Anda di halaman 1dari 41

1

2
3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari proses bagaimana manusia harus
belajar untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Seiring waktu, informasi yang
didapat dari proses belajar seseorang terus berkembang dan wawasan seseorang
semakin luas. Namun, informasi yang didapat tidak hanya ditelan mentah-mentah,
melainkan harus ada proses seleksi untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari
informasi mentah itu sendiri.
Sama halnya dengan proses kehidupan seseorang untuk beradaptasi dengan
lingkungannya, dalam proses belajar dan pembelajaran di dalam lingkungan formal
pun juga terdapat sistem seleksi untuk mengukur dan menilai potensi, bakat ataupun
kemampuan seseorang terhadap apa yang telah dipelajarinya sehingga kita tahu sejauh
mana perkembangan materi yang telah kita pelajari. Dalam hal ini, berkaitan dengan
lingkungan sekolah yang sering dijumpai melakukan sistem seleksi baik mengukur
maupun menilai terhadap kemampuan seseorang yang sering disebut dengan evaluasi.
Dalam setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses
pembelajaran yang ia lakukan. Hasil yang dimaksud adalah baik, tidak baik,
bermanfaat, atau tidak bermanfaat, dll. Pentingnya diketahui hasil ini karena ia dapat
menjadi salah satu patron bagi pendidik untuk mengetahui sejauh mana proses
pembelajran yang dia lakukan dapat mengembangkan potensi peserta didik. Artinya,
apabila pembelajaran yang dilakukannya mencapai hasil yang baik, pendidik tentu
dapat dikatakan berhasil dalam proses pembelajaran dan demikian pula sebaliknya.
Ditjen Dikdasmen Depdiknas (2003 : 1) secara eksplisit mengemukakan bahwa
antara evaluasi dan penilaian mempunyai persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah keduanya mempunyai pengertian menilai atau menentukan
nilai sesuatu. Adapun perbedaannya terletak pada konteks penggunaannya.
Penilaian (assessment) digunakan dalam konteks yang lebih sempit dan biasanya
dilaksanakan secara internal, yakni oleh orang-orang yang menjadi bagian atau
terlibat dalam sistem yang bersangkutan, seperti guru menilai hasil belajar murid, atau
supervisor menilai guru. Baik guru maupun supervisor adalah orang-orang yang
menjadi bagian dari sistem pendidikan. Adapun evaluasi digunakan dalam konteks
yang lebih luas dan biasanya dilaksanakan secara eksternal, seperti konsultan

4
yang disewa untuk mengevaluasi suatu program, baik pada level terbatas maupun
pada level yang luas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan Pengertian test, jenis-jenis test, fungsi test, ciri-ciri tes yang baik, dan
langkah-langkah pengembangan tes ?
2. Jelaskan pengertian tentang pengukuran ?
3. Jelaskan definisi asesment menurut beberapa ahli, tujuan dan fungsi asesment
(penilaian), ciri-ciri asesment (penilaian) dalam pendidikan, dan manfaat asesment
dalam pembelajaran ?
4. Jelaskan pengertian, tujuan, tipe-tipe, fungsi, dan aspek sasaran evaluasi ?
5. Jelaskan hubungan dan perbedaan antara tes, measurement (pengukuran), asesment
(penilaian) dan evaluasi ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian test, jenis-jenis test, fungsi
test, ciri-ciri tes yang baik, dan langkah-langkah pengembangan tes ?
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian tentang pengukuran ?
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang definisi asesment menurut beberapa
ahli, tujuan dan fungsi asesment (penilaian), ciri-ciri asesment (penilaian) dalam
pendidikan, dan manfaat asesment dalam pembelajaran ?
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian, tujuan, tipe-tipe, fungsi, dan
aspek sasaran evaluasi ?
5. Untuk mengetahui dan memahami tentang hubungan dan perbedaan antara tes,
measurement (pengukuran), asesment (penilaian) dan evaluasi ?

BAB II

5
PEMBAHASAN

2.1Pembahasan
2.1.1 Test
Istilah ini berasal dari bahasa latin “testum” yang berarti sebuah piringan atau
jambangan dari tanah liat. Istilah ini dipergunakan dalam lapangan psikologi dan
selanjutnya hanya dibatasi sampai metode psikologi, yaitu suatu cara untuk menyelidiki
seseorang. Penyelidikan tersebut dilakukan mulai dari pemberian suatu tugas kepada
seseorang atau untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu. Pada hakikatnya tes adalah
suatu alat yang berisi serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus
dijawab oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Beberapa
pengertian tes menurut ahli, antara lain :
a) Tes merupakan suatu alat penilaian dalam bentuk tulisan untuk mencatat atau
mengamati prestasi siswa yang sejalan dengan target penilaian. (Jacobs & Chase,
1992; Alwasilah, 1996).
b) Tes menurut Arkunto dan Jabar (2004) merupakan alat atau prosedur yang
digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan menggunakan cara atat
aturan yang telah ditentukan. Dalam hal ini harus dibedakan pengertian antara tes,
testing, testee, dan tester. Testing adalah saat pada waktu tes tersebut dilaksanakan
(saat pengambilan tes).Testee adalah responden yang mengerjakan tes. Mereka inilah
yang akan dinilai atau diukur kemampuannya. Sedangkan Tester adalah seorang
yang diserahi tugas untuk melaksanakan pengambilan tes kepada responden.
c) Menurut Zainul dan Nasution (2001) tes didefinisikan sebagai pertanyaan atau tugas
atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang
suatu atribut pendidikan atau suatu atribut psikologis tertentu.
d) Tes merupakan salah satu upaya pengukuran terencana yang digunakan oleh guru
untuk mencoba menciptakan kesempatan bagi siswa dalam memperlihatkan prestasi
mereka yang berkaitan dengan tujuan yang telah ditentukan (Calongesi, 1995).
Dari beberapa pendapat diatas, dapat diambil pengertian bahwa tes adalah
instrumen atau alat yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang individu atau
objek yang direncanakan untuk mengetahui tentang trait/sifat/atribut dimana tiap butir
pertanyaan tersebut memiliki jawaban. Sebagai alat pengumpul informasi atau data, tes
harus dirancang secara khusus. Kekhususan tes terlihat dari bentuk soal tes yang
digunakan, jenis pertanyaan, rumusan pertanyaan yang diberikan, dan pola jawabannya
harus dirancang menurut kriteia yang telah ditetapkan. Demikian juga waktu yang

6
disediakan untuk menjawab pertanyaan serta pengadministrasian tes juga dirancang
secara khusus. Selain itu aspek yang diteskanpun terbatas. Biasanya meliputi ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Kekhususan-kekhususan tersebut berbeda antara satu
tes dengan tes yang lain. Tes ini dapat berupa pertanyaan tertulis, wawancara,
pengamatan tentang unjuk kerja fisik, checklist, dan lain-lain.

 Jenis-Jenis Tes

 Dari Segi Bentuk Pelaksanaannya

a. Tes Tertulis ( paper and pencil test)


Tes tertulis dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada penggunaan kertas dan
pencil sebagai instrumen utamanya, sehingga tes mengerjakan soal atau jawaban
ujian pada kertas ujian secara tertulis, baik dengan tulisan tangan maupun
menggunakan komputer.

b. Tes Lisan (oral test)

Tes lisan dilakukan dengan pembicaraan atau wawancara tatap muka antara guru
dan murid.

c. Tes Perbuatan (performance test)

Tes perbuatan mengacu pada proses penampilan seseorang dalam melakukan


sesuatu unit kerja. Tes perbuatan mengutamakan pelaksanaan perbuatan peserta
didik.

 Dari Segi Bentuk Soal dan Kemungkinan Jawabannya

a. Tes Essay (uraian)

Tes Essay adalah tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan terstruktur dan siswa
menyusun, mengorganisasikan sendiri jawaban tiap pertanyaan itu dengan bahasa
sendiri. Tes essay ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dalam
menjelaskan atau mengungkapkan suatu pendapat dalam bahasa sendiri.

b. Tes Objektif

7
Tes objektif adalah tes yang disusun sedemikian rupa dan telah disediakan alternatif
jawabannya. Tes ini terdiri dariberbagai macam bentuk, antara lain ; Tes Betul-Salah
(TrueFalse), Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice), Tes Menjodohkan (Matching), dan
Tes Analisa Hubungan (Relationship Analysis).

 Tes Menurut Tujuan dalam Bidang Pendidikan


a. Tes Kecepatan (Speed Test)
Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes (testi) dalam hal kecepatan berpikir
atau keterampilan, baik yang bersifat spontanitas (logik) maupun hafalan dan
pemahaman dalam mata pelajaan yang telah dipelajarinya. Waktu yang disediakan untuk
menjawab atau menyelesaikan seluruh materi tes ini relatif singkat dibandingkan dengan
tes lainnya, sebab yang lebih diutamakan adalah waktu yang minimal dan dapat
mengerjakan tes itu sebanyak-banyaknya dengan baik dan benar, cepat dan tepat
penyelesaiannya. Tes yang termasuk kategori tes kecepatan misalnya tes intelegensi, dan
tes ketrampilan bongkar pasang suatu alat.

b. Tes Kemampuan (Power Test)


Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes dalam mengungkapkan
kemampuannya (dalam bidang tertentu) dengan tidak dibatasi secara ketat oleh waktu
yang disediakan. Kemampuan yang dievaluasi bisa berupa kognitif maupun
psikomotorik. Soal-soal biasanya relatif sukar menyangkut berbagai konsep dan
pemecahan masalah dan menuntut peserta tes untuk mencurahkan segala kemampuannya
baik analisis, sintesis dan evaluasi.

c. Tes Hasil Belajar (Achievement Test)


Tes ini dimaksudkan untuk mengevaluasi hal yang telah diperoleh dalam suatu
kegiatan. Tes Hasil Belajar (THB), baik itu tes harian (formatif) maupun tes akhir
semester (sumatif) bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran dalam suatu kurun waktu tertentu. Makalah ini akan lebih banyak
memberikan penekanan pada tes hasil belajar ini.

d. Tes Kemajuan Belajar ( Gains/Achievement Test)


Tes kemajuan belajar disebut juga dengan tes perolehan adalah tes untuk mengetahui
kondisi awal testi sebelum pembelajaran dan kondisi akhir testi setelah pembelajaran.

8
Untuk mengetahui kondisi awal testi digunakan pre-tes dan kondisi akhir testi digunakan
post-tes.

e. Tes Diagnostik (Diagnostic Test)


Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk mendiagnosis atau
mengidentifikasi kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kesukaran belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesukaran
atau kesulitan belajar tersebut.

f. Tes Formatif
Tes formatif adalah penggunaan tes hasil belajar untuk mengetahui sejauh mana
kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pembelajaran
tertentu.

g. Tes Sumatif
Istilah sumatif berasal dari kata “sum” yang berarti jumlah. Dengan demikian tes
sumatif berarti tes yang ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa dalam
sekumpulan materi pelajaran (pokok bahasan) yang telah dipelajari.

 Jenis Tes Berdasarkan Pengukuran Terhadap Aspek-Aspek Individu


a. Tes Prestasi Belajar
Tes prestasi belajar (achievement test) adalah tes yang digunakan untuk memperoleh
keterangan tentang hal-hal yang telah dicapai seseorang (prestasi belajar).

b. Tes Beracuan Konten atau Tes Beracuan Kriteria

Tes beracuan konten (content-referenced test) atau tes beracuan kriteria (criterion-
referenced test) mengukur pencapaian penguasaan suatu standar tingkah laku
(pengetahuan atau keterampilan khusus dalam pelajaran tertentu).

c. Tes Beracuan Norma

Jenis tes beracuan norma (norm-referenced test) merupakan tes yang berfungsi dalam
hal membandingkan prestasi kelompok dalam pelajaran tertentu, misalnya antara
beberapa daerah atau kota.

d. Tes Bakat (Aptitude Test)

9
Jenis tes yang satu ini digunakan untuk melihat kemungkinan keberhasilan seseorang
dalam belajar sesuatu di masa-masa yang akan datang.

e. Tes Minat

Tes minat atau dikenal juga dengan istilah skala minat dapat dipergunakan misalnya
untuk mengetahui jenis pekerjaan atau subjek yang disenangi oleh seseorang.

 Fungsi Tes
Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu:
- Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes berfungsi
mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta
didik setelah mereka menempuh proses belajarmengajar dalam jangka waktu
tertentu.
- Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes
tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah
ditentukan, telah dapat dicapai.
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2005:152) dalam bukunya Dasar-Dasar
Evaluasi Pendidikan, fungsi tes dapat ditinjau dari tiga hal:
a. Fungsi untuk kelas.
b. Fungsi untuk bimbingan.
c. Fungsi untuk administrasi.

Adapun perbandingan dari ketiga fungsi tersebut adalah :


Fungsi Untuk Kelas Fungsi Untuk Bimbingan Fungsi Untuk Administrasi
a. Mengadakan diagnosis a. Menentukan arah a. Memberi petunjuk dalam
terhadap kesulitan belajar pembicaraan dengan mengelompokkan siswa.
b. Mengevaluasi celah antara b. Penempatan siswa baru.
orang tua tentang anak-
c. Membantu siswa
bakat dengan pencapaian.
anak mereka.
c. Menaikkan tingkat memiliki kelompok.
b. Membantu siswa
d. Menilai kurikulum.
prestasi.
dalam menentukan e. Memperluas hubungan
d. Mengelompokkan siswa
pilihan. masyarakat (public
dalam kelas pada waktu
c. Membantu siswa
relation).
metode kelompok.
mencapai tujuan f. Menyediakan informasi
e. Merencanakan kegiatan
pendidikan dan untuk badan lain di luar
proses belajar mengajar
jurusan. sekolah.
untuk siswa secara
d. Memberikan

10
perseorangan. kesempatan kepada
f. Menetukan siswa mana
pembimbing, guru, dan
yang memerlukan
orang tua dalam
bimbingan khusus.
memahami kesulitan
g. Menentukan tingkat
anak.
pencapaian untuk setiap
anak.

 Ciri-ciri Tes Yang Baik

Sebuah tes dikatakan baik jika memenuhi persyaratan:


1. Bersifat valid atau memiliki validitas yang cukup tinggi. Suatu tes dikatakan valid bila
tes itu isinya dapat mengukur apa yang seharusnya di ukur, artinya alat ukur yang
digunakan tepat
2. Bersifat reliable, atau memiliki reliabelitas yang baik. Reliabelitas sering diartikan
dengan keterandalan. Suatu tes dikatakan relliabel jika tes itu diberikan berulang-
ulang memberikan hasil yang sama.
3. Bersifat praktis atau memiliki kepraktisan. Tes memiliki sifat kepraktisan artinya
praktis dari segi perencanaan, pelaksanaan tes dan memiliki nilai ekonomi tetapi harus
tetap mempertimbangkan kerahasiaan tes.

Namun syarat minimum yang harus dimiliki oleh sebuah tes yang baik adalah valid dan
reliable.

 Langkah-langkah Pengembangan Tes


Ada enam tahap dalam merencanakan dan menyusun tes agar diperoleh tes yang baik,yaitu:

1. Pengembangan spesifikasi tes

Spesifikasi tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan keseluruhan kualitas tes dan ciri-ciri
yang harus dimiliki oleh tes yang akan dikembangkan. Hal yang perlu diperhatikan adalah :

 Menentukan tujuan, tujuan pembelajaran yang baik hendaklah berorientasi kepada


peserta didik, bersifat menguraikan hasil belajar, harus jelas dan dapat dimengerti,
mengandung kata kerja yang jelas (kata kerja operasional), serta dapat diamati dan
dapat di ukur.

11
 Menyusun kisi-kisi soal, penyusunan kisi-kisi soal bertujuan untuk merumuskan setepat
mungkin ruang lingkup, tekanan dan bagian-bagian tes sehingga perumusan tersebut
dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi penyusun tes.
 Memilih tipe soal, dalam memilih tipe soal perlu diperhatikan kesesuaian antara tipe
soal dengan materi, tujuan evaluasi, skoring, pengelolaan hasil evaluasi,
penyelenggaraan tes, serta ketersediaan dana dan kepraktisan.
 Merencanakan tingkat kesukaran soal, untuk soal objektif dapat diketahui melalui uji
coba atau dapat juga diperkirakan berdasarkan berat ringannya beban penyeleaian soal
tersebut
 Merencanakan banyak soal.
 Merencanakan jadwal penerbitan soal.

2. Penulisan soal

3. Penelaahan soal, yaitu menguji validitas soal yang bertujuan untuk mencermati apakah
butir-butir soal yang disusun sudah tepat untuk mengukur tujuan pembelajaran yang sudah
dirumuskan, ditinjau dari segi isi/materi, kriteria dan psikologis.

4. Pengujian butir-butir soal secara empiris, kegiatan ini sangat penting jika soal yang dibuat
akan dibakukan.

5. Penganalisisan hasil uji coba.

6. Pengadministrasian soal

2.1.2 Pengukuran (measurement)


Pengukuran yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan measurement dan dalam
bahasa arabnya adalah muqasayah, dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan
untuk “mengukur” sesuatu. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu
dengan atau atas dasar ukuran tertentu. Misalnya mengukur suhu badan dengan
menggunakan thermometer, hasilnya 360 celcius, 370 celcius, dan seterusnya. Dapat
dipahami bahwa pengukuran itu sifatnya kuantitatif.
Menurut Cangelosi(1995) yang dimaksud dengan pengkuran adalah suatu proses
pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang
relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini pendidik atau guru menaksir
prestasi siswa dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa,
mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakana, dan menggunakan
indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan.
12
Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu:
penggunaan angka atau skala tertentu dan menurut aturan atau formula tertentu.

Measurement merupakan proses yang mendeskripsikan performance siswa


dengan menggunakan suatu skala kuantitatif(system angka) sedemikian rupa sehingga
sifat kualitatif dari performance siswa tersebut dinyatakan dengan angka angka
(Alwasilah, 1996) Peryataan tersebut diperkuat dengan pendapat yang menyatakan
bahwa pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut atau karakter
tertentu yang dimiliki oleh seorang, atau objek tertentu yang mengacu pada aturan atau
formulasi yang jelas. Aturan atau formulasi tersbut disepakati oleh para ahli(Zainul dan
Nasution, 2001). Dengan demikian, pengukuran dalam bidang pendidikan berarti
mengukur atribut atau karakteristik peserta didik tertentu, yang diukur bukan peserta
didik tetapi karakteristik atau atributnya. Menurut Ari Kunto, pengukuran merupakan
kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya
menjadi kuantitatif.

Pada dasarnya pengukuran merupakan kegiatan penentuan angka bagi suatu objek
secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan usaha untuk menggambarkan
karakteristik suatu objek. Kemampuan seseorang dalam bidang tertentu dinyatakan
dengan angka. Dalam menentukan karakteristik individu, pengukuran yang dilakukan
harus sedapat mungkin mengandung kesalahan yang kecil. Kesalahan yang terjadi pada
pengukuran ilmu-ilmu alam lebih sederhana dibandingkan dengan kesalahan
pengukuran pada ilmu-ilmu sosial. Kesalahan pada ilmu-ilmu alam sebagian besar
disebabkan oleh alat ukurnya, sedangkan kesalahan pengukuran dalam ilmu-ilmu sosial
bisa disebabkan oleh alat ukur, cara mengukur, dan keadaan objek yang diukur
(Djemari Mardapi, 2008).

Pengukuran yang bersifat kuantitatif itu dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu: (1) Pengukuran yang dilakukan bukan untuk menguji sesuatu, seperti pengukuran
yang dilakukan oleh seorang penjahit mengenai panjang lengan, kaki, lebar bahu,
ukuran pinggang dan lain-lain. (2) Pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu,
seperti pengukuran untuk menguji daya tahan mesin sepeda motor, pengukuran untuk
menguji daya tahan lampu pijar, dan lain-lain. (3) Pengukuran untuk menilai yang
dilakukan dengan menguji sesuatu, seperti pengukuran kemajuan belajar peserta didik
dalam rangka mengisi nilai rapor yang dilakukan dengan menguji mereka dalam bentuk

13
tes hasil belajar. Pengukuran jenis ketiga inilah yang dikenal dalam dunia pendidikan
(Anas Sudiyono, 1996).

Hal-hal yang termasuk evaluasi hasil belajar meliputi alat ukur yang digunakan,
cara menggunakan, cara penilaian, dan evaluasinya. Alat ukur yang digunakan bisa
berupa tugas-tugas rumah, kuis, ujian tengah semester (UTS), dan ujian akhir semester
(UAS). Pada prinsipnya, alat ukur yang digunakan harus memiliki bukti kesahihan
(validitas) dan kehandalan (reliabilitas) yang tinggi.

Kesahihan atau validitas alat ukur dapat dilihat dari konstruk alat ukur, yaitu
mengukur sesuatu yang direncanakan akan diukur. Menurut teori pengukuran, substansi
yang diukur harus satu dimensi. Aspek bahasa, kerapian tulisan tidak diskor atau
diperhitungkan bila tujuan pengukuran adalah untuk mengetahui kemampuan peserta
didik dalam mata pelajaran tertentu. Konstruksi alat ukur dapat ditelaah pada aspek
materi, teknik penulisan soal, dan bahasa yang digunakan. Pakar di bidangnya atau
teman sejawat merupakan penelaah yang baik untuk memberikan masukan tentang
kualitas alat ukur yang digunakan termasuk tes.

Kesahihan alat ukur juga bisa dilihat dari kisi-kisi alat ukur. Kisi-kisi ini berisi
materi yang diujikan, bentuk dan jumlah soal, tingkat berpikir yang terlibat, bobot soal,
dan cara penskoran. Kisi-kisi yang baik adalah yang mewakili bahan ajar. Untuk itu
pokok bahasan yang diujikan dipilih berdasarkan kriteria: (1) pokok bahasan yang
esensial, (2) memiliki nilai aplikasi, (3) berkelanjutan, (4) dibutuhkan untuk
mempelajari mata pelajaran yang lain. Hal lain yang penting adalah lamanya waktu
yang disediakan untuk mengerjakan soal ujian. Ada yang berpendapat, kisi-kisi ini
sebaiknya disampaikan kepada peserta didik.

Hasil pengukuran harus memiliki kesalahan yang sekecil mungkin. Tingkat


kesalahan ini berkaitan dengan kehandalan alat ukur. Alat ukur yang baik memberi hasil
konstan bila digunakan berulang-ulang, asalkan kemampuan yang diukur tidak berubah.
Kesalahan pengukuran ada yang bersifat acak dan ada yang bersifat sistematik.
Kesalahan acak disebabkan situasi saat ujian, kondisi fisik-mental yang diukur dan
yang mengukur bervariasi. Kondisi mental termasuk emosi seseorang bisa bersifat
variatif, dan variasinya diasumsikan acak. Hal ini untuk memudahkan melakukan
estimasi kemampuan seseorang.

14
Kesalahan yang sistematik disebabkan oleh alat ukurnya, yang diukur, dan yang
mengukur. Ada guru yang cenderung membuat soal tes yang terlalu mudah atau sulit,
sehingga hasil pengukuran bisa underestimate atau overestimate dari kemampuan yang
sebenarnya. Setiap orang yang dites, teramsuk peserta didik, tentu memiliki rasa
kecemasan walau besarnya bervariasi. Apabila ada peserta didik yang selalu memiliki
tingkat kecemasan tinggi ketika dites, hasil pengukurannya cenderung underestimate
dari kemampuan yang sebenarnya.

Dalam melakukan pengukuran, guru bisa membuat kesalahan yang sistematik.


Kesalahan ini bisa terjadi pada saat penskoran, ada guru yang "pemurah" dan ada guru
yang "mahal" dalam memberi skor. Bila murah dan mahal ini berlaku pada semua
peserta didik, maka akan terjadi kesalahan yang sistematik. Sebalikya, bila hanya
berlaku kepada peserta didik tertentu, maka akan terjadi bias dalam pengukuran.

Demikian kompleksnya masalah pengukuran sehingga dibutuhkan teori


pengukuran. Saat ini ada dua teori pengukuran yang digunakan secara luas, yaitu teori
tes klasik dan teori modern. Teori tes klasik berasumsi bahwa skor yang didapatkan
seseorang dari hasil suatu pengukuran dapat diuraikan menjadi skor yang sebenarnya
dan skor kesalahan. Asumsi lainnya adalah bahwa tidak ada hubungan antara skor yang
sebenarnya dengan skor kesalahan. Dari kedua asumsi dasar ini, selanjutnya
dikembangkan formula-formula atau rumus-rumus untuk mengetahui indeks kesahihan
(validitas) dan indeks kehandalan (reliabilitas).

Ada beberapa kelamahan teori tes klasik, dan yang paling menonjol adalah
ketergantungan statistik butir pada karakteristik kelompok yang diukur. Dengan
demikian, besarnya statistik butir bervariasi dari satu kelompok terhadap kelompok
yang lain. Akibatnya, sulit membandingkan kemampuan kelompok yang satu dengan
kelompok lainnya, apalagi antar individu. Kelemahan ini sudah lama disadari, yaitu
sejak dikembangkannya alat ukur yang digunakan pada bidang ilmu-ilmu alam atau
teknologi. Alat ukur yang digunakan pada bidang ini tidak tergantung pada objek yang
diukur, karena karakteristiknya tidak berubah-ubah selama objek yang diukur sama. Hal
ini mudah difahami karena yang diukur adalah benda atau objek yang mati. Berbeda
dengan objek pada bidang pendidikan, yaitu manusia. Keadaan manusia seperti kondisi
senang dan susah, selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga hasil pengukuran yang
diperoleh belum tentu menunjukkan karakteristik individu yang sebenarnya. Oleh

15
karena itu, dikembangkan teori pengukuran yang dapat mengatasi kelemahan teori
klasik.

Teori klasik yang berkembang pada saat ini –yang disebut dengan teori modern-
menggunakan beberapa asumsi dasar. Asumsi utamanya adalah peluang seseorang
menjawab benar suatu butir tidak ditentuka oleh peluang menjawab butir yang lain,
yang dikenal dengan asumsi independen. Teori modern ini berusaha untuk
mengembangkan suatu analisis yang menghasilkan estimasi kemampuan seseorang
tanpa dipengaruhi oleh alat ukur yang digunakan. Demikian juga statistik butir
diusahakan agar tidak tergantung pada karakteristik individu yang diukur. Berdasarkan
sifat-sifat ini, teori tes modern dikembangkan oleh banyak pakar pengukuran di dunia
ini.

2.1.3 Penilaian (asesment)


Penilaian merupakan komponen penting dalam proses dan penyelenggaraan
pendidikan. Upaya menigkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui
peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaiannya. Keduanya saling
terkait. Sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas yang baik. Kualitas
pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya, sistem penilaian
yang baik akan mendorong guru untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan
memotivasi peserta didik untuk belajar dengan lebih baik. Oleh karena itu, dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan diperlukan perbaikan sistem penilaian yang
diterapkan.

a. Definisi Asesment Menurut beberapa Ahli


 Menurut Linn dan Gronlund (Uno dan Satria, 2012), asesmen (penilaian) merupakan
suatu istilah umum yang meliputi tentang belajar siswa (observasi, rata-rata
pelaksanaan tes tertullis) dan format penilaian kemajuan belajar. Selain itu, asesmen
didefinisikan juga sebagai sebuah proses yang ditempuh untuk mendapatkan
informasi yang digunakan dalam rangka membuat keputusan-keputusan mengenai
para siswa, kurikulum, program-program, dan kebijakan pendidikan, metode atau
instrumen pendidikan lainnya oleh suatu badan, lembaga, organisasi atau institusi
resmi yang menyelenggarakan suatu aktivitas tertentu.

16
 Menurut Angelo dan Croos (Abidin, 2014), asesmen atau penilaian merupakan sebuah
proses yang didesain untuk membantu guru menemukan hal-hal yang telah dipelajari
siswa di dalam kelas dan tingkat keberhasilannya dalam pembelajaran.
 James A. Mc. Lounghlin & Rena B Lewis mendefinisikan asesmen sebagai proses
sistematika dalam mengumpulkan data seseorang anak yang berfungsi untuk melihat
kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk
menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan. Berdasarkan informasi tersebut guru
akan dapat menyusun program pembelajaran yang bersifat realitas sesuai dengan
kenyataan objektif.
 Asesmen menurut Dariyanto (2010:130) adalah suatu proses untuk menyimpulkan
hasil pengukuran melalui analisis yang sistematis dengan menggunakan kriteria
seperti baik, buruk, cocok tidak cocok sesuai dengan penilaian kriteria masing-
masing.
 Penilaian menurut Zaenal Arifin (2009:2) merupakan suatu proses atau kegiatan yang
sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan
hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan
kriteria dan pertimbanagan tertentu.
 Haryati (2009:15) berpendapat lain, ia mengungkapkan bahwa penilaian (assessment)
merupakan istilah yang mencakup semua metode yang biasa dipakai untuk
mengetahui keberhasilan belajar siswa dengan cara menilai unjuk kerja individu
peserta didik atau kelompok.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penilaian


adalah suatu proses pengumpulan informasi secaramenyeluruh yang dilakukan secara terus
menerus untuk mengetahuikemampuan atau keberhasilan siswa dalam pembelajaran dengan
menilaikinerja siswa baik kinerja secara individu maupun dalam kegiatankelompok. Penilaian
itu harus mendapatkan perhatian yang lebih dariseorang guru. Dengan demikian, penilaian
tersebut harus dilaksanakandengan baik, karena penilaian merupakan komponen vital (utama)
daripengembangan diri yang sehat, baik bagi individu (siswa) maupun
bagiorganisasi/kelompok.
Menurut TGAT (1987), penilaian atau asesmen mencakup semua cara yang digunakan
untuk unjuk kerja individu. Proses asesmen meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang
pencapaian belajar peserta didik. Bukti ini tidak melalui tes saja, tetapi juga dikumpulkan
melalui pengamatan atau laporan diri (self report). Definisi penilaian berkaitan dengan semua
proses pendidikan, seperti karakteristik peserta didik, karakteristik metode mengajar,
kurikulum, fasilitas, dan administrasi.
17
Seperti yang telah diuraikan di atas, penilaian mencakup cara yang digunakan untuk
menilai unjuk kerja individu. Penilaian berfokus pada individu, yaitu prestasi belajar yang
dicapai oleh individu. Proses penilaian meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian
kemajuan belajar peserta didik. Bukti ini tidak selalu diperoleh melalaui tes saja, tetapi juga
bisa dikumpulkan melalui pengamatan atau laporan diri. Penilaian memerlukan data yang
baik mutunya sehingga perlu didukung oleh proses pengukuran yang baik.
Paradigma penilaian sebagai suatu pembelajaran peserta didik telah dirintis lebih dari
20 tahun yang lalu, yaitu sebagai contoh cara mengubah lembaga melalui proses penilaian
(Berno,1994). Pendekatan yang digunakan ini merupakan penegasan bahwa penilaian
merupakan bagian dari cara membelajarkan seseorang. Evaluasi hasil belajar yang dalam
pelaksanaannya didahului penilaian harus mampu mendorong peserta didik belajar lebih baik
dan juga mendorong guru untuk mengajar lebih baik.

Menurut (Chittenden, 1991), kegiatan penilaian dalam proses pembelajaran perlu


diarahkan pada 4 hal:

 Penelusuran: yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menelusuri apakah proses


pembelajaran telah berlangsung sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Untuk
kepentingan ini, guru mengumpulkan berbagai informasi sepanjang semester atau
tahun pelajaran melalui berbagai bentuk pengukuran untuk memperoleh gambaran
tentang pencapaian kemajuan belajar anak.
 Pengecekan: yaitu untuk mencari informasi apakah terdapat kekurangan-kekurangan
pada peserta didik selama proses pembelajaran. Dengan melakukan berbagai bentuk
pengukuran, guru berusaha untuk memperoleh gambaran menyangkut kemampuan
peserta didiknya, apa yang telah berhasil dikuasai dan apa yang belum dikuasai.
 Pencarian: yaitu untuk mencari dan menemukan penyebab kekurangan yang muncul
selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan jalan ini, guru dapat segera mencari
solusi untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul selamaproses belajar
berlangsung.
 Penyimpulan: yaitu untuk menyimpulkan tentang tingkat pencapaian belajar yang
telah dimiliki peserta didik. Hal ini sangat penting bagi guru untuk mengetahui tingkat
pencapaian yang diperoleh peserta didik. Selain itu, hasil penyimpulan ini dapat
digunakan sebagai laporan hasil tentang kemajuan belajar peserta didik, baik untuk

18
peserta didik itu sendiri, sekolah, orang tua, maupun pihak-pihak lain yang
berkepentingan.
Tujuan penilian dalam bidang pendidikan adalah untuk meningkakan kinerja individu
atau lembaga. Usaha peningkatan kinerja harus didasarkan pada kondisi saat ini yang
diperoleh melalui kegiatan penilaian atau asessmen. Data untuk kepentingan penilaian
diperoleh dengan menggunakan alat ukur. Alat ukur yang banyak digunakan dalam penilaian
pendidikan adalah tes. Agar diperoleh data yang akurat, tes yang digunakan harus memiliki
bukti-bukti tentang kesahihan dan kehandalannya. Dengan demikian, peningkatan kualitas
pendidikan memerlukan alat ukur yang sahih dan handal.

b. Tujuan dan Fungsi Asesment (Penilaian)


a. Tujuan Asesment
Adapun tujuan dilakukannya asesmen dalam proses pembelajaran dijelaskan
pula oleh Sudjana (2005) yaitu sebagai berikut :
1) Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui
kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran
yang ditempuh;
2) Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni
seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah
tujuan pendidikan yang diharapkan;
3) Menentukan tindak lanjut hasil asesmen, yakni melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi
pelaksanaannya;
4) Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada
pihak-pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, penggunaan jenis
assessment yang tepat akan menentukan keberhasilan dalam memperoleh
informasi yang berkenaan dengan proses pembelajaran.
b. Fungsi Asesment / Penilaian
Dengan mengetahui makna dari penilaian, maka dapat dikatakan bahwa
tujuan asesmen menurut Suharsimi Arikunto (2005:10-11) adalah :
a) Penilaian berfungsi selektif, artinya dengan mengadakan penilaian guru
memiliki cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya.
b) Penilaian berfungsi diagnostik. Apabila alat yang digunakan dalam penilaian
cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan dapat
mengetahui kelemahan siswa. Di samping itu, diketahui pula sebab-musabab
kelemahan itu.

19
c) Penilaian berfungsi sebagai penempatan. Pendekatan yang lebih bersifat
melayani perbedaan kemampuan adalah pengajaran secara kelompok. Untuk
dapat menentukan secara pasti di kelompok mana siswa akan ditempatkan,
digunakan suatu penilaian. Sekelompok siswa yang memiliki hasil penilaian
yang sama akan berada di dalam kelompok yang sama.
d) Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan. Fungsi ini dimaksudkan
untuk mengetahui sejauh mana program berhasil diterapkan. Keberhasilan
program ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor guru, metode mengajar,
kurikulum, sarana, dan sistem administrasi.

Menurut Unodan Satria (2012) fungsi penilaian dibagi menjadi menjadi


beberapa bagian. Pertama, fungsi penilaian pendidikan bagi guru adalah untuk (a)
mengetahui kemajuanbelajar peserta didik, (b) mengetahui kedudukan masing-masing
individu peserta didik dalam kelompoknya,(c) mengetahui kelemahan-kelemahancara
belajar-mengajar dalam proses belajar mengajar, (d) memperbaiki prosesbelajar-
mengajar, dan (e) menentukan kelulusan murid. Sedangkan bagimurid, penilaian
pendidikan berfungsi untuk (a) mengetahui kemampuan danhasil belajar, (b)
memperbaiki cara belajar, dan (c) menumbuhkan motivasibelajar. Fungsinya bagi
sekolah adalah (a) mengukur mutu hasil pendidikan,(b) mengetahui kemajuan dan
kemunduran sekolah, (c) membuat keputusankepada peserta didik, dan (d)
mengadakan perbaikan kurikulum.
Secara lebih rinci, Purwanto mengelompokkan fungsi penilaiandalam kegiatan evaluasi
pendidikan dan pengajaran, yakni:
1) Untukmengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa
setelahmengalami atau melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu
tertentu.
2) Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran.Pengajaran
sebagai suatu sistem terdiri dari beberapa komponen yangsaling berkaitan satu
sama lain. Komponen-kompenen yang dimaksud adalah: tujuan, materi atau
bahan pengajaran, metode dan kegiatan belajar mengajar, alat dan sumber
pelajaran, dan prosedur serta alat evaluasi.
3) Untuk keperluan Bimbingan Konseling (BK). Hasil-hasil penilaian dalam
kegiatan evaluasi yang telah dilaksanakan oleh guru terhadap siswanya dapat
dijadikan sumber informasi atau data bagi pelayanan BK oleh para konselor
sekolah atau guru pembimbing lainnya.

20
4) Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang
bersangkutan.

c. Ciri-Ciri Asesment (Penilaian) dalam Pendidikan


Ciri – ciri penilaian dalam pendidikan menurut Suharsimi Arikunto (2005:11-17), antara lain
sebagai berikut :
a) Ciri pertama, yaitu bahwa penilaian dilakukan secara tidak langsung. Contoh
kasusnya adalah mengukur kepandaian melalui ukuran kemampuan menyelesaikan
soal-soal. Sehubungan dengan tanda-tanda anak yang pandai atau inteligen,
seorang ahli Ilmu Jiwa Pendidikan bernama Carl Witherington mengemukakan
pendapatnya dan memberikan sumbangsih dalam pembentukan macam tingkatan
inteligensi (IQ) pada manusia.
b) Ciri kedua, yaitu penggunaan ukuran kuantitatif. Penilaian pendidikan bersifat
kuantitatif artinya menggunakan simbol bilangan sebagai hasil pertama
pengukuran. Setelah itu lalu diintrepretasikan ke bentuk kualitatif.
Contoh : Ani mempunyai IQ 125 dan Ana dengan IQ 105, maka Ani termasuk anak
yang sangat pandai sedangkan Ana anak normal.
c) Ciri ketiga, yaitu bahwa penilaian pendidikan menggunakan unit-unit atau satuan-
satuan yang tetap, karena dari contoh diatas IQ 105 termasuk anak normal maka IQ
80 termasuk anak yang dungu
d) Ciri keempat, yaitu bersifat relatif artinya tidak sama atau tidak selalu tetap dari
waktu ke waktu yang lain.
e) Ciri kelima, yaitu dalam penilaian pendidikan itu sering terjadi kesalahan-
kesalahan. Kesalahan-kesalahan tersebut bisa ditinjau karena banyak faktor antara
lain terletak pada alat ukurnya, pada orang yang melakukan penilaian, pada anak
yang dinilai, atau situasi saat penilaian berlangsung.

d. Manfaat Asesment Pembelajaran


Menurut Endang Poerwanti (2001:7), asesmen pembelajaran bermanfaat untuk:
1) Memberi penjelasan secara lengkap tentang target pembelajaran yang dapat
dijelaskan; sebelum pendidik melakukan asesmen terhadap siswanya terlebih
dulu harus mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan siswa, informasi yang
dibutuhkan tentang pengetahuan, keterampilan, dan performa siswa.
Pengetahuan, keterampilan dan performa siswa yang dibutuhkan dalam
pembelajaran disebut dengan target atau hasil pembelajaran;
2) Memilih teknik asesmen untuk kebutuhan masing-masing siswa, bila mungkin
guru dapat menggunakan beberapa indikator keberhasilan untuk setiap taget
pembelajaran; masing masing target pembelajaran memerlukan pemilihan

21
teknik asesmen yang berbeda, misalnya untuk dapat melakukan asesmen
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dalam matematika tentu akan
sangat berbeda dengan kemampuan membaca atau mendengarkan, dan berbeda
pula untuk pemecahan masalah IPS yang memerlukan diskusi;
3) Memilih teknik asesmen untuk setiap target pembelajaran, pemilihan teknik
asesmen harus didasarkan pada kebutuhan praktis di lapangan dan efisiensi.
Teknik asesmen ini harus dapat mengungkapkan kemampuan khusus serta untuk
mengembangkan kemampuan siswa, sehingga ketika memilih teknik asesmen
harus pula dipertimbangkan manfaatnya untuk umpan balik bagi siswa. Sebab
itu, ketika melakukan interpretasi dari hasil asesmen haruslah dengan cermat,
dengan menghindari berbagai keterbatasan yang bersumber dari subyektifitas
pelaksana asesmen.

2.1.4 Evaluasi (Evaluation)


Evaluasi berasal dari akar kata bahasa Inggris value yang berarti nilai, jadi istilah
evaluasi sinonim dengan penilaian. Evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan
dalam meningkatkan kualitas, kinerja, atau produktifitas suatu lembaga dalam
melaksanakan programnya. Fokus evaluasi adalah individu, yaitu prestasi belajar yang
dicapai kelompok atau kelas. Melalui evaluasi akan diperoleh informasi tentang apa
yang telah dicapai dan apa yang belum dicapai. Selanjutnya, informasi ini digunakan
untuk perbaikan suatu program.

Evaluasi menurut Griffin & Nix (1991) adalah judgment terhadap nilai atau
implikasi dari hasil pengukuran. Menurut definisi ini selalu didahului dengan kegiatan
pengukuran dan penilaian. Menurut Tyler (1950), evaluasi adalah proses penentuan
sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Masih banyak lagi definisi tentang
evaluasi, namun semuanya selalu memuat masalah informasi dan kebijakan, yaitu
informasi tentang pelaksanaan dan keberhasilan suatu program yang selanjutnya
digunakan untuk menentukan kebijakan berikutnya.

Evaluasi secara singkat juga dapat didefinisikan sebagai proses mengumpulkan


informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok. Hasil evaluasi
diharapkan dapat mendorong guru untuk mengajar lebih baik dan mendorong peserta
didik untuk belajar lebih baik. Jadi, evaluasi memberikan informasi bagi kelas dan guru
untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Informasi yang digunakan untuk

22
mengevaluasi program pembelajaran harus memiliki kesalahan sekecil mungkin.
Evaluasi pada dasarnya adalah melakukan judgment terhadap hasil penilaian, maka
kesalahan pada penilaian dan pengukuran harus sekecil mungkin.

Stark dan Thomas (1994) menyatakan bahwa evaluasi yang hanya melihat
kesesuaian antara unjuk kerja dan tujuan telah dikritik karena menyempitkan fokcus
dalam banyak situasi pendidikan. Hasil yang diperoleh dari suatu program
pembelajaran bisa banyak dan multi dimensi. Ada yang terkait dengan tujuan ada yang
tidak. Yang tidak terkait dengan tujuan bisa bersifat positif dan bisa negatif. Oleh
karena itu, pendekatan goal free dalam melakukan evaluasi layak untuk digunakan.
Walaupun tujuan suatu program adalah untuk meningkatkan prestasi belajar, namun
bisa diperoleh hasil lain yang berupa rasa percaya diri, kreatifitas, kemandirian, dan
lain-lain.

Astin (1993) mengajukan tiga butir yang harus dievaluasi agar hasilnya dapat
meningkatkan kualitas pendidikan. Ketiga butir tersebut adalah masukan, lingkungan
sekolah, dan keluarannya. Selama ini yang dievaluasi adalah prestasi belajar peserta
didik, khususnya pada ranah kognitif saja. Ranah afektif jarang diperhatikan lembaga
pendidikan, walau semua menganggap hal ini penting, tetapi sulit untuk mengukurnya.

Kondisi lingkungan sekolah ikut menentukan kualitas pendidikan, namun jarang


dievaluasi kemungkinan karena datanya tidak bisa dijaring melalui tes tertulis. Kondisi
lingkungan sekolah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu iklim akademik dan iklim
sosial. Iklim akademik berupa kegiatan akademik yang terjadi di luar kelas di dalam
sekolah, sedangkan iklim sosial merupakan hubungan antara pendidik (guru), peserta
didik, kepala sekolah, dan staf pendukung atau karyawan. Penanaman iklim akademik
dan iklim sosial yang baik ditentukan oleh pimpinan dengan dukungan dari semua
warga sekolah bersama karyawan

Hasil evaluasi pendidikan merupakan informasi yang sangat berguna bagi


pengelola pendidikan, baik yang berada pada tingkat pusat maupun di wilayah. Salah
satu tujuan evaluasi pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tampaknya
belum berhasil. Hal ini dapat terlihat dari perkembangan kualitas pendidikan dari tahun
ke tahun yang tidak berubah, walau berfluktuasi namun masih dalam kategori rendah.
Keadaan ini menunjukkan bahwa hasil evaluasi kemungkinan belum memberikan
informasi yang akurat dan rinci untuk perbaikan kualitas pendidikan.

23
Hasil evaluasi pendidikan yang bersifat nasional dapat dianalisis untuk
memperoleh informasi yang akurat untuk perbaikan kualitas pendidikan nasional.
Namun hal ini belum banyak dilakukan, sehingga tiap sekolah tidak menerima
kekurangannya secara rinci. Akibatnya, proses pembelajaran yang dilakukan di kelas
dari tahun ke tahun tidak banyak mengalami perubahan. Evaluasi pendidikan yang
bersifat nasional yang diselenggarakan setiap tahun seperti program rutin saja, karena
hasilnya belum memberikan kontribusi yang berarti terhadap peningkatan kualitas
pendidikan.

Ditinjau dari cakupannya, evaluasi ada yang bersifat makro dan ada yang mikro.
Evaluasi makro cenderung menggunakan sampel dalam menelaah suatu program dan
dampaknya. Sasaran evaluasi yang bersifat makro adalah program pendidikan, yaitu
program yang direncanakan untuk memperbaiki program pendidikan. Evaluasi mikro
sering digunakan di tingkat kelas, khususnya untuk mengetahui pencapaian kemajuan
belajar peserta didik. Pencapaian belajar ini bukan hanya yang bersifat kognitif saja,
tetapi juga mencakup semua potensi yang ada pada peserta didik. Jadi. Sasaran evaluasi
mikro adalah program pembelajaran di kelas dan yang menjadi penanggungjawabnya
adalah guru untuk tingkat sekolah, dan dosen untuk tingkat perguruan tinggi.

Evaluasi pembelajaran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu formatif dan


sumatif. Evaluasi formatif bertujuan untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
Hasil tes seperti kuis misalnya, dianalisis untuk mengetahui konsep mana yang belum
difahami sebagian besar peserta didik. Kemudian diikuti dengan kegiatan remedial,
yaitu menjelaskan kembali konsep-konsep tersebut. Evaluasi untuk perbaikan bisa
dilakukan dengan membuat angket untuk peserta didik. Angket ini berisi tentang
pertanyaan mengenai pelaksanaan pembelajaran menurut perspektif peserta didik.
Hasilnya dianalisis untuk mengetahui aspek mana yang harus diperbaiki.

Evaluasi sumatif bertujuan untuk menetapkan tingkat keberhasilan peserta didik.


Nilai yang dicapai peserta didik ditetapkan lulus atau belum. Evaluasi sumatif bisa
terdiri dari beberapa kegiatan pengukuran dan penilaian. Hal ini harus dijelaskan
kepada peserta didik di awal pelajaran, yaitu tentang penentuan nilai akhir. Bobot dari
tugas, ujian tengah semester, dan ujian akhir semester harus dijelaskan kepada peserta
didik.

24
Dampak hasil evaluasi terhadap motivasi belajar peserta didik adalah yang
meningkat, tetap, bahkan ada yang turun. Setiap peserta didik mempunyai harapan
terhadap hasil ujian (ulangan) pelajaran, yaitu besarnya prestasi yang dinyatakan
dengan dalam skor hasil tes. Harapan ini ada yang terpenuhi dan ada yang tidak
terpenuhi. Sesuai dengan karakteristik peserta didik, ada yang motivasi belajarnya naik,
ada yang tetap, dan kemungkinan ada yang turun.

Masalah yang sering timbul dalam melakukan evaluasi terletak pada tujuannya,
pendekatan yang digunakan, manfaatnya dan dampaknya, baik yang berskala makro
maupun mikro. Selain itu evaluasi pendidikan juga harus memberi manfaat kepada
peserta didik, lembaga, dan masyarakat. Oleh karena itu, apabila evaluasi pendidikan
yang digunakan tidak membawa peningkatan kualitas pendidikan pada suatu sekolah
dan tidak memberi manfaat, berarti sistem evaluasi yang digunakan atau yang
dilaksanakan belum berfungsi seperti yang diharapkan.

Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan selama ini belum memberikan sumbangan


untuk peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini disebabkan oleh sistem evaluasi yang
digunakan belum tepat seperti yang diharapkan. Usaha untuk memantau perkembangan
kualitas pendidikan, pelaksanaan kurikulum, da pembakuan kualitas pendidikan selama
ini dilakukan melalui penyelenggaraan Ujian Akhir Nasional (UAN) dan Ujian Akhir
Sekolah (UAS). Nilai rata-rata UAN secara nasional belum menunjukkan peningkatan
yang berarti. Hal ini berarti UAN belum berfungsi seperti yang diharapkan. Akibatnya
timbul berbagai pendapat di masyarakat, ada yang menyarankan untuk dihapus dan ada
yang menyarankan untuk disempurnakan. Namun semua berpendapat bahwa
pemantauan, hanya cara yang digunakan harus tepat sehingga diperoleh hasil yang
objektif (Mardapi, 1998).

Apabila kita ingin meningkatkan kualitas pendidikan maka informasi yang


dibutuhkan adalah termasuk tentang keadaan kualitas lembaga pendidikan atau sekolah.
Oleh karena itu, dibutuhkan sistem evaluasi yang lebih mampu digunakan sebagai
pendorong peningkatan kualitas pendidikan nasional. Untuk itu perlu ada evaluasi yang
sifatnya nasional, namun pesertanya tidak perlu semua peserta didik, cukup dipilih
sampel yang mewakili sekolah. Tes ini menggunakan acyan criteria, karena yang
penting adalah informasi tentang tingkat kemampuan peserta didik dibandingkan
dengan criteria. Hasilnya dianalisis dan ditindaklanjuti untuk perbaikan kualitas

25
sekolah. Pelaksanaannya tidak harus di akhir tahun pelajaran suatu jenjang pendidikan,
bisa saja di kelas 4 atau 5 SD/MI, di kelas 8 SMP/MTs, atau di kelas 11 SMA/MA.

Sementara itu, sebagian besar negara maju sangat mengembangkan sejumlah tes
baku, termasuk non tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan non akademik.
Tes ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui perkembangan kualitas pendidikan.
Sekolah di Amerika cenderung memiliki kebebasan dalam menentukan kurikulum yang
digunakan, namun tagihannya sama, yaitu prestasi yang diukur dengan tes baku,
sehingga hasilnya bisa dibandingkan antar tempat dan antar tahun. Di Jepang dan
Inggris, digunakan kurikulum nasional yang diturunkan berdasarkan kompetensi yang
ingin dicapai. Walau ada variasi dalam penggunaan kurikulum, namun sebagian besar
menggunakan tes yang bersifat nasional untuk memantau perkembangan dan
peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini perlu dicermati dan dipertimbangkan dalam
upaya memperbaiki pelaksanaan evaluasi pendidikan.

Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antara
pengukuran (measurement), penilaian (assessment), dan evaluasi (evaluation) bersifat
hirarkis. Pengukuran membandingkan hasil pengamatan dengan Kriteria, penilaian
menjelaskan dan menafsirkan hasil pengukuran, sedangkan evaluasi adalah penetapan
nilai atau implikasi suatu perilaku, bisa perilaku individu atau lembaga. Sifat yang
hirarkis ini menunjukkan bahwa setiap kegiatan evaluasi melibatkan penilaian dan
pengukuran. Penilaian berarti menilai sesuatu, sedangkan menilai itu mengandung arti
mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri pada ukuran atau
criteria tertentu, seperti menilai seseorang sebagai orang yang pandai karena memiliki
skor tes inteligensi lebih dari 120, sedangkan evaluasi menacakup baik kegiatan
pengukuran maupun penilaian.

Pengukuran

Penilaian

Evaluasi

 Tujuan Evaluasi

26
Tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

Tujuan Umum
Secara umum, tujuan evaluasi adalah:

a. Untuk menghimpun data dan informasi yang akan dijadikan sebagai bukti
mengenai taraf perkembangan atau kemajuan yang dialami peserta didik setelah
mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata
lain, tujuan umum evaluasi adalah untuk memperoleh data pembuktian yang akan
menjadi petunjuk sampai dimana tingkat pencapaian kemajuan peserta didik
terhadap tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan setelah mereka menempuh
proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
b. Untuk mengetahui tingkat efektifitas proses pembelajaran yang telah dilakukan
oleh guru dan peserta didik.

Tujuan Khusus
a. Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan.
Tanpa ada evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau rangsangan pada
diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-
masing.
b. Untuk mencari dan menemukan factor-faktor penyebab keberhasilan dan
ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga
dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.

 Tipe-tipe Evaluasi
a) Evaluasi Formatif dan Evaluasi Sumatif
 Evaluasi formatif bertujuan untuk menyempurnakan program dan memantau
kemajuan siswa. Evaluasi ini dilakukan di sela-sela program yang sedang
berlangsung, dengan tujuan agar hasilnya dapat digunakan untuk menyempurnakan
program. Pelaksanaan tes secara periodik dan dilakukan beberapa kali, seperti tes
mingguan, bulanan.
 Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan pada akhir suatu program,
misalnya akhir catur wulan, akhir semester. Nilai yang diperoleh pada evaluasi
sumatif biasanya dilaporkan dalam bentuk rapor, sementara hasilnya dinyatakan
dalam bentuk nilai tertentu atau dalam bentuk laporan secara deskriptif.

27
b) Evaluasi produk dan Evaluasi Proses
Berdasarkan atas tujuan-tujuan khusus program, dapat menekankan perhatian
pada produk yang dihasilkan dari unjuk kerja fisik, proses yang menghasilkan
produk, atau keduanya. Misalnya, dalam evaluasi produk, menentukan urutan
hasil akhir dalam perlombaan lari 10 Km hanya memerlukan catatan waktu
seorang pelari yang diperlukan untuk menempuh jarak perlombaan. Hal ini
disebut evaluasi produk.
Apabila nita menaruh minat untuk memperbaiki gaya lari para pelari, maka
kita perlu menganalisa proses terjadinya gerak lari, termasuk aspek-aspek seperti
penempatan kaki pelari, ayunan lengan, panjang langkah, kecondongan tubuh dan
sebagainya. Hal ini merupakan evaluasi proses. Untuk sebagian besar aktivitas,
harus memperhatikan keduanya baik evaluasi produk maupun proses. Beberapa
aktivitas misalnya senam, lebih banyak memberi kemungkinan untuk evaluasi
proses daripada evaluasi produk.

c) Evaluasi Acuan Patokan dan Acuan Norma


Guru, merasa perlu untuk menafsirkan arti informasi atau data yang hasil
pengetesan. Misalnya pada sebuah kelas yang terdiri atas 40 orang siswa. Siswa A
memperoleh nilai 25 dalam tes kesegaran jasmani untuk butir tes push-up.
Apabila yang diterapkan evaluasi acuan norma, maka yang digunakan sebagai
kriteria adalah norma kelompok. Misalnya kemampuan rata-rata 40 siswa dalam
push-up adalah 20 kali, maka berdasarkan rata-rata tersebut kemampuan siswa A
dapat ditafsirkan. Ini berarti, jika dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya
kemampuan siswa A berada di atas rata-rata.

Fungsi Evaluasi
Secara umum, evaluasi sebagai suatu tindakan atau proses setidak-tidaknya
memiliki tiga macam fungsi pokok yaitu (a) mengukur kemajuan, (b) menunjang
penyusunan rencana, dan (c) memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali.
Adapun secara khusus, fungsi evaluasi di bidang pendidikan dapat dilihat dari tiga segi,
yaitu (a) segi psikologis, (b) segi pedagogis-didaktik, dan (c) segi administratif.

Secara psikologis, evaluasi dalam bidang pendidikan di sekolah dapat ditilik dari
dua sisi, yaitu dari sisi peserta didik dan dari sisi pendidik. Bagi peserta didik, evaluasi
pendidikan secara psikologis akan memberikan pedoman atau pegangan batin kepada

28
mereka untuk mengenal kapasitas dan status dirinya masing-masing di tengah-tengah
kelompoknya atau kelasnya. Masing-masing mereka akan mengetahui apakan dia
termasuk siswa yang pandai, rata-rata, atau berkemampuan rendah.

Bagi guru atau pendidik, evaluasi pendidikan akan memberikan kepastian atau
ketetapan hati kepada dirinya tentang sejauh manakah usaha pendidikan-pengajaran
yang telah dilakukannya selama ini telah membawa hasil, sehingga dia secara
psikologis memiliki pedoman atau pegangan batin yang berguna untuk menentukan
langkah-langkah apa saja yang dipandang perlu dilakukan selanjutnya. Misalnya,
dengan menggunakan metode-metode mengajar tertentu, hasil belajar para peserta didik
telah menunjukkan adanya peningkatan daya serap terhadap materi yang diajarkan,
maka atas dasar evaluasi, penggunaan metode-metode tersebut perlu dipertahankan.
Sebaliknya, apabila hasil belajar para peserta didik ternyata tidak menggembirakan,
maka guru akan berusaha melakukan perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan sgar
hasil belajar peserta didiknya menjadi lebih baik.

Bagi peserta didik, secara didaktik, evaluasi pendidikan akan dapat memberikan
dorongan atau motivasi kepada mereka untuk dapat memperbaiki, meningkatkan, dan
mempertahankan prestasinya. Evaluasi belajar misalnya akan menghasilkan nilai-nilai
hasil belajar untuk masing-masing individu peserta didik. Ada peserta didik yang
nilainya jelek, karena itu dia terdorong untuk memperbaikinya, agar di waktu
mendatang nilai hasil belajarnya tidak sejelek sekarang. Ada peserta didik yang yang
nilainya tidak jelek tetapi belum dikatakan baik atau memuaskan, maka dia akan
memperoleh dorongan untuk meningkatkan prestasi belajarnya di waktu mendatang.
Ada juga peserta didik yang sudah mendapatkan nilai yang baik, dan dia tentu akan
termotivasi untuk dapat mempertahankan prestasinya pada waktu mendatang.

Secara didakti, bagi guru, evaluasi pendidikan setidaknya memiliki lima macam fungsi, yaitu:

a. Fungsi diagnostik: Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha atau prestasi yang
telah dicapai oleh peserta didiknya.
b. Fungsi penempatan: Memberikan informasi yang sangat berguna untuk mengetahui
posisi masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
c. Fungsi selektif: Memberikan bahan yang sangat penting untuk memilih dan
menetapkan status peserta didik.

29
d. Fungsi bimbingan: Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar
bagi peserta didik yang memang memerlukannya.
e. Fungsi intruksional: Memberikan petunjuk tentang sejauh mana program pengajaran
(kompetensi yang telah ditentukan) bisa tercapai.

Adapun secara administratif, evaluasi pendidikan memiliki tiga macam fungsi, yaitu:

a. Memberikan laporan
Dengan melakukan evaluasi, akan dapat disusun dan disajikan laporan mengenai
kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mereka mengikuti proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Laporan ini pada umumnya tertuang
dalam bentuk rapor (untuk siswa) dan Kartu Hasil Studi (KHS) untuk mahasiswa.
Baik rapor maupun KHS sebaiknya dikirimkan kepada orang tua/wali pada akhir
semester.
b. Memberikan informasi atau data
Setiap keputusan pendidikan harus didasarkan kepada data yang lengkap dan akurat.
Dalam hubungan ini, nilai-niliah hasil belajar para peserta didik yang diperoleh
melalui kegiatan evaluasi merupakan data yang sangat penting untuk keperluan
pengambilan keputusan pendidikan. Keputusan untuk meluluskan atau menaikkan
peserta didik harus dilakukan berdasarkan data dari kegiatan evaluasi.
c. Memberikan gambaran
Gambaran mengenai hasil-hasil yang telah dicapai dalam proses pembelajaran
tercermin antara lain dari hasil-hasil belajar para peserta didik setelah dilakukan
kegiatan evaluasi hasil belajar. Dari kegiatan evaluasi ini akan tergambar dalam
matapelajaran apa saja kemampuan para peserta didik masih memprihatinkan, dan
dalam matapelajaran apa saja prestasi mereka sudah baik.
Agar diperoleh pemahaman yang lebih baik tentang fungsi evaluasi pendidikan ini,
bisa dilihat dalam bagan berikut ini:

30
Mengukur Kemajuan
Secara
Menunjang Penyusunan
Umum
Rencana
Memperbaiki kembali

Bagi Peserta Didik:


Mengenal kapasitas dan kemampuan
Psikologis
Fungsi dirinya
Evaluasi Bagi Pendidik:
Pendidika Kepastian tentang hasil usahanya
n
Bagi Peserta Didik:
Dorongan perbaikan/peningkatan
prestasinya
Secara
Khusu Bagi Pendidik:
s Fungi Diagnostik
Didaktik Fungsi Penempatan
Fungsi Selektif
Fungsi Bimbingan
Fungsi Instruksional

Memberikan Laporan
Administra Memberikan Data
tif Memberikan Gambaran

Aspek Sasaran Evaluasi


Aspek atau sasaran evaluasi adalah sesuatu yang sesuatu yang dijadikan titik pusat
perhatian yang akan diketahui statusnya berdasarkan pengukuran. Dalam dunia
pendidikan, ada tiga aspek yang menjadi sasaran evaluasi pendidikan, yaitu aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik.

 Ranah Kognitif

Aspek atau domain kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).
Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari
jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang dmaksud
adalah (1) pengetahuan, hafalan, ingatan (knowledge), (2) pemahaman
(comprehension), (3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sintesis
(synthesis), dan (6) penilaian (evaluation).

Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali


(recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus, dan

31
lain-lain tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau
ingatan ini merupakan tingkat berpikir yang paling rendah. Salah satu contoh hasil
belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah peserta didik dapat menghafal surat
al-'Ashr, menerjemahkan dan menuliskannya kembali secara baik dan benar, sebagai
salah satu materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan guru Pendidikan Agama Islam
di sekolah. Contoh lainnya, peserta didik dapat mengingat kembali peristiwa kelahiran
Rasulullah saw.

Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami sesuatu


setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah
mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta
didik dapat dikatakan memahami sesuatu apabila dia dapat memberikan penjelasan
yang rinci tentang sesuatu tersebut dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Pemahaman merupakan tingkat berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau
hafalan. Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman adalah
peserta didik dapat menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam
surat al-'Ashr secara lancer dan jelas.

Penerapan atau aplikasi adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau


menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus,
teori dan lain-lain dalam situasi yang baru dan kongkrit. Aplikasi atau penerapan ini
adalah tingkat berpikir yang setingkat lebih tinggi daripada pemahaman. Salah satu
contoh hasil belajar kognitif jenjang aplikasi adalah peserta didik mampu memikirkan
tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan oleh Islam dalam kehidupan
sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun di masyarakat.

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu


bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami
hubungan di antara bagian-bagian tersebut. Taraf berpikir analisis adalah setingkat lebih
tinggi daripada taraf berpikir aplikasi. Contoh hasil belajar analisis adalah peserta didik
dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata kedisiplinan seorang
siswa sehari-hari di rumah, di sekolah, dan di masyarakat sebagai bagian dari ajaran
Islam.

Sintesis adalah kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses


berpikir analisis. Sintesis merupakan suatu proses berpikir yang memadukan bagian-

32
bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang
berstruktur atau berbentuk pola baru. Taraf berpikir sintesis kedudukannya setingkat
lebih tinggi daripada taraf berpikir analisis. Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada
taraf sintesis adalah peserta didik mampu menulis karangan tentang pentingnya
kedisiplinan sebagaimana telah diajarkan oleh Islam. Dalam karangannya itu, peserta
didik juga dapat mengemukakan secara jelas gagasan-gagasannya sendiri atau orang
lain, data-data atau informasi lain yang mendukung pentingnya kedisiplinan.

Penilaian atau penghargaan atau evaluasi merupakan jenjang berpikir paling tinggi
dalam ranah kognitif menurut taksonomi Bloom. Penilaian atau evaluasi merupakan
kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai, atau
ide. Misalnya, jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka dia akan mampu
memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau criteria yang
ada. Contoh hasil belajar kognitif taraf evaluasi adalah peserta didik mampu
mengidentifikasi manfaat kedisiplinan dan mudharat kemalasan sehingga pada akhirnya
dia berkesimpulan dan menilai bahwa kedisiplinan di samping merupakan perintah
Allah swt juga merupakan kebutuhan manusia itu sendiri.

Keenam jenjang taraf berpikir kognitif ini bersifat kontinum dan overlap atau
tumpang tindih, di mana taraf berpikir yang lebih tinggi meliputi taraf berpikir yang ada
di bawahnya.

 Ranah afektif

Taksonomi untuk ranah afektif dikembangkan pertama kali oleh David R.


Krathwohl dan kawan-kawan (1974) dalam bukunya yang berjudul Taxonomy of
Educational Objectives: Affective Domain. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan
dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat
diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif yang
tinggi. Cirri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai
tingkah laku, seperti perhatiannya terhadap mata pelajaran PAI, kedisiplinan dalam
mengikuti pembelajaran PAI, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak tentang
materi PAI, penghargaan dan rasa hormat terhadap guru PAI, dan lain-lain.

Ranah afektif ini oleh Krathwohl dan kawan-kawan dirinci ke dalam beberapa
jenjang atau taraf afektif, yaitu (1) penerimaan (receiving), (2) penanggapan
(responding), (3) menilai (valuing), (4) mengorganisasikan (organization), dan (5)

33
karakterisasi dengan nilai atau kompleks nilai (characterization by a value orang value
complex).

Receiving atau attending adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan


atau stimulus dari luar yang dating kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi,
gejala, dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini adalah kesadaran dan keinginan untuk
menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang
dating. Receiving atau attending juga sering diberi pengertian sebagai kemauan untuk
memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini, peserta didik dibina
agar mereka bersedia menerima nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau
menggabungkan diri ke dalam nilai itu, atau mengidentikkan diri dengan nilai itu.
Contoh hasil belajar afektif taraf receiving adalah peserta didik menyadari bahwa
disiplin wajib ditegakkan, sifat malas dan tidak berdsiplin harus disingkirkan jauh-jauh.

Responding atau menanggapi mengandung arti "adanya partisipasi aktif". Jadi,


kemampuan responding adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi
terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang ini setingkat lebih tinggi daripada
receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif jenjang responding adalah peserta didik
tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh ajaran-ajaran Islam tentang
kedisiplinan.

Valuing artinya memberikan nilai atau penghargaan terhadap suatu kegiatan atau
objek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan dirasakan akan membawa
kerugian atau penyesalan. Valuing merupakan taraf afektif yang setingkat lebih tinggi
daripada responding. Terkait dengan proses pembelajaran, peserta didik tidak hanya
mau menerima nilai yang diajarkan tetapi telah mampu untuk menilai konsep atau
fenomena, yaitu baik-buruk. Apabila peserta didik telah mampu untuk mengatakan
bahwa "itu baik atau itu buruk" maka dia sudah mampu untuk melakukan penilaian.
Nilai itu sudah mulai diinternalisasikan ke dalam dirinya, yang selanjutnya bersifat
stabil dan menetap dalam dirinya. Contoh hasil belajar afektif taraf valuing adalah
tumbuhnya kemauan yang kuat dalam diri peserta didik untuk berlaku disiplin, baik di
rumah, sekolah, maupun di masyarakat karena didasari keyakinan dan penilaian bahwa
hidup disiplin adalah baik.

34
Organization artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai
baru yang lebih universal, yang membawa kepada perbaikan umum. Mengatur atau
mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem
organisasi, termasuk di dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai yang lain,
pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh hasil belajar afektif taraf
organization adalah peserta didik mendukung penegakkan disiplin nasional yang
dicanangkan oleh pemerintah. Mengatur atau mengorganisasikan ini merupakan taraf
afektif yang setingkat lebih tinggi daripada valuing.

Characterization by a value orang value complex yakni keterpaduan semua sistem


nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Di sini proses internalisasi nilai telah menempati tempat yang tinggi dalam
suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten dalam sistemnya dan telah
mempengaruhi emosinya. Ini adalah tingkatan afektif tertinggi karena sikap batin
peserta didik telah benar-benar bijaksana. Dia telah memiliki filsafat hidup yang
mapan. Jadi pada taraf afektif ini, peserta didik telah memiliki sistem nilai yang mapan
dan mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama, sehingga
membentuk karakteristik "pola hidup". Tingkah lakunya menetap, konsisten, dan dapat
diramalkan. Contoh hasil belajar afektif ranah terakhir ini adalah peserta didik telah
memiliki kebulatan sikap. Wujudnya, peserta didik menjadikan perintah Allah swt
dalam surat al-'Ashr sebagai pegangan hidupnya dalam hal yang menyangkut
kedisiplinan, baik di rumah, sekolah, maupun di masyarakat.

 Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil
belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa
hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan
bertindak individu. Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar
psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu
sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan afektifnya.

Sebagai contoh wujud nyata hasil belajar psikomotor untuk tema kedisiplinan
dapat berupa:

35
 Peserta didik bertanya kepada guru PAI tentang contoh-contoh kedisiplinan
yang ditunjukkan oleh Rasulullah saw, para sahabat, dan ulama.
 Peserta didik mencari dan membaca buku, majalah, dan sumber informasi lain
yang memuat tentang tema kedisiplinan.
 Peserta didik dapat memberikan penjelasan kepada siapapun tentang
pentingnya kedisiplinan dalam kehidupan.
 Peserta didik menganjurkan kepada siapapun untuk berperilaku hidup disiplin.
 Peserta didik dapat memberikan contoh perilaku kedisiplinan dalam bentuk
mentaati peraturan, beribadah, belajar dan lain-lain di manapun dia berada.
 Dan lain-lain

2.2 Hubungan dan Perbedaan Antara Tes, Measurement (Pengukuran), Asesment


(Penilaian) dan Evaluasi
2.2.1 Perbedaan Asesment dan Evaluasi
Rustaman (2003) mengungkapkan bahwa asesmen lebih ditekankan pada
penilaian proses. Sementara itu pada evaluasi lebih ditekankan pada hasil belajar.
Apabila dilihat dari sisi keberpihakannya, asesmen lebih berpihak kepada kepentingan
siswa. Siswa dalam hal ini menggunakan asesmen untuk merefleksikan kekuatan,
kelemahan dan perbaikan belajar. Sementara itu evaluasi lebih berpihak kepada
kepentingan evaluator.
Yulaelawati (2004) mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan antara evaluasi
dengan asesmen. Evaluasi merupakan penilaian program pendidikan secara menyeluruh.
Evaluasi pendidikan lebih bersifat makro, meluas, dan menyeluruh. Sementara itu
asesmen merupakan penilaian dalam scope yang lebih sempit (mikro) bila dibandingkan
dengan evaluasi. Asesmen hanya menyangkut kompetensi siswa dan perbaikan program
pembelajaran.

2.2.2 Perbedaan Tes, Pengukuran dan Evaluasi


Terdapat perbedaan makna antara mengukur dan mengevaluasi. Mengukur
(Measurement) adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran tertentu, sehingga
pengukuran bersifat kuantitatif. Sementara itu evaluasi adalah pengambilan suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik-buruk. Dengan demikian pengambilan
keputusan tersebut lebih bersifat kualitatif. (Arikunto, 2003; Zainul & Nasution, 2001).
Setiap butir pertanyaan atau tugas dalam tes harus selalu direncanakan dan
mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Sementara itu tugas ataupun

36
pertanyaan dalam kegiatan pengukuran (measurement) tidak selalu memiliki jawaban
atau cara pengerjaan yang benar atau salah karena measurement tidak selalu memiliki
jawaban atau cara pengerjaan yang benar atau salah karena measurement dapat dilakukan
melalui alat ukur non-tes.

Tabel Perbedaa Antara Tes, Pengukuran, dan Penilaian

Definisi Proses Hasil

Alat ukur untuk mengukur Hasil tes atau lembar


Tes Testing
kemampuan seseorang kerja

Membandingkan
Proses untuk menentukan
hasil tes dengan Angka atau skor
Pengukuran kuantitas sesuatu yang
standar ukuran Bersifat kuantitatif
menghasilkan angka.
tertentu
Mengambil keputusan Pemberian atribut
Deskripsi
Penilaian terhadap sesuatu dengan terhadap hasil
Bersifat kualitatif
ukuran baik atau buruk. pengukuran
Pengambilan
Kegiatan yang meliputi dua
keputusan terhadap Keputusan atau
Evaluasi unsur yaitu pengukuran dan
hasil penilaian Justifikasi
penilaian.
lulus/tidak

2.2.3 Hubungan Tes, Measurement (Pengukuran), Asesment (Penilaian) dan


Evaluasi
Menurut Zainul & Nasution (2001), hubungan antara tes, pengukuran dan
evaluasi adalah sebagai berikut. Evaluasi belajar baru dapat dilakukan dengan baik dan
benar apabila menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran yang
menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Selain tes, informasi tentang hasil belajar juga
diperoleh menggunakan alat ukur non tes seperti observasi, skala rating, dan lain-lain.
Mereka juga menyatakan bahwa guru mengukur berbagai kemampuan siswa. Apabila
guru melangkah lebih jauh dalam menginterpretasikan skor sebagai hasil pengukuran
tersebut dengan menggunakan standar tertentu untuk menentukan nilai atas dasar
pertimbangan tertentu, maka kegiatan tersebut disebut evaluasi.
Untuk mengungkapkan hubungan antara asesmen dan evaluasi, Gabel (1993)
mengungkapkan bahwa evaluasi merupakan proses pemberian penilaian terhadap data
atau hasil yang diperoleh melalui asesmen. Hubungan antara asesmen, evaluasi,
pengukuran, dan testing dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

37
Gambar 1. Diagram hubungan antara peristilahan dalam asesmen & evaluasi

Contoh Hubungan Antara Tes, Non-Tes, Pengukuran, Dan Evaluasi

Tes Pengukuran Evaluasi


Soal : Seperangkat soal/ Bu Dini menghitung berapa Bu Dini menilai bahwa
tugas untuk mengamati jumlah kesalahan Ani dalam kemampuan Ani dalam
obyek menggunakan menggnakan mikroskip (ia menggunakan mikroskop
mikroskop dengan menghitung terjadi 3 kesalahan masih kurang
prosedur yang benar dari 5 tugas)

Non-Tes Pengukuran Evaluasi


Soal : Siswa ditugasi oleh Bu Ajeng membandingkan Bu Ajeng menilai bahwa
Bu Ajeng untuk menyusun laporan praktikum yang dibuat kemampuan Denta sangat
laporan pasca kegiatan Denta dengan standar kriteria baik dalam menyusun
praktikum fisika dan menghitung total skor yang laporan praktikum yang
diperoleh. Skor yang diperoleh ideal
yaitu 85

Bagan Hubungan antara Evaluasi, Asesmen, Pengukuran, dan Tes

38
39
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tes merupakan alat ukur untuk mengukur kemampuan seorang individu, kemudian
dilakukan proses untuk mengukur kemampuan individu tersebut yang disebut dengan Testing.
Setelah dilakukan testing maka menghasilkan Hasil tes atau lembar kerja. Kemudian
dilakukan Pengukuran, Pengukuran merupakan proses membandingkan hasil tes dengan
standart ukuran tertentu. Pengukuran bersifat kuantitatif karena hasil dari perbandingan
menghasilkan angka atau skor.
Langkah selanjutnya adalah penilaian, penilaian merupakan proses untuk memberikan
atribut atau deskripsi tinggi atau rendah, baik atau buruk dari hasil pengukuran yang berupa
angka tersebut. Penilaian bersifat kualitatif dikarenakan hasil dari penilaian berupa deskripsi.
Kemudian evaluasi, evaluasi adalah justifikasi atau pengambilan keputusan atas hasil
penilaian, apakah individu tersebut lulus atau tidak, naik atau tidak.

40
DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, et al.(1996). Glossary of Educational Assessment Term. Jakarta: Ministry of


Educational and Culture.
Anonim. (2014). Pengertian Asesmen. (online) http://eprints.ung.ac.id/4803/5/2012-1-86204-
131409130-bab2-29082012060719.pdf (diakses pada 21 Februari 2017)
Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya
Arikunto, S & Jabar.2004.Evaluasi Program Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara
Calongesi,J.S.1995.Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung: ITB.
Jacobs & Cgase. 1992. Developing And Using Test Effectively. San Fransisco: Jossey-Bass
Publisher
Mimin, Haryati. 2009. Model & Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan,
Jakarta:Gaung Persada
Nabhan, A. (2013). Pengertian Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi.
digilib.unila.ac.id/1040/8/BAB%20II.pdf (diakses 21 Februari 2017).
Poerwanti, E. 2001. Evaluasi pembelajaran, Modul Akta mengajar. UMM Press.
Rakhmawati. (2013). Asesmen Pembelajaran. (online)
http://digilib.uinsby.ac.id/10938/5/Bab2.pdf (diakses pada 21 Februari 2017)
Solikin. (2011). Pengertian Dan Hubungan Antara Tes, Pengukuran, Dan Evaluasi.
http://skp.unair.ac.id/repository/Guru-
Indonesia/PENGERTIANDANHUBUN_Solikan_16692.pdf (diakses 21 Februari
2017).
Sugiyatno. (2012). Test, Pengukuran, Assessmen,
Evaluasi.http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/sugiyatno-mpd/materi-
kuliah-evaluasi-bk-2.pdf (diakses 21 Februari 2017).
Wulan, Ana Ratna. Pengertian Dan Esensi Konsep Evaluasi, Asesmen, Tes, Dan Pengukuran.
http://file.upi.edu/ pengertian_asesmen.pdf (diakses pada 21 Februari 2017)
Zainul & Nasution.(2001). Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti.

41

Anda mungkin juga menyukai