Anda di halaman 1dari 16

A.

Latar Belakang Masalah

Berhasil atau tidaknya pendidikan dalam mencapai tujuannya dapat dilihat


setelah dilakukan evaluasi dan penilaian terhadap out put atau lulusan yang
dihasilkannya. Jika output lulusan, hasilnya sesuai dengan apa yang telah
digariskan dalam tujuan pendidikan, maka usaha pendidikan itu dapat dinilai
berhasil, tetapi jika sebaliknya, maka ia dinilai gagal. Dari sisi ini dapat dipahami
betapa pentingnya evaluasi dan penilaian pembelajaran dalam proses
pendidikan. Oleh karena itu, evaluasi pembelajaran merupakan bagian penting
dari evaluasi pendidikan pada umumnya.
Dalam ruang lingkup terbatas, evaluasi pembelajaran dilakukan dalam
rangka mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik. Sedangkan dalam ruang
lingkup luas, evaluasi dan penilaian pembelajaran dilakukan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan dan kelemahan suatu proses pembelajaran dalam mencapai
tujuan pendidikan yang di cita-citakan. Dalam bidang pendidikan, evaluasi
pembelajaran merupakan kegiatan wajib bagi setiap insan yang berkecimpung
dalam bidang pendidikan. Sebagai seorang pendidik, proses evaluasi
pembelajaran berguna dalam hal pengambilan keputusan kedepan demi kemajuan
anak didik pada khusunya dan dunia pendidikan pada umumnya. Setiap perbuatan
dan tindakan dalam evaluasi pembelajaran selalu menghendaki hasil. Pendidik
selalu berharap bahwa hasil yang diperoleh sekarang lebih baik dan memuaskan
dari hasil yang diperoleh sebelumnya, untuk menentukan dan membandingkan
antara satu hasil dengan lainnya diperlukan adanya evaluasi pembelajaran.
Adapun mata pelajaran fiqih merupakan salah satu pelajaran yang
diajarkan pada jenjang madrasah, baik madrasah ibtida'iyah, madrasah
tsanawiyah, maupun madrasah aliyah. Setiap kegiatan pembelajaran memerlukan
kegiatan evaluasi dan penilaian untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan
kelemahan suatu proses pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran fiqih di
madrasah. Kegiatan evaluasi dan penilaian disini memegang peranan penting
sebab dengan adanya evaluasi dan penilaian maka guru dapat mengetahui batas
kemampuan siswa dalam menguasai materi-materi yang telah diberikan. Di
samping itu, evaluasi juga merupakan suatu alat untuk menilai efektifitas metode
mengajar, materi yang diajarkan, dan penggunaan alat pengajaran apakah sesuai
atau tidak serta sebagai umpan balik bagi guru dalam memperbaiki proses
pembelajaran berikutnya.

B. Rumusan Masalah                                                                           
Berdasarkan latar belakang di atas, pokok-pokok masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian desain evaluasi pembelajaran fiqih?
2. Apa fungsi dan manfaat evaluasi pembelajaran fiqih?
3. Apa model-model evaluasi pembelajaran fiqih?
4. Bagaimana cara merancang alat ukur evaluasi pembelajaran fiqih?
5. Apa saja jeni-jeniss evaluasi pembelajaran fiqih?

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini bertujuan
untuk mendeskripsikan:
1. Pengertian desain evaluasi pembelajaran fiqih.
2. Fungsi dan manfaat evaluasi pembelajaran fiqih.
3. Model-model evaluasi pembelajaran fiqih.
4. Cara merancang alat ukur evaluasi pembelajaran fiqih
5. Jenis-jenis evaluasi pembelajaran fiqih.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Desain Evaluasi Pembelajaran Fiqih


Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses sistematik dalam
menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Evaluasi pembelajaran juga diartikan sebagai penentuan kesesuaian antara
tampilan siswa dengan tujuan pembelajaran. Sedangkan penilaian dalam
pembelajaran adalah suatu kegiatan membandingkan hasil pengukuran untuk
memberikan nilai terhadap objek penilaian dalam konten pembelajaran. Evaluasi
pembelajaran lebih luas cakupannya dari penilaian pembelajaran. Adapun mata
pelajaran fiqih merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan pada jenjang
madrasah, baik madrasah ibtida’iyah, madrasah tsanawiyah, maupun madrasah
aliyah. Setiap kegiatan pembelajaran memerlukan kegiatan evaluasi dan penilaian
untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kelemahan suatu proses pembelajaran,
termasuk dalam pembelajaran fiqih di madrasah. Kegiatan evaluasi dan penilaian
disini memegang peranan penting sebab dengan adanya evaluasi dan penilaian
maka guru dapat mengetahui batas kemampuan siswa dalam menguasai materi-
materi yang telah diberikan. Di samping itu, evaluasi juga merupakan suatu alat
untuk menilai efektifitas metode mengajar, materi yang diajarkan, dan
penggunaan alat pengajaran apakah sesuai atau tidak serta sebagai umpan balik
bagi guru dalam memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya.
Pada umumnya, evaluasi yang dilakukan terhadap proses belajar-mengajar
berfungsi untuk mengetahui tercapainya tidaknya tujuan pengajaran (dalam hal ini
adalah tujuan pembelajaran secara khusus) dan untuk mengetahui keefektifan
proses belajar-mengajar yang telah dilakukan oleh guru. Adapun fungsi penilaian
pembelajaran terdiri dari fungsi formatif, sumatif, diagnostik, penempatan, dan
motivasi. Evaluasi pembelajaran bertujuan untuk mengetahui keefektifan dan
efisiensi sistem pembelajaran, baik yang menyangkut tentang tujuan, materi,
metode, media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri
dan untuk mengumpulkan bahan keterangan yang dijadikan sebagai bukti
mengenai taraf kemajuan anak didik dalam mengalami proses pendidikan selama
jangka waktu tertentu. Ada beberapa tujuan yang dapat dicapai melalui penilaian
pembelajaran. Adapun tujuan penilaian pembelajaran adalah untuk
mendeskripsikan kecakapan belajar siswa; mengetahui keberhasilan proses
pendidikan dan pengajaran di sekolah; menentukan tindak lanjut hasil penilaian;
dan memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak satuan
pendidikan kepada pihak yang berkepentingan.

B. Fungsi dan Manfaat Evaluasi Pembelajaran Fiqih


Pada umumnya, evaluasi yang dilakukan terhadap proses belajar-mengajar
berfungsi:
1. Untuk mengetahui tercapainya tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal ini
adalah tujuan instruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat diketahui
tingkat penguasaan bahan pelajaran yang seharusnya dikuasai oleh para
siswa. Dengan perkataan lain dapat diketahui hasil belajar yang dicapai
para siswa.
2. Untuk mengetahui keefektifan proses belajar-mengajar yang telah
dilakukan oleh guru. Dengan fungsi ini guru dapat mengetahui berhasil
tidaknya ia mengajar. Rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa tidak
semata-mata disebabkan oleh kemampuan siswa tetapi juga bisa
disebabkan kurang berhasilnya guru dalam mengajar. Melalui evaluasi,
maka berarti juga menilai kemampuan guru yang hasilnya kemudian dapat
dijadikan bahan dalam memperbaiki usahanya, yakni pada tindakan
mengajar berikutnya.

Scriven membedakan fungsi evaluasi menjadi dua macam, yaitu fungsi


formatif dan fungsi sumatif. Kedua fungsi tersebut, antara lain:
1. Fungsi formatif dilaksanakan apabila hasil yang diperoleh dari kegiatan
evaluasi diarahkan untuk memperbaiki bagian tertentu atau sebagian besar
bagian kurikulum yang sedang dikembangkan.
2. Fungsi sumatif dihubungkan dengan penyimpulan mengenai kebaikan dari
sistem secara keseluruhan. Fungsi ini baru dapat dilaksanakan jika
pengembangan program pembelajaran telah dianggap selesai.
Fungsi evaluasi memang cukup luas, bergantung kepada dari sudut mana
melihatnya. Bila kita lihat secara menyeluruh, fungsi evaluasi di antaranya adalah:
1. Secara Psikologis
Secara psikologis, peserta didik selalu butuh untuk mengetahui hingga
mana kegiatan yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Peserta didik adalah manusia yang belum dewasa. Mereka masih mempunyai
sikap dan moral yang heteronom, membutuhkan pendapat orang-orang dewasa
(seperti orang tua dan guru) sebagai pedoman baginya untuk mengadakan
orientasi pada situasi tertentu. Dalam menentukan sikap dan tingkah lakunya,
mereka pada umumnya tidak berpegang kepada pedoman yang berasal dari dalam
dirinya, melainkan mengacu kepada norma-norma yang berasal dari luar dirinya.
Dalam pembelajaran, mereka perlu mengetahui prestasi belajarnya sehingga ia
merasakan kepuasan dan ketenangan.
2. Secara Sosiologis
Secara sosiologis, evaluasi berfungsi untuk mengetahui apakah peserta
didik sudah cukup mampu untuk terjun ke masyarakat. Mampu dalam arti peserta
didik dapat berkomunikasi dan beradaptasi terhadap seluruh lapisan masyarakat
dengan segala karakteristiknya. Lebih jauh dari itu, peserta didik diharapkan dapat
membina dan mengembangkan semua potensi yang ada dalam masyarakat. Hal ini
penting karena mampu-tidaknya peserta didik terjun ke masyarakat akan
memberikan ukuran tersendiri terhadap institusi pendidikan yang bersangkutan.
Untuk itu, materi pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
3. Secara Didaktis-Metodis
Secara didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru dalam
menempatkan peserta didik pada kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan
dan kecakapannya masing-masing serta membantu guru dalam usaha
memperbaiki proses pembelajarannya. Lebih terperinci dari segi itu, evaluasi
berfungsi:
 Untuk mengetahui kedudukan peserta didik dalam kelompok, apakah ia
termasuk anak yang pandai, sedang, atau kurang pandai. Hal ini
berhubungan dengan sikap dan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik
pertama dan utama di lingkungan keluarga. Untuk itu orang tua perlu
mengetahui kemajuan peserta didik dalam menentukan langkah-langkah
selanjutnya.
 Untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam menempuh program
pendidikannya. Jika peserta didik sudah dianggap siap (fisik dan non-
fisik), maka program pendidikan dapat dilaksanakan. Sebaliknya, jika
peserta didik belum siap, maka hendaknya program pendidikan tersebut
jangan dulu diberikan karena akan mengakibatkan hasil yang kurang
memuaskan.
 Untuk membantu guru dalam memberikan bimbingan dan seleksi, baik
dalam rangka menentukan jenis pendidikan, jurusan, maupun kenaikan
kelas. Melalui evaluasi, akan dapat mengetahui potensi peserta didik,
sehingga dapat memberikan bimbingan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Begitu juga tentang kenaikan kelas. Jika peserta didik belum
menguasai kompetensi yang ditentukan, maka peserta didik tersebut
jangan dinaikkan ke kelas berikutnya atau yang lebih tinggi. Kegagalan ini
merupakan hasil keputusan evaluasi, karena itu Anda perlu mengadakan
bimbingan yang lebih profesional.
4. Secara Administratif
Secara administratif, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan tentang
kemajuan peserta didik kepada: orang tua, pejabat pemerintah yang berwenang,
kepala sekolah, guru-guru, dan peserta didik itu sendiri. Hasil evaluasi dapat
memberikan gambaran secara umum tentang semua hasil usaha yang dilakukan
oleh institusi pendidikan. 
Berdasarkan penjelasan di atas, maka fungsi evaluasi pembelajaran secara
konstitusional adalah:
 Untuk perbaikan dan pengembangan sistem pembelajaran. Sebagaimana
diketahui bahwa pembelajaran sebagai suatu sistem memiliki berbagai
komponen, seperti tujuan, materi, metoda, media, sumber belajar,
lingkungan, guru, dan peserta. Dengan demikian, perbaikan dan
pengembangan pembelajaran harus diarahkan kepada semua komponen
pembelajaran tersebut.
C. Model evaluasi dan penilaian pembelajaran
1. Model Tyler
Model yang pertama dan tergolong populer dibidang pendidikan yaitu
model tyler. Model ini secara konsep menunjukkan adanya suatu proses evaluasi
secara langsung didasarkan atas tujuan intruksional yang telah ditetapkan
bersamaan dengan persiapan mengajar ketika seorang guru berkomunikasi dengan
para siswanya menjadi sasaran pokok dalam proses pembelajaran. Suatu proses
pembelajaran dikatakan berhasil menurut para pendukung tyler apabila para siswa
yang mengalami proses pembelajaran untuk mendapatkan tujuan yang telah
ditetapkan dalam proses belajar mengajar.
2. Model Evaluasi Sumatif dan Formatif
Model ini berpihak pada prinsip evaluasi model tyler. Aplikasi evaluasi ini
sudah banyak dipahami oleh guru karena model ini disarankan oleh pemerintah
melalui mentri pendidikan termasuk dalam golongan evaluasi pembelajaran
dikelas. Ada Dua macam model yang sangat terkenal dalam hubungan dengan
evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif dilaksanakan oleh
seorang guru setelah siswa melakukan proses pembelajaran dengan waktu yang
sudah ditentukan contohnya pada akhir proses belajar mengajar termasuk juga
akhir kuartal atau akhir semester. Evaluasi sumatif ini secara umum bertujuan
untuk memastikan posisi seorang siswa dalam kaitannya dengan penugasan materi
pembelajaran yang telah dijalani selama satu proses pembelajaran. Fungsi
evaluasi ialah sebagai laporan kewajiban melaksanakan proses pembelajaran
disamping itu juga untuk menentukan hasil pencapain suatu belajar yang telah
diikuti oleh peserta didik. Sedangakan evaluasi formatif dilakukan secara periodik
melalui blok atau unit-unit dalam suatu proses belajar mengajar. Yang dimaksud
periodik disini ialah termasuk pada awal, tengah, atau akhir dari proses
pembelajaran. Evaluasi formatif bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
dibuuhkan oleh seorang evaluator tentang siswa untuk menetapkan tingkat
perkembangan siswa dalam satuan unit proses belajar. Fungsi evaluasi formatif
adalah evaluasi yang dilaksanakan oleh guru untuk menyesuaikan proses
pembelajaran maupun strategi pengejaran yang telah diterapkan.
3. Model Penilaian Acuan Normatif dan Penilaian Acuan Patokan
Selesai evaluasi sumatif dibuat guru biasanya memutuskan nilai, skor atau
grade hasil belajar siswa. Dalam menentukan skor atau grade hasil belajar para
guru selanjutnya akan memilih satu diantara dua dasar penilaian yaitu:
 Penilaian Acuan Normatif merupakan pendekatan klasik karena suatu
tampilan ketercapaian hasil belajar siswa pada suatu tes yang
dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang
sama.  Skor yang dilaksanakan siswa dalam suatu tes yang sama
membandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah
dibakukan. Guru kelas selanjutnya mengikuti asas yang sama mengukur
pencapaian hasil belajar seorang siswa dengan tetap membandingkan
siswa lain dengan tes sama.
 Penilaian acuan patokan ini juga sering diartikan Criterion Evaluation
dalam pengukuran ini penampilan siswa dikombinasikan dengan
perbandingan yang telah ditemukan lebih dahulu dalam tujuan
instruksional bukan dengan penampilan siswa lain. Keberhasilan siswa
dalam suatu prosedur acuan patokan tergantung pada penugasan materi
atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan untuk
mendukung tujuan intruksional.
4. Model Countenace
Model ini secara sering diartikan memiliki keutuhan utama yang tercakup
dalam damatrik yaitu matrik keputusan. Setiap matrik sudah ada bagiannya
masing-maing yaitu berupa dua kolom diantarnya kolom tujuan dan kolom
pengamatan di dalam kolom ini mencakup deskripsi matriks dan deskripsi standar
sedangkan deskripsi keputusan berisi matriks pertimbangan. Tugas sebagai
evaluator dalam persamaan dengan data matrik countenance adalah menentukan
masukan untuk tujuan kolom pada tiga tingkatan kegiatan berikut juga termasuk
penting bagi seorang evaluator yaitu mengumpulkan data untuk isian kolom pada
matrik deskripsi pada setiap tujuan di spesifikan dalam kolom apabila hasil yang
diinginkan belum tercapai model countenance masih dimungkinkan bagi para
evaluator untuk menyusun beberapa acuan dasar guna mengajukan uji hipotesis
tentang penyebab kegagalan dengan melihat data transaksi. Kolom terakhir dan
matrik keputusan kemudian diberi label "perkembangan". Pada kolom ini para
penilai dapat melakukan interpetasi perbedaan antara perilaku pengamatan
dilapangan dengan acuan standar.
5. Model Bebas Tujuan
Evaluasi model bebas tujuan ini diberikan oleh Scrieven pada tahun 1972
dimana evaluator diharuskan menyingkir tujuan dan haknya suatu tindak lanjut
pencegahan. Pendapatnya Scrieven evaluasi program bisa juga dilaksanakan tanpa
diketahui tujuan itu sendiri. Disebabkan,  evaluasi memerlukan penilaian
pengaruh nyata tentang data kebutuhan yang diteruskan dengan tindakan dalam
dunia pendidikan. Menurut lain ini searahsama dengan ahli lain, yaitu Isaac
(1982), yang menyatakan bahwa evaluator should access program effects based on
criteria apart from the programs own conceptual frame works atau evaluator
seharusnya menemukan pengaruh program atas dasar kriteria yang terpisah dari
kisi-kisi konsep kerja program tersebut.
6. Model Context Input Process Product (CIPP)
Model context input process product (CIPP) ialah keputusan kerja para tim
peneliti, yang berkelompok dalam suatu organisasi komite Phi Delta Kappa USA,
yang ketika itu diketuai oleh Daniel Stuffle - Beam. Model CIPP ini juga tertulis
model yang tidak terlalu mengutamakan pada tujuan suatu program. Model CIPP,
pada tiangnya tetap dengan definisi evaluasi program  pendidikan yang dianjurkan
oleh komite tentang Tingkatan untuk menggambarkan pendapatan dan
penyediakan informasi guna untuk memutuskan alternative. Model CIPP ini ditata
dengan tujuan untuk menyempurnakan dasar pembuatan keputusan dalam
evaluasi sistem dengan analisis yang berorientasi pada perubahan terencana.
Batasan tersebut mempunyai tiga asumsi mendasar, yaitu:
 Mengutarakan pertanyaan yang meminta jawaban dan informasi spesifik
yang harus dicapai.
 Membutuhkan data yang relevan, untuk mendukung identifikasi
tercapainya masing-masing komponen.
 Menyimpan informasi yang hasil keberadaannya diperlukan oleh para
pembuat keputusan peningkatan program pendidikan.
Evaluasi dengan model CIPP pada gambarnya melayani empat macam keputusan,
yaitu:
 Persiapan ketetapan yang memengaruhi pemilihan tujuan umum dan
tujuan khusus.
 Ketetapan pembentukan atau structuring, yang kegiatannya meliputi
pemastian strategi optimal dan desain proses untuk mencapai tujuan yang
telah diturunkan dari keputusan perencanaan.
 Ketentuan implementasi, pada keputusan ini para evaluator mematuhi
sarana-prasarana untuk mendapatkan dan meningkatkan pengambilan
keputusan atau eksekusi, rencana, metode, dan strategi yang hendak
dipilih.
 Ketentuan  pemutaran (Recycling) yang menentukan, apabila ada suatu
program itudilanjutkan, dengan modifikasi dan atau diberhentikan secara
total atas dasar kriteria yang ada.

7. Model Connoisseurship atau Model Ahli


Model connoisseurship diajukan oleh Esner pada tahun 1975. Model ini
menyimpan dua karakteristik penting. Pertama, model ini adalah salah satu model
pengambilan keputusan yang memakai manusia sebagai instrumen pengukuran.
Kedua, model ini diterbitkan dari model metaphoric atau persamaan dan memakai
kiasan kritik artistik untuk mendapatkan konsep-konsep dasar evaluasi. Model
connoisseurship ini juga memakai kumpulan data, menjabarkan, penafsiran atau
interpretasi data yang berlangsung di dalam pikiran pembuat keputusan. Jalan ini
sering terjadi, ketika permasalahan berjalan di dalam otak pembuat keputusan
berdasar pada model organisator bahwa ia telah menginternalisasi berdasarkan
pada pelatihan dan pengalaman. Formulasi Esner berasal dari dua konsep kembar,
yaitu:
 konsep ahli pendidikan, dan
 konsep kritik pendidikan.
Diantara Kedua konsep sama tersebut merupakan batasan yang dipinjam dari
domain kritik artis yang menyamakan antara praktik pendidikan dengan kerja
seorang seniman. Model connoisseurship tidak lain adalah usaha menampakkan
rahasia dari metodologi yang telah dieksploitasi oleh para praktisi evaluasi.
Connoisseurship is the art of appreciation, sedangkan criticism is the art of
disclosure dan Esner menambah satu lagi prinsip yaitu apa tujuan kritik?
Menurutnya kritik bukan hanya menjelaskan sifat-sifat dan kualitas menyusun
objek atau peristiwa, tetapi juga menyerahkan dalam batasan linguistik.
Persamaan  dengan hal tersebut, Esner memfokuskan perhatiannya pada isu-isu
metodologi yang dipertimbangkan sering muncul dalam proses evaluasi
connoisseurship, misalnya:
 Bagaimana seseorang menangkap, jika orang tersebut jujur terhadap kritik
pendidikan
 Bagaimana seseorang yakin bahwa kritik pendidikan menjelaskan
fenomena pendidikan bukan untuk imajinasi
 Bagaimana kita menangkap keyakinan apa yang dapat ditempatkan dalam
deskripsi kritik, interpretasi, dan evaluasi dalam kehidupan kelas
 Kontribusi model connoisseurship yang cukup signifikan pada waktu itu di
antaranya adalah model yang memungkinkan terakomodasinya pengaruh
kelengkapan yang semula dikatakan tidak ilmiah (nonscientific) menjadi
model evaluasi ilmiah yang setara dengan model-model lainnya.

D. Cara Merancang Alat Ukur (Evaluasi) Pembelajaran Fiqih


Evaluasi dan penilaian pembelajaran yang dilakukan baik dengan teknik
tes maupun dengan teknik non-tes ditujukan untuk dua hal. Pertama, untuk
mengukur prestasi atau kemajuan belajar siswa. Kedua, untuk memberikan umpan
balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki atau meningkatkan
pembelajaran, baik yang menyangkut kelemahan atau kekurangan siswa maupun
guru dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran.
1. Teknik Tes
Teknik tes merupakan teknik yang digunakan dengan cara melaksanakan
tes berupa pertanyaan yang harus dijawab, pertanyaan yang harus ditanggapi atau
tugas yang harus dilaksanakan oleh orang yang di tes. Tes yaitu cara untuk
mendapatkan hasil dari pengukuran atau perbandingan kemampuan yang dimiliki
antar dua orang atau lebih yang dilaksanakan secara sistematis dan mempunyai
standar objektif. Secara umum ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes,
yaitu: sebagai alat pengukur terhadap peserta didik dan sebagai alat pengukur
keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan dapat diketahui
sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat
dicapai.
Penggolongan Tes Berdasarkan Fungsinya Sebagai Alat Pengukur
Perkembangan/Kemajuan Belajar Peserta Didik dalam Pembelajaran
a) Tes Seleksi
Tes seleksi sering dikenal dengan istilah ujian saringan. Tes ini dilaksanakan
dalam rangka penerimaan calon siswa baru, dimana hasil tes digunakan untuk
memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon
yang mengikuti tes.
b) Tes Awal
Tes awal sering dikenal dengan istilah pre-test. Tes jenis ini dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengetahui sejauh mana meteri atau bahan pelajaran yang akan
diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik. Tes ini dilakukan sebelum bahan
pelajaran diberikan sehingga butir-butir soal dibuat dengan mudah-mudah.
Setelah tes awal itu berakhir, maka sebagai tinjak lanjutnya adalah: (a) jika dalam
tes awal itu semua materi yang ditanyakan dalam tes sudah dikuasai dengan baik
oleh peserta didik, maka materi yang telah ditanyakan dalam tes awal itu tidak
akan diajarkan lagi, (b) jika materi yang dapat dipahami oleh peserta didik baru
sebagian saja, maka yang diajarkan adalah materi pelajaran yang belum cukup
dipahami oleh peserta didik tersebut.
c) Tes Akhir
Tes akhir sering dikenal dengan istilah post-test. Tes akhir dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting
sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik. Isi atau materi tes
akhir ini adalah bahan-bahan pelajaran yang tergolong penting, yang telah
diajarkan kepada peserta didik, dan biasanya naskah tes akhir ini dibuat sama
dengan naskah tes awal. Dengan cara demikian maka akan dapat diketahui apakah
hasil tes akhir lebih baik ataukah lebih buruk daripada hasil tes awal. Jika hasil tes
akhir itu lebih baik daripada tes awal, maka dapat diartikan bahwa program
pengajaran telah berjalan dan berhasil dengan sebaik-baiknya.
d) Tes Diagnostik
Tes diagnostik (diagnostic test) adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan
secara tepat jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik dalam suatu mata
pelajaran tertentu. Dengan diketahuinya jenis-jenis kesukaran yang dihadapi oleh
peserta didik itu maka lebih lanjut akan dapat dicarikan upaya berupa pengobatan
yang tepat.
e) Tes Formatif
Tes formatif (formative test) adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk
mengetahui, sudah sejauh mana peserta didik telah terbentuk (sesuai dengan
tujuan pengajaran yang telah ditentukan) setelah mereka mengikuti proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Tes formatif ini biasa dilaksanakan di
tengah-tengah perjalanan program pengajaran, yaitu dilaksanakan pada setiap kali
satuan pelajaran atau subpokok bahasan berakhir atau dapat diselesaikan. Di
sekolah tes formatif ini biasa dikenal dengan istilah ulangan harian. Tindak lanjut
yang perlu dilakukan setelah diketahuinya hasil tes formatif adalah: jika materi
yang diteskan itu telah dikuasai dangan baik, maka pembelajaran dilanjutkan
dengan pokok bahasan yang baru; dan jika ada bagian-bagian yang belum
dikuasai, maka sebelum dilanjutkan dengan pokok-pokok bahasan baru, terlebih
dahulu diulangi atau dijelaskan lagi bagian-bagian yang belum dikuasai oleh
peserta didik.
f) Tes Sumatif
Tes sumatif (summative test) adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah
sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan. Di sekolah tes ini
dikenal dengan istilah ulangan umum atau EBTA (Evaluasi Belajar Tahap Akhir),
dimana hasilnya digunakan untuk mengisi nilai rapor atau mengisi ijazah. Yang
menjadi tujuan utama tes sumatif adalah untuk menentukan nilai yang
melambangkan keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, sehingga dapat ditentukan: kedudukan
dari masing-masing peserta didik ditengah-tengah kelompoknya; dapat atau
tidaknya peserta didik untuk mengikuti program pengajaran berikutnya; serta
kemajuan peserta didik untuk diinformasikan kepada pihak orang tua, petugas
bimbingan dan konselin, lembaga-lembaga pendidikan lainnya atau pasaran kerja
yang tetuang dalam bentuk rapor atau ijazah.

2. Teknik Non-tes
Penilaian nontes adalah proses penilaian yang dilakukan tidak dengan
melakukan tes atau ujian.Teknik ini dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a) Pengamatan (Observasi)
Secara umum, pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan
sasaran pengamatan.
b) Wawancara (Interview)
Secara umum yang dimaksud wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan Tanya jawab lisan secara
sepihak, berhadapan muka dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.
c) Pemeriksaan Dokumen
Evaluasi mengenai kemajuan perkembangan atau keberhasilan belajar peserta
didik tanpa menguji juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan
pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen.

E. Jenis-Jenis Evaluasi Pembelajaran Fiqih


Jenis-jenis dari evaluasi pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi program pembelajaran.
Evaluasi yang mencakup tujuan pembelajaran, isi program pembelajaran,
strategi pembelajaran, dan aspek-aspek program pembelajaran yang lain.
2. Evaluasi proses pembelajaran.
Evaluasi yang mencakup kesesuaian antara proses pembelajaran yang
ditetapkan, kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran,
dan kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
3. Evaluasi hasil pembelajaran.
Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan
pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dalam
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk
menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang,
maupun objek) berdasarkan kriteria tertentu. Adapun penilaian dalam
pembelajaran adalah suatu kegiatan membandingkan atau menerapkan hasil
pengukuran untuk memberikan nilai terhadap objek penilaian dalam konten
pembelajaran (memberikan nilai terhadap siswa).
Pada umumnya, evaluasi yang dilakukan terhadap proses belajar-mengajar
berfungsi untuk mengetahui tercapainya tidaknya tujuan pengajaran (dalam hal ini
adalah tujuan instruksional khusus) dan untuk mengetahui keefektifan proses
belajar-mengajar yang telah dilakukan oleh guru. Adapun fungsi penilaian
pembelajaran terdiri dari fungsi formatif, sumatif, diagnostic, penempatan, dan
motivasi.
Secara umum tujuan evaluasi pembelajaran diantaranya adalah untuk
mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem pembelajaran, baik yang menyangkut
tentang tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem
penilaian itu sendiri; dan untuk menghimpun bahan keterangan (data) yang
dijadikan sebagai bukti mengenai tarap kemajuan anak didik dalam mengalami
proses pendidikan selama jangka waktu tertentu. Ada beberapa tujuan yang dapat
dicapai melalui penilaian pembelajaran. Adapun tujuan penilaian pembelajaran
adalah untuk mendeskripsikan kecakapan belajar siswa; mengetahui keberhasilan
proses pendidikan dan pengajaran di sekolah; menentukan tindak lanjut hasil
penilaian; dan memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak
satuan pendidikan kepada pihak yang berkepentingan.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2010. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.


Departemen Agama RI. t.th. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Dirjen Dinbaga.
NK, Roestiyah. 1982. Masalah-Masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara.
Pusdiklat Pegawai Kemendikbud RI. 2016. Penilaian Hasil Belajar: Pendidikan
dan Pelatihan Teknis Kegiatan Belajar Mengajar Bagi Pamong Belajar.
Jakarta: Kemendikbud RI.
Slameto. 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Sudjiono, Anas. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
SW, Ischak dan Warji R. 1987. Program Remedial Dalam Proses Belajar
Mengajar. Yogyakarta: Liberty.
Usman, Uzwar dan Lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar
Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wulan, Elis Ratna dan H. A. Rusdiana. 2014. Evaluasi Pembelajaran dengan
Pendekatan Kurikulum 2013. Bandung: Pustaka Setia Bandung.

Anda mungkin juga menyukai