Anda di halaman 1dari 23

“ Pemberian Skor, Verifikasi dan Standar Penilaian

(PAN dan PAP)”

Disusun oleh :
Ananda Ameliani
Lia Indah Pramesti
Putrie Nurulia Wardhani
Tiansi Suci Pertiwi 813

PENDIDIKAN TATA NIAGA B


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “…”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu
tugas yang diberikan dalam mata kuliah Evaluasi Pembelajaran.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalh ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Dosen kami Ibu Dra. Corry Yohana M.M, Dr yang telah memberikan tugas kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Jakarta, November 2017

Penyusun,

2
DAFTAR ISI

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evaluasi pembelajaran adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setiap
guru. Mengapa? Karena hendaknya ia harus dapat memberikan informasi kepada lembaga atau
kepada siswa itu sendiri. Oleh karena itu, seorang guru hendaknya memahami tehnik pemberian
skor, bahkan langkah-langkah sebelum membuat tes pertanyaan.
Banyak beberapa pendapat ahli yang mengatakan bahwa penilaian berbeda dengan
penskoran. Dalam makalah ini, dijelaskan dengan jelas perbedaan yang sangat mendasar dalam
melakukan evaluasi terhadap hasil tes peserta didik. Karena acapkali terjadi kekeliruan pendapat
tentang fungsi penilaian pencapaian belajar siswa. Banyak lembaga pendidikan atau pengajar
–secara tidak sadar atau sadar-yang menganggap fungsi penilaian itu semata-mata sebagai
mekanisme untuk menyeleksi siswa atau mahasiswa dalam kenaikan kelas, kenaikan tingkat, dan
sebagai alat seleksi kelulusan pada akhir tingkat program.
Dalam makalah ini juga akan dibahas secara jelas tentang acuan penilaian yang menjadi
standar dalam memberi nilai dan skor dengan langkah-langkah yang jelas. Tes yang seharusnya
disusun adalah tes yang mengatur tingkat pencapaian mahasiswa terhadap perilaku yang terdapat
dalam tujuan intruksional. Tes tersebut mungkin tidak dapat mengukur penguasaan mahasiswa
terhadap seluruh uraian pengajar dalam proses intruksional, sebab apa yang diberikan pengajar
selama proses tersebut belum tentu seluruhnya relevan dengan tujuan intruksional. Isi pelajaran
bukanlah kriteria untuk mengukur keberhasilan proses pelaksanaan intruksional.
Untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah
satunya adalah dengan menggunakan tes-tes dengan standar-standar tertentu sesuai dengan
perkembangannya. Maka dari itu bagi seorang pendidik harus mengetahui bagaimana cara atu
teknik-teknik yang baik untuk mengevaluasi anak didiknya, sejauhmana pencapaian siswa dalam
menguasai materi yang disampaikan.

4
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah yang dibahas adalah :
1. Apa perbedaan Skor dan Nilai?
2. Bagaimana tehnik dalam melakukan pengambilan skor?
3. Bagaimana tehnik penilaian dan pengkonversian skor?
4. Apa saja cara yang harus dilakukan dalam melakukan verifikasi data?
5. Apa definisi dari Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan Penilaian Acuan Norma (PAN)?
6. Apa persamaan dan perbedaan dari PAN dan PAP?
7. Apa kelebihan dan kekurangan dari PAN dan PAP?

C. Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui teknik pengambilan skor hasil tes peserta didik.
2. Mampu memahami dan menerapkan teknik verifikasi data.
3. Mampu memahami dengan jelas definisi, persamaan dan perbedaan, kekurangan dan
kelebihan PAP dan PAN.
4. Mampu menilai dan menkonversi nilai dengan tepat.

5
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Teknik-Teknik Pemberian Skor


Pada hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban instrumen
menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item dalam
instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai (grade). Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penskoran adalah proses, cara, pembuatan skor.
Skor berbeda dengan nilai. Nilai adalah angka ( huruf ) yang merupakan hasil ubahan
dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lain serta disesuaikan pengaturannya
dengan standart tertentu. Sedangkan skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka)
yang diperoleh dari angka-angka dar setiap butir soal yang telah di jawab oleh testee dengan
benar, dengan mempertimbangkan bobot jawaban betulnya.
Menurut Suharsimi ( 2005:235 ) bahwa skor adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoles
dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang di jawab betul oleh siswa.
Sedangkan nilai adalah angka ubahan dari skor dengan menggunakan acuan tertentu, yakni
acuan norma atau acuan standar.
Menurut Anas Sudijono ( 2007:309 ) bahwa skor merupakan hasil pekerjaan memberi
angka yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang si testee
telah menjawab dengan betul. Sedangkan nilai adalah angka ( bisa juga huruf), yang merupakan
hasil ubahan dari skor.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan penskoran (scoring) dan
penilaian merupakan satu rangkaian kegiatan yang tidak dapat dipisahakan. Penskoran
merupakan kegiatan mengumpulkan data melalui tes maupun non-tes sehingga di peroles skor
mentah (raw store) untuk kemudian diolah atau dikonversi (diubah).
Cara pemberian skor terhadap hasil tes hasil belajar pada umumnya disesuaikan dengan
bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut, tes uraian (essay) atau tes obyektif (objektive
test).

a. Pemberian Skor pada Tes Uraian


Pada tes uraian, pemberian skor didasarkan pada bobot (weight) yang diberikan pada
setiap butir soal, didasarkan dan disesuaikan dengan tingkat kesulitan dari soal tersebut dan atau
banyak sedikitnya unsur yang terdapat dalam jawaban yang dianggap benar.
6
b. Pemberian Skor pada Tes Obyektif
Pemberian skor pada tes obyektif pada umumnya digunakan sistem denda.Untuk soal
obyektif bentuk true-false misalnya, setiap item diberi skor maksimal 1 (satu). Apabila testee
menjawab benar maka diberikan skor 1 dan apabila salah maka diberikan skor 0.
Tes Obyektif mempunyai beraneka ragam, diantaranya:
a) True-false
True-false adalah suatu bentuk tes yang item-itemnya berupa statemen. Sebagian
daripada statemen itu merupakan sebagian statemen yang benar dan sebagian lagi
merupakan statemen yang salah. Anak-anak diminta supaya memilih mana statemen yang
benar dan mana statemen yang salah. Pada nomor jawaban dari statemen yang benar
biasanya diberi tanda huruf B (benar) atau Y (ya) atau tanda-tanda yang lain yang
disediakan untuk itu. Sedang Pada nomor jawaban dari statemen yang salah biasanya
diberi tanda huruf S (salah) atau T (tidak) atau tanda-tanda yang lain yang disediakan
untuk itu.
Contoh True False tes:
B–S : Kertas ungu akan jadi biru apabila dicelupkan kedalam cuka
B–S : Berat satu liter air adalah 100 gram
Dilihat dari segi mengerjakan atau menjawab soalnya, maka bentuk true false tes
ada 2 macam:

 Dengan pembetulan (with correction) yaitu siswa diminta membetulkan bila ia


memilih jawaban yang salah.

 Dengan tanpa pembetulan (without correction) yaitu siswa hanya diminta melingkari
huruf B atau S tanpa membetulkan jawaban bila ia memilih jawaban yang salah.
Kelemahan dari true false tes ini adalah karena faktor tekaan sangat besar sebab
hanya memiliki dua kemungkinan antara benar atau salah, disamping itu validitas dan
reliabilitasnya rendah. Sedangakn kesulitan yang sering dihadapi dalam menyusun tes ini
adalah bagaimana cara menyusun statemen yang baik, agar pernyataan yang benar namun
tampak seolah-olah salah dan pernyataan yang salah tampak seolah-olah benar.

b) Multiple Choice

7
Multiple choice adalah suatu bentuk tes yang item-itemnya terdiri dari suatu
statemen yang belum lengkap (stem). Untuk melengkapi statemen tersebut disediakan
beberapa statemen sambungan (option). Satu diantaranya adalah merupakan statemen
sambungan yang benar, sedang yang lain adalah sambungan yang tidak benar. Statemen
yang tidak benar biasanya disebut pengecoh (distractor).
Anak-anak akan disuruh memilih manakah statemen sambungan yang benar
untuk melengkapi statemen yang belum lengkap tersebut. Nomor sambungan pada
jawaban supaya di isi dengan tanda silang, tanda lingkaran atau tanda-tanda lain yang
sesuai dengan petunjuk tes yang bersangkutan. Statemen sambungan bisa terdiri dari
tiga, empat, atau lima statemen dengan menggunakan tanda a, b, c, d, dan e. Item
multiple choice tes ini dapat pula berupa beberapa statemen dimana hanya satu statemen
yang merupakan jawaban yang benar.
Contoh Multiple Choice tes:
1. Presiden Amerika Serikat pada tahun 1955 adalah = …
a. John Dulles
b. Dwight D. Eisenhower
c. Richard Nixon
d. Charles Wilson

2. Apabila n + 2n = 24, maka nlai daripada n adalah = …


a. 6
b. 8
c. 9
d. 12

c) Matching
Matching adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari dua kolom yang paralel
dimana masing-masing kolom berisi uraian-uraian, keterangan-keterangan, atau statemen.
Anak-anak disuruh menjodohkan masing-masing keterangan-keterangan yang berada
pada kolom sebelah kiri dengan keterangan-keterangan yang berada pada kolom sebelah
kanan. Matching tes pada dasarnya hampir sama dengan multiple choice tes.
Perbedaannya ialah kalau multiple choice terdiri dari suatu problem atau stem dengan
beberapa option, maka dalam matching tes terdiri dari beberapa problem atau stem yang
disajikan sekaligus dengan sejumlah option dimana masing-masing option dapat
dijadikan pasangan dari tiap-tiap stem. Biasanya problem atau stemnya ditaruh pada
kolom sebelah kanan, sedangkan jawabannya atau optionnya ditaruh pada kolom sebelah
kiri atau terpisah.
Contoh Matching tes:
Masa hamil atau masa pengeraman yang manakah yang cocok untuk binatang-
binatang yang disebutkan dibawah ini:
8
1. Ayam a. 330 – 340 hari
2. Babi b. 280 – 283 hari
3. Domba c. 143 – 150 hari
4. Kuda d. 112 – 114 hari
5. Lembu e. 67 – 70 hari
f. 20 – 21 hari

d) Completion
Completion adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari suatu statemen atau kalimat
yang belum sempurna, dimana anak-anak disuruh melengkapi statemen atau kalimat
tersebut dengan satu atau beberapa perkataan pada titik-titik yang disediakan. Item
completion dapat pula berbentuk suatu pertanyaan langsung. Berbeda dengan bentuk-
bentuk tes yang lain yang jawabannya sudah disediakan, maka pada item ini anak-anak
harus menulis sendiri jawaban yang diminta. Oleh karena itu, maka waktu yang
diperlukan dalam mengerjakan completion tes ini memerlukan waktu yang lebih banyak
dari bentuk-bentuk tes yang lain.
Contoh Completion tes:
1) Amerika diketemukan oleh ....
2) Dua jenis gas yang terbanyak di udara adalah .... dan ....
3) Dan lain-lain

9
c. Langkah-langkah Menskor

Adapun langkah – langkah memberi skor adalah sebagai berikut:

 Menyusun suatu jawaban model sebagai kunci jawaban yang memenuhi syarat
sebagai jawaban yang baik (benar, relevan, lengkap, berstruktur, dan Jelas).

 Setiap item bisa berbeda bobot. Perbedaan bobot bisa berdasar pada jenis bahan
(bahan perangsang, bahan inti, bahan penting, dan kurang penting), teksonomi
(pengetahuan, pemahaman, evaluasi, dll).

 Membaca beberapa jawaban dari peserta didik yang kurang pandai dan yang
pandai. Hal ini dapat dipakai untuk memperoleh gambaran umum tentang kualitas
dari jawaban dari para peserta didik atau mengecek apakah kunci jawaban cukup
realistik.

 Sebaiknya masing-masing nomor dari jawaban tes diperiksa sekaligus sebelum


melakukan skoring nomor yang lain.

 Agar tidak terpengaruh oleh kesan mutu jawaban yang mendahului sebaiknya
sesudah selesai diperikasa jawaban-jawaban satu nomor, lembar jawab perlu
ditukar urutannya.

 Tidak usah memperhatikan nama dan nomor peserta, untuk mengurangi


subyektivitas.

 Membiasakan hanya memeriksa isi pikiran yang dikemukakan dalam jawaban,


sehingga tidak perlu menilai bentuk tulisan dan lain-lain.

 Mengembalikan lembar jawab lengkap dengan catatan-catatan seperlunya.

10
2. Melakukan Verifikasi Data
Dalam evaluasi hasil belajar, wujud nyata dari kegiatan menghimpun data adalah
melaksanakan pengukuran, misalnya dengan menyelenggarakan tes hasil belajar apabila evaluasi
hasil belajar itu mengguanakan teknik tes, ataukah melakukan pengamatan, wawancara atau
angket dengan menggunakan instrumen-instrumen tertentu berupa rating scale, check list,
interview guide atau questionnaire apabila evaluasi hasil belajar itu menggunakan teknik non tes.
Data yang telah berhasil dihimpun disaring terlebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut.
Proses penyaringan itu dikenal dengan istilah penelitian data atau verifikasi data. Verifikasi data
dimaksudkan untuk dapat memisahkan data yang baik yaitu data yang dapat memperjelas
gambaran yang akan diperoleh mengenai diri individu atau sekelompok individu yang sedang
dievaluasi, dari data yang kurang baik yaitu data yang mengaburkan gambaran yang akan
diperoleh apabila data itu ikut serta diolah.

a. Mengolah dan menganalisis data


Mengolah dan menganalisis hasil evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk memberikan
makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun dalam kegiatan evaluasi. Dalam mengolah
dan menganalisis data hasil evaluasi itu dapat dipergunakan teknik statistika dan teknik non
statistika, tergantung kepada kepada jenis data yang akan diolah dan dianalisis

b. Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan


Penafsiran atau interpretasi terhadap data hasil evaluasi belajar pada hakikatnya adalah
merupakan verbalisasi dari makna yang terkandung dalam data yang telah mengalami
pengolahan dan penganalisisan itu. Atas dasar interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu
akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesmpulan tertentu. Kesimpulan-kesimpulan hasil
evaluasi itu sudah tentu harus mengacu kepada tujuan dilakukannya evaluasi itu sendiri

c. Tindak lanjut hasil evaluasi belajar


Berdasarkan data hasil evaluasi yang telah disusun, diatur, diolah, dinalisis, dan
disimpulkan sehingga dapat diketahui makna yang terkandung di dalamnya maka pada akhirnya
evaluator akan dapat mengambil keputusan atau merumuskan kebijakan-kebijakan yang
dipandang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan evaluasi tersebut. Harus diingat bahwa setiap
kegiatan evaluasi menuntut adanya tindak lanjut yang konkret.

d. Teknik-Teknik Evaluasi Hasil Belajar di Sekolah


Dalam istilah “teknik-teknik evaluasi hasil belajar” terkandung arti alat-alat yang
digunakan untuk melakukan evaluasi hasil belajar. Dalam konteks evaluasi hasil pembelajarn di
sekolah, dikenal adanya dua macam teknik, yaitu teknik tes dan non tes. Dengan tenik tes, maka
evaluasi hasil proses pembelajarn di sekolah itu dilakukan dengan cara menguji peserta didik.
Sebaliknya, dengan teknik non tes maka evaluasi dilakukan tanpa menguji peserta didik.

11
3. Teknik Pengolahan Dan Pengkonversian Skor
Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dari
penjumlahan angka-angka dalam setiap butir soal yang di jawab dengan benar oleh testee, dan
memperhitungkan bobot jawaban, sedangkan nilai adalah angka atau huruf yang merupakan hasil
konversi (rubahan) dari penjumlahan skor yang disesuaikan pengaturannya dengan standar
tertentu yang pada dasarnya merupakan lambang kemampuan testee terhadap materi atau bahan
yang diteskan.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa untuk mendapatkan nilai, maka skor-skor
yang telah didapat masih merupakan skor mentah dan perlu diolah dan dikonversikan sehingga
skor dapat berubah menjadi nilai (menjadi skor yang sifatnya baku atau standar (Standard Score).

1. Acuan Penilaian

A. Penilaian Acuan Patokan (PAP)

Penilaian Acuan Patokan (Criterion Referenced Evaluation) yang dikenal


juga dengan standar mutlak berusaha menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa
dengan membandingkannya dengan patokan yang telah ditetapkan. Sebelum hasil
tes diperoleh atau bahkan sebelum kegiatan pengajaran dilakukan, patokan yang
akan dipergunakan untuk menentukan kelulusan harus sudah ditetapkan.

12
Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa yang telah dan belum
dikuasainya. Bimbingan individual untuk meningkatkan penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran dapat dirancang, demikian pula untuk memantapkan
apa yang telah dikuasainya dapat dikembangkan. Guru dan setiap peserta didik
(siswa) mendapat manfaat dari adanya PAP.

Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran


dengan melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Perbedaan hasil
tes akhir dengan test awal merupakan petunjuk tentang kualitas proses
pembelajaran. Pembelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi tertentu
sebagaimana diharapkan dan termuat pada kurikulum saat ini, PAP merupakan
cara pandang yang harus diterapkan.

PAP juga dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak


diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya penguasaan materi, terdapat siswa yang
diuntungkan atau dirugikan, dan tidak dipenuhinya nilai-nilai kelompok
berdistribusi normal. PAP ini menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery
learning).

Selain itu juga, PAP dapat mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan
instruksional yang telah dirumuskan sebelumnya. Artinya, nilai-nilai yang
diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan (mastery)
siswa tentang pengajaran sesuai dengan tujuan (instruksional) yang telah
ditetapkan. Kriteria yang digunakanpun bersifat mutlak. Artinya, kriteria itu
bersifat tetap dan berlaku bagi semua siswa yang mengikuti tes di lembaga terkait.
Selain itu, nilai dari hasil PAP dapat dijadikan indikator untuk mengetahui sampai
dimana tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran
tertentu.

Sebagai contoh, untuk dapat diterima sebagai calon penerbang setiap calon
harus memenuhi syarat antara lain tinggi badan sekurang-kurangnya 170 cm.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka siapaun yang tidak memenuhi syarat akan
dinyatakan gagal dalam tes dan tidak diterima sebagai siswa calon penerbang.

Standar atau patokan tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang


dipergunakan sebagai batas-batas penentuan kelulusan testee atau batas pemberian
nilai pada testee. Jika skor yang diperoleh oleh testee memenuhi batas minimal
maka testee dinyatakan telah memenuhi tingkat penguasaan minimal terhadap
materi yang disampaikan dan sebaliknya jika testee belum bisa memenuhi batas
minimal yang ditentukan maka testee dianggap belum “lulus ” atau belum
menguasai materi. Karena batasan-batasan tersebut bersifat mutlak/ pasti maka
hasil yang diperoleh tidak dapat di tawar lagi.

13
Berhubung standar penilaian ditentukan secara mutlak, banyaknya testee
yang memperoleh nilai tinggi atau jumlah kelulusan testee banyak akan
mencerminkan penguasaannya terhadap materi yang disampaikan. Pengolahan
skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan menempuh langkah-langkah sebagai
berikut :

 Menggabungkan skor dari berbagai sumber penilaian untuk memperolah skor


akhir.

 Menghitung skor minimum penguasaan tuntas dengan menerapkan prosentase


Batas Minimal Penguasaan (BMP).

 Menentukan tabel konversi.

PAP (Criterion Referenced Evaluation) mencoba menafsirkan hasil tes yang


diperoleh siswa dengan mem-bandingkannya dengan patokan yang telah
ditetapkan. Pa-tokan ini biasanya ditetapkan sebelum pembelajaran dimulai dan
digunakan sebagai “standar kelulusan”. Standar kelu-lusan ini di dalam PAP
bersifat ajeg dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu PAP ini dikenal
pula dengan na-ma “ Standar Mutlak”.

Berhubung standar penilaian ditentukan secara mut-lak, maka banyaknya


siswa yang lulus dan memperoleh nilai tinggi akan mencerminkan prestasi siswa,
sekaligus juga mencerminkan penguasaannya terhadap bahan pelajaran. Se-bagai
konsekuensi logis penggunaan standar mutlak ini, sa-ngat mungkin terjadi bahwa
sebagian besar siswa dalam satu kelompok lulus dengan nilai tinggi, atau sebagian
besar sis-wa tidak lulus karena nilainya di bawah standar minimal, atau jumlah
siswa yang mendapat nilai tinggi dan rendah mungkin pula berimbang. Hasil
pengolahan yang demikian jika digambarkan dalam bentuk kurva yang akan
berwujud kurva juling positif, kurva juling negatif, dan kurva normal.

1) Penetapan Patokan
Penafsiran hasil tes yang mempergunakan PAP dilakukan dengan
membandingkan nilai hasil tes yang diperoleh siswa dengan patokan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Akan tetapi kriteria yang dipergunakan untuk menetapkan besar-
nya patokan itu sendiri hingga kini belum ada kesepakatan. Oleh karena itu selama ini
setiap lembaga/sekolah biasanya bersepakat untuk membuat patokan yang akan
diberlakukan di tempat masing-masing.

2) Penggunaan PAP

PAP pada umumnya digunakan untuk menguji tingkat pe-nguasaan bahan


pelajaran.Pengujian tingkat penguasaan bahan biasanya dilaksanakan pada pengajaran
yang berori-entasi pada tujuan dan strategi belajar tuntas. Oleh karena itu nilai seorang
siswa yang ditafsirkan dengan standar mutlak, sekaligus menunjukkan tingkat

14
penguasaan riilnya terhadap bahan pelajaran dan juga merupakan standar pen-capaian
indicator sesuai dengan standar ketuntasan belajar.
Agar nilai yang diperoleh siswa dapat berfungsi seperti yang diharapkan, yaitu
mencerminkan tingkat penguasaan siswa, maka alat tes yang dipergunakan harus dapat
dipertanggungjawabkan, baik dari segi kelayakan, kesahihan, maupun
keterpercayaannya. Butir-butir tes yang disusun harus sesuai dengan tujuan dan deskripsi
bahan pelajaran yang diberikan.

3) Kelebihan PAP

 Hasil PAP merupakan umpan balik yang dapat digunakan guru sebagai
introspeksi tentang program pembelajaran yang telah dilaksanakan.
 Hasil PAP dapat membantu guru dalam pengambilan keputusan tentang perlu atau
tidaknya penyajian ulang topik/materi tertentu.
 Hasil PAP dapat pula membantu guru merancang pelaksanaan program remidi.
 Dapat mengukur dan menilai penguasaan materi terhadap tujuan instruksional
khusus dan tujuan pembelajaran
 Langsung dapat menginterpretasikan kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik dari kinerja siswa
 Dapat menilai dan mengukur kemampuan penguasaan materi yang harus
diketahui siswa
 Efektif untuk pembelajaran individual

4) Kelemahan PAP

15
 Tidak dapat menunjukkan tingkat kedudukan kemampuan peserta didik
terhadap kelompoknya

 Sulit untuk menyatakan semua tujuan instruksional khusus secara eksplisit


90

 Tidak dapat digunakan untuk menilai dan mengukur kemampuan peserta


didik dalam kawasan yang luas

 Pola tujuan instruksional khusus membuat pembelajaran sangat terbatas


demikian pula proses belajar peserta didik

5) Asumsi Dasar PAP

Pendekatan penilaian ini mendasarkan diri pada asumsi, bahwa:


a. Hal-hal yang harus dipelajari peserta didik mempunyai struktur hierarkis tertentu
dan masing-masing taraf tersebut harus dikuasai secara baik sebelum peserta didik
melanjutkan ke tahap selanjutnya. Contoh: dalam memahami materi 89 konversi
nilai, mahasiswa harus memahami terlebih dahulu materi parameter penilaian.
b. Evaluator atau tester (dalam hal ini guru, dosen, dll) dapat Mengidentifikasi
masing-masing taraf itu sampai tuntas, atau setidak-tidaknya mendekati tuntas,
sehingga dapat disusun alat pengukurnya. Contoh: untuk mengetahui apakah
peserta didik telah mengetahui bagaimana menghitung nilai rata-rata hitung, maka
dapat dilakukan identifikasi sebagai berikut: apakah pembuatan tabel distribusi
frekuensi dari data kuantitatif yang akan dihitung rata-ratanya sudah benar? Jika
tabel distribusi frekuensi sudah benar, apakah tidak terdapat kekeliruan dalam
menetapkan midpoint bagi setiap interval nilainya?

B. Penilaian Acuan Norma (PAN)


Penilaian Acuan Norma (Norm Referenced Evaluation) dikenal pula dengan
Standar Relatif atau Norma Kelompok. Pendekatan penilaian ini menafsirkan hasil tes
yang diperoleh testee dengan membandingkan dengan hasil tes dari testee lain dalam
kelompoknya. Alat pembanding tersebut yang menjadi dasar standar kelulusan dan
pemberian nilai ditentukan berdasarkan skor yang diperoleh testee dalam satu kelompok.
Dengan demikian, standar kelulusan baru daat ditentukan setelah diperoleh skor dari para
peserta testee.
Hal ini berarti setiap kelompok mempunyai standar masing-masing dan standar
satu kelompok tidak dapat dipergunakan sebagai standar kelompok yang lain. Standar
dari hasil tes sebelumnya pun tidak dapat dipergunakan sebagai standar sehingga setiap
memperoleh hasil tes harus dibuat norma yang baru. Yang dimaksud dengan norma dalam
hal ini adalah kapasitas atau prestasi kelompok, sedangkan yang dimaksud kelompok

16
adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut. Selain itu, nilai dari hasil PAN tidak
mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran
yang diteskan, tetapi hanya menunjukkan kedudukan siswa di dalam peringkat
kelompoknya.
Sebagai contoh, pada pelajaran bahasa Indonesia, siswa yang mendapat skor 80 di
kelas B akan mendapat nilai A, sedangkan di kelas C siswa yang mendapat skor 65 akan
mendapat nilai A juga. Mengapa bisa demikian? karena nilai yang didapat siswa hanya
dihubungkan dengan norma kelompoknya. Pada kelas C, norma kelompoknya rendah,
maka skor 65 saja sudah mendapat nilai A, dan pada kelas B norma kelompoknya tinggi,
maka skor 80 baru bisa mendapat nilai A, sehingga skor 65 bisa bernilai C.
Dasar pemikiran dari penggunaan standar PAN adalah adanya asumsi bahwa di
setiap populasi yang heterogen terdapat siswa dengan kelompok baik, kelompok sedang
dan kelompok kurang. Pengolahan skor dengan Penilaian Acuan Norma (PAN)
mengharuskan kita menghitung dengan statistik. Perhitungan dilakukan atas skor akhir
(penggabungan beberapa sumber skor).
Ini berarti bahwa standar kelulusan baru dapat ditentukan setelah diperoleh skor
siswa. Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa standar yang dibuat untuk kelompok
tertentu tidak dapat digunakan untuk kelompok lainnya. Begitu pula dengan standar yang
digunakan untuk hasil tes sebelumnya tidak dapat digunakan untuk hasil tes sekarang
atau yang akan datang. Jadi setiap kali kita memperoleh data hasil tes, kita dituntut untuk
membuat norma baru. Jika dibandingkan anatara norma yang satu dengan yang lainnya
mungkin saja akan ditemukan standar yang sangat berbeda. Jika kelompok tertentu
kebetulan sis-wanya pintar-pintar, maka norma/standar kelulusannya akan tinggi.
Sebaliknya jika sis-wanya kurang pintar, maka standar kelulusannya pun akan rendah.
Itulah sebabnya pendekatan ini disebut standar relatif.
Beberapa langkah yang perlu diperlukan dalam mengadakan penilaian
berdasarkan acuan kelompok, yaitu:

 Memberikan skor tiap siswa

 Mencari nilai rata-rata (mean) kelompok

 Mencari nilai simpangan baku (standar deviation)

 Menbuat pedoman konversi dan menentukan nilai berdasarkan standar yang dibuat.
Secara sederhana, konversi nilai yang biasa digunakan ada lima macam, yaitu:

 Skala Lima (Stanfive) diwujudkan dengan 0,1,2,3,4 atau A,B,C,D,E.

 Skala Sembilan (Stannine) diwujudkan dengan 1,2,3,4,5,6,7,8,9.

 Skala Sepuluh (C-scale) diwujudkan dengan 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10.

 Skala Sebelas (Staneleven), diwujudkan dengan 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10.

17
 Skala Seratus (T-Scale), diwujudkan dengan 0,1,2,3,s.d 100. (*)

1. Pedoman Konversi PAN


Konversi didasarkan pada Mean dan Standar Deviasi (SD) yang dihitung dari
hasil tes yang diperoleh. Oleh karena itu untuk membuat standar penilaian atau pedoman
konversi, terlebih dahulu kita harus menghitung Mean dan SD-nya. Jika dihubung-kan
dengan skala penilaian, maka pedoman konversi untuk PAN dapat mempergunakan
berbagai skala, misalnya skala lima, sembilan, sepuluh, dan seratus.
2. Penggunaan PAN
Berbeda dengan PAP, PAN tidak dapat digunakan untuk mengukur kadar
pencapaian tujuan dan tingkat penguasaan bahan. PAN sering digunakan untuk fungsi
prediktif, mera-malkan keberhasilan pendidikan siswa di masa mendatang atau untuk
menentukan peringkat/kedudukan siswa dalam kelompok.
3. Keunggulan PAN
Ada beberapa keunggulan yang dimiliki PAN, diantaranya seperti tersaji di bawah ini:
 Hasil PAN dapat membuat guru bersikap positif dalam memperlakukan siswa
sebagai individu yang unik.
 Hasil PAN akan merupakan informasi yang baik tentang kedudukan siswa dalam
kelompoknya.
 PAN dapat digunakan untuk menyeleksi calon siswa yang dites secara ketat.
 Dapat untuk mengukur dan menilai secara maksimal
 Dapat mengukur, menilai, dan menginterpretasikan kinerja peserta didik di tingkat
tinggi pada kawasan/domain afektif dan psikomotorik
 Dapat membedakan kemampuan setiap peserta didik yang pintar dengan yang
kurang pintar
 Efektif untuk menguji yang bersifat seleksi tujuan tertentu

4. Kelemahan PAN

 Tidak memadai untuk mengukur dan menilai penguasaan materi dan keterampilan

 Hasil pengukuran dan penilaian tidak langsung dapat diinterpretasikan

 Tidak dapat menunjukkan kemampuan kesiapan dalam melanjutkan materi dari


pembelajaran selanjutnya

18
5. Asumsi Dasar PAN
Pendekatan penilaian ini mendasarkan diri pada asumsi, bahwa:
a. Pada setiap populasi peserta didik yang sifatnya heterogen akan selalu didapati
kelompok “baik”, kelompok “sedang”, dan kelompok “kurang”. Dengan kata lain,
setiap kegiatan pengukuran dan penilaian hasil belajar, sebagian dari peserta didik
tersebut nilai-nilai hasil belajarnya terkonsentrasi atau memusat di sekitar nilai
pertengahan (nilai rata-rata), dan hanya sebagian kecil saja yang nilainya sangat
tinggi atau sangat rendah.
b. Tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk menentukan posisi relative (relative
standing) dari para peserta tes dalam hal yang sedang dievaluasi itu, yaitu apakah
seorang peserta tes posisi relatifnya berada di “atas”, di “tengah”, ataukah di “bawah”.
Pendekatan PAN ini mendasarkan diri pada distribusi normal, walaupun kadar
kenormalannya tidak selalu sama untuk tiap kelompok. Dengan demikian, walau tiap-
tiap kelompok sama-sama menghasilkan kurva normal, mean kurva yang satu dengan
kurva lainnya mungkin saja berbeda. Sebagai konsekuensinya, seorang siswa yang
memperoleh nilai tinggi dalam suatu kelompok mungkin akan memperoleh nilai
rendah jika ia dimasukkan ke dalam kelompok lainnya. Demikian pula sebaliknya.

2. Perbedaan dan Persamaan PAN dan PAP

A. Persamaan PAN dan PAP

Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan mempunyai beberapa


persamaan sebagai berikut:
 Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi
spesifik sebagai penentuan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk
tujuan intruksional umum dan tujuan intruksional khusus

 Kedua pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai subjek


yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur mempresentasikan
populasi siwa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.

 Untuk mandapatkan informasi yang diinginkan tentang siswa, kedua pengukuran


sama-sama memerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan
menggunakan aturan dasar penulisan instrument.

 Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan


diukur.

 Keduanya menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan,
tes penampilan atau keterampilan.

 Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.

 Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.


19
B. Perbedaan PAN dan PAP

 Penilaian Acuan Norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus


dengan sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Penilaian Acuan Patokan biasanya
mengukur perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes
untuk setiap perilaku.

 Penilaian Acuan Norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi
tingkat pencapaian belajar secara relatif. Penilaian Acuan Patokan menekankan
penjelasan tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh
setiap peserta tes.

 Penilaian Acuan Norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai


tingkat kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan
terlalu sulit. Penilaian Acuan Patokan mementingkan butir-butir tes yang relevan
dengan perilaku yang akan diukur tanpa perduli dengan tingkat kesulitannya.

 Penilaian Acuan Norma digunakan terutama untuk survey. Penilaian Acuan


Patokan digunakan terutama untuk penguasaan.

 PAN dimanfaatkan dalam a) Mengklasifikasi siswa dalam kelompoknya, b)


Menetukan peringkat siswa dalam grupnya, c) Menyeleksi siswa berdasar- kan
prestasi apa adanya dan pembanding anggota kelompoknya. Sedangkan PAP
dimanfaatkan dalam a) Penentuan prestasi siswa dalam mencapai tujuan
pengajaran, b) Menyeleksi siswa atas dasar kualitas prestasi, c) Mengukur
keefektifan pengajaran (metode, teknik, pemilihan bahan,penggunaan alat, dsb),
d) Umpan balik bagi perbaikan pengajaran, dan e) Mengetahui kelamahan/
kesulitan siswa untuk pengajaran remedial.

 Pada jenis tesnya. Untuk PAN, tes yang digunakan adalah: a) Tes seleksi dengan
acuan intra kelompok (situasi pada kelompok tersebut), b) Tes prognostik, yang
bertujuan membuat ramalan (dasar : apabila seseorang menduduki tempat yang
sama, semakin tampaklah tingkat kemampuan orang tersebut). Sedangkan PAP,
digunakan untuk tes, a) Tes seleksi dengan acuan diluar kelompok, misalnya
patokan tujuan yang harus dicapai (standar tertentu), b) Tes formatif (tes
pembinaan dalam pengajaran), termasuk tes unit, postes ulangan harian/ formatif,
dan c) Tes diagnosis, mengetahui jenis dan penyebab kesulitan belajar siswa.

20
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Setelah dijelaskan pada bab II, maka dengan ini beberapa kesimpulan yang bisa diambil.
Bahwasannya skor dan nilai mempunyai definisi yang berbeda seperti yang diungkapkan oleh
beberapa ahli. Mereka diantaranya Suharsimi ( 2005:235 ) Anas Sudijono ( 2007:309 ), sehingga
kita tidak bisa lagi salah pemahaman terhadap nilai dan skor, karena keduanya mempunyai ciri
yang jelas.
Terdapat beberapa tehnik yang bisa digunakan saat kita memberikan skor terhadap hasil
tes peserta didik. Yaitu diantaranya menyusun suatu jawaban model sebagai kunci jawaban yang
memenuhi syarat sebagai jawaban yang baik (benar, relevan, lengkap, berstruktur, dan Jelas) dan
masih banyak lagi yang menjadi panduan dan pedoman dalam melakukan scoring.
Setelah itu, lakukan verifikasi data, bisa dengan beberapa langkah berikut ini:
a. Mengolah dan menganalisis data
b. Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan
c. Tindak lanjut hasil evaluasi belajar

21
d. Teknik-Teknik Evaluasi Hasil Belajar di Sekolah
Ada dua acuan penilaian yang sangat penting yang menjadi patokan dalam mengolah dan
mengkonversi skor hasil peserta didik. Yaitu Penilaian Acuan Patokan (PAP) yang juga dikenal
dengan (criterion referenced evaluation) atau dengan standar mutlak dan Penilaian Acuan
Norma (PAN) yang juga dikenal dengan (Norm Referenced Evaluation) atau dengan sebutan
Standar Relatif atau Norma Kelompok. Kedua acuan penilaian tersebut mempunyai karakteristik
yang berbeda, kelebihan dan kelemahannya, asumsi dasarnya dan patokan dalam penilaian serta
mempunyai persamaan dan perbedaan.

2. Saran
Sebagai pendidik dan calon pendidik sudah selayaknya memperlakukan peserta didiknya
sesuai dengan kemampuan dan kepribadiannya, kemampuan terhadap penguasaan materi, dan
memberikan skor dengan adil sesuai dengan acual penilaian yang berlaku.
Sebagai calon pendidik juga seyogyanya memahami tehnik pemberian skor terhadap hasil
peserta didik agar mereka tidak merasa dirugikan dan mampu merumuskan langkah-langkah
berikutnya.

Daftar Pustaka
 Purwanto, Ngalim. 2010. Prinsip-prinsip dan Tekhnik Evaluasi Pengajaran. PT Remaja
Rosdakarya. Bandung
 Sukardi. E, dan Maramis. W. F. Penilaian Keberhasilan Belajar,Jakarta:
Erlangga:University Press,1986.

22
 (ndaimoeng.blogspot.com/2011/02/pemberian-skor-acuan-penilaian-skala.html)
 (kutipanbuku.blogspot.com/2011/02/merobah-skor-menjadi-nilai-dengan.html)
 http://www.sekolahoke.com/2011/09/perbedaan-skor-dan-nilai-dalam-evaluasi.html

23

Anda mungkin juga menyukai