra Octavia (12010522820)
Adapun beberapan tujuan dari evaluasi pembelajaran (Afandi, 2013) antara lain:
2) Sikap peserta didik setelah pelajaran selesai. Sikap peserta didik ini meliputi
indikator: kemauan peserta didik dalam mempelajari bahan pelajaran lebih lanjut,
kemauan peserta didik untuk mengaplikasikan hasil pelajaran dalam praktik
kehidupan sehari-hari berdasarkan tujuan dan isi yang tertuang dalam mata
pelajaran, serta suka terhadap gurunya dan mata pelajarannya.
c. Penilaian Psikomotorik
Ranah psikomotorik memiliki lima tahap atau jenjang perkembangan, antara
lain: (Hutapea, 2019)
1) Tahap menirukan. Pada jenjang ini jika diaplikasikan kepada peserta didik suatu
tindakan yang dapat diamati, maka peserta didik tersebutakan mulai membuat
suatu tiruan terhadap tindakan itu sampai pada tingkat sistem otot-ototnya dan
dituntun oleh dorongan kata hati untuk menirukan.
2) Tahap manipulasi. Pada tahapan ini peserta didik dapat menunjukkan atau
menampilkan suatu tindakan seperti yang diajarkan, serta tindakan yang juga
tidak hanya seperti yang diamati. Peserta didik mulai dapat membedakan antara
satu pola tindakan dengan yang lain, kemudian menjadi mampu memilih
tindakan yang diperlukan dan mulai memiliki keterampilan dalam
memanipulasi.
3) Tahap keseksamaan. Pada tahapan ini terdiri atas kemampuan peserta didik
dalam menampilkan suatu tindakan yang telah sampai pada tingkat perbaikan
yang lebih tinggi dalam mereproduksi suatu kegiatan tertentu.
4) Tahap artikulasi. Tahapan ini memiliki unsur utama, yaitu peserta didik telah
dapat mengkoordinasikan serentetan tindakan dengan menetapkan urutan secara
tepat di antara tindakan yang berbeda- beda.
5) Tahap naturalisasi. Pada tahapan terakhir ini mengungkapkan bahwa apabila
peserta didik telah dapat melakukan secara alami satu tindakan atau sejumlah
tindakan yang urut, maka keterampilan penampilan tersebut telah sampai pada
kemampuan yang paling tinggi dan tindakan tersebut ditampilkan dengan
pengeluaran energi yang minimum.
Ketiga, Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur
penampilan atau kinerja yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat
berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja
4. Penerapan Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotorik
a. Penerapan Ranah Kognitif
Teori pembelajaran menyangkut suatu tindakan untuk membimbing dan
mengajarkan individu bagaimana caranya siswa mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan, pandangan hidup, serta pengetahuan akan kebudayaan masyarakat di
sekitarnya. Teori kognitivisme berbeda dengan teori behaviorisme, dimana teori
kognitivisme mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Dalam proses
belajar, teori kognitivisme mengganggap pentingnya faktor individu dalam belajar
tanpa menghiraukan faktor eksternal atau lingkungan.
2. Daya Pembeda
Daya Pembeda adalah kemampuan suatu soal tersebut untuk membedakan
antara siswa yang berpengetahuan tinggi (pintar) dengan siswa berpengetahuan
rendah (bodoh). Angka yang menunjukkan besarnya nilai pembeda disebut indeks
Deskriminasi (D).
Tujuan dicarinya daya pembeda adalah untuk mengetahui dan menentukan
apakah soal tersebut termasuk dalam kategori skor tinggi atau skor rendah. Koefisien
daya beda berkisar antara –1,00 sampai dengan +1,00. Daya beda +1,00 berarti
bahwa semua siswa berkemampuan tinggi menjawab benar terhadap butir soal itu,
sedangkan semua siswa berkemampuan rendah seluruhnya menjawab salah satu
terhadap butir soal itu. Sebaliknya daya beda -1,00 berarti bahwa semua anggota
berkemampuan tinggi menjawab salah butir soal itu, sedangkan kelompok
berkemampuan rendah seluruhnya menjawab benar terhadap soal itu. Tanda negative
pada indeks diskriminasi (D) digunakan apabila sebuah soal “terbalik” menunjukkan
kualitas tester yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai.
Apabila indeks diskriminasi soal semakin mendekati 1,00, artinya daya
pembeda soal tersebut semakin baik, nah begitu juga sebaliknya, jika indeks
diskriminasi semakin mendekati 0,00 maka daya beda semakin jelek.
Rumus mencari D Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah :
JB A−JB B JB A−JB B
DP= atau DP=
JS A JS B
Keterangan:
DP : Daya pembeda
JB A : Jumlah peserta didik kelompok atas yang menjawab soal itu
dengan benar
JBB : Jumlah peserta didik kelompok bawah yang menjawab soal
itu dengan benar
JS A : Jumlah peserta didik kelompok atas (berkemampuan tinggi)
JS B : Jumlah peserta didik kelompok bawah (berkemampuan rendah)
3. Distractor
Distraktor merupakan jawaban pengecoh yang memiliki perbedaan tipis
dengan jawaban benar, sehingga sering menjebak peserta didik dalam menjawab soal
tes yang diujikan.
Fungsi distraktor atau pengecoh hanya diperuntukkan bagi butir butir soal
pilihan ganda. Soal yang berbentuk pilihan ganda memiliki beberapa pilihan jawaban,
tetapi hanya ada satu jawaban yang benar sedangkan jawaban yang lainnya
merupakan jawaban yang salah. Pilihan pilihan jawaban yang salah inilah yang
dikenal dengan istilah distractor atau pengecoh.
Tujuan utama penggunaan distraktor adalah untuk membedakan peserta didik
yang memahami dan kurang memahami pelajaran. Peserta didik yang kurang
memahami materi pelajaran akan terkecoh dengan memilih pilihan jawaban yang
salah. Distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut
memiliki daya tarik yang baik bagi peserta didik.
Efektivitas distraktor soal tes adalah bagaimana kemampuan distraktor soal itu
berfungsi untuk mengecoh peserta didik yang kurang cakap memilih alternatif
jawaban tersebut. Penulisan soal bentuk pilihan ganda harus memiliki keefektifitasan
distraktor. Artinya bahwa jangan sampai jawaban menjadi sebuah hadiah untuk
peserta didik, tetapi jawaban tersebut dapat menunjukkan kemampuan yang
sesungguhnya terkait dengan siapa yang memiliki pengetahuan, kurang memiliki
pengetahuan, atau bingung dengan materi yang disampaikan. Hal demikian dapat
ditunjukkan dengan adanya korelasi yang tinggi, rendah atau negatif pada hasil
analisis. Suatu distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik jika paling sedikit
dipilih oleh 5 pengikut tes (Anas Sudijono, 2015:411).
Distraktor baru dapat dikatakan telah dapat menjalankan fungsinya dengan
baik, apabila distraktor tersebut memiliki daya rangsang atau daya tarik demikian
rupa, sehingga testee merasa bimbang dan ragu-ragu sehingga akhirnya mereka
terkecoh untuk memilih distractor sebagai jawaban betul, sebab mereka mengira
jawaban tersebut sebagai kunci jawaban yang betul, padahal bukan. Butir yang baik
pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik yang menjawab salah.
Sebaliknya, butir soal yang kurang baik, pengecohnya akan dipilih secara tidak
merata. Jika semua peserta didik menjawab benar pada butir soal tertentu (sesuai
kunci jawaban) maka indeks pengecoh (IP) = 0 yang berarti soal tersebut jelek,
dengan demikian, pengecoh tidak berfungsi.