Anda di halaman 1dari 25

TES

PSIKOLOGI
KONSEP DASAR TES

A. Konsep Tes
Philips (1979: 1-2) menyatakan bahwa “a test is commonly defined as a tool or
instrument of measurement that is used to obtain data about a specific trait or characteristic
of an individual or a group”. Johnson & Robert T. Johnson (2002: 62) menyatakan “tests
are given to assess student learning, to increase student learning, and to guide instruction”.
Mardapi (2008: 67) menyatakan bahwa tes adalah sejumlah pertanyaan yang membutuhkan
jawaban, atau sejumlah pernyataan yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan mengukur
tingkat kemampuan seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari orang yang di kenai tes.
Berdasarkan atas ketiga pengertian di atas dapat dikatakan bahwa tes merupakan
serangkaian butir pertanyaan dan/atau pernyataan untuk mengungkap karakteristik atau
kemampuan seseorang. Hasil tes biasanya digunakan untuk mengetahui emampuan belajar,
meningkatkan aktivitas belajar, dan meningkatkan kegiatan pembelajaran. Tes sebagai
bagian dari kegiatan pengukuran dibedakan dari jenis pengukuran lain (non tes). Salah satu
aspek yang membedakan adalah “jawabannya”. Tes, pada umumnya, menuntut jawaban
“benar” atau “salah”. Sementara itu, non tes tidak selalu dan sangat tergantung dari
karakteristik aspek yang diukur.
Pada umumnya masyarakat seringkali menyamakan istilah tes dengan pengukuran dan
evaluasi, namun demikian ketiga stilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh
deskripsi numerik dari suatu tingkatan peserta didik setelah mencapai karakteristik tertentu.
Sedangkan Evaluasi dapat dikatakan suatu kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu
program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak berharga,
dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan erat
dengan keputusan nilai (value judgement). Dalam dunia pendidikan dapat dilakukan evaluasi
terhadap kurikulum baru, kebijakan pendidikan sumber belajar tertentu atau etos kerja guru

B. Jenis tes
1. Tes Seleksi
Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan siswa baru, dimana hasil tes
digunakan untuk memilih peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak
calon peserta didik yang mengikuti tes. Materi tes pada tes seleksi merupakan materi
prasyarat untuk mengikuti program pendidikan yang akan diikuti calon peserta didik.
Materi yang diujikan terdiri atas butir-butir yang cukup sulit, sehingga calon-calon yang
tergolong memiliki kemampuan yang tinggi yang dimungkinkan dapat menjawab butir-
butir yang diujikan.
2. Tes Awal
Tes awal sering dikenal dengan pre tes, tes jenis ini dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah
dapat dikuasai oleh peserta didik. Tes ini dilaksanakan sebelum materi atau bahan
pelajaran diberikan kepada peserta didik.
3. Tes Akhir
Tes akhir sering dikenal dengan istilah post-test. Tes akhir ini dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran sudah dikuasai dengan
sebaik-baiknya oleh para peserta didik.Materi tes akhir bahan-bahan pelajaran yang telah
diajarkan kepada peserta didik, dan soal yang dibuat sama dengan soal tes awal. Dengan
demikian jika hasil post-test lebih baik dari pre tes maka pada umumnya dapat diartikan
bahwa program pengajaran telah berjalan dan berhasil dengan sebaik-baiknya.
4. Tes Diagnostik
Tes ini dilaksanakan untuk menentukan secara tepat jenis kesukaran yang
dihadapi oleh peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu. Dengan diketahui jenis-
jenis kesukaran yang dihadapi peserta didik, maka dapat dicarikan upaya berupa therapy
yang tepat. Tes diagnostik juga bertujuan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan
“apakah peserta didik sudah dapat mengusai pengetahuan yang merupakan dasar atau
landasan untuk dapat menerima pengetahuan selanjutnya?” Materi yang ditanyakan
dalam tes diagnostik ditekankan pada bahan-bahan yang sulit dipahami peserta didik.
Tes ini dapat dilaksanakan secara lisan, tertulis serta tes perbuatan.
5. Tes Formatif
Tes formatif adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui sejauh
manakah peserta didik telah memahami dan menguasai materi ajar di dalam proses
pembelajaran yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu. Tes formatif dilaksanakan
setelah suatu pokok bahasan selesai diberikan. Materi tes formatif ditekankan pada
bahan-bahan pelajaran yang diajarkan, butir-butir soal terdiri atas butir-butir soal yang
tergolong mudah maupun yang termasuk kategori sukar.
6. Tes Sumatif
Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan
program pembelajaran selesai diberikan. Tes sumatif disusun atas dasar materi pelajaran
diberikan selama satu catur wulan atau satu semester, dengan demikian materi tes
sumatif jauh lebih banyak dari pada tes formatif. Umumnya tes sumatif ilaksanakan
secara tertulis dengan tujuan agar semua peserta didik memperoleh soal yang sama.
Butir-butir soal yang iujikan dalam tes sumatif pada umumnya lebih sulit daripada butir-
butir tes formatif. Tujuan utama tes sumatif adalah untuk menentukan nilai yang
melambangkan keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, sehingga dapat ditentukan: (a) kedudukan
dari masingmasing peserta didik ditengah-tengah kelompoknya, (b) dapat tidaknya
peserta didik untuk mengikuti program pengajaran berikutnya, (c) kemajuan peserta
didik untuk diinformasikan kepada pihak orang tua yang tertuang dalam bentuk Rapor
atau Surat Tanda Tamat Belajar

C. Tes Psikologi
Tes psikologi adalah suatu pengukuran yang objektif dan terstandar terhadap sampel dari
suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk mengukur perbedaan antar
individu atau juga mengukur reaksi individu yang sama pada situasi yang berbeda (Anastasi
& Urbina, 1997). Penggunaan tes psikologi saat ini menjadi suatu bagian yang sangat
penting dalam pengukuran terhadap individu. Tes psikologi berperan sebagai alat untuk
menggali atribut psikologi individu.
Terdapat tujuh jenis tes psikologi yang beragam tergantung tujuan pengukurannya.
Pertama, tes intelegensi untuk mengukur kemampuan individu dalam cakupan umum.
Kedua, tes bakat untuk mengetahui bakat atau potensi khusus seseorang. Ketiga, tes
kreativitas untuk mengukur kapasitas individu untuk menemukan solusi yang tidak biasa dan
tidak terduga khususnya dalam memecahkan masalah yang masih samar. Keempat, tes
kepribadian untuk mengukur trait, kualitas, atau perilaku yang menunjukkan individualitas
seseorang. Kelima, tes prestasi untuk mengukur pencapaian individu setelah mempelajari
sesuatu. Keenam, tes inventori minat untuk mengukur kecenderungan seseorang pada
aktifitas atau topik-topik tertentu. Dan terakhir, tes neuropsikologi untuk mendapatkan data
mengenai keluhan gangguan kognitif (Gregory, 2004).
Hasil tes psikologi digunakan sebagai dasar informasi dalam pengambilan keputusan.
Informasi individu yang digali melalui suatu tes psikologi dapat menjadi prediktor yang
meramalkan performa individu dalam suatu tugas. Oleh karena itu tes psikologi yang akan
dipergunakan harus memenuhi kualitas psikometri yang baik agar dapat diterapkan dalam
mengukur suatu atribut psikologi pada individu (Murphy, 2005).
Tes psikologi digunakan dalam konteks industri organisasi, pendidikan atau sekolah serta
dalam konteks klinis. Dalam konteks industri organisasi tes psikologi memainkan peran
yang sangat penting, terutama dalam proses perekrutan dan seleksi karyawan. Tes psikologi
yang digunakan diantaranya tes kemampuan kognitif, tes situasional, serta tes kepribadian
objektif dan proyektif. Tes psikologi dalam konteks pendidikan berperan untuk memeriksa
intelegensi atau IQ, prestasi akademik, kepribadian, minat serta bakat. Dalam konteks klinis
peran tes sebagai alat untuk memeriksa orang-orang yang mengalami masalah perilaku
untuk emudian menetapkan keputusan-keputusan terapeutik (Anastasi, 1997).

D. Reliabilitas
Kata reliabilitas dalam Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Inggris yaitu reliability,
yang mana asalnya dari kata reliable yang mempunyai arti dapat dipercaya. Suatu instrumen
tes dikatakan dapat dipercaya (reliable) bila memberikan hasil yang tetap atau ajeg
(konsisten) bila diteskan berkali-kali. Misalnya suatu tes yang sama diberikan kepada siswa
dalam satu kelas pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam
urutan (rangking) yang sama atau ajeg dalam satu kelas tersebut. Ajeg atau tetap tidak harus
skornya selalu sama, skor yang diperoleh dapat berubah akan tetapi urutan dalam
kelompoklah yang sama. Jika dikaitkan dengan validitas maka validitas berhubungan dengan
ketepatan sedangkan reliabilitas berkaitan dengan ketepatan atau keajegan. Banyak sekali
istilah yang menuju pada reliabilitas, misalnya sperti konsistensi, keajegan, ketetapan,
kestabilan dan juga keandalan. Intrumen yang reliabel belum tentu valid. Contohnya mistar
yang patah diujungnya, bila dipakai berulang akan selalu menghasilkan data yang sama
(reliabel) akan tetapi selalu saja tidak valid. Reliabilitasisntrumen merupakan syarat untuk
pengujian validitas instrumen. Oleh karena itu meskipun instrumen yang valid biasanya pasti
reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrumen tetap perlu dilakukan. Berdasarakan pada
cara pengujian instrumen, makam reliabilitas instrumen dapat dibagi menjadi dua yaitu,
Reliabilitas Eksternal (External Reliability) dan Reliabilitas Internal (Intenal Relability).
1. Reliabilitas Eksternal
Reliabialitas eksternal didapatkan bila ukuran atau kriteria tingkat reliabilitasnya
berada di luar instrumen yang bersangkutan. Terdapat dua cara untuk menguji reliabilitas
suatu instrumen yaitu dengan metode bentuk paralel (equivalent method) dan metode tes
berulang (test-retest method).
2. Reliabilitas Internal
Reliabilitas jenis ini diperoleh dari menganalisis data dari satu kali pengumpulan
data. Berdasarkan pada sistem pemberian skor (scoring system) instumen, ada dua
metode analisis internal yaitu Instrumen Skor Diskrit dan Instrumen Skor Non Diskrit.

E. Validitas
Suatu instrumen dikatakan valid bila instrumen terebut dapat dengan tepat mengukur apa
yang hendak di ukur. Sehingga dapat dikatakan bahwa validitas berhubungan dengan
“ketepatan” dengan alat ukur. Dengan istrumen yang valid akan menghasilkan data yang
valid pula. Istilah valid sukar untuk dicari penggantinya, sebagian peneliti ada yang
menyebutknya dengan “sahih”, “tepat”, dan juga “cermat”. Secara garis besar validitas
instrumen dibedakan menjadi dua yaitu, validitas internal (internal validity) dan validitas
eksternal (eksternal validity).
1. Validitas internal
Validitas internal berkaitan dengan kriteria yang berasal dari dalam suatu
instrumen penelitian, seperti tampilan instrumen, isi dan juga kemampuan instrumen
dalam mengukur. Validitas internal disebut juga dengan Validitas Rasional, yang berarti
validitas untuk sebuah instrumen penelitian menunjuk pada kondisi yang memenuhi
syarat valid berdasarkan pada hasil penalaran atau rasionalitas. Instrumen dikatakan
mempunyai validitas Internal bila instrumen tersebut kriteria yang ada dalam instrumen
secara rasional telah mencerminkan apa yanga diukur. Validitas internal dibagi menjadi
dua, yaitu validitas isi (Content Validity) dan Validitas Konstruk (Construct Validity)
2. Validitas eksternal
Validitas Eksternal (esternal validity) dikenal juga validitas empiris (empiricial
validity). Pada validitas eksternal berdasarkan pada kriteria yang ada dari luar isntrumen
yaitu berdasarkan pada fakta empiris atau pengalaman. Kriterian yang dipakai sebagai
pembanding instrumen yaitu sesuatu yang sudah tersedian dan sesuatu yang masih belum
tersedia akan tetapi terjadi diwaktu yang akan datang. Instrumen yang sesuai dengan
kriteria yang sudah ada dikenal dengan validitas kesejajaran (concurrent validity),
sedangan instrumen yang sesuai dengan kriteria yang diprediksi akan terjadi disebut
dengan valditas prediksi (predictive validity).
TES INTELIGENSI
A. Teori Intelegensi
Intelegensi berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” yang juga berasal dari bahasa Latin
yaitu “Intellectus dan Intelligentia”. Teori tentang intelegensi pertama kali dikemukakan oleh
Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951 yang mengemukakan adanya konsep lama
mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal pikiran manusia
Menurut Thornburg (1984 : 179), inteligensi adalah ukuran bagaimana individu
berperilaku. Inteligensi diukur dengan perilaku individu, interaksi interpersonal dan prestasi.
Inteligensi dapat didefinisikan dengan beragam cara: (1) kemampuan berpikir abstrak, (2)
kemampuan mempertimbangkan, memahami dan menalar, (3) kemampuan beradaptasi
dengan lingkungan, dan (4) kemampuan total individu untuk bertindak dengan sengaja dan
secara rasional dalam lingkungan.
Winkel dan Suryabrata membuat pengelompokkan definisi dengan cara yang berbeda.
Menurut Winkel (1996:138), inteligensi dapat diberikan pengertian luas dan sempit. Dalam
arti luas, inteligensi adalah kemampuan mencapai prestasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Dalam arti sempit, inteligensi adalah kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah.
Inteligensi dalam pengertian sempit mempunyai pengertian yang sama dengan kemampuan
intelektual atau kemampuan akademik.
Menurut M Dalyono (2004: 124) intelegensi adalah kemampuan yang bersifat umum
untuk mengadakan penyesuaian terhadap sesuatu situasi atau masalah, yang meliputi
berbagai jenis kemampuan psikis seperti: abstrak, berpikir mekanis, matematis, memahami,
mengingat, berbahasa, dan sebagainya. Intelegensi juga dapat diartikan sebagai kemampuan
yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu
(M Ngalim Purwanto, 2004: 52).
Berdasarkan beberapa definisi tentang intelegensi di atas, dapat disimpulkan bahwa
intelegensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir yang dapat digunakan untuk
menyesuaikan diri terhadap kebutuhan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir yang
sesuai dengan tujuannya. Intelegensi seseorang dapat diketahui secara lebih tepat dengan
menggunakan tes intelegensi, salah satu bentuk tes intelegensi yang sampai saat ini masih
digunakan adalah tes yang diciptakan oleh Alfred Binet dan Theodore Simon pada tahun
1908 di Prancis. Tes ini terkenal dengan sebutan tes BinetSimon.
B. Tes Intelegensi (IQ)
IQ ialah angka yang mana menjelaskan tingkat kecerdasan seseorang yang dibandingkan
dengan sesamanya dalam satu populasi. Kecerdasan atau yang biasa dikenal dengan IQ
(bahasa Inggris: intelligence quotient) adalah istilah umum yang digunakan untuk
menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan
menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan,
menggunakan bahasa, dan belajar.
Tes kemampuan (inteligensi) dimaksudkan untuk mengetahui prestasi maksimal yang
diperlukan dalam meneliti kemampuan dan kecakapan. Kecakapan merupakan potensi
seseorang untuk memperoleh tindakan melalui pelatihan. Kecerdasan erat kaitannya dengan
kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan dapat diukur dengan
menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai Tes IQ.
Berikut penggolongan Intelligence Test / Tes IQ (Kecerdasan) secara lebih
rinci. Penyajiannya terbagi menjadi dua sifat berikut:
1. Soal terbuka, yaitu pada pertanyaan atau soal, belum tersedia jawabannya sehingga
peserta tes harus menjawab sesuai dengan kemampuannya. Jawabannya bisa berbeda-
beda, bergantung pada kemampuan setiap peserta tes dalam menangkap isi soal yang
diberikan.
Berikut contoh soal: Carilah angka terakhir dari deretan angka berikut ini ? 2   10  3   11
4   12   5   …?
2. Soal tertutup, yaitu pada pertanyaan atau soal sudah tersedia jawabannya sehingga
peserta tes dapat memilih jawaban yang paling benar. Soal ini relatif mudah untuk
dikerjakan, tetapi karena jawaban yang tersedia hampir mirip atau bahkan mirip,
dibutuhkan ketelitian dalam menjawab soal tes dalam waktu yang sangat singkat.
Tes Inteligensi diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:
1. Tes Kemampuan Numerik
Tes angka berfungsi untuk mengukur kemampuan seseorang dibidang angka,
dalam rangka berpikir terstruktur dan logis matematis. Tes ini meliputi tes seri angka dan
tes logika angka. Thursone mengemukakan bahwa tes kemampuan numerik ini adalah
salah satu kemampuan mental utama, mengukur kemampuan berpikir yang berkaitan
dengan bilangan dan konsep bilangan atau angka-angka.
2. Tes Kemampuan Verbal
Di bagian tes ini akan diuji sejauh mana penguasaan perbendaharaan kata dan
juga harus bisa memahami sebuah bacaan dan bisa memahami arti kata-kata tertentu. Tes
ini dibagi menjadi tes sinonim, antonim, analogi, dan perbendaharaan kata.
3. Tes Kemampuan Perseptual
Soal Tes ini berbentuk gambar/simbol yang terkadang hampir terlihat sama dan
cukup membingungkan. pilihlah jawaban yang Benar dengan Cermat dan Teliti dengan
cara menyelesaikannya dalam bentuk selanjutnya tersebut secara Logis.
4. Tes Kemampuan Spatial
Kemampuan  spasial  adalah  kemampuan  untuk menangkap dunia  ruang-visual 
secara tepat, yang  di dalamnya  termasuk kemampuan mengenal  bentuk  dan benda 
secara  tepat,  melakukan  perubahan  suatu benda  dalam pikirannya dan  mengenali
perubahan  tersebut, menggambarkan  suatu hal  atau  benda dalam pikiran  dan
mengubahnya kedalam  bentuk nyata,  mengungkapkan data  dalam  suatu   grafik serta
kepekaan terhadap keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk, dan ruang
5. Tes Kemampuan Analitik
merupakan tes penalaran yang menguji kemampuan sobat dalam menganalisa
suatu informasi berbentuk teks paragraf serta memanipulasi informasi atau data tersebut
untuk menyimpulkan suatu masalah dan mengambil suatu kesimpulan. Berbeda dengan
penalaran logis yang menggunakan prinsip-prinsip silogisme dalam mengambil
kesimpulan, penalaran analitik lebih menekankan pengambilan kesimpulan dengan
menggunakan penalaran yang bersifat analisa. Diantaranya adalah dengan menuliskan
informasi-informasi yang didapat menggunakan gambar, kemudian dari gambar itu dapat
diambil beberapa kesimpulan.
6. Tes Kemampuan Teknikal
ditujukan untuk mengukur dan mengevaluasi kemampuan kuantitatif dan logika
analisis dalam bagian teknik secara umum.

7. Tes Kemampuan Kecerdasan


Tes ini untuk mengukur kemampuan kecerdasan otak dalam menghitung jumlah
angka dengan cepat dan benar, karena dalam tes ini dibatasi oleh waktu pengerjaan yang
cukup cepat.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tes Intelegensi


1. Faktor Bawaan atau Keturunan
Berdasarkan bebrapa hasil penelitian membuktikan bahwa intelegensi berasal dari
faktor bawaan atau heriditas. Penelitian membuktian bahwa korelasi tes IQ dari satu
keluarga sekitar 0.50, dan diantara anak kembar dihasilkan korelasi tes IQ yang sangat
tinggi, yaitu mencapai sekitar 0.90. penelitian pada anak yang diadopsi menunjukkan
bahwa IQ mereka berkorelasi sekitar 0.40-0.50 dengan ayah dan ibu sebenarnya dan
sebaliknya korelasi IQ anak dengan ayah dan ibu angkat hanya berkisar 0.10-0.20. lebih
lanjut, bukti pada anak kembar yang diasuh secara terpisah menunjukkan bahwa IQ
mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, meskipun mungkin mereka tidak pernah saling
mengenal.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan dapat memberikan perubahan-perubahan yang berarti pada kapasitas
intelegensi seseorang, walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak
lahir. Intelegensi tidak dapat terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi
oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif
emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
Menurut Azwar (2011), proses lingkungan yang juga berpengaruh terhadap
intelegensi adalah proses belajar. Proses belajar menyebabkan perbedaan prilaku individu
satu dengan yang lainnya. Apa  yang dipelajari dan diajarkan pada seseorang akan
menentukan apa dan bagaimana reaksi individu terhadap stimulus yang dihadapinya.
Sikap, prilaku, reaksi emosional, dan sebagainya merupakan atribut yang dipelajari dari
lingkungan. lewat belajar, pengaruh budaya secara tidak langsung juga mempengaruhi
individu. Standar dan norma sosial yang berlaku pada suatu kelompok budaya tempat
individu berada akan menjadi acuan individu dalam berpikir dan berprilaku.
M. Ngalim Purwanto (2004: 55-56) menegaskan bahwa ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi intelegensi yang mengakibatkan terjadinya perbedaan antara intelegensi
seseorang dengan yang lain. Adapun faktor yang mempengaruhi tingkat intelegensi
seseorang, diantaranya :
1. Pembawaan : pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir
batas kesanggupan kita, yakni dapat tindaknya seseorang memcahkan suatu soal,
pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita.
2. Kematangan : tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan, tiap organ (fisik dan psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
3. Pembentukan : pembentukan ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi.
4. Minat dan pembawaan yang khas : minat mengarahkan pembuatan kepada suatu tujuan
dan merupakan dorongan bagi pembawaan itu. Dorongan-dorongan (motif-motif) yang
mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.
5. Kebebasan : kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang
tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih
metode juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.
 
D. Kaitan Tentang IQ dan Prestasi
Perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi yang pesat menimbulkan persaingan
yang ketat diberbagai bidang. Dengan adanya persaingan yang pesat maka setiap bangsa
khususnya bangsa Indonesia dituntut mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas,
karena dengan adanya sumber daya manusia yang berkualitas maka negara Indonesia dapat
bersaing dengan negara lain. Sumber daya manusia yang ada di Indonesia masih jauh
tertinggal dengan negara maju lainnya. Rendahnya kualitas sumber daya manusia di
Indonesia disebabkan karena banyak masyarakat yang tidak peduli dengan pendidikan.
Cara untuk menambah populasi yang bersekolah dan terdidik sehingga mendapat kualitas
yang baik salah satunya melalui pendidikan. Tanpa pendidikan masyarakat Indonesia akan
terpuruk dalam lingkaran kebodohan. Tujuan Pendidikan Nasional seperti yang termuat
dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 adalah untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TuhanYang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional tersebut
maka dibutuhkan sumber daya manusia yang cerdas. Kecerdasan setiap orang berbeda-beda,
ada yang cepat memahami apa yang dipelajari dan ada juga yang lamban dalam memahami
apa yang dipelajari. Kecerdasan setiap orang dapat dilihat dari hasil yang dicapai atau biasa
disebut dengan prestasi.
Menurut Syarful Bahri Djamarah (1994:19) Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang
telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi dibedakan
menjadi dua macam yaitu prestasi akademik dan prestasi non akademik. Prestasi akademik
dapat dilihat dari nilai raport sedang prestasi non akademik dapat dilihat dari bagaimana
seseorang dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Prestasi belajar setiap orang
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat intelegensi, IQ, EQ dan fasilitas
belajar. Tingkat intelegensi setiap orang tidak sama, karena tingkat intelegensi merupakan
faktor bawaan atau dasar yang dimiliki seseorang yang ikut menentukan berhasil tidaknya
dalam belajar.
Hasil dari intelegensi setiap orang khususnya siswa dapat diperoleh dengan cara
mengukur intelegensi atau biasa disebut dengan tes IQ. Dalam pengukuran ini harus dibantu
oleh tenaga ahli psikologi. Kemampuan anak untuk berprestasi tinggi disekolah tidak hanya
ditentukan oleh potensi intelegensi yang mereka miliki tetapi juga oleh berbagai hal seperti
kecerdasan emosional (EQ). Bunda Lucy (2010:53) “Kecerdasan emosi adalah bagaimana
seseorang menguasai emosi dan memanfaatkannya dengan optimal sehingga akan
mengakibatkan peningkatan dalam hal kecerdasan kognitif (IQ)”. Kecerdasan emosional
mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi
diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan
hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar
beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam
orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya,
kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin diri dan lingkungan
sekitarnya.
Dengan memiliki kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional yang tinggi maka
dapat dipastikan prestasi belajar yang diraih oleh peserta didik akan lebih optimal dari siswa
yang memiliki kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional yang rendah, sehingga dari
uraian di atas penulis mencoba untuk membuat makalah tentang “Peranan Intelegensi, IQ dan
EQ dalam meningkatkan prestasi belajar siswa”.
TES INVENTORI
A. Pengantar Tes Inventori
Tes inventori adalah tes-tes yang terutama menggunakan paper and pencil. Tes inventori
merupakan self report Questionnare, untuk menentukan karakteristik-karakteristik
kepribadian, minat (interested), sikap (attitude), dan nilai-nilai (value). Tes inventori sangat
berguna untuk mengetahui karakteristik kepribadian seperti minat, penyesuaian diri,
motivasi, dan prasangka. Namun perlu di ingat bahwa alat-alat tes yang digunakan umumnya
tidak ada yang sempurna dan masing-masing tes hanya menjelaskan satu atau beberapa aspek
kepribadian.
Adapun tes kepribadian merupakan sumber informasi penting lain tentang penyesuaian
seseorang. Tes memberikan kesempatan untuk mengumpulkan contoh perilaku seseorang
dalam situasi terstandar. Orang yang sedang dites disodori stimuli standar tertentu. Stimuli
itu mungkin berupa pertanyaan tertentu yang dapat dijawab dengan benar atau salah. Atau
berupa soal yang membutuhkan solusi, atau berupa bercak tinta yang sama sekali ambigu.
Stimuli yang persis sama digunakan tiap kali tes itu diberikan. Dengan cara itu klinisi bisa
yakin bahwa perbedaan dalam kinerja dapat diinterpretasi sebagai perbedaan dalam
kemampuan atau ciri-sifat (pembawaan) dan bukan perbedaan dalam situasi testing.
Personality inventory terdiri atas serangkaian pernyataan yang mudah dipahami
(straightforward); orang yang sedang dites biasanya diminta menyebutkan apakah masing-
masing pernyataan benar atau salah dalam kaitannya dengan diri sendiri. Beberapa tipe
inventori kepribadian digunakan secara luas. Sebagian dirancang untuk mengidentifikasi ciri-
sifat (pembawaan) kepribadian dalam populasi normal, dan yang lain lebih luas
memfokuskan secara khusus pada masalah psikologis.
Berbagai macam alat tes kepribadian yang dipakai oleh para psikolog. Mulai dari tes
inventori sampai pada tes grafis (proyektif), dimana masing-masing jenis tes saling
melengkapi satu sama lain. Kepribadian seseorang itu berbeda-beda, punya ke-khasan
masing-masing. Mulai dari pribadi orang daerah Timur sampai Barat Indonesia, tidak ada
yang sama. Dalam satu keluarga pun kepribadian seseorang itu berbeda. Oleh karena
perlakuan yang diterima pada saat usia perkembangan hingga dewasa setiap orang berbeda.
Mulai dari aspek pendidikan, sikap orang tua, sikap keluarga dekat, teman dekat, tetangga,
kebiasaan, tontonan, bacaan, kesukaan, dan sebagainya, pasti berbeda.
Disinilah kita bisa memahami, diperlukannya sebuah perlakuan yang berbeda dari setiap
orang dalam mengungkap kepribaiannya. Mulai dari sisi, pilihan-pilihan alternatif jawaban
yang paling dekat sampai yang paling jauh alias sesuai tidak sesuai dengan kebiasaannnya.
Menggunakan pertimbangan tersebut diatas makanya disusunlah perangkat tes kepribadian
dalam bentuk inventori.

B. Latar Belakang dan Sejarah Tes Inventori


Sejarah Tes Inventori Dimulai pada tahun 1880-an oleh Sir Francis Galton, merupakan
orang yang pertama kali membuat laboratorium untuk mengukur perbedaan individual, salah
satu hasil terbesar dari riset yang dilakukannya adalah munculnya teknik kuesioner sebagai
prosedur standar dalam penelitian kepribadian. G. Stanley Hall memperluas metode tersebut
dengan menggunakan data dari sampel sejumlah orang dewasa, untuk menggambarkan tren
perkembangan kepribadian pada remaja. Sedangkan inventori pertama yang dikembangkan
untuk melakukan penilaian terhadap kepribadian individu adalah the Woodworth Personal
data Sheet ( 1917 ). Instrumen ini digunakan pertama kali untuk kepentingan Perang Dunia I.
Pada waktu itu Departemen Pertahanan AS ingin mendeteksi kemungkinan adanya tentara
yang gagal di medan perang, namun metode wawancara klinis tidak praktis untuk
diaplikasikan secara massal. Robert Sessions Woodworth membuat daftar dari beberapa
gejala yang banyak diungkap oleh para psikiater dalam metode wawancara, seperti : “Apakah
anda sering melamun?”, “Apakah anda takut melihat darah?”, dan kemudian menyusun
daftar tersebut menjadi sebuah instrumen penilaian. Para tentara yang dilaporkan memiliki
banyak gejala harus mengikuti pemeriksaan lebih lanjut. Meskipun dianggap kurang peka
dalam untuk mengukur populasi yang besar, instrumen ini terbukti mampu mendeteksi para
tentara yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri, dengan lebih ekonimis dan
efisien.
Pada tahun 1959, tercatat ada 96 tes-tes non-projective character dan tes-tes kepribadian.
Atas dasar alasan itulah, maka Starke R. Harthway menyatakan bahwa dalam pemakaian tes
inventori perlu diperhatikan validitas atau kontrol eksperimental yang ketat, serta moralitas
yang tinggi. Pengaruh metode eksperimen dari lapangan fisika melahirkan teknik inventorial
dalam tes psikologi. Dengan teknik ini, tes psikologi mengakami kemajuan yang pesat,
namun banyak pula dampak negatifnya karena penelitian yang diadakan merupakan
pemborosan selain itu masih banyak tes inventori yang diragukan signifikansinya walaupun
jumlahnya sudah beragam. Seiring dengan waktu, item-item dalam Woodworth semakin
dikembangkan dan isinya mulai bergeser disesuaikan dengan tujuan penggunaannya, mulai
dari pengukuran secara pribadi maupun untuk kebutuhan institusi tertentu. Inventori self-
report mulai berkembang menjadi beragam instrumen dengan beraneka fungsi dan manfaat.
Beberapa inventori dikembangkan desain untuk membantu mengenali apakah individu
berada dalam rentang normal, inventori semacam ini biasanya dimanfaatkan sebagai alat
bantu untuk mengukur pemahaman diri, atau untuk membantu kegiatan bimbingan yang
dilakukan oleh konselor, pendidik, atau praktisi dunia industri. Ada juga inventori yang
disusun untuk membantu dokter dalam membuat analisa patologis pada kasus-kasus klinis.

C. Pengertian Tes Inventori


Kata inventori merupakan resapan kata dari bahasa Inggris “Inventory” yang dalam
pemaknaan bahasa indonesia baku berarti ; cadangan, stok, yang tersimpan, penggudangan,
persediaan. Dalam kehidupan sehari-hari pasti kita sudah tidak asing lagi dengan kata
inventori dan inventaris, sebenarnya kedua kata tersebut ingin mengungkapkan arti yang
sama, yang membedakan dari keduanya adalah penggunaan kata-kata tersebut. Kata
inventaris lebih familiar digunakan dalam dunia perusahaan, organisasi atau perkantoran.
Sedangkan penggunaan kata inventori lebih sering digunakan dalam dunia pendidikan /
bidang akademik, salah satunya dalam kajian ilmu psikologi mengenai pengukuran potensi
diri, bakat dan minat. Sedangkan inventori dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI)
berarti ; daftar kemampuan untuk mengukur karakteristik kepribadian atau keterampilan.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa dalam pemahaman yang lebih luas inventori
merupakan potensi yang tersimpan dalam diri, dan potensi tersebut dapat mengungkapkan
ciri-ciri dan arah yang lebih baik dituju oleh seseorang dalam pengembangan hidupnya.
Inventori kepribadian ialah alat untuk mengukur ciri-ciri emosional,sikap,dan hubungan antar
manusia. Pada umumnya tes atau inventori kepribadian terdiri dari sejumlah pertanyaan atau
pertanyaan yang harus dijawab oleh subyek.
D. Kelemahan dan Kelebihan Tes Inventori
Beberapa masalah dalam tes inventori kepribadian adalah:
1. Definisi kepribadian sedemikian banyak (defenisi konseptual), sehingga seleksi yang
tepat dari macam-macam definisi kepribadian perlu mendasari pemakaian tes inventori.
2. Tes inventori kepribadian tidak dapat bersifat culture free. Oleh karena itu aspek kultural
harus di pertimbangkan, padahal nilai-nilai kultur selalu berubah. Sedangkan di sisi lain
tes inventori diharapkan dapat memberikan profil kepribadian yang stabil.
3. Bila tes inventori kepribadian terlalu sensitif terhadap perubahan, maka sulit memperoleh
reliabilitas yang tinggi.
Secara umum tes inventori kepribadian memiliki beberapa kelemahan, seperti.
1. Itemnya ambigu dan perintah tidak jelas.
2. Subjek ingin menunjukkan kesan-kesan tertentu kepada penguji.
3. Kesukaran semantik, penafsiran yang berbeda
4. Sikap subjek yang tak kooperatif/defensive
5. Faking atau tidak jujur.
6. Acquiscence; bila aitem yang dibuat lebih mengarah ke jawaban-jawaban tertentu.
Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan ini, tester perlu memahami tes yang hendak
digunakan dengan baik sehingga menyajikan tes dengan baik.

E. Jenis Tes Inventori


Secara garis besar macam-macam Tes Inventori dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Tes Inventori kepribadian
a. MMPI (minnesota Personality Inventory)
b. CPI (california Psychological Inventory)
c. PIC (Personality Inventory for Children)
d. MCMI (Millon Clinical Multiaxial Inventory
e. PF (sixteen Personality Factor Questionnaire)
f. EPPS (Edward Perssonal Preference Schedule)
g. PRF (Personality Research Form)
h. Jackson Personality Inventory
2. Tes Inventory Minat
Dalam inventori minat ini mengungkap tiga aspek, yaitu Minat Jabatan, Minat
terhadap Mata Pelajaran dan,Tingkat kemampuan. Meliputi:
a. SCII (Strong-Campbell Interest Inventory)
b. JVIS (Jackson Vocationalinterest Survey)
c. KPR-V (Kuder Preference Record - Vocational)
d. CAI (Career Assessment Inventory)
e. RM (The rothwell-Miller Interest Blank)
3. Tes Inventori Nilai
Tes ini berupa suatu inventori kepribadian yang berstruktur. Inventori kepribadian
yang berstruktur ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan
tertentu yang hanya ada satu jawaban tertentu. Inventori of Values bertujuan untuk
mengungkap enam dasar minat dan motif dalam kepribadian yang relatif menonjol yaitu
teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politik, dan relegius. Meliputi:
a. Study OF Value
b. WVI (Work Value Inventory

F. Syarat Tes Inventori yang Baik


Menurut Saifuddin Azwar (2009: 34) bahwa: Apapun bentuk instrumen pengumpulan
data yang digunakan, masalah ketepatan tujuan dan penggunaan instrumen (validitas) dan
keterpercayaan hasil ukurnya (reliabilitas) merupakan dua karakter yang tidak dapat
ditawartawar, di samping tuntutan akan adanya objektivitas, efisiensi dan ekonomis. Lebih
lanjut Mahmud (2011: 165) mengatakan bahwa “untuk mendapatkan sebuah instrumen
penelitian yang baik atau memenuhi standar, ada dua syarat yang harus dipenuhi yaitu
validitas dan reliabilitas”. Hal ini dipertegas oleh Ary (2005: 293) yang mengatakan
“validitas menunjuk kepada sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang seharusnya
diukur. Sebaliknya reliabilitas mengacu kepada sejauh mana suatu alat pengukur secara ajeg
(konsisten) mengukur apa saja yang diukurnya”.
TES PROYEKSI
A. Pendahuluan
Dalam tulisan pertamanya, Dr. Leopold Bellak melacak sejarah perkembangan konsep
proyeksi yang sekarang ini sudah melebar dan longgar digunakan. Atas dasra pengujian
secara eksperimental maupun deskripsi klinis yang dikemukakan oleh Freud mengenai
proyeksi, Bellakmenyatakan perlunya menetapkan dan mengkaji kembali proses-proses
perceptual yang terlibat di dalam metode proyektif. Bellak mengemukakan konsep atau
istilah apersepsi dan distorsi aperseptif dan teori belajar Gesalt tentunya memerlukan
eksperimen dan eksplorasi lebih jauh.
Formulasi yang dilakukan oleh Bellak ini menolong dalam memecahakan beberapa
probem yang dihadapi pari klinisi yang menggunakan metode-metode proyektif.
Terbentuklah suatu jembatan yang menghubungkan psikologi nonalitik dengan psikologi
analiyik yang selama ini dipisahkan.
Perkembangan psikologi proyektif banyak didasarkan sebagai protes terhadap teori atau
aliran lama yang kebanyakan bersifat structuralism, behaviorism, yang kebanyakan
memandang individu bukan suatu whole tetapi sebagai suatu kumpulan dari berbagai aspek.
Aspek psikologis manusia yang tidak disadari sulit diungkap dalam kondisi wajar (sukar
diungkap melalui self report, inventory). Jadi dalam pendekatan proyektif diperlukan
instrument khusus yang dapat mengungkap aspek-aspek ketidaksadaran manusia --- teknik
proyektif ini kemungkinan subjek mau merespon, walaupun teknik proyektif mempunyai arti
interpretatif Teknik ini pendekatannya menyeluruh (global approach).
Ada beberapa alasan mengapa kepribadian testi tidak diungkap atau ditanyakan secara
langsung kepada testi, seperti pada personality inventories:
1. Tidak semua orang dapat mengkomunikasikan dengan jelas ide-ide dan sikap-sikap yang
ada dalam kesadarannya.
2. Umumnya lebih mudah menghindari mengatakan hal-hal tersebut walaupun tidak dengan
maksud menyembunyikannya atau menipu.
3. Banyak hal yang tidak disadari oleh seseorang, yang tentu saja ia tidak mampu untuk
mengemukakannya.
B. Sejarah Tes Proyeksi
Tes ini berawal dari lingkungan klinis dan tetap merupakan alat yang penting bagi ahli
klinis. Sejumlah metode berkembang dari prosedur terapeutis yang digunakan pada pasien
psikiatris. Dalam kerangka teoritis, kebanyakan teknik proyektif mencerminkan pengaruh
konsep psikoanalitik yang tradisional dan modern. Ada berbagai upaya yang terpisah yang
meletakkan dasar bagi teknik proyektif dalam teori stimulus respon dan dalam teori
perceptual tentang kepribadian. Asumsi dasarnya adalah apabila subjek atau individu
dihadapkan pada hal-hal yang ambiguitas maka subjek akan memproyeksikan personalitinya
melalui jawaban-jawaban terhadap stimulus itu. Syarat-syarat untuk proyeksi antara lain
diperlukan screen dan layar. Screen adalah sebuah alat tes untuk memproyeksikan gambar
dan stimulus.
Tes proyeksi adalah pengungkapan aspek psiklogis manusia dengan menggunakan alat
proyeksi. Tes ini berdasar pada eksternalisasi aspek-aspek psikis terutama aspek-aspek
ketidaksadaran ke dalam suatu stimulasi/rangsang yang kurang atau tidak berstruktur yang
sifatnya ambigious agar dapat memancing berbagai alternatif jawaban tanpa dibatasi oleh
apapun. Pelopor tes proyeksi adalah Freud (1984) dengan teori psikodinamikanya, dan
kemudian dikembangkan oleh Herman Rorschach (1921) dengan tes Rorschach dan Murray
(1935) dengan tes TAT (Thematic Apperception Test) untuk mengungkap aspek-aspek
kepribadian manusia.
Tes proyeksi memberikan stimuli yang artinya tidak segera jelas; yaitu beberapa hal yang
berarti dia mendorong pasien untuk memproyeksikan kebutuhannya sendiri kedalam situasi
tes. Tes proyeksi kemungkinan tidak mempunyai jawaban benar atau salah, orang yang diuji
harus memberikan arti terhadap stimulus sesuai dengan kebutuhan dalamnya, kemampuan
dan pertahanannya. Oleh karena tes proyektif menuntut kesimpulan yang luas atau kualitatif
(tend to subjective). Kecenderungan untuk subjektif ini dapat diatasi dengan pengetahuan,
pengalaman yang besar terhadap tes. Validitas dan reliabilitas tes rendah, karena dalam
memberikan kesimpulan sangat luas.
Pengertian proyeki tidaklah dapat didefinisikan secara pasti. Munculnya konsep-konsep
yang ingin menerangkan pengertian proyeksi diwarnai dengan problem-problem mengenai
konsep proyeksi itu sendiri. Proyeksi adalah suatu istilah yang sekarang digunakan dalam
psikologi klinis, psikologi dinamik dan psikologi sosial. Psikologi proyeksi merupakan dasar
dari berbagai macam bentuk proteksi termasuk tes-tes proyektif yang bersifat verbal maupun
non verbal. Istilah proyeksi pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud pada awal-awal
tahun 1894 dalam tulisannya “The Anxiety Neurosis” yang mengatakan bahwa “Jiwa
manusia memiliki potensi untuk mengembangkan kecemasan yang neurotis disaat dirinya
merasa tidak mampu mengatasi rangsangan atau gairah-gairah seksual. Hal itu diartikan
bahwa jiwa bertindak seolah-olah telah memproyeksikan gairah-gairah ini ke dalam dunia
luar.
Pada tahun 1896 dalam tulisan “On The Defense Neuropsychosis” Freud menyampaikan
elaborasi lebih jauh mengenai konsep proyeksi. Secara eksplisit Freud mengatakan bahwa
proyeksi merupakan proses pelampiasan keluar dorongan-dorongan, perasaan-perasaan dan
sentimen-sentimen yang ada pada diri individu ke orang lain atau dunia luar sebagai proses
yang sifatnya defensif dan individu tidak menyadari fenomena yang terjadi pada dirinya.
Freud memberi contoh elaborasi tersebut melalui kasus Schreber (penderita paranoid yang
memiliki kecenderungan homoseksual). Karena ada tekanan dari super ego yang tidak
memperbolah kan pria mencintai sejenisnya terjadi reaksi formasi dalam membentuk
menransfer suatu sikap “I Love him” menjadi “I hate him” (proyeksi benci yang sebenarnya
cinta). “I hate him” masih ada kelanjutannya menjadi “He hates him”.
Konsep proyeksi Freud ini serupa dengan konsep kompensasi dari Alder (prissip
inferioritas dan kompensasi). Sejak lahir manusia memiliki kelemahan, namun manusia tidak
putus asa dengan cara melakukan kompensasi untuk menutupi kelemahan-kelemahannya.
Bentuk kompensasi Alder ini sama dengan proyeksi. Healy, Bronner, dan Brouer
menyatakan bahwa proyeksi merupakan proses defensive dibawah kekuasan prinsip
kenikmatan. Ego akan selalu melampiaskan dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan
yang tidak disadari ke dunia. Pada dasarnya memang tidak banyak ahli yang memberikan
pengertian atau definisi mengenai proyeksi. Oleh karena itu pengertiannya pun menjadi
terbatas. Freud sebagai ahli pertama yang memberikan pengertian konsep proyeksi lebih
memfokuskan dibidang klinis karena sesuai dengan asal usulnya freud memang banyak
menemukan gejala perilaku proyeksi dari kasus-kasus klinis yaitu psikosa dan neurosa. Pada
akhirnya konsep proyeksi menjadi paling banyak dipakai dibidang klinis.
C. Pengertian Tes Proyeksi
Tes proyektif adalah alat yang memungkinkan untuk mengungkap motif, nilai, keadaan
emosi, need yang sukar diungkap dalam situasi wajar dengan cara individu memproyeksikan
pribadinya melalui objek diluar individu. Dalam tes proyeksi, bila subjek dihadapkan pada
materi atau stimulus yang sifatnya ambiguous, kemudian subjek diminta untuk memberi
respon terhadap stimulus tersebut, subjek akan memberi respon dengan cara
memproyeksikan dorongan-dorongan yang ada pada dirinya dalam perbuatan yang biasanya
melalui koreksi/kerjasama dengan tuntutan-tuntutan yang bersifat eksternal. Menurut
Murray, reaksi individu terhadap stimulus ambiguous tersebut merupakan kerjasama atau
interaksi antara need dan press yang disebut thema.
1. Verbal
Baik materi, komunikasi antara testi dengan tester dan respon subjek berwujud
verbal (lisan, maupun tulisan). Sejarah timbulnya tes proyektif verbal. Berawal dari
teknik free association dari Freud dan kemudian dikembangkan oleh:
a. Galton (1829) dalam bentuk word technique. Tujuannya untuk mengungkap
ketidaksadaran (konflik, ketegangan, frustasi), juga mengukur aktivitas sosial dan
minat individu. Awalnya tes ini digunakan untuk mengatahui eksplorasi dan proses
berpikir seseorang, menggunakan 75 kata yang masing-masing ditulis dalam satu
kartu penyajiannya. Subjek disodorkan masing-masing kartu dan menjawab atau
merespon apa yang pertana kali muncul dalam pikirannya. Jawaban boleh lebih dari
satu. Hal yang perlu diperhatikan adalah ekspresi subjek, dan bagaimana cara
menjawabnya.
b. Wundt tetap menggunakan 75 kata, hanya saja dalam menjawab subjek hanya
dibatasi satu jawaban. Tujuannya untuk lebih sempurna dalam mengungkap
ketidaksadaran subjek. Hal yang perlu diperhatikan adalah ekspresi subjek waktu
menjawab dan waktu reaksi. Mengamati waktu reaksi berguna bagi tester untuk
mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hambatan-hambatan dari subjek.
c. Rappaport menggunakan 60 kata yang didasarkan pada teori teori psikoanalisa.
Tujuannya untuk menggungkap konflik-konflik psikoseksual, kelemahan-kelamahan
dalam proses berpikir yang dihubungkan dengan konflik-konflik internal. Hal yang
perlu diperhatikan adalah waktu reaksi dan contentnya (apakah populer atau original)
d. Kent & Risanoff menggunakan 100 kata yang sifatnya umum dan netral, didasarkan
pada teori-teori psikoanalisa. Tujuannya untuk mengungkap gangguan emosi.
Jawaban subjek dicocokkan dengan standar yang ada. Bila diluar standar subjek di
perkirakan memiliki hambatan emosi.
e. J.M. Sacks Sidzney Levy menciptakan tes proyektif yang dikenal dengan nama SSCT
(Sack Sentence Completion Test) tes ini terdiri 60 item (kalimat) yang belum selesai
dan subjek diminta untuk melengkapi atau menyelesaikan dengan mengemukakkan
apa yang akan pertama kali muncul. SSCT banyak dipergunakan dalam bimbingan
dan penyuluhan atau terapi, dan secara umum mengungkap 4 hal yaitu:
1) Sikap individu terhadap keluarga
2) Sikap individu terhadap seks
3) Sikap individu terhadap hubungan interpersonal
4) Sikap individu terhadap konsep diri
2. Non verbal
Wujud materi bukan dalam bentuk bahasa. Faktor bahasa hanya berperan untuk
komunikasi antara testi dan tester.

D. Prinsip Dasar Tes Proyeksi


1. Stimulusnya bersifat tidak berstruktur yang memungkinkan subjek mempunyai alternatif
pilihan yang banyak.
2. Stimulusnya bersifat ambiguous yang memungkinkan subjek merespon stimulus atau
materi tes sesuai dengan interpretasi masing-masing.
3. Stimulusnya bersifat kurang mempunyai objektivitas relatif. Sifat ini memudahkan untuk
mendapatkan individual difference karena masing-masing subjek memiliki kesimpulan
yang berbeda-beda dalam mengamati stimulus yang dihadapkan padanya.
4. Global Approach yang artinya menuntut kesimpulan yang luas.
Sifat-sifat tersebut di atas, (terutama ciri pertama dan kedua) memungkinkan individu
memproyeksikan need, emosi, motif, dan isi ketidaksadaran lainnya. Disamping ciri-ciri di
atas ada ciri-ciri lain dari tekhnik proyektif yang mungkin hanya dimiliki oleh beberapa tes
proyektif saja contohnya TAT. Ciri-ciri tersebut adalah :
1. Polivalensi. Mempunyai banyak kemungkinan. Kartu-kartu dalam TAT terdiri dari
berbagai kemungkinan atau situasi;
a. Figur jelas-latar belakang kabur
b. Latar belakang kabur-figur jelas
c. Figur jelas-latar belakang jelas
d. Figur kabur-latar belakang kabur
2. Polisemi yaitu salah satu jelas salah satu kabur. Maksudnya, bisa figurnya yang jelas
namun latar belakangnya kabur atau sebaliknya. Dalam merespon subjek harus
mengidentifikasi/membuat kepastian pada stimulus/materi yang dibuat kabur.
3. Monosemi yaitu baik figure maupun latar belakang kedua-duanya relative jelas. Hal ini
memungkinkan untuk didapatkannya respon yang relatif sama dari para subjek.
4. Asemi yaitu baik figure maupun latar belakang kedua-duanya kabur. Stimulus/materi
demikian diyakini lebih mampu mengungkap ketidaksadaran.

E. Fungsi Tes Proyeksi


Tes proyeksi berfungsi untuk mengungkap keadaan psikologi bawah sadar manusia yang
selama ini di repres kealam bawah sadar. Melalui tes proyeksi ini diharapkan dinamika
psikologis itu dapat dikeluarkan melalui alat bantu tes-tes proyeksi. Sebagai sebuah tes, tes
proyeksi mempunyai kelebihan dan kekurangan jika dibandingkan dengan tes-tes psikologi
yang lain.

Anda mungkin juga menyukai