Anda di halaman 1dari 25

PENGEMBANGAN INSTRUMEN EVALUASI JENIS TES

Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran


Dosen Pengampu : Dr. Haryanto, M.Pd

Disusun oleh:

Sumiyati :18707251012

Resti Utami :18707251015

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PEMBELAJARAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas dengan segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pengembangan Instrumen Evaluasi Jenis Tes”. Kemudian shalawat dan salam
penulis sampaikan untuk Nabi besar Muhammad SAW yang telah banyak
memberikan contoh tauladan bagi umatnya.
Makalah ini berisikan tentang pengembangan instrumen evaluasi jenis tes.
Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini tim penulis sampaikan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan dan memberikan kemudahan-kemudahan
dalam makalah ini. Terutama kepada bapak Dr. Haryanto, M.Pd selaku dosen mata
kuliah Evaluasi Pembelajaran di Universitas Negeri Yogyakarta. Dan kepada
seluruh tim yang setia membantu dalam membuat dan menyelesaikan makalah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari kesalahan dan
kekurangan karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Untuk
itu saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat
penulis harapkan.

Yogyakarta 03 Mei 2019

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Masalah ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Pengertian Instrumen Test ........................................................................... 3
B. Prosedur Pengembangan Instrumen Tes ...................................................... 4
C. Pengembangan Tes Bentuk Uraian ............................................................ 11
D. Pengembangan Tes Bentuk Objektif .......................................................... 15
E. Pengembangan Tes Lisan........................................................................... 17
F. Pengembangan Tes Perbuatan ................................................................... 19
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 21
A. Kesimpulan ................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evaluasi adalah kegiatan penilaian dan pengukuran yang berupa kegiatan
mengumpulkan dan mengolah informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil suatu keputusan untuk langkah berikutnya. Banyak alat atau
instrumen yang dapat digunakan dalam kegiatan evaluasi. Salah satunya adalah tes.
Istilah “tes” berasal dari bahasa Perancis yaitu testum berarti piring yang digunakan
untuk memilih logam mulia dari benda-benda lain, seperti pasir, batu, tanah, dan
sebagainya. Dalam perkembangannya istilah tes diadopsi dalam psikologi dan
pendidikan. dilihat dari jumlah peserta didik, tes dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu tes kelompok dan tes perorangan. Dilihat dari kajian psikologi, tes dibagi
menjadi empat jenis yaitu tes tes inteligensia umum, tes kemampuan khusus, tes
prestasi belajar, dan tes kepribadian. Dilihat dari cara penyusunannya, tes dapat
dibagi menjadi dua jenis yaitu tes buatan guru dan tes standar. Dilihat dari bentuk
jawaban peserta didik, tes dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu tes tertulis, tes lisan,
dan tes tindakan. Tes juga dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu tes kemampuan
(power test) dan tes kecepatan (speeds test).
Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka
melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat berbagai
pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab
oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta didik. Dalam rumusan
ini terdapat beberapa unsur penting. Pertama, tes merupakan suatu cara atau teknik
yang disusun secara sistematis dan digunakan dalam rangka kegiatan pengukuran.
Kedua, di dalam tes terdapat berbagai pertanyaan atau pernyataan atau serangkaian
tugas yang harus dijawab dan dikerjakan oleh peserta didik. Ketiga, tes digunakan
untuk mengukur suatu aspek perilaku peserta didik. Keempat, hasil tes peserta didik
perlu diberi skor atau nilai.
Tes dapat dibedakan atas beberapa jenis dan pembagian jenis-jenis ini dapat
ditinjau dari berbagai sudut pandang. Heaton (1988) misalnya membagi tes
menjadi empat bagian, yaitu tes prestasi belajar (achievement test), tes penguasaan

1
(proficiency test), tes bakat (aptitude test), dan tes diagnostik (diagnostic test).
Untuk melengkapi pembagian jenis tes tersebut, Brown (2004) menambahkan satu
jenis tes lagi yang disebut tes penempatan (placement test). Berdasarkan jumlah
peserta didik, tes hasil belajar ada dua jenis yaitu tes kelompok dan tes perorangan.
Tes kelompok yaitu tes yang diadakan secara kelompok. Guru akan berhadapan
dengan sekelompok peserta didik. Tes perorangan yaitu tes yang dilakukan secara
perorangan. Guru akan berhadapan dengan seorang peserta didik. Dilihat dari cara
penyusunannya, tes dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes buatan guru (teacher-made
test) dan tes yang dibakukan (standarized test).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian instrumen tes?
2. Bagaimana prosedur pengembangan instrumen tes?
3. Bagaimana pengembangan tes uraian?
4. Bagaimana pengembangan tes objektif?
5. Bagaimana pengembangan tes lisan?
6. Bagaimana pengembangan tes perbuatan?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian instrumen tes?
2. Untuk mengetahui prosedur pengembangan instrumen tes?
3. Untuk mengetahui pengembangan tes uraian?
4. Untuk mengetahui pengembangan tes objektif?
5. Bagaimana pengembangan tes lisan?
6. Untuk mengetahui pengembangan tes perbuatan?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Instrumen Test
Istilah tes berasal dari bahasa latin “testum” yang berarti sebuah piring atau
jambangan dari tanah liat. Istilah tes ini kemudian dipergunakan dalam lapangan
psikologi dan selanjutnya hanya dibatasi sampai metode psikologi, yaitu suatu cara
untuk menyelidiki seseorang. Penyelidikan tersebut dilakukan mulai dari
pemberian suatu tugas kepada seseorang atau untuk menyelesaikan suatu masalah
tertentu. Sebagaimana dikemukakan Sax dalam Arifin (2012) bahwa “a test may be
defined as a task or series of task used to obtain systematic observations presumed
to be representative of educational or psychological traits or attributes”. (tes dapat
didefinisikan sebagai tugas atau serangkaian tugas yang digunakan untuk
memperoleh pengamatan-pengamatan sistematis, yang dianggap mewakili ciri atau
aribut pendidikan atau psikologis). Istilah tugas dapat berbentuk soal atau
perintah/suruhan lain yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Hasil kuantitatif
ataupun kualitatif dari pelaksanaan tugas itu digunakan untuk menarik simpulan-
simpulan tertentu terhadap peserta didik.
Sementara itu, S. Hamid Hasan dalam Arifin (2012) menjelaskan “tes
adalah alat pengumpulan data yang dirancang secara khusus. Kekhususan tes dapat
terlihat dari konstruksi butir (soal) yang dipergunakan”. Rumusan ini lebih terfokus
kepada tes sebagai alat pengumpul data. Memang pengumpulan data bukan hanya
ada dalam prosedur penelitian, tetapi juga ada dalam prosedur evaluasi. Dengan
kata lain, untuk mengumpulkan data evaluasi, guru memerlukan suatu alat, antara
lain tes. Tes dapat berupa pertanyaan. Oleh sebab itu, jenis pertanyaan, rumusan
pertanyaan, dan pola jawaban yang disediakan harus memenuhi suatu perangkat
kriteria yang ketat. Demikian pula waktu yang disediakan untuk menjawab soal-
soal serta administrasi penyelenggaraan tes diatur secara khusus pula. Persyaratan-
persyaratan ini berbeda dengan alat pengumpul data lainnya.
Dengan demikian, tes pada hakikatnya adalah suatu alat yang berisi
serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus dijawab
oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Artinya, fungsi
tes adalah sebagai alat ukur. Dalam tes prestasi belajar, aspek perilaku yang hendak

3
diukur adalah tingkat kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran
yang telah disampaikan.
Teknik tes adalah teknik evaluasi pembelajaran yang menggunakan
instrumen tes sebagai instrumen atau alat ukur dalam evaluasi. Tes adalah
seperangkat pertanyaan atau tugas yang diberikan kepada siswa untuk memperoleh
informasi tentang kemampuan, penguasaan atau aspek-aspek lain yang sejenis
berdasarka ketentuan yang benar. Umar dkk dalam Wiyono dan Sunarni (2009)
mengatakan tes adalah himpunan pertanyaan yang harus dijawab, atau peryataan
yang harus dipilih/ ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh orang
yang dites
B. Prosedur Pengembangan Instrumen Tes
Penyusunan prosedur pengembangan tes ini dimaksudkan agar didapatkan
tes yang sesuai dengan apa yang akan diukur, sehingga kompetensi atau
kemampuan yang diukur tercermin dalam hasil yang diperoleh. Prosedur
pengembangan tes ini disusun untuk memudahkan para pemangku kepentingan tes
seperti guru dan dosen dalam menyusun tes. Secara umum ada beberapa tahapan
dalam mengkonstruksi tes terutama tes hasil belajar, maupun tes kinerja. Tahapan
tersebut terdiri dari menetapkan tujuan tes, analisis kurikulum atau standar yang
akan dicapai, analisis buku, modul atau sumber belajar lainnya, penyusunan kisi –
kisi, menentukan indikator atau tujuan pembelajaran, menulis butir tes, menelaah
butir tes, revisi atau perbaikan butir tes, reproduksi tes terbatas, uji coba tes, analisis
butir tes, dan penyusunan tes (finalisasi).
1. Menetapkan tujuan tes.
Diadakannya sebuah tes, pada dasarnya memiliki tujuan yang akan dicapai,
tujuan tersebut dapat berupa pemetaan, keperluan seleksi, kelulusan (fungsi
sumatif), diagnostik, melihat potensi, pemacu motivasi, maupun perbaikan dalam
pembelajaran (fungsi formatif).
Dalam menentukan tujuan tes hendaknya diperhatikan tentang kesesuaian
antara tujuan khusus tes dengan tujuan umum dari sebuah program yang lebih besar
seperti program pembelajaran, pelatihan, maupun seleksi. Tujuan yang akan dicapai
sangat erat kaitannya dengan tes yang diadakan sehingga semaksimal mungkin
butir tes dan tes yang digunakan mencerminkan pencapaiannya. Untuk tes tengah

4
semester dan tes akhir semester dibutuhkan tes yang mengakomodir seluruh
program pembelajaran yang telah dilaksanakan. Dalam hal tingkat kesulitan,
sebaiknya butir – butir tes dengan tingkat kesukaran rendah, sedang dan tinggi
disusun atas dasar proporsi yang berkeadilan. Seperti 30%, 50%, dan 20% atau
20%, 50% dan 30%.
Ada hal yang menarik mengapa tingkat kesukaran diproposikan seperti itu.
Ini lebih disebabkan oleh asumsi bahwa siswa berkemampuan sedang pada
umumnya lebih dominan di dalam satu kelompok atau kelas. Oleh karena itu,
persentase 50% tersebut menggambarkan tes pada dasarnya mencari titik
keseimbangan pada satu kriteria kelulusan tertentu. Begitu pula pada persentase
tingkat kesulitan rendah dan tinggi yang didasarkan pada suatu kelompok yang
umumnya siswa berekemampuan tinggi dan rendah lebih sedikit. Sehingga
pembuatan butir dengan tingkat kesukaran tinggi atau rendah pada dasarnya untuk
pembeda dan mengakomodir siswa dengan kemampuan luar biasa, baik luar biasa
tinggi maupun luar biasa rendah.
Lain halnya jika tes tersebut diselenggarakan atas dasar tujuan seleksi. Tes
yang bertujuan untuk seleksi dibutuhkan butir tes yang mengakomodir kemampuan
standar yang diinginkan dari kelulusan orang yang diseleksi. Seperti halnya jika
seleksi diadakan sebuah perusahaan untuk mendapatkan pegawai pada suatu bidang
pekerjaan teknik sipil. Sudah sepantasnya butir tes berisikan kemampuan standar
yang dibutuhkan perusahaan tersebut dari seorang profesional pada bidang teknik
sipil.
Untuk tes yang bertujuan untuk seleksi dibutuhkan butir tes dengan tingkat
kesukaran yang disesuaikan antara proporsi peserta dengan tempat yang disediakan.
Makin besar peserta yang ikut dalam seleksi, maka sebaiknya tingkat kesukarannya
pun ditingkatkan. Dalam kaitannya dengan tes seleksi, selain skor perolehan yang
didapat peserta, banyak pula yang memperhitungkan waktu yang dibutuhkan
sebagai pertimbangan seleksi.
Berikutnya, untuk tes diagnostik atau dapat pula digunakan pada tes dengan
tujuan perbaikan pembelajaran serta perbaikan pola belajar siswa. Tes dalam tujuan
tersebut sebaiknya digunakan tes dalam bentuk uraian. Hal tersebut dikarenakan
butir bentuk obyektif kurang mempunyai fungsi diagnostik. Artinya, tidak

5
didapatkan penjelasan yang komprehensif dari sebuah jawaban salah siswa pada
suatu butir. Sedangkan melalui tes bentuk uraian, kita dapat menelusuri “jejak”
kesalahan siswa dalam menjawab suatu butir serta kesulitan atau kelemahan siswa
sehingga berakibat pada kesalahan dalam menjawab.
Tes diagnostik hendaknya juga memperhatikan cakupan pokok bahasan dan
sub pokok bahasan yang akan diukur. Sebagai contoh sebuah tes diagnostik
berjumlah 100 butir soal, terdiri dari 25 butir penjumlahan, 25 butir pengurangan,
25 butir perkalian dan 25 butir pembagian. Seorang siswa menjawab benar pada
seluruh butirpenjumlahan dan pengurangan, 15 butir perkalian dijawab dengan
benar, namun demikian tidak ada satu pun butir pembagian yang dijawab dengan
benar. Walaupun mendapat skor akhir 65, akan tetapi hendaknya disikapi secara
bijaksana hasil ini. Oleh karena ada sub pokok bahasan pembagian yang cukup
bermasalah.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat menimbulkan kesulitan belajar atau
kesulitan dalam mengikuti pembelajaran selanjutnya, jika guru memaksakan siswa
tersebut untuk melangkah pada pokok bahasan berikutnya. Dengan demikian, hasil
tes diagnostik pada dasarnya bukan hanya sekedar hasil akhir semata. Lebih dari
itu, sepatutnya menjadi bahan analisa dan pertimbangan yang mendalam bagi
seorang guru atau pendidik lainnya dalam membelajarkan siswa.
2. Analisis kurikulum yang akan dicapai
Analisis kurikulum yang akan dicapai pada dasarnya bertujuan untuk
menentukan bobot dari suatu kompetensi dasar yang akan dijadikan dasar dalam
menentukan jumlah item atau butir tes untuk tiap kompetensi dasar butir objektif
atau bentuk uraian dalam membuat kisi – kisi tes. Penentuan bobot untuk tiap
kompetensi dasar tersebut dilakukan atas dasar jumlah jam pertemuan yang
tercantum dalam program pembelajaran, dengan asumsi bahwa pelaksanaan
pembelajaran di kelas sesuai dengan apa tercantum dalam program pembelajaran
tersebut.
3. Analisis buku, modul atau sumber belajar lainnya
Analisa buku pelajaran atau sumber belajar lain pada dasarnya mempunyai
tujuan yang sama dengan analisis kurikulum. Namun demikian, dalam analisis buku
lebih mengarah kepada bobot kompetensi dasar berdasarkan jumlah halaman materi

6
yang termuat dalam buku atau sumber belajar. Tes yang yang akan disusun
diharapkan dapat mencakup seluruh materi yang
diajarkan. Untuk itu, kedua langkah yang telah disebutkan di atas sangat diperlukan
untuk memperkecil kesalahan dan bias materi yang terjadi pada penyusunan tes.
4. Penyusunan kisi – kisi
Kisi – kisi merupakan suatu perencanaan dan gambaran sebaran butir pada
tiap–tiap kompetensi dasar yang juga didasarkan pada kriteria dan persyaratan
tertentu. Penyusunan kisi – kisi digunakan untuk menentukan sampel tes yang baik,
dalam arti mencakup keseluruhan materi dan kompetensi dasar secara proporsional
serta berkeadilan. Oleh karena itu, Sebelum menyusun butir – butir tes sebaiknya
kisi – kisi dibut terlebih dahulu sebagai pedoman dalam memuat jumlah butir yang
harus dibuat untuk setiap bentuk butir, materi, tingkat kesukaran serta untuk setiap
aspek kemampuan
yang hendak diukur.
5. Menentukan indikator atau tujuan pembelajaran
Indikator pada dasarnya adalah suatu ciri – ciri perilaku yang khas dari
sebuah kompetensi atau perilaku yang akan diukur oleh suatu alat. Penulisan
indikator harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Indikator harus
mencerminkan tingkah laku siswa. Oleh karena itu harus dirumuskan secara
operasional dan secara teknis menggunakan kata – kata kerja operasional.
6. Menulis butir tes
Langkah selanjutnya dalam mengembangkan tes adalah menulis butir tes.
Ada beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menulis butir tes, antara lain:
a. Butir tes yang dibuat harus valid. Artinya, butir tersebut mampu mengukur
ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
b. Butir tes harus dapat dikerjakan dengan menggunakan satu kemampuan
spesifik, tanpa dipengaruhi oleh kemampuan lain yang tidak relevan. Seperti
halnya membuat butir soal matematika dengan menggunakan bahasa asing.
Jelas antara kemampuan matematika dan bahasa asing merupakan dua
kemampuan yang berbeda sama sekali dan tidak bisa disangkutpautkan dalam
satu butir soal dalam tes.

7
c. Butir tes harus memiliki (kunci) jawaban yang benar. Butir tes yang
tidakmemiliki jawaban akan sangat menyulitkan siswa, bahkan akan
membuang waktu siswa jauh lebih banyak daripada soal yang memiliki tingkat
kesulitan tinggi sekalipun. Butir yang tidak memiliki jawaban yang benar dapat
berpengaruh pada mental psikologis siswa, bahkan dapat pula berimbas kepada
kurang kredibelnya kegiatan pengukuran yang dilakukan.
d. Butir yang dibuat harus terlebih dahulu dikerjakan atau diselesaikan dengan
langkah – langkah lengkap sebelum digunakan pada tes sesungguhnya.
Khususnya butir uraian atau essay pada bidang eksakta seperti matematika,
fisika dll langkah – langkah lengkap sangat dibutuhkan dalam pedoman
penskoran butir.
e. Hindari kesalahan ketik atau penulisan. Kesalahan penulisan dapat berbeda
makna dalam bahasa tertentu, bidang eksakta bahkan bidang sosial sekalipun
dan ini akan menimbulkan perbedaan arah butir. Oleh karena itu, dibutuhkan
pengeditan yang teliti dan presisi.
f. Tetapkan sejak awal aspek kemampuan yang hendak diukur untuk setiap butir
yang akan dibuat. Aspek kemampuan dapat mengacu pada ranah kognitif,
afektif dan psikomotor atau dapat pula mengacu pada salah satu aspek di
masing–masing ranah tersebut seperti pemahaman dalam ranah kognitif atau
melakukan duplikasi dalam ranah psikomotor.
g. Berikan petunjuk pengerjaan soal secara lengkap dan jelas. Petunjuk
pengerjaan soal selain dituliskan di awal soal atau kelompok soal, hendaknya
juga disosialisasikan terlebih dahulu kepada siswa dengan cara dibacakan
sebelum tes berlangsung.
7. Menelaah butir tes
Walaupun telah dilakukan dengan penuh kehati – hatian, dalam menulis
kadang kala masih mungkin saja terjadi kekeliruan, kekurangan maupun kesalahan
yang menyangkut beberapa aspek dalam pengukuran terhadap kemampuan yang
spesifik,penggunaan bahasa, bahasa yang bias atau juga kekurangan pemberian opsi
jawaban. Oleh karena itu, sebelum dilakukan tes kepada siswa, ada baiknya
dilakukan telaah butir tes. Menelaah butir tes dapat dilakukan secara mandiri atau

8
melibatkan orang lain maupun pakar dalam bidangnya. Secara mandiri dapat
dilakukan dengan bantuanmodul atau buku panduan menyusun tes.
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam telaah butir antara lain penggunaan
bahasa, kesesuaian butir dengan indikator atau materi pembelajaran yang
disampaikan, konstuksi tes Sama halnya dengan telaah mandiri pelibatan teman
sejawat dan pakar dalam
bidang pengukuran merupakan hal yang penting dan lumrah untuk dilakukan
dengan tujuan memperoleh butir – butir tes yang baik secara kualitas dan
konstruksinya.
8. Revisi atau perbaikan butir tes
Setelah melalui pengkajian mandiri, teman sejawat maupun pakar, maka
langkah selanjutnya adalah merevisi atau memperbaiki konstruksi tes sesuai dengan
masukan, arahan dan perbaikan yang disarankan. Revisi atau perbaikan butir tes
hendaknya memperhatikan aspek kebutuhan juga, karena belum tentu juga
masukan dari teman sejawat dan pakar dapat diterapkan langsung kepada siswa.
Karakteristik, jenjang sekolah dan kondisi sosial siswa perlu diperhatikan pula.
Karena tidak jarang masukan yang diberikan tentang bahasa yang kurang tepat,
namun diganti dengan bahasa yang malah tidak dapat dipahami oleh siswa. Guru
atau pendidik adalah orang yang paling tau tentang siswanya, maka guru sebaiknya
berperan aktif pula seraya memilah apa yang baik untuk siswanya
9. Reproduksi tes terbatas
Tes yang sudah melewati fase telaah dan revisi dapat diproduksi secara
terbatas dengan tujuan diujicobakan terlebih dahulu kepada sejumlah siswa dalam
suatu kegiatan uji coba tes.
10. Uji coba tes
Uji coba tes dapat dilakukan dengan menggunakan data empiris dengan
memberikan kepada subjek tes (testee) yang se level, atau memiliki karakteristik
yang sama dengan subjek yang sesungguhnya dikenai tes tersebut. Pengambilan
sampel untuk uji coba hendaknya memenuhi aturan yang baik dengan cara acak dan
memenuhi syarat uji coba (minimal 30 orang)

9
11. Analisis butir tes
Berdasarkan data hasil ujicoba dilakkukan analisis, terutama analisis butir
soal yang meliputi validitas butir, reliabilitas, tingkat kesukaran dan fungsi
pengecoh. Validitas butir dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria tertentu
(r product moment untuk n= 30 adalah 0,361) atau juga dapat menggunakan
koefisien praktis sebesar 0,3. Untuk butir yang tidak valid dilakukan langkah
pembuangan (drop), sedangkan yang valid tetap digunakan. Proses tersebut di atas
biasa juga disebut validitas empirik atau validitas dengan menggunakan kriteria.
Tahap berikutnya adalah uji reliabiltas tes, reliabilitas dapat digolongkan menjadi
3 yaitu:
a. 0,000 – 0,499 => rendah (tidak reliabel)
b. 0,500 – 0,799 => sedang (kurang reliabel)
c. 0,800 – 0,999 => tinggi (reliabel)
Reliabilitas pada dasarnya merupakan sebuah koefisien yang menunjukan
tingkat konsistensi/ tingkat ke”ajeg”kan dari seperangkat soal yang berarti tes
tersebut akan menujukan hasil yang relatif kosisten/sama/stabil dalam tiap
pengukuran yang dilakukannya. Walaupun reliabilitas bukanlah suatu ukuran yang
harus “dipatuhi” akan tetapi sampai saat ini masih banyak dijadikan salah satu
acuan dalam penentuan kualitas tes. Sedangkan untuk tingkat kesukaran dapat
dilihat dari seberapa banyak persentase tingkat kesukaran tinggi, sedang dan rendah
yang kemudian disesuaikan denganpersentase yang dipersyaratkan. Fungsi
pengecoh pada dasarnya merupakan keterpilihan opsi lain selain jawaban benar dari
bentuk tes pilihan ganda. Ketika ada persentase yang memilih jawaban lain selain
jawaban benar, maka pengecoh pada dasarnya sudah berfungsi. Namun demikian,
jika pengecoh lebih banyak dipilih baik dari siswa kelompok atas maupun bawah,
maka hal tersebut menunjukan kemungkinan besar terjadi kesalahan dalam
menentukan jawaban benar (kunci jawaban).
12. Revisi butir soal
Butir – butir yang valid berdasarkan kriteria validitas empirik
dikonfirmasikan dengan kisi – kisi dari segi sebaran kompetensi dasar / indikator,
sebaran materi, aspek kemampuan yang diukur maupun persentase tingkat
kesukaran butir. Apabila butir – butir tersebut sudah memenuhi syarat, butir – butir

10
tersebut selanjutnya dirakit menjadi sebuah tes, akan tetapi apabila butir – butir
yang valid belum memenuhi syarat berdasarkan hasil konfirmasi dengan kisi – kisi,
dapat dilakukan perbaikan terhadap beberapa butir yang diperlukan atau dapat
disebut revisi butir tes.
13. Penyusunan tes (final)
Butir – butir yang valid dan telah memenuhi syarat yang ditentukan dapat
dijadikan seperangkat tes yang valid. Urutan butir dalam suatu tes pada umumnya
dilakukan menurut tingkat kesukarannya, yaitu dari butir yang paling mudah
sampaibutir yang paling sukar.

C. Pengembangan Tes Bentuk Uraian


Bentuk uraian dapat digunakan untuk mengukur kegiatan-kegiatan belajar
yang sulit diukur oleh bentuk objektif. Disebut bentuk uraian karena menuntut
peserta didik untuk menguraikan, mengorganisasikan dan menyatakan jawaban
dengan kata-katanya sendiri dalam bentuk, teknik, dan gaya yang berbeda satu
dengan lainnya. Dilihat dari luas-sempitnya materi yang ditanyakan, maka tes
bentuk uraian ini dapat dibagi menjadi dua bentuk:
1. Uraian Terbatas
Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, peserta didik harus
mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batasnya.
2. Uraian Bebas
Dalam bentuk ini peserta didik bebas untuk menjawab soal dengan cara dan
sistematika sendiri.
Pebedaan BUO (Bentuk Uraian Objektif) dan BUNO (Bentuk Uraian Non
Objektif) terletak pada kepastian pemberian skor. Pada soal BUO, kunci jawaban
dan pedoman penskorannya lebih pasti. Kunci jawaban disusun menjadi beberapa
bagian dan setiap bagian diberi skor, sedangkan pada soal BUNO, pedoman
penskorannya dinyatakan dalam rentangan (0-4 atau 0-10), sehingga pemberian
skor dapat dipengaruhi oleh unsur subjektif.
1. Bentuk Uraian Objektif
Bentuk uraian seperti ini memiliki sehimpunan jawaban dengan rumusan
yang relative lebih pasti sehingga dapat dilakukan penskoran secara objektif.

11
Sekalipun pemeriksa berbeda, tetapi dapat menghasilkan skor yang relative sama.
Soal bentuk ini memiliki kunci jawaban yang pasti, sehingga jawaban benar bisa
diberi skor 1 dan jawaban salah 0.
Dalam penskoran bentuk soal uraian objektif, skor hanya dimungkinkan
menggunakan dua kategori, yaitu benar dan salah. Untuk setiap kata kunci yang
benar diberi skor 1 (satu) dan untuk kata kunci yang dijawab salah atau tidak
dijawab di beri skor 0 (nol). Adapun langkah-langkah pemberian skor soal bentuk
uraian objektif adalah:
a. Tuliskan semua kata kunci atau kemungkinan jawaban benar secara jelas untuk
setiap soal.
b. Setiap kata kunci yang di jawab benar diberi skor 1,. Tidak ada skor setengah
untuk jawaban yang kurang sempurna.
c. Jika satu pertanyaan memiliki beberapa sub pertanyaan, perincilah kata kunci
dari jawaban soal tersebut menjadi beberapa kata kunci sub jawaban dan
buatkan skornya.
d. Jumlahkan skor dari semua kata kunci yang telah ditetapkan pada soal tersebut.
Jumlah skor ini disebut skor maksimum.

2. Bentuk Uraian Non-Objektif (BUNO)


Dalam penskoran soal bentuk uraian nonobjektif, skor dijabarkan dalam
rentang. Besarnya rentang skor ditetapkan oleh kompleksitas jawaban, seperti 0-2,
0-4, 0-6, 0-8, 0-10 dan lain-lain. Skor minimal harus 0, karena peserta didik yang
tidak menjawabpun akan memperoleh skor minimal tersebut. Langkah-langkah
pemberian skor untuk soal bentuk uraian nonobjektif adalah:
a. Tulislah garis-garis besar jawaban sebagai kriteria jawaban untuk dijadikan
pegangan dalam pemberian skor.
b. Tetapkan rentang skor untuk setiap kritria jawaban.
c. Pemberian skor pada tiap jawaban bergantung pada kualitas jawaban yang
diberikan oleh peserta didik.
d. Jumlahkan skor-skor yang diperoleh dari setiap kriteria jawaban sebagai skor
peserta didik. Jumlah skor tertinggi dari setiap kriteria jawaban disebut skor
maksimum dari suatu soal.

12
e. Periksalah soal untuk setiap nomor dari semua peserta didik sebelum pindah
ke nomor soal yang lain. Tujuannya untuk menghindari pemberian skor
berbeda terhadap jawaban yang sama.
f. Jika setiap butir soal telah selesai diskor, hitunglah jumlah skor perolehan
peserta didik untuk setiap soal.
g. Jumlahkan semua nilai yang diperoleh dari semua soal. Jumlah nilai ini disebut
nilai akhir dari suatu perangkat tes yang diberikan.

3. Metode Pengoreksian Soal Bentuk Uraian


a. Metode per nomor. Di sini guru mengoreksi hasil jawaban peserta didik untuk
setiap nomor.
b. Metode per lembar. Di sini guru mengoreksi setiap lembar jawaban peserta
didik mulai dari nomor satu sampai dengan nomor terakhir.
c. Metode bersilang. Guru mengoreksi jawaban peserta didik dengan jalan
menukarkan hasil koreksi dari seorang korektor kepada korektor yang lain.
Di samping metode-metode di atas, ada juga metode lain untuk mengoreksi
jawaban soal uraian. Yaitu:
a. Analytical method
Suatu cara untuk mengoreksi jawaban peserta didik dan guru sudah
menyiapkan sebuah model jawaban, kemudian dianalisis menjadi beberapa
langkah atau unsur yang terpisah, dan pada setiap langkah disediakan skor-skor
tertentu. Setelah satu model jawaban tersusun, maka jawaban masing-masing
peserta didik dibandingkan dengan model jawaban tersebut, kemudian diberi
skor sesuai dengan tingkat kebenarannya.
b. Sorting method.
Metode memilih yang dipergunakan untuk memberi skor terhadap jawaban-
jawaban yang tidak dibagi-bagi menjadi unsur-unsur. Jawaban-jawaban
peserta didik harus dibaca secara keseluruhannya.
Selanjutnya, guru juga dapat menggunakan metode lain untuk pemberian skor
soal bentuk uraian, yaitu:
a. Point method.

13
Setiap jawaban dibandingkan dengan jawaban ideal yang telah ditetapkan
dalam kunci jawaban dan skor yang diberikan untuk setiap jawaban akan
bergantung pada derajat kepadanannya dengan kunci jawaban. Metode ini
sangat cocok digunakan untuk bentuk uraian terbatas, karena setiap jawaban
sudah dibatasi dengan kriteria tertentu.
b. Rating method.
Setiap jawaban peserta didik ditetapkan dalam salah satu kelompok yang sudah
dipilah-pilah berdasarkan kualitasnya selagi jawaban tersebut dibaca.
Kelompok-kelompok tersebut menggambarkan kualitas dan menentukan
berapa skor yang akan diberikan pada setia jawaban. Misalnya, sebuah soal
akan diberi skor maksimum 8, maka bagi soal tersebut dapat dibuat 9 kelompok
jawaban dari 8 sampai 0. Metode ini sangat cocok digunakan untuk bentuk
uraian bebas.

4. Analisis Soal Bentuk Uraian


Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menganalisis soal bentuk uraian.
Pertama, secara rasional, yang dilakukan sebelum tes itu digunakan atau diuji
cobakan seperti menggunakan kartu telaah. Dalam menganalisis butir soal secara
kualitatif, penggnaan format penelaahan soal akan sangat membantu dan
mempermudah prosedur pelaksanaannya. Format penelaahan soal digunakan
sebagai dasar untuk menganalisis setiap butir soal.
Yang dicermati adalah :
a. Kesesuaian dengan Kompetensi Dasar dan indikator yang diukur.
b. Pemenuhan persyaratan seperti : ranah materi, konstruksi dan bahasa.
Kedua, secara empiris yaitu menganalisis hasil ujian atau hasil uji coba
secara kuantitatif. Yang dianalisis adalah :
a. Analisis Daya Pembeda(DP) soal, yaitu kemampuan soal untuk membedakan
anatara siswa yang pandai/menguasai materi yang ditanyakan dengan siswa
yang kurang pandai(belum/tidak menguasi materi yang ditanyakan).
b. Analisis Tingkat kesukaran, yaitu menganalisis tingkat kesukaran soal dari
jawaban yang di isi oleh siswa.

14
5. Kelebihan dan kekurangan tes bentuk uraian
Kelebihan :
a. Menyusunnya relativ mudah
b. Guru dapat menilai peserta didik mengenai kreativitas, menganalisis dan
mengintesis suatu soal.
c. Guru dapat memperoleh data-data mengenai kepribadian peserta didik.
d. Peserta didik tidak dapat menerka-nerka.
e. Derajat ketepatan dan kebenaran peserta didik dapat dilihat dari ungkapan
kalimat-kalimatnya.
f. Sangat cocok untuk mengukur dan menilai hasil belajar yang kompleks, yang
sukar diukur dengan menggunakan bentuk objektif.
Kekurangan :
a. Sukar sekali menilai jawaban peserta didik secara tepat dan komperehensif.
b. Ada kecenderungan guru untuk memberikan nilai seperti biasanya.
c. Menghendaki respons-respons yang relative panjang.
d. Untuk mengoreksi jawaban diperlukan waktu yang lama.
e. Guru sering terkecoh dalam memberikan nilai, karena keindahan kalimatdan
tulisan.
f. Hanya terbatas pada guru-guru yang menguasai materi yang dapat mengoreksi
jawaban peserta didik sehingga kurang praktis bila jumlah peserta didik cukup
banyak.

D. Pengembangan Tes Bentuk Objektif


Tes objektif sering juga disebut dengan tes dikotomi karena jawabannya antara
benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0. Disebut tes objektif karena
penilaiannya akan sama karena kunci jawabannya sudah jelas dan pasti. Adapun
macam-macam tes bentuk objektif adalah sebagi berikut:
1. Benar Salah
Bentuk tes benar-salah (B-S) adalah pernyataan yang mengandung dua
kemungkinan jawaban, yaitu benar atau salah. Peserta didik diminta untuk
menentukan pilihannya mengenai pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-
pernyataan dengan cara seperti yang diminta dalam petunjuk mengerjakan soal.

15
2. Pilihan Ganda
Soal tes bentuk pilihan ganda dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar
yang lebih kompleks dan berkenaan dengan aspek ingatan, pengertian, aplikasi,
analisis, sintesisi, dan evaluasi. Ada beberapa jenis tes bentuk pilihan-ganda,
yaitu :
a. Distracters, yaitu setiap pertanyaan atau pernyataan mempunyai beberapa
pilihan jawaban yang salah, tetapi disediakan satu pilihan jawaban yang
benar. Tugas peserta didik adalah memilih satu jawaban yang benar itu.
b. Analisis hubungan antara hal, yaitu bentuk soal yang dapat digunakan
untuk melihat kemampuan peserta didik dalam menganalisis hubungan
antara pernyataan dengan alasan (sebab-akibat).
c. Variasi negatif, yaitu setiap pertanyaan atau pernyataan mempunyai
beberapa pilihan jawaban yang benar tetapi disediakan satu kemungkinan
jawaban yang salah. Tugas peserta didik adalah memilih jawaban yang
salah tersebut.
d. Variasi berganda, yaitu memilih beberapa kemungkinan jawaban yang
semuanya benar, tetapi ada satu jawaban yang paling benar. Tugas peserta
didik adalah memilih jawaban yang paling benar.
e. Variasi yang tidak lengkap, yaitu pertanyaan atau pernyataan yang
memiliki beberapa kemungkinan jawaban yang belum lengkap. Tugas
peserta didik adalah mencari satu kemungkinan jawaban yang benar dan
melengkapinya.

3. Menjodohkan
Soal tes bentuk menjodohkan sebenarnya masih merupakan bentuk pilihan-
pilihan ganda. Perbedaanya dengan bentuk pilihan ganda adalah pilihan ganda
terdiri dari stem dan option,kemudian peserta didik tinggal memilih salah
satu option yang dianggap paling tepat, sedangkan bentuk menjodohkan terdiri
atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya dikumpulkan pada
dua kolom yang berbeda, yaitu kolom sebelah kiri menunjukan kumpulan
persoalan, dan kolom sebelah kanan menunjukan kumpulan jawaban.

16
4. Jawaban Singkat dan Melengkapi
Kedua bentuk tes ini masing-masing menghendaki jawaban dengan kalimat
dan atau angka-angka yang hanya dapat dinilai benar atau salah. Soal tes
bentuk jawaban singkat biasanya dikemukakan dalam bentuk pertanyaan.
Dengan kata lain, soal tersebut berupa suatu kalimat bertanya yang dapat
dijawab dengan singkat, berupa kata , prase, nama, tempat, nama tokoh,
lambang, dan lain-lain.

Tes objektif mempunyai kelebihan dan kelemahan, yaitu sebagai berikut:

a. Kelebihan tes objektif


1) seluruh ruang lingkup (scope) yang diajarkan dapat dinyatakan pada
item-item tes objektif
2) kemungkinan jawaban spekulatif dalam ujian dapat dihindarkan
3) jawaban bersifat mutlak, karena itu penilaian dapat dilakukan secara
objektif
4) pengoreksian dapat dilakukan oleh siapa saja, sekalipun tidak
mengetahui dan menguasai materinya
5) pemberian skor dapat dilakukan dengan mudah dan cepat
6) korektor tidak akan terpengaruh oleh baik-buruknya tulisan
7) tidak mungkin terjadi dua orang peserta didik yang jawabannya
sama, tetapi mendapat skor yang berbeda.
b. Kelemahan tes objektif
1) mengkontruksi soalnya sangat sulit
2) membutuhkan waktu yang lama
3) ada kemungkinan peserta didik mencontoh jawaban orang lain dan
berpikir pasif
4) umumnya hanya mampu mengukur proses-proses mental yang
dangka

E. Pengembangan Tes Lisan


Tes lisan adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk
lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai

17
dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan. Tes lisan dapat berbentuk seperti
berikut:
1. Seorang guru menilai seorang peserta didik
2. Seorang guru menilai sekelompok peserta didik
3. Sekelompok guru minilai seorang peserta didik
4. Sekelompok guru menilai sekelompok peserta didik.

Beberapa petunjuk praktis dalam pelaksanaan tes lisan adalah sebagai berikut :
1. Jangan terpengaruh oleh faktor-faktor subjektivitas, misalnya dilihat dari
kecantikan, kekayaan, anak pejabat atau bukan, hubungan keluarga.
2. Berikanlah skor bagi setiap jawaban yang dikemukakan oleh peserta didik.
Biasanya kita memberikan penilaian setelah tes itu selesai. Cara ini
termasuk cara yang kurang baik, akibatnya penilaian akan dipengaruhi oleh
jawaban-jawaban yang terakhir.
3. Catatlah hal-hal atau masalah yang akan ditanyakan dan ruang lingkup
jawaban yang diminta untuk setiap pertanyaan. Hal ini dimaksudkan agar
jangan sampai pertanyaan yang diajukan menyimpang dari permasalahan
dan tak sesuai dengan jawaban peserta didik.
4. Ciptakan suasana ujian yang menyenangkan. Hal ini dimaksudkan agar
peserta didik tidak ketakutan menghadapi ujian lisan tersebut. Kadang-
kadang ada juga guru yang sampai berbuat tidak wajar seperti membentuk-
bentak peserta didik, dan mungkin pula bertindak berlebihan. Tindakan ini
harus dihindari, karena dapat mengakibatkan proses pemikiran peserta didik
menjadi terhambat, sehingga apa yang dikemukakan oleh mereka tidak
mencerminkan kemampuan yang sesungguhnya.
5. Jangan mengubah suasana ujian lisan menjadi suasana diskusi atau suasana
ngobrol santai atau juga menjadi suasana pembelajaran.

Tes lisan mempunyai beberapa kelebihan antara lain 1) dapat mengetahui


langsung kemampuan peserta didik dalam mengemukakan pendapatnya secara
lisan, 2) tidak perlu menyusun soal-soal secara terurai, tetapi cukup mencatat
pokok-pokok permasalahannya saja. 3) kemungkinan peserta didik akan menerka-

18
nerka jawaban dan berspekulasi dapat dihindari. Tes lisan juga mempunyai
kelemahan yaitu memakan waktu yang cukup banyak, apalagi jika jumlah peserta
didiknya banyak. Tes lisan dapat menimbulkan subjektivitas bilamana dalam
suasana ujian lisan itu hanya ada seorang guru dan seorang peserta didik.
Demikianlah beberapa kelebihan dan kelemahan tes lisan berikut petunjuk
praktisnya. Petunjuk ini dapat dijadikan pegangan atau pedoman bagi guru dalam
menyelenggarakan tes lisan. Petunjuk-petunjuk praktis untuk suatu ujian biasanya
telah dimuat sebagai pedoman seperti yang telah disebutkan tadi. Jadi, guru harus
mempelajari petunjuk praktis itu sebaik-baiknya sebelum kegiatan tes dimulai.

F. Pengembangan Tes Perbuatan


Tes perbuatan atau tes praktik adalah tes yang menuntut jawaban peserta
didik dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Lebih jauh Stigins (1994)
mengemukakan “tes tindakan adalah suatu bentuk tes yang peserta didiknya
diminta untuk melakukan kegiatan khusus dibawah pengawasan penguji yang akan
mengobservasi penampilannya dan membuat keputusan tentang kualitas hasil
belajar yang didemonstrasikan.
Tes-tes semacam inilah yang dimaksud dengan tes perbuatan atau tindakan.
Tes tindakan sebagai sutu teknik evaluasi banyak digunakan hampir setiap mata
pelajaran, seperti olahraga, teknologi informasi dan komunikasi, bahasa, kesenian,
dan sebagainya. Tes tindakan dapat dilakukan secara kelompok dan individual.
Secara kelompok berarti seseorang guru menghadapi sekelompok peserta didik,
sedangkan secara individual berarti seseorang guru menghadapi seorang peserta
didik. Tes tindakan sangat bermanfaat untuk mempelajari kemampuan atau
perilaku peserta didik, karena secara objektif kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh
peserta didik dapat diamati dan diukur sehingga menjadi dasar pertimbangan untuk
praktik selanjutnya.
Sebagaimana jenis tes yang lain, tes tindakan pun mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan dari tes tindakan adalah sebagai berikut:
1. Satu-satunya teknik tes yang dapat digunakan untuk mengetahui hasil belajar
dalam bidang keterampilan, seperti keterampilan menggunakan komputer,
keterampilan menggambar dan sebagainya.

19
2. Sangat baik digunakan untuk mencocokan antara pengetahuan teori dan
keterampilan praktik, sehingga hasil penilaian menjadi lengkap.
3. Dalam pelaksanaanya tidak memungkinkan peserta didik untuk menyontek.
4. Guru dapat mengenal lebih dalam tentang karakteristik masing-masing peserta
didik sebagai dasar tindakan lanjut hasil penilaian, seperti pembelajaran
remidial.

Adapun kelemahan atau kekurangan dari tes tindakan ini adalah sebagai
berikut:
1. Memakan waktu yang lama
2. Dalam hal tertentu membutuhkan biaya yang besar
3. Cepat membosankan
4. Jika tes tindakan sudah menjadi sesuatu yang rutin, maka ia tidak mempunayi
arti apa-apa lagi
5. Memerlukan syarat-syarat pendukung yang lengkap, baik waktu, tenaga,
maupun biaya. Jika syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, maka hasil penilaian
tidak dapat dipertanggung jawabkan dengan baik.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka
melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat berbagai
pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab
oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta didik.
Dilihat dari luas-sempitnya materi yang ditanyakan, maka tes bentuk uraian ini
dapat dibagi menjadi dua bentuk:
1. Uraian Terbatas
Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, peserta didik harus
mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batasnya.
2. Uraian Bebas
Dalam bentuk ini peserta didik bebas untuk menjawab soal dengan cara dan
sistematika sendiri.
Tes objektif sering juga disebut tes dikotomi (dichotomously scored item)
karena jawabannya antara benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0. Disebut tes
objektif karena penilaannya objektif. Tes objektif dibagi menjadi benar-salah,
pilihan-ganda, menjodohkan, jawaban singkat dan melengkapi.
Tes lisan adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk
lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai
dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan.
Tes perbuatan atau tes praktik adalah tes yang menuntut jawaban peserta
didikdalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Suharsimi Arikunto.2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta:Pt. Bumi


Aksara.

Shodiq Abdullah.2012. Evaluasi Pembelajaran (Konsep Dasar, Teori,dan


Aplikasi.Semarang: Pustaka Rizki Putra.

22

Anda mungkin juga menyukai