Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MENGOLAH HASIL EVALUASI


MAKALAH INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
EVALUASI PENDIDIKAN
(DOSEN PEMBIMBING: FARIDA YUNIAR, M.Pd)
Disusun Oleh :
BAMBANG: (19010247)
EMMA RAHMAWATI EFRILIA HANIFAH: (19010205)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
SYEKH MUHAMMAD NAFIS
TABALONG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena


hanya atas perkenan-Nya tugas penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.

Makalah yang berjudul “Mengolah Hasil Evaluasi” ini disusun untuk


memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Pendidikan. Pada kesempatan ini saya
ucapkan terima kasih kepada: Ibu Farida Yuniar, M.Pd., selaku dosen pengampu
dan Teman-teman dan semua pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.

Saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan,


oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga
makalah ini bermanfaat dan mendapat ridha dari Allah SWT.

Tabalong, 05 Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan............................................................................................... 1
C. Tujuan................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2

A. Pengertian Menskor Dan Menilai ........................................................ 2


B. Teknik Pemberian Skor Hasil Tes Hasil Belajar.................................. 2
C. Pengolahan dan Pengubahan Skor Mentah hasil Tes Hasil Belajar Menjadi
Nilai Standar ........................................................................................ 3

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 7

A. Kesimpulan........................................................................................... 7
B. Saran..................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 8
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Evaluasi pembelajaran siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan


kewajiban bagi setiap pendidik (guru). Evaluasi pembelajaran siswa
merupakan bentuk umpan balik yang ditunjukkan kepada siswa dengan tujuan
untuk mengetahui kemampuan siswa dalam suatu pembelajaran tersebut.
Dengan kata lain mengevaluasi berarti melakukan pembelajaran, mengukur,
menskor, mengolah dan menafsirkan kemampuan siswa dengan cara menilai.

Dengan adanya tugas dan kewajiban dalam evaluasi tersebut seorang


pendidik (guru) berbasis pendidikan harus memahami dan mengaplikasikan
ilmu tersebut untuk diterapkan dalam pendidikan. Jika seorang guru atau
seorang calon guru tidak memahami ilmu evaluasi tersebut maka akan
berakibat pada mutu pendidikan, karena salah satu kompetensi yang harus
dimiliki seorang guru adalah dapat memahami dan mengaplikasikan evaluasi
pembelajaran di sekolah.

Dari pelaksaan penilaian (melalui pengukuran atau tidak) dapat


dikumpulkan sejumlah data atau informasi yang dibutuhkan dalam evaluasi
hasil belajar. Data yang terkumpul dari penilaian dengan teknik es akan
berupa data kuantitatif, sedangkan teknik non tes akan menjaring data
kualitatif maupun kuantitatif sekaligus. Data yang terkumpul baik melalui
teknik tes maupun teknik non tes merupakan data mentah yang memerlukan
pengelolaan lebih lanjut. Kegiatan mengolah data yang berhasil dikumpulkan
melalui kegiatan penilaian inilah yang disebut kegiatan pengolahan hasil nilai.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan menskor dan menilai?
b. Bagaimana teknik pemberian skor hasil tes hasil belajar?
c. Bagaimana cara pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes hasil
belajar menjadi nilai standar?
C. Tujuan Pembahasan
a. Untuk mengetahui arti dari menskor dan menilai.
b. Untuk mengetahui teknik pemberian skor hasil tes hasil belajar.
c. Untuk mengetahui cara pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes
hasil belajar menjadi nilai standar.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Menskor dan menilai


1. Pengertian Skor
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penskoran adalah
proses, cara, pembuatan skor. Pada hakikatnya penskoran (skoring) adalah
proses pengubahan instrumen menjadi angka-angka yang merupakan nilai
kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item dalam instrumen. Menurut
Suharsimi (2013:271) bahwa skor adalah pekerjaan menskor yang
diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang
dijawab benar.
Dengan demikian menskor dapat disimpulkan sebagai pekerjaan
memberikan angka yang diperoleh dari setiap butir soal yang telah dijawab
benar oleh peserta didik dengan mempertimbangkan bobot jawaban
betulnya. Dalam pekerjaan menskor atau menentukan angka dapat
menggunakan alat bantu kunci jawaban (pembantu menentukan jawaban
yang benar), kunci skoring (pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan
yang salah), dan pedoman penilaian (pembantu menentukan angka).1

Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (= memberikan angka) yang


diperoleh dengan jalan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item
yang oleh testee telah dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan
bobot jawaban betulnya.2

Contohnya:

Misalnya tes hasil belajar dalam bidang studi Bahasa Inggris menyajikan
lima butir soal tes uraian, dimana untuk setiap butir soal yang dijawab

1
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2011), hlm. 223.
2
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2013), hlm. 309.
dengan betul diberikan bobot 10. Siswa bernama Fatimah, untuk kelima
butir soal tes uraian tersebut memberikan jawaban sebagai berikut:

a. Untuk butir soal nomor 1 dapat dijawab dengan sempurna, sehingga ia


diberikan skor 10.
b. Untuk butir soal nomor 2 hanya dijawab betul separuhnya, sehingga
skor yang diberikan kepada Fatimah adalah 5.
c. Untuk butir soal nomer 3, hanya sekitar seperempat bagian saja yang
dapat dijawab dengan betul, sehingga diberikan skor 2,5.
d. Untuk butir soal nomor 4 dijawab betul sekitar tiga perempatnya,
sehingga diberikan skor 7,5.

Dengan demikian untuk kelima butir soal tes uraian tersebut, siswa
bernama Fatimah tersebut mendapatkan skor sebesar = 10+5+2,5 +5+7,5=
30. Angka 30 disini belum dapat disebut nilai, sebab angka 30 itu masih
merupakan skor mentah (raw score), yang untuk dapat disebut nilai, masih
memerlukan pengolahan atau pengubahan (= konversi). Karena itu untuk
disebut nilai, skor-skor mentah hasil tes itu masih memerlukan pengolahan
dan perubahan.3

2. Pengertian Menilai

Adapun yang dimaksud dengan nilai adalah angka (bisa juga huruf),
yang merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijakan satu dengan
skor-skor lainnya, serta disesuaikan pengaturannya dengan standar
tertentu. Itulah sebabnya mengapa nilai sering disebut skor standar
(standard score).

Nilai pada dasarnya adalah angka atau huruf yang melambangkan


seberapa jauh atau seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan oleh
testee terhadap materi atau bahan yang telah diteskan, sesuai dengan
tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan. Nilai, pada dasarnya
juga melambangkan penghargaan yang diberikan oleh tester kepada testee

3
Sudijono, Pengantar Evaluasi, hlm. 309-310.
atas jawaban betul yang diberikan oleh testee dalam tes hasil belajar.
Artinya, makin banyak jumlah butir soal dapat dijawab dengan betul,
maka penghargaan yang diberikan oleh tester kepada testee akan semakin
tinggi. Sebaliknya, jika jumlah butir item yang dapat dijawab dengan betul
itu hanya sedikit, maka penghargaan yang diberikan kepada testee juga
kecil atau rendah.4

B. Teknik Pemberian Skor Hasil Tes Hasil Belajar

Pemberian skor (=scoring) merupakan langkah pertama dalam proses


pengelolaan hasil tes, yaitu proses pengubahan jawaban-jawaban soal tes
menjadi angka-angka. Dengan kata lain, pemberian skor itu merupakan
tindakan kuantifikasi terhadap jawaban-jawaban yang diberikan oleh testee
dalam suatu tes hasil belajar.

Angka-angka hasil penilaian itu selanjutnya diubah menjadi nilai-nilai


(=grade) melalui proses tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-
nilai hasil tes itu ada yang tertuang dalam bentuk angka dengan rentangan 0
sampai dengan 10, antara 0 sampai dengan 100, dan ada pula yang
menggunakan simbol huruf A, B, C, D dan F (F= Fail=Gagal).

Cara pemberian skor terhadap hasil tes hasil belajar pada umumnya
disesuaikan dengan bentuk soal-soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut;
apakah tes uraian (essay test) ataukah tes obyektif (objective test).5

1. Pemberian Skor pada Tes Uraian

Pada tes uraian, pemberian skor umumnya mendasarkan diri kepada


bobot (=weight) yang diberikan untuk setiap butir soal, atas dasar tingkat
kesukarannya, atau atas dasar banyak sedikitnya unsur yang harus terdapat
dalam jawaban yang dianggap paling banyak (paling betul).

4
Ibid., 311.
5
Ibid., 301.
Sebelum menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih
dahulu pokok-pokok jawaban yang kita hendaki. Dengan demikian, maka
akan mempermudah kita dalam mengoreksi tes itu.

Tidak ada jawaban yang pasti terhadap tes bentuk uraian ini. Jawaban
yang kita peroleh akan sangat beraneka ragam, berada dari siswa satu ke
siswa lain. Untuk menentukan standar lebih dahulu, tentulah sukar. Ada
sebuah saran, langkah-langkah apa yang harus kita lakukan pada waktu
kita mengoreksi dan memberi angka tes bentuk uraian. Saran tersebut
adalah sebagai berikut:

a. Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi


jawaban. Dengan membaca seluruh jawaban, kita dapat memperoleh
gambaran lengkap tidaknya jawaban yang diberikan siswa secara
keseluruhan.
b. Menentukan angka untuk soal pertama tersebut. Misalnya jika
jawabannya lengkap diberi angka 5, kurang sedikit diberi angka 4,
begitu seterusnya sampai kepada jawaban yang paling minim jika
jawabannya meleset sama sekali. Dalam menentukan angka pada hal
yang terakhir ini umumnya kita perlu berpikir bahwa tidak ada unsur
tebakan. Dengan demikian maka ada dua pendapat, satu pendapat
menentukan angka 1 atau 2 bagi jawaban yang salah, tetapi pendapat
lain menentukan angka 0 untuk jawaban itu. Tentu saja bagi jawaban
yang kosong (tidak ada jawaban sama sekali), jelas kita berikan angka
0.
c. Memberikan angka bagi soal pertama.
d. Membaca soal kedua dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi
jawaban, dilanjutkan dengan pemberian angka untuk soal kedua.
e. Mengulangi langkah-langkah tersebut bagi soal-soal tes ketiga,
keempat, dan seterusnya hingga seluruh soal diberi angka.
f. Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa
untuk tes bentuk uraian.6

Dalam keadaan dimana butir-butir soal yang diajukan dalam bentuk


tes uraian itu untuk tiap butir soal tidak memiliki derajat kesukaran yang
sama, atau jumlah unsur yang terdapat pada setiap butir soal adalah tidak
sama, maka pemberian skornya juga harus berpegang kepada derajat
kesukaran dan jumlah unsur yang terdapat pada masing-masing butir soal
tersebut.

Sebagai contoh, misalkan dari lima butir soal tes uraian, butir soal
nomor 1 diberi skor maksimum 8, butir soal nomor 2 diberi skor
maksimum 10, butir soal nomor 3 diberi skor maksimum 6, butir soal
nomor 4 diberi skor maksimum 10 dan butir soal nomor 5 diberi skor
maksimum 8, maka seorang testee yang untuk butir soal nomor 1
jawabannya hanya betul separuh, diberikan skor 4 (yaitu 8:2=4); untuk
butir soal nomor 2 dari 10 unsur jawaban yang ada hanya dijawab betul
sebanyak 6 unsur saja, maka kepada testee tersebut diberikan skor 6.
Demikianlah seterusnya.7

2. Pemberian Skor pada Tes Obyektif

Pada tes obyektif, untuk memberikan skor umumnya digunakan rumus


correction for guessing atau sering dikenal dengan istilah sistem denda.

Untuk tes obyektif bentuk true-false misalnya, setiap item diberi skor
maksimum 1 (satu). Apabila seorang testee menjawab betul satu item
sesuai dengan kunci jawaban, maka kepadanya diberikan skor 1. Apabila
dijawab salah maka skornya 0 (nihil).

Adapun cara menghitung skor terakhir dari seluruh item untuk bentuk
true false, dapat digunakan dua macam rumus yaitu:

Rumus skor akhir dengan memperhitungkan denda adalah sebagai berikut:


6
Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi, hlm. 230-231.
7
Sudijono, Pengantar Evaluasi, hlm. 302.
Rumus:

Dimana:

S = Skor yang sedang dicari

R = Jumlah jawaban betul, yaitu jawaban yang sesuai dengan Kunci


jawaban yang sesuai dengan kunci jawaban (R adalah singkatan dari
Right=Betul)

W = Jumlah jawaban salah, yaitu jawaban yang tidak sesuai dengan kunci
jawaban (W adalah singkatan dari Wrong= Salah)

O = Option atau alternatif (=kemungkinan jawaban), dimana Pada tes


obyektif bentuk true false ini kemungkinan Jawabannya hanya dua, yaitu
B (betul) S (salah)

1) = Bilangan konstan.8

Contoh:

Jumlah soal tes = 20 buah

A menjawab betul 16 buah dan salah 4 buah. Maka skor untuk A adalah:
16 – 4 = 12

Dengan menggunakan rumus seperti ini maka ada kemungkinan seorang


siswa memperoleh skor negatif.9

b. Rumus skor akhir yang tidak memperhitungkan denda adalah sebagai


berikut:

Rumus:

S=R

Dimana:

S = Skor yang sedang dicari


8
Ibid., 303.
9
Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi, hlm. 182.
R = Jumlah jawaban betul

Dihitung hanya yang betul.

(untuk soal yang tidak dikerjakan dinilai 0).

3. Kunci Jawaban dan Kunci Pemberian Skor untuk Tes Bentuk Betul-Salah

Untuk tes bentuk betul-salah yang dimaksud dengan kunci jawaban


adalah deretan jawaban yang kita persiapkan untuk pertanyaan atau soal-
soal yang kita susun, sedangkan kunci skoring adalah alat yang kita
gunakan untuk mempercepat pekerjaan skoring.

Oleh karena dalam hal ini testee (tercoba) hanya diminta melingkari
huruf B atau S maka kunci jawaban yang disediakan hanya berbentuk
urutan nomor serta huruf dimana kita menghendaki untuk melingkari (atau
dapat juga diberi tanda X).

Contoh:

1. B 6. S
2. S 7. B
3. S 8. S
4. B 9. S
5. B 10. B

Dan seterusnya.

Ada baiknya kunci jawaban ini ditentukan terlebih dahulu sebelum


menyusun soal agar. Pertama, dapat diketahui imbangan antara jawaban B
dan S. Kedua, dapat diketahui letak atau pola jawaban B dan S. Bentuk
betul salah sebaiknya disusun sedemikian rupa sehingga jumlah jawaban B
hampir sama banyaknya dengan jawaban S, dan tidak dapat ditebak karena
tidak diketahui pola jawabannya.
Kunci jawaban untuk tes berbentuk ini dapat diganti kunci skoring
yang pembuatannya melalui langkah-langkah sebagai berikut:

Langkah 1: Menentukan letak jawaban yang betul.

Misalnya:

1. B – S 6. B – S
2. B – S 7. B – S
3. B – S 8. B – S
4. B – S 9. B – S
5. B – S 10. B – S

Langkah 2: Melubangi tempat-tempat lingkaran sedemikian rupa sehingga


lingkaran yang dibuat oleh testee dapat dilihat.

1. B – S 6. B – S
2. B – S 7. B – S
3. B – S 8. B – S
4. B – S 9. B – S
5. B – S 10. B – S

Catatan:

Dengan pengalaman ini dapat kita ketahui bahwa lubang yang terlalu
kecil berakibat tertutupnya jawaban testee, sedangkan lubang yang terlalu
besar akan saling memotong.

Oleh karena itu, cara menjawab dengan membuat tanda silang akan
lebih baik daripada melingkari. Dengan demikian maka tanda yang dibuat
oleh testee akan tampak jelas seperti terlihat pada contoh berikut:

1. B – S
2. B – S
3. B – S
4. B – S
5. B – S

Dalam menentukan angka (skor) untuk tes bentuk B – S ini kita dapat
menggunakan 2 cara seperti telah disinggung di atas:

a. Tanpa hukuman dan dengan hukuman

Tanpa hukuman adalah apabila banyaknya angka yang diperoleh siswa


sebanyak jawaban yang cocok dengan kunci. Sedangkan dengan
hukuman (karena diragukan adanya unsur tebakan), digunakan 2
macam rumus, tetapi hasilnya sama.

Pertama, dengan rumus:

S=R–W

Skor yang diperoleh siswa sebanyak jumlah soal yang benar


dikurangi dengan jumlah soal yang salah.

Contoh:

 Banyaknya soal = 10 buah


 Yang betul = 8 buah
 Yang salah = 2 buah

Angkanya adalah: 8 – 2 = 6

Kedua, dengan rumus:

S = T – 2W

T singkatan dari total, artinya jumlah soal dalam tes.

Contoh diatas dihitung.

 Banyaknya soal = 10 buah


 Yang salah = 2 buah

Angkanya adalah 10 – (2x2) = 10 – 4 = 6


4. Kunci Jawaban dan Kunci Pemberian Skor untuk Tes Bentuk Pilihan
Ganda (Multiple Choice)

Dengan tes bentuk pilihan ganda, testee diminta melingkari salah satu
huruf di depan pilihan jawaban yang disediakan atau membubuhkan tanda
lingkaran atau tanda silang (X) pada tempat yang sesuai di lembar
jawaban.

Untuk cara menjawab yang pertama, kita gunakan kunci jawaban misalnya
sebagai berikut:

1. C 6. C
2. A 7. A
3. B 8. A
4. B 9. B
5. A 10. C

Dalam hal menentukan kunci jawaban untuk bentuk ini langkahnya


sama dengan soal bentuk betul salah. Hanya untuk soal yang jumlah lebih
dari 30 buah, sebaiknya menggunakan lembar jawaban dan nomor-nomor
urutannya dibuat sedemikian rupa sehingga tidak memakan tempat.

Kunci pemberian skor untuk lembar jawaban misalnya sebagai berikut:

1. A b c d 11. A b c d
2. A b c d 12. A b c d
3. A b c d 13. A b c d
4. A b c d 14. A b c d
5. A b c d 15. A b c d
6. A b c d 16. A b c d
7. A b c d 17. A b c d
8. A b c d 18. A b c d
9. A b c d 19. A b c d
10. A b c d 20. A b c d
Dalam menentukan angka tes bentuk pilihan ganda, dikenal 2 macam
cara pula yakni tanpa hukuman dan dengan hukuman. Tanpa hukuman
apabila banyaknya angka dihitung dari banyaknya jawaban yang cocok
dengan kunci jawaban.

Dengan hukuman menggunakan rumus:

Dimana :

S = score

W = Wrong

N = Banyaknya pilihan jawaban

(yang pada umumnya di Indonesia 3, 4, atau 5)

Contoh:

 Banyaknya soal : 10 buah


 Banyaknya yang betul : 8 buah
 Banyaknya yang salah : 2 buah
 Banyaknya pilihan : 3 buah

Maka skornya adalah = 8 – 1 = 7

5. Kunci Jawaban dan Kunci Pemberian Skor untuk Tugas

Kunci jawaban untuk memeriksa tugas merupakan pokok-pokok yang


harus termuat di dalam pekerjaan siswa. Hal ini menyangkut kriteria
tentang isi tugas. Namun sebagai kelengkapan dalam pemberian skor,
digunakan suatu tolak ukur tertentu.

Tolak ukur yang disarankan dalam buku ini sebagai ukuran keberhasilan
tugas adalah:

1) Ketepatan waktu penyerahan tugas


2) Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan mahasiswa
dalam mengenakan tugas.
3) Sistematika yang menunjukkan alur keruntutan pikiran
4) Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyesuaian dan kepadatan isi
5) Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah
ditentukan oleh dosen

Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu di pikirkan peranan


masing-masing aspek kriteria tersebut, misalnya demikian:

 A¹ – Ketepatan waktu, diberi bobot 2


 A² – Bentuk fisik, diberi bobot 1
 A³ – Sistematika, diberi bobot 3
 A⁴ – Kelengkapan isi, diberi bobot 3
 A⁵ – Mutu hasil, diberi bobot 3

Maka nilai akhir untuk tugas tersebut diberikan dengan rumus:

NAT adalah Nilai Akhir Tugas

C. Pengolahan dan Pengubahan Skor Mentah Hasil Tes Hasil Belajar Menjadi
Nilai Standar

Ada dua hal penting yang perlu dipahami terlebih dahulu dalam
pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi skor standar atau nilai,
yaitu:

1. Bahwa dalam pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu
ada dua cara yang dapat ditempuh, yaitu:
a. Mengacu atau mendasarkan diri pada kriterium atau criterion
(=patokan). Yang dalam dunia pendidikan di tanah air kita sering
dikenal dengan isitilah penilaian ber-Acuan Patokan (disingkat PAP).

Sebelum membahas pengelolaan skor kita buat perumpamaan


terlebih dahulu. Terdapat 60 item soal pilihan ganda pelajaran bahasa
Arab, tiap item yang benar berbobot 1. Skor mentah yang diperoleh
siswa 20 siswa adalah 32, 36, 27, 50, 22, 34, 35, 37, 43, 17, 21, 42, 46,
32, 31, 28, 57, 57, 54, 51.

Prosedur yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut:

Mencari skor ideal, yaitu skor yang mungkin dicapai jika semua
item dapat dijawab dengan benar. Skor ideal diperoleh serta bobot dar
tiap-tiap item. Dari contoh diatas diketahui skor idealnya adalah 60
mencari rata-rata ideal (id) dengan rumus:

= ½ x skor ideal = ½ x 60 = 30

Mencari deviasi (SD) ideal dengan cara:

SD= ⅓ x SD= ⅓ x 30 = 10

Menyusun kebutuhan konversi sesuai dengan yang dibutuhkan.


Adapun pedoman konversi dengan kebutuhan adalah:

+1,5 (SD) = 30+1,5 x 10= 45 = A

+0,5 (SD) = 30+0,5 x 10= 35 = B

- 0,5 (SD) = 30-0,5 x 10= 25 = C

-1,5 (SD) = 30-1,5 x 10 = 15 = D

Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa siswa yang


mendapat skor 45 – 60 mendapat nilai A, 35 – 44 = B, 25 – 34 = C, 15
– 24 = D, 0 – 14 = E

Pemberian nilai dengan menggunakan huruf disesuaikan dengan


huruf yang terdapat dalam urutan abjad. Huruf tidak hanya
menunjukkan kuantitas, tetapi dapat juga digunakan sebagai simbol
untuk menggambar kualitas.10

10
Zainal Arifin, Evaluasi Instruksional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), hlm.
93-94.
Skor Angka Nilai Huruf Predikat

50 A Sangat Baik

37 B Baik

33 C Cukup

22 D Kurang

5 E Sangat Kurang

b. Mengacu atau mendasarkan diri pada norma atau kelompok yang


didalam dunia pendidikan ditanah air kita dikenal dengan istilah
Penilaian ber-Acuan Norma (disingkat PAN), atau Penilaian ber-
Acuan Kelompok (disingkat PAK)

Penilaian acuan norma menskor peserta didik dengan


membandingkan hasil belajar satu peserta dengan hasil peserta lainnya
dalam satu kelompok kelas. Cara membandingkan paling sederhana
dan sering digunakan dalam penilaian adalah mengurutkan skor dari
yang tertinggi sampai terendah.11

Contoh, diketahui 20 siswa mengikuti ujian akhir semester mata


pelajaran bahasa Arab memperoleh skor mentah sebagai berikut:

32, 36, 27, 50, 22,

34, 35, 37, 43, 17,

21, 42, 46, 32, 31,

28, 57, 57, 54, 51,

11
Kusaeri Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2012), hlm. 39.
Penyelesaian nilai peserta didik dengan pendekatan PAN:

Menyusun skor terkecil hingga terbesar

17, 21, 22, 27, 28,

31, 32, 32, 34, 35,

36, 37, 42, 43, 46,

50, 51, 54, 57, 57,

 Mencari rentangan (range) yaitu skor terbesar dikurangi skor


terkecil 57 – 17 = 40

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa menskor adalah


pekerjaan memberikan angka yang diperoleh dari setiap butir soal yang telah
dijawab benar oleh peserta didik dengan mempertimbangkan bobot jawaban
betulnya. Untuk mengetahui suatu skor menjadi nilai atau mengolah skor
menjadi nilai diperlukan suatu acuan atau pedoman. Kedua pendekatan ini
memiliki tujuan, proses, standar dan juga menghasilkan nilai yang berbeda.
Kedua pendekatan tersebut adalah Pendekatan/Penilaian ber-Acuan Patokan
(PAP) dan Pendekatan/Penilaian ber-Acuan Norma (PAN).

B. Saran

Pemberian skor dilakukan untuk mengetahui skor yang diperoleh siswa


setelah dilakukan tes hasil belajar. Pendidik maupun calon pendidik sebaiknya
mengetahui berbagai macam teknik dalam pemeriksaan hasil tes, pemberian
skor, dan mengubah skor menjadi nilai sehingga akan mempermudah
pekerjaan apabila memilih teknik yang sesuai dengan situasi dan kondisi.
Sehingga dapat dijadikan sebagai evaluasi bagi pendidik dan peserta didik
dalam proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. Evaluasi Instruksional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991.

Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi


Aksara, 2011.

Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo


Persada, 2013.

Suprananto, Kusaeri. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Graha


Ilmu, 2012.

Anda mungkin juga menyukai