Anda di halaman 1dari 30

RESUME MAKALAH EVALUASI PEMBEsLAJARAN MATEMATIKA

Dosen Pengampu: Dr. Zubaidah Amir MZ, M.Pd. dan Mayu Syahwela,
M.Pd.

OLEH :
Rahma Zahra Octavia (12010522820)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2022
KELOMPOK 1 – PENGUKURAN, PENILAIAN DAN EVALUASI
1. Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi serta Hubungannya
Pengukuran adalah prosedur sistematis untuk memperoleh informasi data
kuantitatif. Metode pengukuran diukur dengan jelas dan akurat. Penilaian adalah proses
mengumpulkan dan mengelola informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa.
Evaluasi merupakan penilaian yang sistematis tentang manfaat dan kegunaan suatu
objek. Dalam melaksanakan evaluasi terdapat pertimbangan untuk menentukan nilai suatu
program yang sedikit banyak mengandung unsur subjektif (Basuki dan Haryanto, 2014).
Ketiga hal tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain. Tanpa kita sadari, kita
melakukan hal tersebut di kehidupan sehari-hari. Mengukur, menilai hingga
mengevaluasi. Sebagai contoh, kita tentu nya sering membandingkan benda-benda yang
ada dengan ukuran tertentu, setelah itu kita menilai, menentukan pilihan mana benda yang
paling memenuhi ukuran itulah yang kita ambil. Secara tidak langsung tentu nya kita
sudah melalui ketiga kegiatan tersebut.
2. Fungsi dan Tujuan Evaluasi
Evaluasi pembelajaran juga memiliki beberapa fungsi (Arifin, 2012). Fungsi
evaluasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sebagai upaya perbaikan dan pengembangan sistem pembelajaran. Sebagaimana


diketahui bahwa pembelajaran sebagai suatu sistem memiliki sebagai komponen,
seperti tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan, guru dan
peserta. Dengan demikian, perbaikan dan pengembangan pembelajaran bukan
hanya terhadap proses dan hasil belajar.
2. Sebagai dasar akreditasi lembaga pendidikan.
3. Secara psikologis, peserta didik butuh untuk mengetahui sejauh mana kegiatan
yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Peserta didik
adalah manusia yang belum dewasa. Mereka masih mempunyai sikap dan moral
yang heteronom, membutuhkan pendapat orang-orang dewasa (seperti orangtua
dan guru) sebagai
pedoman baginya untuk mengadakan orientasi pada situasi tertentu. Dalam
menentukan sikap dan tingkah lakunya, mereka pada umumnya tidak 34 Evaluasi
Pembelajaran Sekolah Dasar berpegang kepada pedoman yang berasal dari dirinya
namun mengacu pada normanorma yang ada diluar dirinya.
4. Secara sosiologis, evaluasi berfungsi untuk mengetahui apakah peserta didik
sudah cukup mampu untuk terjun ke masyarakat. Mampu dalam arti peserta didik
mampu berkomunikasi dan beradaptasi terhadap seluruh lapisan masyarakat
dengan segala karakteristiknya.
5. Secara diktatis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru dalam
menempatkan peserta didik pada kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan
dan kecakapannya masing-masing serta membantu guru dalam usaha
memperbaiki proses pembelajaran.
6. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui kedudukan peserta didik dalam kelompok,
apakah dia termasuk anak yang pandai, sedang atau kurang pandai.
7. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam
menempuh program pendidikannya. Jika peserta didik sudah di naggap siap (fisik
dan non fisik), maka program pendidikan dapat dilaksanakan.
8. Evaluasi berfungsi membantu guru dalam memberikan bimbingan dan seleksi,
baik dalam menentukan jenis pendidikan, jurusan , maupun kenaikan kelas.
9. Secara administrative, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan tentang
kemajuan peserta didik kepada orang tua, pejabat pemetintah yang berwenang,
kepala sekolah, guru-guru, dan peserta didik itu sendiri.
10. Hasil evaluasi dapat memberikan gambaran secara umum tentang semua hasil
usaha yang dilakukan oleh institusi pendidikan.

Adapun beberapan tujuan dari evaluasi pembelajaran (Afandi, 2013) antara lain:

1. Untuk memantau kemajuan belajar peserta didik selama proses belajar


berlangsung, untuk memeberikan balikan bagi penyempurnaan program
pembelajaran
2. Untuk menentukan nilai (angka) berdasarkan tingkatan hasilbelajar peserta didik
yang selanjutnya dipakai sebagai angka rapor, dan juga dapat dipakai untuk
perbaikan proses pembelajaran secara keseluruhan
3. Untuk keperluan seleksi
4. Untuk kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas
3. Pentingnya Evaluasi dalam Pendidikan
Evaluasi dalam suatu pendidikan adalah salah satu hal yang sangat penting karena
dengan evaluasi kita dapat melakukan proses mengumpulkan kemudian menganalisa dan
menginterpretasi informasi dengan maksud untuk mengetahui tingkat dari pencapaian
tujuan pembelajaran yang telah dicapai oleh peserta didik,dengan evaluasi ini pengajar
dapat merencanakan strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
4. Prosedur atau Langkah-Langkah Pelaksanaan Evaluasi
Tahapan pelaksanaan penilaian hasil belajar adalah perencanaan dan penetapan
tujuan, penentuan desain evaluasi, pengembangan alat evaluasi, Mengumpulkan data atau
informasi, menganalisis dan interpretasi, dan tindak lanjut.
5. Pengertian dan Macam-Macam Teknik Tes
Tes adalah suatu alat pengumpul informasi yang bersifat lebih resmi bila
dibandingkan alat-alat yang lain karena penuh dengan batasan-batasan.Tes merupakan
alat atau prosedur yang dipergunakan dengan bentuk tugas atau suruhan yang harus
dilaksanakan dan dapat pula berupa pertnyaan-pertanyaan atau soal yang harus dijawab.
Adapun pelaksanaannya, dapat dilaksanakan secara lisan maupun secara tes tulis. Tes
adalah alat yang direncanakan untuk mengukur kemampuan, keahlian, atau pengetahuan.
Macam-macam teknik tes adalah sebagai berikut: (1) Menurut sifatnya, tes dapat
dikelompokkan menjadi: Tes verbal (Tes Lisan dan Tes Tulis) dan Tes Non Verbal. (2).
Menurut tujuannya, tes dapat dikelompokkan menjadi: Tes Bakat, Tes Intelegensi, Tes
Prestasi Belajar, Tes Diagnostik, Tes Sikap, Tes Minat. (3). Menurut pembuatannya, tes
dapat dikelompokkan menjadi: Tes Terstandar (Standard Direct Test) dan Tes Buatan
Guru (Teacher Made Test). (4). Menurut bentuk soalnya, tes dikelompokkan menjadi:
Tes Uraian (Essay Test) (Uraian Bebas dan Uraian Terbatas), Tes Objektif (Objective
Test) (5). Ditinjau dari objek yang dites, maka tes dikelompokkan menjadi: Tes
Individual dan Tes Kelompok.
Macam-macam teknik non tes adalah sebagai berikut: Observasi (pengamatan),
Interview (wawancara) dan Angket (quistionnaire).
6. Kendala-Kendala selama Evaluasi
Setiap guru dalam melaksanakan evaluasi harus paham dengan tujuan dan manfaat
dari evaluasi atau penilaian tersebut. Tetapi ada juga guru yang tidak menghiraukan
tentang kegiatan ini, yang penting ia masuk kelas, mengajar, mau ia laksanakan evaluasi
di akhir pelajaran atau tidak itu urusannya. Hal ini terjadi karena beberapa sebab, yaitu:
1. Guru kurang menguasai materi pelajaran,
2. Guru kurang menguasai kelas.
3. Guru enggan mempergunakan alat peraga dalam mengajar.
4. Guru kurang mampu memotivasi anak dalam belajar.
5. Guru menyamaratakan kemampuan anak di dalam menyerap pelajaran.
6. Guru kurang disiplin dalam mengatur waktu.
7. Guru enggan membuat persiapan mengajar atau setidaknya menyusun langkah-
langkah dalam mengajar.
8. Guru tidak mempunyai kemajuan untuk menambah atau menimba ilmu.
9. Guru dalam tes lisan di akhir pelajaran kurang terampil mengajukan pertanyaan
kepada murid.
10. Guru selalu mengutamakan pencapaian target kurikulum.

KELOMPOK 2 – PENILAIAN AUTENTIK


Penilaian authentic assessment (otentik) merupakan suatu betuk penilaia yang
megukur kinerja nyata siswa. kinerja yang dimaksud adalah aktivitas dan hasil aktivitas yang
diperoleh siswa selama pembelajaran berlangsung. Penilian autentik berkaitan dengan upaya
pencapaia kompetensi. Kompetensi merupakan kompetensi sikap, pengetahuan dan
keterampilan yang diunjuk kerjaka dalam kegiata berfikir dan bertindak dalam suatu
persoalan yang di hadapi.
Jenis-jenis Penilaian autentik menurut jenisnya yaitu:
1. Penilaian Kerja: Penilaian kinerja dirancang untuk menguji kemampuan siswa dalam
mendemonstrasikann pengetahuan dan keterampilan untuk menguji apa yang siswa
ketahui dan dapat siswa dilakukan. Penilaian kinerja dapat berupa kegiatan menulis
yang menghasilkan segala macam karya tulis, seperti membuat karangan artikel,
resensi, menulis laporan dan lainnya.
Penilaian kinerja sedapat mungkin melibatkan partisipasi siswa, tepatnya dalam
proses dan aspek-aspek yang dinilai. Ada beberapa cara untuk mengumpulkan hasil
penilaian berbasis kinerja: Daftar cek (checklist), Catatan anekdot/narasi, Skala dan
Memori atau ingatan (memory approach).
2. Penilaian Praktik: Penilaian penguasaan kompetensi dan penilaian penerapannya yang
dilakukan dengan mengamati aktivitas fisik siswa dalam melakukan tugas tertentu.
Penilaian ini merupakan penilaian kinerja yang berorientasi pada proses. Penilaian ini
membantu menilai keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk melakukan sebuah
tugas dalam konteks tertentu.
3. Penilaian Proyek: Penilaian proyek adalah kegiatan menilai tugas-tugas yang harus
diselesaikan oleh siswa dalam jangka waktu tertentu. Selama pengerjaan suatu proyek
pembelajaran, siswa memiliki kesempatan untuk menerapkan sikap, keterampilan,dan
pengetahuan mereka. Penilaian proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, dan
hasil proyek.
4. Penilaian Portofolio: Penilaian portofolio adalah penilaian berkelanjutan berdasarkan
kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan siswa dalam
periode waktu tertentu. Informasi tersebut dapat berupa pekerjaan dari proses
pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang
relevan terhadap sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh topik atau
mata pelajaran.
5. Penilaian Tertulis: Penilaian portofolio adalah penilaian berkelanjutan berdasarkan
kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan siswa dalam
periode waktu tertentu. Informasi tersebut dapat berupa pekerjaan dari proses
pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang
relevan terhadap sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh topik atau
mata pelajaran.
6. Penilaian Diri: Penilaian diri adalah Penilaian yang dilakukan sendiri oleh siswa
terkait dengan kondisi, proses belajar, hasil belajar atau keterampilan yang telah
siswa. Penilaian diri dapat diterapkan dalam penilaian sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
7. Penilaian Lisan: Penilaian lisan berbentuk wawancara lisan yang juga dapat disebut
penilaian kebahasaan. seperti namanya, dalam kegiatan ini terdapat sesi Tanya jawab
antara pihak yang diwawancarai (siswa) dan pewawancara (guru, penguji) tentang
informasi yang diinginkan pewawancara.
Menurut Kemdikbud, ciri-ciri evaluasi dalam melaksanakan kurikulum 2013 sebagai
berikut:
1. Belajar tuntas adalah peserta didik dapat mencapai kompetensi yang
ditentukan asal computer didik dapat mencapai kompetensi yang ditentukan, asalkan
peserta didik mendapat bantuan yang tepat dan diberi waktu sesuai dengan yang
dibutuhkan.
2. Autentik memandang penilaian dan pembelajaran adalah merupakan dua hal yang
saling berkaitan penilaian autentik harus mencerminkan masalah dunia nyata, bukan
dunia sekolah. Menggunakan berbagai cara dengan kriteria holistik kompetensi untuk
merefleksikan pengetahuan, keterampilan dan sikap.
3. Berkesinambungan penilaian dimaksudkan sebagai penilaian yang dilakukan secara
terus-menerus dan berkelanjutan selama pembelajaran berlangsung. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan hasil belajar
peserta didik memantau proses kemajuan dan perbaikan hasil menerus dalam bentuk
Penilaian proses dan berbagai jenis ulangan secara berkelanjutan seperti ulangan
harian ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
4. Menggunakan teknik penilaian yang bervariasi berupa tertulis, lisan, produk,
portofolio, unjuk kerja, projek pengamatan dan penilaian diri.
5. Berdasarkan acuan kriteria penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi
ditetapkan. Kemampuan peserta didik tidak dibandingkan terhadap kelompoknya
tetapi dibandingkan terhadap kriteria yang ditetapkan misalnyaketentuan-ketentuan
belajar minimal KKM, yang ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-masing
dengan mempertimbangkan karakteristik kompetensi dasar yang akan dicapai daya
dukung sarana dan guru, dan karakteristik peserta didik.
Dari salah satu ciri-ciri evaluasi diatas salah satu penekanan di dalam kurikulum 2013
adalah penilaian autentik. Dalam Permendikbud 66 dan 81 tahun 2013 dijelaskan bahwa
penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai
mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran, yang meliputi ranah
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian autentik menilai kesiapan peserta didik, serta
proses dan hasil belajar secara utuh. Berikut adalah ciri-ciri penilaian autentik:
1. Mengukur semua aspek pembelajaran, yakni kinerja dan hasil atau produk.
2. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
3. Menggunakan berbagai cara dan sumber.
4. Tes hanya salah satu alat pengumpulan data penilaian.
5. Tugas-tugas yang diberikan mencerminkan bagian-bagian kehidupan nyata setiap
hari.
6. Penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian, bukan
keluasannya (kuantitas).
Sedangkan karakteristik penilaian autentik, adalah sebagai berikut:
1. Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, pencapaian kompetensi terhadap satu
kompetensi dasar (formatif) maupun pencapaian terhadap standar kompetensi atau
kompetensi inti dalam satu semester (sumatif).
2. Mengukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta, menekankan
pencapaian kompetensi keterampilan (skill) dan kinerja (performance), bukan
kompetensi yang sifatnya hafalan dan ingatan.
3. Berkesinambungan dan terintegrasi, merupakan satu kesatuan secara utuh sebagai alat
untuk mengumpulkan informasi terhadap pencapaian kompetensi siswa.
4. Dapat digunakan sebagai feedback, dapat digunakan sebagai umpan balik terhadap
pencapaian kompetensi siswa secara komprehensif.
Kompetensi dan teknik penilaian untuk semua kompetensi dasar yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
1. Penilaian Sikap
Dimensi-dimensi tersebut, selanjutnya dikembangkan dalam berbagai
jenjang kompensi inti (KI). Kompetensi inti (KI) terdiri atas empat jenis, yaitu:
a. Kompetensi Inti 1 (KI-1)
Tentang sikap spiritual, antara lain:
 Ketaatan beribadah;
 Berperilaku syukur;
 Berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan; dan
 Toleransi dalamberibadah
b. Kompetensi Inti 2 (KI-2)
Tentang sikap sosial, antara
lain:
 Jujur
 disiplin
 tanggung
 santun
 peduli
 percaya diri
c. Kompetensi Inti 3 (KI-3)
Tentang pengetahuan, antara lain sebagai berikut:
 Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar,
melihat, membaca) dan menanyakan berdasarkan rasa ingin tahu tentang
dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang
dijumpainya di rumah dan di sekolah.
d. Kompetensi Inti 4 (KI-4)
Tentang keterampilan, antara lain sebagai berikut:
 Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis,
dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan
dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan
berakhlak mulia.
2. Penilaian Pengetahuan
Penilaian pengetahuan (KI-3) dilakukan dengan cara mengukur
penguasaan peserta didik yang mencakup pengetahuan faktual,
konseptual, dan prosedural dalam berbagai tingkatan proses berpikir. Penilaian
dalam proses pembelajaran berfungsi sebagai alat untuk mendeteksi kesulitan
belajar (assesment as learning), penilaian sebagai proses pembelajaran (assessment
for learning), dan penilaian.
3. Penilaian Keterampilan
Penilaian keterampilan dilakukan dengan mengidentifikasi karateristik
kompetensi dasar aspek keterampilan untuk menentukan teknik penilaian yang
sesuai. Tidak semua kompetensi dasar dapat diukur dengan penilaian kinerja,
penilaian proyekatau portofolio. Penentuan teknik penilaian didasarkan pada
karakteristik kompetensi keterampilan yang hendak diukur. Penilaian keterampilan
dimaksudkan untuk mengetahui penguasaan pengetahuan peserta didik dapat
digunakan untuk mengenal dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan
sesungguhnya (dunia nyata).
Penilaian pengetahuan dan keterampilan menggunakan angka dengan
rentangskor 0 sampai dengan 100 dan deskripsi. Sedangkan untuk Nilai akhir
semester dilengkapi dengan predikat dengan ketentuan :
86 –100 = Sangat Baik (A)
76 –86 = Baik (B)
56 –75 = Cukup (C)
≤ 55 = Kurang (D)
Penilaian dilakukan dengan tes dan non-tes melalui observasi/pengamatan,
penilaian diri (self assessment), penilaian antarteman (peer assessment), ulangan,
ujian, dan penugasan (projek dan portofolio). Instrumen penilaian dapat berupa
perangkat tes yang berisi butir-butir soal, daftar cek (check list) atau skala
penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, dan jurnal. Instrumen penilaian
harus memenuhi persyaratan substansi/materi, konstruksi, dan bahasa.
Hasil penilaian oleh pendidik setiap semester perlu diolah untuk
dimasukkan ke dalam buku laporan hasil belajar (rapor). Nilai rapor merupakan
gambaran pencapaian kemampuan peserta didik dalam satu semester.
1. Penilaian Pengetahuan
a. Penilaian Pengetahuan dilakukan oleh Guru Mata Pelajaran (Pendidik)
Penilaian Pengetahuan terdiri atas: Nilai Proses (Nilai Harian)= NH, Nilai
Ulangan Tengah Semester = UTS, dan Nilai Ulangan Akhir Semester
= UAS.
b. Nilai Harian diperoleh dari hasil Tes Tulis, Tes Lisan, dan Penugasan yang
dilaksanakan pada setiap akhir pembelajaran satu Kompetensi Dasar (KD).
c. Penghitungan nilai Pengetahuan diperoleh dari rerata NH, UTS, dan
UAS.
d. Penilaian rapor untuk pengetahuan menggunakan penilaian kuantitatif
dengan skala 1 –4 (kelipatan 0,33), dengan 2 (dua) desimal dan setiap aras
(tingkatan).
e. Penghitungan Nilai Pengetahuan
2. Penilaian Keterampilan
a. Penilaian Keterampilan dilakukan oleh Guru Mata Pelajaran (Pendidik).
Penilaian Keterampilan terdiri atas: Nilai Praktik, Nilai Projek, dan Nilai
Portofolio
b. Penilaian Keterampilan dilakukan pada setiap akhir menyelesaikan satu
KD
c. Penghitungan nilai keterampilan diperoleh dari rata-rata Penilaian Praktik,
Penilaian Projek dan Penilaian Portofolio.
d. Pengolahan Nilai Rapor (LHB) untuk Keterampilan menggunakan
penilaian kuantitatif dengan skala 1 -4 (kelipatan 0,33), dengan 2 (dua)
desimal dan diberi predikat aras (tingkatan).
e. Penghitungan Nilai Keterampilan.
3. Penilaian Sikap
a. Sikap (spiritual dan sosial) untuk LHB terdiri atas sikap dalam mata
pelajaran dan sikap antarmata pelajaran. Sikap dalam mata pelajaran
diisi oleh setiap guru mata pelajaran berdasarkan rangkuman hasil
pengamatan guru, penilaian diri, penilaian sejawat, dan jurnal, ditulis
dengan predikat Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), atau Kurang (K).
Sikap antarmata pelajaran diisi oleh wali kelas setelah berdiskusi
dengan semua guru mata pelajaran, disimpulkan secara utuh dan
ditulis dengan deskripsi koherensi.
b. Penilaian Sikap dalam mata pelajaran diperoleh dari hasil penilaian observasi
(Penilaian Proses), penilaian diri sendiri, penilaian antarteman, dan jurnal
catatan guru.
c. Nilai Observasi diperoleh dari hasil Pengamatan terhadap Proses sikap
tertentu sepanjang proses pembelajaran satu Kompetensi Dasar (KD).
d. Untuk penilaian Sikap Spiritual dan Sosial (KI-1 danKI-2) menggunakan
nilai Kualitatif sebagai berikut:
SB = Sangat Baik = 80-100
B = Baik = 70 -79
C = Cukup = 60 -69
K = Kurang = < 60

KELOMPOK 3 – PENGUKURAN RANAH KOGNITIF, AFEKTIF, DAN


PSIKOMOTORIK DALAM PENDIDIKAN MATEMATIKA

1. Pengertian Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotorik


Ranah kognitif merupakan rangkaian dasar untuk mengkategorikan tujuan
pendidikan, kurikulum dan penyusunan (Inayatun, 2021). Ranah Kognitif berisi tentang
perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian,
dan keterampilan berpikir (Setyosari, 2013).
Ranah Kognitif mempunyai enam sub yang disusun mulai dengan yang paling
sederhana sampai tahap yang paling kompleks dan secara singkat, yaitu:
a. Pengetahuan (knowledge) yaitu kemampuan untuk mengingat bahan- bahan
yang pernah dipelajari terdahulu.
b. Pemahaman (compherehension) yaitu kemampuan untuk menangkap pengertian
dari sesuatu, seperti tnenerjemahkan sesuatu atau menafsirkan sesuatu dengan
cara menjelaskan.
c. Penerapan (application) yaitu kemampuan untuk menggunakan bahan-bahan
yang telah dipelajari dalam situasi yang baru dan kongkret atau nyata.
d. Penguraian (analysis) yaitu kemampuan untuk memilah-milih sesuatu bahan
pada bagian-bagian koraponennya sehingga struktur bahan tersebut dapat
dipahami.
e. Penyatuan (synthesis) yaitu kemampuan untuk menyatukan bagian- bagian yang
terpisah guna membangun suatu keseluruhan yang utuh.
f. Penilaian (evaluation) yaitu mernutuskan atau menentukan nilai suatu materi
untuk suatu tujuan yang telah ditentukan. (Asrori, 2013)
Ranah afektif merupakan kemampuan dan sikap yang dimiliki oleh siswa dalam
proses pembelajaran (Inayatun, 2021). Ranah afektif merupakan ranah yang berkaitan
dengan aspek-aspek emosional seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral
(Setyosari, 2013).
Ranah afektif ini dibagi menjadi lima level belajar yang disusun mulai dari yang
paling sederhana sampai tahap yang paling kompleks dan secara singkat, yaitu:
a. Penerimaan (receiving) yaitu kesediaan seseorang atau mahasiswa untuk
mengikuti suatu peristiwa tertentu, seperti kegiatan di dalam kelas, buku teks,
musik dan Iain-lain.
b. Pemberian Tanggapan (responding) yaitu menunjuk pada keikutsertaan secara
aktif dari mahasiwa atau siswa agar dapat memberikan reaksi kesiapan dalam
memberikan respon atau minat.
c. Penentuan Sikap (value) yaitu berhubungan dengan nilai yang melekat pada
mahasiwa atau siswa terhadap suatu peristiwa atau tingkah laku, seperti ingin
meningkatkan keterampilan kelompok.
d. Pengorganisasian (organization) yaitu menggabungkan beberapa nilai yang
berbeda-beda serta membangun sistem yang konsisten secara internal.
e. Pembentukan Pola (characterization by a value or a complex) yaitu menunjuk
pada proses afeksi di mana seseorang memiliki suatu sistem nilai sendiri yang
mengendalikan perilakunya untuk waktu yang lama dan pada gilirannya akan
membentuk gaya hidupnya. (Asrori, 2013)
Ranah psikomotorik merupakan kemampuan yang dimiliki oleh siswa yang
berkaitan dengan keterampilan (skill) dan kemampuan setelah melakukan pengalaman
belajar langsung (Inayatun, 2021). Ranah psikomotorik merupakan ranah yang
berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem saraf dan
otot dan berfungsi psikis (Setyosari, 2013).
Ranah Psikomotorik ini dibagi menjadi tujuh level belajar yang disusun mulai
dari yang paling sederhana sampai tahap yang paling kompleks dan secara singkat,
yaitu:
a. Persepsi (perception) yaitu berkenaan dengan penggunaan organ- indra untuk
menangkap isyarat yang membimbing aktivitas gerak.
b. Kesiapan (set) yaitu menunjukkan pada kesiapan untuk melakukan tindakan
atau kesiapan mental dan fisik untuk bertindak.
c. Gerakan Terbimbing (guided respons) yaitu tahapan awal dalam mempelajari
keterampilan yang kompleks seperti peniruan
d. Gerakan Terbiasa (mechanism) yaitu berkenaan dengan kinerja di mana respon
mahasiswa atau siswa telah menjadi terbiasa dan gerakan-gerakan dengan penuh
keyakinan dan kecakapan.
e. Gerakan Kompleks (complex overt respons) yaitu merupakan gerakan yang
sangat terampil dengan pola-pola gerakan yang sangat kompleks.
f. Penyesuaian Pola Gerakan (adaptation) yaitu berkenaan dengan keterampilan
yang dikembangkan dengan baik sehingga seseorang dapat memodifikasi pola-
pola gerakan untuk menyesuaikan tututan tertentu atau menyesuaikan situasi
tertentu.
g. Kreativitas (organitation) yaitu menujuk kepada pencitaan pola-pola gerakan
baru untuk menyesuaikan situasi tertentu atau problem khusus. (Asrori, 2013)

2. Ciri-Ciri Penilaian Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotorik


a. Penilaian Kognitif
Berikut adalah ciri-ciri ranah penilaian kognitif:
1) Tingkatan pengetahuan ialah kemampuan mengingat kembali mencakup ingatan
akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan.
2) Tingkatan pemahaman yaitu kemampuan menggunakan informasi dalam situasi
yang tepat, mencakup kemampuan untuk membandingkan, menunjukkan
persamaan dan perbedaan, mengidentifikasi karakteristik, menganalisis dan
menyimpulkan.
3) Tingkatan penerapan mencakup kemampuan untuk menggunakan atau
menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi atau konteks yang
lain.
4) Tingkatan analisis yaitu mengenal kembali unsur-unsur, hubungan- hubungan
dan susunan informasi atau masalah.
5) Tingkatan sintesis yaitu mengkombinasikan kembali bagian-bagian dari
pengalaman yang lalu dengan bahan yang baru menjadi suatu keseluruhan yang
baru dan terpadu.
6) Tingkatan evaluasi yaitu menggunakan kriteria untuk mengukur nilai suatu
gagasan, karya dan sebagainya.
b. Penilaian Afektif
Berikut ciri-ciri ranah penilaian afektif:
1) Sikap peserta didik pada waktu belajar di sekolah, terutama pada waktu guru
mengajar. Sikap ini meliputi: kemampuan peserta didik untuk menerima pelajaran
dari guru, perhatian peserta didik terhadap apa yang dijelaskan oleh guru,
keinginan peserta didik untuk mendengarkan dan mencatat uraian dari guru,
penghargaan peserta didik terhadap guru itu sendiri, serta hasrat peserta didik
untuk bertanya kepada guru.

2) Sikap peserta didik setelah pelajaran selesai. Sikap peserta didik ini meliputi
indikator: kemauan peserta didik dalam mempelajari bahan pelajaran lebih lanjut,
kemauan peserta didik untuk mengaplikasikan hasil pelajaran dalam praktik
kehidupan sehari-hari berdasarkan tujuan dan isi yang tertuang dalam mata
pelajaran, serta suka terhadap gurunya dan mata pelajarannya.
c. Penilaian Psikomotorik
Ranah psikomotorik memiliki lima tahap atau jenjang perkembangan, antara
lain: (Hutapea, 2019)

1) Tahap menirukan. Pada jenjang ini jika diaplikasikan kepada peserta didik suatu
tindakan yang dapat diamati, maka peserta didik tersebutakan mulai membuat
suatu tiruan terhadap tindakan itu sampai pada tingkat sistem otot-ototnya dan
dituntun oleh dorongan kata hati untuk menirukan.
2) Tahap manipulasi. Pada tahapan ini peserta didik dapat menunjukkan atau
menampilkan suatu tindakan seperti yang diajarkan, serta tindakan yang juga
tidak hanya seperti yang diamati. Peserta didik mulai dapat membedakan antara
satu pola tindakan dengan yang lain, kemudian menjadi mampu memilih
tindakan yang diperlukan dan mulai memiliki keterampilan dalam
memanipulasi.
3) Tahap keseksamaan. Pada tahapan ini terdiri atas kemampuan peserta didik
dalam menampilkan suatu tindakan yang telah sampai pada tingkat perbaikan
yang lebih tinggi dalam mereproduksi suatu kegiatan tertentu.
4) Tahap artikulasi. Tahapan ini memiliki unsur utama, yaitu peserta didik telah
dapat mengkoordinasikan serentetan tindakan dengan menetapkan urutan secara
tepat di antara tindakan yang berbeda- beda.
5) Tahap naturalisasi. Pada tahapan terakhir ini mengungkapkan bahwa apabila
peserta didik telah dapat melakukan secara alami satu tindakan atau sejumlah
tindakan yang urut, maka keterampilan penampilan tersebut telah sampai pada
kemampuan yang paling tinggi dan tindakan tersebut ditampilkan dengan
pengeluaran energi yang minimum.

3. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif, Afektif, dan Psikomotor dalam


Pendidikan Matematika
Pertama, Pengukuran hasil belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes
tertulis. Beberapa bentuk tes kognitif diantaranya ialah:
 Tes atau pertanyaan lisan di kelas
 Pilihan ganda
 Uraian objektif
 Uraian non objektif atau uraian bebas
 Jawaban atau isian singkat
 Menjodohkan
 Portofolio
 Performance
Kedua, Penilaian ranah afektif dalam bentuk penilaian skala sikap peserta didik
perlu dikembangkan untuk mengetahui perubahan sikap peserta didik pada
pembelajaran tersebut. Cara mengukur sikap peserta didik tersebut menggunakan
instrumen dalam bentuk non tes yaitu berupa angket skala sikap seperti skala Likert.
Contoh skala likert:
Minat terhadap pelajaran matematika
1) Pelajaran matematika menyenangkan
2) Pelajaran matematika itu sulit
3) Tidak semua harus belajar matematika
4) Belajar matematika harus pintar Lalu terdapat pilihannya ss, s, ts, sts
Keterangan:
SS: sangat setuju
S: setuju
TS: tidak setuju
STS: sangat tidak setuju

Ketiga, Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur
penampilan atau kinerja yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat
berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja
4. Penerapan Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotorik
a. Penerapan Ranah Kognitif
Teori pembelajaran menyangkut suatu tindakan untuk membimbing dan
mengajarkan individu bagaimana caranya siswa mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan, pandangan hidup, serta pengetahuan akan kebudayaan masyarakat di
sekitarnya. Teori kognitivisme berbeda dengan teori behaviorisme, dimana teori
kognitivisme mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Dalam proses
belajar, teori kognitivisme mengganggap pentingnya faktor individu dalam belajar
tanpa menghiraukan faktor eksternal atau lingkungan.

b. Penerapan Ranah Afektif


Dalam belajar yang terlibat bukan hanya kegiatan fisik, tetapi diikuti oleh
proses mental, kegiatan fisik mempunyai arti penting dalam kegiatan belajar, sisi ini
tidak hanya sebagai penopang kegiatan belajar, tetapi juga berperan untuk
mendapatkan keterampilan-keterampilan tertentu. Oleh karena itu, dibutuhkan
strategi pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan pembelajaran afektif.
c. Penerapan Ranah Psikomotorik
Aspek keterampilan atau psikomotorik termasuk kemampuan guru
menggiring siswa untuk menemukan konsep yang sedang dipelajari melalui deduksi
(discovery learning). Siswa sebisa mungkin diajak untuk mencari tahu, bukan
langsung diberi tahu. Keterampilan guru dalam menjelaskan pengetahuan sebagai
input kepada siswa untuk menghasilkan output berupa keterampilan siswa dan
bermuara pada pembentukan sikap siswa sebagai outcome pembelajaran.

KELOMPOK 4 - PENYUSUNAN KISI-KISI SOAL MATEMATIKA DAN


PEMBUATAN SOAL MATEMATIKA BERDASARKAN TAKSONOMI BLOOM
1. Penyusunan Kisi-Kisi Soal Matematika
Kisi-kisi dapat diartikan test blue-print atau table of specification merupakan
deskripsi kompetensi dan materi yang akan diujikan. Wujudnya adalah sebuah tabel
yang memuat tentang perperincian materi dan tingkah laku beserta
imbangan/proporsi yang dikehendaki oleh penilai. Tiap kotak diisi dengan bilangan
yang menunjukkan jumlah soal (Suharsimi, 2006). Tujuan penyusunan kisi-kisi
adalah untuk menentukan ruang lingkup dan sebagai petunjuk dalam menulis soal.
Adapun fungsi dari kisi-kisi soal adalah sebagai berikut:
a. Panduan/pedoman dalam penulisan soal yang hendak disusun
b. Penulis soal akan menghasilkan soal-soal yang sesuai dengan tujuan tes.
c. Penulisan kisi-kisi berfungsi untuk menselaraskan perangkat soal, sehingga
hal ini juga akan mempermudah dalam proses evaluasi.
Kisi-kisi yang baik harus memenuhi persyaratan berikut ini:
a. Kisi-kisi harus dapat mewakili isi silabus/kurikulum atau materi yang telah
diajarkan secara tepat dan proporsional.
b. Komponen-komponennya diuraikan secara jelas dan mudah dipahami.
c. Materi yang hendak ditanyakan dapat dibuatkan soalnya.
Penulisan kisi-kisi soal adalah kerangka dasar yang dipergunakan untuk
penyusunan soal dalam evaluasi proses pendidikan dan pembelajaran. Dengan kisi-
kisi soal ini, maka seorang guru dengan mudah dapat menyusun soal-soal evaluasi.
Kisi-kisi soal inilah yang memberikan batasan guru dalam menyusun soal evaluasi.
Dalam penulisan kisi-kisi soal, guru harus memperhatikan hal-hal berikut:
a. Nama sekolah: Nama sekolah ini menunjukkan tempat penyelenggaraan
pendidikan dan pembelajaran yang akan dievaluasi, proses pembelajarannya
ini merupakan identitas sekolah.
b. Satuan Pendidikan: Satuan pendidikan menunjukkan tingkatan pendidikan
yang menyelenggarakan proses pendidikan dan akan dievaluasi. Satuan
pendidikan ini misalnya SD, SMP, SMA/SMK
c. Mata Pelajaran: Mata pelajaran yang dimaksudkan dalam hal ini adalah
mata pelajaran yang akan dibuatkan kisi-kisi soal dan dievaluasi hasil belajar
anak-anak. Misalnya Matematika.
d. Kelas/semester: Kelas/semester menunjukkan tingkatan yang akan
dievaluasi, dengan menyantumkan kelas atau semester ini, maka kita semakin
tahu batasan materi yang akan kita jadikan soal evaluasi proses.
e. Kurikulum acuan: Seperti yang kita ketahui model kurikulum di negeri ini
selalu berganti, akhirnya ada tumpah tindih antara kurikulum yang digunakan
dan kurikulum baru. Untuk hal tersebut maka kita informasikan kurikulum
yang digunakan dalam penyusunan kisi-kisi penulisan soal. Misalnya, KTSP.
f. Alokasi waktu: Alokasi waktu ini ditulis sebagai penyediaan waktu untuk
penyelesaian soal. Dengan alokasi ini, maka kita dapat memperkirakan
kesulitan soal. Dan jumlah soal yang harus dibuat guru agar anak-anak tidak
kehabisan waktu saat mengerjakan soal.
g. Jumlah soal: Jumlah soal menunjukkan berapa banyak soal yang harus
dibuat dan dikerjakan anak-anak sesuai dengan jatah alokasi waktu yang
sudah dikerjakan untuk ujian bersangkutan. Dalam hal ini guru sudah
memperkirakan penggunaan waktu untuk masing-masing soal.
h. Penulis /guru mata pelajaran: Ini menunjukkan identitas guru mata
pelajaran atau penulis kisi-kisi soal. Hal ini sangat penting untuk mengetahui
tingkat kelayakan seseorang dalam penulisan kisi-kisi dan soalnya.
i. Standar kompetensi: Standar kompetensi menunjukan kondis standar yang
akan dicapai oleh peserta didik setelah mengikuti proses pendidikan dan
pembelajaran. Dengan standar kompetensi ini maka guru dan anak didik
dapat mempersiapkan segala yang harus dilakukan.
j. Kompetensi dasar: Kompetensi dasar menunjukkan hal yang seharusnya
dimiliki oleh anak didik setelah mengikuti proses pendidikan dan
pembelajaran. Dalam penulisan kisi- kisi soal aspek ini kita munculkan untuk
mengevaluasi tingkat pencapaiannya.
k. Materi pelajaran: Ini menunjukkan semua materi yang diberikan untuk
proses pendidikan dan pembelajaran. Dalam penulisan kisi-kisi soal, aspek
ini merupakan batasan isi dari materi pelajaran yang kita jadikan soal.
l. Indikator soal: Indikator soal menunjukan perkiraan kondisi yang diambil
dalam soal ujian. Indikasi yang bagaimana dari materi pelajaran yang
diterapkan disekolah.
m. Bentuk soal: Bentuk soal yang dimaksudkan adalah subjektif tes atau
objektif tes. Untuk memudahkan kita dalam menyusun soal, maka kita harus
menentukan bentuk yes dalam setiap materi pelajaran yang kita uji kan dalam
proses evaluasi.
n. Nomor soal: Nomor soal menunjukkan urutan soal untuk materi atau soal
yang guru buat. Hal ini setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar,
penulisan nomor soal di kisi-kisi penulisan soal tidak selalu berurutan. guru
dapat menulis secara acak.
2. Pembuatan Soal Matematika Bedasarkan Taksonomi Bloom
a. Pengertian Taksonomi Bloom
Taksonomi merupakan cara pengkategorian. Taksonomi memudahkan
pendidik untuk membuat klasifikasi materi apa saja yang harus dipelajari oleh
anak didiknya.
b. Nama dalam Taksonomi
Nama-nama dalam taksonomi Bloom mengalami perubahan dari nama
dengan kata benda ke nama dengan kata kerja. Dalam taksonomi revisi
Aplikasi, Analisis, dan Evaluasi dipertahankan, tetapi dalam bentuk kata kerja
sebagai Menerapkan, Menganalisis, dan Mengevaluasi. Sintesis berubah tempat
dengan Evaluasi dan berganti nama Mencipta (Krathwohl, 2002:214).
Komponen kata kerja dari Pengetahuan berubah menjadi kategori mengingat,
yang menggantikan klasifikasi pengetahuan aslinya dalam enam kategori pokok,
yang sekarang menggunakan kata kerja. Bentuk kata kerja ini mendeskripsikan
tindakan yang tersirat dalam kategori pengetahuan aslinya; tindakan pertama
yang dilakukan siswa dalam belajar pengetahuan adalah mengingatnya
c. Tingkat Proses Kognitif berdasarkan Taksonomi Bloom Revisi
1) Mengingat (C1), pembagian dimensinya adalah mengenali dan
mengingat kembali
2) Memahami (C2), pembagian dimensinya adalah menafsirkan,
memberikan contoh, mengklasifikan, meringkas, menafrik inferensi,
membandingkan, dan menjelaskan
3) Menerapkan (C3) pembagian dimensinya adalah menjelaskan dan
mengimplementasikanAnalisis Soal
4) Menganalisis (C4) pembagian dimensinya adalah membedakan,
mengorganisasikan, dan menemukan pesan tersirat
5) Menilai (C5) pembagian dimensinya adalah memeriksa dan mengkritisi
6) Mencipta (C6) pembagian dimensinya adalah membuat dan
memproduksi
d. Penerapan Soal Matematika Sesuai Revisi Taksonomi Bloom
Standar Isi mata pelajaran matematika memuat tujuan mata pelajaran
Matematika untuk lingkup pendidikan dasar dan menengah adalah agar peserta
didik memiliki kemampuan antara lain:
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep
dan mengaplikasikan atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah,
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika,
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh,
4) Mengomunikasikan gagasan dalam simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
e. Dimensi Pengetahuan
Dimensi pengetahuan merupakan dimensi tersendiri dalam Taksonomi
Bloom revisi. Dalam dimensi ini akan dipaparkan empat jenis kategori
pengetahuan, yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan
prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Berikut ini penjelasannya:
1. Pengetahuan Faktual
Pengetahuan faktual yaitu pengetahuan tentang elemen-elemen
yang terpisah dan mempunyai ciri-ciri tersendiri. Pengetahuan ini
meliputi elemen-elemen dasar yang digunakan para pakar dalam
menjelaskan, memahami, dan secara sistematis menata disiplin ilmu
mereka. Pengetahuan Faktual terdiri atas pengetahuan Terminologi
(knowledge of terminology) dan tentang Detail-detail dan elemen-
elemen yang spesifik (knowledge Of specific detailsan delement).
2. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan konseptual meliputi pengetahuan tentang kategori,


klasifikasi, dan hubungan antara dua atau lebih kategori atau klasifikasi.
Pengetahuan ini lebih kompleks dan terorganisasi. Pengetahuan konseptual
meliputi skema, model mental, atau teori yang implisit atau eksplisit dalam
beragam model psikologi kognitif. Jenis pengetahuan ini mencakup
pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, Pengetahuan tentang prinsip
dan generalisasi dan Pengetahuan tentang teori, model dan struktur.
3. Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan prosedural adalah “pengetahuan tentang” cara
melakukan sesuatu. “Melakukan sesuatu” ini boleh jadi mengerjakan
latihan rutin sampai menyelesaikan masalah-masalah baru. Pengetahuan
ini kerap kali berupa rangkaian langkah yang harus diikuti. Pengetahuan
ini mencakup pengetahuan tentang keterampilan, algoritme, teknik,
metode, yang semuanya disebut sebagai prosedur. Jenis pengetahuan ini
mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan
dengan suatu bidang tertentu dan pengetahuan tentang algoritme,
pengetahuan tentang teknik dan metode yang berhubungan dengan suatu
bidang tertentu, dan pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan
suatu prosedur tepat untuk digunakan.
4. Pengetahuan Metakognitif
Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi
secara umum, kesadaran akan dan pengetahuan mengenai kognisi sendiri.
Pengetahuan ini mencakuppengetahuan strategis, pengetahuan tentang
proses-proses kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional,
dan pengetahuan pengetahuan diri.
KELOMPOK 5 – ANALISIS BUTIR-BUTIR EVALUASI
1. Tingkat Kesukaran
Menurut Saifudin Azwar tingkat kesukaran butir soal adalah proporsi antara
banyaknya peserta tes yang menjawab butir soal dengan benar dengan banyaknya
peserta tes.2 Artinya, semakin banyak peserta tes yang menjawab tugas dengan benar,
semakin tinggi indeks kesulitan dan semakin mudah tugas tersebut. Sebaliknya,
semakin sedikit peserta tes yang menjawab soal dengan benar, semakin sulit soalnya.
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit.
Soal yang terlalu mudah tidak mendorong siswa untuk meningkatkan usahanya dalam
menyelesaikannya. Sebaliknya soal yang terlalu sulit dapat mengakibatkan siswa
menjadi putus asa dan kurang semangat untuk mencoba lagi karena di luar
kemampuannya.
a. Tingkat Kesukaran Soal Pilihan Ganda
Angka atau bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu
soal disebut indeks kesukaran (difficulty indeks). Besarnya indeks kesukaran
antara 0,00 – 1,00. Indeks ini menunjukan taraf kesukaran soal. jadi soal
dengan indeks 0,00 menunjukkan bahwa masalahnya terlalu sulit, sebaliknya
indeks 1.0 menunjukkan bahwa masalahnya terlalu mudah. Indeks kesukaran
di simbolkan dengan huru “P” (proporsa). Rumus indeks kesukaran yang
dikemukakan oleh Du Bois, yaitu:
Ket:
P : Indeks Kesukaran
B : Banyaknya siswa yang
menjawab soal itu dengan benar.
: Jumlah seluruh siswa peserta
Jx
tes.
Untuk hasilnya, semakin kecil indeks yang di dapat, maka tingkat
soal semakin sulit, sedangkan semakin besar indeks yang di dapat, maka
tingkat soal tergolong mudah. Penafsiran tingkat kesukaran butir soal
digunakan kriteria menurut Witherington dalam Anas Sudijono sebagai
berikut:
Besar P < 0,30 0,30 - 0,70 >0,70
Interpretasi Terlalu Sulit Sedang atau cukup Terlalu mudah

b. Tingkat Kesukaran Soal Essay


Rumus lain yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran soal
uraian sama dengan soal pilihan ganda yaitu:
Ket:
T k : Indeks tingkat kesukaran butir soal
S A : Jumlah skor kelompok atas
S B : Jumlah skor kelompok bawah
I A : Jumlah skor ideal kelompok atas
I B : Jumlah skor ideal kelompok bawah
Setelah indeks tingkat kesukaran diperoleh, maka harga indeks
kesukaran tersebut diinterpretasikan pada kriteria sesuai tabel berikut:

Indeks Tingkat Kesukaran Kriteria


0-15% Sangakt sukar, sebaiknya dibuang
16%-30% Sukar
31%-70% Sedang
71%-85% Mudah
86%-100% Sangat mudah, sebaiknya dibuang

2. Daya Pembeda
Daya Pembeda adalah kemampuan suatu soal tersebut untuk membedakan
antara siswa yang berpengetahuan tinggi (pintar) dengan siswa berpengetahuan
rendah (bodoh). Angka yang menunjukkan besarnya nilai pembeda disebut indeks
Deskriminasi (D).
Tujuan dicarinya daya pembeda adalah untuk mengetahui dan menentukan
apakah soal tersebut termasuk dalam kategori skor tinggi atau skor rendah. Koefisien
daya beda berkisar antara –1,00 sampai dengan +1,00. Daya beda +1,00 berarti
bahwa semua siswa berkemampuan tinggi menjawab benar terhadap butir soal itu,
sedangkan semua siswa berkemampuan rendah seluruhnya menjawab salah satu
terhadap butir soal itu. Sebaliknya daya beda -1,00 berarti bahwa semua anggota
berkemampuan tinggi menjawab salah butir soal itu, sedangkan kelompok
berkemampuan rendah seluruhnya menjawab benar terhadap soal itu. Tanda negative
pada indeks diskriminasi (D) digunakan apabila sebuah soal “terbalik” menunjukkan
kualitas tester yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai.
Apabila indeks diskriminasi soal semakin mendekati 1,00, artinya daya
pembeda soal tersebut semakin baik, nah begitu juga sebaliknya, jika indeks
diskriminasi semakin mendekati 0,00 maka daya beda semakin jelek.
Rumus mencari D Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah :
JB A−JB B JB A−JB B
DP= atau DP=
JS A JS B
Keterangan:
DP : Daya pembeda
JB A : Jumlah peserta didik kelompok atas yang menjawab soal itu
dengan benar
JBB : Jumlah peserta didik kelompok bawah yang menjawab soal
itu dengan benar
JS A : Jumlah peserta didik kelompok atas (berkemampuan tinggi)
JS B : Jumlah peserta didik kelompok bawah (berkemampuan rendah)

Klasifikasi atau kriteria untuk daya pembeda adalah:


DP  0,00 Sangat Jelek
0,00  DP  0,20 Jelek
0,20  DP  0,40 Cukup
0,40  DP  0,70 Baik
0,70  DP  1,00 Sangat Baik

3. Distractor
Distraktor merupakan jawaban pengecoh yang memiliki perbedaan tipis
dengan jawaban benar, sehingga sering menjebak peserta didik dalam menjawab soal
tes yang diujikan.
Fungsi distraktor atau pengecoh hanya diperuntukkan bagi butir butir soal
pilihan ganda. Soal yang berbentuk pilihan ganda memiliki beberapa pilihan jawaban,
tetapi hanya ada satu jawaban yang benar sedangkan jawaban yang lainnya
merupakan jawaban yang salah. Pilihan pilihan jawaban yang salah inilah yang
dikenal dengan istilah distractor atau pengecoh.
Tujuan utama penggunaan distraktor adalah untuk membedakan peserta didik
yang memahami dan kurang memahami pelajaran. Peserta didik yang kurang
memahami materi pelajaran akan terkecoh dengan memilih pilihan jawaban yang
salah. Distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut
memiliki daya tarik yang baik bagi peserta didik.
Efektivitas distraktor soal tes adalah bagaimana kemampuan distraktor soal itu
berfungsi untuk mengecoh peserta didik yang kurang cakap memilih alternatif
jawaban tersebut. Penulisan soal bentuk pilihan ganda harus memiliki keefektifitasan
distraktor. Artinya bahwa jangan sampai jawaban menjadi sebuah hadiah untuk
peserta didik, tetapi jawaban tersebut dapat menunjukkan kemampuan yang
sesungguhnya terkait dengan siapa yang memiliki pengetahuan, kurang memiliki
pengetahuan, atau bingung dengan materi yang disampaikan. Hal demikian dapat
ditunjukkan dengan adanya korelasi yang tinggi, rendah atau negatif pada hasil
analisis. Suatu distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik jika paling sedikit
dipilih oleh 5 pengikut tes (Anas Sudijono, 2015:411).
Distraktor baru dapat dikatakan telah dapat menjalankan fungsinya dengan
baik, apabila distraktor tersebut memiliki daya rangsang atau daya tarik demikian
rupa, sehingga testee merasa bimbang dan ragu-ragu sehingga akhirnya mereka
terkecoh untuk memilih distractor sebagai jawaban betul, sebab mereka mengira
jawaban tersebut sebagai kunci jawaban yang betul, padahal bukan. Butir yang baik
pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik yang menjawab salah.
Sebaliknya, butir soal yang kurang baik, pengecohnya akan dipilih secara tidak
merata. Jika semua peserta didik menjawab benar pada butir soal tertentu (sesuai
kunci jawaban) maka indeks pengecoh (IP) = 0 yang berarti soal tersebut jelek,
dengan demikian, pengecoh tidak berfungsi.

KELOMPOK 6 – ANALISIS VALIDITAS DAN RELIABILITAS


1. Validitas Instrumen
Validitas suatu instrumen merupakan usaha untuk mencari pembenaran yang
rasional berdasarkan pada bukti yang tersedia. Validitas suatu instrumen bersifat relatif
tergantung kepada situasi sosial dan tujuannya. Validitas dapat dikelompokkan menjadi
tiga tipe, yaitu validitas kriteria (criterion- related), validitas isi dan validitas konstruk.
a. Validitas Kriteria
Validitas berdasarkan kriteria dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan
sejauh mana tes mempprediksi kemampuan peserta di masa mendatang atau
mengestimasi kemampuan dengan alat ukur lain dengan tenggang waktu yang
hampir bersamaan
b. Validitas Isi
Validitas isi menunjukan sejauh mana suatu instrumen mencerminkan isi
yang akan diukur. Oleh karena itu, untuk mendapatkan validitas isi yang baik,
maka langkah-langkah yang dilakukan adalah:
1) Menetapkan definisi konsep yang akan diukur, sehingga diperoleh
gambaran semesta isi konsep yang hendak diukur. Operasionalisasi
definisi ini dapat dilakukan dengan membuat kisi-kisi.
2) Mengembangkan dan memilih item yang mencerminkan cakupan isi
konsep. Item dirancang menjadi spesifik dan eksak.
3) Hindarkan faktor-faktor yang tidak ada hubungannya dengan tujuan
pengukuran, misalnya hasil tes kimia hendaknya tidak dipengaruhi oleh
kemampuan matematika.
4) Gunakan evaluator eksternal (pakar, guru) untuk memeriksa isi tes dan
mengevaluasi relevansinya dengan semesta yang telah ditentukan.
c. Validitas Konstruk
Validitas ini menunjuk kepada seberapa jauh hasil tes dapat ditafsirkan
menurut konstruk tersebut. Konstruk dipakai untuk menunjukkan sesuatu yang
tidak dapat diukur secara langsung, tetapi yang dapat menerangkan akibat-akibat
yang dapat diamati. Untuk menetapkan validitas konstruk tidak hanya ada satu
cara saja. Bukti- bukti dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk data validitas
isi dan validitas yang dikaitkan dengan kriteria. Setiap data yang dapat membantu
menafsirkan arti skor tes dianggap sebagai data yang relevan.
2. Validitas Butir Soal dan Angket
Butir soal adalah jabaran atau tujuan dari indikator. Setiap butir soal perlu dibuat
sedemikian rupa agar jelas apa yang ditanyakan dan apa jawaban yang diinginkan. Mutu
dari butir soal akan mempengaruhi mutu dari soal tes secara keseluruhan. Validitas
bertujuan untuk memastikan apakah item instrumen telah memenuhi sehingga data yang
diperoleh nantinya bisa relevan atau sesuai. Uji validitas perlu dilakaukan dalam
pembuatan angket dan butir soal. Validitas angket dilakukan untuk mengetahui informasi
apakah angket tersebut benar-benar valid. Angket harus diuji validitas agar sebuah angket
tetap dapat dipercaya serta digunakan untuk mengukur suatu variabel penelitian,
meskipun digunakan berkali-kali dengan kuisioner yang sama.
Validitas soal dilakukan dengan harapan dapat menemukan berbagai informasi,
yang pada dasarnya merupakan umpan balik (feedback) guna melakukan perbaikan,
pembenahan, dan penyempurnaan kembali terhadap butir-butir soal, sehingga pada waktu
yang akan datang tes hasil belajar yang disusun atau dirancang oleh itu dapat mengukur
apa yang hendak diukur yang dilakukan secara terus menerus dan dilakukan oleh
lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik, untuk menilai
pencapaian standar nasional. Uji butir soal “adalah mengkaji dan menelaah setiap butir
soal agar diperoleh soal yang bermutu sebelum digunakan, meningkatkan kualitas butir
tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif, serta mengetahui informasi
diagnostik pada siswa apakah mereka telah memahami materi yang telah diajarkan”.
“Soal yang bermutu adalah soal yang dapat memberikan informasi setepat-tepatnya
tentang siswa yang telah menguasai materi dan siswa yang belum menguasai materi”.
3. Reabilitas Instrumen Tes/Non Tes
Reabilitas merupakan salah satu karakteristik utama dalam instrumen pengukuran
yang baik.15 Suatu tes dapat dikatakan reliable apabila selalu memberikan hasil yang
sama atau konsisten apabila diteskan pada suatu kelompok yang sama namun pada waktu
atau kesempatan yang berbeda. Untuk hal ini maka perlu dilakukan minimal pengetesan
sebanyak dua kali agar kita dapat mengetahui apakah hasil tanggapan obyek ukur
terhadap tes tersebut konsisten atau tidak
Reabilitas dibedakan atas dua jenis yaitu reabilitas konsistensi tanggapan dan
reabilitas konsitensi gabungan butir. Reabilitas konsistensi tanggapan mempersoalkan
apakah tanggapan responden terhadap tes tersebut sudsh baik atau konsisten sedangkan
reabilitas konsistensi gabungan butir berhubungan dengan kemantapan antara butir suatu
tes.
a. Reabilitas Instrumen Tes
Reliabilitas tes dapat diperkirakan melalui salah satu pendekatan umum,
yaitu: pendekatan tes ulang, pendekatan tes sejajar dan pendekatan konsistensi
internal. Menurut (Azwar, 2007: 180) Beliau menjelaskan standar proses
penyusunan tes tersebut meliputi beberapa hal yaitu: pengembangan indikator,
pengembangan kisi-kisi, pengembangan instrument dan penulisan butir soal.
Reliabiltas memperlihatkan konsistensi kuesioner terhadap jawaban
responden dalam beberapa kali pengujian pada kondisi yang berbeda dengan
menggunakan kuesioner yang sama pada pengujian sebelumnya. Tes tertulis itu
sendiri terbagi menjadi dua jenis yaitu, tes bentuk uraian dan tes bentuk objektif.
 Tes Uraian
Merupakan tes yang menuntut para peserta didik untuk dapat
mengorganisasikan dan menyatakan jawabannya menurut kalimat atau
kata- kata sendiri. Instrumen jenis ini memiliki banyak keunggulan
diantaranya yaitu seperti mudah disusun, mampu mendorong peserta didik
untuk menyampaikan pendapatnya , tidak memberi banyak kesempatan
untuk berspekulasi serta membantu siswa dalam menyusun jawaban dalam
bentuk kalimat
 Tes Objektif
Merupakan tes hasil belajar yang memiliki butir-butir soal yang
dijawab oleh testee dengan memilih salah satu atau pun lebih jawaban di
atara bebebapa kemungkinan jawaban yang sudah dipasangkan pada tiap-
tiap item, atau dengan menuliskan jawaban berupa kata-kata maupun
simbol-simbol tertentu pada area yang sudah disediakan untuk masing-
masing butir item23.
Tes objektif dapat dibagi menjadi lima golongan yaitu :
1) Tes objektif bentuk benar-salah (True-False test)
2) Tes objektif bentuk menjodohkan (Matching Test)
3) Tes objektif bentuk melengkapi (Completion Test)
4) Tes objektif bentuk isian (Fill in Test).
5) Tes objektif bentuk pilihan ganda (Multiple choice Item Test).

b. Reabilitas Instrumen Non-Tes


Penilaian non-tes merupakan penilaian yang berguna dalam mengukur
kemampuan peserta didik secara langsung dengan tugas-tugas yang riil.
Penilaian ini memiliki kelebihan dari penilaian tes yaitu dapat dgunakan
untuk menilai beberapa aspek dari individu sehingga tidak hanya menilai aspek
kognitif24. Instrumen jenis ini digunakan untuk mengetahui kualitas proses dan
produk dari suatu pembelajaran yang berkaitan dengan domain afektif, seperti
bakat, minat, sikap, motivasi dan lain sebagainya25.
Berikut ini ada berbgai alat pengukur non-tes yaitu :
1) Observasi atau pengamatan: Alat pengukur yang dilakukan secara
langsung dan tidak langsung terhadap suatu gejala dalam suatu situasi
pada suatu tempat
2) Catatan anekdota: Suatu catatan faktual yang dilakukan oleh pesera didik
secara individual atau berkelompok
3) Daftar cek: Suatu daftar yang berisi sejumlah pernyataan singkat
4) Skala nilai: Daftar yang berisi sejumlah pernyataan, gejala yang
dijabarkan dalam seatu bentuk skala atau kategori
5) Angket: Daftar pertanyaan tertulis yang terperinci dan lengkap, yang
mana pertanyaan ini harus dijawab oleh responden .
6) Wawancara: Suatu proses tanya jawab sepihak antara pewawancara
dengan orang yang diwawancarai secara tatap muka baik secara langung
maupun secara tidak langsung.

KELOMPOK 7 – PENILAIAN ACUAN NORMA DAN PENILAIAN ACUAN


PATOKAN
1. Pendekatan Acuan Patokan (PAP) dan Pendekatan Acuan Norma (PAN)
a. Penilaian Acuan Norma
Penilaian acuan norma adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu
pada norma kelompok. Hal ini berarti siswa dibandingkan dengan nilai-nilai siswa
yang lain yang termasuk didalam kelompok tersebut. Dalam hal ini yang
dimaksud dengan norma adalah kapasitas atau prestasi kelompok, sedangkan yang
dimaksud dengan kelompok adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa kata kelompok yang dimaksud adalah sejumlah siswa
dalam satu kelas, sekolah, rayon dan provinsi atau wilayah. Tujuan penggunaan
tes acuan norma biasanya lebih umum dan komprehensif dan meliputi suatu
bidang isi dan tugas belajar yang besar.
Berikut ini beberapa ciri dari Penilaian Acuan Norma:
• Penilaian Acuan Norma digunakan untuk menentukan status setiap peserta
didik terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, penilaian acuan
norma digunakan apabila guru ingin mengetahui kemampuan peserta didik
didalam komunitasnya seperti dikelas, sekolah dan lain sebagainya.
• Penilaian Acuan Norma menggunakan kriteria yang bersifat “relative”.
Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau
kebutuhan pada waktu tersebut.
• Nilai hasil dari penilaian Acuan Norma tidak mencerminkan tingkat
kemampuan dan penguasaan peserta didik tentang materi pengajaran yang
diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik (peringkatnya)
dalam komunitasnya (kelompoknya).
• Penilaian Acuan Norma memiliki kecendrungan untuk menggunakan
rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai
dari yang istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius.
• Penilaian Acuan Norma memberikan skor yang menggambarkan
penguasaan kelompok.
Annurrahma (2009: 104) menganalisis kelebihan dan kekurangan
Penilaian Acuan Norma sebagai berikut:
1) Kelebihan Penilaian Acuan Norma
 Dapat digunakan untuk menetapkan nilai secara maksimal
 Dapat membedakan kemampuan peserta didik yang pintar.
 Fleksibel, yaitu dapat menyesuaikan dengan kondisi yang berbeda-
beda
 Mudah menilai karena tidak ada patokan
 Dapat digunakan untuk menilai ranah kognitif, afektif dan psikomotor
 Dengan pengunaan penilaian berdasarkan PAN diharpkan setiap
kelompok memiliki tingkat kinerja yang sama
 Dapat dimanfaatkan oleh guru untuk membandingkan prestasi setiap
siswa
2) Kekurangan Penilaian Acuan Norma
 Sedikit menyebutkan kompetensi siswa apa yang mereka ketahui atau
dapat mereka lakukan.
b. Penilaian Acuan Patokan
Penilaian acuan patokan adalah penilaian yang diacukan kepada tujuan
instruksional yang harus dikuasai oleh siswa dibandingkan dengan tujuan yang
seharusnya dicapai, bukan dibandingkan dengan rata-rata kelompoknya.
Berikut ini beberapa ciri dari Penilaian Acuan Patokan:
• Terdapat kemampuan kognitif yang minimal harus dimiliki pada peserta
didik
• Adanya kemampuan psikomotorik dan sikap mental yang kuat minimal
sebagai prasyarat
• Meletakkan perbedaan latar belakang peserta didik sebagai unsur
individual
• Tidak komperatif terhadap kelompok, sehingga dapat melemahkan
semangat kompetisi peserta didik
Terdapat kekurangan dan kelebihan pada penilaian acuan patokan (PAP)
1) Kelebihan Penilaian Acuan Patokan
 PAP sangat baik diterapkan pada tes-tes formatif, dimana penguji
dapat mengetahui sejauh mana peserta didiknya telah terbentuk setelah
mengikuti pembelajaran dalam waktu tertentu.
2) Kekurangan Penilaian Acuan Norma
 PAP kurang baik saat digunakan dalam penentuan nilai hasil tes
sumatif seperti pada ulangan umum dalam rangka pengisian raport.
 Apabila butir soal terlalu sukar maka testee (siswa) – betapun
pandainya – akan memperoleh nilai rendah. Sebaliknya, apabila butir
soal yang dikeluarkan dalam hasil belajar itu terlalu mudah, maka
testee (siswa) – betapapun bodohnya – akan berhasil meraih nilai yang
tinggi.

2. Persamaan dan Perbedaan antara PAN dan PAP


Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan mempunyai beberapa
persamaan sebagai berikut:
a. Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi
spesifik sebagai penentuan fokus item yang diperlukan.
b. Kedua pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai
subjek yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur
mempresentasikan populasi siwa yang hendak menjadi target akhir
pengambilan keputusan.
c. Untuk mandapatkan informasi yang diinginkan tenyang siswa, kedua
pengukuran sama-sama nenerlukan item-item yang disusun dalam satu tes
dengan menggunakan aturan dasar penulisan instrument.
d. Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan
diukur.
e. Keduanya menggunakan macam tes dan instrumen yang sama
f. Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.
g. Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang
berbeda.
Perbedaan kedua penilaian adalah sebagai berikut:
a. Penilaian acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus
dengan sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Penilaian acuan patokan
biasanya mengukur perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan
banyak butir tes untuk setiap perilaku.
b. Penilaian acuan norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi
tingkat pencapaian belajar secara relatif. Penilaian acuan patokan menekankan
penjelasan tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan
oleh setiap peserta tes.
c. Penilaian acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai
tingkat kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan
terlalu sulit. Penilaian acuan patokan mementingkan butir-butir tes yang
relevan dengan perilaku yang akan diukur tanpa perduli dengan tingkat
kesulitannya.
d. Penilaian acuan norma digunakan terutama untuk survey. Penilaian acuan
patokan digunakan terutama untuk penguasaan.
3. Langkah-Langkah Pengolahan Nilai PAN dan PAP
a. Langkah-langkah pengolahan nilai PAN
1) Menghitung nilai rata-rata (mean) dari skor mentah yang dicapai kelompok
2) Menghitung simpangan baku/deviasi standar
3) Membuat patokan untuk konversi dengan menggunakan nilai standar sebelas
4) Mengubah skor-skor mentah menjadi nilai standar dengan menggunakan
patokan yang sudah dicari
5) Mengubah skor mentah menjadi skala 5 (skor huruf)
b. Pengolahan nilai PAP
Digunakan nya rumus:
skor riil
Rentangan= x 100
skor maksimum ideal
Ket:
Skor rill : skor yang berhasil dicapai oleh setiap peserta didik
Skor maks ideal : skor yang mungkin dicapai oleh setiap siswa bila mampu
menjawab dengan benar semua soal ujian
100 : skala yang dipakai, ya kni skala dengan rentangan dimulai
dari

Anda mungkin juga menyukai