Anda di halaman 1dari 9

A.

Pendekatan Tes-Ulang

Sebagaimana telah dikemukakan dalam Bab 2, pena dekatan tes-ulang (test-retes)


merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam pengujian reliabilitas. Dalam
pendekatan ini dilakukan penyajian instrumen ukur pada satu kelompok subjek dua kali
dengan memberi tenggang waktu tertentu dari kedua penyajian itu. Bila suatu tes atau
instrumen ukur telah diberikan dua kali pada suatu kelompok subjek maka akan diperoleh
dua pembagian skor dari kelompok tersebut. Komputasi koefifisien korelasi antara keduanya
akan menghasilkan suatu reliabilitas.

Prosedur yang validasi tes-ulang diperjelas dengan ilus- pada Tabel III.1 yang membahas
distribusi skor X1 sebagai hasil pengenaan tes yang pertamakali dan distri busi skor X2
sebagai hasil pengenaan ulang tes tersebut setelah tenggang waktu tertentu pada kelompok
subjek yang sama.

Tabel III.1. Ilustrasi Data Hasil Tes-ulang tema aka

Pada ilustrasi dalam Tabel III.1 diperlihatkan data dari sepuluh orang subjek. Beberapa
subjek yang sedikit ini hanya untuk penjelasan prosedur. Dalam pendekatan reliabilitas yang
sebenarnya jumlah subjek yang dibutuhkan akan jauh lebih banyak. Penggunaan subjek
yang sangat sedikit haruslah dihindari dalam menguji reliabilitas atau validitas agar
normalitas bisa terpenuhi dan agar kelompok subjek yang dikenai tes merupakan sampel
yang representatif dari populasi subjek yang akan dikenai tes nantinya.

Koefisien korelasi product moment antara kedua distribusi dalam contoh diatas adalah r
0,933 yang meRupakan pertanyaan reliabilitas tes tersebut. Koefisien reli abilitas setinggi itu
pada umumnya dianggap sebagai indi kasi adanya kestabilan pengukuran yang dilakukan
oleh uji waktu ke waktu (stabilitas dari waktu ke waktu) Ketidaksempurnaan hal itu
disebabkan oleh adanya berbagai sumber eror yang membangkitkan eror secara acak pada
hasil pengukuran. Variasi variasi eror itu tidak besar akan lebih baik lagi. Tampak karena
setelah tes dikenakan untuk keduakalinya, sebagian subjek meng alami kenaikan skor
sementara sebagian lagi mengalami kenaikan skor dibanding skor mereka pada waktu
dikenai tes pertamakali. Perubahan skor yang tidak searah itu merupakan salahsatu bentuk
eror dan pengertian pengertian eror yang sebenarnya dalam teori skor-murni klasikal. Jika
eror itu terjadi secara sis tematik maka tidak akan dianggap sebagai eror dan tidak n tingkat
tinggi data reliabilitas ilustrasi data pada Tabel III.2 tidak menyukai sistema tidak
mempengaruhi. Reliabilitas. Pada Tabel III.2 setiap subjek mendapat skor yang berbeda
secara konstan, yaitu kenaikan yang sama besar pada pengenaan tes ke dua. Kenaikan ini
merupakan eror sistematik yang tidak bervariasi, yaitu memiliki varians s s 0. Bila
diperlukan pada konsepsi reliabilitas menurut interpretasi nomor 6 (Bab 2), yaitu r 1 X 2
maka besarnya reliabilitas dalam ilustrasi ini adalah r 1 o / s, 2 1,0. Dengan

Jadi bisa mengerti mengapa reliabilitas yang juga bisa diandalkan. Dengan hal yang memiliki
perbedaan tetap itu kita tidak yakin apakah pertama kalinya ataukah diukur ke dua yang
menghasilkan skor. Sepanjang soal masalah reliab hal itu belum merisaukan kita karena terlihat
pengukuran mana yang memberikan harga paling tepat me - mang bukan bidang bahasan
terpercaya padang bahasan validitas. Seberapa terjaga skor dengan skor - murni, dalam teori
pengukuran, dinamai validitas. Dari ilustrasi Tabel III.2. tampaklah bahwa tes yang memiliki
reliabilitas tinggi dapat saja tidak memiliki validitas yang baik. Memang pada pendekatan tes-
ulang diperlihatkan apakah penguku itu stabil, bukan apakah pengukuran ran itu mengungkap
dengan tepat apa yang hendak di ungkapnya Eror yang terjadi, baik secara random maupun tik,
sebagian besar diakibatkan oleh perubahan sistema yang berlangsung pada tenggang waktu
diantara kedua pemberian tes. Pada beberapa jenis instrumen pengukur perjalanan waktu sangat
mempengaruhi skor yang diha silkannya dikarenakan aspek psikologis yang diukurnya memang
sangat peka terhadap perubahan waktu 3 Pendekatan Bentuk-Paralel Pendekatan reliabilitas
bentuk-paralel dilakukan dengan memberikan sekaligus dua bentuk tes yang paralel satu sama
lain, kepada sekelompok subjek. Dalam pelak sanaannya, kedua tes paralel itu dapat
digabungkan terlebih dahulu sehingga seakan-akan merupakan satu bentuk tes. Setelah selesai
dijawab oleh subjek barulah aitem pada masing-masing tes semula dipisahkan kembali untuk
diberi skor masing-masing, sehingga diperoleh dua distribusi skor. Keuntungan cara
penggabungan ini ada lah tidak terkesannya beban berat mengerjakan dua tes bagi subjek dan
bila urutan nomor aitem gabungan itu diletakkan sedemikian rupa akan dapat mengurangi efek
carry over dari satu bentuk ke bentuk tes yang lain. Kalau penggabungan aitem dari masing-
masing tes tidak di mungkinkan maka kedua tes tersebut harus diberikan

Pada Tabel III.3 diperlihatkan data skor dari dua bentuk tes yang paralel setelah diterbitkan
serentak pada sekelompok subjek. Komputasi fisien salam product-moment antara distribusi skor
tersebut menghasil- kan r xx, 0,958. Koefisien ini merupakan reliabilitas tes yang bersangkutan.
Dalam hal pendekatan bentuk-paralel, tidak sem- purnanya reliabilitas tes juga oleh adanya
varians eror. Namun eror tersebut dapat dikatakan tidak berhubungan dengan masalah tenggang
waktu antara pemberian kedua tes yang paralel tersebut. Eror yang terjadi umumnya lebih
disebabkan oleh faktor-faktor yang ada dalam tes itu sendiri atau berasal dari subjek yang diukur
dan dari fihak pemberi tes. Apabila asumsi paralelisme benar-benar terpe- nuhi, yaitu bila
masing-masing tes memang menghasil kan skor murni yang sama bagi setiap subjek, maka
perbedaan skor tampak a subjek yang satu dengan antar yang lainnya pada satu tes akan
merupakan perbedaan skor-murni mereka semata-mata sedangkan perbedaan skor tampak
diantara kedua tes bagi setiap subjek men- cerminkan eror pengukuran. Bila eror ini terjadi
secara random maka koefisien reliabilitas akan terpengaruh.

Pendekatan konsistensi internal dalam estimasi reli- dimaksudkan, antara lain, untuk
menghindari masalah-masalah yang biasanya ditimbulkan oleh pen ulang dan oleh pendekatan
bentuk paralel. Dalam pendekatan konsistensi internal prosedurnya memerlukan satu kali
pengenaan sebuah tes ke- pada sekelompok individu sebagai subjek (single trial administration).
oleh karena itu pendekatan ini mem- punyai nilai praktis dan efisiensi yang tinggi. Dengan hanya
satu kali pengenaan tes akan diper- oleh satu distribusi skor tes dari kelompok subjek yang
bersangkutan. Untuk itu, prosedur analisis reliabilitasnya diarahkan pada analisis terhadap aitem-
a atau ter- hadap kelompok-kelompok aitem dalam tes itu sehingga perlu dilakukan pembelahan
tes menjadi beberapa kelom pok aitem yang disebut bagian atau belahan tes. Setiap ba- gian atau
belahan dapat berisi beberapa aitem, bahkan

dapat berisi hanya satu aitem saja. Bila kemudian bagian bagian tes telah diperoleh maka
reliabilitas tes diperlihat kan oleh konsistensi diantara aitem-aitem atau diantara belahan-belahan
tes tersebut Pembelahan tes dilakukan sedemikian rupa sehing ga sedapat mungkin setiap
belahan berisi aitem dalam jumlah yang sama banyak. Akan tetapi bila membagi tes kedalam
belahan yang berisi aitem dalam jumlah sama banyak tidak mungkin untuk dilakukan, hal itu
tidak me- rupakan masalah lagi dikarenakan sekarang ini telah tersedia rumusan-rumusan baru
guna pengujian reli abilitas terhadap tes yang dibelah menjadi bagian-bagian yang berisi aitem
dalam jumlah yang tidak seimbang. Cara pembelahan tes tergantung pula pada sifat dan fungsi
tes jenis skala pengukuran yang diguna kan dalam tes bersangkutan. Cara pembelahan itu, pada
gilirannya, akan ikut menentukan pula rumusan atau for mula mana yang harus digunakan dalam
menghitung koefisien reliabilitasnya. Suatu tes yang hasilnya sebagian ditentukan oleh kecepatan
kerja speeded test), misalnya, menghendaki cara pembelahan yang berbeda dari cara pembelahan
yang dilakukan terhadap tes yang mengukur kemampuan maksimum (power-test). Suatu tes yang
berisi aitem-aitem yamg mempunyai taraf kesukaran homogen akan lebih terbuka terhadap
berbagai cara pembelahan bila diban dingkan dengan tes yang berisi aitem-aitem dengan ting kat
kesukaran yang sangat bervariasi. Tentu tidak setiap karakteristik tes menghendaki cara
pembelahan khusus, akan tetapi setiap cara pembelahan tes yang digunakan hendaknya
ditekankan pada iantara usaha untuk memperoleh bagian-bagian atau belahan belahan yang
relatif setara. sehing dalam A. Beberapa Cara Pembelahan 7es bagi tes h sama. ak me- Membelah
suatu tes menjadi beberapa bagian yang i telah setara atau homogen maksudnya adalah
mengusahakan m reli- agar antara belahan yang satu dengan yang lain memiliki bagian jumlah
aitem yang sama banyak, taraf kesukaran yang se- imbang, isi yang sebanding, dan sedapat
mungkin me- menuhi ciri-ciri paralelisme sebagaimana yang telah da sifat dikemukakan
terdahulu. Walaupun tersedia rumusan mengestimasi reliabilitas tes yang belahannya tidak iguna
pada paralel akan tetapi estimasi terhadap bagian-bagian yang au or- paralel itu akan lebih
meyakinkan kita bahwa estimasi hitung mendekati harga reliabilitas yang sesungguhnya, bu kan
merupakan underestimasi (estimasi yang terlalu rendah) bukan pula overestimasi (estimasi yang
terlalu n oleh Berikut adalah beberapa pilihan cara untuk endaki membelah tes menjadi dua
bagian. ini dapat di man analogikan apabila diperlukan untuk membelah men- mpuan jadi lebih
dari dua bagian. lebih diban ting pembelahan Cara Rando Membelah tes menjadi dua bagian
secara random ndaki dengan cara undian sederhana guna me- pem- dapat dilakukan yang di-
nentukan aitem-aitem nomor berapa sajakah yang di masukkan menjadi belahan pertama dan
mana yang di Pem menjadi belahan ke dua. Pembelahan secara random hanya boleh dilakukan
apabila tes yang akan dibelah berisi homogen, hal ini harus dipan taraf total dang dari segi isi
(content homogeneous dan juga dari matc segi taraf kesukarannya apabila tes itu mengukur
aspek kognitif. Suatu tes yang berisi aitem heterogen bila dibelah secara random dapat
menghasilkan belahan-belahan yang tidak setara satu sama lain, kecuali bila tes tersebut terdiri
dari aitem yang berjumlah sangat besar. Pembelahan Gasal-Genap Pembelahan dengan cara gasal
genap (odd-even splits sangat populer dan mudah dilakukan. Dalam cara ini, seluruh aitem yang
bernomor urut gasal dijadikan satu kelompok menjadi belahan pertama dan seluruh aitem yang
bernomor urut genap dijadikan satu kelompok menjadi belahan ke dua. Dengan membelah secara
gasal- genap diharapkan akan diperoleh dua bagian yang setara dari segi isi dan taraf kesukaran
aitem-aitemnya. cara pembelahan ini dapat menghindari kemung- kinan terjadinya
pengelompokan aitem-aitem tertentu ke- dalam salah satu belahan saja. Sekalipun semula aitem-
aitem disusun dalam pola urutan tertentu akan tetapi se- waktu dilakukan pemisahan gasal-genap
maka aitem yang pi berurutan tadi akan dengan sendirinya terpisah kedalam belahan yang
berbeda.

Pembelahan matched Random Sabsets Untuk tes yang mengukur aspek kemampuan, yang taraf
kesukaran aitem serta korelasi aitem dengan skor total tesnya telah dihitung lebih dahulu,
Gulliksen (1950) mengusulkan suatu cara pembelahan yang disebutnya matched random subsets.

Gambar IV.1. Pasangan Nomor-nomor Aitem Berkarakteristik Sama Dengan cara ini, setiap
aitem dalam tes diletakkan pada satu posisi atau titik tertentu dalam grafik ber- dasarkan harga
indeks kesukaran aitem dan koefisien korelasi antara aitem yang bersangkutan dengan skor tes
(rix). Dengan melihat posisi aitem pada grafik dapat diketahui bahwa setiap aitem yang letaknya
berdekatan berarti memiliki karakteristik (p dan ru) yang relatif sama atau mirip satu sama lain
(Gambar IV.1). Kemudian setiap dua aitem yang berdekatan dapat diundi untuk menentu kan
mana yang dimasukkan kedalam belahan pertama dan mana yang diikutkan kedalam belahan ke
dua sehing ga, untuk contoh Gambar IV.1, akan diperoleh dua belah an yang masing-masing
berisi sepuluh aitem. relatif pa Grafik pada Gambar IV.1 disajikan untuk menje- Spearma laskan
gambaran mengenai ide matched-random subsets. genap a Pada dewasa ini pembelahan
termaksud dapat diperoleh dari dua tanpa harus membuat grafiknya lebih dahulu, yaitu lewat
belahan bantuan komputer dengan memasukkan saja data p dan rix setiap aitem dan meminta
komputer untuk memasang kan aitem sekaligus memilahnya kedalam dua bagian. pisah u subjek
subjek Formula Spearman-Brown antuk fisien k diperol B. pada ko Belah dua Brown Formula
Spearman-Brown merupakan sebuah for- contoh mula komputasi yang sangat populer untuk
estimasi reli- menja abilitas yang dibelah menjadi dua bagian yang relatif genap paralel satu
dengan yang lain. Formula ini dapat diguna kan pada tes yang aitem-aitemnya diberi maupun
bukan dikotomi hada diri Formula komputasi reliabilitas Spearman-Brown me- korel rupakan
formula koreksi terhadap koefisien korelasi antara dua bagian tes, dan dirumuskan sebagai
berikut:

Umumnya untuk memperoleh memperoleh dua belahan tes yang lain dalam penggunaan formula
Spearman-Brown, dilakukan cara pembelahan gasal genap atau cara matched-random subsets
dikarenakan dari dua cara itulah diharapkan akan diperoleh belahan- belahan yang paralel seperti
dikehendaki. Skor yang diperoleh subjek dalam tes dihitung ter- pisah untuk masing-masing
belahan sehingga setiap subjek memperoleh dua skor. Kemudian, distribusi skor subjek pada
masing-masing belahan dikorelasikan. Koe- fisien korelasinya kita namai r12. Estimasi
reliabilitas tes diperoleh dengan mengenakan formula Spearman-Brown pada koefisien korelasi
antara kedua belahan tersebut. Sebagai ilustrasi penggunaan formula Spearman- Brown,
digunakan data pada Tabel IV.1 yang memuat contoh skor tes yang terdiri atas 12 aitem dan
dibelah if menjadi dua bagian dengan cara pembelahan gasa genap Melalui komputasi korelasi
product moment ter- hadap skor kedua belahan tes (yang masing-masing ter- diri dari 6 aitem)
pada Tabel IV.1, diperoleh koefisien korelasi r1.2 0,957

Sebagaimana telah disebutkan terlebih dahulu, for- mula ini hanya dapat digunakan apabila kita
percaya bahwa asumsi paralelisme diantara kedua belahan ter- penuhi. Ciri terpenuhinya asumsi
termaksud antara lain adalah apabila kedua belahan tes menghasilkan rata-rata skor (mean yang
setara dan varians skor yang sebanding. Disamping itu, formula Spearman-Brown hanya akan
menghasilkan estimasi reliabilitas yang cermat apa- bila koefisien korelasi diantara kedua
belahan tes itu tinggi, karena tingginya korelasi antara kedua belahan 16 merupakan pula indikasi
terpenuhinya asumsi paralel isme. Pada kasus yang koefisien korelasi antara kedua be- lahan tes
tidak begitu tinggi, sebaiknya formula ini tidak digunakan dan kita beralih kepada cara
pendekatan lain. Magnusson (1967) menyatakan bahwa metode belah dua dapat dipakai untuk
mengestimasi kecermatan tes dalam arti ekivalensi (kesetaraan) hasil ukur kedua belahannya.
Koefisien ekivalensi ini pada dasarnya sama dengan koefisien reliabilitas. ang C. Formula Rulon
Rulon (1939) merumuskan suatu formula untuk mengestimasi reliabilitas belah-dua tanpa perlu
berasumsi bahwa kedua belahan mempunyai varians yang sama. Menurut Rulon, perbedaan skor
subjek pada kedua belahan tes akan membentuk distribusi perbedaan skor dengan varians yang
besarnya ditentukan oleh varians eror masing-masing belahan. Karena varians eror masing- for
masing belahan menentukan varians eror keseluruhan tes, eror dapat diestimasi lewat besarnya
aya ter- varians perbedaan skor diantara kedua belahan. Dengan

Koefisien reliabilitas Rulon yang dikenakan pada tes yang telah dibelah menjadi dua bagian ini
merupakan estimasi reliabilitas bagi keseluruhan tes sehingga tidak perlu dikenai formula
koreksi lagi. D. Roefisien Aleha (ou) Telah dijelaskan dimuka bahwa formula Spearman Brown
hanya akan menghasilkan estimasi reliabilitas yang cermat apabila belahan-belahan tes yang
diperoleh dapat memenuhi asumsi paralel. Apabila kita tidak yakin bahwa asumsi tersebut
terpenuhi maka koefisien-a (Cronbach, 1951) dapat digunakan. Walaupun dapat digunakan pada
tes yang belahan- nya tidak paralel satu sama lain, akan tetapi bila kedua lahan tersebut tidak
memenuhi asumsi t-equivalent, maka koefisien reliabilitas alpha yang diperoleh akan merupakan
underestimasi terhadap reliabilitas yang se- sungguhnya (artinya, reliabilitas yang sebenarnya
mung kin sekali lebih tinggi daripada koefisien yang diperoleh dari hasil perhitungan). oleh
karena itu, bila kita mem peroleh hasil perhitungan yang cukup tinggi kita akan tahu bahwa ada
kemungkinan reliabilitas yang sesung guhnya lebih tinggi lagi akan tetapi bila koefisien yang
diperoleh ternyata rendah maka kita belum dapat me tikan apakah tes yang bersangkutan
memang memiliki reliabilitas rendah ataukah hal tersebut sekedar indikasi tidak terpenuhinya
asumsi t-equivalent (Allen & Yen 1979)

Formula alpha dapat pula digunakan pada tes yang aitem-aitemnya diberi skor dikotomi. Untuk
ilustrasinya kita kembali ke data tes pada Tabel IV.3 Komputasi varians belahan tes pada Tabel
IV.3 menghasilkan s1 2,933 sedangkan 3,067 dan s2 varians skor total adalah s 2 11,599.
Koefisien alpha. yang dihasilkan adalah 3,067 2,933 0,965 11,599 Ternyata bahwa koefisien
alpha yang dihasilkan pada kedua contoh di atas identik dengan koefisien yang dihitung oleh
formula Rulon. Hal itu memang akan selalu benar bila kedua formula dikenakan pada tes yang
sama yang dibelah menjadi dua bagian. E. Roefisien Alpha: 7ormula umum Pembelahan tes
tidak hanya terbatas pada mem bagi aitem-aitem tes kedalam dua belahan saja. Cara-cara
pembelahan dapat diperluas pemakaiannya untuk mem bagi tes menjadi beberapa belahan,
apabila diperlukan. Bahkan suatu tes yang akan diestimasi reliabilitasnya dapat dibelah menjadi
bagian-bagian sebanyak jumlah aitemnya sehingga setiap bagian hanya berisi satu aitem saja.
Kecuali dalam kasus tes yang dibelah menjadi belah an sebanyak jumlah aitemnya, hendaknya
selalu diupaya kan agar belahan-belahan tersebut isinya relatif setara.

Lebih baik lagi apabila dapat dihasilkan belahan-belahan yang paralel satu sama lain atau paling
tidak yang dapat memenuhi asumsi t-equivalent. Untuk tes yang dibelah menjadi lebih dari dua
belahan yang masing-masing berisi aitem dalam jumlah sama banyak, kita dapat menggunakan
formula alpha. Rumusan formula umum koefisien alpha dalam hal ini adalah sebagai berikut: k-1
k Banyaknya belahan tes sie Varians belahan j, j 1,2, k Varians skor tes Sebagai ilustrasi
pemakaian formula umum koefi- sien alpha akan diberikan contoh penggunaannya ter- hadap
data tes pada Tabel rv.1 yang, dalam contoh ini, dibelah menjadi tiga bagian dan disajikan
kembali dalam Tabel IV.5. Untuk menggunakan formula alpha disyaratkan adanya homogenitas
isi belahan agar estimasi yang di peroleh mendekati reliabilitas yang sebenarnya. Untuk
kepentingan contoh cara perhitungan, data pada Tabel IV.5 kita anggap telah memenuhi
persyaratan tersebut.

Kemudian untuk memberikan contoh ilustrasi pe makaian formula-cu pada tes yang aitem-
aitemnya diberi skor dikotomi, kita kembali melihat data pada Tabel IV.3. Dengan cara yang
sama, tes termaksud kita belah menjadi tiga bagian. Hasilnya disajikan pada Tabel IV.6.

Formula-Formula Ruder-Rehardson Bila suatu tes berisi aitem-aitem yang diberi skor dikotomi
sedangkan jumlah aitemnya sendiri tidak begitu banyak, kadang-kadang membagi tes menjadi
dua bagian tidak dapat menghasilkan bagian yang setara sedangkan membagi tes menjadi lebih
dari dua belahan akan meng- akibatkan jumlah aitem dalam setiap belahan terlalu sedikit. Bila
dalam belahan hanya berisi sedikit aitem, komputasi reliabilitasnya tidak dapat menghasilkan esti
masi yang cermat. salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mem belah tes tersebut menjadi
sebanyak jumlah aitemnya sehingga setiap belahan berisi hanya satu aitem saja. Kemudian
estimasi reliabilitasnya dilakukan melalui for mula alpha yang disesuaikan, yang dikenal dengan
nama formula Kuder Richardson-20 atau KR-20 (Kuder & Richardson, 1937) dan dikenal pula
dengan nama koefi- sien a-20 (Cronbach, 1951) Koefisien KR-20 atau cu-20 merupakan rata-rata
estimasi reliabilitas dari semua cara belah-dua yang mungkin dilakukan. Koefisien ini juga
mencerminkan se jauhmana kesetaraan isi aitem-aitem dalam tes.

Anda mungkin juga menyukai