“Tes Obejktif”
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat-Nya serta hidayahnya kepada kita semua sehingga penulis bisa menyajikan makalah ini
dengan baik. Adapun tema dari makalah ini adalah “Tes Objektif”. Pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah Penilaian Autentik,
Dr. Wawan Bunawan, M.Pd.,M.Si dan Ibu Dewi Syafriani, S.Pd.,M.,Pd, yang telah
memberikan tugas terhadap kami. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.
Makalah kami jauh dari kata sempurna, dan ini merupakan langkah yang baik dari studi
yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan
saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi
kelompok kami, dan pihak lainnya.
Penulis,
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tes merupakan alat pengukur untuk megetahui kemampuan siswa. Apabila kita lihat
penggunaan tes-tes dalam praktik pendidikan sehari-hari, ada 2 maksud yang ingin dicapai,
yaitu mengetahui status prestasi para siswa, yang kemudian dibandingkan dengan kriteria
internal atau eksternal dan berdasarkan informasi tentang status yang disebutkan di atas,
mengetahui potensi daripada para siswa yang bisa dipergunakan sebagai dasar untuk
mengambil keputusan tentang penempatan dan penyaluran siswa-siswa tersebut di masa yang
akan datang..
Tes pendidikan disusun dengan menggunakan sejumlah item. Skor pada setiap item
ditambahkan pada skor yang lainnya untuk mencapai skor total. Tes yang digunakan untuk
tujuan evaluasi sebaiknya memenuhi dua persyaratan penting, yaitu validitas dan reabilitas.
Item analisis merupakan bagian integral dari validitas dan reliabilitas sebuah tes. Item
analisis ini dilakukan oleh seorang evaluator yang biasanya mengevaluasi setelah semua item
yang telah diberikan pada siswa dikembalikan, dan skornya sudah ditentukan.
Penilaian item tes pilihan ganda pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu penilaian dengan memperhitungkan jawaban salah dan tidak memperhitungkan
jawaban salah. Penilaian dengan memperhitungkan jawaban item yang salah dilakukan
sebagian guru untuk mempertimbangkan jawaban yang salah diperhitungkan dan digunakan
sebagai denda untuk mengurangi jawaban yang benar. Penilaian dengan tidak
memperhitungkan jawaban salah. Artinya, jawaban salah tidak mempengaruhi nilai pada
jawaban benar. Nilai akhir dari item tes pilihan ganda sama dengan jumlah jawaban benar.
Apabila hampir seluruh siswa memperoleh skor jelek, berarti bahwa tes yang disusun
mungkin terlalu sukar. Sebaiknya jika seluruh siswa memperoleh skor baik, dapat diartikan
bahwa tesnya terlalu mudah. Tentu saja interpretasi terhadap soal tes akan lain seandainya tes
itu sudah disusun sebaik-baiknya sehingga memenuhi persyaratan sebagai tes.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu tes objektif?
2. Apa jenis – jenis tes objektif?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan tes objektif?
4. Bagaimana konsep penjodohan (sebab, akibat) ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu tes objektif.
2. Untuk mengetahui jenis – jenis tes objektif.
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan tes objektif.
4. Untuk mengetahui konsep tes objektif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TES OBJEKTIF
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini
memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk esai. Dalam
penggunaan tes objektif ini jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak daripada tes esai
kadang-kadang untuk tes yang berlangsung selama 60 menit dapat diberikan 30-40 soal
(Arikunto, 2009:164). Sementara itu menurut Hidayat, dkk. (1994:63) tes objektif adalah tes
yang terdiri dari item-item (stem) yang dapat dijawab dengan jalan memilih salah satu
alternatif (option) yang benar dan alternatif yang tersedia atau mengisi jawaban yang benar
dengan beberapa kata atau sandi.
Tes objektif sering juga disebut tes dikotomi (dichotomously scored item) karena
jawabannya antara benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0. Disebut tes objektif karena
penilaiannya objektif. Siapa pun yang mengoreksi jawaban tes objektif hasilnya akan sama
karena kunci jawabannya sudah jelas dan pasti. Tes objektif menuntut peserta didik untuk
memilih jawaban yang benar di antara kemungkinan jawaban yang telah disediakan,
memberikan jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang belum
sempurna. Tes objektif sangat cocok untuk menilai kemampuan yang menuntut proses
mental yang tidak begitu tinggi, seperti mengingat, mengenal, pengertian, dan penerapan
prinsip-prinsip (Arifin, 2009:135).
Selanjutnya Arikunto (2009:165) mengemukakan beberapa jenis tes objektif. Jenis-jenis tes
objektif adalah sebagai berikut:
Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan. Pernyataan tersebut ada yang benar ada yang
salah. Orang yang ditanya bertugas untuk menandai masing-masing pernyataan tersebut
dengan melingkari (B) untuk pernyataan yang betul menurutnya dan (S) untuk pernyataan
yang salah.
Salah satu fungsi bentuk soal benar-salah adalah untuk mengukur kemampuan peserta didik
dalam membedakan antara fakta dan pendapat. Agar soal dapat berfungsi dengan baik, maka
materi yang ditanyakan hendaknya homogen dari segi isi. Bentuk soal seperti ini lebih
banyak digunakan untuk mengukur kemampuan mengidentifikasi informasi berdasarkan
hubungan yang sederhana (Arifin, 2009:137).
Contoh:
B – S : Datuk Maringgih adalah salah satu tokoh dalam novel Siti Nurbaya
Beberapa petunjuk praktis dalam menyusun soal benar-salah menurut Arifin (2009:137)
adalah sebagai berikut:
a. Dalam menyusun item bentuk benar-salah ini hendaknya jumlah item cukup banyak di atas
50 soal, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
c. Berilah petunjuk cara mengerjakan soal yang jelas dan memakai kalimat yang sederhana.
e. Hindarkan penggunaan kata yang dapat memberi petunjuk tentang jawaban yang
dikehendaki. Misalnya: biasanya, umumnya, selalu.
Tes pilihan ganda terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian
yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa
kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Tes ini terdiri dari keterangan (stem) dan
bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (options). Kemungkinan jawaban terdiri atas
satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distructor).
Mengenai jumlah alternatif jawaban sebenarnya tidak ada aturan baku. Guru bisa membuat 3,
4, atau 5 alternatif jawaban. Semakin banyak semakin bagus. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi faktor menebak (chance of guessing). Adapun kemampuan yang dapat diukur
oleh bentuk soal pilihan ganda antara lain: mengenal istilah, fakta, prinsip, metode, dan
prosedur; mengidentifikasi penggunaan fakta dan prinsip; menafsirkan hubungan sebab-
akibat dan menilai metode prosedur (Arifin, 2009:138-139).
Berikut beberapa petunjuk praktis dalam menyusun soal bentuk pilihan-ganda menurut Arifin
(2009:143), yaitu:
d. Pernyataan pada soal seharusnya merumuskan persoalan yang jelas dan berarti.
e. Pernyataan dan pilihan hendaknya merupakan kesatuan kalimat yang tidak terputus.
g. Panjang pilihan pada suatu soal hendaknya lebih pendek daripada itemnya.
j. Harus diyakini benar bahwa hanya ada satu jawaban yang benar
Perbedaannya dengan bentuk pilihan-ganda adalah pilihan-ganda terdiri dari stem dan option,
kemudian peserta didik tinggal memilih salah satu option yang dianggap paling tepat,
sedangkan bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang
keduanya dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda. Jumlah pilihan jawaban dibuat lebih
banyak daripada jumlah persoalan. Bentuk soal ini sangat baik untuk mengukur kemampuan
peserta didik dalam mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana dan
kemampuan mengidentifikasi kemampuan menghubungkan antara dua hal. Makin banyak
hubungan antara premis dengan respons dibuat, maka makin baik soal yang disajikan (Arifin,
2009:144).
Untuk menyusun soal bentuk ini, Arifin (2009:145) memberikan beberapa kriteria, yaitu:
f. Seluruh kelompok soal dan jawaban hanya terdapat dalam satu halaman.
g. Gunakanlah kalimat yang singkat dan langsung terarah pada pokok persoalan.
Completion test biasa disebut dengan istilah tes isian, tes menyempurnakan, atau tes
melengkapi. Completion test terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang
dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini merupakan
pengertian yang kita minta dari murid.
Untuk menyusun soal bentuk ini, Arifin (2009:146) memberikan beberapa kriteria, yaitu:
a. Hendaknya tidak menggunakan soal yang terbuka, sehingga ada kemungkinan peserta
didik menjawab secara terurai.
b. Untuk soal tes bentuk melengkapi hendaknya tidak mengambil pernyataan langsung dari
buku (textbook).
c. Titik-titik kosong sebagai tempat jawaban hendaknya diletakkan pada akhir atau dekat
akhir kalimat daripada pada awal kalimat.
d. Jangan menyediakan titik-titik kosong terlalu banyak. Pilihlah untuk masalah yang urgen
saja.
f. Jika perlu dapat digunakan gambar-gambar sehingga dapat dipersingkat dan jelas.
Berikut adalah kelebihan dan kelemahan tes objektif menurut Arikunto (2009:164-165).
Lebih lanjut Arikunto (2009:177) mengemukakan beberapa kondisi kapan dan bagaimana tes
objektif ini digunakan
1) Kelompok yang akan dites banyak dan tesnya akan digunakan berkali-kali.
2) Skor yang diperoleh diperkirakan akan dapat dipercaya (mempunyai reliabilitas yang
tinggi).
3) Guru lebih mampu menyusun tes bentuk objektif daripada tes bentuk esai.
4) Hanya mempunyai waktu sedikit untuk koreksi dibandingkan waktu yang digunakan
untuk menyusun tes.
Tes menjodohkan adalah butir soal atau tugas yang jawabannya dijodohkan dengan seri
jawaban. Dengan kata lain, tugas peserta tes hanya menjodohkan premis dengan salah satu
seri jawaban. Tes menjodohkan terdiri atas dua bagian (kolom), yaitu :
1). Bagian pertama disebut seri stem, atau premis, atau pokok soal yang dapat berbentuk
pernyataan atau pertanyaan.
(a) Kolom pertama atau lajur kiri untuk stem atau pokok soal
b) Teknik Penyusunan
1). Pastikan seri pertanyaan atau pernyataan (kolom pertama/jalur kiri) dan seri jawaban
(kolom kedua/jalur kanan) bersifat homogen, agar salah satu dari semua seri jawaban ada
kemungkinan sebagai jawaban yang benar.
3) Seyogyanya seri pertanyaan atau pernyataan tidak lebih dari lima item, karena kalau
lebih akan membingungkan dan mengurangi homogenitas
4). Seyogyanya seri jawaban lebih banyak dari seri pernyataan atau pertanyaan untuk
mendorong peserta tes lebih cermat.
5). Seyogyanya seri pernyataan (stem) diberi urut dengan menggunakan nomor dan seri
jawaban dengan menggunakan huruf.
1) Sangat baik untuk menguji hasil belajar tentang istilah, definisi, peristiwa, dan
penanggalan
2) Sangat baik untuk menguji kemampuan menghubungkan dua hal yang berhubungan
langsung dan tidak langsung
5) Mudah diskor oleh dosen/guru secara langsung atau oleh orang lain, karena sudah ada
kunci jawaban
4) Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik dari segi domain maupun dari
segi tinngkat kesulitan, khususnya domain afeksi dan motorik.
5) Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan berbagai konsep atau ide
dari berbagai sumber ke dalam satu pikiran utama
6) Tidak cocok untuk mengukur hasil belajar yang mengungkapkan pikiran dalam bentuk
tulis sesuai dengan gaya pikir dan gaya bahasa seseorang
D) Contoh soal
Kelompok A Kelompok B
Sk = B
Dengan ketentuan :
Jadi yang dihitung adalah hanya jawaban yang benar saja, sedangkan jawaban yang salah
tidak mempengaruhi skor.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal
ini memang dilakukan untuk mengatasi kelemahan – kelemahan dari tes bentuk esai (uraian).
Dalam penggunaan tes objektif ini jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak dari tes
uraian. Tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawab dalam bentuk
menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, menghubungkan pengertian –
pengertian, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan
pertanyaan dengan menggunakan kata – kata dan bahasa sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Hidayat, Kosadi, dkk. 1994. Evaluasi Pendidikan dan Penerapannya dalam Pengajaran