Anda di halaman 1dari 15

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DAN PENDIDIKAN

“Metode Tes”

DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. Ni Ketut Suarni, M.S. dan
Prof. Dr. I Ketut Gading, M.Psi.

OLEH :
1. I Komang Pradika Utama (2229041050)/Kelas A
2. Ni Made Milayani Suarningsih (2229041005)/Kelas E
3. Made Agus Dwi Pradnyana Dita (2229041007)/Kelas E
4. I Gusti Ayu Sri Trisna Dewi (2229041059)/Kelas F
5. Ni Komang Restu Tri Krisnanti Udayani (2229041036)/Kelas F
6. Ni Putu Ekayanti (2229041039)/Kelas F

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN DASAR


PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2022
METODE TES

A. Definisi Metode Tes


Metode Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur
satu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Istilah tes diambil
dari kata testum suatu pengertian dalam bahasa Perancis Kuno yang berarti piring untuk
menyisihkan logam-logam mulia. Ada pula yang mengartikan sebagai sebuah piring yang
dibuat dari tanah. Testing merupakan saat pada waktu tes itu dilaksanakan. Dapat juga
dikatakan testing adalah saat pengambilan tes. Testee adalah responden yang sedang
mengerjakan tes sedangkan tester adalah subjek evaluasi atau orang yang memberikan
evaluasi. Sedangkan dilihat dari segi istilah, ada berbagai macam pendapat, diantaranya:
1) Menurut Drs. Amir Daien Indrakusuma (dalam Arikunto, 2003), tes adalah suatu
alat atau prosedur sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau
keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang dengan cara yang boleh
dikatakan tepat dan cepat.
2) Menurut Groundlund dan Linn yang dikutip oleh (Suryanto dkk, 2009)
mendefinisikan sebagai test is an instrument or systematic procedure for measuring
sample of behavior. Yang kurang lebih artinya tes adalah sebuah instrumen atau
prosedur yang sistematis untuk mengukur sampel dari tingkah laku.
3) Tes menurut Muchtar Buchori (dalam Arikunto, 2003) adalah suatu percobaan yang
diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada
seorang murid atau kelompok murid.
4) Menurut Kerlinger menyatakan bahwa, a test is systematic proedure in which the
individuals tested are presented with a set of constructed stimuli to which they
respond, the respon enabling the tester to assign testes numeral. Yang kurang lebih
artinya sebuah tes merupakan prosedur yang sistematis yang mana setiap individu
yang dites dipersembahkan kumpulan rangsangan yang telah dibuat untuk mereka
respon, kemudian respon tersebut diterima oleh pengevaluasi untuk diberikan nilai
atau angka.
5) Menurut Webster’s Collegiate (dalam Arikunto, 2003) mendefinisikan tes sebagai
any series of questions or exercises or other means of measuring the skill,
knowledge, intelligence, capacities of aptitudes or an individual or group. Yang
lebih kurang artinya tes adalah serentetan pertanyaan atau alat lain yang digunakan

1
untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok.
Dari beberapa uraian dan kutipan di atas jika dikaitkan dengan evaluasi pendidikan dapat
ditarik kesimpulan bahwa tes adalah prosedur yang sistematis, obyektif dan standart yang
berupa serentetan pertanyaan atau latihan yang harus dijawab oleh testee untuk menghasilkan
suatu nilai yang mencerminkan tingkah laku atau prestasi testee. Penggunakan teks sebagai
metode sering digunakan dalam sebuah penelitian untuk menemukan solusi dari sebuah
permasalahan internal maupun eksternal.

B. Jenis-Jenis dan Fungsi Metode Tes


1) Jenis-Jenis Metode Tes
Berdasarkan cara mengajukan pertanyaan dan cara memberi jawabannya, maka tes
dibagi menjadi dua yaitu :
a) Tes Tertulis.
Tes tertulis adalah tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta
didik atau subjek dalam bentuk tulisan (Suyadi, 2021). Pada umumnya tes tertulis
digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif seseoran meliputi pemahaman,
ingatan, hafalan, analisis, sintesis dan evaluasi. Aspek skor terhadap tes tertulis
dibagi menjadi dua yaitu tes objektif dan tes subjektif. Tes objektif adalah
serangkaian item (soal) yang hanya mempunyai satu jawaban yang benar sehingga
subjektifitas penilai dapat dieliminasi (Putro dan Hidayat, 2021). Sedangkan tes
subjektif adalah penilaian tertulis yang pertanyaannya terbuka sehingga
jawabannya berbentuk uraian yang panjang.
Tes tertulis terdiri dari soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat (pendek),
benar-salah (B-S), menjodohkan, dan uraian (Suyadi, 2021). Soal bentuk pilihan
ganda memberikan beberapa pilihan jawaban yang disediakan kemudian subjek
atau siswa harus memilih salah satu dari pilihan tersebut. Soal isian adalah tes yang
pada butir soal terdapat bagian penting dikosongkan sehingga subjek atau peserta
didik diminta untuk melengkapi. Soal tes tertulis adalah tes yang berisi pertanyaan
kepada peserta didik yang memerlukan jawaban singkat. Tes benar salah adalah tes
yang mengandung dua kemungkinan yaitu benar dan salah. Soal bentuk uraian
adalah penilaian yang menuntut siswa untuk mengingat, memahami dan
mengemukakan gagasan yang diketahuinya sesuai dengan pertanyaan.

2
b) Tes Lisan
Tes lisan adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta tes dalam bentuk lisan
yaitu peserta langsung mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sesuai dengan
pertanyaan (Haryanto, 2020). Tes ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman dan
pengetahuan peseta secara langsung terhadap suatu materi. Pada dasarnya tes lisan
ini bertujuan untuk mengukur pemahaman dan pengetahuan serta kemampuan
berkomunikasi verbal peserta tes secara langsung. Tes lisan akan mengurangi
peserta memperoleh bantuan dari berbagai pihak karena saat pertanyaan dibacakan
maka peserta akan langsung menjawab pertanyaan tersebut secara verbal.
Menurut Haryanto (2020) kelebihan tes lisan ini adalah dapat mengetahui
kemampuan peserta tes secara langsung dalam mengemukakan pendapatnya secara
lisan, tidak perlu menyusun soal-soal secara terurai (cukup dengan mencatat pokok
permasalahn saja), dan kemungkinan peserta menerka-menerika jawaban serta
berspekulasi dapat dihindari. Untuk menghindari subjektifitas maka sebelum
pelaksanaan tes lisan, guru harus menyiapkan instrumen besera pedoman
penskoran, sesuaikan nilai dengan kemampuan siswa dan guru harus
mempertahankan hal tersebut.
c) Tes Perbuatan
Tes perbuatan adalah tes yang menugaskan siswa untuk melakukan suatu
peragaan (Putro dan Hidayat, 2021). Siswa akan diberikan soal berupa tugas atau
pekerjaan dan ditugaskan menyelesaikan tugas tersebut secara fisik. Tes perbuatan
ini biasanya digunakan untuk pelajaran praktik dan sejenisnya.

Berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan/kemjauan belajar peserta


didik, tes dibagi menjadi enam yaitu :
a) Tes seleksi.
Tes seleksi sering juga disebut sebagai tes ujian masuk. Tes ini digunakan untuk
menyeleksi calon peserta untuk mengikuti program yang telah direncanakan. Tes
seleksi ini sering digunakan bagi calon siswa atau maupun calon mahasiswa yang
akan mengikuti suatu program pendidikan. Tes ini bertujuan untuk memilih calon
peserta yang tergolong paling baik dari seluruh calon peserta yang mengikuti tes.
Pada umumnya pada tes seleksi ini, soal dibuat cukup sulit untuk memperoleh
calon-calon peserta yang memiliki kemampuan tinggi. Tes ini dapat dilaksanakan
secara lisan, tertulis dan perbuatan sesuai dengan kebutuhan.
3
b) Tes Awal
Tes awal ini sering disebut dengan pretest. Pretest merupakan tes awal yang
diberikan bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa terhadap suatu
materi telah dikuasai. Pretest ini diberikan diawal sebeum masuk ke bahan
pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik. Isi atau materi tes awal pada
umumnya ditekankan pada bahan-bahan penting yang seharusnya sudah diketahui
atau dikuasai oleh peserta didik sebelum pelajaran diberikan kepada mereka.
c) Tes Akhir
Tes akhir ini sering disebut dengan posttest. Postest adalah tes akhir yang
diberikan bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap suatu materi
yang sudah dipelajari apakah sudah dapat dikuasai dengan baik atau belum. Pada
umumnya naskah posttest dan pretest sama. Hal ini bertujuan untuk dapat
membandingkan hasil tes awal dan hasil tes akhir apakah lebih besar, sama atau
lebih kecil. Apabila hasil posttest lebih baik dari pretest maka dapat disimpulkan
bahwa proses pembelajaran berjalan dengan lancar dan dapat dikatakan berhasil.
d) Tes Diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengetahui
karakteristik, kekuatan, dan kelemahan peserta didik sehingga pembelajaran dapat
dirancang sesuai dengan kompetensi dan kondisi peserta didik yang beragam. Soal
yang terdapat pada tes diagnostik ini ditekankan pada materi-materi tertentu atau
yang menurut pengalaman sulit dipahami siswa.
e) Tes Formatif
Tes formatif dilaksanakan ketika program pendidikan sedang berjalan. Tes
formatif bertujuan untuk mengetahui hambatan atau masalah yang terjadi dalam
proses belajar mengajar sehingga dapat mengetahui kemampuan siswa saat
program pendidikan tersebut sedang berjalan (Gintings, 2010). Tes formatif
dilaksanakan pada saat proses pembelajaran sudah memasuki jangka waktu
tertentu. Tes formatif juga dikenal dengan istilah ulangan harian. Materi dari tes
formatif pada umumnya ditekankan pada bahan pelajaran yang telah diajarkan
kepada siswa. Tes formatif tidak hanya bertujuan untuk mengetahui tingkat
penguasaan peserta didik namun sekaligus juga untuk memperbaiki proses
pembelajaran.

4
f) Tes sumatif.
Tes sumatif adalah tes akhir program (semester, kenaikan kelas atau kelulusan)
yang hasilnya digunakan untuk menetapkan apakah seseorang dapat melanjutkan
ke jenjang atau program pendidikan berikutnya (Gintings, 2010). Materi yang
diujikan pada tes sumatif lebih banyak dibandingkan dengan tes formatif. Tujuan
dari tes sumatif adalah untuk menentukan nilai yang dapat mewakili kemampuan
peserta didik terkait materi tertentu setelah mengikuti proses pembelajaran dalam
jangka waktu tertentu.

Berdasarkan aspek psikis yang diungkap, maka tes dapat dibagi menjadi lima jenis
yaitu:
a) Tes Intelegensi.
Tes intelegensi merupakan tes yang digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan
seseorang. Tes intelegensi mengukur kecakapan potensial yang bersifat umum.
Kecakapan ini berkenaan dengan kemampuan untuk memahami, menganalisis,
memecahkan masalah dan mengembangkan sesuatu dengan menggunakan rasio
atau pemikirannya (Rohmah. 2011). Tes intelegensi ini mengukur dan menguji
tingkat kecerdasan seseorang termasuk potensi, kelebihan dan kekurangannya.
b) Tes Kemampuan.
Tes kemampuan adalah tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkapkan
kemampuan dasar atau bakat yang dimiliki oleh testee. Pada umumnya tes
kemampuan ini digunakan untuk menilai kesesuaian antara pelamar dengan syarat-
syarat dan harapan yang telah ditentukan sebelumnya.
c) Tes Sikap.
Tes sikap adalah teks yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran dari sikap
seseorang. Tes sikap juga sering disebut attitude test (Yusuf, 2017). Tes sikap
merupakan salah satu tes yang digunakan untuk mengungkapkan kecenderungan
seseorang untuk menunjukkan suatu respon terhadap lingkungan sekitarnya.
d) Tes Kepribadian
Tes kepribadian merupakan suatu metode tes yang disusun untuk mendeskripsikan
atau menggambarkan kecenderungan seseorang dalam bertingkah laku maupun
berpikir. Tes kepribadian sebenarnya hanya dapat dideskripsikan secara
kualitatif karena sebenarnya kepribadian tidak dapat diukur (Hidayat dan

5
Mahmudy, 2016). Tes kepribadian bertujuan untuk mengungkapkan ciri-ciri khas
seseorang seperti hobi, cara berpakaian, dan sebagainya.
e) Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar adalah tes yang bertujuan untuk mengungkapkan pencapaian hasil
belajar atau tingkat pemahaman siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Tes
hasil belajar dapat berupa tes sumatif maupun formatif. Dengan adanya tes hasil
belajar maka guru dapat mengetahui seberapa besar pemahaman siswanya terkait
materi yang sudah diajarkan.

2) Fungsi Metode Tes


Secara umum, tes memiliki fungsi sebagai berikut :
a) Sebagai alat pengukur terhadap siswa.
Dalam kaitannya dengan ini tes memiliki fungsi untuk mengukur tingkat
perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh siswa setelah mereka
menempuh proses belajar-mengajar dalam jangka waktu tertentu.
b) Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran,
Melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran
yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.
c) Melaksanakan diagnosis dan remedial.
Hasil tes dapat dipergunakan untuk mengukur kekuatan dan kelemahan siswa dalam
bidang studi tertentu sehingga siswa dapat memperbaiki program pembelajarannya.
d) Melakukan penempatan.
Biasanya tes penempatan dilaksanakan di sekolah, kursus-kursus, perguruan tinggi
dan sebagainya.
e) Melakukan seleksi.
Umumnya jenis tes ini dilaksanakan jika jumlah kursi yang tersedia di suatu
lembaga hanya terbatas, sementara peminatnya melebihi kapasitas atau pagu yang
ditetapkan.
f) Mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan.
Ilmu-ilmu tertentu, utamanya yang terkait dengan pendidikan dan psikologi
berkembang, diantaranya dengan cara memanfaatkan hasil tes. Dalam pendidikan,
evaluasi pendidikan berkembang karena hasil-hasil pengukuran, tes dan penilaian
yang berkesinambungan

6
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2018) dalam bukunya Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan, fungsi tes dapat ditinjau dari tiga hal:
a) Fungsi untuk kelas.
b) Fungsi untuk bimbingan.
c) Fungsi untuk administrasi.

Adapun perbandingan dari ketiga fungsi tersebut yaitu :


Fungsi untuk Kelas Fungsi untuk Bimbingan Fungsi untuk Administrasi
a. Mengadakan a. Menentukan arah a. Memberi petunjuk
diagnosis terhadap pembicaraan dengan dalam
kesulitan belajar orang tua tentang mengelompokkan
siswa. anak-anak mereka. siswa.
b. Mengevaluasi celah b. Membantu siswa b. Penempatan siswa baru.
antara bakat dengan dalam menentukan c. Membantu siswa
pencapaian. pilihan. memiliki kelompok.
c. Menaikkan tingkat c. Membantu siswa d. Menilai kurikulum.
prestasi. mencapai tujuan e. Memperluas hubungan
d. Mengelompokkan pendidikan dan masyarakat
siswa dalam kelas jurusan. (publicrelation).
pada waktu metode d. Memberikan f. Menyediakan informasi
kelompok. kesempatan kepada untuk badan lain di luar
e. Merencanakan pembimbing, guru, sekolah.
kegiatan proses dan orang tua dalam
belajar mengajar memahami kesulitan
untuk siswa secara anak.
perseorangan.
f. Menetukan siswa
mana yang
memerlukan
bimbingan khusus.

7
g. Menentukan tingkat
pencapaian untuk
setiap anak.

C. Proses/Cara Memperoleh Data Metode Tes


Teknik tes untuk memahami individu sebagai aplikasi pengukuran psikologis,
menggunakan dua cara pendekatan yaitu pendekatan psiko metrik dan pendekatan
impresionisti.
1) Pendekatan psikometrik merupakan suatu cara pendekatan dalam pengadministrasian
dan penginterpretasian pengukuran psikolo gis yang didasarkan atas perhitungan
numerikal dengan menggunakan satuan ukuran tertentu terhadap suatu aspek psikis
tertentu. Pendekatan ini berkembang atas dasar konsep Thorndike yang menyatakan
bahwa "if a thing exist, it exist in some amount. If it in some amount, it can be measure,"
yaitu jika sesuatu itu ada, maka keberadaannya itu memiliki jumlah tertentu, dan
keberadaan dalam jumlah tertentu itu pasti dapat diukur. Pendapat ini mengandung
asumsi bahwa secara faktual pada dasarnya setiap manusia mempunyai aspek-aspek
psikologis yang sama seperti inteligensi, bakat khusus tertentu, minat, motivasi, dan
sikap; meskipun berbeda sifat dan tingkatannya. Fakta ini oleh pendekatan psikometrik
dianalogkan dengan konsep pengukuran dalam ilmu eksakta yaitu dapat diperlakukan
satuan-satuan ukuran tertentu seperti ukuran berat, volume, intensitas energi, dan
panjang. Dengan demikian, jika menurut disiplin ilmu eksakta gejala-gejala yang
menyangkut dimensi suatu benda dapat diukur, maka hal itu juga dapat dilakukan dalam
disiplin psikologi.
2) Pendekatan impresionistik merupakan pendekatan pengukuran psikologis yang lebih
ditunjukkan kepada perolehan deskripsi yang lengkap tentang individu yang diselidiki.
Menurut pandangan pendekatan ini, pemahaman terhadap suatu aspek psikis tidak
menggam barkan keadaan individu secara keseluruhan. Karena itu, pendekatan ini tidak
puas kalau hanya mengetahui seberapa banyak kemampuan seseorang. Akan tetapi,
pendekatan ini perlu mengetahui lebih dalam bagai mana orang itu mengekspresikan
kemampuannya, kesalahan-kesalahan apakah yang diperbuatnya dalam
mengekspresikan kemampuannya, dan mengapa hal semacam itu terjadi. Dengan
demikian pemahaman terhadap individu harus dilakukan secara menyeluruh dengan
meneliti semua aspek kehidupan psikisnya dan memadukannya menjadi satu ke satuan
yang utuh. Pendekatan psikometrik mungkin saja cukup menyimpulkan bahwa
8
seseorang mempunyai taraf kecerdasan tinggi karena ia mempunyai angka kecerdasan
127 dalam skala Wechsler. Namun pendekatan impresionistik tidak puas hanya
berpegangan pada angka kecerdasan tersebut. Ia akan menanyakan lebih lanjut, kalau
seseorang dikatakan kecerdasan nya tinggi; apakah ia memang mampu dengan cepat
menyelesaikan per soalan yang dihadapinya, apakah kerjanya sistematis, apakah ia
sering membuat kesalahan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, apakah ia mampu
mengaplikasikan kecerdasannya tersebut dalam berbagai aspek kehidupan, dan
sebagainya.

Dalam teknik tes terdapat beberapa perbedaan pokok penerapan kedua pendekatan
tersebut. Perbedaan tersebut dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang.
1) Defineteness of Task (Ketentuan/Kekhususan Tugas)
Ketentuan tugas tes dapat dirumuskan secara tegas ataukah tersa mar.
Penyusun tes harus merancang tentang ketentuan/kekhususan tugas yang
berkenaan dengan bagaimana tugas-tugas dalam tes itu diselesaikan. Aliran
psikometrik cenderung menggunakan item yang berstruktur, atau item yang
menyediakan beberapa alternatif jawaban. Sementara itu, alir an impresionistik
cenderung menggunakan item yang tidak berstruktur, atau item yang
menghendaki jawaban bebas, misalnya pengukuran ten tang minat khusus
dengan menggunakan teknik proyektif, pertanyaan yang diajukan kepada testi
tidak dapat diartikan oleh testi secara jelas.
a) Coba Anda ceritakan tentang berbagai kegiatan yang menarik minat
Anda!
b) Coba Anda ceritakan tentang rencana kegiatan untuk mengisi libur an
Anda!
Tester mungkin saja ditanya testi bagaimanakah saya harus men jawab
atau mengerjakan tes ini, kegiatan yang dimaksud apakah kegiat an di rumah,
ataukah di sekolah, atau keduanya; maka tester menjawab "Terserah Anda".
Dengan demikian, tes impresionistik hanya memberi kan sedikit kesempatan
untuk menafsirkan tugas.
2) Constructed Response vs Response Choice
Kebanyakan tes dalam menanyakan dikonstruksi untuk dijawab secara
lisan atau tertulis untuk memanipulasikan objek. Seorang interviewer bertanya
dengan sungguh-sungguh, "Apa yang membuat Anda tenteram dalam
9
lingkungan keluarga?" Dan interviewer menunggu dan memperhatikan
berbagai kemungkinan jawaban testi yang cenderung impresionis. Adapun
tester psikometrik menyediakan beberapa alterna tif jawaban selalu, sering,
kadang-kadang, tidak pernah, misalnya item tes melengkapi jawaban (7, 5, 8, 6,
9, ..) atau item yang lain: Apakah Anda menyempatkan bercanda dengan
keluarga ketika di rumah? a. selalu; b. sering; c. kadang-kadang; d. tidak pernah
Kedua pertanyaan tes tersebut bisa disediakan jawaban bebas atau
alternatif jawaban. Tester psikometrik biasanya lebih suka memilih bentuk
jawaban alternatif, karena dapat diskor secara lebih objektif, tidak dipengaruhi
oleh kecepatan dan ekspresi, serta memperkecil salah pengertian terha dap soal
dibandingkan dengan bentuk jawaban bebas. Sebaliknya, tester impresionistik
lebih menyukai jawaban bebas, karena jawaban bebas memungkinkan tester
memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang aspek yang sedang diukur,
misalnya dari pertanyaan yang diajukan inter viewer di atas, mungkin saja
muncul jawaban-jawaban sebagai berikut:
a) Keluarga adalah segala-galanya bagi saya.
b) Saya tidak dapat hidup tanpa keluarga.
c) Saya merasa bahwa keluarga bagian terpenting dari hidup saya.
d) Saya tidak tahu, apa jadinya saya tanpa dukungan keluarga. Bercanda
dengan keluarga, membuat perasaan saya segar dan bahagia serta
kemungkinan jawaban yang lain. Dari jawaban testi, memungkinkan
tester impresionistik memperoleh informasi yang lebih lengkap.
3) Analysis of Performance
Pendekatan psikometrik tidak menaruh perhatian terhadap proses suatu
tindakan, melainkan hanya memperhatikan hasil kerja yang dise lesaikan testi.
Sebaliknya, pendekatan impresionistik memperhatikan testi pada waktu
mengerjakan tugas tersebut, sehingga dari proses terse but akan dapat ditarik
suatu kesan umum yang merupakan data psikis testi, misalnya pada waktu testi
menyusun balok-balok dalam tes Wiggly Block, aliran psikometrik hanya
menilai bagaimana hasil susunan balok, berapa menit yang digunakan untuk
menyusun balok tersebut. Adapun aliran impresionistik selain menilai hal di
atas, juga memperhatikan dan menilai bagaimana reaksi pertama testi ketika
disodori tugas terse but (tertarik, kelihatan cemas, mengerutkan dahi, acuh tak
acuh, dan sebagainya), bagaimana ia menyelesaikan/mengerjakan tugas
10
tersebut (coba-coba dengan tenang, amati dahulu baru disusun, bekerja dengan
yakin dan selesai cepat, bongkar pasang tanpa rencana yang matang, dan
sebagainya), dapat pula dilihat keadaan fisik testi waktu bekerja (wajahnya
pucat, tangan gemetar, senyum-senyum, wajah berkeringat, dan sebagainya).
Berdasarkan hasil pekerjaan testi, pendekatan psikometrik memberikan
skor tertentu terhadap setiap pilihan alternatif yang dilakukan oleh testi. Skor
yang diperoleh testi kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik-teknik
perhitungan tertentu, sehingga dapat ditarik kesimpulan "seberapa besar" atau
"seberapa banyak" aspek psikis testi yang diukur. Sebaliknya pendekatan
impresionistik tidak melakukan perhitungan-per hitungan. Interpretasi langsung
diberikan berdasarkan kesan-kesan yang diperoleh dari testi, misalnya testi
kerjanya tidak sistematis, cenderung trial and error, walaupun selesai tugasnya
tetapi ia tampak sangat terte kan, cemas, dan tersiksa dalam melakukan tugas
tersebut.
4) Critical validation
Kritik validitas merupakan persoalan terakhir yang dibahas dalam pendekatan
psikometrik dan pendekatan impresionistik. Para tester psi kometrik pada
umumnya kurang memercayai kaidah atau hukum yang berasal dari teknik
pengamatan (observasi) terhadap tingkah laku testi. Secara ideal mereka ini
menyertakan setiap nilai berupa angka dengan memperhatikan kesalahan ukur.
Demikian juga dengan setiap peramalan melalui indeks yang memperlihatkan
kemungkinan akan adanya kebenaran. Sebaliknya, tester impresionistik kurang
suka memakai validitas secara formal.

D. Perilaku yang Diamati Melalui Metode Tes


Perilaku yang diamati dalam metode tes adalah aspek kognitif atau pengetahuan.
Kognitif menjadi salah satu aspek utama di dalam kurikulum pendidikan sekaligus sebagai
tolak ukur penilaian perkembangan anak. Aspek yang satu ini berasal dari bahasa latin
“cognition” yang memiliki arti pengenalan. Artinya, aspek kognitif lebih mengacu pada
proses pengenalan untuk mengetahui sesuatu konsep. Aspek kognitif juga bisa dikaitkan
dengan kemampuan penalaran atau proses berpikir. Kognitif juga berhubungan erat dengan
aktivitas otak dalam mengembangkan kemampuan rasional. Pada dasarnya kognitif
meliputi 6 faktor atau aspek yang lebih rinci, yaitu:
5) Pengetahuan/ Hafalan/ Ingatan (Knowledge)
11
Berkaitan dengan kemampuan untuk mengenali dan juga mengingat berbagai
materi pembelajaran yang sudah dipelajari. Pengetahuan dapat berupa materi
atau teori sederhana hingga kompleks yang memerlukan kedalaman
kemampuan dalam berpikir.
6) Pemahaman (Comprehension)
Memahami suatu materi pembelajaran dilakukan dalam bentuk translasi,
interpretasi, dan ekstrapolasi. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk
mendemonstrasikan suatu fakta atau gagasan.
7) Penerapan (Application)
Anak-anak diharapkan mampu menggunakan materi berupa aturan atau prinsip
yang sudah dipelajari dalam kehidupan nyata. Selain itu, diharapkan juga anak-
anak bisa menerapkan konsep abstrak atau ide dari materi teori yang sudah
dipelajari.
8) Analisis (Analysis)
Kemampuan analisis melibatkan proses atau kegiatan pengujian dan pemecahan
informasi ke berbagai hubungan. Di dalam kategori analisis terdapat 3 aspek
penting yaitu analisis elemen, analisis hubungan, dan juga analisis organisasi.
9) Sintesis (Synthesis)
Sintesis berupa kemampuan menjelaskan struktur atau pola yang belum dilihat
sebelumnya dan mampu mendeskripsikan atau menjelaskan pola baru tersebut.
10) Penilaian/ Evaluasi (Evaluation)
Berupa kemampuan untuk dapat berpikir dan memberikan penilaian terhadap
sesuatu untuk tujuan tertentu. Evaluasi atau penilaian dapat dilakukan
berdasarkan kriteria internal dan eksternal.
Cara mengembangkan kemampuan kognitif sangat beragam tergantung usia anak.
Secara sederhana, kemampuan kognitif anak dapat dilatih dengan membaca buku,
bermain permainan edukatif, dan lain sebagainya. Berikut ini beberapa contoh dari
perilaku kognitif pada anak-anak, yaitu:
a) Mengingat materi pembelajaran
b) Memecahkan masalah
c) Membangun suatu ide atau gagasan
d) Menghubungkan satu hal dengan hal lainnya
e) Memahami konsep sebab akibat
f) Berpikir kritis
12
g) Berpikir logis
h) Berpikir sistematis
i) Memiliki imajinasi
j) Mampu melakukan penilaian atau evaluasi

13
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: PT


Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 2018. Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Gintings, A. 2010. Esensi Praktis Belajar & Pembelajaran. Yogyakarta: Humaniora.
Haryanto. 2020. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: UNY Press.
Hidayat, L., & Mahmudy, W. F. 2016. Pengelompokan Data Hasil Tes Kepribadian 16pf Sopir
Bus Menggunakan Algoritma Genetika. Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu
Komputer, 3(3), 163-168.
Putro, S.C dan Wahyu Nur Hidayat. 2021. Evaluasi Pendidikan. Malang: Ahli Media Press.
Rahardjo, Susilo & Edris Zamroni. 2019. Teori dan Praktik Pemahaman Individu Teknik.
Testing. Prenadamedia Grup.
Rohmah, U. 2011. Tes Intelegensi dan Pemanfaatannya dalam Dunia Pendidikan. Cendekia:
Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan, 9(1), 125-139.
Suryanto, Adi, dkk. 2009. Evaluasi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Suyadi. 2021. Konsep Dasar Evaluasi Pembelajaran. Sidoarjo: Zifatama Jawara.

14

Anda mungkin juga menyukai