Anda di halaman 1dari 70

MAKALAH

PEMBERIAN NILAI DAN TINDAK LANJUT HASIL


PENILAIAN
EVALUASI PROSES HASIL BELAJAR

Pengampu :
Mu’jizatin Fadiana, S.Si, M.Pd

Kelompok :
NUR SAFINAH (NPM : 1104160008)
REGITA INDAH FEBRIANI (NPM : 1104160009)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(UNIROW) UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE TUBAN
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan Rahmat dan Inayah-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan tugas Makalah tentang Pemberian Nilai dan Tindak Lanjut
Hasil Penilaian ini sesuai dengan tujuan. Tidak lupa Sholawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW.

Tugas ini untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing
mata kuliyah Evaluasi Proses Hasil Belajar. Selama proses pembuatan Tugas
ini, penyusun mengalami beberapa kendala baik dari segi keterbatasan waktu,
biaya, di dalam tugas ini.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan serta bantuan kepada penyusun sehingga
dapat terselesaikannya tugas makalah ini,

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,


sehingga diharapkan kepada para pembaca untuk kiranya memberikan
masukan berupa kritik dan sarannya yang bersifat membangun demi
kesempurnaan Tugas ini. Dan semoga Tugas ini dapat bermanfaat kepada
penyusun khususnya dan kepada pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Tuban, 09 April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 3
1.3 Tujuan .................................................................................................................... 3
BAB II : PEMBAHASAN
PEMBERIAN NILAI DAN TINDAK LANJUT HASIL PENILAIAN............................. 4
2.1 Kegiatan Belajar 1 .................................................................................................. 4
Prinsip-prinsip Pemberian Nilai ............................................................................. 4
2.2 Kegiatan Belajar 2 .................................................................................................. 19
Penilaian di Berbagai Jenjang Pendidikan ............................................................. 19
2.3 Kegiatan Belajar 3 ................................................................................................. 44
Pemanfaatan Hasil Tes untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran ...................... 44
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan ......................................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 67

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jika anda mempelajari suatu hal, secara sadar maupun tidak sebenarnya
anda sedang mempersiapkan diri untuk dapat memecahkan masalah yang
sedang anda pelajari atau memberi jawaban mengenai pertayaan-petanyaan
yang berkaitan dengan hal itu. Kemampuan anda memberi jawaban atas
pertanyaan dan pemecahan masalah tersebut dapat dinilai, akan tetapi nilai
hasil belajar tersebut sangat tergantung pada apa yang dipelajari atau
dilatihkan. Tujuan pendidikan baik yang dikemukakan oleh maupun yang
menjadi amanat dalam UU No 2 Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan
Nasional semuanya mencantumkan bahwa pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan proses berpikir (kognitif), keterampilan (psikomotor), serta
nilai dan sikap (afektif). Pada masa sebelumnya, khususnya sebelu
diterapkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), pencapaian tujuan
pendidikan dirasakan lebih bersifat menekankan pada aspek kognitif saja.
Kenyataan seperti itu mislnya dapat diliht dari persiapan yang dibuat oleh guru
dalam melakukan proses pembelajaran. Perencanaan proses pembelajaran
lebih menekankan pada pencapaian tujuan aspek kogniif, sehingga aspek
psikomotor dan afektif belum diukur dan diberi nilai sebagaimana pada aspek
kognitif.
Sejak diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi maka sistem
pembelajaran mengalami pergeseran di semua aspek, tidak terkecuali aspek
penilaian. Kurikulum Berbasis Kompeteensi menggariskan bahwa pendidikan
diarahkan kepada pencapaian kompetensi standar yang sudah ditetapkan.
Standar tersebut merupakan patokan atau acuan minimal dalam hal
kompetensi yang harus dipenuhi oleh lulusan suatu lembaga pendidikan.
Secara lebih rinci pergeseran tersebut tercermin pada ciri-ciri Kurikulum
Berbsis Kompetensi seperti berikut ini:

1
1. Adanya visi, misi, dan tujuan pendidikan yng disepakati secara
bersama di tingkat nasional.
2. Adanya standar kompetensi lulusan yang secara konsisten dan jelas
dijabarkan dari tujun pendidikan.
3. Adanya kerangka kurikulum dan silabus yang merupakan artikulasi
yang ketat daan kompetensi lulusan.
4. Adanya sistem penilaian secara kriteria (criterion-referenced
assesment) dan standar pencapaian (performance standard) yang
diterapkan secara konsisten.
Dengan diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi maka proses
pembelajaran lebih diarahkan pada pencapaian kompetensi peserta didik
secara menyeluruh, tidak hanya menekankan aspek kognitif, melainkan juga
aspek psikomotor dan afektif. Hal ini berarti proses pembelajaran akan
mengembangkan secara proporsional aspek tujuan pendidikan yang
sebelumnya kurang mendapat perhatian. Berkaitan dengan sisem penilaian,
Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas telah mengembaangkan pedoman
penilaian yang didasarkan pada penilaian kompetensi peserta didik secara
menyeluruh. Pedoman tersebut berlaku untuk Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan sekolah Menengah
Kejuruan. Impikasi mendasar terhadap sistem penilaian dengan diterapkannya
standar kompetensi adalah bahwa proes penilaian yang dilakukan oleh guru,
baik yang bersifat formatif maupun sumatif, harus menggunakan acuan
kriteria.
Dari kegiatan belajar pada modul-modul terdahulu tentu anda telah
meahami apa yang dimaksud penilaian dengan acuan kriteria.
Secara umum, tujuan yang ingin dicapai setelah anda mengikuti materi
pada modul 6 ini adalah agar anda dapat memberi contoh penilaian dan tindak
lanjut hasil penilaian dalam pembelajaran.
Tujuan tersebut mencakup tujuan-tujuan khusus yang mencakup
kemampuan anda dalam menjelaskan prinsip pemberian nilai, menentukan
kegiatan apa saja yang akan dijadikan dasar pentuan nilai hasil belajar,

2
memberikan nilai pada masing-masing aspek kemampuan hasil belajar
berdasarkan petunjuk pemberian nilai, menjelaskan aturan pemberian nilai
menurut pedoman pelaksanaan Penilaian Kelas, menerapkan aturan penilaian
dalam kegiatan penilaian di kelas, menjelaskan manfaat dilakukannya pre-test
- post-test, memberi contoh manfaat dilakukannya pre-test - post-test,
menjelaskan manfaat dilakukannya tes diagnostik, memberi contoh manfaat
dilakukannya tes diagnostik, menjelaskan manfaat dilakukannya tes formatif,
memberi contoh manfaat dilaakukannya tes formatif, menjelaskan manfaat
dilakukannya penilaian non-tes dan memberi contoh manfaat dilakukannya
penilaian non-tes.
Untuk mencapai tuuan di atas, modul ini mencakup tiga kegiatan belajar
yaitu prinsip-prinsip pemberian nilai, penilaian di berbagai jenjang pendidikan
dan tindak lanjut penilaian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana prinsip-prinsip pemberian nilai?
2. Bagaimana penilaian di berbagai jenjang pendidikan?
3. Bagaimana pemanfaatan hasil tes untuk meningkatkan proses
pembelajaran?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pemberian nilai.
2. Untuk mengetahui penilaian di berbagai jenjang pendidikan.
3. Untuk mengetahui pemanfaatan hasil tes untuk meningkatkan proses
pembelajaran.

3
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBERIAN NILAI DAN TINDAK LANJUT HASIL
PENILAIAN

2.1 Kegiatan Belajar 1


Prinsip-prinsip Pemberian Nilai
Seperi telah dikemukakan di muka bahwa kurikulum yang digunakan
dalam pendidikan sekarang ini adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Untuk dapat melaksanakan sistem pembelajaran yang berbasis kompetensi,
guru harus mempersiapkan proses pembelajaran dengan mengembangkan
sistem acuan pembelajaran. Maksud dikembangkannya acuan tersebut adalah
agar proses pembelajaran dapat terarah dalam hal pengalaman belajar yang
diperoleh siswa dan pencapaian/penguasaan kompetensi. Produk persiapan
pembelajaran yang dimiliki guru sekurang-kurangnya adalah berupa:
1. Matriks kompetensi belajar (learning competency matrix) yang
menjamin pegalaman belajar yang terarah.
2. Progam penilaian otentik berkelanjutan (continus authentic
assesment) yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi.
Sistem penilaian yang digunakan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
adalah penilaian kelas otentik (Authentic Assesment) atau disebutkan sebagai
penilaian kelas (saja). Penilaian kelas adalah proses pengumpulan informasi
oleh guru tentang pekembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan
anak didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan,
membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan
kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
Dalam melakukan penilaian, guru hendaknya selalu berpedoman kepada
prinsip-prinsip penilaian kelas. Sebelum membahas tentang prinsip-prinsip
penilaian kelas, berikut ini diuraikan tentang tujuan dan fungsi penilaian
kelas, dan pada bagian akhir dipaparkan juga metode-metode penilaian kelas.

4
A. Tujuan Penilaian Kelas
Penilaian kelas hendaknya diarahkan pada empat tujuan berikut:
1. Penelusuran (Keeping trac) yaitu bahwa penilaian bertujuan untuk
menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai
dengan rencana. Guru mengumpulkan informasi sepanjang
semester dan tahun pelajaran melalui berbagai bentuk penilaian
kelas agar memperoleh gambaran tentang pencapaian kompetensi
siswa.
2. Pengecekan (checking up) yaitu bahwa penilaian bertujun untuk
mengecek apakah ada kelemahan-kelemahan yang dialami anak
didik dalam proses pembelajaran. Melalui penilaian kelas, baik
yang bersifat formal maupun informal, guru melakukan
pengecekan kemampuan (kompetensi) apa yang telah dikuasai
siswa dan apa yang belum dikuasai.
3. Pencarian (finding-out) yaitu bahwa penilaian bertujuan untuk
mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadianya
kelemahan dan kesalahan dalm proses pembelajaran. Guru harus
selalu meganalisis dan mereflesikan hasil penilian kelas dan
mencari hal-hal yang menyebabkan proses pembelajaran tidak
berjalan secara efektif. Berdasarkan temuan tentang penyebaab
itulah guru dapat menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan
untuk mengatasinya.
4. Penyimpulan (summing-up) yaitu bahwa penilaian bertujuan untuk
menyimpulkan apakah anak didik telah menguasai seluruh
kompetenssi yang ditetapkan dalam kurikulum. Penyimpulan
sangat penting khususnya pada saat guru diminta melaporkan hasil
kemampuan belajar anak kepada orang tua, sekolah, atau pihak lain
diakhir semester atau tahun pelajaran, baik dalam bentuk rapor
maupun bentuk lainnya.

5
B. Fungsi Penilaian Kelas
Penilaian kelas yang disusun secara terencana dan sistematis oleh
guru memiliki fungsi motivasi, belajar tuntas, efektivitas pengajaran,
dan umpan balik.
1. Fungsi motivasi, berarti bahwa penilaian yang dilakukan oleh
guru di kelas harus dapat mendorong motivasi siswa untuk
belajar. Latihan, tugas, dan ulangan harus dirancang
sedemikian rupa sehingga siswa mendorong untuk terus belajar
dan merasa kegiatan tersebut menyenangkan dan menjadi
kebutuhannya. Dengan mengerjakan latihan, tugas, dan ulangan
yang diberikan, siswa memperoleh gambaran tentang hal-hal
apa yang sudah dikuasai dan belum dikuasai. Jika siswa merasa
ada hal-hal yang belum dikuasai, siswa merasa terdorong untuk
menguasainnya lagi.
2. Fungsi Belajar Tuntas yaitu bahwa penilaian kelas harus
diarahkan untuk memantau ketuntasan belajar siswa.
Pertanyaan yang harus selalu dipikirkan oleh guru adalah
apakah siswa sudah menguasai kemampuan yang diharapkan?
Siswa mana yang belum menguasai kemampuann tertentu? Dan
tindakan apa yang harus dilakukan agar siswa akhirnya
menguasai kemampuan tersebut? Ketuntasan belajar menjadi
fokus perancangn kompetensi/kemampuan yang harus dicakup
setiap kali guru melakukan penilaian. Jika suatu kemampuan
belum dikuasai siswa, penilaian harus terus dilakukan untuk
mengetahui apakah semua atau sebagian besar siswa telah
menguasai kemampuan tersebut. Rencana penilaian harus
disusun sesuai dengan target kemampuan yang harus dikuasai
siswa pada setiap semester dan kelas sesuai dengan daftar
kemampuan yang ditetapkan.
3. Fungsi sebagai Indikator Efektivitas Pengajaran, berarti bahwa
di samping untuk memantau kemajuan belajar siswa, penilaian

6
kelas juga digunakan untuk melihat seberapa jauh proses
belajar-mengajar telah berhasil. Apabila sebagian besar atau
semua siswa telah menguasai sebagian besar atau semua
kemampuan yang ditetapkan, maka dapat disimpulkan bahwa
proses belajar-mengajar telah berhasil sesuai dengan rencana.
Apabila guru menemukan bahwa sebagian siswa saja yang
menguasai kemampuan yang ditargetkan, guru perlu
melakukan analisis dan refleksi mengapa hal ini terjadi dan apa
tindakan yang harus dilakukan untuk meningkatkan efektivitas
pengajaran.
4. Fungsi umpan balik yaitu bahwa hasil penilaian harus dianalisis
oleh guru sebagai bahan umpan balik bagi siswa dan guru.
Umpan balik hasil penilaian sangat bermanfaat bagi siswa agar
mengetahui kelemahan yang dialaminya dalam mencapai
kemampuan yang diharapkan, dan siswa diminta melakukan
latihan dan atau pengayaan yang dianggap perlu baik sebagai
tugas individu mupun kelompok. Manfaat bagi guru adalah
untuk melihat hal-hal yang perlu diperhatikan secara serius
dalam proses belajar-mengajar. Misalnya analisis terhadap
kesalahan yang umum dilakukan siswa dalam memahami
konsep tertentu menjadi umpan balik baik guru dan melakukan
perbaikan pada proses belajar-mengajar berikutnya. Dalam hal-
hal tertentu hasil penilaian juga dapat menjadi umpan balik
bagi sekolah dan orang tua agar secara bersama-sama
mendorong dan membantu pencapaian target penguasaan
kemampuan yang telah ditetapkan.

C. Prinsip Penilaian Kelas


Agar penilaian dapat memberikan fungsi secara optimal, dalam
melakukan penilaian guru hendaknya selalu berpedoman kepada
prinsip-prinsip penilaian kelas sebagai berikut:

7
1. Proses penilaian merupakan bagian dari pembelajaran
Penilaian kelas yang baik mempersyaratkan adanya keterkaitan
langsung dengan aktivitas proses belajar-mengajar. Demikian pula
proses belajar-mengajar akan efektif apabila didukung oleh
penilaian kelas yang efektif. Penilaian merupakan bagian intergal
dari proses belajar-mengajar, oleh karena itu penilaian mencakup
penilaian proses dan hasil belajar. Penilaian dilakukan baik pada
saat proses belajar berlangsung, pada akhir setiap pertemuan,
maupun pada akhir pembelajaran atas kompetensi tertentu, guru
harus melakukan penilaian secara terarah dan terprogam. Penilaian
harus digunakan sebagai proses untuk meengukur dan menentukan
tingkat ketercapaian kompetensi, dan sekaligus untuk mengukur
efektivitas proses pembelajaran.
2. Penilaian mencerminkan dunia nyata
Penilaian harus mengarah pada pengungkapan kemampuan siswa
dalam memecahkan persoalan yang ada dalam masyarakat dan
dunia kerja. Penilaian harus dapat mengarahkan siswa untuk
memahami keterkaitan kemampuan yang diperoleh dari proses
pembelajaran dengan masalah yang dihadapi dalam masyarakat.
Kemampuan yang dimiliki siswa harus dapat diplikasikan dalam
memecahkan masalah-masalah kehidupan yang nyata.
3. Menggunakan berbagai ukuran, metode dan kriteria
Berbagai aspek kemampuan belajar siswa memiliki karakteristik
tersendiri. Untuk dapat mengungkapkan kemampuan yang dicapai
siswa diperlukan ukuran, metode, dan teknik yang sesuai agar
penilaian dapat memberikan hasil yang tepat dan terpercaya.
Prinsip penilaian yang demikian itu akan dapat menjamin
dikembangkannya alat penilaian yang valid dan reliabel. Alat dan
teknik penilaian yang digunakan tidak terbatas pada penilaian
berupa tes, melainkan juga degan teknik non-tes. Teknik-teknik
tersebut meliputi tes tertulis, tes praktek (performane test),

8
penilaian produk, penilaian proyek, peta perkembangan, evaluasi
diri, penilaian sikap, dan portofolio.
4. Penilain harus bersifat holistik
Sesuai dengan tujuan pendidikan yang mengembangkan
kemampuan siswa pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor,
maka untuk mengetahui pencapaian kemampuan siswa secara utuh
diperlukan penilaian yang mencakup seluruh aspek tersebut.
Dengan prinsip penilaian semacam itu maka dapat diketahui pula
karakteristik kemampuan siswa dalam setiap aspek kemampuan,
serta hubungan setiap aspek kemampuan dalam diri siswa.
5. Penilaian kelas mengacu kepada kemampuan (competency
referenced)
Penilaian kelas perlu disusun dan dirancang untuk mengukur
apakah siswa telah menguasai kemampuan sesuai dengan standar
yang ditetapkan dalam kurikulum. Butir-butir yang dicakup dalam
penilaian harus terkait secara langsung dengan indikator
pencapaian kemampuan tersebut. Ruang lingkup materi penilaian
mencakup semua kompetensi dasar dan disesuaikan dengan
tahapan materi yang telah diajarkan serta pengalaman belajar
siswa. Penilaian dilakukan untuk mengetahui kemampuan belajar
dan ketuntasan penguasaan kompetensi siswa. Materi penugasan
atau ulangan harus benar-benar mereflesikan setiap kemampuan
yang ditargetkan untuk dikuasai siswa. Hanya materi yang secara
esensial terkait langsung dengan kemampuan yang perlu dicakup
dalam penilaian kelas.
Hal penting lainnya adalah standar komampuan. Hasil penilaian
harus memberikan informasi pencapaian siswa terhadap standar
kompetensi yang telah ditetapkan. Sejalan dengan prinsip ini maka
penyampaian hasil belajar siswa digambarkan dalam bentuk chart
yang memberikan informasi secara grafis kedudukan kemampuan

9
siswa terhadap standar kompetensi. Contohnya adalah seperti
berikut ini.
Nama siswa : Adrian
Ranah : Kognitif

6. Berkelanjutan (continuous)
Penilaian harus merupakan proses yang berkelanjutan dalam
rangkaian rencana mengajar guru selama satu semester dan tahun
ajaran. Rangkaian penilaian melalui pemberian tugas, pekerjaan
rumah, ulangan harian, ulangan tengah dan akhir semester, serta
akhir tahun ajaran merupakan proses yang berkesinambungan dan
berkelanjutan selama satu tahun ajaran. Selama proses tersebut
dilihat pencapaian kompetensi dasar siswa. Guru menyusun
indikator pencapaian kompetensi dasar sebagai acuan dalam
pengembangan alat penilaian. Penilaian dilakukan dengan berbagai
teknik baik tes maupun non-tes sesuai dengan karakteristik aspek
yang diukur. Penilaian dilakukan tidak hanya pada akhir
pembelajaran, melainkan juga dilakukan pada saat proses
pembelajaran. Selanjutnya penilaian harus diikuti dengan kegiatan
analisis terhadap hasil penilaian dan merumuskan umpan balik
yang berfungsi sebagai masukan dalam perencanaan proses
pembelajaran berikutnya. Hasil analisis memberikan informasi
kompetensi dasar yang telah dan belum dikuasai siswa, sehingga
dapat ditentukan langkah pembelajaran dan penilaian berikutnya.

10
Dengan demikian kegiatan pembelajaran yang dilakukan sepanjang
semester dan tahun ajaran merupakan rangkaian siklus proses
pembelajaran yang saling bersambung. Hal ini dapat menjamin
pembelajran secara tuntas dan pencapaian kompetensi.
7. Didaktis
Hasil penilaian diharapkan dapat digunakan untuk mendorong dan
membina siswa dalam meningkatkan kualitas hasil belajar. Dalam
hal ini nguru ndapat melakukan berbagai upaya yang bersifat
konstruktif, seperti pemberian hadiah bagi siswa yang berprestasi
baik. Hadiah disini tidak harus bersifat material, melainkan dapat
juga dalam bentuk tindakan psikologis, misalnya dengan
mengumumkan nama-nama siswa yang berprestasi baik di lingkup
sekolah pada acara upacara bendera, atau pada media sekolah
seperti majalah dinding. Dengan dilaksanakannya Manajemen
Berbasis Sekolah, sangat dimungkinkan dilakukannya pemberian
hadiah yang bersifat material. Yang penting diperhatikan adalah
jangan sampai pelaksanaan pemberian hadiah tersebut
menimbulkan pengaruh negatif berupa sikap materialistik dan
selalu berharap adanya imbalan dalam berbuat.
Hal lainnya adalah alat dalam penilaian kelas berupa tes maupun
non-tes harus dirancang agar siswa menyenangi dan menikmati
kegiatan penilaian, baik isi, format, maupun tata letak dan
tampilannya. Perancangan bahan penilaian yang kreatif dan
menarik dapat mendorong siswa untuk menyelesaikan tugas
penilaian baik yang bersifat individual maupun kelompok dengan
penuh antusias dan menyenangkan. Alat penilaian seperti ini dapat
menumbuhkan rasa keingintahuan siswa lebih dalam dan
mendorong belajar lebih kuat.
8. Menggali Informasi
Penilain kelas yang baik harus dapat memberikan informasi yang
cukup bagi guru untuk mengambil keputusan dan umpan balik.

11
Pemilihan metode, teknik, dan alat penilaian yang tepat sangat
menentukan jenis informasi yang digali dari proses penilaian kelas.
Penilaian diarahkan agar dapat diperoleh informasi yang luas
mendalam. Oleh karenanya bentuk soal dan penugasan yang
terbuka seperti soal uraian dan pemecahan masalah sangat
dianjurkan untuk ulangan harian yang disiapkan guru. Sebaliknya
bentuk soal lebih tertutup seperti pilihan ganda dan uraian
terstruktur lebih dianjurkan untuk penilaian yuang materinya lebih
bersifat luas dan komprehensif seperti pada ulangan akhir semester
dan akhir tahun ajaran.
9. Melihat yang benar dan yang salah
Dalam melaksanakan penilaian guru hendaknya melakukan analisis
terhadap hasil penilaian dan kerja siswa secara seksama untuk
melihat adanya kesalahan yang secara umum terjadi pada siswa
dan sekaligus melihat hal-hal positif yang diberikan siswa. Hal-hal
positif tersebut misalnya berupa jawaban benar yang diberikan
siswa diluar perkiraan atau cakupan yang ada pada guru. Siswa
yang memiliki kelebiham kecerdasan, pengetahuan, dan
pengalaman sangat mungkin memberikan jawaban dan
penyelesaian masalah yang tidak tersedia pada bahan yang
diajarkan dikelas. Melihat pola kesalahan yang umum dilakukan
siswa dalam menjawab dan menyelesaikan masalah untuk materi
serta kompetensi tertentu sangat membantu guru dalam melakukan
perbaikan dan penyesuaian progam belajar-mengajar. Prinsip ini
melandasi proses penilaian yang dapat mengungkap kemampuan
siswa yang sebenarnya. Hal ini hanya dapat dilakukan jika
penilaian didukung dengan alat penilaian yang sahih (valid) dan
handal (terpercaya).

12
D. Prosedur/Penilaian Kelas
Agar tujuan penilain tercapai dengan efektif, guru harus
menggunakan berbagai metode dan teknik penilaian yang beragam
sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik pengalaman
belajar yang dialami siswa. Oleh sebab itu guru hendaknya memiliki
pengetahuan dan kemahiran tentang berbagai metode dan teknik
penilaian sehingga dapat memilih dan melaksanakan dengan tepat
metode dan teknik yang dianggap paling sesuai dengan tujuan dan
proses pembelajaran serta pengalaman belajar yang telah ditetapkan.
Metode-metode tersebut meliputi :
1. Penilaian tertulis (paper-pencil test) baik berupa soal uraian
maupun pilihan.
2. Tes praktek (performance test).
3. Penilaian produk.
4. Penilaian proyek.
5. Peta perkembangan.
6. Evaluasi diri siswa.
7. Penilaian afektif.
8. Portofolio.
Tujuan dan pengalaman belajar tententu mungkin cukup efektif
dinilai dengan tes tertulis, sedangkan tujuan dan pengalaman belajar
yang lain (misalnya berbicara dan pratikum IPA) akan sangat efektif
dinilai dengan tes praktek. Demikian juga metode observasi akan
sangat efektif digunakan untuk menilai aktifitas pembelajaran siswa
dan kelompok, sedangkan skala sikap sangat cocok untuk menilai
aspek afektif, minat dan motivasi anak didik.
Disamping itu, karena tujuan utama dari penilaian berbasis kelas
yang dilakukan oleh guru adalah untuk memantau kemajuan dan
pencapaian belajar siswa sesuai dengan matriks kompetensi belajar
yang telah ditetapkan, guru atau wali kelas diharapkan
mengembangkan sistem portofolio individu siswa (student portofolio)

13
yang berisi kumpulan yang sistematis tentang kemajuan dan hasil
belajar siswa. Portofolio siswa dapat berupa rekaman perkembangan
belajar dan psikososial siswa (developmental), catatan prestasi khusus
yang dicapai siswa (showcase), catatan menyeluruh kegiatan belajar
siswa dari awal sampai akhir (comprehensive), atau kumpulan tentang
kompetensi yang telah dikuasai siswa secara kumulatif. Portofolio
sangat berguna baik bagi sekolah maupun orang tua siswa serta pihak-
pihak lain yang memerlukan informasi secara rinci tentang
perkembangan belajar siswa dan aspek psikososialnya sehingga
mereka ndapat memberikan bimbingan dan bantuan yang relevan bagi
keberhasilan belajar siswa.

LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai materi di atas, kerjakanlah
latihan berikut!
1. Dalam rangka pemenuhan prinsip pemberian nilai khususnya prinsip
holistik, bagaimana seharusnya nilai keterampilan, misalnya keterampilan
bermain musik ditentukan? Berikan penjelasan!
2. Dengan adanya standar kompetensi sebagai ukuran yang harus dicapai
dalam pembelajaran, maka laporan kemajuan siswa pada setiap mata
pelajaran disampaikan dalam bentuk chart. Jelaskan mengapa demikian?
Kelemahan apakah yang mungkin terjadi dalam pelaporan dengan cara
ini? upaya apakah yang dapat dilakukan untuk mengatasinya?
3. Pujian dan hukuman untuk memotivasi siswa dapat dinyatakan dalam
bentuk kata-kata, hadiah, sertifikat dan bentuk lainnya. Dalam membina
mental-spiritual siswa-siswi anda, pujian bentuk manakah yang kan anda
terapkan? berikan penjelasan!
4. Seorang guru pelajran Matematika pada saat mengajar dikelas sering
menganggu temanya, dan kurang disiplin. Namun demikian skor hasil
ujian siswa S selalu baik. Dalam penentuan nilai, guru memutuskan untuk
meminimkan skornya sebagai hukuman terhadap ulahnya di kelas.

14
Bagaimana pendapat anda tentang keputusan guru matematika tersebut?
berikan penjelasan!
5. Penilaian dilaksanakan dengan prinsip berkelanjutan dalam penilaian!
Petunjuk Jawaban Latihan

No. Jawaban Skor


1 Aspek kemampuan yang dikuasai siswa dalam pelajaran 5
ketrampilan di
Sekolah tidak hanya menuntut peserta didik menjadi terampil
melainkan juga
Menguasai konsepnya (kognitif) serta melatih menghargai
sikap (afektif : teratur, bersih, rapi). Dengan demikian penilaian
ketrampilan diarahkan secara
Menyeluruh terhadap proses pembuatan dan hasil akhir
ketrampilan yang dibuat
2 Laporan kemajuan dalam bentuk chart dimaksudkan agar yang 4
membaca (siswa maupun orang tuanya) dapat menyimpulkan
bawa yang bersangkutan telah mencapai batas lulus ataukah
belum. Alasannya dalah bahwa membaca/mengartikan bentuk
gambar (grafik) lebih mudah dari pada mengartikan huruf atau
angka
Kelemahannya adalah siswa atau orang tua selama ini terbiasa
dengan angka
Sehingga dapat timbul kebingungan sehingga salah
menafsirkan atau menjadi kurang acuh terhadap laporan
tersebut. Untuk mengatasinya pihak sekolah perlu berupaya
menyosialisasikanbentuk laporan berbentuk chart tersebut.
3 Yang baik dilaksanakan Antara lain adalah pujian dalam bentuk 4
“credit point (tabungan penghargaan) yang jika pada akhir
tahun telah memenuhi persyaratan .
Minimal dapat diberikan sertifikat. Pengembagan kriteria

15
“credit point” diatur sendiri oleh sekolah. Pemberian hadiah
seperti ini memberikan dorongan positif yang terus-menerus
kepada anak didik untuk berkesempatan mengejar target berupa
sertifikat.
4 Kurang/tidak setuju jiks skor matematika siswa S dirutunkan 5
disebabkan tingkah lakunya yang kurang baik. Alasannya
adalah bahwa sikap siswa S yang demikian kemungkinan
disebabkan oleh pelajaran yang kurang menarik. Jika skor
matematika siswa S dikurangi, dapat timbul akaibat negatif
yaitu siswa S menjadi tidak suka terhadap pelajran matematika.
Sebaikanya nilai untuk sikap diukur atau ditentukan tersendiri
menggunakan metode dan alat ukur yang sesuai seperti angket
dan observasi.
5 Prinsip berkelanjutan dalam penilaian mempunyai ciri-ciri : 4
♥ pembuatan instrument penilaian mengacu ke indikator
pencapaian kompetensi
♥ adanya analisis hasil penilaian untuk melihat penguasaan
kompetensi dasar yang telah dan belum dikuasai siswa
♥ penilaian dilakukan selama proses belajar dan pada akhir
pembelajaran suatu kompetensi dasar
♥ penilaian menggunakan teknik tes dan non-tes
Skor Maksimum 22

Tes Formatif 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Unsur-unsur penilaian ketrampilan menganyam berikut ini termasuk dalam
ranah afektif, kecuali ….
A. Kerapian hasil anyaman
B. Ketepatan waktu penyelesaian
C. Keserasian (motif, warna, bentuk)
D. Kebersihan hasil anyaman

16
2. Unsur kekuatan hasil anyaman pada penilaian keterampilan menganyaman
termasuk dalam ranah kemampuan ….
A. Kognitif
B. Psikomotorik
C. Afektif
D. Afektif dan psikomotorik
3. Pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, siswa S memperoleh skor hasil
ujian 72, sedangkan skor tertinggi dikelasnya adalah 85, dengan batas
lulus kompetensi 75. Dengan mengacu kepada Kurikulum Berbasis
kompetensi, maka penilaian yang diberikan kepada siswa S adalah …
A. × 100 = 84,7
B. Lulus
C. Tidak lulus
D. 72
4. Skor-skor nilai berikut ini yang tepat disampaikan kepada siswa dalan
bentuk chart sebagai gambaran pencapaian kompetensi adalah …
A. Ujian tengah semester
B. Tes sub-sumatif
C. Tes suamtif
D. Makalah
5. Berikut ini yang menunjukkan adanya ketidakterpisahan Antara penilaian
dan system pembelajaran yang berbasis kompetensi adalah …
A. Perencanaan pembelajaran didasarkan atas umpan balik pembelajaran
sebelumnya.
B. Dilakukan analisis terhadap penilaian.
C. Tidak semua materi pelajaran dimasukkan dalam rencana pembelajran.
D. Ada ketergantungan Antara efektivitas proses pembelajaran terhadap
kualitas penilaian.
6. Pada saat melakukan proses pembelajaran guru melakukan pencatatan
terhadap isi pembahasan diskusi yang dilakukan siswa. Dari pencatatan itu
guru mengetahui ada siswa yang membahas topik diskusi dengan kritis,

17
dan ada pula yang jawabannya hanya bersifat spontan. Dapat disimpulkan
bahwa guru telah menerapkan prinsip penilaian …
A. Berkesinambungan
B. Didaktis
C. Integrasi
D. Komprehensif
7. Berikut ini adalah perilaku guru dalam penilaian yang sesuai dengan
prinsip-prinsip penilaian kelas, kecuali …
A. Meminta siswa menjawab pertanyaan sebelum siswa mengikuti proses
pembelajaran.
B. Mengidentifikasi materi pelajaran yang belum disampaikan kepada
siswa.
C. Menyimpan seluruh hasil kerja siswa dalam arsip file setiap siswa di
kelas.
D. Bersikap tidak mudah percaya dengan hasil penilaian yang dilakukan.
8. Berdasarkan kurikulum yang berbasis kompetensi, tindakan guru yang
harus dilakukan setelah proses pembelajaran adalah ...
A. Menentukan nilai hasil belajar siswa.
B. Menentukan langkah dalam perencanaan proses pembelajaran
selanjutnya.
C. Mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.
D. Memastikan pencapaian kompetensi dasar siswa
9. Setelah melakukan kegiatan pembelajaran, guru melihat kembali
langakah-langkah penilaian yang dilakukan selama proses pembelajran
dikelas berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disususn
sebelumnya. Tindakan guru tersebut sesuai dengan tujuan penilaian kelas
dalam hal …
A. Penulusuran
B. Pengecekan
C. Pencarian
D. Penyimpulan

18
10. Pada akhir proses pembelajaran guru mengetahui bahwa hanya 15% dari
seluruh siswa yang mengikuti pembelajaran telah mencapai standar
kompetensi minimal yang telah ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan
adanya fungsi penilaian kelas dalam hal …
A. Motivasi
B. Belajar tuntas
C. Indikaator efektivitas pembelajaran
D. Umpan balik

Cocokanlah jawaban anda dengan kuncin jawaban tes formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan anda terhadap materi kegiatan belajar 1
Tingkat penguasaan:

100%

Arti tingkat penguasaan:
90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, anda dapat
meneruskan dengan kegiatan belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%
anda harus mengulangi materi kegiatan belajar 1, terutama bagian yang
belum dikuasai.

2.2 Kegiatan Belajar 2


Penilaian di Berbagai Jenjang Pendidikan
Sejauh ini sedikit banyak anda telah mengetahui dan memahami tentang
penilaian dalam pendidikan. Bahkan mungkin penilaian merupakan bagian
dari tugas anda sehari-hari, sehingga pedoman-pedoman penilaian yang

19
digunakan telah anda hafal benar. Dalam kegiatan belajar berikut ini cobalah
anda telaah kembali hal yang telah anda ketahui dan pahami tentang penilaian
melalui petunjuk penilaian yang digunakan dengan cara mengikuti dengan
seksama pembahasan yang akan disajikan berikut ini.
Landasan hukum pelaksanaan penilaian di jenjang pendidikan dasar dan
menengah adalah UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Pedoman-pedoman penilaian yang mengatur pelaksanaan
penilaian secara operasional adalah Pedoman Khusus Pola Induk Sistem
Penilaian Hasil Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dasar, Panduan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang ditetapkan oleh Badan
Nasional Standar Pendidikan (BNSP), dan Sistem Penilaian Kelas yang
dikembangkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan Ditendik Depdiknas. Selain
itu sejalan dengan Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah dapat membuat
kebijakan yang mengatur secara khusus pelaksanaan penilaian pendidikan di
wilayahnya dengan tetap berlandaskan kepada kebijakan umum yang bersifat
nasional. Misalnya Pedoman Pelaksanaan Ujian Sekolah SD/MI/SDLB dan
SLB Tingkat Dasar 2004/2005 yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Dasar
Propinsi DKI.
Dalam Kegiatan Belajar 2 ini selain dibahas tentang pedoman penilaian di
jenjang pendidikan dasar dan menengah, akan dibahas pula pedoman
penilaian di perguruan tinggi sehingga dapat lebih memperluas wawasan
anda.
A. Pedoman Pelaksanaan Penilaian di Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah
PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal
63 menyebutkan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah terdiri atas:
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik.
2. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan.
3. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.

20
Penilaian hasil belajar oleh pendidik bertujuan untuk memantau
proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dilakukan secara
berkesinambungan dalam bentuk ulangan harian, tugas, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas,
pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai
perkembangan afeksi dan kepribadian, serta ekspresi psikomotorik
peserta didik, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik
materi yang dinilai.
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai
pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran.
Penilaian dimaksud merupakan penilaian akhir untuk menentukan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan yang dilaksanakan
dalam bentuk ujian sekolah.
Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah bertujuan untuk menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran
tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi
dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.
Dari rincian penilaian pendidikan tersebut, terdapat beberapa
bentuk penilaian yang digunakan untuk menilai hasil belajar siswa,
yaitu:
1. Ulangan harian.
2. Tugas-tugas.
3. Ulangan tengah semester.
4. Ulangan akhir semester.
5. Ulangan kenaikan kelas.
6. Pengamatan terhadap perubahan perilau/sikap dan
psikomotorik.
7. Bentuk penilaian lain yang sesuai dengan karakteristik materi
yang dinilai.
8. Ujian sekolah.
9. Ujian sekolah.

21
Bentuk penilaian lain yang digunakan antara lain penilaian diri,
kuesioner, penilaian proyek, dan portofolio.
Dalam pedoman Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang
panduannya dikembangkan oleh BNSP, antara lain diterapkan tentang
Ketuntasan Belajar, Kenaikan Kelas dan Kelulusan.
1. Ketuntasan Belajar
Prinsip ketuntasan Belajar merupakan suatu keharusan
dengan diterapkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Pelaksanaannya diwujudkan dengan adanya ketentuan Standar
Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) untuk setiap mata pelajaran
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. SKBM merupakan
ukuran standar kemampuan yang harus dicapai siswa dalam mata
pelajaran tertentu. Namun standar ini dapat disesuaikan dengan
kebijakan pemerintah daerah setempat. Misalnya dalam pedoman
ditetapkan SKBM untuk pelajaran Bahasa Indonesia adalah 75 dan
untuk pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam adalah 70. Angka 75 dan
70 tersebut dapat diubah jika ada kebijakan pemerintah daerah
yang mengaturnya. Dengan adanya Standar Ketuntasan Belajar
Minimal maka dapat diketahui apakah seorang siswa telah
mencapai kemampuan yang dipersyaratkan dalam suatu mata
pelajaran. Jika belum, maka guru harus berupaya memperbaiki
proses pembelajaran untuk mata pelajaran tersebut sampai siswa
mencapai batas minimal kemampuan yang ditetapkan dalam mata
pelajaran tersebut.
Contoh Standar Ketuntasan Belajar Minimal untuk kelas 6
di sekolah dasar di daerah A ditetapkan sebagai berikut.
Mata Pelajaran SKBM
Pendidikan Agama 70
Pendidikan Kewarganegaraan 75
Bahasa Indonesia 75
Matematika 65

22
Ilmu Pengetahuan Alam 70
Ilmu Pengetahuan Sosial 70
Seni Budaya dan Keterampilan 70
Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan 70
Kesehatan
Muatan Lokal: Bahasa Inggris 65

Dengan demikian, seorang siswa dikatakan telah memenuhi


batas SKBM jika semua nilai mata pelajaran tersebut sama atau
lebih tinggi dari SKBM.
2. Kenaikan Kelas
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun pelajaran.
Kriteria kenaikan kelas adalah sebagai berikut:
a. Siswa dinyatakan naik kelas setelah menyelesaikan seluruh
program pembelajaran pada dua semester di kelas yang diikuti.
b. Tidak terdapat nilai di bawah Standar Ketuntasan Belajar
Minimal (SKBM).
c. Memiliki nilai minimal baik untuk aspek kepribadian pada
semester yang diikuti.
3. Kriteria Kelulusan
Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada
pendidikan dasar dan menengah setelah:
a. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran.
b. Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk
seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran Agama dan
Akhlak Mulia, kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan
Kepribadian, kelompok mata pelajaran ESTETIKA, dan
kelompok mata pelajaran Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan.
c. Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
d. Lulus Ujian Nasional (UN).

23
Selanjutnya, pelaksanaan penilaian hasil pembelajaran berbasis
kompetensi dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Alat penilaian
1) Aspek kognitif
Alat penilaian aspek kognitif adalah tes berupa tes
objektif, tes uraian, dan tes berbentuk soal terbuka. Tes
objektif dapat berupa soal pilihan ganda, benar-salah,
dan menjodohkan. Tes uraian adalah tes yang menuntut
siswa merespon atau menguraikan langkah untuk
memperoleh jawaban soal. Soal terbuka adalah soal
yang memiliki lebih dari satu cara menjawab ddan
menuntut siswa menjawab dengan disertai syarat-syarat
khusus.
2) Aspek Psikomotorik
Penilaian aspek psikomotorik dilakukan dengan
kombinasi alat penilaian tesdan pengamatan. Alat
penilaian psikomotorik dapat berupa tes tertulis, tes
simulasi, dan tes contoh kerja (work sample).
3) Aspek Afektif
Penilaian aspek afektif dilakukan dengan alat
penilaian non-tes, yaitu penilaian sikap dan penilaian
diri, baik berbentuk kuesioner, pengamatan, maupun
laporan diri.
b. Penyekoran
Penyekoran dilakukan dengan berdasarkan pada ketuntasan
belajar siswa. Jika hasil penyekoran telah mencapai batas nilai
standar yang ditetapkan untuk mata pelajaran tertentu, maka
siswa dinyatakan telah menguasai kompetensi yang ditentukan.
1) Skor tes objektif
Skor tes objektif dapat ditentukan dengan tanpa
menyertakan faktor koreksi atau dengan menyertakan

24
faktor koreksi. Jika tanpa menyertakan faktor koreksi
maka hasil skor ditentukan sebagai berikut:

= ×

Keterangan: B = jumlah jawaban benar


N = jumlah seluruh butir soal
K = skor maksimum skala penilaian
Jika dengan menyertakan faktor koreksi maka hasil
skor ditentukan sebagai berikut:


= ×

Keterangan:
B = jumlah jawaban benar
S = jumlah jawaban salah
P = banyaknya pilihan jawaban setiap butir soal
N = jumlah seluruh butir soal
K = skor maksimum skala penilaian
Contoh:
Siswa A mengerjakan tes sebanyak 40 butir soal dengan hasil
jawaban benar 25. Untuk menghitung skor, guru menggunakan
rentang skala 0 – 100. Maka skor siswa A dapat dihitung sebagai
berikut:
a) Skor tanpa faktor koreksi
25
= × 100 = 62,5
40
b) Dengan faktor koreksi
15
25 − 4
= × 100 = 53,125
40

25
2) Skor tes uraian
Skor uraian ditentukan berdasarkan pedoman
penyekoran. Dalam pedoman penyekoran skor
diberikan berdasarkan kecocokan jawaban terhadap
“kata kunci”. Selanjutnya skor total adalah jumlah
seluruh skor butir.
Contoh:
Kompetensi dasar: kemampuan menganalisis bentuk-
bentuk perilaku yang muncul sebagai dampak
globalisasi.
Indikator: membuat daftar perubahan perilaku
masyarakat sebagai dampak globalisasi.
Soal: sebutkan perubahan-perubahan perilaku
masyarakat sebagai dampak globalisasi!.
Pedoman penyekoran:
No Rambu-rambu Jawaban Skor
1 Cara hidup1, tidak lagi mencerminkan gaya hidup 8
2
masyarakat setempat .
Makanan3, masyarakat menggemari makanan
kemasan/cepat saji4.
Pakaian5, masyarakat lebih memilih model pakaian6
asing.
Nilai-nilai tradisi7, tidak dipakai sebagai aturan hidup
masyarakat8.

3) Skor aspek afektif


Pemberian skor penilaian aspek afektif didasarkan
pada kriteria penilaian dalam skala tertentu. Selanjutnya
skor dari setiap aspek afektif yang dinilai dijumlahkan
menjadi skor total.

26
Contoh:
Jawaban siswa A tentang sikap terhadap mata pelajaran
Matematika.
Bagaimana pendapat anda tentang mata pelajaran
Matematika?
Membosankan (1) 2 3 4 5 Menyenangkan
Tidak bermanfaat 1 (2) 3 4 5 Bermanfaat
Tidak Menarik 1 (2) 3 4 5 Menarik
Tidak perlu dipelajari 1 2 (3) 4 5 Perlu dipelajari
Tidak menantang 1 (2) 3 4 5 Menantang

Skor siswa A = 1 + 2 + 2 + 3 + 2 =10


Selanjutnya skor siswa dibandingkan dengan kriteria
penilaian yang ditetapkan. Penetapan kriteria dapat
dilakukan sebagai berikut. Skor maksimum penilaian
25, skor minimum 5. Nilai tengah = 15. Kriteria

penilaian dapat ditetapkan:


Rentang Skor Kriteria
5–9 Tidak baik (sangat rendah)
10 – 15 Kurang baik (rendah)
16 – 20 Baik (sedang)
21 – 25 Sangat baik (tinggi)
Dari skor yang diperoleh siswa A = 10 maka dapat
disimpulkan sikap siswa A terhadap mata pelajaran
Matematika adalah kurang baik (rendah).
4) Skor aspek psikomotorik
Skor penilaian aspek psikomotorik ditentukan
berdasarkan kriteria penilaian yang ditetapkan pada
pedoman penyekoran. Pedoman penyekoran mencakup
aspek-aspek yang dinilai dan rentang skor yang dapat

27
diberikan untuk aspek tersebut, serta bobot untuk setiap
aspek yang dinilai. Hasil skor akhir dapat ditentukan
sebagai berikut:
×
= ×
×
P = skor setiap aspek penilaian/butir soal
M = skor maksimum setiap aspek penilaian/butir soal
T = bobot setiap aspek penilaian/butir soal
K = maksimum rentang skor soal
Contoh:
Kompetensi dasar: menulis untuk teman sebaya tentang
pengalaman atau cita-cita dengan bahasa yang baik dan
benar dan memperhatikan penggunaan ejaan.
Pedoman penyekoran
Skor Skor
Aspek penilaian Bobot Jumlah
maksimum siswa
Kemenarikan 3 2 2 4
Ejaan/Tanda baca 5 3 4 12
Perwajahan 2 1 2 2
Skor total 18
Selanjutnya skor total siswa dibandingkan dengan skor
maksimum penilaian. Dalam contoh tersebut skor
maksimum penilaian adalah (3 × 2) + (5 × 3) +

(2 × 1) = 23. Maka nilai siswa adalah × 100 =

78,26.

B. Pedoman Pelaksanaan Penilaian di Perguruan Tinggi


Pedoman pelaksanaan penilaian di perguruan tinggi dikembangkan
oleh lembaga perguruan tinggi yang bersangkutan. Pengembangan ini
berpedoman pada UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 1989,
Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 1999, dan SK Mendiknas No.

28
233/U/2000 tahun 2000. Surat Keputusan Mendiknas yang disebutkan
di atas mengenai Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa tercantum dalam
Bab V Pasal 12, 14, 15, dan 16. Untuk mengetahui kapan dan
bagaimana hasil ujian dilaksanakan, diatur pada Pasal 12 berikut:
1. Terhadap kegiatan kemajuan belajar mahasiswa dilakukan
penilaian secara berkala yang dapat berbentuk ujian, pelaksanaan
tugas, dan pengamatan oleh dosen.
2. Ujian dapat diselenggarakan melalui ujian tengah semester, ujian
akhir semester, ujian akhir program studi, ujian skripsi, ujian tesis,
dan ujian disertasi.
3. Penilaian hasil belajar dinyatakan dalam A, B, C, D, dan E yang
masing-masing bernilai 4, 3, 2, 1, dan 0.
Persyaratan untuk lulus program seperti jumlah SKS yang harus
ditempuh dan minimal IPK yang harus dicapai tercantum pada pasal
14 berikut:
1. Syarat kelulusan program pendidikan ditetapkan atas
pemenuhan jumlah SKS yang disyaratkan dan Indeks Prestasi
Kumulatif (IPK) minimum.
2. Perguruan tinggi menetapkan jumlah SKS yang harus ditempuh
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan berpedoman
pada kisaran beban studi bagi masing-masing program
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8.
3. IPK minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi, sama atau
lebih tinggi dari 2,00 untuk program sarjana dan program
diploma, dan sama atau lebih tinggi dari 2,75 untuk program
magister.
Tentang aturan sebutan predikat kelulusan dan syarat yang harus
dipenuhi, diatur pada Pasal 15 berikut:

29
1. Predikat kelulusan terdiri atas 3 tingkat yaitu memuaskan,
sangat memuaskan, dan dengan pujian, yang dinyatakan pada
transkip akademik.
2. IPK sebagai dasar penentuan predikat kelulusan program
sarjana dan diploma adalah:
a. IPK 2,00 – 2,75 : memuaskan
b. IPK 2,76 – 3,50 : sangat memuaskan
c. IPK 3,51 – 4,00 : dengan pujian
3. Predikat kelulusan untuk program magister:
a. IPK 2,75 – 3,40 : memuaskan
b. IPK 3,41 – 3,70 : sangat memuaskan
c. IPK 3,71 – 4,00 : dengan pujian
4. Predikat kelulusan dengan pujian ditentukan pula dengan
memperhatikan masa studi maksimum, yaitu n tahun (masa
studi minimum) ditambah 1 tahun untuk program sarjana dan
0,5 tahun untuk program magister.
5. Predikat kelulusan untuk program doktor diatur oleh perguruan
tinggi yang bersangkutan.
Ruang lingkup penilaian serta upaya untuk meningkatkan motivasi
mahasiswa dalam rangka peningkatan kualitas lulusan diatur dalam
Pasal 16 berikut:
1. Penilaian terhadap hasil belajar mahasiswa dilakukan secara
menyeluruh dan berkesinambungan dengan cara yang sesuai
dengan karakteristik pendidikan yang bersangkutan.
2. Untuk mendorong pencapaian prestasi akademik yang lebih
tinggi dapat dikembangkan sistem penghargaan mahasiswa dan
lulusan yang memperoleh prestasi tinggi.
Dari Pasal-pasal yang mengatur penilaian ada yang harus diatur
sendiri oleh lembaga/perguruan tinggi, misalnya Pasal 12 ayat (1),
semua ayat pada Pasal 14, dan Pasal 15 ayat (5), serta semua ayat pada
Pasal 16. Perguruan tinggi menanggapi Pasal 12 ayat (1) dengan

30
memeperhatikan Pasal 15 ayat (1) yang menyatakan bahwa beban studi
program S1 ada pada rentangan 144 sampai dengan 160 SKS. Dalam
hal ini perguruan tinggi (Fakultas, Jurusan, Program Studi) dapat
menentukan jumlah SKS yang harus ditempuh program sarjana.
Kenyataannya memang jumlah SKS berbeda antar-program studi dan
antar-program studi dalam satu perguruan tinggi. Demikian juga untuk
semua pasal dan ayat yang disebutkan di atas diberikan kebebasan
kepada perguruan tinggi untuk menetapkan sendiri pelaksanaannya
disesuaikan dengan sifat program dan sifat mata kuliah yang
ditawarkan.
Coba anda perhatikan beberapa contoh penilaian berikut ini!
Berdasarkan pedoman pelaksanaan penilaian Pasal 12 ayat (1)
Universitas Terbuka menentukan adanya kegiatan yang
menyeimbangkan nilai akhir dengan bobot yang ditentukan masing-
masing sebagai berikut (Katalog UT tahun 2006, halaman 28 dan 29):
1. Bobot setiap jenis evaluasi hasil belajar adalah:
a. Ujian Akhir Semester (UAS) minimal 40%.
b. Tugas Mandiri (TM) 15%.
c. Tugas dan Partisipasi dalam Tutorial Online (Tuton) 15%.
d. Tugas dan Partisipasi dalam Tutorial Tatap Muka
Rancangan Khusus (TTMRK) 30%.
e. Tugas dan Partisipasi dalam Tutorial Tertulis (Tutis) 15%.
f. Praktikum (termasuk bimbingan) 30%.
g. Praktek 30%.
h. Tugas Mata Kuliah 15% atau 30%.
2. Komposisi jenis penilaian hasil belajar untuk setiap kelompok
mata kuliah adalah sebagai berikut:
a. Mata kuliah biasa terdiri atas:
I. UAS.
II. TM.

31
III. Tugas dan partisipasi TTM, atau tugas dan
partisipasi Tuton, atau tugas dan partisipasi dalam
Tutis.
b. Mata kuliah berpraktek atau berpraktikum atau ada tugas
terdiri atas:
I. UAS.
II. TM.
III. Tugas dan partisipasi Tuton, atau tugas dan
partisipasi dalam Tutis.
IV. Praktikum atau praktek atau tugas.
c. Mata kuliah khusus
Mata kuliah khusus diatur secara tersendiri oleh fakultas
yang bersangkutan.
3. Bobot UAS menjadi lebih besar dari 40% jika mahasiswa tidak
berpartisipasi atau tidak memperoleh atau tidak memiliki nilai
hasil belajar yang lain, kecuali bagi mata kuliah yang
mewajibkan praktek atau praktikum. Nilai akhir mata kuliah
belum diberikan apabila nilai parktek/praktikum/tugas yang
diwajibkan belum masuk. Apabila nilai TM, TTMRK, Tuton,
dan atau Tutis lebih rendah dari nilai UAS, maka nilai terkait
tidak diperhitungkan dalam penentuan nilai akhir mahasiswa
untuk satu mata kuliah. Nilai praktek/praktikum/tugas mata
kuliah yang merupakan persyaratan tetap diperhitungkan dalam
penentuan nilai akhir.
Pada salah satu universitas swasta di Jakarta, nilai akhir semester
ditentukan oleh sejumlah komponen masing-masing berbobot sebagai
berikut:
1. Kehadiran 10%.
2. Tugas-tugas 20%.
3. Ujian Tengah Semester 30%.
4. Ujian Akhir 40%.

32
Dua contoh ketentuan penilaian di atas menunjukkan adanya
variasi dalam mengembangkan pedoman pelaksanaan penilaian pada
setiap perguruan tinggi.
Coba anda perhatikan penghitungan nilai akhir semester seorang
mahasiswa berdasarkan pedoman penilaian pada contoh kedua
(universitas swasta di Jakarta) berikut ini.
Seorang mahasiswa berinisial M dinilai oleh seorang dosen mata
kuliah MK atas kegiatan-kegiatan perkuliahan sebagai berikut:
Ujian
Kehadiran

Skor Akhir Semester


Nama Mahasiswa

Tugas-tugas Tengah Akhir


Sem. Sem.

Nilai
Rata-rata
Jumlah
10%

20%

30%

40%
skor

skor
I II III IV
305,0
10,0

40,0

95,0

85,0

85,0

76,3

15,3

75,0

22,5

78,0

31,2

79,0
M

Dari perolehan komponen nilai mahasiswa M di atas diperoleh


nilai akhir 79,0. Bagaimana menyatakan nilai akhir tersebut dengan
nilai huruf A, B, C, D, dan E? Kriteria untuk mengubah skor menjadi
nilai huruf tidak diatur dalam SK menteri, melainkan ditetapkan oleh
lembaga pendidikan sendiri. Sebagai contoh di Universitas tempat
mahasiswa M mengikuti pendidikan ditetapkan kriteria konversi skor
nilai akhir menjadi nilai huruf sebagai berikut:
Skor Akhir Semester Nilai (huruf)
80 – 100 A
66 – 79 B
56 – 65 C
50 – 55 D
0 – 49 E

33
Menurut tabel konversi di atas mahasiswa M mendapat nilai B.
Tabel konversi di atas belum tentu sama dengan tabel konversi di
perguruan tinggi lain, karena masing-masing perguruan tinggi
memiliki dasar yang rasional pada saat pengembangan tabel yang
dimaksud. Selain daripada itu ada sejumlah perguruan tinggi yang
membuat rincian nilai dengan huruf minus (-). Jadi ada mahasiswa
yang mendapat nilai A+ atau A- untuk menentukan + atau -, rantangan
skor dirinci misalnya:
80 – 85 A-
86 – 95 A
96 – 100 A+
Namun demikian nilai akhir semester yang dicantumkan dalam
transkip tidak diberikan tanda (+) ataupun (-).
Pasal 14, SK Menteri menetapkan kelulusan mahasiswa dalam
program yang ditempuhnya yaitu dengan Indeks Prestasi Kumulatif
(IPK) minimal 2,00, bilamana IPK belum mencapai 2,00 mahasiswa
tersebut tidak lulus dan diberi kesempatan untuk mengulang mata
kuliah yang mendapat nilai rendah (C atau D).
Pada setiap akhir semester mahasiswa yang sudah menempuh
ujian, hasil ujiannya dicantumkan dalam laporan hasil ujian (transkip),
berupa angka yang disebut Indeks Prestasi (IP). Cara menghitung IP
adalah:
ℎ( × )
=

Contoh:
Mahasiswa bernama Amin pada semester 1 mengambil mata kuliah
sebagai berikut:
1. Pendidikan Agama (2 SKS)
2. Bahasa Indonesia (2 SKS)
3. Pendidikan Pancasila (2 SKS)
4. Pengantar Ekonomi Mikro (3 SKS)

34
5. Pengantar Bisnis (3 SKS)
6. Statistik I (2 SKS)
7. Pengantar Akutansi (2 SKS)
8. Pengantar Aplikasi Komputer (2 SKS)
Jumlah SKS semester I : 18
Nilai yang diperoleh Nilai yang diperoleh Amin untuk masing-
masing mata kuliah tersebut adalah B, B, B, C, C, A, A, C. Dalam SK
Menteri Pasal 12 ayat 3 ditetapkan bahwa mutu A bernilai 4, B bernilai
3, C bernilai 2, D bernilai 1 dan E bernilai 0. Maka Amin pada
semester 1 memperoleh:
( 1)
3×2+3×2+3×2+2×3+2×3+4×2+4×2+2×2
=
18
50
= = 2,78
18
Selanjutnya pada semester 2, Amin menempuh mata kuliah
dengan jumlah SKS 22. Pada akhir semester, hasil ujian untuk setiap
mata kuliah tersebut adalah A, B, C, C, B, B, D, C.
( 2)
4×2+3×3+2×3+2×3+3×3+3×3+1×3+2×2
=
22
54
= = 2,45
22
Pada akhir semester 2 (setelah Amin belajar 2 semester), gabungan
Indeks Prestasi kedua semester ini dinamakan Indeks Prestasi
Kumulatif (IPK) yang besarnya adalah:

ℎ( × ) 1+ ℎ( × ) 2
=
ℎ 1+ ℎ 2
50 + 54 104
= = = 2,60
18 + 22 40
Begitulah selanjutnya cara menghitung IP dan IPK untuk Amin
pada semester 3 hingga semester terakhir program yang diambilnya.

35
Jika Amin pada IPK semester terakhir berhasil mendapat mutu 3,75
maka sesuai dengan Pasal 15 ayat (2), Amin akan mendapat predikat
kelulusan “Dengan Pujian” setelah memperhitungkan studi yang
ditempuh (lihat Pasal 15 ayat 4).
LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai materi di atas, kerjakanlah
latihan berikut:
Nah, untuk meningkatkan penguasaan anda dalam mempelajari kegiatan
belajar ini, kerjakanlah latihan berikut! Latihan ini dapat didiskusikan dengan
teman seangkatan/kelompok belajar anda. Upayakan memberikan jawaban
berdasarkan konsep yang dikembangkan dalam kegiatan ini. Jawaban latihan
harus dibuat tertulis, sehingga pada saat memeriksanya (mencocokkan) dengan
rambu-rambu jawaban latihan secara objektif akan menemukan kebenaran atau
kekurangan jawaban anda. Selamat mengerjakan!
1. Bagaimana anda menjelaskan bahwa hasil EBTA dan atau EBTANES
memberi sumbangan pada pemerataan kualitas? Berikan contoh yang
nyata di lapangan!
2. Pedoman pelaksanaan penilaian SMA pada waktu pengembangan
dilandasi oleh keputusan sebagai lembaga yang lebih tinggi dari SMA.
Pada saat mengembangkan pedoman pelaksanaan penilaian SLTP
landasan keputusan yang manakah yang juga berlaku untuk SMA?
3. Dalam satu semester siswa SMA memperoleh 3 kali ulangan harian dan
ada 3 kali tugas-tugas dalam mata pelajaran Bahasa Inggris. Pada buku
catatan nilai guru Bahasa Inggris tercantum skor Amin masing-masing
kegiatan tersebut sebagai berikut: 8,75; 6,80; 8,25; 6,75; 8,95; dan 8,00.
Berapakah besarnya skor ulangan tersebut yang dapat dimasukkan untuk
melengkapi komponen nilai rapor?
4. Dalam buku pedoman pelaksanaan penilaian SMU tidak dibicarakan
mengenai tes formatif, mengapa demikian, berikan penjelasan!
5. Dalam salah satu Pasal SK Mendiknas mengenai predikat kelulusan
program doktor disebutkan bahwa predikat tersebut diatur oleh perguruan

36
tinggi yang bersangkutan. Apakah predikat kelulusan tersebut akan sama
dengan predikat program magister? Berikan komentar anda!
6. Pada saat manakah nilai 4, 3, 2, 1, dan 0 digunakan oleh dosen? Berikan
penjelasan atau contoh.
7. SK Menteri memberi kelonggaran pada perguruam tinggi untuk
menentukan persyaratan miniaml SKS yang harus ditempuh untuk
program SI yaitu antara 144 sampai dengan 169 SKS. Jelaskan apa
keuntungan dan kekurangan kalau dipilah yang minimal yaitu 144!
8. Bagaimanakah anda memberikan nilai terhadap kemampuan siswa
menyanyikan sebuah lagu wajib yang anda tugaskan? Berikan penjelasan!.
Setelah semua latihan di atas anda jawab secara tertulis, cocokkanlah jawaban
anda dengan rambu-rambu jawaban berikut. Rambu-rambu tersebut sudah digaris
bawahi pada kata-kata yang seharusnya sama atau sama maksud/artinya dengan
yang anda tuliskan.

Petunjuk Jawaban Latihan


No Rambu-rambu Jawaban Skor
1 (1) 6
EBTA dan EBTANAS adalah bahan ujian yang dikembangkan
bukan untuk
satu sekolah tetapi untuk semua sekolah di daerah tertentu atau
semua sekolah
di Indonesia. Hasil ujian EBTA dan ABTANAS dapat digunakan
untuk
(2)
membandingkan kemampuan sekolah A terhadap sekolah B dalam
setiap mata pelajaran
(3)
yang diujikan. Misalnya: nilai rata-rata matematika untuk sekolah A
lebih baik dari sekolah B, kepala sekolah, guru matematika, dan juga
pengawas akan bertanya,

37
(4)
mengapa sekolah A lebih baik dari B.
Setelah diperoleh jawaban maka pihak-pihak yang disebutkan di atas
sepakat untuk
(5)
Memperbaiki pembelajaran/fasilitas/guru di sekolah B pada tahun
berikutnya, sehingga dengan perbaikan tersebut diharapkan EBTA
dan EBTANAS tahun
(6)
Selanjutnya nilai matematika di sekolah B sudah sama atau lebih
baik dari sekolah A. Jadi EBTA dan EBTANAS adalah sarana untuk
pemerataan kualitas hasil belajar.
2 Keputusan lembaga yang lebih tinggi dari SLTP yang juga dapat 1
dipedomani dalam
(1)
Pengembangan pedoman pelaksanaan penilaian di SLTP adalah UU
Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989.
3 (1) 4
Menurut ketentuan PP 19 tahun 2005 ulangan harian merupakan
bagian dari penilaian oleh guru oleh karena itu besarnya skor yang
dapat diperhitungkan sebagai komponen nilai rapor adalah
(2) (3)
8,75 + 6,80 + 8,25 + 6,75 + 8,95 + 8,00 47,50
= = 7,92
6 6
(4)
4 (1) 3
Pedoman pelaksanaan penilaian SMU merupakan petunjuk atau
bimbingan tentang pemberian nilai peserta didik pada akhir semester
atau akhir program, sedangkan tes
(2)
Formatif bertujuan untuk menghimpun informasi tentang

38
pelaksanaan pembelajaran
(3)
(menentukan kualitas pembelajaran). Jadi menilai pekerjaan guru
(menilai proses pembelajaran yang dilakukan pendidik).
5 Predikat lulusan untuk program doktor dapat diatur sebagai berikut: 2
(1)
3,00 – 3,50: memuaskan Lebih berat dari
persyaratan predikat
3,51 – 3,85: sangat memuaskan
kelulusan program
3,86 – 4,00: dengan pujian magister
(2)
Untuk predikat lulusan seperti di atas ditentukan juga oleh masa
studi, yaitu masa studi tepat waktu sesuai dengan SK Mendiknas.
6 Pemberian nilai 4, 3, 2, 1, dan 0 di tingkat perguruan tinggi 5
digunakan pada saat
(1)
Menghitung Indeks Prestasi Belajar.
(2)
Contoh: Mahasiswa A memperoleh nilai akhir semester B untuk
Bahasa Indonesia 3 SKS, nilai A untuk Bahasa Perancis 3 SKS, dan
nilai C untuk Pendidikan Pancasila 2 SKS, maka pada akhir semester
Indeks Prestasi mahasiswa A adalah:
(3) (4)
(3 × 3) + (3 × 2) + (3 × 4) + (2 × 2)
= 2,82
11
(5)
7 (1) 4
Jika program S1 mempersyaratkan SKS minimal 144, maka beban
belajar mahasiswa per semester lebih ringan dibandingkan dengan
persyaratan minimal lebih dari 144.
(2) (3)
Ini berarti materi pembelajaran lebih terkonsentrasi dan diharapkan

39
kualitas hasil
(4)
belajar akan lebih baik. Namun ragam mata kuliah yang diambil
terbatas.
8 (1) 5
Penilaian kemampuan menyanyikan lagu dinilai berdasarkan
pedoman penyekoran sebagai berikut:
(2) (3) (4)
Aspek Penilaian Rentang skor Nilai
Materi Suara 1 – 25
Teknik Menyanyi 1 – 35
Penjiwaan 1 – 25
Penampilan 1 – 15

Skor maksimum 100


(5)
Skor nilai siswa: Jumlah skor nilai yang diperoleh dibatasi skor
maksimum.
Jumlah Skor 30

Tes Formatif 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Sebelum pelaksanaan otonomi daerah, pada setiap akhir tahun ajaran
selalu dilaksanakan EBTA dan EBTANAS. Dengan dilaksanakannya
otonomi daerah, maka pengukuran hasil belajar semacam
EBTA/EBTANAS ...
A. Tidak diperlukan
B. Diperlukan di daerah tertentu
C. Diperlukan
D. Ditentukan berdasarkan peraturan daerah

40
2. Tujuan diadakannya EBTA/EBTANAS adalah ...
A. Untuk memperoleh ukuran indikator patokan kualitas hasil belajar.
B. Mengetahui kelemahan dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar
pada satuan pendidikan.
C. Menyiapkan siswa untuk mengikuti jenjang pendidikan selanjutnya.
D. Menentukan mata pelajaran yang menjadi inti kegiatan belajar-
mengajar secara nasional.
3. Menurut pedoman pelaksanaan penilaian SMA penulisan skor rata-rata
ulangan harian dan tugas-tugas yang diperoleh selama satu semester
adalah ...
A. Dilakukan pembulatan skor “ke atas” jika angka desimal lebih besar
dari 0,5.
B. Dilakukan pembulatan skor “ke atas” jika terdapat angka desimal lebih
besar dari 0,1.
C. Biarkan dalam desimal.
D. Dilakukan pembulatan sampai dengan 1 digit desimal.
4. Skor Andi dalam pelajaran Bahasa Inggris tercatat sebagai berikut.
Ulangan harian: 8,75; 6,80; dan 8,25. Ujian akhir semester: 8,35. Menurut
pedoman pelaksanaan penilaian SMA, nilai rapor Andi untuk pelajaran
Bahasa Inggris adalah ...
A. 8,23
B. 8,21
C. 8,2
D. 8
5. Ketentuan pemberian nilai dengan tambahan + (plus) atau – (minus)
seperti B+, B-, C+, C-, atau A+ dan A- adalah ...
A. Tidak diperbolehkan, karena mengurangi perbedaan antara nilai yang
tinggi dan rendah.
B. Dapat dilakukan, disertai rambu-rambu yang menjelaskan artinya.
C. Diserahkan kepada masing-masing penilai.
D. Sebaiknya dihindarai.

41
6. Indeks Prestasi dan Indeks Prestasi Kumulatif yang diperoleh Anto untuk
semester 3 jika diketahui SKS, nilai dan bobotnya seperti di bawah ini
adalah ...
Semester Jumlah SKS Bobot × SKS Indeks Prestasi
1 18 50 2,78
2 22 54 2,45
3 16 45 ...

A. 2,81 dan 2,66


B. 2,66 dan 2,81
C. 2,8 dan 2,7
D. 2,7 dan 2,8
7. Mahasiswa MS mempunyai catatan nilai dan ketentuan perhitungan bobot
nilai mata kuliah MK sebagai berikut:
Ujian
Kehadiran

Skor akhir sem.


Tugas-tugas Tengah Akhir
Nama Mhs.

sem. sem.

Nilai
Rata-rata

Skor

Skor
10%

20%

30%

40%
Jml.

I II
60,0

75,0
135,

67,5

13,5

85,0

75,0

MS
8,0

Kriteria pemberian nilai yang berlaku sebagai berikut:


Skor Akhir Semester Nilai (huruf)
85 – 100 A
70 – 84 B
60 – 69 C
50 – 59 D
0 – 49 E

42
Berdasarkan ketentuan tersebut, mahasiswa MS memperoleh nilai ...
A. A
B. B
C. C
D. D
8. Penetapan jumlah SKS yang harus ditempuh oleh mahasiswa sebagai
syarat kelulusan suatu program pendidikan dilakukan oleh ...
A. Direktorat Pendidikan Tinggi
B. Perguruan tinggi
C. Menteri
D. Fakultas/program studi
9. Pada akhir semester program studi yang ditempuhnya, seorang mahasiswa
program Magister memperoleh IPK kumulatif 3,39. Predikat kelulusan
yang diberikan kepada mahasiswa tersebut adalah ...
A. Memuaskan
B. Sangat memuaskan
C. Dengan pujian
D. cumlaude
10. Berikut ini adalah kriteria penetapan naik kelas untuk siswa SMA, kecuali
...
A. Siswa telah menyelesaikan seluruh program pembelajaran pada dua
semester di kelas yang diikuti.
B. Tidak mendapat nilai di bawah Standar Ketuntasan Belajar Minimal
(SKBM).
C. Memperoleh nilai minimal Baik pada penilaian akhir untuk kelompok
mata pelajaran Agama dan Akhlak Mulia.
D. Memiliki nilai minimal Baik untuk aspek kepribadian pada semester
yang diikuti.

Cocokkanlah jawaban anda dengan kunci jawaban tes formatif 2 yang terdapat di
bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian gunakan rumus

43
berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi kegiatan
belajar 2.

= × 100%

Arti tingkat penguasaan:
90 − 100% =
80 − 89% =
70 − 79 =
< 70% =

2.3 Kegiatan Belajar 3


Pemanfaatan Hasil Tes untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran
Agar proses pembelajaran yang anda lakukan dapat berhasil dengan baik,
maka persiapan mengajar merupakan hal yang sangat mutlak harus dibuat.
Sebelum anda mengajar di depan kelas, Satuan Pembelajaran Rencana
Pembelajaran harus sudah anda persiapkan terlebih dahulu. Keduanya
merupakan pedoman bagi anda pada saat mengajar di depan kelas.
Yang menjadi perhatian selanjutnya adalah bagaimana anda dapat
mengetahui bahwa proses pembelajaran yang anda lakukan telah berjalan
dengan baik dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah anda
tetapkan dalam rencana pembelajaran. Salah satu cara yang dapat anda
lakukan untuk mengetahui efektivitas proses pembelajaran adalah dengan
melakukan tes, baik berupa pre-test – post-test, tes formatif, maupun tes
diagnostik. Selanjutnya anda lakukan analisis terhadap hasil tes tersebut.
Berikut ini akan diuraikan bagaimana memanfaatkan beberapa jenis tes
tersebut untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
A. Meningkatkan Hasil Pre-Test – Post-Test
Dilihat dari namanya, dapat diketahui bahwa pre-test adalah tes
yang dilaksanakan pada awal proses pembelajaran, sedangkan post-test
dilaksanakan setelah proses pembelajaran. Dilihat dari tujuannya, pre-
test bertujuan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi

44
yang akan diajarkan. Jika demikian, apa dasar pengembangan butir
soal pre-test? Pengembangan butir soal pre-test didasarkan pada tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan dalam rencana pembelajaran.
Dengan demikian cakupan materi pre-test meliputi seluruh materi yang
akan disampaikan dalam proses pembelajaran.
Secara umum dapat diperkirakan bahwa hasil pre-test cenderung
rendah jika dibandingkan dengan target pencapaian tujuan
pembelajaran. Hal ini dapat dimaklumi sebab siswa diberi pertanyaan
tentang materi yang belum pernah dipelajari. Namun dapat pula terjadi
bahwa siswa dapat memberikan jawaban pre-test dengan hasil nilai
yang tinggi. Dengan berkembangnya teknologi komunikasi dan
informasi sekarang ini, maka siswa dapat belajar dari berbagai sumber
dan media, baik media cetak maupun elektronik, tidak semata-mata
bertumpu pada hal-hal yang dipelajari di kelas. Maka sangat mungkin
terjadi bahwa siswa telah menguasai sebagian atau bahkan seluruh
materi yang akan diajarkan di kelas. Dengan kata lain, siswa telah
menguasai kompetensi yang ditetapkan. Jika hal ini terjadi, maka anda
dapat memutuskan untuk tidak melakukan pembelajaran tentang materi
tersebut, dan melakukan pembelajaran untuk mencapai penguasaan
kompetensi lain yang belum dikuasai siswa. Itulah secara umum fungsi
pre-test dalam pembelajaran. Coba anda perhatikan contoh hasil pre-
test berikut ini!

Tabel 1
Hasil Pre-Test
Mata Pelajaran : IPA
Standar Kompetensi : Mengidentifikasi fungsi organ tubuh
manusia dan hewan
Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi fungsi organ
pernapasan manusia

45
NAMA Nomor Soal
Jumlah
SISWA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Siswa 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2
Siswa 2 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2
Siswa 3 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1
Siswa 4 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2
Siswa 5 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 3
Siswa 6 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Siswa 7 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 2
Siswa 8 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 4
Siswa 9 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 3
Siswa 10 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1
Siswa 11 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2
Siswa 12 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 3
Jumlah 10 1 2 10 0 3 0 0 0 0 26
Keterangan: 1 siswa dapat menjawab benar
0 siswa tidak menjawab benar
Secara sepintas apa komentar anda terhadap hasil pre-test tersebut?
Pada contoh tersebut terdapat 10 indikator kemampuan hasil belajar
yang diukur, masing-masing indikator diukur dengan 1 butir soal.
Hasil pre-test menunjukkan bahwa kompetensi yang diukur dengan
soal nomor 1 dan 4 telah dikuasai oleh hampir semua siswa, dan hanya
2 siswa pada soal nomor 1 serta 2 siswa pada soal nomor 4 yang belum
menguasai kompetensi terkait.
Dengan melakukan pre-test maka akan ada kemungkinan bahwa
anda tidak perlu mengajarkan konsep suatu materi dari awal tetapi
dapat dimulai dengan konsep yang memang belum dikuasai oleh
siswa. Jika dalam pre-test ditemukan TIK yang telah dikuasai siswa
(dan tentunya tidak perlu diajarkan lagi) maka anda akan mempunyai
waktu sisa yaitu waktu yang pada awalnya anda rencanakan untuk
membahas konsep materi yang ternyata telah dikuasai oleh siswa.

46
Waktu ini dapat digunakan untuk memberikan penguatan atau
pengayaan sehingga pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang
anda bahas menjadi lebih baik.
Apa yang terjadi jika hasil pre-test yang anda lakukan hasilnya
seperti Tabel 1 tetapi anda tetap melaksanakan proses pembelajaran
dari awal seperti yang telah anda rencanakan? Jika anda tetap
mengajarkan konsep yang telah dikuasai dengan baik oleh siswa maka
besar kemungkinan siswa tidak akan memperhatikan lagi apa yang
anda jelaskan dan mereka cenderung membuat kegaduhan yang tentu
saja akan sangat mengganggu proses pembelajaran. Nah, bagaimana
dengan kasus siswa 8 dan siswa 9 yang telah menguasai dengan baik
TIK nomor 3 dan 4 serta siswa 8, siswa 11, dan siswa 12 yang telah
menguasai TIK nomor 6? Agar proses pembelajaran yang anda
lakukan dapat tetap berjalan efektif maka pada saat anda membahas
konsep untuk mencapai TIK nomor 3 maka anda dapat memanfaatkan
siswa 8 dan siswa 9 sebagai pemimpin diskusi atau anda dapat
memberikan tugas yang lebih bermakna kepada siswa 8 dan siswa 9
sehingga pengusaan mereka terhadap konsep tersebut menjadi lebih
baik, Demikian pula pada saat anda membahas konsep untuk mencapai
TIK nomor 6, anda dapat memanfaatkan siswa 8, siswa 11, dan siswa
12 sebagai pemimpin dalam diskusi kelompok atau memberikan tugas
yang lebih menantang kepada mereka sehingga mereka dapat tetap
mengikuti proses pembelajaran dengan serius.
Untuk mengetahui apakah proses pembelajaran yang telah anda
lakukan efektif atau tidak maka pada akhir proses pembelajaran anda
dapat melakukan post-test dan post-test adalah set tes yang pararel
yaitu tes yang disusun dari kisi-kisi tes yang sama. Set tes untuk post-
test harus mengukur TIK yang sama. Berikut ini adalah contoh hasil
post-test untuk mata pelajaran IPA.

47
Tabel 2
Hasil Post-Test Mata Pelajaran IPA
NAMA Nomor Soal
Jumlah
SISWA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Siswa 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 8
Siswa 2 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 7
Siswa 3 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 7
Siswa 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9
Siswa 5 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8
Siswa 6 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 6
Siswa 7 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 7
Siswa 8 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 8
Siswa 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9
Siswa 10 1 0 0 1 0 1 0 1 0 0 4
Siswa 11 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 5
Siswa 12 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9
Jumlah 12 9 10 9 7 9 10 8 9 4 87
Keterangan : 1 siswa dapat menjawab dengan benar
0 siswa tidak menjawab dengan benar
Untuk melihat apakah ada perbedaan atau tidak antara hasil pre-
test dan post-test, dapat dilihat dari skor tertinggi, skor terendah,
rentang skor, dan skor rata-rata kedua hasil tes tersebut, Rentang skor
diperoleh dari selisih skor terendah terhadap skor tertinggi. Mengacu
kepada contoh tersebut, rentang skor pre-test adalah 4 – 1 = 3, rentang
skor post-test adalah 9 – 4 = 5. Skor rata-rata adalah hasil pembagian
jumlah skor total seluruh siswa dengan banyaknya siswa. Berdasarkan
contoh tersebut dapat dihitung, skor rata-rata pre-test adalah =

2,17, skor rata-rata post-test adalah = 7,25.

Selanjutnya dapat dibuat tabel ringkasan sebagai berikut.


Tabel 3

48
Perbandingan Skor Pre-Test dan Post-Test
Hasil Tes
Faktor
Pre-Test Post-Test
Skor Tertinggi 4 9
Skor Terendah 1 4
Rentang 3 5
Rata-rata 2,17 7,25

Jika anda memperhatikan Tabel 3 tersebut di atas maka tampak


bahwa pelaksanaan program pembelajaran berjalan cukup efektif. Hal
ini dapat dilihat dari rata-rata skor yang dicapai pada pre-test dan post-
test berbeda cukup signifikan, dari rata-rata 2,17 pada pre-test menjadi
rata-rata 7,25 pada post-test. Walaupun demikian dalam pelaksanaan
program ini pada masa datang perlu mendapat perhatian terutama
strategi pembelajaran untuk mencapai TIK nomor 10. Dari 12 siswa
ternyata pada post-test hanya 4 siswa yaitu siswa 1, siswa 5, siswa 6,
dan siswa 12 yang dapat menguasai TIK tersebut. Strategi
pembelajaran untuk mencapai TIK nomor 10 perlu diubah agar siswa
dapat lebih mudah mencerna atau memahami konsep yang dijelaskan
untuk mencapai TIK nomor 10 tersebut.

B. Memanfaatkan Hasil Tes Formatif


Tes formatif merupakan salah satu jenis tes yang diberikan kepada
siswa setelah siswa menyelesaikan satu unit pembelajaran. Tes
formatif tidak dimaksudkan untuk memberi nilai kepada siswa. Hasil
tes formatif terutama digunakan untuk memonitor apakah proses
pembelajaran yang telah dilakukan telah mencapai tujuan
pembelajaran yang ditetapkan. Dengan kata lain tes formatif
merupakan alat untuk melihat efektivitas proses pembelajaran. Hal ini
seperti yang disampaikan olh Gronlund dan Linn (1990), “the function
of formative evaluation is to monitor learning progress during

49
instruction”. Jika dari hasil tes formatif ternyata terdapat sejumlah
kompetensi yang belum dikuasai siswa, maka guru harus mencari
penyebabnya. Penyebab tidak dikuasainya kompetensi tersebut dapat
berasal dari diri siswa maupun dari pelaksanaan proses pembelajaran,
seperti penggunaan metode dan media pembelajaran yang tidak tepat.
Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat ditentukan tindakan
perbaikan pembelajaran yang sesuai, misalnya dengan mengulang
proses pembelajaran secara indvidu maupun secara klasikal,
mengulang pembelajaran yang berkaitan dengan sebagian kompetensi
saja, atau mengulang pembelajaran dengan perbaikan pada metode
yang digunakan. Selanjutnya dilakukan kembali tes formatif untuk
mengetahui apakah siswa telah benar-benar menguasai kompetensi
yang ditetapkan. Titik berat tes formatif adalah pada pengukuran
pencapaian kompetensi siswa, bukan mencari penyebab kesulitan
belajar siswa.
Perhatikan tes formatif yang ada pada setiap modul Universitas
Terbuka. Pada setiap akhir kegiatan belajar terdapat kurang lebih 10
butir soal tes formatif. Tes formatif tersebut dimaksudkan untuk
mengukur ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan pada setiap
modul. Setelah mengerjakan tes formatif mahasiswa diminta untuk
mencocokkan hasil pekerjaannya terhadap kunci jawaban tes formatif
yang terdapat pada bagian akhir setiap modul. Selanjutnya mahasiswa
diminta untuk menghitung tingkat keberhasilan belajarnya sendiri.
Apabila tingkat penguasaan mahasiswa sama dengan atau lebih besar
dari 80%, mahasiswa dapat melanjutkan untuk melakukan kegiatan
belajar berikutnya. Tetapi jika tingkat keberhasilan mahasiswa kurang
dari 80% maka mahasiswa tidak diperbolehkan melanjutkan pada
kegiatan belajar berikutnya, harus mengulangi kegiatan belajar tersebut
terutama pada bagian yang belum dikuasai. Selanjutnya mahasiswa
mengerjakan kembali tes formatif dan menghitung tingkat
keberhasilannya. Demikian seterusnya sampai mahasiswa benar-benar

50
telah mencapai tujuan yang ditetapkan. Dari contoh tes formatif yang
terdapat pada modul Universitas Terbuka tersebut tampak jelas bahwa
tes tersebut dimaksudkan untuk mengetahui apakah mahasiswa telah
dapat menguasai minimal 80% dari tujuan yang ditetapkan atau belum.
Perhatikan tabel hasil tes formatif berikut ini!
Tabel 4
Hasil Tes Formatif Mata Pelajaran Matematika
NAMA Nomor Soal
Jumlah
SISWA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Siswa 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 7
Siswa 2 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 7
Siswa 3 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 7
Siswa 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9
Siswa 5 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8
Siswa 6 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 4
Siswa 7 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 7
Siswa 8 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 7
Siswa 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9
Siswa 10 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 3
Siswa 11 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 4
Siswa 12 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9
Jumlah 12 9 10 8 4 9 10 7 9 3 81
Keterangan: 1 siswa dapat menjawab benar
0 siswa tidak menjawab benar
Anggaplah bahwa butir-butir soal pada tes formatif Matematika
tersebut valid dan reliabel. Berdasarkan data hasil tes formatif
pelajaran matematika tersebut, ada dua hal yang perlu diperhatikan.
Pertama, dari 10 indikator kompetensi yang diukur ternyata ada 2
indikator kompetensi yang belum dikuasai dengan baik oleh siswa
yaitu indikator kompetensi yang diukur dengan butir soal nomor 5 dan
nomor 10. Anda harus menemukan penyebabnya mengapa sebagian

51
besar siswa tidak dapat menguasai kompetensi pada indikator tersebut.
Kemungkinan penyebabnya dapat bersumber dari diri siswa atau dari
dari luar diri siswa. Karena sebagian besar siswa tidak dapat mencapai
penguasaan kompetensi pada indikator tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa kesulitan belajar tidak berasal dari diri siswa,
tetapi lebih karena faktor di luar siswa seperti guru atau pelaksanaan
pembelajaran. Maka dalam hal ini guru harus mengulang kembali
proses pembelajaran terutama yang berkaitan dengan penguasaan
kompetensi pada indikator yang diukur dengan utir soal nomor 5 dan
nomor 10.
Perbaikan proses pembelajaran dilakukan dengan memperbaiki
metode pembelajaran misalnya dengan lebih banyak melibatkan siswa
pada hal-hal yang konkret dan contoh-contoh untuk menuju pada
kesimpulan konsep yang lebih abstrak. Perbaikan dapat pula dengan
lebih meningkatkan penggunaan alat bantu dan media yang sesuai
sehingga siswa dapat lebih mudah memahami konsep-konsep yang
dipelajari.
Kedua, dari 12 siswa yang mengikuti proses pembelajaran, ternyata
ada 2 siswa, yaitu siswa 10 dan siswa 11, yang penguasaan
kompetensinya kurang dari 5 indikator. Dalam hal ini anda juga harus
mencari penyebab mengapa kedua siswa tersebut mengalami kesulitan
dalam penguasaan kompetensi yang ditetapkan. Karena hanya dua
siswa yang mengalami kesulitan, tampaknya sumber kesulitan berasal
dari diri siswa sendiri. Anda dapat meminta bantuan konselor untuk
mengatasi hambatan tersebut. Demikian pula pembelajaran ulang
dilakukan tidak perlu klasikal, tetapi secara individual khusus kepada
kedua siswa tersebut sampai keduanya dapat menguasai kompetensi
yang ditetapkan.

52
C. Memanfaatkan Hasil Tes Diagnostik
Dapat dikatakan bahwa pada saat ini tes diagnostik jarang
dilakukan di sekolah. Padahal dengan tes diagnostik inilah anda
sebagai guru dapat mengetahui penyebab kesulitan belajar yang
dialami siswa selama proses pembelajaran. Groundlund dan Linn
(1990) menyatakan bahwa “the function of diagnostic evaluation is to
diagnose learning diffculties during instruction”. Karena tes diagnostik
akan digunakan untuk menemukan kesulitan pemahaman konsep yang
dialami siswa, maka materi tes diagnostik dikembangkan dari konsep-
konsep yang sulit dipahami siswa. Dari hasil tes diagnostik guru akan
dapat menemukan kesulitan belajar yang dialami siswa. Selanjutnya
guru harus berupaya untuk mencari penyebab kesulitan belajar tersebut
dan sekaligus berupaya untuk menemukan alternatif atau cara untuk
menghilangkan penyebab kesulitan belajar itu sehingga siswa dapat
berhasil menyelesaikan semua program pembelajaran yang dirancang
oleh guru.
Mendiagnosis kesulitan siswa dalam mempelajari suatu konsep
harus selalu dilakukan oleh guru di sekolah pada saat melakukan
proses pembelajaran. Jika kesulitan siswa dalam mempelajari suatu
konsep dibiarkan saja, maka pemahaman siswa terhadap konsep akan
salah sehingga siswa mengalami miskonsepsi. Karena tes diagnostik
jarang dilakukan, maka miskonsepsi terutama miskonsepsi dalam IPA
dan Matematika semakin lama semakin banyak dan semakin meluas
pada pokok bahasan yang lain (Novak, 1987). Jika miskonsepsi terjadi
pada siswa, maka mikonsepsi tersebut cenderung menetap dan sulit
untuk diubah serta akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran
berikutnya.
Kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dalam mempelajari suatu
konsep akan berbeda satu sama lain. Walaupun tes diagnostik
dilakukan secara klasikal tetapi terapi dari setiap kesulitan tersebut
harus tetap dilakukan secara individual. Kesulitan belajar siswa dapat

53
disebabkan karena proses pembelajaran yang kurang tepat dan dapat
pula disebabkan oleh berbagai faktor di luar pembelajaran. Guru
merupakan aktor penting dalam proses pembelajaran. Sebagai salah
satu komponen penentu dalam proses pembelajaran, guru memegang
kunci dalam menentukan keberhasilan siswa. Jika guru pandai dalam
memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang tepat, maka siswa
akan mudah mencerna materi yang disampaikan oleh guru tersebut.
Faktor di luar pembelajaran yang dapat menjadi penyebab
kesulitan belajar siswa antara lain adanya hambatan fisik, psikologis,
dan sosial. Adanya hambatan fisik dan penyakit yang menyertai seperti
gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran kerap kali menjadi
penyebab kesulitan belajar siswa. Misalnya penyebab turunnya prestasi
belajar seorang siswa bernama Indah pada hampir semua mata
pelajaran ternyata bukan karena proses pembelajaran yang tidak tepat
tetapi lebih disebabkan karena Indah mengalami gangguan pada
penglihatannya. Indah yang seharusnya sudah mengenakan kaca mata
minus ternyata tidak menggunakannya karena orang tuanya tidah
mampu membelinya. Demikian pula dengan turunnya prestasi siswa
bernama Andi yang tidak disebabkan karena proses pembelajaran yang
kurang tepat tetapi lebih disebabkan karena Andi mengalami gangguan
pada pendengarannya.
Suatu hal yang tidak kalah penting untuk mendapat perhatian
adalah adanya hambatan sosial pada siswa. Barangkali guru mata
pelajaran akan mengalami kesulitan untuk mendeteksi adanya
hambatan ini pada siswa, untuk itu guru dapat meminta bantuan ahli
psikologi dan sosial untuk mendeteksi ada tidaknya hambatan ini pada
siswa. Faktor lingkungan di luar sekolah baik dilingkungan keluarga
atau di lingkungan masyarakat juga sangat berperan dalam menunjang
keberhasilan siswa dalam belajar. Banyak kesulitan yang dialami siswa
dalam mempelajari suatu konsep disebabkan karena gangguan yang
berasal dari dalam diri siswa sendiri, karena guru tidak dapat memilih

54
metode pengajaran, atau karena pengaruh lingkungan di luar sekolah.
Jadi jika dari hasil tes diagnostik ditemukan ada siswa yang mengalami
kesulitan dalam mempelajari suatu konsep maka guru harus melacak
apa yang menjadi penyebab kesulitan belajar tersebut, apakah
bersumber dalam diri siswa atau dari luar diri siswa.
Sebagai contoh misalnya dari hasil tes diagnostik seorang siswa S
mengalami hambatan dalam memahami konsep Birama (metrum)
sehingga S mempunyai pemahaman yang salah terhadap konsep
tersebut. Siswa tersebut menganggap bahwa birama sama dengan
irama, hanya berbeda dalam pengucapan. Dari hasil ini guru harus
mulai mencari apa penyebab dari kesalahan pemahaman konsep
birama yang dialami oleh siswa tersebut. Langkah yang dapat
ditempuh antara lain mencari mencari informasi apakah siswa tersebut
memiliki hambatan fisik tau psikis selama mengikuti proses
pembelajaran. Jika tidak ditemukan penyebab hambatan dari diri
siswa, maka dilakukan pencarian penyebab yang berasal dari proses
pembelajaran yang telah dilakukan Setelah dilakukan evaluasi ternyata
pada saat proses pembelajaran guru hanya menjelaskan dengan metode
ceramah, dan tidak membawa siswa pada situasi praktek. Pada saat
menjelaskan konsep tersebut guru hanya membacakan saja uraian yang
tertulis pada buku Kerajinan Tangan dan Kesenian yang selama ini
digunakan untuk mengajar. Pada buku tertulis sebagai berikut.
Birama 3 4 adalah birama yang terdiri atas 3 ketukan, seperti
pada pola berikut:
* *| o * *| o * *|
o adalah ketukan berat, * adalah ketukan ringan
Dari hasil evaluasi tesebut ternyata ditemukan dua penyebab
mengapa siswa menglami kesulitan memahami konsep Birama.
Penyebab pertama adalah kurang lengkapnya penjelasan guru dalam
menjelaskan pola hitungan birama. Pada buku tertulis pola awa yang
hanya terdiri 2 hitungan, sedang pola lainnya adalah 3 hitungan. Hal

55
ini menyebabkan ketidakjelasan bagi siswa. Seharusnya dijelaskan
oleh guru bahwa birama ¾ dapat mempunyai pola yang terdiri 2
ketukan pada awal lagu.
Penyebab kedua adalah ketidaktepatan guru dalam memilih metode
pembelajaran. Konsep birama tidak dapat dijelaskan hanya dengan
metode ceramah, tetapi harus dengan metode demonstrasi dan
latihan/praktek. Dengan metode tersebut siswa akan langsung
mempraktekkan, sehingga dapat memperoleh pemahaman yang benar
tentang konsep birama. Guru dapat melakukan metode tersebut dengan
memperagakan/mempraktekkan berbagai pola birama dan
menuliskannya dengan pola ketukan yang sesuai.
Kemungkinan-kemungkinan hambatan proses belajar lainnya dapat
saja terjadi dalam berbagai pelajaran lainnya. Hambatan/kesulitan
dalam proses pembelajaran semacam itu dapat diungkap dengan jelas
dengan menggunakan tes diagnostik. Tes diagnostik memang disusun
untuk dapat mengungkap penyebab kesulitan belajar siswa. Dengan
mengetahui hasil tes diagnostik maka guru dapat mengambil keputusan
tindakan atau perlakuan yang tepat untuk mengatasi kesulitan belajar
siswa.

D. Memanfaatkan Hasil Penilaian Non-Tes


Teknik penilaian non-tes dapat memberikan informasi umpan balik
bagi proses pembelajaran. Hasil penilaian sikap, penilaian diri, dan
portofolio dapat dianalisis untuk menjadi masukan bagi guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Teknik non-tes yang digunakan
antara lain penilaian diri, penilaian sikap, dan portofolio.
Manfaat utama penilaian sikap adalah untuk memperoleh masukan
dan umpan balik bagi peningkatan profesionalisme guru, perbaikan
proses pembelajaran, dan pembinaan sikap siswa. Pembinaan siswa
dapat dilakukan secara pribadi maupun secara kelompok/klasikal.

56
Misalnya siswa-siswa tertentu yang cenderung bersikap negatif dalam
hal-hal tertentu, diberikan pembinaan khusus.
Dalam upaya peningkatan proses pembelajaran, hasil penilaian
sikap dapat dimanfaatkan misalnya adanya kecenderungan sikap
negatif siswa secara umum terhadap bahasan materi atau mata
pelajaran tertentu. Berdasarkan hasil penilaian sikap seperti itu,
selanjutnya guru berupaya mengkaji lebih dalam penyebabnya,
sehingga dapat dilakukan tindakan mengatasi sikap negatif tersebut.
Dengan demikian pembelajaran akan lebih efektif.
Selain itu, berdasarkan hasil penilaian sikap, guru dapat
memperoleh informasi tentang kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya berdasarkan persepsi siswa. Informasi tersebut sangat
berguna untuk peningkatan kualitas pribadi dan profesionalisme guru.
Dengan guru yang semakin berkualitas dan profesional, maka
pembelajaran akan semakin efektif.
Portofolio merupakan rangkaian atau kumpulan karya atau hasil
kerja siswa yang dlakukan dalam kurun waktu tertentu, misalnya satu
semester atau tahun ajaran, bahkan selama siswa mengikuti pendidikan
pada suatu jenjang tertentu. Dalam menganalisis hasil penilaian, guru
hendaknya tidak sekedar melihat tingkat pencapaian kemampuan siswa
tetapi juga harus memiliki makna bagi semua pihak yang terkait
dengan proses pembelajaran dan pendidikan pada umumnya. Analisis
hasil penilaian tidak saja untuk mengetahui kemampuan dan
kelemahan siswa dalam pembelajaran tetapi juga melihat efektivitas
pembelajaran yang dilakukan guru.
Penilaian portofolio menekankan pada penilaian proses dan hasil.
Oleh karena itu penilaian portofolio diharapkan dapat memberikan
informasi yang menyeluruh mengenai:
1) Perkembangan pemahaman dan pemikiran siswa dalam
kurun waktu tentang konsep, topik, dan isu.

57
2) Hasil karya siswa yang berkaitan dengan bakat dan
keterampilan khusus.
3) Dokumen kegiatan siswa selama periode waktu tertentu.
4) Refleksi nilai siswa sebagai individu dalam aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
Suatu pandangan yang kurang tepat adalah bahwa laporan
penilaian berbentuk pencapaian nilai siswa secara individual dan rata-
rata sudah dianggap cukup memadai untuk disampaikan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan. Seharusnya laporan penilaian siswa
mencakup seluruh aspek kemampuan siswa baik kognitif, afektif,
maupun psikomotorik, sehingga dapat memberikan informasi yang
komprehensif tentang pencapaian kemampuan siswa dalam
pembelajaran. Dengan cakupannya yang lebih komprehensif, penilaian
portofolio memberikan manfaat bagi siswa, guru, dan orang tua siswa.
Bagi siswa, penilaian portofolio berguna sebagai:
1) Umpan balik penguasaan dan kemampuannya dalam kurun
waktu tertentu.
2) Pendorong peningkatan pembelajaran pada aspek
kemampuan yang masih lemah melalui bahan yang
dikumpulkannya.
3) Pemahaman tentang keterbatasan kemampuan di bidang
tertentu.
Bagi guru, hasil penilaian portofolio berguna untuk mengetahui:
1) Umpan balik penguasaan siswa selama kurun waktu
tertentu.
2) Kemampuan yang belum dikuasai siswa.
3) Gambaran tingkat pencapaian keberhasilan proses belajar.
4) Strategi pembelajaran dan penilaian siswa.
5) Pertimbangan penempatan siswa dalam jurusan/program
studi.
6) Kecenderungan perilaku belajar siswa.

58
Berdasarkan hasil analisis terhadap penilaian portofolio yang
dilakukannya, guru dapat membuat langkah-langkah yang diperlukan
untuk meningkatkan proses pembelajaran. Misalnya terhadap
kompetensi dasar yang dalam periode tertentu belum dikuasai siswa,
guru dapat menentukan metode dan strategi pembelajaran mana yang
paling sesuai untuk pencapaian kompetensi dasar tersebut dan media
pembelajaran apa yang diperlukan. Penentuan langkah tindakan yang
diambil tidak terbatas pada hasil penilaian portofolio, melainkan
disertai pula hasil analisis pada penilaian diri maupun sikap siswa.
Dengan informasi yang komprehensif dari hasil penilaian, guru
semakin dapat memahami tentang faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap proses pembelajaran sehingga dapat lebih mampu
menentukan langkah yang paling tepat dalam melaksanakan
pembelajaran. Di sisi lain siswa dapat lebih memahami dirinya dan
perilaku belajarnya, sehingga dapat lebih mempersiapkan diri dalam
mengikuti proses pembelajaran. Bukankah anda tidak lupa bahwa
kesiapan belajar siswa merupakan salah satu faktor penting dalam
pencapaian kemampuan belajar siswa?.

LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut:
1. Jelaskan manfaat pelaksanaan pre-test – post-test dalam proses
pembelajaran!
2. Post-test dan tes sumatif sama-sama dilakukan pada akhir program
pembelajaran. Di manakah letak perbedaan keduanya? Jelaskan!
3. Jika dari hasil pre-test diketahui bahwa siswa telah menguasai konsep
mengembun maka konsep tersebut tidak perlu anda sampaikan dalam
pembelajaran. Mengapa?

59
4. Dari hasil tes diagnostik diketahui bahwa Santo mengalami kesulitan
belajar dalam memahami konsep pembakaran. Apa yang harus anda
lakukan agar kesulitan belajar yang dialami Santo dapat teratasi? Jelaskan!
5. Pendekatan penilaian manakah yang tepat digunakan untuk mengolah hasil
penilaian formatif? Jelaskan!
6. Berikan minimal 3 contoh penggunaan penilaian non-tes!

Petunjuk Jawaban Latihan


1. Jika suatu program pembelajaran dilaksanakan tanpa pre-test dan post-test
maka semua materi pembelajaran yang telah dirancang harus diajarkan
semua dan anda tidak akan mengetahui apakah program pembelajaran
yang telah anda lakukan efektif atau tidak.
2. Post-test biasanya dihubungkan dengan pre-test. Kedua tes ini
dimaksudkan untuk menilai efektivitas suatu program pembelajaran. Hal
ini berbeda dengan tes sumatif. Tes sumatif dimaksudkan untuk menilai
keberhasilan siswa setelah mengikuti seluruh rangkaian proses
pembelajaran.
3. Jika anda mengajarkan kembali suatu konsep yang telah dikusai siswa
maka besar kemungkinan siswa tidak akan memperhatikan apa yang anda
ajarkan. Mungkin saja mereka akan mengganggu teman lainnya, membuat
kegaduhan, atau melakukan hal-hal lain yang tidak bermanfaat. Hal ini
disebabkan antara lain karena siswa mengalami kebosanan.
4. Anda harus mencari penyebabnya, apakah bersumber dari diri siswa
ataukah dari luar diri siswa. Dari penyebab yang anda ketahui, upayakan
agar anda dapat mengatasi penyebab tersebut. Untuk membantu Santo,
gunakan metode pembelajaran yang variatif, libatkan Santo dalam
percobaan, ajak berdiskusi dengan memperhatikan pendapatnya, dan ujilah
pendapatnya dengan menunjukkan hasil-hasil percobaan.
5. Tes formatif berorientasi pada pencapaian tujuan pembelajaran. Tes
formatif dikatakan berhasil apabila siswa telah dapat menguasai
kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Jadi

60
keberhasilan siswa ditentukan oleh keberhasilannya sendiri, bukan
dibandingkan dengan keberhasilan kelompok dalam kelasnya.
6. Penilaian diri tentang keyakinan kinerja guru oleh siswa, sikap dan minat
siswa terhadap mata pelajaran tertentu, kuesioner tentang rasa ingin tahu,
kepercayaan diri, keberanian mengemukakan pendapat, dan portofolio
dalam setiap mata pelajaran.

Tes Formatif 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Fungsi pre-test adalah ...
A. Menilai prestasi siswa
B. Mengetahui kesulitan belajar siswa
C. Mengetahui penguasaan siswa terhadap kompetensi dasar yang akan
dicapai
D. Menilai kesiapan belajar siswa
2. Pre-test dan post-test dapat dimanfaatkan untuk menilai ...
A. Keberhasilan siswa
B. Keberhasilan pelaksanaan program
C. Keunggulan program
D. Kekurangan program
3. Jika anda melakukan pre-test dan post-test maka alat ukur yang digunakan
untuk pre-test dan post-test adalah ...
A. Sama
B. Berbeda
C. Pararel
D. Identik
4. Kesulitan belajar siswa dapat diketahui dengan melakukan ...
A. Pre-test
B. Post-test
C. Diagnostic test
D. Formative test

61
5. Hasil tes formatif dapat dimanfaatkan untuk ...
A. Menemukan kesulitan belajar siswa
B. Memperbaiki program pembelajaran
C. Menilai prestasi siswa
D. Memperbaiki kelemahan guru
6. Jika dari hasil tes formatif terdapat 40% siswa yang belum dapat
menguasai konsep arus listrik maka guru harus menagdakan program
remidial. Program remidial yang dilakukan akan efektif jika dilakukan ...
A. Secara individual
B. Secara klasikal
C. Menjelang tes sumatif
D. Setelah tes sumatif
7. Jenis tes berikut ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas
program pembelajaran, kecuali ...
A. Tes diagnostik
B. Tes formatif
C. Tes sumatif
D. Pre-test
8. Perbedaan antara tes formatif dan tes diagnostik adalah ...
A. Tes formatif untuk menilai keberhasilan siswa, tes diagnostik untuk
mengetahui kesulitan belajar siswa.
B. Tes formatif untuk memonitor pelaksanaan program, tes diagnostik
untuk memonitor kesulitan belajar siswa.
C. Tes formatif dilaksanakan di tengah program, tes diagnostik
dilaksanakan di akhir program.
D. Tes formatif dilaksanakan secara klasikal, tes diagnostik dilaksanakan
secara individu.
9. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, guru melihat bahwa setiap proses
belajar berlangsung siswa acuh tak acuh terhadap penyampaian yang
dilakukan guru. Namun anehnya hasil pencapaian kompetensi siswa cukup
bagus. Guru telah mengubah strategi pembelajaran namun suasana kelas

62
tidak berubah. Untuk mengetahui penyebab terjadinya keadaan tersebut,
teknik penilaian yang sesuai digunakan oleh guru adalah ...
A. Tes diagnostik
B. Pre-test
C. Tes praktek (performance test)
D. Penilaian non-tes
10. Pernyataan berikut ini menunjukkan hasil pemanfaatan teknik non-tes
untuk peningkatan proses pembelajaran, kecuali ...
A. Siswa mengetahui aspek kemampuannya yang masih lemah
B. Guru mengidentifikasi bakat kemampuan khusus siswa untuk
mengarahkan proses belajar siswa
C. Guru mengetahui persepsi siswa tentang dirinya dalam melakukan
proses pembelajaran
D. Siswa mengumpulkan hasil tugas karya tulis berdasarkan kegiatan
karya wisata.

Cocokkanlah jawaban anda dengan kunci jawaban tes formatif 2 yang terdapat di
bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian gunakan rumus
berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi kegiatan
belajar 2.

= × 100%

Arti tingkat penguasaan:
90 − 100% =
80 − 89% =
70 − 79 =
< 70% =

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


Tes Formatif 1
1. B

63
2. B
3. C
4. C
5. D
6. C
7. B
8. D
9. A
10. C
Tes Formatif 2
1. C
2. A
3. C
4. B
5. B
6. A
7. B
8. B
9. A
10. C
Tes Formatif 3
1. C
2. B
3. C
4. C
5. B
6. B
7. C
8. B
9. D
10. D

64
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Standar kompetensi sebagai bentuk penyempurnaan kurikulum
menuntut adanya perubahan orientasi dari semua pihak yang terkait dengan
pendidikan agar tujuan dan upaya peningkatan mutu pendidikan dapat
tercermin dari meningkatnya mutu kompetensi lulusan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Diterapkannya standar kompetensi membawa implikasi
pada orientasi dan strategi penilaian di kelas oleh guru yang lebih
menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran tuntas. Penilaian kelas harus
bersifat otentik, yakni penilaian yang menggunakan berbagai metode dan
teknik yang sesuai dengan tujuan dan proses serta pengalaman belajar siswa.
Agar dapat berdaya guna secara optimal, pelaksanaan penilaian kelas harus
selalu dilandasi dengan prinsip-prinsip penilaian kelas. Berbagai metode dan
teknik dapat digunakan guru dalam melakukan penilaian kelas.
Buku pedoman pelaksanaan penilaian yang diterbitkan oleh Direktoran
Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Khususnya untuk SMA sudah
mencantumkan prinsip penilaian universal. Pelaksaan pemberian nilai untuk
SLTP dan SD tidak banyak berbeda dengan yang tercantum dalam buku
pelaksanaan penilaian SMA.
Pedoman penilaian untuk lembaga pendidikan tinggi berbeda dengan yang
diterapkan pada pendidikan dasar dan menengah. Pada pendidikan tinggi nilai
hasil belajar setiap mata kuliah ditentukan oleh bobot yang diberikan pada
mata kuliah tersebut. Bobot ini tercermin dalam jumlah jam perkuliahan per
minggu. Mata pelajaran di SMA yang diajarkan 6 jam pertemuan seminggu
dengan yang diajarkan 3 jam pertemuan per minggu tidak memberi pengaruh
pada nilai akhir.
Agar proses pembelajaran yang anda lakukan dapat berhasil dengan
efektif, terdapat beberapa jenis tes yang dapat anda manfaatkan yaitu pre-test
– post-test, tes formatif, dan tes diagnostik. Pre-test berfungsi untuk

65
mengetahui dan menentukan kompetensi manakah yang telah dan belum
dikuasai oleh siswa sehingga dapat menjadi dasar pelaksanaan pembelajaran
yang akan dilakukan. Post-test pada akhir pembelajaran berfungsi untuk
menilai efektivitas proses pembelajaran. Tes diagnostik mempunyai fungsi
utama untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dan
penyebab timbulnya kesulitan tersebut. Untuk mengetahui pencapaian tujuan
pembelajaran dan penguasaan kompetensi yang ditetapkan digunakan tes
formatif. Hasil tes formatif menjadi dasar tindakan perbaikan yang dapat
dilakukan guru untuk meningkatkan proses pembelajaran.
Hasil penilaian non-tes dapat memberikan informasi tentang
perkembangan kemampuan siswa dalam kurun waktu tertentu,
kecenderungan belajar siswa, dan sikap siswa. Bagi guru hasil penilaian
tersebut dapat dimanfaatkan untuk peningkatan profesionalisme dalam proses
pembelajaran. Bagi siswa hal tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan
kesiapan belajarnya.

66
DAFTAR PUSTAKA

Suryanto, Adi, dkk. 2008. Evaluasi Pembelajaran di SD. Jakarta : Universitas


Terbuka.

67

Anda mungkin juga menyukai