Pendahulun
Tulisan ini mencoba membedah buku dengan judul “EVALUASI PROGRAM
PEMBELAJARAN Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik”
karangan: Prof.Dr. S. Eko Widoyoko, M.pd. dari beberapa perspektif mulai dari
struktur buku, sistematika buku, penggunaan bahasa, teknik penulisan, dan materinya.
B. Struktur Buku
Judul buku : EVALUASI PROGRAM PROGRAM
PEMBELAJARAN Panduan Praktis
Bagi Pendidik dan Calon Pendidik
Penulis : Prof.Dr. S. Eko Widoyoko, M.pd.
Penerbit : Pustaka Pelajar
Cetakan : Desember 2009
Tebal : xii+300
Peresensi : Siswanto
C. Sistematika Buku
Dalam buku ini menguraikan tujuh bidang fungsional evaluasi adalah sebagai
berikut:
D. Penggunaan Bahasa
Bahasa yang digunakan sistematis sehingga pembaca mudah memahami
isinya.
E. Teknik Pemaparan
Karya ini dipaparkan secara sistematis sehingga terlihat kesinambungan antara
satu bagian dengan bagian yang lainnya. Buku ini berfokus pada keputusan evaluator
umumnya perlu membuat dan menyediakan pilihan dan saran prosedural untuk memandu
kinerja evaluasi. Referensi disertakan dengan pertanyaan, sehingga dapat mempelajari
topik secara rinci lebih lanjut.
Setiap pertanyaan dibahas dalam buku ini mengusulkan beberapa pilihan untuk
evaluator dalam berurusan dengan pertanyaan atau masalah, menyediakan prosedur
alternatif yang tersedia untuk menyelesaikan tugas-tugas evaluasi terkait dengan masalah
ini, dan akhirnya, memberikan pedoman dan kriteria yang membantu evaluator
menentukan apakah pekerjaan memiliki telah dilakukan secara memadai. Selain itu,
sejumlah tabel dan gambar telah dimasukkan ke efisien merangkum informasi, contoh
telah disediakan, dan masing-masing area fungsional utama diakhiri dengan bagian
referensi.
F. Materi Buku
BAB I
Konsep Evaluasi Program Pembelajaran
BAB II
Penilaian Hasil Belajar
2.1. Hasil Pembelajaran
Dalam pembelajaran ada dua aspek yaitu siswa dan guru, dari proses pembelajaran
dibedakan menjadi dua yakni output dan outcome. Outputmerupakan kecakapan yang
dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran atau hasil pembelajaran
siswa. Output dibedakan lagi menjadi hard skills dan soft skills.Hard skills merupakan
kecakapan yang relatif lebih mudah untuk pengukuran. Hard skills dibedakan menjadi dua
yaitu kecakapan akademik (academic skills) dan kecakapan vokasional (vocational skills).
Kecakapan akademik mencakup bidang ilmu yang dipelajari misalnya menghitung,
menguraikan, menganalisis, mendeskripsi, dan hal lainnya yang menyangkut ilmu bidang
pengetahuan. Sedangkan kecakapan vokasionalis sering disebut juga kecakapan kejujuran,
yaitu tentang bidang pekerjaan tertentu misalnya seni dan bidang tertentu lainnya. Soft
skills merupakan strategi yang diperlukan untuk meraih kesuksesan hidup dan kehidupan
dalam masyarakat. Soft skills dibedakan menjadi dua, yaitu kecakapan personal (personal
skills) dan kecakapan sosial (social skills). Kecakapan personal digunakan untuk
memudahkan beradaptasi pada siswa dan hal personal lainnya sedangkan kecakapan sosial
untuk kehidupan bermasyarakat terutama dalam persaingan yang ada.
2.2. Fungsi Penilaian dalam Pendidikan
Ada beberapa fungsi penilaian dalam pendidikan, baik tes maupun nontes. Diantara
fungsi penilaian tersebut ialah: 1) Dasar mengadakan seleksi yakni untuk keputusan orang
yang akan diterima atau tidak dalam suatu proses, misalnya dalam penerimaan murid baru,
dan kenaikan kelas siswa, 2) Dasar penempatan untuk mengetahui di kelompok mana seorang
siswa ditempatkan, digunakan penilaian misalnya seorang siswa yang mempunyai nilai yang
sama akan dikelompokkan dengan kelompok yang sama dalam belajar, 3) Diagnostik untuk
guru mengetahui tentang kelebihan dan kekurangan serta kesulitan yang dihadapi dalam
pembelajaran, dengan itu akan mudah diketahui cara mengatasinya, 4) Umpan
balik merupakan hasil suatu pengukuran skor tes tertentu yang dapat digunakan sebagai
umpan balik, agar guru berusaha untuk memberi semangat kepada siswa, 5) Menumbuhkan
motivasi belajar dan mengajar, memberikan semangat kepada siswa yang mempunyai hasil
tes yang kurang baik serta memberikan motivasi pada saat pembelajaran, 6) Perbaikan
kurikulum dan program pendidikan , perbaikan ini baik untuk mengetahui nilai siswa
sehingga dapat memperbaiki segala kekurangan yang ada pada saat pembelajaran,
7) Pengembangan ilmu, ini tergantung dari hasil tes siswa dan pengembangan pendidikan
ilmu sangat penting sekali agar hasil tes siswa lebih baik.
2.3. Pentingnya Penilaian Hasil Belajar
Menurut Suharsimi (2008: 6-8) guru maupun pendidik lainnya perlu mengadakan
penilaian terhadap hasil belajar siswa karena dalam dunia pendidikan, khususnya dunia
persekolahan penilaian hasil belajar mempunyai makna yang penting, baik bagi siswa, guru
maupun sekolah. Adapun makna penilaian bagi ketiganya sebagai berikut:
Makna bagi siswa ada dua kemungkinan yaitu memuaskan, jika memperoleh nilai
yang baik, dan tidak memuaskan karena memperoleh nilai yang tidak memuaskan. Makna
bagi guru berdasarkan hasil nilai yang diperoleh, guru mengetahui siswa mana yang sudah
berhak melanjutkan pelajarannya, sudah tersampaikan dengan baikkah materi pembelajaran,
dan mengetahui strategi pembelajaran yang digunakan sudah mencapai sasaran atau belum.
Makna bagi sekolah, dapat mengetahui bagaimana hasil belajar siswa, sekolah sudah
memenuhi standar atau belum, informasi yang diperoleh dapat dijadikan pertimbangan
sekolah untuk menyusun program pendidikan disekolah untuk masa yang akan datang.
2.4. Ciri-ciri Penilaian dalam Pendidikan
1. Penilaian dilakukan secara tidak langsung
2. Menggunakan ukuran kuantatif
3. Menggunakan unit atau satuan yang tetap
4. Bersifat relatif
5. Dalam penilaian dapat terjadi kesalahan.
BAB III
Instrumen Tes
3.1. Pengertian Tes
Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk
mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Tes digunakan untuk mengukur hasil
belajar yang bersifat hard skills.
3.2. Bentuk-bentuk Tes
Dikategorikan menjadi dua, yaitu: tes objektif dan tes subjektif. Tes objektif memberi
pengertian bahwa siapa saja yang memeriksa lembaran soal itu akan mendapatkan nilai yang
sama. Dengan kata lain dapat dikatakan tes obejektif adalah tes yang penyekorannya bersifat
objektif, sedangkan tes subjektif adalah tes yang penyekorannya dipengaruhi oleh yang
memberi skor, hal yang dapat memengaruhi hasil penyekoran diantaranya:
ketidakkonsistenan penilai, hallo effect, pengaruh urutan pemeriksaan (order effect), dan
pengaruh bentuk tulisan dan bahasa (mechanic and language effect).
3.3. Pengembangan Tes
Ada sembilan langkah yang perlu ditempuh dalam mengembangkan tes hasil belajar
(Djemari Mardapi. 2008: 88-97). Kesembilan langkah tersebut adalah:
1. Menyusun spesifikasi tes
2. Menulis soal tes
3. Menelaah soal tes
4. Melakukan uji coba tes
5. Menganalisis butir soal tes
6. Memperbaiki tes
7. Merakit tes
8. Melaksanakan tes
9. Menafsirkan hasil tes
3.4. Karakteristik Tes yang Baik
Suharsismi Arikunto (2008: 57-62) menyatakan bahwa suatu tes dapat dikatakan baik
apabila memenuhi lima syarat yaitu:
5. Validitas merupakan ketepatan, tes yang sebagai alat ukur dikatakan valid jika tes itu
tepat pada hasil belajar dan akan menghasilkan yang valid pula.
6. Reliabilitas, jika memberikan hasil yang tetap dari suatu tes, tidak terpengaruh oleh
apapun.
7. Objektifitas berarti tidak ada unsur pribadi yang mempengaruhinya, tidak ada unsur
subjektifitas yang mempengaruhi tes tersebut.
8. Praktikabilitas, tes ini merupakan tes yang praktis, mudah dan tidak mengecoh.
Mudah pelaksanaannya, mudah diperiksa, dan dilengkapi dengan petunjuk sehingga
dapat diberikan kepada orang lain.
9. Ekonomis, bahwa pelaksanaan tes tidak membutuh biaya yang mahal dan tidak
membuang waktu.
BAB IV
Instrumen Non Tes
Instrumen non tes yang umum digunakan dalam menilai hasil belajar antara lain,
participation charts, checking lists, rating scale,dan attitude scales.
4.1. Bagan Partisipasi (participation charts)
Partisipasi peserta didik dalam suatu proses pembelajaran harus diukur karena
memiliki informasi yang sangat kaya tentang hasil belajar yang bersifat
nonkognitif. Participation charts dapat menjelaskan hasil belajar yang lebih bersifat afektif,
yaitu keinginan untuk ikut serta. Instrumen ini terutama berguna untuk mengamati kegiatan
diskusi kelas. Participation charts belum cukup untuk menarik kesimpulan yang memadai.
Untuk itu haruslah dipakai bersama-sama dengan instrumen lain.
4.2. Daftar Cek (checking lists)
Checking lists sangat bermanfaat untuk mengukur hasil belajar, baik yang berupa
produk maupun proses yang dapat diperinci ke dalam komponen-komponen yang lebih kecil,
terdefinisi secara operasional dan sangat spesifik. Checking lists terdiri daridua komponen,
yaitu komponen yang akan diamati dan tanda yang menyatakan ada atau tidaknya komponen
tersebut selama observasi. Kelebihan checking lists adalah sangat fleksibel untuk mengecek
kemampuan untuk semua jenis dan tingkat hasil belajar serta semua mata pelajaran.
4.3. Skala Lajuan (rating scale)
Skala lajuan adalah instrumen yang menggunakan suatu prosedur terstruktur untuk
memperoleh informasi tentang sesuatu yang diobservasi yang menyatakan posisi tertentu
dalam hubungannya dengan yang lain. Rating scale terdiri dari dua bagian, yaitu pernyataan
tentang kualitas keberadaan sesuatu dan petunjuk penilaian tentang
pernyataan tersebut.Ada empat tipe rating scale , yaitu numerical rating scale, descriptive
graphic rating scale, rangking method rating scale, dan paired comparisons rating scale.
4.4. Skala Sikap
Ada beberapa bentuk skala sikap, antara lain:
a) Skala Likert
b) Skala Thurstone
c) Skala Guttman
d) Semantic Differential
4.5. Penilaian Berbasis Portofolio
Portofolio diartikan sebagai kumpulan karya peserta didik yang menunjukkan
perkembangan prestasi belajar. Portofolio seorang peserta didik biasanya memuat:
a) Hasil ulangan atau tes
b) Tugas-tugas terstruktur
c) Catatan perilaku harian para siswa
d) Laporan kegiatan siswa di luar sekolah yang menunjang pembelajaran
Penilaian berbasis portofolio memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
a) Perubahan paradigma penilaian
b) Bertanggung jawab kepada siswa, orang tua dan masyarakat
c) Melibatkan orang tua
d) Peserta didik bisa menilai dirinya sendiri
e) Fleksibel
Sedangkan beberapa kekurangannya antara lain:
a) Perlu waktu relatif lama
b) Reliabilitas rendah
c) Guru berorientasi pada pencapaian hasil akhir
d) Belum ada kriteria penilaian baku
e) Memerlukan tempat penyimpanan yang memadai
BAB V
Validitas dan Reliabilitas
Validitas berkaitan dengan ketepatan alat ukur. Validitas instrumen secara garis besar
dibedakan menjadi dua, yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal,
disebut juga validitas logis. Instrumen yang memenuhi syarat valid berdasarkan penalaran.
Validitas intrernal dibedakan menjadi dua, yaitu validitas isi dan validitas konstruk. Sebuah
tes dikatakan memiliki validitas isi jika dapat mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar
dengan materi / isi pelajaran. Berkaitan dengan sejauh mana tes mencakup keseluruhan
materi / bahan yang ingin diukur. Sedangkan sebuah tes dikatakan memiliki validitas
konstruk bila butir-butir soal mengukur sejauh mana instrumen mengukur konsep dari suatu
teori. Validitas eksternal disebut juga validitas empiris. Dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
validitas kesejajaran dan validitas prediksi.
Instrumen dikatakan reliabel jika memberi hasil yang tetap apabila dites berkali-kali.
Ada dua jenis reliabilitas, yaitu reliabilitas internal dan reliabilitas eksternal. Untuk menguji
reliabilitas eksternal dapat digunakan metode bentuk paralel dan metode tes berulang.
Berdasarkan sistem pemberian nilai, ada dua metode analisis reliabilitas internal yaitu
instrumen skor diskrit dan instrumen skor nondiskrit. Analisis validitas dan reliabilitas juga
dapat dilakukan dengan menggunakan komputer, yaitu dengan program SPSS for Windows.
BAB VI
Model-model Evaluasi Program
Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat dipakai
dalam mengevaluasi program pembelajaran, diantaranya:
6.1. Evaluasi Model Kirkpatrick
Mencakup empat level evaluasi, yaitu: (a) evaluasi reaksi, (b) evaluasi belajar, (c)
evaluasi perilaku, dan (d) evaluasi hasil. Memiliki kelebihan antara lain:
a) lebih komprehensif
b) objek tidak hanya hasil belajar
c) mudah diterapkan
memiliki beberapa kekurangan, di antaranya:
a) kurang memerhatikan input
b) mengukur impact sulit
6.2. Evaluasi Model CIPP (Context, Input, Process and Product)
Digolongkan menjadi empat dimensi:
a) Evaluasi konteks
b) Evaluasi masukan
c) Evaluasi proses
d) Evaluasi produk
6.3. Evaluasi Model Wheek dari Beebe
Terdiri dari beberapa tahap yang berkaitan, yaitu analisis tugas pelatihan, perancangan
tujuan, pengorganisasian isi, penentuan metode, pemilihan staf pelatihan, penyelesaian
rencana pelatihan, pelatihan, dan penilaian pelatihan.
6.4. Evaluasi Model Provus (Discrepancy Model)
Dapat dilakukan dengan membandingkan dengan apa yang seharusnya terjadi
(standard) dengan apa yang sebenarnya terjadi (performance) sehingga dapat diketahui ada
tidaknya kesenjangan (discrepancy) antara keduanya.
6.5. Evaluasi Model Stake (Countenance model)
Menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi,
yaitu description dan judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam proses
pendidikan, yaitu antecedent (context), transaction (process),dan outcomes.
6.6. Evaluasi Model Brinkerhoff
Mengemukakan tiga golongan evaluasi yaitu:
e) Fixed vs emergent evaluation design
f) Formative vs sumative evaluation
g) Experimental design vs naural / unobtrusive
Selain beberapa model di atas, Nana Sudjana dan Ibrahim mengelompokkan model-
model evaluasi menjadi 4 kelompok, yaitu:
10. Measurement model
11. Congruence model
12. Educational system evaluation model
13. Illuminative model.
BAB VII
Model Evaluasi Kualitas Pembelajaran dan Output Pembelajaran (EKOP)
BAB VIII
Perangkat Evaluasi Model EKOP
Sesuai dengan komponen EKOP, instrumen model EKOP juga dibagi menjadi dua,
yaitu Instrumen Kualitas Pembelajaran dan Komponen Output Pembelajaran. Instrumen
kualitas pembelajaran dibagi menjadi lima, yaitu: 1. Kinerja guru dalam kelas, 2. Fasilitas
pembelajaran IPS, 3. Iklim kelas, 4. Sikap siswa, dan 5. Motivasi belajar siswa. Instrumen
output pembelajaran IPS dibedakan menjadi tiga, yaitu kecakapan akademik, kecakapan
personal, dan kecakapan sosial. Penilaian kecakapan akademik menggunakan hasil ujian
akhir semester yang diselenggarakan bersama atas koordinasi dinas pendidikan kabupaten /
kota setempat. Penilaian kecakapan personal dan kecakapan sosial terbatas pada kecakapan
memecahkan masalah dan kecakapan kerja sama. Untuk lebih jelas bagaimana tampilan dari
instrumen-instrumen tersebut Anda bisa melihat pada buku ini.
Bab IX
Contoh Implementasi Model EKOP
Pada bab ini, pembaca akan disuguhkan sebuah contoh kasus implementasi model
EKOP untuk dapat menghitung rerata skor kualitas pembelajaran, menghitung rerata
skor output pembelajaran, menghitung rerata skor kualitas dan output pembelajaran, dan
dibagian akhir pembaca diharapkan mampu menyusun laporan evaluasi model EKOP.
KESIMPULAN
“Buku adalah jendela dunia.”
Pepatah itu bermakna bahwa sebuah buku mengandung banyak informasi yang dapat
kita peroleh. Kegiatan membaca buku dapat kita lakukan untuk mengetahui apa saja yang
terjadi di dunia luar. Akan tetapi, sering sebuah buku yang kita baca tak memberi makna
banyak bagi kita sebagai mahasiswa. Pada keadaan seperti itulah, kedudukan laporan buku
menjadi penting. Karena sebuah laporan buku sebenarnya bertujuan untuk mendorong
mahasiswa membaca buku-buku yang diwajibkan atau yang dianjurkan, seta meningkatkan
kemampuan memahami isi buku-buku tersebut. Untuk memahami buku tersebut maka
prosedur yang perlu untuk meringkaskan sebuah karangan diterapkan pula dalam laporan
buku. Laporan buku diawali dengan pendahuluan, isi berupa ringkasan dan diakhiri dengan
sebuah kesimpulan yang secara singkat memuat pendapat mahasiswa mengenai kelebihan
dan kekurangan buku.
Kelebihan dan kekurangan merupakan pasangan yang tak dapat dipisahkan dalam
menilai sesuatu. Begitu juga dalam menilai buku ini. Dilihat dari segi isi, buku ini mencoba
melengkapi referensi mengenai teori evaluasi dalam dunia pendidikan dengan menyertakan
model-model evaluasi yang dibuat para ahli yang tidak terdapat dalam buku lain, seperti
buku Dasar-dasar Evaluasi Pembelajarankarangan Suharsimi dan Evaluasi
Pengajaran karangan Ngalim Purwanto. Selain itu, penyertaan model EKOP sebagai karya
ilmiah pengarang merupakan kelebihan tersendiri dari buku ini yang sangat bisa dijadikan
contoh format untuk para pendidik dan calon pendidik dalam melaksanakan evaluasi.
Kelebihan lainnya dapat diungkap dari segi bahasa. Bahasa yang digunakan dalam buku ini
mudah dimengerti sehingga tidak mengganggu kenyamanan pembaca untuk memahaminya.
Dilihat dari tampilan, organisasi, dan cetakan, buku ini masih memiliki kekurangan.
Kombinasi warna dan ilustrasi gambar yang digunakan dalam buku ini kurang menarik.
Organisasi yang disajikan sangat monoton untuk ketebalan buku yang mencapai 300
halaman, hal itu berdampak pada ketertarikan pembaca untuk membaca buku ini hingga
selesai. Kemudian berkenaan dengan cetakan, buku ini sering mengulang-ulang materi yang
disajikan, fatalnya terdapat cetakan ganda untuk Bab IV. Untuk mengatasi kekurangan buku
ini, pihak penerbit perlu melakukan tindakan berupa kegiatan revisi terhadap buku ini.
Kekurangan lainnya juga dapat dilihat dari segi ketidakadaannya kutipan penghubung
antarbagian yang memudahkan pembaca untuk mengingat kembali apa yang telah ia baca.
Dengan demikian untuk menambah wawasan mengenai evaluasi program
pembelajaran buku ini layak dijadikan referensi terutama pada bagian model-model evaluasi
menurut para ahli dan penyertaan model EKOP yang merupakan suatu pembaruan yang telah
dilakukan penulis dalam kegiatan evaluasi, terutama evaluasi pembelajaran IPS di SMP.