Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Tes
2.1.1 Pengertian Tes

Istilah tes berasal dari bahasa Prancis Kuno yaitu “testum” yang berarti
piring untuk menyisihkan logam mulia sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) daring, tes adalah ujian tertulis, ujian lisan, atau wawancara
untuk mengetahui pengetahuan, kemampuan, bakat, dan kepribadian seseorang.
Menurut Arikunto (2010: 53), tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengana cara dan aturan-
aturan yang sudah ditentukan. Menurut Sudijono (2011: 67), tes adalah cara atau
prosedur dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang
berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-
pertanyaan atau perintah-pertanyaan oleh pemberi tes, sehingga dihasilkan nilai
yang melambangkan tingkah laku atau prestasi.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa tes


merupakan alat yang dipakai guru untuk mengetahui atau mengukur tingkat
perkembangan belajar peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran. Tes
sebagai suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas
yanag harus dikerjakan oleh peserta didik, sehingga menghasilkan suatu nilai
yang berkaitan dengan tingkah laku atau prestasi peserta didik yang bisa
dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh peseta didik yang lain atau dengan
nilai standar yang ditetapkan. Tes merupakan instrumen utama yang digunakan
untuk mengevaluasi pembelajaran oleh sebagian besar lembaga pendidikan.

2.1.2 Jenis-jenis Tes

Tes berfungsi sebagai alat pengukur perkembangan atau kemajuan


belajar peserta didik. Menurut Sudijono (2011: 68-75) terdapat beberapa
penggolongan tes yaitu berdasarkan fungsinya, berdasarkan banyaknya peserta

6
didik yang mengikuti tes, berdasarkan cara mengajukan pertanyaan dan
memberikan jawaban. Berdasarkan fungsi tes maka tes dibagi menjadi enam.
Jenis tes berdasarkan fungsinya adalah sebagai berikut:

1). Tes seleksi adalah tes yang dilaksanakan dalam penerimaan calon
peserta didik. Tes seleksi digunakan untuk memilih/menyeleksi calon
peserta didik yang terbaik berdasarkan syarat yang telah ditentukan, 2).
Tes awal adalah tes yang dilaksanakan untuk mengetahui sejauh
manakah materi atau pelajaran yang akan diajaran telah dapat dikuasai
oleh peserta didik, 3). Tes akhir adalah tes yang dilaksanakan untuk
mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah
dapat dikuasai denan sebaik-baiknya oleh peserta didik, 4). Tes
diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat
jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu mata
pelajaran tertentu, 5). Tes formatif adalah tes hasil belajar yang
dilaksanakan untuk mengetahui sudah sejauh manakah peserta didik telah
terbentuk sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditentukan setelah
peserta didik mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu
tertentu, 6). Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan
setelah sekumpulan satuan program pembelajaran selesai diberikan.

Jenis-jenis tes dalam evaluasi pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua


jenis yaitu tes objektif dan tes non-objektif. Tes objektif meliputi soal pilihan
ganda, pilihan benar salah, menjodohkan dan isian singkat. Tes non-objektif
meliputi soal uraian.
1. Tes Objektif
Menurut Asrul (2014: 45) tes objektif adalah tes tertulis yang menuntut
siswa memilih jawaban yang telah disediakan atau memberikan jawaban singkat
dan pemeriksaannya dilakukan secara objektif terhadap semua peserta didik. tes
objektif ada empat jenis yaitu sebagai berikut
a. Pilihan Ganda
Tes pilihan ganda yaitu tes yang terdiri atas satu pernyataan soal
dengan beberapa alternatif jawaban. Beberapa alternatif jawaban yang
ditawarkan hanya ada satu jawaban yang benar dan yang lainnya adalah
pengecoh. Tes ini dikatakan objektif karena hanya ada satu opsi sebagai
jawaban yang benar selain itu hanyalah sebagai opsi. (Anwar, 2009: 31)
Mengenai jumlah alternatif jawaban sebenarnya tidak ada aturan
baku. Guru bisa membuat sampai 5 alternatif jawaban. Hal ini bertujuan

7
unutk mengurangi faktor menebak. Adapun kemampuan yang dapat diukur
oleh bentuk soal pilihan ganda antara lain; mengenal istilah, fakta, prinsip,
metode, prosedur dan hubungan sebab-akibat. (Arifin, 2009: 138-139)
Menurut McBeath (dalam Anwar, 2009: 31) dalam membuat tes pilihan
ganda ada tujuh aturan yakni:
a. Membuat pernyataan soal yang tidak membingungkan
b. Hindari peryataan soal yang tidak relevan dengan materi
pembelajaran
c. Soal mengarah kepada satu jawaban benar
d. Hindari pernyataan negatif yang membingungkan
e. Alternatif jawaban yang mungkin benar tetapi tidak benar
f. Hindari alternatif jawaban “semua benar” atau “semua
diatas salah.
Menurut Anwar (2009: 36) terdapat persyaratan lain yang perlu
diperhatikan dalam menyusun tes pilihan ganda yakni yang pertama adalah
semua alternatif jawaban mempunyai panjang yang sama. Kedua, semua
pengecoh berpeluang untuk dipilih. Ketiga, apabila alternatif jawabannya
dalan bentuk angka, usahakan dengan angka yang mirip. Terakhir adalah
usahakan angka yang dibuat berurutan.
b. Tes Benar Salah
Tes benar-salah adalah soal yang mengandung dua kemungkinan
jawaban, yaitu benar atau salah. Bentuk soal ini banyak digunakan untuk
mengukur kemampuan mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan
yang sederhana. Agar soal dapat berfungsi dengan baik, maka materi yang
ditanyakan sebaiknya homogen dari segi isi. Cara pengerjaan soal ini
adalah dengan melingkari atau menandai jawaban yang dianggap benar.
(Arifin, 2012:154)
Menurut Arikunto (2013) dilihat dari segi mengerjakan atau
menjawab soal ada dua macam bentuk benar-salah yakni yang pertama
adalah dengan pembetulan artinya siswa diminta membetulkan bila ia
memilih jawaban yang salah. Kedua adalah tanpa pembetulan artinya
siswa hanya dimintai melingkari huruf B atau S tanpa memberikan
jawaban.

8
Azwar (2010) mengatakan bahwa kelebihan tipe benar-salah adalah
dapat mewakili pokok bahasan, mudah dalam penyusunan, dapat
digunakan berkali-kali, dapat dilihat secara cepat dan objektif, dan
merupakan instrumen yang baik untuk mengukur fakta dan hasil belajar
langsung. Sedangkan kekurangan tes benar-salah adalah hanya dapat
mengungkap daya ingatan dan pengenalan kembali, sering
membingungkan, dan mendorong peserta tes menebak atau menerka
jawaban walaupun mereka tidak mengetahui jawaban yang benar.
c. Menjodohkan
Tes menjodohkan adalah tes yang menuntut kemampuan asosiasi
peserta didik. Tes ini ditampilkan dalam bentuk dua kolom, dimana kolom
pertama terdiri dari premis-premis atau pernyataan dan kolom kedua
terdiri dari respon. Premis pernyataan dan respon tidak dibuat sejajar tetapi
berbeda urutan. (Anwar, 2009: 42)
Tes menjodohkan daat diganti dengan istilah mencocokkan,
memasangkan, atau menjodohkan. Perbedaanya dengan bentuk pilihan
ganda adalah pilihan ganda memiliki beberapa opsi dan peserta didik
tinggal memilih salah satu opsi yang dianggap benar. sedangkan bentuk
menjodohan terdiri atas kumpulan soal dan jawaban yang keduanya berada
dalam kolom yang berbeda. Menurut Arifin (2009: 144) bentuk soal ini
sangat baik untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam
mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana dan
kemampuan mengidentifikasi kemampuan menghubungkan antara dua hal.
Makin banyak hubungan antara premis dengan respons dibuat, maka
makin baik soal yang disajikan.
d. Isian Singkat
Tes isian singkat adalah tes yang ditandai dengan adanya jawaban
pada tempat kosong yang disediakan oleh guru untuk menulis jawabannya
dengan singkat sesuai dengan petunjuk. Butir soal ini berupa kalimat
pernyataan yang belum selesai sehingga peserta harus melengkapi kalimat
pernyataan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa tes ini adalah satu-
satunya tes objektif yang menuntut agar peserta didik dalam mengerjakan

9
tes memberikan jawaban bukan memilih jawaban. Tes ini bisa disusun
berurutan ke bawah dengan diberi nomor dan dapat pula disusun dalam
bentuk kalimat tersambung berbentuk karangan. Bentuk tes isian juga bisa
berupa gambar atau table yang harus dilengkapi.
2. Tes Subjektif
Menurut Nurkancana dan Sumartana (1986: 42) tes subjektif dalah suatu
tes yang terdiri dari pertanyaan atau suruhan yang menghendaki jawaban yang
berupa uraian-uraian yang relatif panjang. Sedangkan menurut Zainul dan
Nasoetion, 1996: 33) tes subjektif dirancang untuk mengukur hasil belajar dimana
unsur-unsur yang diperlukan untuk menjawab soal dicari, diciptakan, dan disusun
sendiri oleh pengambil tes. Peserta tes harus menyusun sendiri kata-kata dan
kalimat dalam merumuskan jawaban. Dapat disimpukan bahwa tes subjektif
adalah tes yang semua unsur yang diperlukan oleh peserta tes untuk menjawabnya
harus diciptakan, dicari, dan disusun sendiri yang jawabannya berupa uraian yang
sesuai dengan tingkat kesesuaian jawaban dengan kunci jawaban.
Tes subjektif merupakan tes yang membutuhkan jawaban dari peserta
didik yang dapat berupa penjelasan secara rinci dan detail. Pada umumnya tes
subjektif berupa esai dan uraian dan pertanyaan yang biasanya dipakai dalam tes
subjektif seperti uraikan, jelaskan, mengapa, dan bagaimana. Tes subjektif yang
biasa dipakai disekolah tidak hanya mengukur kemampuan peserta didik dalam
meyajikan pendapat pribadi, melainkan juga menuntut peserta didik dalam
menyelesaikan hitungan, menganalisis masalah dan mengekspresikan pendapat.

2.1.3 Prinsip- prinsip Dasar dalam Menyusun Tes

Tes yang akan diberikan guru kepada peserta didik harus benar-benar
dapat mengukur kemampuan peserta didik sehingga melalui tes tersebut dapat
dicapai tujuan pembelajaran. Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati
dalam menyusun tes, agar tes tersebut dapat mengukur tujuan instruksional
khusus untuk mata pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan
keterampilan peserta didik yang diharapkan setelah mereka menyelesaikan suatu
unit pengajaran tertentu. Menurut Mahendra (2014: 71-74) prinsip dasar yang
perlu dicermati dalam menyusun tes adalah mengukur tujuan instruksional khusus

10
untuk mata pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan
keterampilan peserta didik yang diharapkan setelah mereka menyelesaikan suatu
unit pengajaran tertentu. Sedangkan menurut Sudijono (2012:97-99) ada beberapa
prinsip tes hasil belajar yang perlu dicermati dala menyusun tes, yaitu:

“Pertama, tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar
yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kedua, butir-
butir soal tes harus merupakan sampel representatif dari populasi
pelajaran yang telah disampaikan. Ketiga, bentuk soal yang dibuat dalam
tes harus didesain secara bervariasi sehingga soal tersebut benar-benar
cocok untuk mengukur hasil belajar peserta didik sesuai dengan tujuan
tes. Keempat, tes harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk
menghasilkan yang diinginkan. Kelima, tes harus memiliki reliabilitas
(keajegan) sehingga mudah untuk diinterpretasikan. Keenam, tes sebagai
alat ukur keberhasilan belajar peserta didik digunakan untuk
memperbaiki cara belajar peserta didik dan cara mengajar guru.
2.1.4 Langkah-Langkah Menyusun Tes

Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan sebelum menyusun


sebuah tes, sehingga tes yang diberikan tidak berbeda dengan tujuan pelaksanaan
tes. Menurut Ngalim (2009: 30) langkah dalam menyusun tes diantaranya adalah
sebagai berikut:

1). Merumuskan atau menentukan tes, 2).Mengidentifikasi hasil belajar


yang hendak diukur dengan tes tersebut, 3). Menandai hasil belajar yang
spesifik yang merupakan tingkah laku yang bisa diamati , 4). Merinci
mata pelajaran atau bahan pelajaran yang akan diukur, 5). Menyiapkan
tabel spesifikasi,6). Menggunakan tabel spesifikasi sebagai dasar
penyusunan tes

Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999: 210-216) prosedur yang perlu ditempuh
dalam menyusun instrumen penilaian tes, yaitu sebagai berikut:

a) Menentukan bentuk tes yang hendak disusun


b) Membuat kisi-kisi butir soal
c) Menuliskan butir soal
d) Melakuan penataan soal

11
2.2 Analisis Butir Soal

Analisis butir soal adalah pengujian terhadap mutu soal agar diperoleh
informasi tentang karateristik soal tersebut. Menurut Arifin (2014: 246) analisis
butir soal adalah suatu tahap yang harus ditempuh untuk mengetahui derajat
kualitas soal baik secara keseluruhan maupun butir soal yang menjadi bagian tes
tersebut. Sedangkan menurut Arikunto (2013: 207) tujuan dari analisis butir soal
dalam sebuah tes yang dibuat guru antara lain adalah mengadakan identifikasi
soal-soal yang baik, kurang baik dan soal yang jelek.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa analisis


tes merupakan kegiatan penting dalam upaya memperoleh instrument yang
berkategori baik. Kegiatan analisis soal merupakan suatu kegiatan yang harus
dilakukan guru untuk mengetahui mutu soal. Analisis tes bertujuan untuk
mengidentifikasi butir-butir soal manakah yang termasuk dalam kategori baik,
kurang baik, dan jelek. Analisis butir soal memungkinkan kita memperoleh
informasi mengenai baik tidaknya suatu butir, sekaligus memperoleh petunjuk
untuk melakukan perbaikan.

Ada dua macam analisis butir soal yaitu analisis butir soal secara
kualitatif dan analisis butir soal secara kuantitatif. Pada prinsipnya analisis butir
soal secara kualitatif dilaksanakan berdasarkan kaidah penulisan soal. Aspek
yang diperhatikan adalah dari segi materi, konstruksi, bahasa, dan kunci jawaban.
Sedangkan analisis butir soal secara kuantitatif adalah pengujian terhadap soal
dengan cara menganalisa data empirik tes. Pada analisis butir soal secara
kuantitatif terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan klasik dan pendekatan
modern.

2.2.1 Analisis Butir Soal Secara Kuantitatif

Menurut Surapranata (2006: 1), analisis soal secara kuantitatif sering


dinamakan sebagai validitas empiris yang dilakukan unutk melihat lebih berfungsi
tidaknya sebuah soal, setelah soal itu diuji cobakan kepada sampel yang
representatif. Analisis butir soal secara kuantitatif merupakan suatu kegiatan awal
untuk mengetahui sejauh mana soal itu telah memenuhi kriteria yang telah

12
ditentukan dalam penulisan soal. Aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis
butir soal adalah tingkat kesulitan soal, daya pembeda, daya pengecoh, validitas
dan reliabilitas tes. Berikut merupakan penjelasan dari aspek-aspek tersebut:

1. Validitas

Validitas berasal dari kata “validity” yang berarti sejauh mana ketetapan
dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Sehingga dapat
dikatakan bahwa validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauhmana
tes telah mengukur apa yang seharusnya diukur. Menurut Nana Sudjana
(2016:12), “alat penilaian yang telah tepat (valid) untuk suatu tujuan tertentu
belum otomatis akan valid untuk tujuan yang lain. Sebab, untuk menentukan
validitas tergantung pada situasi dan tujuan penilaian”. Zainal Arifin (2014: 247),
menyebutkan ada dua unsur penting dalam validitas yaitu validitas menunjukkan
suatu derajat dan validitas selalu dihubungkan dengan suatu putusan atau tujuan
yang spesifik. Menurut Syaifudin Anwar (2000: 45) terdapat tiga tipe validitas
yaitu validitas isi, validitas konstruk dan validitas kriteria.

Menurut Sukardi (2011: 32), validitas isi adalah derajat dimana sebuah
tes evaluasi mengukur cakupan substansi yang ingin diukur. Sedangkan
Widoyoko (2009:129) mengatakan bahwa validitas isi adalah instrumen yang
berbentuk tes untuk mengukur hasil belajar dalam aspek kecakapan akademik.
Kemudian pengertian validitas isi oleh Sudjana (1991: 13) adalah validitas isi
berkenan dengan kesanggupan alat penilaian dalam mengukur isi yang
seharusnya. Maksudnya, tes haruslah mampu mengungkapkan isi suatu konsep
atau variabel yang hendak diukur. Dapat disimpulkan bahwa validitas isi
merupakan pengujian terhadap suatu instrumen sehingga instrumen bisa dikatakan
valid menurut isinya (materi).

Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas konstruk adalah validitas yang
mempermasalakan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa yang benar-
benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus. Untuk menentukan validitas
konstruk suatu instrumen harus dilakukan proses penelaah teoritis dari suatu
konsep dari variabel yang hendak diukur. Perumusan konstruk harus dilakukan

13
berdasarkan sintesis dari teori-teori mengenai konsep variabel yang hendak diukur
melalui proses analisis dan komparasi yang logik dan cermat.

2. Reliabilitas

Menurut Sukadji (2000), uji reliabilitas adalah seberapa besar derajat tes
mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam
bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien yang tinggi berarti reliabilitas
yang tinggi. Menurut Sugiono (2005), reliabilitas adalah seangkaian pengukuran
atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran dilakukan
dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang. Sedangkan Anastasia (1997)
mengatakan dalam bukunya bahwa reliabilitas adalah sesuatu yang merujuk pada
konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama ketika mereka diuji dengan
tes yang sama diwaktu yang berbeda. Dapat disimpulkan bahwa reliabilitas adalah
ketepatan atau keakuratan dari suatu alat ukur dalam suatu prosedur pengukuran.
Reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes tetap konsisten setelah
dilakukan berulang-ulang terhadap suatu subjek dan dalam kondisi yang sama.
Tinggi rendahnya reiabilitas, secara empirik ditunjukkan oleh suatu angka yang
disebut nilai koefisien reliabilitas.

3. Tingkat Kesukaran

Menurut Aiken (1994: 66) tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk
menjawab benar auatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya
dinyatakan dalam bentuk indeks. Fungsi tingkat kesukaran butir soal biasanya
dikaitkan dengan tujuan tes, misalnya untuk keperluan ujian semester digunakan
butir soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi
digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran yang rendah/ mudah.
Tingkat kesukaran soal juga dapat digunakan untuk memprediksi alat ukur itu
sendiri (soal) dan kemampuan peserta didik dalam memahai materi yang diajarkan
guru.

14
4. Daya Pembeda

Daya pembeda merupakan kemampuan butir soal dapat membedakan


antara peserta didik yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan peseta
didik yang kurang atau belum mengerti dengan materi yang ditanyakan. Menurut
Arikunto (2007: 211), daya pembeda soal adalah kemampuan ssesuatu soal untuk
membedakan siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang
bodoh. Semakin tinggi koefisien daya beda suatu butir soal, semakin mampu butir
soal tersebut dalam membedakan peserta didik yang sudah paham materi dan
peserta didik yang belum paham materi. Daya pembeda dapat diketahui dengan
melihat besar kecilnya angka indeks diskriminasi item. Angka indeks diskriminasi
item adalah sebuah angka atau bilangan yang menunjukkan besar kecilnya daya
yang dimiliki oleh sebuah butir soal.

5. Daya Pengecoh

Instrumen evaluasi yang berbentuk tes dan objektif harus memenuhi


syarat-syarat yang telah ditentukan terlebih dahulu dan harus mempunyai
distraktor (pengecoh) yang efektif. Pengecoh diartikan sebagai opsi-opsi yang
bukan merupakan kunci jawaban. Butir soal yang baik pengecohnya akan dipilih
secara merata oleh peserta didik yang menjawab salah. Sebaliknya, butir soal yang
kurang baik pengecihnya akan dipilih secara tidak merata. Pengecoh dianggap
baik bila jumlah peserta didik yang memilih pengecoh itu sama atau mendekati
jumlah ideal.

2.2.2 Analisis Butir Soal Secara Kualitatif

Pada prinsipnya analisis butir soal secara kualitatif dilaksanakan


berdasarkan kaidah penulisan soal (tes, tertulis, perbuatan dan sikap). Penelaahan
ini biasanya dilakukan sebelum soal digunakan atau diujikan. Aspek yang perlu
diperhatikan dalam analisis kualitatif adalah setiap soal yang dianalisis dari segi
materi, konstruksi, bahasa/budaya dan kunci jawaban.

Ada beberapa teknik yang digunakan untuk menganalisis butir soal


secara kualitatif yaitu teknik moderator dan teknik panel. Teknik moderator
merupakan teknik berdiskusi yang didalamnya terdapat satu orang sebagai

15
penengah. Kegiatan pada teknik ini adalah setiap butir soal didiskusikan secara
bersama-sama dengan beberapa ahli seperti pendidik yang mengajar, ahli
penilaian, ahli bahasa, dan berlatar belakang psikologi. Setiap komentar dan
masukan dari peserta diskusi ditulis oleh notulen. Teknik ini memiliki kelemahan
yakni membutuhkan waktu yang lama untuk menganalisis setiap butir soal.
Teknik panel merupakan suatu teknik menelaah butir soal yang setiap butir
soalnya ditelaah berdasarkan kaidah penulisan soal yakni dari segi materi,
konstruksi, bahasa/budaya, kebenaran kunci, dan kunci jawaban hanya dilakukan
oleh beberapa penelaah. Pada tahap awal para penelaah diberikan pengarahan
selanjutnya penelaah berkerja sendiri ditempat masing-masing penelaah dan pada
waktu yang tidak sama juga. Pada umumnya penelaah yang diminta untuk
menganalisis butir soal memiliki kemampuan seperti guru yang mengajarkan
materi, ahli materi, ahli pengembang kurikulum, ahli penilaian, psikolog, ahli
bahasa, dan lainnya. (Asrul, 2015: 119)

2.3 Taksonomi Bloom Revisi

Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu “tassein” yang berarti
untuk mengelompokkan dan “nomos” yang berarti artian. Taksonomi dapat
diartikan sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan)
tertentu. Taksonomi adalah klasifikasi atau pengelompokan benda menurut ciri-
ciri tertentu. Taksonomi dalam bidang pendidikan atau yang dikenal dengan
Taksonomi Bloom dibuat untuk mengklasifikasian tujuan pendidikan. Tujuan
pendidikan yang dimaksudkan dibagi menjadi beberapa domain, yakni kognitif,
afektif, dan psikomotor. Setiap ranah tersebut dibagi menjadi beberapa kategori
dan subkategori yang berurutan secara bertingkat mulai dari tingkah laku yang
sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap
tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih
rendah.

16
2.3.1 Taksonomi Bloom Revisi Ranah Kognitif

Taksonomi Bloom adalah suatu klasifikasi yang dibuat berdasarkan data


penelitian ilmiah mengenai berbagai hal yang dikelompokan dalam sistematika.
Taksonomi Bloom dibuat oleh seorang psikolog bernama Benjamin Samuel
Bloom pada tahun 1956 untuk tujuan pendidikan. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya bahwa tujuan pendidikan diklasifikasan ke dalam tiga ranah atau
domain. Salah satu ranah tersebut ialah ranah kognitif yang berisi berbagai
perilaku yang menekankan aspek intelektual seperti pengetahuan, pengertian dan
keterampilan berpikir. Berikut merupakan keenam jenjang ranah kognitif
Taksonomi Bloom,

Gambar 2.1 Jenjang Ranah Kognitif Taksonomi Bloom

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat atau


menjelaskan kembali suatu ilmu yang sudah didapatkan. Ilmu atau pengetahuan
yang dimaksudkan mencakup segala hal yang sangat khusus hingga kepada teori
yang kompleks. Termasuk pula pengetahuan yang sifatnya faktual, disamping
pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal yang perlu diingat kembali seperti
defenisi, fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, batasan, istilah,
pasal dan hukum. Pada jenjang pengetahuan ini menekankan pada proses
psikologi ingatan. Tingkatan ini merupakan tingkatan terendah namun menjadi
prasyarat terhadap tingkatan selanjutnya .Kata kerja operasional pada tingkatan ini

17
contohnya seperti menyebutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, membilang,
mencatat, membaca, dan menulis.

2. Pemahaman (Comprehension)

Pemahaman merupakan kemampuan dalam memahami materi yang


diberikan dan bisa mendemostrasikan fakta dan gaagasan. Dengan kata lain,
memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai
segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat
memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dan
menggunakan bahasa sendiri. Kata kerja operasional pada tingkatan ini adalah
menjelaskan, memperkirakan, menggali, mengubah, menguraikan, dan lain
sebagainya.

3. Penerapan (Application)

Penerapan merupakan kemampuan dalam menerapkan informasi atau


materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan
aturan dan prinsip. Penerapan merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih
tinggi dari pemahaman. Kata kerta operasional pada tingkatan ini adalah
memerlukan, menentukan, menugaskan, dan melengkapi.

4. Analisis (Analysis)

Analisis meruakan kemampuan untuk menguraikan suatu bahan atau


keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami huungan
di antara bagian-bagian atau faktor yang satu dengan faktor lainnya. Kata kerja
operasional pada tingkatan ini adalah memeriksa, memecahkan, menganalisis, dan
menyeleksi.

5. Sintesis (Syntesis)

Sistesis merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis. Sistesis adalah


kemampuan dalam mengkombinasikan berbagai komponen sehingga terbentu
struktur yang logis, sehingga mejelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau

18
berbentuk pola baru. Kata kerja operasional pada tingkatan ini adalah
mengombinasikan, mengarang, mencipatakan, merevisi, dan merangkai.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan jenjanag berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif


Taksonomi Bloom. Evaluasi adalah kemampuan melakukan evaluasi dan menilai
suatu hal berdasarkan kriteria aatau acuan tertentu. Kata kerja operasional pada
tingkatan ini adalah menyimpulkan, mengkritik, mempertahankan dan
membandingkan.

Gambar 2.2 Tingkatan Kemampuan Ranah Kognitif Bloom

Tingkatan-tingkatan dalam Taksonomi Bloom tersebut telah digunakan


hampir setengah abad sebagai dasar untuk penyusunan tujuan-tujuan pendidikan,
penyusunan tes, dan kurikulum. Kemudian revisi dilakukan terhadap Taksonomi
Bloom pada tahun 2001 oleh Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl melalui
buku mereka dengan judul “A Taxonomy for learning, Teaching, and Asseing: A
Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives”. Menurut
Muhhammad Yaumi dalam Fara (2016: 439) alasan Anderson beserta rekannya
merivisi Taksonomi Bloom sebab adanya kebutuhan untuk memadukan
pengetahuan-pengetahuan dan pemikiran baru dalam sebuah kerangka
kategorisasi tujuan pendidikan. Dengan diadakannya revisi menurut Anderson,
taksonomi baru yang merefleksikan bentuk sistem berpikir yang lebih aktif dan
akurat dibandingkan dengan taksonomi sebelumnya dalam menciptakan tujuan-
tujuan pendidikan. Berikut merupakan enam proses kognitif Taksonomi Bloom
oleh Anderson dan Krathwohl dalam Kuswana (2014: 115), yaitu

19
Gambar 2.3 Jenjang Ranah Kognitif Taksonomi Bloom Revisi

1). Mengingat (remembering)/ C1 artinya mendapatkan kembali atau


mengingat kembali materi yang telah dipelajari, seperti pengetahuan
tentang istilah, fakta, urutan serta kriteria, 2). Memahami
(understanding)/ C2 ialah kemampuan dalam memahami materi tertentu
yang dipelajari, 3). Menerapkan (applying)/ C3 ialah kemampuan
menerapkan informasi pada situasi nyata, dimana peserta didik mampu
menerapkan pemahamannya dengan cara menggunakannya secara nyata,
4). Menganalisis (analyszing)/ C4 adalah kemampuan menguraikan seatu
materi menjadi komponen-komponen yang lebih jelas. Pada jenjang ini
siswa dituntut mengidentifikasi bagian-bagian penyususn dan fungsi dari
proses atau konsep, 5). Mengevaluasi (evaluating)/ C5 ialah kemampuan
menilai suatu hal untuk tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang jelas.
Kriteria yang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi,
dan konsistensi. 6). Mencipatakan (Creating)/ C6 adalah menempatkan
bagian-bagian secara bersama-sama ke dalam suatu ide, semuanya saling
berhubungan untuk membuat hasil yang baik.

Gambar 2.4 Kata Kerja Operasional Taksonomi Bloom Revisi

20
Taksonomi Bloom Revisi pada ranah kognitif dilakukan revisi yang
meliputi perubahan kata kunci dari kata benda menjadi kata kerja untuk setiap
level taksonomi. Selanjutnya perubahan hampir terjadi pada semua level hierarki.
Namun, urutan level masih sama yaitu urutan terendah hingga tertinggi.
Perubahan mendasar terletak pada level 5 dan 6.

Gambar 2.5 Perubahan Taksonomi Bloom ke Taksonomi Bloom Revisi

Berdasarkan gambar 2.5 dapat dilihat bahwa perubahan taksonomi dari


kata benda (taksonomi bloom) menjadi kata kerja (taksonomi bloom revisi).
Perubahan ini dibuat untuk mengindikasikan bahwa siswa akan dapat melakakn
sesuatu (kata kerja) dengan sesuatu (kata benda).

2.4 Kerangka Berpikir

Ujian Akhir Semester (UAS) merupakan suatu bentuk evaluasi yang


dilakukan oleh peserta didik untuk mengetahui pencapaian kompetensi diakhir
satuan pendidikan. UAS masuk ke dalam jenis tes sumatif. Ujian Akhir Semester
sangatlah penting karena menentukan nilai kemampuan peserta didik setelah
mengikuti proses pembelajaran sehingga guru perlu untuk melakukan analisis
butir soal untuk mendapatkan butir soal yang berkualitas dan layak diuji kepada
peserta didik.

21
Langkah awal penelitian ini adalah mengumpulkan perangkat evaluasi
pembelajaran yaitu soal Ujian Akhir Semester. Selanjutnya butir soal Ujian Akhir
Semester tersebut dianalisis dengan cara analisis deskripstif sehinga didapatkan
hasil analisis dari kegiatan analisis deskriptif yang telah dilakukan.

Tahap Awal
“Mengumpulkan soal Ujian Akhir Semester Kelas IV SD
Negeri 176331 Lumban Soit”

Tahap Proses
“Analisis Soal Ujian Akhir Semester Kelas IV SDN 176331
Lumban Soit berdasarkan ranah Kognitif Taksonomi Bloom
Revisi”

Hasil Penelitian

Hasil analisis soal UAS SDN 176331 berdasarkan ranah


kognitif Taksonomi Bloom Revisi

Gambar 2.5 Peta Konsep Kerangka Berpikir

2.5 Penelitian yang Relevan


1. Siti Salmah Lubis, Syarifuddin, Herawati Dongoran (2016) meneliti
tentang analisis butir soal dan kemampuan siswa menjawab tes UN dan
UAS ganjil mata pelajaran biologi kelas XI SMAN/MAN di kota Medan.
Hasil penelitian ini diperoleh bahwa rata-rata distribusi sebaran soal UAS
ranah kognitif berdasarkan Taksonomi Bloom belum merata yaitu pada
soal UAS MAN 1 Medan, C1 sebesar 32%, C2 sebesar 40%, C3 sebesar
24%, C4 sebesar 24%, C5 sebesar 0%, dan C6 sebesar 0%. Kemudian
MAN 2 Model Medan, C1 sebesar 37%, C2 sebesar 50%, C3 sebesar 3%,
C4 sebesar 10%, C5 sebesar 0%, dan C6 sebesar 0%. Berikutnya adalah
SMAN 4 Medan, C1 sebesar 26%, C2 sebesar 46%, C3 sebesar 20%, C4
sebesar 8%, C5 sebesar 0%, dan C6 sebesar 0%. Berikutnya adalah SMAN
9 Medan, C1 sebesar 45%, C2 sebesar 25%, C3 20%, C4 sebesar 5%, C5

22
sebesar 5% dan C6 sebesar 6%. Berikutnya pada SMAN 11 Medan, C1
sebesar 46%, C2 sebesar 26%, C3 sebesar 23%, C4 sebesar 5%, C5
sebesar 0%, dan C6 sebesar 0%. Terakhir adalah SMAN 18 Medan, C1
sebesar 31%, C2 sebesar 49%, C3 sebesar 11%, C4 sebesar 9%, C5
sebesar 0% dan C6 sebesar 0%. Sebaran ranah kognitif Taksonomi Bloom
pada soal UAS MAN ! Medan, MAN 2 Model Medan, SMAN 4 Medan,
SMAN 18 Medan, didominasi oleh ranah kognitif C2 (memahami)
sedangkan pada soal UAS SMAN 11 Medan didominasi oleh soal ranah
kognitif C1 (mengingat).
2. Ni Luh Septiani Ari Pertiwi, Ni Wayan Arini, I Wayan Widiana (2016)
meneliti tentang analisis tes formatif bahasa Indonesia kelas IV ditinjau
dari taksonomi bloom revisi. Hasil yang diperoleh adalah perincian data
tes formatif bahasa Indonesia kelas IV di SDN 1 Baktiseraga, diketahui
soal yang termasuk pada C1 sebesar 60%, C2 dan C4 sebesar 0%, C3
sebesar 30%, C5 sebesar 1% dan C6 sebesar 0%. Berikutnya SDN 2
Banjar Tegal, C1 sebesar 70%, C2 sebesar 20%, C3 sebesar 1%, C4
sampai C6 sebesar 0%. Berikutnya adalah sekolah SDN 1 Banjar Tegal
C1 sebesar 30%, C2 sebesar 0%, C3 sebesar 50%, C4 Sebesar 20%, C5
dan C6 sebesar 0%. Terakhir adalah sekolah SDN 3 Banjar Tegal, C1
sebesar 50%, C3 sebesar 10 %, dan C4 40%.
3. Agung Suci Dian Sari (2019) meneliti tentang analisis butir soal kognitif
taksonomi bloom revisi pilihan ganda dan uraian pada materi momentum
dan implus. Hasil penelitian pada penelitian ini adalah dari 10 soal pilihan
ganda terdapat 2 soal yaitu soal nomor satu (1) dan dua (2) merupakan soal
C1 yakni faktual. Soal nomor tiga (3), empat (4), lima (5) merupakan soal
C2 yakni prosedural. Soal nomor enam (6), tujuh (7) merupakan soal C3
yakni konseptual. Soal nomor delapan (8), sembilan (9) merupakan soal
C4 dan terakhir adalah soal nomor sepuluh (10) merupakan soal C6.
Analisis butir soal kognitif taksonomi bloom revisi dalam bentuk soal
pilihan ganda berjumlah 10 nomor pada materi momentum dan impuls
dalam kategori soal yang baik berdasarkan analisis reliabilitas.

23

Anda mungkin juga menyukai