Anda di halaman 1dari 119

PENGARUH ATTACHMENT STYLES DAN LONELINESS

TERHADAP INTERAKSI PARASOSIAL PENGGEMAR KPOP

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

Oleh :
NASHWA OELFY
NIM: 1110070000154

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M

i
ii
iii

LEMBAR ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nashwa Oelfy

NIM : 1110070000154

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PENGARUH


ATTACHMENT STYLES DAN LONELINESS TERHADAP INTERAKSI
PARASOSIAL PENGGEMAR KPOP adalah benar merupakan karya saya
sendiri dan tidak melakukan tindak plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut.
Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya
cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai undang-undang


jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan karya orang
lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 24 Maret 2015

Nashwa Oelfy
NIM: 11100700000154
iv
v

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 Maret 2015

Nashwa Oelfy
NIM: 1110070000154
vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“You are never too old to set another goal or to


dream a new dream.” – C.S Lewis
“Life, she realize, was much like a song. In the beginning there
is mystery, in the end there is confirmation, but it’s in the
middle where all the emotion resides to make the whole thing
worthwhile.” – Sparks, N

Skripsi ini dipersembahkan untuk My Wondermom, My


Superdad, Kak Sammy, dan Husein.
My love for you is everlasting.
vii

ABSTRACT

A) Faculty of Psychology

B) March 2014

C) Nashwa Oelfy

D) The Effect of Attachment Styles and Loneliness toward Parasocial


Interaction Kpop Fans.

E) xiv + 85 pages + 4 appendix

F) The aim of this study is to examine the effect of attachment styles and
loneliness toward the parasocial interaction Kpop fans. Theorized that
attachment styles (secure, fearful, preoccupied, and dismissing) and
loneliness (personality, social desirability, and depression) affect the
parasosial interaction Kpop fans. This study uses a quantitative approach
with multiple regression analysis. Samples are 258 Kpop fans aged from 12-
21 years.

The results showed significant influence of attachment styles (secure, fearful,


preoccupied, and dismissing) and loneliness (personality, social desirability,
and depression) toward the parasocial interaction Kpop fans. Minor
hypothesis test results showed that only one significant dimension of the
attachment styles, the dimension is preoccupied attachment styles.

G) Reading materials: 16 books, 21 journals, 1 essay, 3 thesis, 1 dissertation,


6 online articles
viii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayah, serta inayah

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“PENGARUH ATTACHMENT STYLES DAN LONELINESS TERHADAP

INTERAKSI PARASOSIAL PENGGEMAR KPOP”. Shalawat serta salam

senantiasa penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga

dan para sahabat.

Skripsi ini terwujud tak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam

bentuk pikiran, tenaga, maupun waktu. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan

hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si., Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si., Wakil Dekan Bidang

Akademik, beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada

penulis untuk belajar dan mengembangkan keterampilan sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

2. Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan

Pembimbing Akademik Kelas D 2010. Penulis ucapkan terima kasih atas

segala bimbingan, masukan, kritik, dan nasihat yang diberikan selama penulis

menyelesaikan skripsi ini.

3. Kepada seluruh responden penelitian yaitu penggemar Kpop yang telah

bersedia menjadi responden penelitian. Semoga senantiasa diberi kesehatan

oleh Allah SWT.


ix

4. Kedua orang tua tercinta, Baba dan Mommy, terimakasih atas doa, kasih

sayang, dukungan, nasihat, serta perhatian kepada penulis. Saudara kandung

penulis, Kak Sammy dan Husein, terima kasih untuk selalu memberikan

dukungan yang tak henti-hentinya, baik dalam kondisi apapun. Terima kasih

atas kasih sayang kalian yang luar biasa.

5. Keluarga ke-2 penulis, Kak Sari, Bonita, Galuh, Mutiara, Rio, Ami, Lia, Abe,

Bojes, Fany, Licca, Ridho, Fidi, Laras, dan Tami. Terima kasih karena telah

memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

6. Seluruh keluarga besar kelas Psikologi 2010, Aniq, Amirra, Adila, Sunnny,

Dian, Tenri, Icha, Rahma, Maul, Rere, Kak itri, Melina, Yunita, Ani, Meida,

Shovia, Siska, Amalia, Atiqoh, Naqiyah, serta teman-teman lain. Terima

kasih atas 4 tahunnya yang penuh warna. Semoga pertemanan kita akan terus

berjalan dengan baik.

7. Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih

untuk doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan.

Terakhir, Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak

orang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna agar

pada penulisan selanjutnya dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi.

Jakarta, 24 Maret 2015

Penulis
x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ ii
LEMBAR ORISINALITAS ............................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iv
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
ABSTRACT ........................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1-13


1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................10
1.2.1 Pembatasan Masalah ................................................................10
1.2.2 Perumusan Masalah ..................................................................10
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................11
1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................................12
1.4.1 Manfaat Teoritis .......................................................................12
1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................12
1.5 Sistematika Penulisan .........................................................................13

BAB 2 LANDASAN TEORI ....................................................................... 14-42


2.1 Interaksi Parasosial .............................................................................14
2.1.1 Definisi Interaksi Parasosial .....................................................14
2.1.2 Dimensi Interaksi Parasosial ....................................................17
2.1.3 Karakteristik Seseorang dengan Interaksi Parasosial ...............18
2.1.4 Pengukuran Interaksi Parasosial ...............................................22
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Parasosial ..........22
2.2 Attachment Styles ...............................................................................25
2.2.1 Definisi Attachment atau Kelekatan .........................................25
2.2.2 Dimensi Attachment (Tipe-tipe Kelekatan) ..............................27
2.2.3 Pengukuran Attachment Styles .................................................30
2.3 Loneliness ...........................................................................................30
2.3.1 Definisi Loneliness ...................................................................30
2.3.2 Dimensi Loneliness ..................................................................32
2.3.3 Pengukuran Loneliness .............................................................34
2.4 Remaja ................................................................................................34
2.4.1 Perkembangan pada Masa Remaja ...........................................37
xi

2.5 Kpop ...................................................................................................39


2.6 Kerangka Berpikir ...............................................................................39
2.7 Hipotesis Penelitian .............................................................................42

BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................. 43-58


3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ..........................43
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ....................................43
3.3 Instrumen Pengumpulan Data .............................................................45
3.4 Uji Validitas ........................................................................................48
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Interaksi Parasosial ..............................49
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Attachment Styles ................................52
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Loneliness ...........................................54
3.5 Teknik Analisis Data ..........................................................................56
3.6 Prosedur Penelitian .............................................................................58

BAB 4 HASIL PENELITIAN ...................................................................... 60-70


4.1 Gambaran Umum Sampel Penelitian .................................................60
4.2 Hasil Analisis Deskriptif ....................................................................61
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ................................................63
4.3.1 Kategorisasi Skor Interaksi Parasosial .....................................63
4.3.2 Kategorisasi Skor Attachment Styles ........................................64
4.3.3 Kategorisasi Skor Loneliness ...................................................65
4.4 Uji Hipotesis .......................................................................................65
4.4.1 Uji Hipotesis Interaksi Parasosial ............................................66
4.5 Pengujian Proporsi Varians ................................................................70

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ..................................... 73-80


5.1 Kesimpulan .........................................................................................73
5.2 Diskusi ................................................................................................73
5.3 Saran ...................................................................................................79
5.3.1 Saran Metodologis ....................................................................79
5.3.2 Saran Praktis .............................................................................80

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................81

LAMPIRAN
xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue print skala interaksi parasosial .....................................................45


Tabel 3.2 Blue print skala attachment styles .........................................................46
Tabel 3.3 Blue print skala loneliness ....................................................................47
Tabel 3.4 Penilaian skala likert interaksi parasosial dan attachment styles ..........47
Tabel 3.5 Penilaian skala likert loneliness ............................................................47
Tabel 3.6 Hasil uji validitas instrumen interaksi parasosial ..................................51
Tabel 3.7 Hasil uji validitas instrumen attachment styles .....................................54
Tabel 3.8 Hasil uji validitas instrumen loneliness ................................................56
Tabel 4.1 Usia .......................................................................................................60
Tabel 4.2 Durasi mengkonsumsi kpop ..................................................................60
Tabel 4.3 Aktivitas mengkonsumsi kpop ..............................................................61
Tabel 4.4 Deskripsi statistik variabel penelitian ...................................................62
Tabel 4.5 Pedoman interpretasi skor .....................................................................63
Tabel 4.6 Kategorisasi sampel penelitian dalam tingkat interaksi parasosial .......63
Tabel 4.7 Kategorisasi sampel penelitian dalam tingkat attachment styles ..........64
Tabel 4.8 Kategorisasi sampel penelitian dalam tingkat loneliness ......................65
Tabel 4.9 Model summary analisis regresi ............................................................66
Tabel 4.10 Perolehan R square dari dua variabel besar .........................................66
Tabel 4.11 Anova pengaruh keseluruhan IV terhadap DV ....................................67
Tabel 4.12 Koefisien regresi ..................................................................................68
Tabel 4.13 Model summary proporsi varians .........................................................71
xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ..............................................................................41


xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian


Lampiran 2. Syntax Analisis Faktor Konfirmatori
Lampiran 3. Path Diagram
Lampiran 4. Output SPSS Analisis Regresi
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan dan

pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika

penulisan.

1.1. Latar Belakang Masalah

Sejak pertengahan tahun 1990, muncul suatu fenomena kecintaan akan musik dan

drama dari negara ginseng yaitu Korea Selatan. Fenomena tersebut lebih di kenal

dengan sebutan korean wave atau hallyu. Korea selatan juga terkenal akan musik

pop Korea nya yang disebut Korean Pop atau Kpop. Kpop merupakan suatu aliran

musik populer yang berasal dari Korea Selatan. Kpop sendiri merupakan bagian

dari korean wave atau hallyu (Jin, 2012).

Fenomena kecintaan akan budaya Kpop awalnya dipicu oleh kecintaan

orang-orang terhadap drama romantis Asia, termasuk drama Korea. Dari hal

tersebut, mereka kemudian mengenal Kpop dan menggilainya. Kpop tidak hanya

memanjakan telinga dan mata, tetapi juga membentuk suatu imajinasi tentang

selebriti Korea yang berpenampilan menarik dan berwajah mulus. Tidak heran,

kini banyak para remaja yang memiliki keinginan untuk menjadi seperti selebriti

Korea. Hasrat para remaja untuk berpenampilan dengan gaya Korea ini ternyata

diperhatikan oleh sejumlah pengusaha salon di Jakarta. Para pengusaha tersebut

secara bersamaan mengusung tema K-Cut style (potongan rambut Korea). Sederet

toko kosmetik Korea, seperti Skin food, The face shop, dan Missha, membuka

1
2

cabang tokonya di Indonesia. Bahkan, toko roti atau makanan Korea pun mulai

banyak dijual di Jakarta. Selain itu, perwakilan perusahaan Korea tumbuh subur di

Indonesia. Berdasarkan data Pusat Kebudayaan Korea di Indonesia, saat ini

terdapat 1.300 kantor cabang perusahaan Korea yang didirikan di Indonesia. Hal

tersebut mengacu pada banyaknya jumlah penggemar Kpop saat ini di Indonesia

(Kamil, 2012).

Banyaknya penggemar Kpop di Indonesia juga ditunjukkan dari

meningkatnya grafik digital, penjualan album musik, konser, jumlah penggemar

(fan cafe) dari beberapa nama idola yang menjadi bintang di tahun ini. Salah

satunya adalah EXO, video klip EXO ditonton lebih dari 14 juta kali di youtube.

Lagu mereka konsisten berada diperingkat pertama di tiga negara, yaitu Indonesia,

Singapura, dan Thailand (Ramadhani, 2013).

Fenomena para penggemar Kpop selalu terlihat dari kegiatan-kegiatan

yang mereka lakukan untuk mendekatkan dirinya dengan idolanya. Para

penggemar membentuk sebuah kelompok penggemar yang menyukai idola Kpop

yang sama. Mereka selalu terdepan untuk urusan temu sapa idolanya. Kelompok

penggemar bintang Kpop ini biasanya memiliki nama sendiri disesuaikan dengan

nama idolanya, seperti Shawol untuk penggemar SHINee, VIP untuk penggemar

Bigbang, dan lain-lain. Berbagai kelompok penggemar Kpop di Indonesia banyak

mengadakan acara-acara yang mengumpulkan seluruh penggemar. Selain itu,

agensi Kpop pun tampaknya memfasilitasi fanatisme para penggemar dengan

menghadirkan aneka merchandise, foto, album, hingga kerja sama layanan khusus

agar lebih mendekatkan antara penggemar dengan idolanya. Sayangnya, para


3

penggemar Kpop di Indonesia merasa sangat kesulitan ketika ingin bertemu

idolanya secara langsung, hal tersebut terjadi dikarenakan perbedaan negara

antara Indonesia dengan Korea Selatan. Para penggemar cenderung

memanfaatkan media massa sebagai perantara antara dirinya dengan idolanya.

Dengan media massa, mereka dapat mengetahui informasi terbaru dan

perkembangan karir idolanya. Para penggemar Kpop juga mengganggap idola

korea nya sebagai figur media favoritnya, karena para penggemar merasa

mengenal idola atau figur medianya melalui media massa (Sari, 2012).

Dengan banyaknya paparan media massa, para penggemar atau pengguna

media merasa sangat mengenal figur media favoritnya dari penampilan, sikap,

gaya bahasa, dan tingkah laku figur medianya, meskipun mereka tidak

berkomunikasi secara langsung dengan figur media favoritnya (Roberts, 2007).

Peristiwa dimana seseorang merasa mengenal secara personal terhadap selebritis

atau figur di media disebut dengan interaksi parasosial.

Konsep interaksi parasosial pertama kali diperkenalkan oleh Horton dan

Wohl (1956) untuk mendeskripsikan respon pengguna media terhadap figur media

selama mengkonsumsi media. Interaksi parasosial memiliki interaksi sosial dan

komunikasi yang satu arah karena segala tindakan figur media di media massa

dapat di observasi oleh pengguna media, yang dimana reaksi pengguna media

hanya dapat diantipasi, sedangkan reaksi pengguna media tidak dapat diobservasi

secara langsung oleh figur media. Meskipun interaksinya luas, interaksi parasosial

bersifat satu arah, satu sisi, non-dialektikal, dikontrol oleh figur media, dan tidak

dapat berkembang (Horton & Wohl, 1956).


4

Horton dan Wohl (1956) menganggap interaksi parasosial sebagai

pengalaman ilusi yang dialami oleh pengguna media, yang merasa seperti berada

dalam interaksi dengan figur media, meskipun situasinya tidak bertimbal balik.

Menurut Caughey (dalam Meloy, Sheridan, & Hoffman, 2008) interaksi

parasosial terjadi ketika seseorang yang belum pernah bertemu dengan figur

media favoritnya tetapi merasa memiliki hubungan dekat dengannya, yang dalam

arti dalam arti mereka terlibat dalam interaksi pseudo-sosial dengan figur media

favoritnya.

Giles (dalam Meloy, Sheridan, & Hoffman, 2008) menjelaskan bahwa

interaksi parasosial merupakan keterlibatan seseorang yang dalam meniru perilaku

figur media favoritnya, mendiskusikan figur media favoritnya dengan orang lain,

terlibat dalam interaksi imajinatif, dan terkadang, mencoba membuat kontak

secara langsung dengan figur media favoritnya.

Interaksi parasosial dikonseptualisasikan sebagai keterlibatan interpersonal

pengguna media dengan figur media. Keterlibatan tersebut digambarkan dalam

beberapa karakteristik seperti mencari bimbingan dari figur media, melihat figur

media sebagai teman, dan membayangkan menjadi bagian dari dunia sosial figur

media yang disukai (Rubin, Perse & Powell, 1985). Pengguna media juga merasa

mengenal figur medianya, seperti mengetahui teman dekat dan keluarga figur

media. Selain itu, pengguna media pun merasa memiliki hubungan personal

dengan figur media, memberikan perhatian penuh pada apa yang terjadi dengan

kehidupan figur media, dan berkeinginan untuk menjadi seperti mereka (Hoffner

& Buchanan, 2005).


5

Menurut Cole & Leets (1999), penyelidikan empiris pada fenomena

interaksi parasosial telah berkembang dalam beberapa dekade terakhir, dan

banyak studi yang telah meneliti interaksi parasosial dengan penyiar berita televisi

artis televisi terfavorit; artis opera sabun; karakter sinetron komedi terfavorit dan

pembawa acara belanja di televisi.

Hasil penelitian Cole dan Leets (1999) menyatakan bahwa attachment

styles memiliki peran dalam pembentukan interaksi parasosial dengan figur media

favoritnya. Menurut Giles dan Maltby (2004), attachment terhadap figur media

pada umumnya disebut sebagai interaksi parasosial, yang dimana interaksinya

bersifat satu arah dan seseorang tersebut merasa figur medianya sebagai sosok

teman atau kolega. Meskipun interaksi parasosial bersifat satu arah dan imajiner,

seseorang tetap merasa bahwa interaksi parasosial sama dengan hubungan sosial

sebenarnya. Dari hal tersebut, dapat dikatakan bahwa interaksi parasosial

memiliki kolerasi dengan attachment.

Bartholomew dan Griffin (dalam Baron & Byrne, 2005) mendefinisikan

attachment sebagai suatu hubungan dekat atau perilaku lekat antara diri seseorang

dengan orang lain, yang diasumsikan bahwa perilaku interpersonal seseorang akan

terlihat dari evaluasi dirinya yang negatif atau positif, dan sejauh mana orang

tersebut mempersepsikan orang lain sebagai seseorang yang dapat dipercaya,

dapat diharapkan, dan dapat diandalkan (positif) atau lawannya yaitu,

mempersepsikan bahwa orang lain tidak dapat dipercaya, tidak dapat diharapkan

dan tidak dapat diandalkan (negatif).


6

Attachment memiliki pengaruh terhadap interaksi parasosial. Dalam empat

dimensi utama attachment oleh Bartholomew dan Griffin (dalam Baron & Byrne,

2005), attachment styles memiliki empat dimensi yaitu secure, fearful,

preoccupied, dan dismissing. Masing-masing dari dimensi tersebut memiliki

pengaruh yang berbeda terhadap interaksi parasosial.

Ditemukan bahwa seseorang dengan attachment styles preoccupied

cenderung mengembangkan interaksi parasosial untuk memenuhi kebutuhan

emosional yang tidak terpenuhi; Penjelasan mengenai preoccupied konsisten

dengan penelitian yang mengatakan bahwa preoccupied dapat menggambarkan

keterlibatan dan intensitas para remaja yang memiliki interaksi parasosial (Theran,

Newberg, & Gleason, 2010).

Seseorang dengan attachment styles fearful dan dismissing memiliki

pengaruh kecil untuk membentuk interaksi parasosial, dikarenakan seseorang

fearful dan dismissing memiliki gambaran negatif terhadap orang lain secara

bersamaan; serta, seseorang dengan attachment styles secure yang negatif

(memiliki rasa tidak percaya, ragu-ragu, curiga) juga memberikan pengaruh

terhadap interaksi parasosial (Cole & Leets, 1999).

Fenomena interaksi parasosial antara para penggemar Kpop sebagai

pengguna media dengan figur media favoritnya, terlihat dalam karakteristik para

pengguna media yang terkait dari perilaku attachment nya yaitu penggemar atau

pengguna media akan berusaha untuk mengurangi jarak antara dirinya dengan

figur media favoritnya (figur attachment nya), mereka cenderung mengikuti

perkembangan figur media, dan mencoba untuk menghubungi figur medianya


7

melalui surat penggemar; pengguna media merasa senang ketika melihat figur

medianya di media massa; dan pengguna media merasa sedih dan kecewa ketika

figur medianya tidak pernah muncul di media massa (Weiss, 1991; Cole & Leets,

1999).

Interaksi parasosial juga memiliki hubungan yang erat dengan loneliness

atau kesepian. Russell (dalam Cook & Wilson, 1979) mengatakan bahwa

loneliness merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, yang

terkait dengan perasaan ketidakpuasan, ketidakbahagiaan, depresi, kecemasan,

kekosongan, kebosanan, kegelisahan dan perasaan terasingkan. Russell, Peplau,

dan Ferguson (dalam Rubin, Perse, & Powell, 1985) menemukan bahwa

loneliness terjadi ketika seseorang merasa kurang puas dengan hubungan

sosialnya, dan merasa kurang berpenampilan menarik daripada orang lain.

Berdasarkan hasil penelitian Norlund (dalam Hoffner, 2002), seseorang

yang kurang atau jarang melakukan hubungan sosial akan lebih sering berada di

dalam rumah sehingga cenderung menggunakan televisi atau media yang lainnya

sebagai teman dan cenderung membentuk interaksi parasosial.

Giles dan Maltby (2004) mendefinisikan interaksi parasosial adalah

perilaku disfungsional yang dihasilkan dari konsekuensi negatif dalam kehidupan

sosial seperti loneliness, isolasi, dan kurangnya interaksi manusia. Rubin, Perse,

dan Powell (1985) mengatakan bahwa interaksi parasosial pada awalnya

dipandang sebagai suatu hubungan yang tidak nyata atau sebagai pengganti

hubungan sosial bagi para orangtua, cacat, dan seseorang yang kesepian

(loneliness).
8

Penelitian mengenai loneliness dan interaksi parasosial banyak dilakukan,

salah satunya yaitu “Loneliness and Parasocial Interaction with Media

Characters” oleh Dhanda (2011) yang memiliki hasil bahwa loneliness

berpengaruh terhadap interaksi parasosial. Lalu, ada penelitian yang dilakukan

oleh Davila-Rosado (2001) yang berjudul “Surviving Reality: Survivor &

Parasocial Interaction”. Penelitian ini memiliki hasil, yaitu terdapat hubungan

antara interaksi parasosial, loneliness, exposure, pemilihan spokesperson, dan

motif menonton televisi. Dikatakan bahwa apabila loneliness meningkat maka

interaksi parasosial pun juga akan meningkat, hal tersebut terjadi dikarenakan

kurangnya kontak sosial (dalam Davila-Rosado, 2001).

Selain itu, terdapat penelitian mengenai hubungan loneliness dan

parasosial yang dilakukan di Indonesia. Penelitian tersebut berjudul “Hubungan

antara loneliness dan parasosial pada wanita dewasa muda. Hasil yang didapatkan

pun menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara loneliness dan

parasosial (Sekarsari, 2009).

Altman dan Taylor (dalam Camella, 2001) mengatakan bahwa interaksi

parasosial akan terbentuk secara kuat ketika individu terlalu berlebihan dalam

memberikan atensinya ketika menonton figur media favoritnya melalui media.

Semakin lama seseorang menggunakan waktunya untuk menyaksikan figur

medianya melalui media, maka ia akan semakin intim dengan figur media dan

interaksi parasosialnya akan semakin kuat.

Peneliti memfokuskan sampel penelitian pada remaja berdasarkan

beberapa alasan. Pertama, interaksi parasosial ternyata dapat terjadi pada masa
9

perkembangan remaja. Interaksi parasosial juga memainkan peran sosial,

emosional, dan transisi yang penting pada masa remaja. Kedua, interaksi

parasosial remaja dengan figur media biasanya disebut sebagai pseudofriends, hal

tersebut sesuai dengan pergeseran perkembangan remaja terhadap peningkatan

otonomi dalam hubungan dengan orang tua. Remaja dapat menggunakan interaksi

parasosial untuk memudahkan transisi menuju hubungan dewasa nantinya, dan

mengatasi tugas-tugas perkembangan seperti pembentukan dan pemeliharaan citra

diri yang sehat (Theran, Newberg, & Gleason, 2010).

Peneliti juga memfokuskan sampel penelitian pada remaja yang berjenis

kelamin perempuan berdasarkan dua alasan. Pertama, remaja perempuan lebih

terlibat dalam interaksi parasosial dengan figur-figur media dibandingkan dengan

remaja laki-laki (Theran, Newberg, & Gleason, 2010).

Kedua, remaja perempuan cenderung memilih figur media sebagai

panutan atau figur, yang berkaitan dalam hal meniru gaya hidup seperti

menginginkan tubuh yang ideal seperti yang dimiliki oleh figur media (Giles,

2002; Theran, Newberg, & Gleason, 2010). Peneliti beranggapan bahwa

mayoritas remaja perempuan yang sangat menyukai figur media kemungkinan

menunjukkan interaksi parasosial.

Dengan demikian penelitian ini berjudul “Pengaruh Attachment Styles

dan Loneliness terhadap Interaksi Parasosial pada Penggemar Kpop”.


10

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Pembatasan masalah

Pembatasan dalam penelitian ini akan membahas lebih mendalam mengenai

interaksi parasosial, attachment styles, dan loneliness pada penggemar kpop.

Adapun penjelasannya sebagai berikut :

1. Interaksi parasosial merupakan hubungan interpersonal antara penggemar

kpop sebagai pengguna media dengan selebriti kpop sebagai figur media

melalui media massa.

2. Attachment styles merupakan kecenderungan perilaku lekat atau hubungan

dekat antara diri seseorang dengan orang lain.

3. Loneliness merupakan pengalaman emosional terkait dengan perasaan yang

tidak menyenangkan.

4. Korean Pop atau Kpop merupakan suatu aliran musik populer yang berasal

dari Korea Selatan.

5. Sampel penelitian adalah penggemar Kpop yang berjenis kelamin

perempuan dan berusia 10-23 tahun.

1.2.2. Perumusan masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh attachment styles dan loneliness terhadap

interaksi parasosial pada penggemar kpop?

2. Apakah terdapat pengaruh attachment styles secure terhadap interaksi

parasosial pada penggemar kpop?


11

3. Apakah terdapat pengaruh attachment styles fearful terhadap interaksi

parasosial pada penggemar kpop?

4. Apakah terdapat pengaruh attachment styles preoccupied terhadap interaksi

parasosial pada penggemar kpop?

5. Apakah terdapat pengaruh attachment styles dismissing terhadap interaksi

parasosial pada penggemar kpop?

6. Apakah terdapat pengaruh loneliness personality terhadap interaksi

parasosial pada penggemar kpop?

7. Apakah terdapat pengaruh loneliness social desirability terhadap interaksi

parasosial pada penggemar kpop?

8. Apakah terdapat pengaruh loneliness depression terhadap interaksi

parasosial pada penggemar kpop?

1.3. Tujuan penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh attachment styles dan loneliness terhadap

interaksi parasosial pada penggemar kpop?

2. Apakah terdapat pengaruh attachment styles secure terhadap interaksi

parasosial pada penggemar kpop?

3. Apakah terdapat pengaruh attachment styles fearful terhadap interaksi

parasosial pada penggemar kpop?

4. Apakah terdapat pengaruh attachment styles preoccupied terhadap interaksi

parasosial pada penggemar kpop?


12

5. Apakah terdapat pengaruh attachment styles dismissing terhadap interaksi

parasosial pada penggemar kpop?

6. Apakah terdapat pengaruh loneliness personality terhadap interaksi

parasosial pada penggemar kpop?

7. Apakah terdapat pengaruh loneliness social desirability terhadap interaksi

parasosial pada penggemar kpop?

8. Apakah terdapat pengaruh loneliness depression terhadap interaksi

parasosial pada penggemar kpop?

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat menambahkan hasil-hasil penelitian mengenai

interaksi parasosial, attachment styles, dan loneliness. Penelitian ini juga

diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dari teori psikologi pada

umumnya, dan khususnya psikologi sosial dan perkembangan.

1.4.2. Manfaat praktis

1. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai

interaksi parasosial pada penggemar kpop

2. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran apakah dimensi attachment

styles dan loneliness dapat menggambarkan interaksi parasosial pada

penggemar kpop.
13

1.5. Sistematika Penulisan

Bab 1 Pendahuluan

Meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab 2 Landasan Teori

Meliputi teori-teori yang berhubungan dengan interaksi parasosial; definisi

interaksi parasosial, faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi parasosial, efek

parasosial, pengukuran interaksi parasosial, attachment styles; definisi

attachment, pembentukan perilaku attachment, dimensi attachment styles,

pengukuran attachment style, loneliness; definisi loneliness, dimensi loneliness,

pengukuran loneliness, remaja; batasan remaja, perkembangan pada masa remaja,

kerangka berfikir dan hipotesis penelitian.

Bab 3 Metode Penelitian

Meliputi desain penelitian, sampel penelitian, metode pengumpulan data, uji

validitas konstruk, prosedur penelitian, dan teknik analisis data.

Bab 4 Hasil Penelitian

Meliputi pengolahan semua data yang terkumpul dalam penelitian dan analisis

data.

Bab 5 Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Meliputi kesimpulan seluruh isi dan hasil penelitian. Kesimpulan dibuat

berdasarkan analisis dan interpretasi data yang telah dijabarkan di bab

sebelumnya. Bab ini juga berisi diskusi dan saran penelitian.


BAB 2

LANDASAN TEORI

Pada bab dua ini dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan

penelitian. Teori tersebut yaitu teori interaksi parasosial, teori attachment styles,

teori loneliness, teori remaja, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

2.1. Interaksi Parasosial

2.1.1. Definisi interaksi parasosial

Konsep interaksi parasosial (parasocial interaction) pertama kali dicetuskan oleh

Horton dan Wohl di tahun 1956 sebagai suatu hubungan pertemanan atau

hubungan dekat dengan figur media (musisi, artis, aktor, pembawa acara)

berdasarkan perasaan ikatan afektif seseorang terhadap tokoh tersebut.

Menurut Horton dan Wohl (1956), interaksi parasosial merupakan suatu

hubungan interpersonal yang dimediasi dan terjadi antara pengguna media dengan

figur media melalui media massa yaitu televisi, internet, radio, dan lain-lain.

Interaksi parasosial juga dikatakan sebagai pengalaman ilusi yang dialami oleh

pengguna media, yang merasa seperti berada dalam interaksi dengan figur media,

meskipun situasinya tidak bertimbal balik.

Menurut Horton dan Wohl (1956), interaksi parasosial memiliki interaksi

sosial dan komunikasi yang satu arah karena segala tindakan figur media di media

massa dapat di observasi oleh pengguna media, yang dimana reaksi pengguna

media hanya dapat diantipasi, sedangkan reaksi pengguna media tidak dapat

diobservasi secara langsung oleh figur media. Dengan kata lain, interaksi

14
15

parasosial bersifat satu arah, non-dialektikal, dikontrol oleh performer, dan tidak

dapat berkembang

Shener-Rogers, Rogers, dan Singhal (1998) mendefinisikan interaksi

parasosial dari sejauh mana pengguna media mengembangkan hubungan

interpersonalnya dengan figur media yang disukai. Hubungan interaksi parasosial

tersebut terjadi ketika pengguna media melihat figur medianya sebagai sesuatu

yang nyata, dan bereaksi terhadap figur tersebut, dan pengguna media merasa

kesulitan dalam membedakan figur media sebagai tokoh fiksi dan kenyataan.

Menurut Caughey (dalam Meloy, Sheridan, & Hoffman, 2008), interaksi

parasosial merupakan respon yang dimiliki oleh seseorang ketika ia merasa

memiliki hubungan dekat dengan figur media favoritnya, tetapi belum pernah

bertemu dengan figur media favoritnya. Dari hal tersebut dikatakan seseorang

terlibat dalam interaksi pseudo-sosial dengan figur media favoritnya.

Menurut Giles (dalam Meloy, Sheridan, & Hoffman, 2008), interaksi

parasosial merupakan keterlibatan seseorang yang dalam meniru perilaku figur

media favoritnya, mendiskusikan figur media favoritnya dengan orang lain,

terlibat dalam interaksi imajinatif, dan terkadang, mencoba membuat kontak

secara langsung dengan figur media favoritnya.

Menurut Perse dan Rubin (1989), interaksi parasosial adalah hubungan

interpersonal yang dirasakan pada pengguna media dengan figur media massa.

Menurut mereka, interaksi parasosial merupakan suatu keterlibatan interpersonal

yang afektif dengan kepribadian media. Rosengren dan Windahl (1972)

mendefinisikan interaksi parasosial sebagai bentuk interaksi dengan seorang figur


16

dari dunia media massa, dan merasakan bahwa figur media tersebut seolah-olah

hadir secara pribadi.

Nordlund (1978) mendefinisikan interaksi parasosial sebagai suatu unsur

pokok yang menyeluruh, didasari fenomena yang lebih beragam terhadap

keterlibatan pengguna media dalam porsi media yang digunakan. Rubin, Perse

dan Powell (1985) juga mendefinisikan interaksi parasosial sebagai keterlibatan

interpersonal pengguna media dengan media apa yang mereka konsumsi.

Rubin dan Mchugh (1987) mendefinisikan interaksi parasosial sebagai

hubungan interpersonal satu sisi antara pengguna media (televisi, internet, radio)

dengan figur media. Selain itu, Grant, Guthrie dan Ball-Rokeach (dalam Schramm

& Hartmann, 2008) mendefinisikan interaksi parasosial sebagai hubungan antara

pengguna media dan kepribadian televisi.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, peneliti mengacu pada definisi yang

dikemukakan oleh Horton dan Wohl (1956), yang mendefinisikan bahwa interaksi

parasosial merupakan hubungan interpersonal yang dimediasi dan terjadi antara

pengguna media dengan figur media melalui media massa yaitu televisi, internet,

radio, dan lain-lain. Interaksi parasosial juga dikatakan sebagai pengalaman ilusi

yang dialami oleh pengguna media, yang merasa seperti berada dalam interaksi

dengan figur media, meskipun situasinya tidak bertimbal balik, bersifat satu arah,

non-dialektikal, dikontrol oleh pengguna media, dan tidak dapat berkembang

(Horton & Wohl, 1956).


17

2.1.2 Dimensi interaksi parasosial

Menurut Horton dan Wohl (dalam Rubin, Perse, & Powell, 1985), interaksi

parasosial terbagi ke dalam tiga dimensi, yaitu :

1. Empathy

Keinginan untuk bertemu dengan selebriti favorit (active bonding),

pengguna media merasa memiliki beberapa kesamaan ikatan dua arah

dengan selebriti favorit; meliputi pertemanan, empati, dan penarikan selama

selebriti favorit tidak muncul di media (passive bonding).

2. Physical Attraction

Persepsi pengguna media pada suara, ketertarikan fisik, dan kealamian figur

media favoritnya.

3. Perceived Similarity

Pengguna media mengindentifikasi figur media favoritnya dan melihat

kesamaan figur media dengan dirinya.

Selain itu, Schramm dan Hartmann (2008) menyatakan bahwa interaksi

parasosial memiliki tiga dimensi yaitu affective, behavioral response, dan

perceptual cognitive antara pengguna media dengan figur media. Penjelasan dari

tiga dimensi interaksi parasosial yaitu :

1. Affective

Melihat perasaan positif dan negatif pengguna media terhadap figur media

favoritnya. Dari hal tersebut, pengguna media memberikan respon secara

lebih mendalam atau lebih emosional terhadap figur medianya.


18

2. Perceptual Cognitive

Tingkatan dimana pengguna media memberikan perhatian atau atensinya

secara penuh pada figur medianya. Atensi yang diberikan yaitu persepsi

terhadap figur media favorit, evaluasi aktivitas figur media terhadap

kenangan dan pengalaman hidup sendiri, atau perbandingan sosial antara

figur media dan pengguna media.

3. Behavioral

Melihat perilaku nonverbal (bahasa tubuh, mimik), verbal, dan paraverbal

(misalnya, teriak, bernafas) pengguna media, sama seperti intensi perilaku

(keinginan untuk mengatakan sesuatu kepada figur media).

Berdasarkan penjelasan dimensi-dimensi diatas, peneliti memilih dimensi

interaksi parasosial dari Horton dan Wohl (dalam Rubin, Perse, & Powell, 1985)

yaitu empathy, perceived similarity, dan physical attraction.

2.1.3 Karakteristik seseorang dengan interaksi parasosial

Interaksi parasosial dikonseptualisasikan sebagai keterlibatan interpersonal

pengguna media dengan figur media. Keterlibatan tersebut digambarkan dalam

beberapa karakteristik seperti melihat figur media sebagai teman, membayangkan

menjadi bagian dari dunia sosial figur media yang disukai dan keinginan untuk

bertemu dengan figur media (Rubin, Perse, Powell, 1985). Pengguna media juga

merasa mengenal figur medianya, seperti mengetahui teman dekat dan keluarga

figur media. Selain itu, pengguna media pun merasa memiliki hubungan personal

dengan figur media, memberikan perhatian penuh pada apa yang terjadi dengan
19

kehidupan figur media, dan berkeinginan untuk menjadi seperti mereka (Hoffner

& Buchanan, 2005).

Caughey, Boone dan Lomore (dalam Hoffner & Buchanan, 2005)

mengatakan bahwa pengguna media yang berinteraksi parasosial cenderung

membuat perubahan dalam penampilan, sikap, nilai, aktivitas, dan karakteristik

lain untuk menjadi seperti figur media favoritnya. Hoffner dan Cantor (dalam

Hoffner & Buchanan, 2005) juga berpendapat bahwa pengguna media cenderung

mencari tingkat kemiripan dengan figur media untuk mendukung keinginannya

agar menjadi seperti figur medianya, tingkat kemiripan tersebut menjadi sinyal

bahwa hal tersebut layak dan sesuai bagi pengguna media untuk menjadi seperti

figur media dalam cara-cara tertentu.

Salah satu karakteristik penting dari interaksi parasosial adalah mengenai

umpan balik atau respon yang diberikan pengguna media kepada figur medianya.

Pengguna media secara otomatis merespon penampilan figur media secara

nonverbal dan verbal, mereka menyesuaikan respon mereka dengan hal-hal yang

ditampilkan oleh figur media (Schramm & Hartmann, 2008).

Menurut Cole & Leets (1999), ditemukan bahwa seseorang yang

preoccupied cenderung mengembangkan interaksi parasosial untuk memenuhi

kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi. Sedangkan, seseorang dengan secure

negatif (memiliki rasa tidak percaya, ragu-ragu, curiga) juga memberikan

pengaruh terhadap interaksi parasosial.

Selain itu, Cole dan Leets (1999) juga menjelaskan bahwa pengguna

media yang cenderung berinteraksi parasosial akan berusaha untuk mengurangi


20

jarak antara dirinya dengan figur media yang disukai. Mereka juga akan selalu

memberikan perhatian penuh terhadap informasi-informasi penting mengenai

figur medianya, mengatur ulang jadwal atau pengaturan perekaman video figur

media (Rubin & Bantz, 1989; Cole & Leets, 1999). Terkadang mereka mencoba

menghubungi figur media nya melalui surat penggemar atau secara langsung

(Leets, deBecker, & Giles, 1995; Cole & Leets, 1999). Selain itu, pengguna media

akan merasa senang ketika melihat figur medianya muncul di berbagai media

(Perse, 1990; Cole & Leets, 1999).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Levy (dalam Moores, 2000)

karakteristik interaksi parasosial dapat dilihat dari respon pengguna media

terhadap figur media, ditemukan lebih dari setengah respondennya setuju bahwa

figur media yang disukai sudah seperti teman yang setiap hari mereka lihat.

Beberapa responden penelitiannya merasa bingung untuk membedakan antara

figur media dan teman sebenarnya, tetapi banyak yang menganggap bahwa figur

media mereka sebagai seseorang yang spesial. Sehingga, para pengguna media

cenderung membentuk dan memelihara hubungannya dengan figur media.

Cerulo (dalam Livingstone & Lunt, 1994) juga mengatakan karakteristik

interaksi parasosial ditemukan pada pengguna media dan media yang digunakan,

contohnya pada talk show Oprah, para pengguna media merasa nyaman ketika

menyapa pembawa acara favoritnya dengan komentar terhadap gaya rambut, baju,

dan berat badan pembawa acara tersebut. Para pengguna media sudah mengetahui

apa yang mereka harapkan dari figur medianya, mereka merasa memiliki figur
21

tersendiri, dan hubungan dengan lingkungannya berkurang, dari hal tersebut

interaksi parasosialnya lebih meningkat.

Berdasarkan hasil penelitian Norlund (dalam Hoffner, 2002), seseorang

yang kurang atau jarang melakukan hubungan sosial akan lebih sering berada di

dalam rumah sehingga cenderung menggunakan televisi atau media yang lainnya

sebagai teman dan akan membentuk interaksi parasosial. Hal tersebut sesuai

dengan penelitian Schiappa, Allen, dan Gregg (dalam Preiss, Gayle, Burrell,

Allen, & Brynt, 2007), yang mengatakan bahwa seseorang cenderung membentuk

interaksi parasosial karena kurangnya kontak interpersonal dengan orang lain dan

cenderung mencari hubungan sosial lain yaitu melalui figur media.

Selain itu, empati memainkan peran penting dalam hubungan interpersonal

dan berkontribusi terhadap respon emosional jangka pendek terhadap selebriti.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa empati dapat menjadi sarana dalam

mengembangkan kelekatan afektif jangka panjang terhadap figur media. Empati

dapat meningkatkan kecenderungan pengguna media untuk mengenali dan

berbagi pandangan dan perasaan emosional pada figur media yang disukainya,

yang kemudian akan membuatnya merasa semakin dekat dengan figur media

tersebut dan membentuk interaksi parasosial (Hoffner, 2002).

Dalam penelitian Hoffner (2002), ditemukan bahwa parasosial lebih kuat

dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan laki-laki, dan biasanya

perempuan cenderung lebih fleksibel dalam memilih figur medianya. Selain itu,

Levy (dalam Wang, Fink, & Cai, 2008) melaporkan bahwa individu lebih sering

menggunakan televisi atau media yang lain ketika merasa kesepian dibandingkan
22

dengan individu yang tidak kesepian. Kedua, Perse dan Rubin (dalam Wang,

Fink, & Cai, 2008) serta Rubin dan McHugh (dalam Wang, Fink, & Cai, 2008)

menemukan bahwa paparan media yang lebih besar akan meningkatkan interaksi

parasosial.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik

interaksi parasosial dapat dilihat ketika seseorang memberikan berbagai respon

terhadap peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan figur media favoritnya,

keinginan untuk bertemu, interaksi dan hubungan sosial yang kurang,

menganggap figur media favoritnya sebagai seseorang yang spesial, attachment

styles, perbedaan seseorang dalam berempati, self-esteem yang rendah, dan jenis

kelamin.

2.1.4 Pengukuran interaksi parasosial

Peneliti membuat alat ukur yang mengukur Interaksi Parasosial. Alat ukur

tersebut didasari pada tiga dimensi interaksi parasosial oleh Horton dan Wohl

(dalam Rubin, Perse, dan Powell, 1985) yaitu empathy, physical attraction dan

perceived similarity. Jumlah keseluruhan item yang terdapat pada alat ukur

interaksi parasosial terdiri atas 38 pernyataan, dengan menggunakan item jenis

favorable dan unfavorable. Item-item dalam skala ini diukur dengan empat poin

skala Likert.

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi parasosial

1. Attachment Styles. Menurut Cole dan Leets (1999), attachment styles

memiliki pengaruh terhadap interaksi parasosial. Hal tersebut didasari oleh

keyakinan attachment atau kelekatan seseorang berkaitan erat dengan


23

keinginannya untuk membentuk interaksi parasosial dengan figur media

favoritnya. Cole dan Leet (1999) juga menyatakan bahwa seseorang yang

memiliki attachment styles preoccupied cenderung mengembangkan

interaksi parasosial untuk memenuhi kebutuhan emosional yang tidak

terpenuhi. Attachment styles yang lain seperti secure, fearful, dan dismissing

juga turut memberikan pengaruh-pengaruh yang berbeda terhadap interaksi

parasosial.

2. Loneliness. Rubin dan Mchugh (1987), menyatakan bahwa loneliness

memiliki pengaruh terhadap interaksi parasosial. Seseorang yang loneliness

memiliki hubungan yang positif dalam membentuk suatu hubungan dengan

figur media favoritnya. Sehingga dapat membuat seseorang tersebut

membentuk suatu interaksi parasosial. Interaksi parasosial merupakan salah

satu perantara bagi individu yang loneliness untuk tetap menjalin suatu

hubungan selayaknya hubungan nyata di kehidupan sehari-hari. Rubin,

Perse, dan Powell (1985) mengatakan bahwa interaksi parasosial ini pada

awalnya dipandang sebagai suatu hubungan yang tidak nyata atau sebagai

pengganti hubungan sosial bagi para orangtua, cacat, dan kesepian

(loneliness).

3. Motivasi. Hoffner (2002) mengemukakan bahwa motivasi yang dimaksud

adalah motivasi untuk memperoleh tujuan, kebutuhan dan keinginannya

yang dalam konteks interaksi parasosial adalah kebutuhan akan kepuasan

sosial dan emosional. Hal tersebut dapat memotivasi pengguna media untuk
24

menonton tayangan televisi lebih lanjut dan dapat membantu pengguna

media memuaskan kebutuhan keanggotaannya dalam suatu perkumpulan.

4. Similarity. Kesamaan antara seseorang dengan figur media (similarity).

Adanya kesamaan baik dalam hal penampilan fisik, tingkah laku dan reaksi

emosional, akan membuat pengguna media akan lebih tertarik pada karakter

dan kepribadian figur media yang mirip dengan dirinya. Misalnya,

persamaan dalam jenis kelamin, etnis, kelas sosial, usia, kepribadian,

kepercayaan dan pengalaman (Hoffner, 2002).

5. Keinginan untuk mengindentifikasi, yaitu figur media yang muncul di

televisi memiliki wajah yang tampan ataupun cantik, memiliki bakat yang

tidak biasa, atau sangat sukses. Pengguna media akan tertarik pada individu

tersebut dan melihat mereka sebagai panutan. Proses ini terjadi saat

menyaksikan figur media melalui media. Pengguna media atau penggemar

memiliki kecenderungan untuk mengidentifikasi figur media dan ikut

berpartisipasi dalam pengalaman figur media melalui media (Hoffner,

2002).

6. Komunikasi antar pengguna media. Komunikasi tersebut terjadi untuk

mengurangi ketidakpastian suatu informasi dan menambah informasi-

informasi mengenai figur media yang disukai. Ketidakpastian dalam

interaksi parasosial dapat dikurangi melalui strategi pasif seperti

mengobservasi pengguna media tersebut dalam berbagai situasi dan melalui

strategi aktif, seperti berbicara dengan sesama pengguna media mengenai

figur media tersebut. Penelitian menunjukkan semakin sering sesama


25

pengguna media berkomunikasi untuk lebih menggenal figur media yang

disukainya, semakin kuat interaksi parasosial yang terbentuk (Hoffner,

2002).

7. Lamanya menonton televisi. Altman dan Taylor (dalam Camella, 2001) juga

menambahkan faktor yang mempengaruhi interaksi parasosial pada

individu, yaitu lamanya seseorang menonton televisi. Faktor tersebut juga

turut mempengaruhi kuatnya interaksi parasosial yang terbentuk. Semakin

lama seseorang menonton televisi, maka seseorang tersebut akan semakin

intim dengan figur media dan interaksi parasosialnya semakin kuat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi interaksi parasosial adalah attachment styles, loneliness

(kesepian), motivasi, kesamaan dengan figur media, keinginan untuk

mengindentifikasi figur media, komunikasi antar pengguna media, dan lamanya

menonton televisi.

2.2 Attachment Styles

2.2.1 Definisi attachment styles

Bowlby (1982) mendefinisikan attachment sebagai suatu teori mengenai

kecenderungan psikologis untuk membentuk hubungan yang dekat dengan orang

lain, serta merasa nyaman jika orang tersebut hadir dan juga merasa cemas jika

orang tersebut tidak ada. Attachment yang sehat membawa cinta, keamanan, dan

kebahagiaan; attachment yang tidak sehat membawa kecemasan, duka cita dan

depresi (Bowlby, 1982).


26

Bartholomew dan Griffin (dalam Baron & Byrne, 2005) mendefinisikan

attachment sebagai suatu hubungan dekat atau perilaku lekat antara diri seseorang

dengan orang lain, yang diasumsikan bahwa perilaku interpersonal seseorang akan

terlihat dari evaluasi dirinya yang negatif atau positif, dan sejauh mana orang

tersebut mempersepsikan orang lain sebagai seseorang yang dapat dipercaya,

dapat diharapkan, dan dapat diandalkan (positif) atau lawannya yaitu,

mempersepsikan bahwa orang lain tidak dapat dipercaya, tidak dapat diharapkan

dan tidak dapat diandalkan (negatif).

Menurut Mayseless dan Scharf (2007), teori attachment menggambarkan

suatu pengalaman dalam hubungan dekat, yaitu kemampuan untuk membentuk

hubungan dekat dengan orang lain. Selama perjalanan waktu, hubungan dekat

tersebut akan berpengaruh pada pembentukan attachment styles, model mental,

atau harapan seseorang terhadap orang lain dalam hal ketersediaan, kepercayaan,

dan responsif seseorang di masa remaja dan dewasa (Cole & Leets, 1999).

Menurut Kamus Lengkap Psikologi, Attachment biasa disebut

penglengketan, perkaitan, relasi, ikatan, tersangkut satu sama lain, hubungan, atau

pelekatan. Definisi lain mengatakan bahwa Attachment merupakan suatu daya

tarik atau ketergantungan emosional antara dua orang. Selain itu, attachment

dikatakan sebagai kaitan stimulus-respons atau kaitan perangsang-reaksi (Chaplin,

1981).

Teori attachment merupakan suatu teori interpersonal alternatif yang

mengeksplorasi bagaimana orang-orang membentuk hubungan dekat dan

berinteraksi dengan orang lain. Secara khusus, penerapan teori attachment oleh
27

Bowlby mengarah ke fase remaja dan dewasa, dan telah menghasilkan berbagai

informasi mengenai perkembangan dan pemeliharaan hubungan dekat dengan

orang lain (Cole & Leets, 1999).

McEllhaney et al. (dalam Lerner & Steinberg, 2009) menjelaskan bahwa

teori attachment memiliki gambaran spesifik mengenai perbedaan seseorang

dalam perkembangan otonominya; independen, mandiri yang difasilitasi oleh

hubungan kelekatan yang secure. Hal tersebut terjadi ketika pengasuh mendukung

secara emosional dan mendorong otonom, membuat kapasitas anak berkembang

yaitu memiliki keberanian yang penuh, dapat menguasai situasi dan tugas yang

baru, dan mampu meminta pertolongan.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, peneliti mengacu pada definisi yang

dikemukakan oleh Bartholomew dan Griffin (dalam Baron & Byrne, 2005), yang

mendefinisikan attachment merupakan suatu hubungan dekat atau perilaku lekat

antara diri seseorang dengan orang lain, yang diasumsikan bahwa perilaku

interpersonal seseorang akan terlihat dari evaluasi dirinya yang negatif atau

positif, dan sejauh mana orang tersebut mempersepsikan orang lain sebagai

seseorang yang dapat dipercaya, dapat diharapkan, dan dapat diandalkan (positif)

atau lawannya yaitu, mempersepsikan bahwa orang lain tidak dapat dipercaya,

tidak dapat diharapkan dan tidak dapat diandalkan (negatif) (Bartholomew &

Griffin, 1994; Baron & Byrne, 2005).

2.2.2 Dimensi attachment (attachment styles)

Attachment styles adalah konsep yang berasal dari teori attachment oleh John

Bowlby dan mengacu pada gaya karakteristik seseorang untuk berhubungan dekat
28

dengan orang lain (Levy, Ellison, Scott & Bernecker, 2011). Bartholomew &

Griffin (dalam Baron & Byrne, 2003) membagi attachment styles menjadi empat

dimensi, yaitu :

1. Secure

Memiliki self-esteem yang tinggi dan positif terhadap orang lain, sehingga ia

mencari kedekatan interpersonal dan merasa nyaman dalam hubungan.

Dibandingkan dengan dimensi attachment styles yang lain, seseorang yang

secure lebih tidak mudah marah, lebih tidak mengatribusikan keinginan

bermusuhan dengan orang lain dan mengharapkan hasil positif dan

konstruktif dari konflik. Dimensi secure paling mampu membentuk

hubungan yang berlangsung lama, dengan komitmen, dan memuaskan

(Baron & Byrne, 2003).

2. Fearful

Memiliki self esteem yang rendah dan pandangan negatif terhadap orang

lain. Dengan meminimalkan kedekatan interpersonal dan menghindari

hubungan akrab, seseorang berharap dapat melindungi diri mereka dari rasa

sakit karena ditolak. Seseorang dengan attachment styles fearful

menggambarkan orang lain secara negatif, memendam perasaan tidak

bersahabat dan marah tanpa menyadarinya (Baron & Byrne, 2003).

3. Preoccupied

Memiliki pandangan yang negatif mengenai dirinya dan harapan positif

bahwa orang lain akan mencintai dan menerimanya. Seseorang tersebut

mencari kedekatan dalam hubungan (terkadang kedekatan yang berlebihan),


29

tetapi mereka juga mengalami kecemasan dan rasa malu karena merasa

“tidak pantas” menerima cinta dari orang lain. Tekanan mengenai

kemungkinan ditolak terjadi secara ekstrem. Kebutuhan untuk dicintai dan

diakui ditambah adanya gambaran negatif tentang dirinya mendorong

terjadinya suatu depresi setiap kali hubungan menjadi buruk (Baron &

Byrne, 2003).

4. Dismissing

Memiliki gambaran diri yang sangat positif (terkadang tidak realistis) dan

gambaran diri dari seseorang ini berbeda jauh dari gambaran orang lain

tentang mereka. Seseorang dengan attachment styles dismissing juga

menolak melihat dirinya sebagai sosok yang berharga, independen dan

sangat layak untuk mendapatkan hubungan yang dekat; orang lain mungkin

lebih melihat mereka secara negatif, tidak ramah, dan terbatas keterampilan

sosialnya. Masalah utamanya adalah mereka mengharapkan yang terburuk

dari orang lain, sehingga mereka mungkin saja merasa takut terhadap

kedekatan yang jujur. Baik seseorang preoccupied dan dismissing

menghindari interaksi langsung berhadapan dan lebih memilih kontak

impersonal seperti catatan atau e-mail (Baron & Byrne, 2003).

Dapat disimpulkan bahwa empat dimensi tersebut memiliki aspek yang

berbeda, secure mempunyai evaluasi diri persepsi mengenai orang lain yang

positif, fearful mempunyai evaluasi diri dan persepsi mengenai orang lain yang

negatif, preoccupied mempunyai evaluasi diri yang negatif dan persepsi mengenai
30

orang lain yang positif, dan dismissing mempunyai kombinasi evaluasi diri yang

positif dan persepsi mengenai orang lain yang negatif.

2.2.3 Pengukuran attachment styles

Peneliti mengadaptasi alat ukur attachment styles yaitu Attachment Styles

Questionnaire (ASQ) dari Van-Oudenhoven, Hofstra dan Bakker (dalam Polek,

2008). Alat ukur tersebut didasari dari model attachment styles Bartholomew dan

Griffin, yang terdiri dari empat dimensi yaitu dimensi secure, dimensi fearful,

dimensi preoccupied, dan dimensi dismissing. Jumlah keseluruhan item yang

digunakan yaitu 22 item, dengan menggunakan item jenis favorable dan

unfavorable. Item-item dalam skala ini diukur dengan empat poin skala Likert.

2.3 Loneliness

2.3.1 Definisi loneliness

Menurut Peplau dan Perlman (1982), loneliness adalah pengalaman yang tidak

menyenangkan yang terjadi ketika hubungan sosial seseorang menurun secara

kualitas maupun kuantitas. Definisi tersebut memberikan tiga elemen penting

tentang bagaimana para peneliti melihat loneliness.

Pertama, loneliness dihasilkan dari kurangnya hubungan sosial seseorang

berkurang. Loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial

yang di inginkan dan jenis hubungan sosial yang sudah di miliki. Terkadang,

loneliness merupakan hasil dari pergeseran kebutuhan sosial individu bukan dari

perubahan tingkat kontak sosialnya. Kedua, loneliness merupakan pengalaman

subjektif, yang mana tidak bisa diukur dengan observasi sederhana. Ketiga,
31

Loneliness merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan (Peplau & Perlman,

1982).

Menurut Peplau, Sears dan Freedman (1988), loneliness merupakan

kegelisahan subjektif yang dirasakan pada saat hubungan sosial kehilangan ciri-

ciri pentingnya. Loneliness mungkin merupakan kondisi sementara yang

dihasilkan dari sebuah perubahan dalam kehidupan sosial seseorang. Menurut

Sullivan (dalam Peplau dan Perlman 1982), loneliness merupakan pengalaman

yang tidak menyenangkan, yang terhubung dengan pelepasan yang tidak memadai

pada kebutuhan untuk memiliki hubungan dekat dengan orang lain.

Menurut Young (dalam Peplau & Perlman, 1982), loneliness adalah

ketiadaan hubungan sosial yang memuaskan, hal tersebut disertai dengan gejala

tekanan psikologis yang terkait dengan kesepian yang dirasakan. Menurut Weiss

(dalam Peplau & Perlman, 1982), loneliness terjadi bukan karena individu

tersebut sendiri, tetapi individu tersebut merasa belum memiliki hubungan yang

diinginkan atau belum dapat mengatur suatu hubungan tertentu. Loneliness

tampaknya selalu menjadi respon terhadap ketidakhadiran hubungan tertentu.

Russell (1978) mengatakan bahwa loneliness merupakan pengalaman

emosional yang tidak menyenangkan, yang terkait dengan perasaan kekosongan,

kecanggungan, dan kebosanan; seseorang yang kesepian sering merasa depresi,

tidak bahagia, kurang puas dengan hubungan sosial, dan merasa kurang

berpenampilan menarik daripada orang lain.

Jong-Gierveld (1978) mendefinisikan loneliness sebagai keterlambatan

pengalaman antara hubungan interpersonal yang ada dan yang diinginkan sebagai
32

hal yang tidak menyenangkan atau ketidakterimaan, terutama ketika individu

tersebut merasa tidak mampu untuk mewujudkan hubungan interpersonal yang

diinginkan dalam jangka waktu tertentu. Menurut Gordon (dalam Peplau &

Perlman, 1982), loneliness merupakan suatu perasaan kekurangan yang

disebabkan oleh kurangya jenis tertentu dalam hubungan manusia; perasaan akan

hilangnya seseorang, dan karena seseorang tersebut memiliki harapan-harapan

terhadap kekosongan yang dirasakan. Loneliness dapat dicirikan sebagai perasaan

akan kekurangan ketika hubungan manusia yang diharapkan tidak hadir.

Sermat (1978) mendefinisikan loneliness sebagai suatu perbedaan

pengalaman antara jenis hubungan interpersonal individu dalam memandang

dirinya di kondisi saat ini, dan jenis hubungan yang ingin dimiliki, baik dalam

pengalaman masa lalu atau beberapa keadaan ideal yang tidak pernah ia alami.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, peneliti mengacu pada definisi yang

dikemukakan oleh Russell (1978), yang mendefinisikan bahwa loneliness

merupakan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, yang terkait dengan

perasaan kekosongan, kecanggungan, dan kebosanan; seseorang yang kesepian

sering merasa depresi, tidak bahagia, kurang puas dengan hubungan sosial, dan

merasa kurang berpenampilan menarik daripada orang lain.

2.3.2 Dimensi loneliness

Menurut Russell (1996), loneliness terbagi menjadi tiga bentuk dimensi, yaitu:

a. Personality atau kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri seseorang

dari sistem-sistem psikofisik yang menentukan karakteristik perilaku dan

berpikir.
33

b. Social Desirability, yaitu kehidupan sosial yang diinginkan seseorang pada

kehidupan di lingkungannya.

c. Depression, merupakan salah satu gangguan alam perasaan yang ditandai

dengan perasaan sedih, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga,

dan berpusat pada kegagalan.

Weiss (dalam Peplau & Goldston, 1984) mengemukakan bahwa di dalam

perasaan kesepian terdapat dua dimensi, yaitu :

a. Kesepian Emosional (Emotional Loneliness)

Merupakan kesepian yang diakibatkan oleh tidak adanya hubungan sosial

dengan seseorang sehingga tidak dapat bergantung kepada siapapun.

Hubungan yang ada kurang memuaskan, atau merasa lingkungan sosial

kurang memahaminya.

b. Kesepian Sosial (social loneliness)

Merupakan kesepian yang diakibatkan oleh tidak adanya teman, saudara

atau orang lain dari jaringan sosial dimana aktivitas-aktivitas dan

kepetingan-kepentingan bisa saling dibagi dan adanya suatu penolakan dari

lingkungan sosial.

Menurut Young (dalam Peplau & Goldston, 1984) loneliness dapat dibagi

menjadi tiga dimensi berdasarkan durasi loneliness yang dialaminya, yaitu:

a. Transient loneliness yakni perasaan loneliness yang singkat dan muncul

sesekali, yang banyak dialami oleh seseorang ketika kehidupan sosialnya

sudah cukup layak. Transient loneliness menghabiskan waktu yang singkat,


34

seperti ketika mendengarkan sebuah lagu atau ekspresi yang mengingatkan

pada seseorang yang dicintai yang telah pergi jauh.

b. Transitional loneliness yakni ketika seseorang yang sebelumnya sudah

merasa puas dengan kehidupan sosialnya menjadi loneliness setelah

mengalami gangguan dalam jaringan sosialnya tersebut (misalnya

meninggalnya orang yang dicintai, bercerai atau pindah ke tempat baru).

c. Chronic loneliness adalah kondisi ketika seseorang merasa tidak dapat

memiliki kepuasan dalam jaringan sosial yang dimilikinya setelah jangka

waktu tertentu. Chronic loneliness menghabiskan waktu yang panjang dan

tidak dapat dihubungkan dengan stressor yang spesifik.

Berdasarkan penjabaran dimensi-dimensi diatas, peneliti memilih dimensi

oleh Russell (1996) yaitu personality, social desirability, dan depression.

2.3.3 Pengukuran loneliness

Alat ukur yang digunakan peneliti untuk mengukur loneliness menggunakan skala

baku yang disusun oleh Russell (1996) yaitu UCLA Loneliness Scale versi ketiga.

Jumlah keseluruhan item yang digunakan yaitu 20 item, dengan empat pilihan

jawaban yaitu “tidak pernah”, “jarang”, “kadang-kadang”, dan “sering”. Item-item

dalam skala ini diukur dengan empat poin skala Likert..

2.4 Remaja

Larson (dalam Santrock, 2007) mendefinisikan remaja sebagai periode transisi

perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan

perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Menurut bapak

studi ilmiah remaja yaitu Hall (dalam Santrock, 2003), remaja adalah masa antara
35

usia 12 sampai 23 tahun dan penuh dengan masa guncangan yang ditandai dengan

konflik dan perubahan. Remaja awal berkisar antara usia 12 sampai 15 tahun,

remaja madya berkisar antara usia 16 sampai 18 tahun, dan remaja akhir berkisar

antara usia 19 sampai 23 tahun.

Remaja menurut Erikson (dalam Santrock, 2003) berada di tahapan

perkembangan tahap identity versus identity confusion. Pada tahap identity versus

identity confusion, dikatakan bahwa remaja merupakan masa dimana seseorang

dihadapkan pada pertanyaan siapa mereka, mereka itu sebenarnya apa, dan ke

mana mereka menuju dalam hidupnya. Remaja bereksperimen dengan sejumlah

peran dan identitas yang mereka ambil dari kebudayaan sekitarnya. Kaum muda

yang berhasil mengatasi identitas-identitas yang saling bertentangan selama masa

remaja ini, muncul dengan suatu kepribadian baru yang menarik dan dapat

diterima, sedangkan remaja yang tidak berhasil mengatasi identitas akan

mengalami kebingungan, dan kebingungan muncul dalam satu dari dua pilihan:

individu menarik diri, memisahkan diri dari teman sebaya dan keluarga; atau

mereka dapat kehilangan identitas mereka dalam kelompok. Erikson (dalam

Santrock, 2003) mengatakan bahwa masa remaja berkisar antara 10 sampai 20

tahun.

Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1980), masa remaja adalah usia di mana

seseorang berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi

merasa di bawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam

tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam

masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan


36

dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok.

Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini

memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang

dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode

perkembangan ini.

Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1980), masa remaja berada di usia 13

sampai 18 tahun. Remaja awal bermula dari usia 13 tahun sampai 16 atau 17

tahun, dan remaja akhir bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu

usia matang secara hukum (dalam Hurlock, 1980).

Pada tahun 1974, WHO atau World Health Organization (dalam

Sarwono, 2008) memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat

konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis,

psikologis, dan sosial ekonomi. Maka, secara lengkap definisi tersebut berbunyi

sebagai berikut, yaitu:

1. Individu yang mulai mengalami perubahan seksual sekunder sampai

mengalami kematangan seksual,

2. Individu yang berkembang secara psikologis dan mengidentifikasikan diri

menjadi dewasa,

3. Individu yang tadinya tergantung secara sosial ekonomi kemudian menjadi

lebih relatif mandiri.

Berdasarkan penjabaran diatas, remaja merupakan suatu periode transisi

perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan

perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Batasan usia remaja


37

yang digunakan adalah usia remaja secara umum yaitu dari usia 12 tahun sampai

23 tahun (Santrock, 2003).

2.4.1 Perkembangan pada masa remaja

Menurut Santrock (2003) dan Steinberg, Vandell, dan Bonstein (2011), terdapat

tiga hal perubahan fundamental yang perlu diketahui dalam perkembangan

remaja, yaitu perubahan fisik, kognitif, dan sosioemosional.

2.4.1.1 Perubahan secara fisik

Tanda perkembangan biologis yang paling jelas pada remaja adalah terjadinya

perubahan mencakup perkembangan fisik yang dimulai dengan pubertas, yaitu

saat remaja mulai aktif dan matang secara seksual dan mampu melakukan

reproduksi (Santrock, 2003). Pubertas meliputi semua perubahan fisik yang terjadi

pada anak perempuan dan laki-laki dalam melewati masa kanak-kanak sampai

dewasa.

Kegiatan seksual remaja berkaitan dengan kejadian pubertas, yaitu saat

tubuh remaja mulai berkembang menjadi bentuk dewasa dan fungsi-fungsi

reproduksi mulai bekerja karena adanya perubahan hormonal. Gejala dimulai

ketika hypothalamus di dalam otak memberikan tanda kepada kelenjar pituitary

untuk melepas sejumlah hormon-hormon gonads yang melepaskan hormon

androgen dan estrogen ke dalam pembuluh darah. Hormon-hormon tersebut

menstimulasi perkembangan seksual dan aspek-aspek lain dalam pertumbuhan

fisik (Steinberg, Vandell, & Bonstein, 2011).


38

2.4.1.2 Perubahan secara kognitif

Perubahan secara kognitif pada remaja meliputi perkembangan pikiran,

inteligensi, dan bahasa (Santrock, 2003). Perubahan tersebut terkait dengan

bagaimana remaja berpikir tentang sesuatu. Dibandingkan dengan anak-anak,

kemampuan remaja untuk berpikir secara hipotesis dan abstrak sudah lebih

meningkat.

Remaja juga sudah mulai memahami tingkat permainan kata-kata,

peribahasa, metafora, dan analogi. Selain itu, kapasitas dan ketertarikan remaja

akan pemikiran mengenai hubungan, politik, agama, dan moral sudah mulai

meningkat. Peningkatan atensi, kerja memori, kecepatan pemrosesan berpikir,

organisasi, dan metakognisi juga terjadi di perubahan secara kognitif dalam masa

remaja (Steinberg, Vandell, & Bonstein, 2011).

2.4.1.3 Perubahan secara sosioemosional

Dalam Santrock (2003), perubahan secara sosiemosional pada remaja dapat dilihat

pada perubahan dalam hubungan dengan orang lain, dalam emosi, kepribadian,

dan dalam konteks sosial. Dalam Steinberg, Vandell, dan Bonstein (2011),

perubahan secara sosioemosional menggambarkan aspek-aspek perkembangan

yang menyangkut perubahan yang tekait dengan identitas, otonomi, keintiman,

seksualitas, dan prestasi.

Hubungan remaja dengan orangtua ditandai dengan kedekatan

emosionalnya, serta juga bisa mengarah ke keterasingan, konflik, dan

permusuhan. Remaja memiliki hubungan emosional dengan saudara kandungnya

yang ditandai dengan konflik dan permusuhan tetapi juga dengan pengasuhan dan
39

dukungan. Perubahan secara sosioemosional juga ditandai dengan permasalahan

sosioemosional yang dialami oleh remaja. Permasalahan tersebut ditandai dengan

penyalahgunaan obat, kenakalan, dan depresi pada sebagian remaja (Steinberg,

Vandell & Bonstein, 2011).

2.5 Kpop atau korean pop

Kpop atau korean pop didefiniskan sebagai aliran musik populer yang berasal dari

Korea Selatan, dan telah menjadi aliran musik pop independen selama lebih dari

dua dekade. Sebagian besar idola kpop sudah menembus batas dalam negeri dan

populer di mancanegara (Park, 2013).

Sejak pertengahan tahun 1990, muncul suatu fenomena kecintaan akan

musik dan drama dari negara ginseng yaitu Korea Selatan. Fenomena tersebut

lebih di kenal dengan sebutan korean wave atau hallyu. Kpop sendiri merupakan

bagian dari korean wave atau hallyu (Jin, 2012). Popularitas kpop telah menyebar

ke berbagai negara, yaitu Cina, Jepang, Asia Tenggara, Amerika, dan Eropa.

Kpop juga telah menghasilkan sejumlah lagu dan penyanyi terkenal. Lagu-lagu

kpop telah masuk ke tangga lagu Amerika, yaitu Billboard, yang selama ini

menjadi tolak ukur kualitas industri musik dunia (Park, 2013).

2.6 Kerangka Berfikir

Sekarang ini, para remaja memiliki ketertarikan akan gelombang budaya pop

Korea atau yang biasa disebut dengan Kpop. Kpop tidak hanya memanjakan

telinga dan mata para remaja, tetapi juga membentuk suatu imajinasi tentang

selebriti Korea yang berpenampilan menarik dan berwajah semulus porselen.


40

Selain itu, para remaja yang menganggap diri mereka sebagai penggemar Kpop

membentuk sebuah kelompok penggemar yang menyukai idola Kpop yang sama.

Mereka selalu terdepan untuk urusan temu sapa idola atau figur media favoritnya.

Para penggemar Kpop di Indonesia memanfaatkan media massa sebagai

perantara antara mereka dengan idola atau figur media favoritnya. Mereka dapat

mengetahui perkembangan karir, aktivitas, acara televisi dan program musik yang

diikuti oleh idola atau figur media favoritnya melalui media massa. Dengan

banyaknya paparan media massa, para penggemar Kpop atau pengguna media

merasa sangat mengenal figur media favoritnya. Peristiwa dimana seseorang

merasa mengenal secara personal terhadap selebritis atau figur di media disebut

dengan interaksi parasosial.

Interaksi parasosial merupakan hubungan interpersonal yang di mediasi

dan terjadi antara pengguna media (televisi, internet, radio) dengan figur media

(presenter, aktor, musisi dan selebriti); bersifat satu arah, non-dialektikal,

dikontrol oleh performer, dan tidak dapat berkembang; serta merupakan

pengalaman ilusi yang dialami oleh pengguna media, yang merasa seperti berada

dalam interaksi dengan figur media, meskipun situasinya tidak bertimbal balik

(Horton & Wohl, 1956).

Interaksi parasosial dipengaruhi oleh attachment styles. Penelitian oleh

Cole & Leets (1999) menyatakan bahwa attachment styles berpengaruh secara

signifikan terhadap interaksi parasosial. Attachment styles memiliki pengaruh

dalam pembentukan interaksi parasosial. Attachment styles secure memiliki

pengaruh terhadap interaksi parasosial, apabila secure bersifat negatif. Attachment


41

styles fearful dan dismissing memiliki pengaruh yang kecil dalam mempengaruhi

interaksi parasosial. serta, preoccupied merupakan prediktor yang kuat dalam

mempengaruhi interaksi parasosial.

Interaksi parasosial juga dipengaruhi oleh loneliness. Penelitian yang

dilakukan oleh Rubin dan Mchugh (1987) menyatakan bahwa loneliness memiliki

pengaruh terhadap interaksi parasosial. Penelitian yang dilakukan oleh Dhanda

(2011) juga menyatakan bahwa loneliness dapat mempengaruhi interaksi

parasosial. Dimensi loneliness yaitu social desirability memiliki peran dalam

terbentuknya interaksi parasosial pada seseorang. Dimensi personality memiliki

pengaruh yang kecil terhadap interaksi parasosial. Serta, dimensi depression tidak

memiliki pengaruh terhadap interaksi parasosial.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka disusun sebuah

kerangka berpikir penelitian yang merupakan kombinasi dari teori dan penelitian

yang berkaitan dengan interaksi parasosial pada penggemar Kpop sebagaimana

disajikan di bawah ini. Berikut dijabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi

interaksi parasosial pada penggemar Kpop :

Attachment Styles
Secure

Fearful
INTERAKSI
Preoccupied
PARASOSIAL PADA
Dismissing
PENGGEMAR
KPOP
Loneliness
Personality

Social Desirability

Depression

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir


42

2.7 Hipotesis Penelitian

Ha : Adanya pengaruh yang signifikan attachment styles dan loneliness

terhadap interaksi parasosial penggemar kpop

Ha1 : Adanya pengaruh yang signifikan secure terhadap interaksi parasosial

penggemar kpop

Ha2 : Adanya pengaruh yang signifikan fearful terhadap interaksi parasosial

penggemar kpop

Ha3 : Adanya pengaruh yang signifikan preoccupied terhadap interaksi

parasosial penggemar kpop

Ha4 : Adanya pengaruh yang signifikan dismissing terhadap interaksi

parasosial penggemar kpop

Ha5 : Adanya pengaruh yang signifikan personality terhadap interaksi

parasosial penggemar kpop

Ha6: Adanya pengaruh yang signifikan social desirability terhadap interaksi

parasosial penggemar kpop

Ha7: Adanya pengaruh yang signifikan depression terhadap interaksi

parasosial penggemar kpop


BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dipaparkan tentang populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi

konseptual dan operasional, teknik pengumpulan data, uji instrumen, prosedur

penelitian, dan teknik analisis data.

3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah para penggemar musik pop Korea atau kpop

yang berjenis kelamin perempuan, dengan rentang usia antara 10-23 tahun.

Kuesioner yang disebar sebanyak 300 buah dan pada kenyataannya, hanya

terdapat 258 kuesioner yang dapat diolah.

Peneliti menggunakan teknik non probability sampling, yaitu peluang

untuk terpilihnya menjadi responden tidak dapat dihitung. Peneliti menggunakan

dua teknik pengambilan data yaitu melakukan pengambilan data secara langsung

dan pengambilan data berupa skala online dengan memanfaatkan media internet.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang

banyak dituntut menggunakan angka-angka, mulai dari pengumpulan data,

penafsiran terhadap data-data tersebut, serta penampilan dari hasilnya.

3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Dependent variable (variabel terikat) ialah variabel yang dipengaruhi oleh

variabel lain yang sifatnya tidak dapat berdiri sendiri. Dependent variable dalam

penelitian ini adalah interaksi parasosial.

43
44

Independent variable (variabel bebas) adalah variabel yang mempengaruhi

variabel lain yang sifatnya berdiri sendiri. Independent variable dalam penelitian

ini adalah attachment styles dan loneliness. Attachment styles memiliki empat

dimensi yaitu secure, fearful, preoccupied, dan dismissing. Loneliness memiliki

tiga dimensi yaitu personality, social desirability dan depression.

Adapun definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini

adalah:

a. Interaksi parasosial merupakan suatu hubungan interpersonal yang dimediasi

dan terjadi antara pengguna media dengan figur media melalui media massa

yaitu televisi, internet, radio, dan lain-lain. Interaksi parasosial juga dikatakan

sebagai pengalaman ilusi yang dialami oleh pengguna media, yang merasa

seperti berada dalam interaksi dengan figur media, meskipun situasinya tidak

bertimbal balik. Interaksi parasosial dibagi menjadi tiga dimensi yaitu

empathy, physical attraction dan perceived similarity. Peneliti membuat alat

ukur yang mengukur Interaksi Parasosial. Alat ukur tersebut didasari pada tiga

dimensi interaksi parasosial oleh Horton dan Wohl (dalam Rubin, Perse, dan

Powell, 1985).

b. Attachment styles merupakan kecenderungan perilaku lekat antara diri

seseorang dengan orang lain, yang didasari oleh empat tipe attachment yaitu

secure, fearful, preoccupied, dan dismissing. Attachment styles diukur dengan

menggunakan skala Attachment Styles Questionnaire (ASQ) oleh

Oudenhoven, Hofstra dan Bakker (dalam Polek, 2008).


45

c. Loneliness atau kesepian didefinisikan sebagai pengalaman emosional yang

tidak menyenangkan, yang terkait dengan perasaan ketidakpuasan,

ketidakbahagiaan, kecemasan, kekosongan, kebosanan, kegelisahan dan

perasaan terasingkan. Loneliness memiliki tiga dimensi yaitu personality,

social desirability, dan depression (Russell, 1996). Loneliness diukur dengan

menggunakan UCLA Loneliness Scale version 3 oleh Russell (1996).

3.3. Instrumen Pengumpulan Data

Pada penelitian ini penulis menggunakan instrumen berupa skala atau kuesioner

yang terdiri dari:

1. Interaksi parasosial

Untuk mengukur interaksi parasosial, peneliti membuat skala interaksi parasosial

yang terdiri dari 38 item. Skala interaksi parasosial terdiri dari tiga dimensi, yaitu

empathy, physical attraction, dan perceived similarity.

Tabel 3.1. Blue print skala interaksi parasosial

Item
No Dimensi Indikator
Fav Unfav
1 Empathy - Active Bonding: Keinginan untuk 1, 2, 3, 4, 5, 7
berperilaku atau bersikap seperti figur 6, 8, 9, 10,
media 11, 12, 13
- Passive bonding: Responden merasa
memiliki beberapa kesamaan ikatan
dua arah dengan figur media; meliputi
pertemanan, empati, dan penarikan
selama selebriti favorit tidak muncul di
media.
2 Physical Attraction Persepsi responden terhadap 14, 15, 16, 21
- Suara figur media, 17, 18, 19,
- Ketertarikan fisik figur media, 20, 22, 23,
- Kealamian atau naturalness figur 24, 25, 26, 27
media
3 Perceived Similarity - Mengindentifikasi figur media 28, 29, 30, 32
- Melihat kesamaan antara dirinya 31, 33, 34,
dengan figur medianya. 35, 36, 37, 38
Jumlah 35 3
46

2. Attachment styles

Untuk mengukur skala attachment styles, peneliti menggunakan skala Attachment

Styles Questionnaire (ASQ) oleh Oudenhoven, Hofstra dan Bakker yang terdiri

dari 22 item (dalam Polek, 2008). Pengukuran ini mencakup empat dimensi, yaitu

dimensi secure, dimensi fearful, dimensi preoccupied, dan dimensi dismissing.

Tabel 3.2. Blue print skala attachment styles

Item
No Dimensi Indikator
Fav Unfav
1 Secure - Mudah dekat dengan orang lain secara 1, 12, 13, 3, 7
emosional 9, 16, 20
- Nyaman bila bergantung dengan orang
lain dan begitu sebaliknya.
2 Fearful - Menginginkan kedekatan emosi dengan 2, 4, 18, -
orang lain, tetapi sulit untuk 21
mempercayai orang lain.
- Khawatir disakiti bila terlalu dekat
dengan orang lain.

3 Preoccupied - Keinginan dekat dengan orang lain 6, 8, 10, 15, 22


secara emosional. Tapi seringnya 19
merasakan orang lain enggan untuk
dekat
- Tidak nyaman tanpa adanya kedekatan
emosional dengan orang lain, namun
merasa khawatir orang lain tidak
menghargainya

4 Dismissing - Nyaman tanpa adanya kedekatan 5, 11, 14, -


emosional dengan orang lain. 17
- Merasa mandiri serta memilih untuk
tidak bergantung pada orang lain, begitu
pula sebaliknya
Jumlah 18 4

3. Loneliness

Alat ukur yang digunakan peneliti untuk mengukur loneliness menggunakan skala

baku yang disusun oleh Russell (1996) yaitu UCLA Loneliness Scale version 3.

Alat ukur tersebut terdiri dari tiga dimensi yaitu personality, social desirability

dan depression (Russell, 1996). Jumlah keseluruhan item yang digunakan yaitu 20

item. Item-item dalam skala ini diukur dengan empat poin skala Likert.
47

Tabel 3.3. Blue print skala loneliness

Item
No Dimensi Indikator
Fav Unfav
1 Personality Organisasi dinamis dalam individu dari sistem-
sistem psikofisik yang menentukan
3, 8, 13, 17 6, 9, 15, 16
- karakteristik perilaku
- karakteristik berpikir
2 Social Desirability Adanya keinginan untuk
- Terlibat dalam kehidupan sosial 1, 5, 10, 19,
7
- Menyukai kehidupan sosial individu di 20
lingkungan hidupnya
3 Depression Gangguan yang ditandai dengan perasaan
- Sedih
- Murung, 2, 4, 11, 12,
-
- Tidak bersemangat, 14, 18
- Merasa tidak berharga,
- Berpusat kepada kegagalan
Jumlah 11 9

Seluruh skala dalam penelitian ini menggunakan instrumen berupa skala atau

kuesioner. Kuesioner yang akan digunakan berupa skala model likert dengan pola

pertanyaan tertutup (close question). Pemberian skor pada skala interaksi

parasosial dan attachment style menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu

Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).

Penilaian yang diberikan pada setiap pernyataan untuk lebih jelasnya akan pada

tabel 3.4.

Tabel 3.4. Penilaian skala likert interaksi parasosial dan attachment styles

Skala Favorable Unfavorable


(SS) Sangat setuju 4 1
(S) Setuju 3 2
(TS) Tidak setuju 2 3
(STS) Sangat tidak setuju 1 4

Pemberian skor pada skala loneliness menggunakan empat alternatif jawaban,

yaitu Sering (S), Kadang-kadang (KK), Jarang (J), Tidak Pernah (TP). Penilaian

yang diberikan pada setiap pernyataan untuk lebih jelasnya akan pada tabel 3.5.

Tabel 3.5. Penilaian skala likert loneliness

Skala Favorable Unfavorable


(SL) Selalu 4 1
(SR) Sering 3 2
(J) Jarang 2 3
(TP) Tidak Pernah 1 4
48

3.4. Uji Validitas

Sebelum melakukan analisis data, penulis melakukan pengujian terhadap validitas

konstruk ketiga instrumen yang dipakai, yaitu interaksi parasosial, attachment

styles, dan loneliness. Untuk menguji validitas konstruk alat ukur yang digunakan

dalam penelitian ini, penulis menggunakan Confirmatory Faktor Analysis (CFA).

Adapun logika dari CFA :

1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan

secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk

mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran

terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-

itemnya.

2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap

subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes

bersifat unidimensional.

3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks

korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.

Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan

matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar

(unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks S -

matriks ∑ atau bisa juga dinyatakan dengan S- ∑ = 0.

4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan

chisquare. Jika hasil chi square tidak signifikan p > 0.05, maka hipotesis

nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat


49

diterima bahwa item ataupun sub tes instrument hanya mengukur satu faktor

saja.

5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan

atau tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan t-

value. Jika hasil t-value tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan

dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di

keluarkan dan sebaliknya.

6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan

faktornya negatif, maka item tersebut harus di keluarkan. Sebab hal ini tidak

sesuai dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable).

Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan menggunakan

software LISREL 8.70 (Linear Structural Relationship).

3.4.1. Uji validitas konstruk interaksi parasosial

Di bawah ini merupakan tabel 3.6 menjelaskan hasil uji validitas instrumen

interaksi parasosial yang meliputi dimensi empathy, physical attraction, dan

perceived similarity. Setiap dimensi diuji satu per satu, namun dalam

penyajiannya digabung menjadi satu tabel. Langkah pertama, penulis menguji

apakah 38 item yang terdiri dari tiga dimensi interaksi parasosial bersifat

unidimensional, artinya benar hanya mengukur interaksi parasosial. Ketiga aspek

tersebut yaitu dimensi empathy, physical attraction, dan perceived similarity.

Berdasarkan hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata

pada dimensi empathy model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-

square = 702.61 df = 65 , P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.195, oleh


50

sebab itu penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan

pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka

diperoleh model fit dengan Chi-square = 53.33, df = 39 , P-value = 0.06287, dan

nilai RMSEA = 0.038. Sehingga ke 12 item diterima dan satu item dikeluarkan.

Gambar model fit dapat dilihat pada lampiran.

Pada dimensi physical attraction dari hasil analisis CFA yang dilakukan

dengan model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square = 1215.70, df

= 77, P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.240, oleh sebab itu penulis

melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-square = 49.52, df = 36, P-value = 0.06617, dan nilai RMSEA =

0.038. Sehingga keseluruhan item diterima dan tidak ada yang dikeluarkan.

Gambar model fit dapat dilihat pada lampiran.

Pada dimensi perceived similarity dari hasil analisis CFA yang dilakukan

dengan model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square = 508.12, df =

44, P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.203, oleh sebab itu penulis

melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-square = 29.36, df = 24 , P-value = 0.20673, dan nilai RMSEA =

0.029. Sehingga ke 9 item diterima dan dua item dikeluarkan. Gambar model fit

dapat dilihat pada lampiran.

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur secara siginifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut
51

perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai T bagi

setiap koefisien muatan faktor. Ada pun hasil uji validitas instrumen interaksi

parasosial seluruh dimensi lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 3.6 di bawah ini:

Tabel 3.6. Hasil uji validitas instrumen interaksi parasosial

No. Standard
Dimensi Lambda T-value Signifikan
Item Error
1 Empathy 0.59 0.08 7.22 √
2 0.58 0.06 9.75 √
3 0.38 0.06 5.91 √
4 0.30 0.06 4.83 √
5 0.58 0.06 9.13 √
6 0.79 0.06 12.85 √
7 0.12 0.08 1.43 X
8 0.17 0.06 2.82 √
9 0.18 0.06 2.97 √
10 0.39 0.06 6.57 √
11 0.38 0.07 5.60 √
12 0.51 0.06 8.12 √
13 0.33 0.06 5.46 √
14 Physical Attraction 0.20 0.07 2.85 √
15 0.45 0.06 7.00 √
16 0.41 0.06 6.62 √
17 0.33 0.06 5.19 √
18 0.28 0.07 4.19 √
19 0.89 0.05 17.76 √
20 0.57 0.06 9.76 √
21 0.60 0.06 10.30 √
22 0.59 0.06 10.29 √
23 0.60 0.06 10.18 √
24 0.53 0.06 12.00 √
25 0.68 0.06 12.00 √
26 0.72 0.06 13.11 √
27 0.19 0.07 2.65 √
28 Perceived Similarity 1.41 0.11 12.69 √
29 0.49 0.06 8.79 √
30 0.55 0.06 9.24 √
31 0.29 0.04 6.42 √
32 0.85 0.05 16.60 √
33 0.19 0.04 4.68 √
34 1.09 0.28 3.92 √
35 0.17 0.04 4.23 √
36 -0.18 0.04 -4.24 X
37 0.28 0.06 4.56 √
38 -0.11 0.04 -3.03 X
Keterangan : tanda √ = signifikan (t -1,96 > x > 1,96) ; X = tidak signifikan

Dari hasil tabel 3.6 dapat kita lihat bahwa terdapat 36 item yang signifikan

berkoefisien bermuatan positif serta 2 yang bermuatan negatif. Pada muatan yang

negatif nilai T< 1,96 maka pada item 7, 36, 38 tidak signifikan sehingga item

tersebut di keluarkan.

3.4.2. Uji validitas konstruk attachment styles


52

Di bawah ini merupakan tabel 3.7 menjelaskan hasil uji validitas instrumen

attachment styles yang meliputi dimensi secure, fearful, preoccupied, dan

dismissing. Setiap dimensi diuji satu per satu, namun dalam penyajiannya

digabung menjadi satu tabel.

Langkah pertama, penulis menguji apakah 22 item yang terdiri dari empat

dimensi attachment styles bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur

attachment styles. Ketiga aspek tersebut yaitu dimensi secure, fearful,

preoccupied, dan dismissing.

Berdasarkan hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata

pada dimensi secure model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square

= 56.22, df = 20 , P-value = 0.00003, dan nilai RMSEA = 0.084, oleh sebab itu

penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran

pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh

model fit dengan Chi-square = 25.75, df = 19 , P-value = 0.13723, dan nilai

RMSEA = 0.037. Sehingga 7 item diterima dan satu item dikeluarkan. Gambar

model fit dapat dilihat pada lampiran.

Pada dimensi fearful dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model

satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square = 8.98, df = 2 , P-value =

0.01121, dan nilai RMSEA = 0.117, oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi

terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan

berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-square =

1.21, df = 1 , P-value = 0.27055, dan nilai RMSEA = 0.029. Sehingga keseluruhan


53

item diterima dan tidak ada yang dikeluarkan. Gambar model fit dapat dilihat

pada lampiran.

Pada dimensi preoccupied dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan

model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square = 23.55, df = 9 , P-

value = 0.00507, dan nilai RMSEA = 0.079, oleh sebab itu penulis melakukan

modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item

dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-

square = 11.56, df = 7 , P-value = 0.11615, dan nilai RMSEA = 0.050. Sehingga

keseluruhan item diterima dan tidak ada yang dikeluarkan. Gambar model fit

dapat dilihat pada lampiran.

Pada dimensi dismissing dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan

model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square = 3.45, df = 2 , P-

value = 0.17841, dan nilai RMSEA = 0.053, oleh sebab itu penulis melakukan

modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item

dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-

square = 0.07, df = 1 , P-value = 0.79732, dan nilai RMSEA = 0.000. Sehingga

keseluruhan item diterima dan tidak ada yang dikeluarkan. Gambar model fit

dapat dilihat pada lampiran.

Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang

hendak diukur secara siginifikan serta sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu dikeluarkan atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai T bagi

setiap koefisien muatan faktor. Ada pun hasil uji validitas instrumen attachment

styles seluruh dimensi lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 3.7 di bawah ini:
54

Tabel 3.7. Hasil uji validitas instrumen attachment styles

No. Item Dimensi Lambda Standard Error T-value Signifikan


1 Secure 0.14 0.08 1.86 X
3 0.29 0.08 3.71 
7 0.38 0.08 4.91 
9 0.42 0.08 5.53 
12 0.25 0.08 3.28 
13 0.73 0.09 8.55 
16 0.32 0.08 4.21 
20 0.38 0.08 5.03 
2 Fearful 0.44 0.07 6.07 
4 0.96 0.10 9.10 
18 0.75 0.10 7.29 
21 0.55 0.08 7.13 
6 Preoccupied 0.30 0.08 3.65 
8 0.35 0.08 4.17 
10 0.56 0.10 5.49 
15 0.35 0.10 3.46 
19 0.49 0.09 5.56 
22 0.28 0.08 3.39 
5 Dismissing 0.66 0.22 3.05 
11 0.33 0.13 2.62 
14 0.29 0.12 2.43 
17 0.26 0.10 2.54 
Keterangan : tanda √ = signifikan (t -1,96 > x > 1,96) ; X = tidak signifikan

Dari hasil tabel 3.7 dapat kita lihat bahwa terdapat 21 item yang signifikan

berkoefisien bermuatan positif serta 1 yang bermuatan negatif. Pada muatan yang

negatif nilai T < 1,96 maka pada item 1 tidak signifikan sehingga item tersebut di

keluarkan.

3.4.3. Uji validitas konstruk loneliness

Di bawah ini merupakan tabel 3.8 menjelaskan hasil uji validitas instrumen

loneliness yang meliputi dimensi personality, social desirability dan depression.

Setiap dimensi diuji satu per satu, namun dalam penyajiannya digabung menjadi

satu tabel.

Langkah pertama, penulis menguji apakah 20 item yang terdiri dari tiga

dimensi loneliness bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur

loneliness. Ketiga aspek tersebut yaitu dimensi personality, social desirability dan

depression.
55

Berdasarkan hasil CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata

pada dimensi personality model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-

square = 87.58, df = 20 , P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.115, oleh

sebab itu penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan

pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka

diperoleh model fit dengan Chi-square = 17.37, df = 13 , P-value = 0.18298, dan

nilai RMSEA = 0.036. Sehingga keseluruhan item diterima dan tidak ada yang

dikeluarkan. Gambar model fit dapat dilihat pada lampiran.Pada dimensi social

desirability dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor

ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square = 21.99, df = 9 , P-value = 0.00891, dan

nilai RMSEA = 0.075, oleh sebab itu penulis melakukan modifikasi terhadap

model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi

satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-square = 10.48, df = 8,

P-value = 0.23312, dan nilai RMSEA = 0.035. Sehingga keseluruhan item

diterima dan tidak ada yang dikeluarkan. Gambar model fit dapat dilihat pada

lampiran.

Pada dimensi depression dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan

model satu faktor ternyata tidak fit yaitu dengan Chi-square = 26.42, df = 9 , P-

value = 0.00174, dan nilai RMSEA = 0.087, oleh sebab itu penulis melakukan

modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item

dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-

square = 10.18, df = 7 , P-value = 0.17853, dan nilai RMSEA = 0.042. Sehingga

keseluruhan item diterima dan tidak ada yang dikeluarkan. Gambar model fit
56

dapat dilihat pada lampiran. Ada pun hasil uji validitas instrumen interaksi

parasosial seluruh dimensi lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 3.8 di bawah ini:

Tabel 3.8. Hasil uji validitas instrumen loneliness

No. Item Dimensi Lambda Standard Error T-value Signifikan


3. Personality 0.60 0.07 9.01 
6. 0.56 0.07 8.05 
8. 0.66 0.07 9.86 
9. 0.37 0.07 5.20 
13. 0.57 0.07 8.41 
15. 0.18 0.08 2.21 
16. 0.45 0.07 6.16 
17. 0.31 0.08 4.04 
1. Social Desirability 0.23 0.08 3.04 
5. 0.56 0.07 7.92 
7. 0.62 0.07 8.82 
10. 0.66 0.07 9.39 
19. 0.44 0.07 6.17 
20. 0.48 0.07 6.78 
2. Depression 0.51 0.07 7.56 
4. 0.75 0.06 12.67 
11. 0.70 0.06 11.31 
12. 0.66 0.06 10.58 
14. 0.35 0.07 5.20 
18. 0.47 0.07 6.97 
Keterangan : tanda √ = signifikan (t -1,96 > x > 1,96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel 3.8 dapat kita lihat bahwa semua item yang berjumlah 20 item

merupakan item yang signifikan berkoefisien bermuatan positif dengan nilai T >

1.96.

3.5. Teknik Analisis Data

Untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat pengaruh yang

signifikan dimensi attachment styles dan dimensi loneliness sebagai independent

variable (IV) terhadap dimensi interaksi parasosial sebagai dependent variable

(DV) dan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan yang diberikan masing-

masing independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV), maka

penulis menggunakan metode statistika karena datanya berupa angka-angka yang

merupakan hasil pengukuran atau perhitungan.


57

Variabel bebas pada penelitian ini berjumlah tujuh variabel, empat

variabel dari dimensi attachment styles (secure, fearful, preoccupied, dan

dismissing), tiga variabel dari dimensi loneliness (personality, social desirability,

dan depression). Dalam hal ini penulis menggunakan teknik analisis regresi

berganda, yang penghitungannya menggunakan bantuan program atau software

SPSS 17.0 untuk mengetahui besar dan arah pengaruh antara variabel X1 hingga

X7 terhadap variabel Y1 yang pada penelitian ini adalah interaksi parasosial.

Adapun persamaan umum analisis regresi bergandanya adalah sebagai

berikut:

Y : a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + e

Keterangan :

Y : Dependent Variabel (DV) 'Interaksi Parasosial'

X1 : Dimensi Secure Attachment Styles

X2 : Dimensi Fearful Attachment Styles

X3 : Dimensi Preoccupied Attachment Styles

X4 : Dimensi Dismissing Attachment Styles

X5 : Dimensi Loneliness Personality

X6 : Dimensi Loneliness Social Desirability

X7 : Dimensi Loneliness Depression

e : Residual

A : Intercept/ konstan

b1, b2, ......, b7: Koefisien regresi untuk masing-masing variabel bebas (IV)

Dalam analisis regresi berganda ini dapat diperoleh beberapa informasi, yaitu:
58

1. R2 (R square) untuk mengetahui berapa persen (%) sumbangan dependent

variable (DV) yang dijelaskan oleh independent variable (IV).

2. Dapat diketahui apakah secara keseluruhan independent variable (IV)

berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable (DV).

3. Diketahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing

independent variable (IV). Koefisien yang signifkan menunjukkan dampak

yang signifikan dari independent variable (IV) yang bersangkutan.

4. Dapat diketahui besarnya sumbangan dari setiap independent variable (IV)

pada dependent variable (DV), dan melihat signifikansinya.

5. Semua perhitungan dan komputerisasi dilakukan dengan bantuan program

SPSS versi 17.0.

3.6. Prosedur Penelitian

1. Persiapan

Pada tahap awal, peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti

kemudian mengadakan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari

sudut pandang teori. Selain itu, peneliti juga melakukan studi pendahuluan

di lapangan, guna membuktikan adanya fenomena terkait masalah yang

diangkat dalam penelitian. Penelitian mengadakan studi pendahuluan

lapangan di beberapa komunitas kpop di Jakarta, Depok, dan Bogor.

Setelah mendapatkan teori-teori secara lengkap, kemudian peneliti

menyiapkan, membuat dan menyusun alat ukur yang akan digunakan

dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan skala yang peneliti buat

sendiri untuk mengukur variabel dependen. Selain itu, peneliti juga


59

membuat kuesioner yang disusun oleh peneliti sendiri, yaitu kuesioner

interaksi parasosial.

2. Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan teknik

purposive sampling yaitu sampel yang diambil adalah sampel yang

memenuhi kriteria atau tujuan yang telah ditentukan peneliti. Langkah-

langkahnya, sampel diambil dengan cara mencari sampel yang

representatif dengan meliputi kelompok-kelompok yang diduga sebagai

anggota sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah penggemar kpop yang

berusia 10-21 tahun dan berjenis kelamin perempuan.

3. Penyebaran Data

Peneliti melaksanakan pengambilan data dengan dua cara yaitu

penyebaran kuesioner skala secara langsung dan online kepada pada

responden sesuai dengan kriteria sampel yang terlah ditentukan, yaitu

kepada penggemar kpop yang berusia 10-21 tahun dan berjenis kelamin

perempuan.

4. Pengolahan Data

Setelah melakukan penyebaran data atau kuesioner, peneliti melakukan

scoring terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden, menghitung

dan mencatat tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel.

Peneliti selanjutnya melakukan analisis data. Teknik analisis yang

digunakan adalah analisi regresi dengan software SPSS 17.0.


BAB 4

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini peneliti membahas hasil penelitian yang telah dilakukan.

Pembahasan tersebut meliputi gambaran umum sampel penelitian, analisis

deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian dan hasil uji hipotesis.

4.1. Gambaran Umum Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini sebanyak 258 penggemar korean pop atau kpop.

Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai latar belakang sampel penelitian,

maka pada sub bab ini ditampilkan gambaran banyaknya sampel penelitian

berdasarkan usia, durasi mengkonsumsi kpop dan aktivitas mengkonsumsi kpop.

Tabel 4.1. Usia

Jumlah Persentase
Remaja Awal 12 – 15 Tahun 96 37%
Remaja Madya 16 – 18 Tahun 144 56%
Remaja Akhir 19 – 23 Tahun 18 7%
Total 258 100%

Dari rincian tabel 4.1, dapat dikatakan bahwa sampel penelitian dengan usia

remaja awal sebanyak 96 orang (37%), sampel penelitian dengan usia remaja

madya sebanyak 144 orang (56%), sampel penelitian dengan usia remaja akhir

sebanyak 18 orang (7%).

Tabel 4.2. Durasi mengkonsumsi kpop

Kategori Jumlah Persentase


Durasi Mengkonsumsi Kpop* Rendah (0-8 jam) 232 91%
Sedang (9-16 jam) 19 7%
Tinggi (17-24 jam) 7 2%
Total 258 100%
*(Selama sehari)

60
61

Dari rincian tabel 4.2, dikatakan bahwa sampel penelitian dengan durasi

mengkonsumsi kpop selama 0-8 jam memiliki sampel penelitian sebanyak 232

orang (91%), sampel penelitian dengan durasi mengkonsumsi kpop 9-16 jam

sebanyak 19 orang (7%), dan sampel penelitian dengan durasi mengkonsumsi

kpop 17-24 jam sebanyak 7 orang (2%).

Tabel 4.3. Aktivitas mengkonsumsi kpop

Kategori Jumlah Persentase


Aktivitas Menonton konser Kpop 24 10%
Mengkonsumsi Mendengar radio Kpop 5 2%
Kpop Social Media (Twitter, Facebook, Path, Instagram, dll) 107 42%
Melihat artikel Kpop 16 6%
Mendengar musik Kpop 50 19%
Membaca majalah Kpop 6 2%
Menonton video Kpop (music video, music show, variety show, 50 19%
reality show, dll)
Total 258 100%

Dari rincian tabel 4.3, dikatakan bahwa sampel penelitian dengan kategori

menonton konser kpop memiliki sampel penelitian sebanyak 24 orang (10%),

sampel penelitian dengan kategori mendengar radio kpop sebanyak 5 orang (2%),

sampel penelitian dengan kategori social media sebanyak 107 orang (42%),

sampel penelitian dengan kategori melihat artikel kpop sebanyak 16 orang (6%),

sampel penelitian dengan kategori mendengar musik kpop sebanyak 50 orang

(19%), sampel penelitian dengan kategori membaca majalah kpop sebanyak 6

orang (2%), dan sampel penelitian dengan kategori menonton video kpop

sebanyak 50 orang (19%).

4.2. Hasil Analisis Deskriptif

Hasil analisis deskriptif adalah hasil yang memberikan gambaran data penelitian.

Dalam hasil analisis deskriptif ini akan disajikan nilai maksimum, minimum,

mean dan standar deviasi dari setiap variabel serta kategorisasi tinggi dan
62

rendahnya skor variabel penelitian. Gambaran hasil analisis deskriptif ini dapat

dilihat pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4. Deskripsi statistik variabel penelitian

Nama Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


InteraksiParasosial 258 50.0000
30.99 77.60 9.28512
Secure 258 50.0000
29.20 87.50 6.57198
Fearful 258 50.0000
27.73 69.57 9.99500
Preoccupied 258 50.0000
30.71 67.13 6.40477
Dismissing 258 50.0000
38.25 70.03 4.79458
Personality 258 50.0000
32.76 69.22 7.56160
SocialDesirability 258 50.0000
31.83 68.74 6.74858
Depression 258 50.0000
33.93 72.79 9.99500
Valid N (listwise) 258

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa standar deviasi dari variabel interaksi

parasosial sebesar 9.28512 dengan mean sebesar 50.0000 serta nilai minimum

yang didapat adalah 30.99 dan nilai maksimumnya adalah 77.60. Untuk variabel

secure, standar deviasi yang didapat sebesar 6.57198 dengan mean sebesar

50.0000 serta nilai minimum yang didapat adalah 29.20 dan nilai maksimumnya

adalah 87.50. Untuk variabel fearful, standar deviasi yang didapat sebesar 9.99500

dengan mean sebesar 50.0000 serta nilai minimum yang didapat adalah 27.73 dan

nilai maksimumnya adalah 69.57. Untuk variabel preoccupied, standar deviasi

yang didapat sebesar 6.40477 dengan mean sebesar 50.0000 serta nilai minimum

yang didapat adalah 30.71 dan nilai maksimumnya adalah 67.13.

Variabel dismissing memiliki standar deviasi sebesar 4.79458 dengan

mean sebesar 50.0000 serta nilai minimum yang didapat adalah 38.25 dan nilai

maksimumnya adalah 70.03. Untuk variabel personality, standar deviasi yang


63

didapat sebesar 7.56160 dengan mean sebesar 50.0000 serta nilai minimum yang

didapat adalah 32.76 dan nilai maksimumnya adalah 69.22. Untuk variabel social

desirability, standar deviasi yang didapat sebesar 6.74858 dengan mean sebesar

50.0000 serta nilai minimum yang didapat adalah 31.83 dan nilai maksimumnya

adalah 68.74. Untuk variabel depression, standar deviasi yang didapat sebesar

9.99500 dengan mean sebesar 50.0000 serta nilai minimum yang didapat adalah

33.93 dan nilai maksimumnya adalah 72.79.

4.3. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian

Kategorisasi dalam penelitian ini dibuat menjadi dua kategori yaitu, tinggi dan

rendah.

Tabel 4.5. Pedoman interpretasi skor

Kategori Norma
Tinggi X ≥ Mean
Rendah X < Mean

4.3.1. Kategorisasi skor interaksi parasosial

Uraian mengenai gambaran kategorisasi skor variabel berdasarkan tinggi dan

rendahnya variabel interaksi parasosial dijelaskan pada tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6. Kategorisasi sampel penelitian dalam tingkat interaksi parasosial

Kategori Frekuensi Persentase


Tinggi 115 45%
Rendah 143 55%
Total 258 100%

Dari tabel tersebut diketahui bahwa terdapat 115 sampel penelitian (45%)

memiliki skor interaksi parasosial tinggi dan 143 sampel penelitian (55%)

memiliki skor interaksi parasosial rendah.


64

4.3.2. Kategorisasi skor attachment styles

Pada tabel 4.7 akan dijelaskan mengenai distribusi sampel berdasarkan variabel

independen (IV), pertama akan dijelaskan mengenai tingkat attachment styles

subjek yang terdiri dari empat dimensi attachment styles, yaitu secure, fearful,

preoccupied, dan dismissing.

Tabel 4.7. Kategorisasi sampel penelitian dalam tingkat attachment styles

Dimensi Kategori Frekuensi Persentase


Secure Tinggi 146 57%
Rendah 112 43%
Fearful Tinggi 157 61%
Rendah 101 39%
Preoccupied Tinggi 157 61%
Rendah 101 39%
Dismissing Tinggi 134 52%
Rendah 124 48%

Berdasarkan hasil jawaban kuesioner sampel dalam penelitian ini, sampel

penelitian memiliki tingkat attachment styles yang berbeda-beda. Setiap dimensi

dibagi menjadi dua kategori, tinggi dan rendah.

Dari tabel 4.7 diketahui bahwa terdapat 146 orang (57%) memiliki skor

secure tinggi dan 112 orang (43%) memiliki skor secure rendah. Skor tertinggi

fearful dimiliki oleh 157 orang (61%) dan 101 orang (39%) memiliki skor fearful

rendah. Skor tertinggi preoccupied dimiliki oleh 157 orang (61%) dan 101 orang

(39%) memiliki skor preoccupied rendah. Serta, terdapat 134 orang (52%)

memiliki skor dismissing tinggi dan 124 orang (48%) memiliki skor dismissing

rendah.

4.3.3. Kategorisasi skor loneliness

Pada tabel 4.8 dijelaskan mengenai distribusi sampel berdasarkan variabel

independen (IV), pertama akan dijelaskan mengenai tingkat loneliness sampel

penelitian, yaitu variabel personality, social desirability, dan depression.


65

Tabel 4.8. Kategorisasi sampel penelitian dalam tingkat loneliness

Dimensi Kategori Frekuensi Persentase


Personality Tinggi 124 48%
Rendah 134 52%
Social desirability Tinggi 145 56%
Rendah 113 44%
Depression Tinggi 109 42%
Rendah 149 58%

Dari tabel 4.8 diketahui bahwa terdapat 124 orang (48%) memiliki skor

personality tinggi dan 134 orang (52%) memiliki skor personality rendah. Skor

tertinggi social desirability dimiliki oleh 145 orang (56%) dan 113 orang (44%)

memiliki skor social desirability rendah. Serta, terdapat 109 orang (42%)

memiliki skor depression tinggi dan 149 orang (58%) memiliki skor depression

rendah.

4.4. Uji Hipotesis

Selanjutnya, analisis uji hipotesis yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh

masing-masing independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV)

dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik regresi berganda. Data yang

dianalisis adalah faktor score atau true score yang diperoleh dari hasil analisis

faktor. Pada tahapan ini penulis menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi

berganda dengan menggunakan software SPSS 17. Dalam regresi ada tiga hal

yang dilihat, yaitu melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen

varians dependent variable (DV) yang dijelaskan oleh independent variable (IV),

kedua apakah secara keseluruhan independent variable (IV) berpengaruh secara

signifikan terhadap dependent variable (DV), dan yang ketiga adalah melihat

siginifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing independent

variable (IV).
66

4.4.1. Uji hipotesis interaksi parasosial

Pengujian hipotesis dilakukan dengan beberapa tahapan. Langkah pertama penulis

melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen varians dependent

variable (DV) yang dijelaskan oleh keseluruhan independent variable (IV) dan

besaran R square untuk mengetahui berapa persen varians dependent variable

(DV) yang dijelaskan oleh dua independent variable (IV). Selanjutnya untuk tabel

R square dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut:

Tabel 4.9. Model summary analisis regresi

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate


1 .308a .095 .069 8.95681
a. Predictors: (Constant), Depression, SocialDesirability, Dismissing, Preoccupied, Secure, Personality, Fearful

Dari tabel 4.9, diperoleh R square sebesar 0.095 atau 9.5%. Artinya, sebesar 9.5%

bervariasinya variabel interaksi parasosial pada penggemar kpop dapat dijelaskan

oleh depression, social desirability, dismissing, preoccupied, secure, personality,

fearful, sedangkan 90.5% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian

ini.

Tabel 4.10. Perolehan R square dari dua variabel besar

Std. Error Change Statistics


Adjusted R
Model R R Square of the R Square Sig. F
Square F Chance df1 df2
Estimate Chance Change
1 .267a .071 .056 9.01961 .071 4.838 4 253 .001
2 .308b .095 .069 8.95681 .024 2.187 3 250 .090

Dari tabel 4.10, diperoleh R square variabel attachment styles sebesar 0.071

(7.1%). Artinya, sebesar 7.1% bervariasinya interaksi parasosial pada penggemar

kpop dapat dijelaskan oleh variabel attachment styles. Selain itu, diperoleh R

square variabel loneliness sebesar 0.024 (2.4%). Artinya, sebesar 2.4%


67

bervariasinya interaksi parasosial pada penggemar kpop dapat dijelaskan oleh

variabel loneliness.

Langkah kedua penulis menganalisis dampak dari seluruh independen

variabel terhadap interaksi parasosial. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel

4.11 berikut.

Tabel 4.11. ANOVAb pengaruh keseluruhan IV terhadap DV

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.


1 Regression 7 300.105 3.741 .001a
2100.734
Residual 20056.114 250 80.224

Total 22156.848 257


a. Predictors: (Constant), Depression, SocialDesirability, Dismissing, Preoccupied, Secure, Personality, Fearful
b. Dependent Variable: InteraksiParasosial

Jika melihat kolom keenam dari kiri diketahui bahwa nilai p (sig) sebesar 0.001.

Dengan demikian diketahui bahwa p (0.001) < 0.05, maka hipotesis yang

menyatakan ada pengaruh yang signifikan dari depression, social desirability,

dismissing, preoccupied, secure, personality, fearful terhadap interaksi parasosial

tidak ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari dimensi attachment

styles dan dimensi loneliness terhadap interaksi parasosial.

Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi dari masing-masing

independen variabel. Jika nilai t > 1,96 atau nilai sig < 0,05 maka koefisien regresi

tersebut signifikan yang berarti bahwa independent variable (IV) tersebut

memiliki dampak yang signifikan terhadap variabel interaksi parasosial dan

begitupun sebaliknya. Adapun analisisnya ditampilkan pada tabel 4.12 berikut:


68

Tabel 4.12. Koefisien regresi

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.


1 (Constant)
21.683 10.125 2.141 .033
Secure
.125 .086 .088 1.449 .149
Fearful
-.073 .057 -.079 -1.280 .202
Preoccupied
.308 .089 .213 3.476 .001*
Dismissing
.123 .117 .063 1.047 .296
Personality
.134 .076 .109 1.771 .078
SocialDesirability
-.131 .084 -.095 -1.550 .122
Depression
.080 .056 .086 1.425 .156
a. Dependent Variable: InteraksiParasosial

Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.12 Dapat dijelaskan persamaan regresi

sebagai berikut (* signifikan) :

Interaksi Parasosial = 26.925 + 0.125 (secure) - 0.073 (fearful) + 0.308

(preoccupied)* + 0.123 (dismissing) + 0.134 (personality) - 0.131 (social

desirability) + 0.080 (depression)

Dari tabel 4.12, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi

yang dihasilkan, cukup melihat nilai sig pada kolom yang paling kanan (kolom

ke-6). Jika P < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan

pengaruhnya terhadap interaksi parasosial dan sebaliknya.

Dari hasil di atas, koefisien regresi dari preoccupied dikatakan memiliki

pengaruh yang signifikan sedangkan variabel lainnya memiliki pengaruh yang

tidak signifikan.
69

Hal ini berarti dari tujuh independent variable (IV) hanya satu yang

signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-

masing independent variable (IV) adalah sebagai berikut:

1. Variabel dimensi secure

Nilai koefisien regresi sebesar 0.125 dengan signifikansinya sebesar 0.149

(p > 0.05). Hal ini berarti bahwa variabel secure tidak berpengaruh

signifikan terhadap interaksi parasosial.

2. Variabel dimensi fearful

Nilai koefisien regresi sebesar -0.073 dengan signifikansinya sebesar 0.202

(p > 0.05). Hal ini berarti bahwa variabel fearful tidak berpengaruh

signifikan terhadap interaksi parasosial.

3. Variabel dimensi preoccupied

Nilai koefisien regresi sebesar 0.308 dengan signifikansinya sebesar 0.001

(p < 0.05). Hal ini berarti bahwa variabel preoccupied berpengaruh

signifikan terhadap interaksi parasosial. Nilai koefisien regresi yang positif

menunjukkan arah hubungan yang positif antara preoccupied dan interaksi

parasosial. Dari arah hubungan tersebut dapat diartikan jika semakin tinggi

nilai preoccupied seseorang, maka semakin tinggi pula interaksi

parasosialnya dan begitupun sebaliknya.

4. Variabel dimensi dismissing

Nilai koefisien regresi sebesar 0.123 dengan signifikansinya sebesar 0.296

(p > 0.05). Hal ini berarti bahwa variabel personality tidak berpengaruh

signifikan terhadap interaksi parasosial.


70

5. Variabel dimensi personality

Nilai koefisien regresi sebesar 0.134 dengan signifikansinya sebesar 0.078

(p > 0.05). Hal ini berarti bahwa variabel personality tidak berpengaruh

signifikan terhadap interaksi parasosial.

6. Variabel dimensi social desirability

Nilai koefisien regresi sebesar -0.131 dengan signifikansinya sebesar 0.122

(p > 0.05). Hal ini berarti bahwa variabel social desirability tidak

berpengaruh signifikan terhadap interaksi parasosial.

7. Variabel dimensi depression

Nilai koefisien regresi sebesar 0.080 dengan signifikansinya sebesar 0.156

(p > 0.05). Hal ini berarti bahwa variabel depression tidak berpengaruh

signifikan terhadap interaksi parasosial.

4.5. Pengujian Proporsi Varians

Selanjutnya, peneliti ingin mengetahui bagaimana sumbangan proporsi varians

dari masing-masing independent variable (IV) terhadap interaksi parasosial.

Berikut ini akan disajikan tabel dimana dalam tabel tersebut terdiri atas kolom

pertama (model) adalah independent variable (IV) yang dianalisis satu persatu.

Kolom ketiga (R square) merupakan penambahan varians dependent

variable (DV) dari tiap independent variable (IV) yang dianalisis satu persatu

tersebut, kolom keenam (R square change) merupakan nilai murni varians

dependent variable (DV) dari tiap independent variable (IV) yang dianalisis satu

persatu, kemudian kolom df adalah derajat kebebasan atau taraf nyata bagi

independent variable (IV) yang bersangkutan dan df terdiri atas numerator dan
71

denumerator. Lalu yang terakhir adalah kolom signifikansi (Sig. F change).

Besarnya proporsi varians pada interaksi parasosial dapat dilihat pada tabel 4.13

berikut ini:

Tabel 4.13. Model summary proporsi varians

Change Statistics
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square R Square Sig. F
Square the Estimate F Change df1 df2
Change Change

1 .126a .016 .012 9.22930 .016 4.118 1 256 .043*

2 .137b .019 .011 9.23402 .003 .739 1 255 .391


c
3 .260 .067 .056 9.01967 .049 13.264 1 254 .000*
d
4 .267 .071 .056 9.01961 .004 1.004 1 253 .317
e
5 .281 .079 .061 8.99888 .008 2.167 1 252 .142
f
6 .296 .087 .066 8.97516 .008 2.333 1 251 .128
g
7 .308 .095 .069 8.95681 .007 2.030 1 250 .156

a. Predictors: (Constant), Secure


b. Predictors: (Constant), Secure, Fearful
c. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied

d. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing


e. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing, Personality
f. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing, Personality, SocialDesirability

g. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing, Personality, SocialDesirability, Depression

Berdasarkan data pada tabel 4.13 dapat disampaikan informasi sebagai berikut :

1. Dari 9.5% sumbangan independent variable terhadap dependent variable,

variabel secure memberikan sumbangan sebesar 1.6% dalam varians

interaksi parasosial.

2. Dari 9.5% sumbangan independent variable terhadap dependent variable,

variabel fearful memberikan sumbangan sebesar 0.3% dalam varians

interaksi parasosial.
72

3. Dari 9.5% sumbangan independent variable terhadap dependent variable,

variabel preoccupied memberikan sumbangan sebesar 4.9% dalam varians

interaksi parasosial.

4. Dari 9.5% sumbangan independent variable terhadap dependent variable,

variabel dismissing memberikan sumbangan sebesar 0.4% dalam varians

interaksi parasosial.

5. Dari 9.5% sumbangan independent variable terhadap dependent variable,

variabel personality memberikan sumbangan sebesar 0.8% dalam varians

interaksi parasosial.

6. Dari 9.5% sumbangan independent variable terhadap dependent variable,

variabel social desirability memberikan sumbangan sebesar 0.8% dalam

varians interaksi parasosial.

7. Dari 9.5% sumbangan independent variable terhadap dependent variable,

variabel depression memberikan sumbangan sebesar 0.7% dalam varians

interaksi parasosial.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa terdapat dua independent variable

dari tujuh independent variable, yaitu secure dan preoccupied yang

mempengaruhi interaksi parasosial secara signifikan jika dilihat dari besarnya R2

yang dihasilkan dari sumbangan masing-masing independent variable tersebut

terhadap proporsi varians dependent variable secara keseluruhan.


BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Pada bab lima, peneliti memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang telah

dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran.

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian maka kesimpulan yang dapat diambil

dari penelitian ini adalah adanya pengaruh yang signifikan secara bersama-sama

dari secure, fearful, preoccupied, dismissing, personality, social desirability, dan

depression terhadap interaksi parasosial pada penggemar Kpop.

Setelah melakukan uji hipotesis dari masing-masing koefisien regresi

terhadap interaksi parasosial, maka hanya diperoleh satu koefisien regresi yang

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap interaksi parasosial, yaitu variabel

preoccupied.

5.2. Diskusi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa attachment styles dan loneliness terbukti

berpengaruh signifikan terhadap interaksi parasosial pada penggemar Kpop.

Penelitian oleh Cole & Leets (1999) mendukung hasil penelitian ini yang

menyatakan bahwa attachment styles berpengaruh secara signifikan terhadap

interaksi parasosial. Attachment styles memiliki peran dalam pembentukan

interaksi parasosial dengan figur media favoritnya. Menurut Giles dan Maltby

(2004), attachment terhadap figur media pada umumnya disebut sebagai interaksi

parasosial, yang dimana interaksinya bersifat satu arah dan seseorang tersebut

73
74

merasa figur medianya sebagai sosok teman atau kolega. Meskipun interaksi

parasosial bersifat satu arah dan imajiner, seseorang tetap merasa bahwa interaksi

parasosial sama dengan hubungan sosial sebenarnya.

Begitu juga dengan penelitian oleh Rubin dan Mchugh (1987), yang

menyatakan bahwa loneliness memiliki pengaruh terhadap interaksi parasosial.

Seseorang yang loneliness memiliki hubungan yang positif dalam membentuk

suatu hubungan dengan figur media favoritnya. Hal tersebut yang membuat

seseorang yang loneliness akan tertarik untuk berinteraksi parasosial. Interaksi

parasosial merupakan salah satu perantara bagi individu yang loneliness untuk

tetap menjalin suatu hubungan selayaknya hubungan nyata di kehidupan sehari-

hari. Rubin, Perse, dan Powell (1985) mengatakan bahwa interaksi parasosial ini

pada awalnya dipandang sebagai suatu hubungan yang tidak nyata atau sebagai

pengganti hubungan sosial bagi para orangtua, cacat, dan kesepian (loneliness).

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa interaksi parasosial

penggemar Kpop terbukti signifikan dipengaruhi oleh tipe kelekatan preoccupied.

Artinya, semakin tinggi skor tipe kelekatan preoccupied penggemar Kpop, maka

semakin penggemar Kpop tersebut berpeluang untuk membentuk interaksi

parasosial dengan figur media favoritnya.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu yang dilakukan

oleh Cole dan Leets (1999), yang menunjukkan bahwa individu dengan tipe

kelekatan preoccupied cenderung mengembangkan interaksi parasosial dengan

figur media favoritnya untuk memenuhi kebutuhan emosional yang tidak

terpenuhi. Interaksi parasosial antara individu dengan figur media favoritnya


75

hanya mencerminkan manifestasi lain dari keinginan individu untuk berhubungan

dekat dengan orang lain, bahkan berhubungan dekat dengan figur media. Menurut

Greenwood, Pietromonaco, dan Long (dalam Theran, Newberg, & Gleason,

2010), tipe kelekatan preoccupied berhubungan erat dengan interaksi parasosial.

Hasil penelitian lain yang didukung oleh hasil penelitian ini adalah penelitian

yang dilakukan oleh Laken (2009), yang menyatakan bahwa tipe kelekatan

preoccupied telah terbukti menjadi prediktor kuat dalam interaksi parasosial.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tipe kelekatan fearful dan

dismissing tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap interaksi parasosial.

Uniknya, hal tersebut sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Laken (2009), yang

menyatakan bahwa individu yang memiliki tipe kelekatan fearful atau dismissing

kemungkinan besar kurang membentuk interaksi parasosial.

Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa tipe kelekatan secure tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap interaksi parasosial. Hal tersebut

terjadi dikarenakan variabel secure memiliki pengaruh yang kecil terhadap

interaksi parasosial. Hal tersebut juga dapat didukung dari penelitian yang

dilakukan oleh Laken (2009), yang menyatakan bahwa individu dengan tipe

kelekatan secure memiliki interaksi parasosial yang kecil.

Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak adanya

pengaruh signifikan dari seluruh dimensi loneliness yaitu personality, social

desirability, dan depression terhadap interaksi parasosial. Hasil penelitian ini

ternyata tidak sesuai dengan penilitian terdahulu oleh Dhanda (2011) yang

memiliki hasil bahwa loneliness berpengaruh terhadap interaksi parasosial. dan


76

juga tidak sesuai dengan penelitian oleh Davila-Rosado (2001) yang mengatakan

bahwa apabila loneliness meningkat maka interaksi parasosial pun juga akan

meningkat, hal tersebut terjadi dikarenakan kurangnya kontak sosial.

Selain itu, hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa loneliness tidak

memiliki pengaruh signifikan terhadap interaksi parasosial ternyata sesuai dengan

hasil-hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rubin, Perse, dan Powell

(1985), bahwa loneliness bukan prediktor yang kuat terhadap interaksi parasosial.

Sehingga, hasil penelitian tidak berpengaruh secara signifikan. Penelitian oleh

Tsao (dalam Eyal dan Cohen 2006), juga mengatakan bahwa pengaruh loneliness

terhadap interaksi parasosial sangat kecil. Sama halnya dengan penelitian yang

dilakukan oleh Wang, Fink, dan Cai (2008), yang menyatakan bahwa loneliness

bukan prediktor yang kuat terhadap interaksi parasosial. Hal tersebut terjadi

dikarenakan individu yang loneliness cenderung mencari orang untuk berinteraksi

secara langsung dibandingkan dengan menghabiskan waktu mengkonsumsi media

massa.

Beberapa dimensi yang tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap

interaksi parasosial mungkin terjadi dikarenakan beberapa hal. Faktor pertama

terjadi terjadi dikarenakan adanya keterbatasan atau kelemahan dalam penelitian.

Antara lain partisipan yang kurang serius saat mengisi skala sehinga respons

menjadi tidak terpola. Faktor kedua, kondisi serta situasi pada saat sampel

penelitian mengisi skala yang tidak kondusif menyebabkan sampel penelitian

menjadi tidak konsentrasi dalam memberikan responnya. Faktor ketiga,

dikarenakan oleh banyaknya item dan tidak semua item mencakup konsep yang
77

bisa dimengerti secara jelas oleh sampel penelitian. Faktor kelima, minimnya

penelitian terdahulu yang menghubungkan antara variabel attachment styles dan

variabel loneliness terhadap variabel interaksi parasosial menyebabkan penelitian

ini terbatas secara kajian literatur.

Gambaran umum sampel penelitian dalam penelitian ini menunjukkan

bahwa dari 258 sampel penelitian yaitu penggemar Kpop lebih banyak di usia

remaja madya (16 – 18 tahun) yaitu sebesar 56%. Hal tersebut terjadi karena

keterbatasan tempat dalam menyebarkan kuesioner penelitian, sehingga hasil

terbanyak yang didapatkan yaitu remaja madya.

Gambaran umum sampel penelitian yang kedua adalah durasi para

penggemar Kpop dalam mengkonsumsi berbagai macam hal-hal yang berkaitan

dengan figur media favoritnya dalam waktu 24 jam atau sehari, ternyata lebih

banyak di kategori 0-8 jam yaitu sebesar 59%. Dalam Jannah (2014), remaja

penggemar Kpop yang cenderung menghabiskan waktunya untuk mengkonsumsi

Kpop ternyata memiliki dampak negatif secara psikologis. Dampak negatif

tersebut membuat remaja lupa waktu karena keasyikan menonton acara Kpop

seperti, video Kpop ataupun acara televisi (variety show) yang menampilkan artis-

artis Kpop. Hal ini membuat remaja menjadi malas untuk melakukan kegiatan lain

karena remaja keasyikan menonton youtube, televisi yang menayangkan figur

media favoritnya. Selain itu, figur Kpop juga sangat mempengaruhi perilaku

remaja, remaja menjadikan figur Kpop sebagai idola dan model yang

mempengaruhi penampilan dan perilaku remaja sehari-hari.


78

Gambaran umum sampel penelitian yang ketiga adalah ketertarikan

penggemar akan Kpop lebih ditunjukkan dalam aktivitas mengikuti perkembangan

figur media favoritnya melalui social media yaitu sebesar 42%. Persentase

aktivitas penggemar Kpop terbanyak dalam mengikuti informasi terbaru dan

perkembangan figur media favoritnya melalui social media wajar terjadi pada

penggemar Kpop di Indonesia. Hal tersebut terjadi dikarenakan jauhnya lokasi

antara para penggemar dengan figur media favoritnya dan menjadikan para

penggemar untuk menggunakan social media, karena informasi yang didapatkan

melalui social media selalu informasi yang paling terbaru dibandingkan dengan

informasi di media lain seperti televisi, radio, dan majalah. Social media menjadi

salah satu kategori yang paling populer untuk mengkonsumsi Kpop di kalangan

penggemar di Indonesia dan di tempat lain (Jung, 2011). Dalam penelitian Stever

dan Kevin (2013), juga dikatakan bahwa social media memberikan pengaruh

terhadap perkembangan seseorang secara psikologis.

Selain itu, ketertarikan remaja terhadap Kpop ikut dipengaruhi oleh

kelompok teman sebayanya, yang ditandai dengan attachment yang kuat dan

hubungan yang dekat. Ketika kelompok teman sebaya remaja menunjukkan

ketertarikan pada figur media, remaja akan cenderung mengikuti kelompok teman

sebayanya agar bisa memenuhi fungsi sosialnya. Hubungan ini cenderung

mempengaruhi remaja dalam pengembangan interaksi parasosial dengan figur

media (Giles & Maltby, 2004).

Pada penelitian ini ternyata pengaruh keseluruhan independent variable

(attachment styles dan loneliness) terhadap dependent variable (interaksi


79

parasosial) hanya 9.5%. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak hal lain di luar

penelitian ini yang ikut mempengaruhi interaksi parasosial. Yang demikian ini

bisa terjadi karena dalam penelitian ini hanya diteliti dua independent variable

saja, sehingga variabel lain yang mungkin ikut berpengaruh tidak ikut diteliti.

5.3. Saran

Peneliti menyadari banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu

peneliti membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis dan saran praktis.

Saran tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi peneliti lain yang akan meneliti

interaksi parasosial juga.

5.3.1. Saran metodologis

1. Ada banyak faktor lain di luar penelitian ini yang mungkin dapat

mempengaruhi interaksi parasosial. Hal ini terbukti dari hanya satu variabel

independen dalam penelitian ini yang memiliki pengaruh signifikan terhadap

interaksi parasosial (9.5%). Sedangkan sebesar 90.5% dari variabel di luar

penelitian diduga mempengaruhi interaksi parasosial tersebut. Oleh karena

itu, peneliti menyarankan untuk menambahkan variabel-variabel lain di luar

penelitian ini dalam penelitian selanjutnya.

2. Pada penelitian ini, usia sampel penelitian yang digunakan adalah usia

remaja secara umum. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan

untuk menggunakan sampel penelitian yang berusia remaja dan dewasa.

Sehingga, hasil penelitian dapat dijadikan perbandingan apakah interaksi

parasosial lebih banyak di usia remaja atau dewasa.


80

3. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menambah jumlah sampel

penelitian agar variasi dari karakteristik masing-masing variabel independen

meningkat.

5.3.2. Saran praktis

a. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel preoccupied berpengaruh

secara signifikan (p<0.05) terhadap interaksi parasosial. Maka disarankan

agar sedini mungkin keluarga dapat membentuk attachment styles dengan

baik pada anak. Sehingga pada masa remaja dan dewasa akan terbentuk

attachment styles yang positif seperti memiliki gambaran diri dan orang lain

secara positif, memiliki hubungan yang hangat dengan orang terdekat.

Attachment styles yang positif tersebut disebut secure.

b. Variabel preoccupied menggambarkan individu yang cenderung memiliki

kebutuhan untuk dicintai dan diakui ditambah adanya gambaran negatif

tentang dirinya mendorong terjadinya suatu depresi setiap kali hubungan

menjadi buruk (Baron & Byrne, 2003). Oleh karena itu, disarankan agar

remaja penggemar Kpop dapat mengembangkan kemampuan interpersonal

dalam membangun hubungan dengan orang-orang terdekatnya lebih

mendalam dan terbuka mengenai apa yang dirasakan baik itu perasaan yang

baik atau yang tidak mengenakkan, sehingga dengan berjalannya waktu

individu dapat membentuk hubungan yang berlangsung lama, dengan

komitmen, dan memuaskan (Baron & Byrne, 2003). Dari hal tersebut dapat

mengarahkan individu ke attachment styles yang positif.


DAFTAR PUSTAKA

Baron, R.A., & Byrne, D. (2005). Social psychology 10th ed. New York: McGraw
Hill.

Bowlby, J. (1982). Attachment and loss vol. 1: Attachment (2nd ed). New York:
Basic Books.

Camella, C. (2001). Parasocial relationships in female college student soap opera


viewers today. Thesis. Diunduh tanggal 13 Januari 2015 dari
http://people.wcsu.edu/mccarneyh/acad/Camella.html.

Chaplin, J.P. (1981). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Cole, T., & Leets, L. (1999). Attachment styles and intimate television viewing:
Insecurely forming relationships in a parasocial way. Journal of Social and
Personal Relationships, 16(4), 495-511.

Cook, M., & Wilson, G. (1979). Blueprint for a social psychological theory of
loneliness. Journal of Love and Attraction, 10(1), 99-108.

Davila-Rosado, P.N. (2006). Surviving Reality: Survivor and parasocial


interaction. Thesis.

Dhanda, R.K. (2011). Loneliness and parasocial interaction with media characters.
Thesis.

Eyal, K., & Cohen, J. (2006). When good friend say goodbye: A parasocial
breakup study. Journal of Broadcasting and Electronic Media, 50(3), 502-
523.

Giles, D.C., & Maltby, J. (2004). The role of media figures in adolescent
development: relations between autonomy, attachment, and interest in
celebrities. Journal of Personality and Individual Differences, 36(2), 813-
822.

Hartmann, T., & Goldhoorn, C. (2011). Horton and wohl revisited: exploring
viewers’s experience of parasocial interaction. Journal of Communication,
61(3), 1104-1121.

Hoffner, C.A. (2002). Attachment to media characters. Encyclopedia of


Communication and Information, 1(1), 60-65. Diunduh tanggal 13 Januari

81
82

2015 dari http://encyclopedia.jrank.org/ articles/pages/6428/Attachment-to


MediaCharacters.html

Hoffner, C., & Buchanan, M. (2005). Young adult’s wishful identification with
television characters: The role of perceived similarity and character
attributes. Media Psychology, 7(1), 325-351.

Horton, D., & Wohl, R. (1956). Mass communication and para-social interaction:
Observations on intimacy at a distance. Psychiatry, 19(1), 215-229.

Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang


rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Jannah, M. (2014). Gambaran identitas diri remaja akhir wanita yang memiliki
fanatisme k-pop di Samarinda. E-Journal Psikologi, 2(2), 182-194.

Jin, D.Y. (2012). Hallyu 2.0: The new korean wave in the creative industry.
Journal of Communication, 2, 3-7. Diunduh tanggal 25 September 2014
dari http://quod.lib.umich.edu/cgi/p/pod/dod-idx/hallyu-20-the-new-
korean-wave-in-the-creativeindustry.pdf?c= iij;idno=11645653.0002.102.

Jong-Gierveld, J. (1978). The construct of loneliness: Components and


measurement. Essence, 2(1), 221-238.

Jung, S. (2011). K-pop, indonesian fandom, and social media: In race and
ethnicity in fandom. Journal of Transformative Works and Cultures, 8, 1-
11. Diunduh tanggal 22 Februari 2015 dari http://journal.transformative
works. org/index.php/twc/article/view/289/219.

Kamil, A. (2012). Gelombang Korea menerjang dunia. Kompas. Diakses tanggal


25 September 2014 dari http://entertainment.kompas.com/read/2012/
01/15/18035888/.Gelombang.Korea.Menerjang.Dunia.

Laken, A.R. (2009). Parasocial relationships with celebrities: An illusion of


intimacy with mediated friends. Thesis. Capstones: Nevada.

Lerner, R.M., & Steinberg, L. (2009). Handbook of adolescent psychology (third


edition): Individual bases of adolescent development. New Jersey: John
wiley & sons inc.

Levy, K.N., Ellison, W.D., Scott, L.N., & Bernecker, S.L. (2011). Attachment
styles. Journal of Clinical Psychology, 67(2), 193-203.

Livingstone, S., & Lunt, P. (1994). Talk on television: Audience participation and
public debate. USA: Routledge.
83

Mayseless, O., & Scharf, M. (2007). Adolescents’ attachment representations and


their capacity for intimacy in close relationships. Journal of Research on
Adolesence, 17(2), 23-50.

Meloy, J.R., Sheridan, L., & Hoffman, J. (2008). Stalking, threatening, and
attacking public figures: A psychological and behavioral analysis. Oxford
University Press.

Moores, S. (2000). Media and everyday life in modern society. Edinburgh:


Edinburgh University Press Ltd.

Nordlund, J. (1978). Media Interaction. Communication research, 5(1), 150-175.

Park, G.S. (2013). Manufacturing creativity: Production, performance, and


dissemination of k-pop. Korean Journal, 53(4), 14-33.

Peplau, L.A., & Goldston, S. (1984). Preventing the harmful consequences of


severe and loneliness. USA: Government printing office.

Peplau, L.A., & Perlman, D. (1982). Loneliness: a sourcebook of current theory,


research and therapy. New York: Wiley Interscience.

Peplau, L.A., Sears, D.O., & Freedman, J.L. (1988). Psikologi sosial. Jakarta:
Erlangga.

Perse, E.M., & Rubin, R.B. (1989). Attribution of social and parasocial
relationhips. Communication Research, 16(1), 59-77.

Polek, E. (2008). Attachment in cultural context: Differences in attachment


between eastern and western europeans and the role of attachment styles in
eastern european migrants’ adjusment. Disertation.

Preiss, R.W., Gayle, B.M., Burrell, N., Allen, M., & Brynt, J. (2007). Mass media
effects research: Advances through meta-analysis. New Jersey: Lawrence
erlbaum associates.

Ramadhani, M. (2013). Boyband yang mencuri hati fans k-pop tahun ini.
Republika. Diakses tanggal 26 September 2014 dari http://www.republika.
co.id/berita/senggang/asia-pop/13/10/17/mut15g-boyband-yang-mencuri-
hati-fans-kpop-tahun-ini.

Roberts, K.A. (2007). Relationship attachment and the behavior of fans towards
celebrities. Applied Psychology in Criminal Justice, 3(1), 54-74.

Rosengren, K.E, & Windahl, S. (1972). Mass media consumtion as a functional


alternative. Sociology of Mass Communication, 8(1), 166-194.
84

Rubin, R.B., & Mchugh, M.P. (1987). Development of parasocial interaction


relationships. Journal of Broadcasting and Electronic Media, 31(3), 279-
292.

Rubin, A.M., Perse, E.M., & Powell, R.A. (1985). Loneliness, parasocial
interaction, and local television news viewing. Human Communication
Research, 12(2), 155-180.

Russell, D.W. (1996). UCLA loneliness scale (version 3): reliability, validity, and
factor structure. Journal of Personality Assessment, 66(1), 20-40.

Russell, D.W. (1978). Developing a measure of loneliness. Journal of Personality


Assessment, 42(1), 290-294.

Santrock, J.W. (2003). Adolescence. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J.W. (2007). Remaja. Jakarta: Erlangga.

Sari, D. (2012). Para penggila k-pop. Tempo. Diakses tanggal 25 September 2014
darihttp://www.tempo.co/read/news/2012/12/02/219445336/ParaPenggila-
Pop Korea.

Sarwono, S.W. (2008). Psikologi remaja. Jakarta: Rajawali Pers.

Schramm, H., & Hartmann, T. (2008). The PSI-process scales: a new measure to
assess the intensity and breadth of parasocial processes. Journal of
Communications, 33(2), 285-401.

Sekarsari, M. (2009). Hubungan antara loneliness dan perilaku parasosial pada


wanita dewasa muda. Skripsi. Universitas Indonesia.

Sermat, V. (1978). Sources of loneliness. Essence, 2(1), 271-276.

Shefner-Rogers, C, L., Rogers, E. M., & Singhal, A. (1998). Parasocial interaction


with the television soap operas “simpelemente maria” and “oshin”.
Journal of Communication, 20(1), 2-17.

Steinberg, L., Vandell, D.L., & Bonstein, M. H. (2011). Development: Infancy


through adolescence. USA: Wadsworth.

Stever, G.S., & Lawson, K. (2013). Twitter as a way for celebrities to


communicate with fans: implications for the study of parasocial
interaction. North American Journal of Psychology, 15(1), 339.
85

Theran, S.A., Newberg, E.M., & Gleason, T.R. (2010). Adolescent girls’
parasocial interactions with media figures. The Journal of Genetic
Psychology, 171(3), 270-277.

Tsay, M., & Schwartz. (2014). Theorizing parasocial interactions based on


authenticity: The development of a media figure classification scheme.
Psychology of Popular Media Culture, 3(2), 66-78.

Wang, Q., Fink, E.L., & Cai, D.A. (2008). Loneliness, gender, and parasocial
interaction: A uses and gratifications approach. Communication Quarterly,
56(2), 87-109.
86

LAMPIRAN
87

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN

Dengan hormat,

Saya Nashwa Oelfy, saat ini sedang memenuhi sebagian persyaratan

dalam penyelesaian pendidikan pada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri Jakarta. Sebagai bahan penulisan skripsi, saya

melaksanakan penelitian mengenai remaja yang menyukai K-Pop dan memiliki

artis K-Pop yang disukai atau favorit.

Sehubungan dengan itu, dimohon kesediaan Anda untuk mengisi

kuesioner ini sesuai dengan petunjuk pengisiannya. Hasil penelitian ini hanya

untuk kepentingan akademik dan jawaban Anda dijamin kerahasiannya. Atas

waktu yang diberikan, saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Jakarta, November 2014

Nashwa Oelfy

IDENTITAS RESPONDEN

Nama/Inisial : ....................................................
Usia : ..........................................Tahun
Pendidikan : ....................................................
Alamat : ....................................................
Artis Kpop favorit/yang disukai : ....................................................
Durasi menyaksikan, mendengarkan, dan mencari : .............................................Jam
informasi mengenai Artis Kpop dalam sehari
Aktivitas mengkonsumsi Kpop : 1. Menonton konser Kpop
88

*(pilih salah satu dari tujuh kategori) 2. Mendengar radio Kpop


3. Social media (twitter,
facebook, instagram, dll)
4. Melihat artikel Kpop
5. Mendengar musik Kpop
6. Membaca majalah Kpop
7. Menonton video Kpop (music
video, music show, variety
show, reality show, dll)

Petunjuk Pengisian:

1. Anda dimohon untuk memberikan jawaban sesuai dengan keadaan Anda


secara objektif dengan memberi tanda silang (X) pada salah satu kriteria
untuk setiap pernyataan yang menurut Anda paling tepat.
2. Skor yang diberikan tidak mengandung nilai jawaban benar-salah
melainkan menunjukkan kesesuaian penilaian Anda terhadap isi setiap
pernyataan. Pilihan jawaban yang tersedia adalah:
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju

3. Sebelum menyerahkan lembaran ini, harap periksa kembali dan


pastikan semua nomor terisi dengan baik.
4. Contoh :
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya mengagumi kemampuan selebriti X
favorit saya
89

Skala I

Keterangan: Seluruh pernyataan pada Skala I dikaitkan dengan Artis Kpop


favorit Anda.

No. Pernyataan SS S TS STS


Jika selebriti favorit saya muncul di suatu
1 acara/film/drama/variety show yang berbeda, saya akan
menontonnya
2 Saya ingin bertemu dengan selebriti favorit saya
Saya akan terus mengikuti perkembangan selebriti favorit
3
saya di TV, radio, dan internet.
Jika ada berita mengenai selebriti favorit saya di koran atau
4
majalah, saya akan membacanya
Saya rela mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar
5 untuk membeli tiket konser agar bisa bertemu dengan
selebriti favorit saya
6 Saya berharap dapat selalu melihat selebriti favorit saya
Menurut saya, bertemu dengan selebriti favorit saya
7
bukanlah hal yang penting
Saya merindukan selebriti favorit saya ketika saya tidak
8
melihatnya sejenak
Saya merasa sedih jika selebriti favorit saya membuat
9
kesalahan
Selebriti favorit saya membuat saya nyaman, seolah-olah ia
10
seperti teman untuk saya
Ketika selebriti favorit saya mengalami sesuatu yang
11
buruk, saya merasa hal tersebut juga terjadi kepada saya
No. Pernyataan SS S TS STS
Saya merasa senang jika selebriti favorit saya
12
memenangkan suatu penghargaan
Saya akan merasa lebih dekat dengan selebriti favorit saya
13
ketika saya mengikuti perkembangan dan kabar-kabarnya
Saya akan merasa tenang jika mendengar suara selebriti
14
favorit saya
Lagu-lagu yang dinyanyikan oleh selebriti favorit saya
15
selalu membuat saya merasa nyaman
16 Bagi saya, suara selebriti favorit saya merdu sekali
Saya merasa suasana hati saya menjadi jauh lebih baik
17
ketika mendengarkan suara selebriti favorit saya
Semua rasa lelah karena aktivitas yang saya lakukan akan
18 berkurang ketika saya mendengar suara selebriti favorit
saya
19 Selebriti favorit saya adalah seseorang yang menarik
20 Selebriti favorit saya selalu menampilkan gaya busana
90

yang berbeda setiap tampil di manapun


Selebriti favorit saya tidak memiliki penampilan fisik yang
21
baik
Saya menyukai bentuk tubuh selebriti favorit saya yang
22
terlihat sempurna
Selebriti favorit saya memiliki kecantikan/ketampanan
23
yang natural
Saya melihat selebriti favorit saya selalu terlihat natural,
24
karena ia selalu tampil apa adanya/sederhana
Selain penampilan fisik, selebriti favorit saya memiliki
25
inner beauty
Saya mengagumi kecantikan/ketampanan yang dimiliki
26
oleh selebriti favorit saya
Saya berfikir bahwa selebriti favorit saya akan terlihat
27
lebih cantik/tampan ketika tidak menggunakan make-up
Ketika selebriti favorit saya menunjukkan bagaimana cara
28 ia menghadapi suatu masalah, hal tersebut dapat membantu
saya dalam pengendalian masalah saya
Selebriti favorit saya merupakan panutan yang baik karena
29
usaha dan kerja kerasa yang ia lakukan pada karirnya
Saya suka mengikuti gaya busana (fashion) selebriti favorit
30
saya
Saya dapat membayangkan diri saya seperti selebriti
31
favorit saya
Saya lebih tertarik menjadi diri saya sendiri daripada
32
berperilaku atau bersikap seperti selebriti favorit saya
Selebriti favorit saya tampaknya memahami hal-hal yang
33
ingin saya ketahui
Saya ingin membandingkan ide-ide saya dengan ide yang
34
dikatakan oleh selebriti favorit saya
Saya memiliki gaya busana yang sama dengan selebriti
35
favorit saya
No. Pernyataan SS S TS STS
Saya memiliki kualitas yang sama dengan selebriti favorit
36
saya
Saya terlihat memiliki kepercayaan dan sikap yang sama
37
seperti selebriti favorit saya
Saya menganggap selebriti favorit saya bukanlah sebagai
38
figur/model bagi saya
Skala II

No. Pernyataan SS S TS STS


1 Saya merasa nyaman dengan hubungan emosional saya
Saya ingin terbuka dengan orang lain tetapi saya merasa
2
bahwa saya tidak dapat percaya dengan orang lain
91

Saya merasa cemas ketika hubungan saya dengan orang


3
lain menjadi dekat
Saya ingin memiliki hubungan yang dekat dengan orang
4 lain, tetapi saya sulit untuk percaya seutuhnya kepada
mereka
Saya lebih memilih untuk tidak saling bergantung sama
5
lain dengan orang lain
Saya sering membayangkan apakah ada orang lain yang
6
menyukai saya
7 Saya menjauhi hubungan yang dekat dengan orang lain
Saya merasa bahwa saya lebih menyukai orang lain
8
dibandingkan mereka
Saya percaya kepada orang lain dan saya merasa senang
9
ketika mereka dapat mengandalkan saya
Saya sering merasa ketakutan jika ada orang lain yang
10
tidak menyukai saya
11 Menjadi mandiri adalah hal yang penting untuk saya
Sangat mudah untuk saya dalam memiliki hubungan yang
12
dekat dengan orang lain
Saya merasa nyaman dengan hubungan akrab yang saya
13
miliki
Saya senang dengan diri saya yang dapat berdiri sendiri
14
tanpa bantuan orang lain
Bagi saya, pandangan orang lain terhadap saya bukanlah
15
hal yang penting
Menurut saya, seseorang yang dapat bergantung satu sama
16
lain dengan orang lain merupakan suatu hal yang penting
17 Saya benar-benar tidak membutuhkan orang lain
Saya takut saya akan ditipu ketika saya dekat dengan orang
18
lain
Saya selalu merasa bahwa orang lain lebih menarik
19 dibandingkan saya

No. Pernyataan SS S TS STS


Saya percaya bahwa orang-orang terdekat saya akan ada
20
disaat saya membutuhkan mereka
Saya waspada untuk memiliki hubungan yang dekat
21
dengan orang lain, karena saya takut disakiti
Sangat penting untuk saya tahu jika ada seseorang yang
22
menyukai saya

Petunjuk Pengisian Skala III:


92

1. Pilihan jawaban yang tersedia adalah:


TP : Tidak Pernah (0 kali dalam seminggu)
KK : Kadang-kadang (1-2 kali dalam seminggu)
SR : Sering (3-6 kali dalam seminggu)
SL : Selalu (7 kali dalam seminggu)
2. Contoh :
No. Pernyataan TP KK SR SL
1. Seberapa sering saya merasa percaya diri? X

Skala III

No. Pernyataan TP KK SR SL
1. Seberapa sering kamu merasa harmonis dengan orang-
orang di sekitar?
2. Seberapa sering kamu merasa kurang dalam menjalin
persahabatan?
Seberapa sering kamu merasa tidak ada satu orangpun yang
3
dapat menjadi tempat curahan hati (curhat)?
4 Seberapa sering kamu merasa sendiri?
Seberapa sering kamu merasa menjadi bagian dari
5
kelompok pertemanan?
Seberapa sering kamu merasa memiliki banyak kesamaan
6
dengan orang-orang di sekitar?
Seberapa sering kamu merasa tidak lagi dekat dengan
7
siapapun?
Seberapa sering kamu tidak terbuka dengan orang lain
8
mengenai hobi dan ide-ide yang kamu miliki?
9 Seberapa sering kamu merasa ramah atau bersahabat?
10 Seberapa sering kamu merasa dekat dengan seseorang?
11 Seberapa sering kamu merasa ditinggalkan?
Seberapa sering kamu merasa hubungan sosial kamu
12
dengan yang lain tidak berarti?
Seberapa sering kamu merasa tidak ada seorang pun yang
13
sangat mengenalmu dengan baik?
No. Pernyataan TP KK SR SL
Seberapa sering kamu merasa terisolasi/terkucilkan dari
14
orang lain?
Seberapa sering kamu merasa dapat menemukan
15
persahabatan yang kamu inginkan?
Seberapa sering kamu merasa ada seseorang yang benar-
16
benar memahamimu?
17 Seberapa sering kamu merasa malu?
18 Seberapa sering kamu merasa orang-orang di sekitarmu,
93

tetapi tidak bersamamu?


Seberapa sering kamu merasa bahwa ada orang yang dapat
19
berbicara denganmu?
Seberapa sering kamu merasa bahwa kamu memiliki teman
20
yang selalu ada ketika kamu mengalami musibah?

Terima kasih atas partisipasinya 


Mohon diperiksa kembali dan pastikan semua nomor terisi dengan baik.
94

LAMPIRAN 2 SYNTAX ANALISIS FAKTOR KONFIRMATORI

Interaksi Parasosial – Empathy Interaksi Parasosial - Physical Attraction


UJI VALIDITAS PSI EMPATHY UJI VALIDITAS PSI PA
DA NI=13 NO=258 MA=PM DA NI=14 NO=258 MA=PM
LA LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19
ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25
ITEM13 ITEM26 ITEM27
PM SY FI=EMP.COR PM SY FI=PA.COR
MO NX=13 NK=1 LX=FR TD=SY MO NX=14 NK=1 LX=FR TD=SY
LK LK
EMPATHY PHYSICALATTRACTION
FR TD 13 10 TD 9 8 TD 3 1 TD 11 10 TD 9 5 FR FR TD 4 1 TD 4 3 TD 5 2 TD 11 10 TD 3 2 FR TD 11
TD 4 3 TD 7 2 TD 7 5 TD 10 2 TD 7 6 7 TD 13 1 TD 12 7 TD 7 3 TD 14 6
FR TD 12 3 TD 12 1 TD 6 1 TD 8 5 TD 9 4 FR TD FR TD 6 1 TD 9 8 TD 9 5 TD 9 1 TD 6 2
5 1 TD 12 10 TD 13 12 TD 11 6 FR TD 6 5 TD 12 5 TD 13 8 TD 8 7 TD 7 2 FR TD 14
FR TD 13 3 TD 11 1 TD 9 3 TD 5 3 11 TD 14 7 TD 5 4 TD 5 1 TD 4 2 FR TD 2 1 TD 9 4
FR TD 12 7 TD 4 1 TD 13 5 TD 14 9 TD 14 4 TD 13 11 FR TD 10 7 TD 14 10 TD
PD 3 1 TD 5 3 TD 12 1 FR TD 6 4 TD 11 8 TD 10 8 TD
OU TV SS MI 7 1 TD 12 10
FR TD 13 9
PD
OU TV SS MI
Interaksi Parasosial - Perceived Similarity Attachment Styles - Secure
UJI VALIDITAS PSI PERCEIVED SIMILARITY UJI VALIDITAS AS SECURE
DA NI=11 NO=258 MA=PM DA NI=8 NO=258 MA=PM
LA LA
ITEM28 ITEM29 ITEM30 ITEM31 ITEM32 ITEM1 ITEM3 ITEM7 ITEM9 ITEM12 ITEM13
ITEM33 ITEM34 ITEM35 ITEM36 ITEM37 ITEM16 ITEM20
ITEM38 PM SY FI=SECURE.COR
PM SY FI=PS.COR MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY
MO NX=11 NK=1 LX=FR TD=SY LK
LK SECURE
PERCEIVED SIMILARITY FR TD 3 2
FR TD 8 5 TD 5 1 TD 9 5 TD 6 3 TD 10 7 PD
FR TD 7 1 TD 3 1 TD 10 8 TD 6 2 TD 7 4 OU TV SS MI
FR TD 7 3 TD 10 1 TD 9 4 TD 11 5 TD 8 7 FR TD
7 2 TD 9 7 TD 11 9 TD 10 6 TD 7 5
PD
OU TV SS MI AD=OFF IT=1000
Attachment Styles – Fearful Attachment Styles - Preoccupied
UJI VALIDITAS AS FEARFUL UJI VALIDITAS AS PREOCCUPIED
DA NI=4 NO=258 MA=PM DA NI=6 NO=258 MA=PM
LA LA
ITEM2 ITEM4 ITEM18 ITEM21 ITEM6 ITEM8 ITEM10 ITEM15 ITEM19 ITEM22
PM SY FI=FEAR.COR PM SY FI=PRE.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY
LK LK
FEARFUL PREOCCUPIED
FR TD 3 2 FR TD 4 3 TD 6 1
PD PD
OU TV SS MI OU TV SS MI
95

Attachment Styles – Dismissing Loneliness - Personality


UJI VALIDITAS AS DISMISSING UJI VALIDITAS LONELINESS PERSONALITY
DA NI=4 NO=258 MA=PM DA NI=8 NO=258 MA=PM
LA LA
ITEM5 ITEM11 ITEM14 ITEM17 ITEM3 ITEM6 ITEM8 ITEM9 ITEM13 ITEM15
PM SY FI=DIS.COR ITEM16 ITEM17
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY PM SY FI=PERSON.COR
LK MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY
DISMISSING LK
FR TD 3 2 PERSONALITY
PD FR TD 7 6 TD 7 4 TD 8 5 TD 6 5 TD 7 2
OU TV SS MI FR TD 8 3 TD 6 1
PD
OU TV SS MI
Loneliness - Social Desirability Loneliness - Depression
UJI VALIDITAS LONELINESS SOCIAL UJI VALIDITAS LONELINESS DEPRESSION
DESIRABILITY DA NI=6 NO=258 MA=PM
DA NI=6 NO=258 MA=PM LA
LA ITEM2 ITEM4 ITEM11 ITEM12 ITEM14 ITEM18
ITEM1 ITEM5 ITEM7 ITEM10 ITEM19 ITEM20 PM SY FI=DEP.COR
PM SY FI=SODES.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY
MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY LK
LK DEPRESSION
SOCIALDESIRABILITY FR TD 3 1 TD 6 4
FR TD 2 1 PD
PD OU TV SS MI
OU TV SS MI
96

LAMPIRAN 3
PATH DIAGRAM

1. Path Diagram Interaksi Parasosial

a. Empathy
97

b. Physical Attraction
98

c. Perceived Similarity
99

2. Path Diagram Attachment Styles

a. Secure

b. Fearful
100

c. Preoccupied

d. Dismissing
101

3. Path Diagram Loneliness

a. Personality

b. Social Desirability
102

c. Depression
103

LAMPIRAN 4 HASIL UJI HIPOTESIS

Model Summary
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
a
1 .308 .095 .069 8.95681
a. Predictors: (Constant), LoneDepression,
LoneSocialDesirability, Dismissing, Preoccupied, Secure,
LonePersonality, Fearful

Perolehan R Square variabel besar


Model Summary
Std. Change Statistics
Adjusted
Mo R Error of
R R R Square F Sig. F
del Square the df1 df2
Square Chance Chance Change
Estimate
1 .267a .071 .056 9.01961 .071 4.838 4 253 .001
2 .308b .095 .069 8.95681 .024 2.187 3 250 .090

ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2100.734 7 300.105 3.741 .001a
Residual 20056.114 250 80.224
Total 22156.848 257
a. Predictors: (Constant), LoneDepression, LoneSocialDesirability, Dismissing,
Preoccupied, Secure, LonePersonality, Fearful
b. Dependent Variable: InteraksiParasosial
104

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 21.683 10.125 2.141 .033
Secure .125 .086 .088 1.449 .149
Fearful -.073 .057 -.079 -1.280 .202
Preoccupied .308 .089 .213 3.476 .001
Dismissing .123 .117 .063 1.047 .296
LonePersonality .134 .076 .109 1.771 .078
LoneSocialDesirabilit -.131 .084 -.095 -1.550 .122
y
LoneDepression .080 .056 .086 1.425 .156
a. Dependent Variable: InteraksiParasosial
105

Proporsi varians masing-masing independent variables

Model Summary
Std. Error Change Statistics
Mod R Adjusted of the R Square F Sig. F
el R Square R Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .126 .016 .012 9.22930 .016 4.118 1 256 .043
2 .137b .019 .011 9.23402 .003 .739 1 255 .391
3 .260c .067 .056 9.01967 .049 13.264 1 254 .000
4 .267d .071 .056 9.01961 .004 1.004 1 253 .317
5 .281e .079 .061 8.99888 .008 2.167 1 252 .142
6 .296f .087 .066 8.97516 .008 2.333 1 251 .128
7 .308g .095 .069 8.95681 .007 2.030 1 250 .156
a. Predictors: (Constant), Secure
b. Predictors: (Constant), Secure, Fearful
c. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied
d. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing
e. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing, LonePersonality
f. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing, LonePersonality,
LoneSocialDesirability
g. Predictors: (Constant), Secure, Fearful, Preoccupied, Dismissing, LonePersonality,
LoneSocialDesirability, LoneDepression

Anda mungkin juga menyukai