Anda di halaman 1dari 22

Tes Objektif dan Pengembangan Tes Objektif

(Tugas Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran)

Disusun oleh :

Kelompok :
Eko Septiansyah Putra
Dedi Yansen
M. Noviarsyah
Kadek Mistawan

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Ratu Ilma Indra Putri
Dr. Budi Santoso

Program Studi Magister Pendidikan Matematika


Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya
2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ....................................................................................... 2

PEMBAHASAN .......................................................................................... 2
1. Pengertian Tes Objektif .................................................................... 2
2. Ketepatan Penggunaan Tes Objektif ................................................. 3
3. Kelebihan dan Kelemahan Tes Objektif ........................................... 4
4. Petunjuk Penggunaan Tes Objektif ................................................. 5
5. Jenis- Jenis Tes Objektif .................................................................. 7
6. Analisis Tes .................................................................................... 14

KESIMPULAN ............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 23

TES OBJEKTIF DAN PENGEMBANGAN TES OBJEKTIF

Pendahuluan

1
Setiap kegiatan belajar harus diketahui sejauh mana proses belajar tersebut
telah memberikan nilai tambah bagi kemampuan siswa. Salah satu cara untuk
melihat peningkatan kemampuan tersebut adalah dengan melakukan tes. Tes
sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang akan diberikan kepada
siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam
bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan).
Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam menyusun tes
hasil belajar agar tes tersebut dapat mengukur tujuan instruksional khusus untuk
mata pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan keterampilan
peserta didik yang diharapkan, setelah mereka menyelesaikan suatu unit
pengajaran tertentu. Pertama, tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas
hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional. Kedua,
butir-butir tes hasil belajar harus merupakan sampel yang representative dari
populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan, sehingga dapat dianggap dapat
mewakili seluruh performance yang telah diperoleh selama pesrta didik mengikuti
suatu unit pengajaran. Ketiga, bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil
belajar harus dibuat bervariasi. Keempat, tes hasil belajar harus didasain sesuai
dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kelima, tes hasil
belajar harus memiliki realibilitas yang dapat diandalkan. Keenam, tes hasil
balajar disamping harus dapat dijadikan alat pengukur keberhasilan belajar siswa,
juga harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk
memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.
Pembahasan
1. Pengertian Tes Objektif
Tes objektif yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short
answer test) tes ya-tidak (yes-no test) dan test model baru (new tipe test) adalah
salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal (item) yang dapat
jawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu jawaban (atau lebih) di antara
beberapa kemungkinan jawaban yang dapat dipasangkan pada masing-masing
items atau dengan cara mengisikan (menuliskan) jawaban berupa kata-kata atau

2
simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan untuk
masing-masing butir items yang bersangkutan.
Dilihat dari sistem penskorannya, tes objektif akan menghasilkan skor yang
sama. Sebagaimana nama yang digunakannya, soal objektif adalah soal yang
tingkat kebenarannya objektif. Oleh karenanya, tes objektif adalah tes yang dalam
pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif (Arikunto, 1995: 165). Karena
sifatnya yang objektif maka penskorannya dapat dilakukan dengan bantuan mesin.
Soal ini tidak memberi peluang untuk memberikan penilaian yang bergradasi
karena dia hanya mengenal benar dan salah. Apabila respons siswa sesuai dengan
jawaban yang dikehendaki maka respons tersebut benar dan biasa diberi skor 1.
Apabila kondisi yang terjadi sebaliknya, maka respons siswa salah dan biasa
diberi skor 0. Jawaban siswa bersifat mengarah kepada satu jawaban yang benar
(convergence).
Merujuk kepada berbagai pendapat tentang tes objektif dapat diambil
kesimpulan bahwa tes objektif adalah tes yang semua informasi yang diperlukan
peserta tes untuk memberikan respon telah disediakan oleh penyusun tes, sehingga
peserta tes tinggal memilihnya. Jawaban yang berupa pilihan bersifat
deterministik, sehingga hanya ada dua kemungkinan kebenaran jawaban benar
atau salah.
2. Ketepatan Penggunaan Tes Objektif
Tes hasil belajar bentuk objektif sebagai salah satu bentuk tes hasil belajar
tepat digunakan apabila tester berhadapan dengan kenyataan-kenyataan
disebutkan berikut ini:
a. Peserta tes jumlahnya cukup banyak
b. Penyusun tes (tester) telah memiliki kemampuan dan bekal pengalaman yang
luas dalam menyusun butir-butir tes objektif.
c. Penyusunan tes memiliki waktu yang cukup longgar dalam mempersiapkan
penyusunan butir-butir soal test objektif.
d. Penyusun tes merencanakan, bahwa butir-butir tes soal objektif itu tidak
hanya akan dipergunakan dalam satu kali tes saja melainkan akan
dipergunakan lagi dalam kesempatan tes hasil belajar yang akan datang.
e. Penyusunan tes mempunyai keyakinan penuh bahwa dengan menggunakan
butir-butir soal tes objektif yang disusunnya itu akan dapat dianalisa dalam

3
rangka mengetahui kualitas butir-butir itemnya, misalnya dari segi derajat
kesukaran, daya pembedanya dan sebagainya.
f. Penyusunan tes objektif berkeyakinan bahwa dengan menggeluarkan butir-
butir soal tes objektif maka prinsip objektivitas akan lebih mungkin untuk
diwujudkan ketimbang menggunakan butir-butir soal tes subjektif.
3. Kelebihan dan Kelemahan Tes Objektif
Seperti halnya tes uraian, sebagai alat pengukur keberhasilan belajar peserta
didik, tes objektif ini disamping memiliki keunggulan-keunggulan juga memiliki
kekurangan-kekurangan.
Di antara keunggulan-keunggulan yang memiliki yang dimiliki oleh tes
objektif ialah bahwa:
a. Tes objetif sifatnya lebih representatif dalam hal mencakup dan mewakili
materi yang telah diajarkan kepada peserta didik atau telah diperintahkan
kepada peserta didik untuk mempelajarinya.
b. Tes objektif lebih memungkinkan bagi tester untuk bertindak lebih objektif,
baik dalam mengoreksi lembar-lembar soal, menentukan bobot skor maupun
dalam menentukan hasil nilai tesnya.
c. Mengoreksi tes objektif jauh lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan
dengan tes uraian, bahkan dapat menggunakan menggunakan alat-alat
kemajuan teknologi misalnya mesin scanner.
d. Berbedanya dengan tes uraian, maka tes objektif memberikan kemungkinan
kepada orang lain untuk ditugasi atau dimintai bantuan guna mengoreksi hasil
tes tersebut.
e. Butir-butir soal pada tes objektif jauh lebih mudah dianalisis, baik dari segi
derajat kesukarannya, daya pembedanya, validitas maupun reliabilitasnya.

Adapun dari segi kelemahan dari tes objektif antara lain adalah:
a. Menyusun butir-butir soal tes objektif adalah tidak semudah seperti halnya
menyusun tes uraian.
b. Tes objektif pada umumnya kurang dapat mungukur atau mengungkap proses
berpikir tinggi atau mendalam.
c. Dengan tes objektif, terbuka kemungkinan bagi testee untuk bermain
spekulasi, tebak terka, adu untung dalam memberikan jawaban soal.
d. Cara memberikan jawaban soal pada tes objektif dimana dipergunakan
simbol-simbol huruf yang sifatnya seragam seperti A, B, C, D dan sebagainya
ini memungkinkan peluang bagi testee untuk saling bekerja sama.

4
4. Petunjuk Penggunaan Tes Objektif
Dengan tujuan agar tes objektif betul-betul dapat menjalankan fungsinya
sebagai alat pengukur hasil belajar, maka petunjuk operasional berikut ini kiranya
dapat dijadikan pedoman dalam menyusun butir-butir item obyektif.
a. Pertama, untuk dapat menyusun butir-butir soal tes objektif yang bermutu
tinggi, pembuat tes (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) harus
membiasakan diri dan sering berlatih, sehingga dari waktu ke waktu ia akan
dapat merancang dan menyusun butir-butir soal tes objektif dengan lebih baik
dan lebih sempurna.
b. Kedua, setiap kali alat pengukur hasil belajar berupa tes obyetif itu selesai
digunakan, hendaknya dilakukan penganalisisan item dengan tujuan dapat
mengidentifikasi butir-butir item mana yang sudah termasuk dalam kategori
baik dan butir-butir item mana yang masih termasuk dalam kategori
kurang baik dan tidak baik.
c. Ketiga, dalam rangka mencegah timbulnya permainan spekulasi dan
kerjasama yang tidak sehat di kalangan testee, perlu disiapkan terlebih dahulu
suatu norma yang memperhitungkan faktor tebakan. Norma dimaksud berupa
sanksi yang akan diberikan kepada testee, di mana untuk setiap butir item
yang dijawab salah, kepada testee yang bersangkutan akan dikenai denda
berupa pengurangan skor. Dengan cara demikian maka testee diharapkan
akan bekerja secara jujur dan berusaha menjawab soal menurut keyakinannya
sendiri, sebab bukan mungkin bahwa pertolongan yang diperoleh dari
kalimat testee lainnya justru akan menjadi mala petaka bagi dirinya sendiri.
d. Keempat, agar tes obyektif disamping mengungkap aspek ingatan atau
hafalan juga dapat mengungkap aspek-aspek berpikir yang lebih dalam, maka
dalam merancang dan menyusun butir-butir item tes obyektif hendaknya
tester menggunakan alat bantu berupa tabel spesifikasi soal atau yang sering
dikenal dengan istilah blue print atau kisi-kisi soal. Dengan menggunakan
alat bantu tersebut diharapkan akan terjadi keseimbangan antara butir soal
(yang jumlahnya cukup banyak itu) dengan aspek-aspek psikologis (yang
seharusnya diungkapkan dalam tes tersebut).
e. Kelima, dalam menyusun kalimat soal-soal tes obyektif, bahasa atau istilah-
istilah yang dipergunakan hendaknya cukup sederhana, ringkas, jelas dan

5
mudah dipahami oleh testee. Susunan kalimat yang berkepanjangan istilah-
istilah yang tidak jelas atau meragukan dapat berakibat terjadinya hambatan
bagi testee untuk memberikan jawabannya.
f. Keenam, untuk mencegah terjadinya silang pendapat atau perbedaan antara
testee dengan tester, dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif hendaknya
diusahakan sungguh-sungguh agar tidak ada butir-butir yang dapat
mengahasilkan penafsiran ganda atau kerancuan dalam pemberian
jawabannya.
g. Ketujuh, cara memenggal atau memutus kalimat, membubuhkan tanda baca
seperti titik, koma dan sebagainya, penulisan tanda-tanda aljabar seperti
kuadrat, akar dan sebagainya, hendak ditulis dengan secara benar, usahakan
agar tidak terjadi kesalahan ketik atau kesalahan cetak sehingga tidak
mengganggu konsentrasi testee dalam memberikan jawaban soal.
h. Kedelapan, dengan cara bagaimanakah testee seharusnya memberikan
jawaban terhadap butir-butir soal yang diajukan dalam tes, hendaknya
diberikan pedoman atau petunjuknya secara jelas dan tegas sehingga testee
dapat bekerja sesuai dengan petunjuk umum atau petunjuk khusus yang
dicantumkan dalam lembar jawaban soal tes.

5. Jenis- Jenis Tes Objektif


5. 1. Tes Objektif Menjodohkan
5.1.1. Pengertian
Tes menjodohkan adalah butir soal atau tugas yang jawabannya dijodohkan
dengan seri jawaban. Dengan kata lain, tugas peserta tes hanya menjodohkan
premis dengan salah satu seri jawaban. Tes menjodohkan terdiri atas dua bagian
(kolom), yaitu :
Bagian pertama disebut seri stem, atau premis, atau pokok soal yang dapat
berbentuk pernyataan atau pertanyaan.
Bagian kedua disebut seri jawaban.
5.1.2. Teknik Penyusunan
a. Pastikan seri pertanyaan atau pernyataan (kolom pertama/jalur kiri) dan seri
jawaban (kolom kedua/jalur kanan) bersifat homogen, agar salah satu dari
semua seri jawaban ada kemungkinan sebagai jawaban yang benar.
b. Pastikan petunjuk mengerjakan tes jelas

6
c. Seyogyanya seri pertanyaan atau pernyataan tidak lebih dari lima item, karena
kalau lebih akan membingungkan dan mengurangi homogenitas
d. Seyogyanya seri jawaban lebih banyak dari seri pernyataan atau pertanyaan
untuk mendorong peserta tes lebih cermat.
e. Seyogyanya seri pernyataan (stem) diberi urut dengan menggunakan nomor
dan seri jawaban dengan menggunakan huruf.
f. Seyogyanya tes ditulis dalam halaman yang sama
5.1.3. Kelemahan dan Kelebihan
Kelebihan tes menjodohkan
Sangat baik untuk menguji hasil belajar tentang istilah, definisi, peristiwa,
dan penanggalan
Sangat baik untuk menguji kemampuan menghubungkan dua hal yang
berhubungan langsung dan tidak langsung
Relatif mudah dikonstruksi, khususnya dalam satu pokok bahasan tertentu.
Relatif dapat menguji banyak bahan ajar yang lebih luas.
Mudah diskor oleh dosen/guru secara langsung atau oleh orang lain, karena
sudah ada kunci jawaban
Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan secara objektif
Kelemahan tes menjodohkan
Ada kecenderungan terlalu menguji kemampuan aspek ingatan
Kurang cocok untuk mengukur hasil belajar secara menyeluruh
Tidak dapat mengukur semua tujuan pembelajaran/kompetensi yang lebih
menekankan pada pendemistrasian keterampilan dan pengungkapan sesuatu
yang ekspresif
Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik dari segi domain
maupun dari segi tinngkat kesulitan, khususnya domain afeksi dan motorik.
Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan berbagai konsep
atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu pikiran utama
Tidak cocok untuk mengukur hasil belajar yang mengungkapkan pikiran
dalam bentuk tulis sesuai dengan gaya pikir dan gaya bahasa seseorang.
5.1.4. Contoh soal
Soal Pilihan jawaban
3x4 a. 28
7x4 b. 15
5x3 c. 12

7
5.1.5. Cara mengolah skor tipe tes menjodohkan
Rumus untuk mencari skor dalam tes tipe menjodohkan adalah :
Sk = B
Dengan ketentuan :
Sk = skor yang diperoleh peserta tes
B = jumlah jawaban yang benar
Jadi yang dihitung adalah hanya jawaban yang benar saja, sedangkan jawaban
yang salah tidak mempengaruhi skor.
5. 2. Tes Objektif Pilihan Ganda
5. 2. 1. Pengertian
Tes pilihan ganda adalah butir soal atau tugas yang jawabannya dipilih dari
alternatif yang lebih dari dua. Alternatif jawaban kebanyakan berkisar antara 4
(empat) dan 5 (lima). Nitko (2007) menjelaskan tujuan dasar dari tugas penilaian,
soal pilihan ganda adalah untuk mengidentifikasi siswa yang telah mencapai
tingkat (atau diperlukan) pengetahuan (keterampilan, kemampuan, atau kinerja)
cukup dari target pembelajaran yang dinilai. Pilihan ganda terdiri atas dua bagian,
yaitu :
Bagian perteama disebut stem yang dapat berbentuk pernyataan atau
pertanyaan. Stem menurut Nitko (2007) adalah bagian dari soal yang
mengajukan pertanyaan, menetapkan tugas yang harus dilakukan siswa, atau
menyatakan masalah yang harus dipecahkan siswa. Dengan menulis stem
sehingga siswa mengerti apa tugas yang dilakukan atau pertanyaan apa yang
dijawab.
Bagian kedua disebut options atau alternatif jawaban. Nitko (2007)
menjelaskan alternatif harus selalu diatur dengan cara yang benar (logis,
numerik, abjad, dll). Urutan kronologis di mana peristiwa terjadi dan ukuran
benda (besar, menengah, kecil) adalah contoh dari perintah logis. Jika tidak
ada urutan logis atau numerik di antara mereka, alternatif harus diatur dalam
urutan abjad. Alasannya pertama adalah bahwa tidak membangun pola yang
dapat menjadi petunjuk jawaban untuk siswa yang tidak tahu jawaban.
Kedua, mengikuti aturan ini dapat menghemat waktu siswa.
5. 2. 2. Kelemahan dan Kelebihan

8
Kelebihan Tes Pilihan Ganda
Menurut Nitko (2007) merinci beberapa kelebihan dari tes pilihan ganda ini,
yakni sebagai berikut:
a. Format pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai berbagai jenis
keragaman target pembelajaran dibandingkan format soal pilihan jawaban
lainnya.
b. Soal pilihan ganda tidak memerlukan siswa untuk menulis dan menguraikan
jawaban mereka dan sehingga mengurangi kesempatan untuk siswa
berkemampuan kurang untuk menipu jawaban mereka.
c. Tes pilihan ganda fokus pada membaca dan berpikir. Tes tidak menuntut
siswa untuk menggunakan proses menulis dalam kondisi pemeriksaan.
d. Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk menebak jawaban yang benar
untuk soal pilihan ganda daripada soal benar-salah atau soal mencocokkan.
e. Pilihan untuk pengecoh siswa mungkin memberikan kita diagnosis
pengetahuan yang dalam tentang siswa yang mengalami kesulitan. Namun,
untuk pengecoh untuk membuatnya harus berhati-hati sehingga pengecoh
menarik siswa yang biasa membuat kesalahan atau yang biasa memiliki
kesalah pahaman.
Lebih rincinya tes pilihan ganda ini memiliki kelebihan sebagai berikut :
a. Dapat mengukur semua tujuan pembelajaran/kompetensi khususnya domain
kognisi, dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks
b. Dapat menggunakan tes yang relatif banyak yang mewakili bahan ajar yang
lebih luas
c. Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan secara objektif
d. Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan oleh mesin atau orang lain
secara objektif, karena sudah ada kunci jawaban Menuntut kecermatan yang
tinggi untuk membedakan jawaban yang paling benar di antara jawaban yang
benar.
e. Dapat mengurangi kesempatan menebak, karena option-nya lebih dari dua.
f. Tingkat kesukaran butir tes relatif dapat dikendalikan dengan mengubah
tingkat homogenitas alternatif jawaban
Kelemahan Tes Pilihan Ganda
Setiap tes memiliki kelemahan tersendiri, menurut Popham (1995) tes ini
hanya perlu mengenali sebuah jawaban benar. Tes ini tidak butuh menghasilkan
jawaban benar. Sedangkan Nitko (2007) menjelaskan beberapa kelemahan dari
soal pilihan ganda, yaitu sebagai berikut :

9
a. Siswa harus memilih diantara daftar pilihan yang telah ditetapkan, bukan
menciptakan atau mengekspresikan ide-ide atau solusi mereka sendiri.
b. Kelemahan dalam penulisan tes pilihan ganda akan menjadikan soal dangkal,
sepele, dan terbatas pada pengetahuan yang faktual.
c. Karena biasanya hanya satu pilihan dari soal yang sebagai kunci yang benar,
siswa yang pintar menjadi dihukum untuk tidak memilih jawaban yang benar.
Siswa yang pintar dapat mendeteksi cacat dalam soal pilihan ganda karena
ambiguitas dari kata-kata, sudut pandang yang berbeda, atau pengetahuan
mata pelajaran tambahan, sedangkan siswa lain tidak mungkin
mendeteksinya.
d. Soal pilihan ganda cenderung berdasarkan pada pengetahuan standar,
adakan, atau disahkan. Masalah siswa memecahkan pada soal pilihan
ganda cenderung sangat terstruktur dan tertutup (telah memiliki satu jawaban
yang benar). Ini memberikan kesan bahwa semua masalah dalam bidang mata
pelajaran memiliki satu jawaban yang benar, yang dapat mendorong siswa
untuk menempatkan kepercayaan yang berlebihan pada kebenaran figur
otoritas atau mungkin menggambarkan suatu subyek yang memiliki basis
pengetahuan yang tetap dan terbatas. Selanjutnya, sehingga guru
menggunakan tes pilihan ganda yang gagal untuk menggunakan soal yang
terkait dengan bahan penafsiran yang realistis, hasil tes ini tidak memiliki
konteks dunia nyata. Hal ini disebut sebagai pengetahuan yang tidak
kontekstual. Akibatnya, tes tidak dapat menilai apakah siswa dapat
menggunakan apa yang telah mereka pelajari dalam kondisi yang berarti dan
nyata.
e. Penggunaan pengujian pilihan ganda yang secara berlebihan untuk
kepentingan penilaian dapat membentuk pendidikan dengan cara yang tidak
diinginkan. Penolakan pada tes soal pilihan ganda ini menunjukkan penilaian
yang guru gunakan dapat membentuk muatan dan jenis pengajaran yang guru
berikan pada siswa. Jika merancang tinggi penilaian soal pilihan ganda yang
memusatkan pada pengetahuan nyata, guru cenderung untuk menggunakan
teknik latihan dan pratek untuk mempersiapkan siswa untuk melakukan
penilaian dengan soal pilihan ganda. Jika tes mengandung soal pilihan ganda

10
yang digunakan menilai pengetahuan dan menerapkan berpikir tingkat tinggi,
strategi mengajar latihan dan praktek tidaklah efektif.
Lebih lanjut kelemahan tes pilihan ganda ini dapat dirinci sebagai berikut:
a. Sukar dikonstruksi, khususnya mencari alternatif jawaban yang homogen
b. Ada kecenderungan hanya menguji kemampuan ingatan domain kognisi
c. Kurang cocok untuk mengukur hasil belajar yang menyeluruh atau total
d. Testwise mempunyai pengaruh pada hasil tes peserta karena faktor kebiasaan
e. Tidak dapat mengukur semua tujuan pembelajaran/kompetensi yang lebih
menekankan pada pendemonstrasian keterampilan dan pengungkapan sesuatu
yang ekspresif
f. Tidak dapat mengukur hasil belajar yang komplesk, baik dari segi domain
maupun dari segi tingkat kesulitan, khususnya domain afeksi dan motorik
g. Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan berbagai konsep
atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu pikiran utama.
5. 3. Tes Objektif Benar Salah
5. 3. 1 Pengertian
Tes benar salah adalah butir soal atau tugas yang berupa pernyataan yang
jawabannya menggunakan pilihan pernyataan benar atau salah. Alternatif jawaban
dapat berbentuk:
Benar-salah
Setuju-tidak setuju
Baik-tidak baik
5. 3. 2 Kelemahan dan Kelebihan
Kelebihan tes benar salah
a. Sangat baik untuk menguji hasil belajar tentang fakta dan ingatan
b. Relatif mudah dikonstruksi, khususnya dalam satu pokok bahasan tertentu
c. Relatif dapat menguji banyak bahan ajar yang lebih luas
d. Mudah diskor oleh dosen/guru secara langsung atau oleh orang lain, karena
sudah ada kunci jawaban
e. Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan secara objektif
f. Petunjuk cara mengerjakan mudah dimengerti
Kelemahan tes benar-salah
a. Sering membingungkan bagi mereka yang tidak mengetahui secara pasti
b. Lebih mendorong peserta tes untuk menebak jawaban, khususnya ketika ia
tidak mengetahui jawabannya. Sebab, kemungkinan untuk benar sebanding
dengan kemungkinan untuk salah.
c. Ada kecenderungan terlalu menguji kemampuan aspek ingatan
d. Ada kecenderungan mendidik berpikir hitam-putih, padahal kebanyakan
hasil belajar bukanlah sesuatu yang memiliki kebenaran absolut

11
e. Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan dengan kemungkinan benar atau
salah
f. Kurang cocok untuk mengukur hasil belajar yang menyeluruh
g. Tidak dapat mengukur semua tujuan pembelajaran/kompetensi yang lebih
menekankan pada pendemonstrasian keterampilan dan pengungkapan sesuatu
yang ekspresif
h. Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik dari segi domain
maupun dari segi tingkat kesulitan, khususnya domain afeksi dan motorik
i. Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan berbagai konsep
atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu pikiran utama
5. 4. Tes Objektif Bentuk Isian Melengkapi (Completion Test)
5. 4. 1. Pengertian
Tes melengkapi adalah butir soal atau tugas yang jawabannya diisi oleh
peserta tes dengan melengkapi satu kata, satu frasa, satu angka, satu rumus, atau
satu formula. Butir soal ini berupa kalimat pernyataan yang belum selesai
sehingga peserta harus melengkapi kalimat penyataan tersebut.
5. 4. 2. Kelemahan dan Kelebihan
Kelebihan tes jawaban melengkapi
a. Relatif mudah dikonstruksi apabila jawabannya sudah pasti.
b. Lebih cocok untuk mengukur kemampuan mengingat fakta dan prinsip
sederhana.
c. Mampu menguji sebagian besar pokok bahasan dalam waktu relatif singkat.
d. Cocok untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah sederhana dalam
bidang matematika.
e. Peserta tes harus mengisi jawaban, bukan memilih jawaban.
Kelemahan tes jawaban melengkapi
a. Kurang dapat menguji semua tingkat kemampuan hasil belajar, karena
keterbatasan jawaban satu kata, frasa, angka, atau formula.
b. Lebih menekankan kemampuan mengingat.
c. Relatif sulit dikonstruksi apabila jawabannya tidak pasti.
d. Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik dari segi domain
maupun dari segi tingkat kesulitan, khususnya domain kognisi dan afeksi.
e. Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan berbagai konsep
atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu pikiran utama.
f. Tidak cocok mengukur hasil belajar yang mengungkapkan pikiran dalam
bentuk tulis sesuai dengan gaya pikir dan gaya bahasa sendiri.

12
6. Analisis Tes
Analisis tes dilaksanakan untuk mengetahui baik-buruknya suatu tes,
meliputi tiga hal yakni:
a. Analisis validitas tes.
Validitas tes adalah tingkat keabsahan atau ketepatan suatu tes. Tes yang
valid (absah = sah) adalah tes benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Tes
matematika kelas dua SMP, hendaknya benar-benar mengukur hasil belajar
matematika siswa SMP kelas dua; bukan siswa SMP kelas tiga atau siswa SD
kelas enam. Dan bukan mengukur hasil belajar dalam bidang studi lainnya.
Macam-macam validitas tes hasil belajar dan cara mengetahui /menghitung
koefisien validitas tes.
1) Validitas permukaan (face validity)
Tingkat validitas permukaan diketahui dengan melakukan Analisis rasional
(semata-mata berdasarkan pertimbangan logis, bukan pada hitungan angka-
angka empirik). Berbagai aspek berikut ini perlu dianalis/diperiksa
kualitasnya.
Apakah bahasa dan susunan kalimat (redaksi) tiap butir soal cukup jelas
dan sesuai dengan kemampuan siswa ?
Apakah isi jawaban yang diminta tidak membingungkan ?
Apakah cara menjawab sudah dipahami siswa ?
Jangan sampai siswa tahu isi jawabannya tetapi tidak tahu bagaimana
cara menjawab soal bersangkutan.Apakah tes itu telah disusun berdasar
kaidah/prinsip penulisan butir soal?
Tes yang tidak mengikuti kaidah penulisan butir soal akan tampak kacau
sehingga membingungkan siswa. Setiap tes paling sedikit harus diperiksa melalui
analisis validitas permukaan. Walaupun analisis ini tergolong paling lemah,
namun lebih baik daripada tidak ada analisis sama sekali. Tentu saja akan lebih
baik bila suatu tes dianalisis lebih lanjut.
2) Validitas isi (content validity)
Tingkat validitas isi juga dapat diketahui dengan analisis rasional. Pada
prinsipnya dilakukan pemeriksaan terhadap tiap butir soal, apakah sudah
sesuai dengan TIK atau pokok bahasan yang akan diteskan. Pengujian
validitas isi dilakukan dengan menjawab pertanyaan berikut.
Apakah keseluruhan tes telah sesuai dengan kisi-kisi ?
Apakah terdapat butir soal yang menyimpang, atau menuntut jawaban
di luar bahan pelajaran bersangkutan ?

13
Penyimpangan yang tidak kentara perlu dihilangkan. Semakin banyak soal
yang menyimpang, semakin rendah tingkat validitas isi.
3) Validitas kriteria (criterion validity)
Validitas ini diketahui dengan cara empirik, yakni menghitung koefisien
korelasi antara tes bersangkutan dengan tes lain sebagai kriterianya. Yang
dapat digunakan sebagai kriteria adalah tes yang sudah dianggap valid;
atau nilai mata pelajaran yang sama yang dipandang cukup obyektif.
Sebagai contoh, skor tes Bahasa Inggris buatan guru dikorelasikan dengan
skor tes Bahasa Inggris yang telah dibakukan. Skor tes Matematika akhir
tahun dikorelasikan dengan nilai rata-rata Matematika selama satu tahun.
Dengan rumus korelasi Pearsons Product Moment dan menggunakan
kalkulator, perhitungan validitas kriteria tersebut tidak terlalu sulit. Lebih mudah
lagi bila menggunakan komputer. Kesulitan utama dalam menentukan validitas
kriteria ialah mencari skor tes yang akan dijadikan kriteria. Bila kriterianya buruk
atau tidak valid, maka validitas tes yang diperoleh akan percuma saja.
4) Validitas ramalan (predictive validity)
Validitas ini menunjukkan sejauh mana skor tes bersangkutan dapat
digunakan meramal keberhasilan siswa di masa mendatang dalam bidang
tertentu.
Suatu tes yang baik biasanya memiliki angka validitas 0,50 atau lebih; tentu
saja angka itu makin tinggi makin baik. Suatu tes dengan angka validitas kurang
dari 0,50 belum tentu buruk. Mungkin kriterianya yang buruk atau keliru
menentukan kriteria.
b. Analisis reliabilitas tes.
Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yakni sejauh
mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten
(tidak berubah-ubah). Sebaliknya, tes yang tidak reliabel seperti karet untuk
mengukur panjang, hasil pengukuran dengan karet dapat berubah-ubah (tidak
konsisten).
Cara mengetahui reliabilitas tes Ada tiga cara mengetahui reliabilitas tes.
Pada prinsipnya diperoleh dengan menghitung koefisien korelasi antara dua
kelompok skor tes.
Tiga cara itu sebagai berikut.
1) Test-retest method (metoda tes ulang).

14
Satu tes (yakni tes yang akan dihitung reliabilitasnya), diteskan terhadap
kelompok siswa tertentu dua kali dengan jangka waktu tertentu (misalnya
satu semester atau satu catur wulan). Skor hasil pengetesan pertama
dikorelasikan dengan skor hasil pengetesan kedua. Koefisien korelasi yang
diperoleh menunjukkan koefisien reliabilitas tes tersebut.
2) Paralel test method (metoda tes paralel)
Cara ini mengharuskan adanya dua tes yang paralel, yakni dua tes yang
disusun dengan tujuan yang sama (hanya sedikit berbedaan redaksi, isi
atau susunan kalimatnya). Dua tes tersebut diadministrasikan pada satu
kelompok siswa dengan perbedaan waktu beberapa hari saja. Skor dari
kedua macam tes tersebut dikorelasikan dengan teknik yang sama seperti
pada metode test-retest. Koefisien korelasi yang diperoleh menunjukkan
tingkat reliabilitas tes.
3) Split-half method (metode belah dua)
Cara ini paling mudah dan seyogyanya diterapkan oleh para guru pada
semua tes yang diberikan kepada siswanya. Tidak perlu mengulangi
pelaksanaan tes atau menyusun tes yang paralel. Cukup satu tes dan
diadministrasikan satu kali kepada sekelompok siswa (minimal 30 siswa).
c. Analisis butir soal
Baik buruknya tes tergantung pada butir-butir soal yang ada di dalamnya.
Oleh sebab itu untuk mendapatkan tes yang baik perlu dipilih butir-butir yang
baik. Butir yang buruk harus dibuang, yang kurang baik perlu direvisi. Untuk
mengetahui kualitas tiap butir soal perlu analisis satu persatu. Analisis meliputi
perhitungan daya pembeda, tingkat kesukaran, homogenitas tes serta analisis
distraktor/pengecoh pada tes pilihan ganda.
Daya pembeda menunjukkan sejauh mana tiap butir soal mampu
membedakan antara siswa yang menguasai bahan dengan siswa yang tidak
menguasai bahan. Butir soal yang daya pembedanya rendah, tidak ada
manfaatnya, malahan dapat merugikan siswa yang belajar sunguh- sungguh.
Tingkat kesukaran menunjukkan apakah butir soal tergolong sukar, sedang
atau mudah. Tes yang baik memuat kira-kira 25% soal mudah, 50% sedang dan
25% sukar. Butir soal yang terlalu sukar sehingga hampir tidak terjawab oleh
semua siswa atau terlalu mudah sehingga dapat dijawab oleh hampir semua siswa,
sebaiknya dibuang karena tidak bermanfaat.

15
Tingkat homogenitas soal menunjukkan apakah tiap butir soal mengukur
aspek/pokok bahasan yang sama, atau sejauh mana tiap butir soal menyumbang
skor total tiap siswa. Butir soal yang homogen adalah yang menunjang skor total.
Sebaliknya, butir soal yang tidak seiring dengan skor-total dikatakan tidak
homogen, dan lebih baik dibuang atau direvisi.
Pada tes pilihan ganda, tiap butir soal menggunakan beberapa pengecoh
(distraktor / penyesat / option). Tiap pengecoh hendaknya bermanfaat atau
berfungsi, yakni ada sejumlah siswa yang memilihnya. Pengecoh yang tidak
dipilih sama sekali oleh siswa berarti tidak berfungsi mengecohkan siswa,
sebaliknya pengecoh yang dipilih oleh hampir semua siswa berarti terlalu mirip
dengan jawaban yang benar.
Langkah-Langkah Analisis Butir Soal
Butir soal tes pilihan ganda jumlahnya cukup besar, biasanya antara 50-100
butir, bahkan ada yang sampai 200 butir dengan ragam soal yang berbedabeda.
Untuk keperluan analisis, lembar jawaban siswa merupakan dokumen utama yang
harus ada. Analisis lengkap meliputi semua hal, sedang analisis singkat hanya
meliputi: reliabilitas belah-dua, daya pembeda atau tingkat kesukaran. Langkah-
langkah analisis butir soal adalah sebagai berikut.
1) Memberi skor pada lembar jawaban.
Berilah tanda silang pada lembar jawaban, mana butir soal yang dijawab
benar dan mana yang salah. Yang benar diberi skor satu, yang salah diberi
nol. Untuk pemberian nilai, boleh saja jawaban benar diskor 4 dan
jawaban salah didenda 1.
Skor tiap lembar jawaban (tiap siswa) dijumlahkan, dengan 3 macam skor:
(1) jumlah skor soal bernomor ganjil, (2) jumlah skor soal bernomor
genap, dan (3) skor total.
Jumlah skor ganjil dan genap digunakan untuk menghitung reliabilitas.
Lihat teknik analisis reliabilitas belah-dua. Sedang skor total digunakan
untuk mengurutkan dan membuat kelompok Atas Bawah (kelompok
Unggul Asor)
2) Menghitung daya pembeda
Berdasar skor total, susunlah nama atau nomor siswa dari tertinggi hingga
terendah. Ambil 27% siswa yang skor-totalnya tinggi atau 27 % Kelompok
Atas, dan 27% yang rendah (Kelompok Bawah).

16
Buatlah tabel, khusus untuk siswa kelompok Atas dan kelompok Bawah.
Jumlah kolom dalam tabel minimal sama dengan jumlah butir soal,
sehingga memuat seluruh jawaban siswa. Tanda 1 artinya jawaban betul
dan 0 artinya jawaban salah. Tabel ini digunakan untuk menghitung daya
pembeda maupun tingkat kesukaran butir soal.
Hitung jumlah jawaban yang benar (bertanda 1), baik pada Kelompok Atas
maupun pada Kelompok Bawah. Lihat contoh.
Daya pembeda dihitung dengan rumus:

DP = indeks daya pembeda butir soal tertentu (satu butir)


BA = jumlah jawaban benar pada Kelompok Atas
BB = jumlah jawaban benar pada Kelompok Bawah
NA = jumlah siswa pada salah satu kelompok A atau B
Kriteria daya pembeda sebagai berikut:
Negatif 9% = sangat buruk, harus dibuang
10% 19% = buruk, sebaiknya dibuang
20% 29% = agak baik, kemungkinan perlu direvisi
30% 49% = baik
50% ke atas = sangat baik
Pada prinsipnya, daya pembeda dihitung berdasar selisih jawaban benar
pada Kelompok Atas dan Kelompok Bawah, dibagi dengan jumlah siswa pada
salah satu kelompok tersebut. Dikalikan 100% agar diperoleh angka bulat (bukan
pecahan, tetapi persen). Masih ada beberapa teknik dan rumus menghitung daya
pembeda, namun cara di atas paling sederhana sehingga cocok untuk para guru.
3) Menghitung tingkat kesukaran
Tabel skor yang digunakan disini sama dengan tabel skor untuk menghitung
daya pembeda, tetapi menggunakan rumus:

Makin besar harga TK, makin mudah butir soal tersebut, sehingga dapat juga
disebut tingkat kemudahan
Kriteria tingkat kesukaran (tingkat kemudahan) sebagai berikut:
0% 15% = sangat sukar, sebaiknya dibuang.
16% 30% = sukar
31% 70% = sedang
71% 85% = mudah

17
86% -100% = sangat mudah, sebaiknya dibuang.
Tingkat kesukaran tiap butir soal lebih baik bila dihitung berdasar jawaban
seluruh siswa yang ikut tes (bukan hanya kelompok unggul dan asor yang
berjumlah 54%).
4) Menghitung homogenitas butir soal
Homogen tidaknya butir soal diketahui dengan menghitung koefisien
korelasi antara skor tiap butir soal dengan skor total. Diperlukan perhitungan
korelasi sebanyak butir soal dalam tes bersangkutan (bila ada 50 butir soal, maka
Anda harus menghitung koefisien korelasi sebanyak 50 kali). Skor tiap butir soal
adalah 1 atau 0, sedang skor total tiap siswa cukup bervariasi.
Teknik korelasi yang digunakan boleh dengan Pearsons Product Moment,
boleh juga dengan teknik Korelasi Point Biserial. Namun teknik Pearson lebih
mudah bila langsung menggunakan kalkulator atau komputer. Hasil perhitungan
korelasi tidak jauh berbeda walau dengan teknik apapun.
Butir soal yang homogen, koefisien korelasinya sama atau di atas batas
signifikasi (batas kritis korelasi). Butir soal yang tidak/kurang homogen koefisien
korelasinya negatif atau lebih kecil dari batas signifikansi. Butir soal tersebut
mungkin mengukur aspek lain di luar bahan yang diajarkan (soal tidak sesuai
dengan tujuan pengajaran), maka sebaiknya direvisis atau dibuang.
5) Analisis distraktor/pengecoh.
Pada tes pilihan ganda ada beberapa option/alternatif jawaban yang sengaja
dimasukkan sebagai pengecoh (distraktor).
Pengecoh dianggap baik bila jumlah siswa yang memilih pengecoh itu sama
atau mendekati jumlah ideal.
Indeks pengecoh dihitung dengan rumus:

IP = Indeks pengecoh
P = jumlah peserta didik yang memilih pengecoh
N = jumlah peserta didik yang ikut tes
B = jumlah peserta didik yang menjawab benar
n = jumlah opsi
1 = bilangan tetap
Untuk analisis pengecoh perlu dibuat tabel khusus agar setiap butir soal
diketahui berapa siswa yang menjawab a, berapa yang menjawab b, berapa yang

18
menjawab c, dan seterusnya. Tentu saja sangat memakan waktu dan tenaga. Bila
diolah dengan komputer dan data sudah dimasukkan dalam disket, pengolahan ini
hanya memerlukan waktu beberapa detik saja.
6) Analisis teknis kegunaan tes.
Dengan melakukan analisis tes, guru dapat menabung-soal atau membuat
bank-soal yakni kumpulan soal-soal yang sudah teruji kebaikannya. Manfaat
terbesar dari kegiatan analisis tes ialah guru makin memahami bagaimana wujud
tes yang baik, bagaimana butir soal yang baik. Sehingga pada akhirnya guru
makin terampil menyusun tes dengan baik dan efisien. Kritik terhadap tes bentuk
pilihan ganda yang dianggap lebih buruk dari tes bentuk uraian karena makin
membodohkan siswa, sebenarnya bersumber pada tes pilihan ganda yang buruk.
KESIMPULAN
Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka
melaksanakan kegiatan pengukuran, yang didalamnya terdapat berbagai
pertanyaan, pernyatan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau
dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta didik.
Tes objektif adalah tes yang semua informasi yang diperlukan peserta tes
untuk memberikan respon telah disediakan oleh penyusun tes, sehingga
peserta tes tinggal memilihnya. Tes objektif yang sering digunakan adalah
bentuk pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, dan uraian objektif.
Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu:
Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik.
Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes
tersebut akan dapat diketahui seberapa jauh program pengajaran yang telah
ditentukan, telah dapat dicapai.
Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi
persyaratan tes, yaitu memiliki: validitas, reliabilitas, dan obyektivitas,
Ada dua unsur penting dalam validitas ini. Pertama, validitas menunjukan
suatu derajat, ada yang sempurna, ada yang sedang dan ada pula yang rendah.
Kedua, validitas selalu dihubungkan dengan suatu putusan atau tujuan yang
spesifik.

19
Objektivitas dimaksud adalah bahan pelajaran yang telah diberikan dan
diperintahkan untuk dipelajari oleh peserta didik itulah yang dijadikan acuan
dalam pembuatan atau penyusunan tes hasil belajar tersebut.

Daftar Pustaka

Abad, F.J. et al. (2009). The Multiple-Choice Model Some Solutions for
Estimation of Parametes in The Presence of Omitted Responses. Sage
Publications. 33, (3), 200-221.
Azwar, Saifuddin. (2012). Tes Prestasi : Fungsi Pengembangan Pengukuran
Prestasi Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.
Kim, Jee, Soen. dan Hanson, B.A. (2002). Test Equating Under The Multiple
Choice Model. Sage Publications. 26, (3), 225-270.

20
Mardapi, Djemari. (2008). Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Non tes.
Yogyakarta : Mitra Cendikia
Munthe Bermawi. (2009). Desain Pembelajaran : Yogyakarta : Pustaka Intan
Madani.
Nitko, Anthony. (2007). Educational Assessment of Studies. New Jersey :
Pearsom Education Inc.
Popham, W. James. (1995). Classroom Assessment. United Statesof America :
Allyn and Bacon.
Putro, S, Eko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Rupp, A.A. et al (2006). How Assessing Reading Comprehension With Multiple
Choice Questions Shapes The Construct : A Cognitive Processing
Prespective. Sage Publications. 23, (4), 441-474.
Scharf, E.M. dan Baldwin, L.P. (2007). Assessing Multiple Choice Question
(MCQ)Tests A Mathematical Perspective. Sage Publications. 8, (1), 31-
47.
Sukardi, M. (2009). Evaluasi Pendidikan. Jakarta Timur : Bumi Aksara.
Torre, J.D.L. (2009). A Cognitive Diagnosis Model for Cognitively Base
Multiple Choice Options. Sage Publications. 33, (3), 163-183.
Zimmerman, D.W. dan Williams, R.H. (2009). A New Look at the Influence of
Guessing on the Reliability of Multiple-Choice Tests. Sage Publications.
27, (5), 357-371.

21

Anda mungkin juga menyukai