Anda di halaman 1dari 27

GAMBARAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI PADA

KORBAN BODY SHAMING

Proposal

OLEH :

AMALLIA DWI PERMATA

1609110034

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH

BANDA ACEH

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Istilah Body Shaming adalah bentuk dari tindakan mengomentari fisik,

penampilan, atau citra diri seseorang. Body shaming saat ini sudah menjadi isu

nyata yang hampir dialami semua orang, apapun bentuk tubuh yang dimilikinya.

Sudah bukan rahasia umum lagi jika seseorang begitu memperhatikan bentuk

tubuhnya hingga melahirkan suatu body-image yang positif atau malah negatif.

Menurut kamus psikologi (Chaplin, 2005) citra tubuh atau biasa disebut body

image adalah ide seseorang mengenai penampilannya di hadapan orang (bagi)

orang lain.

Body image ini tentu sangat dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan diri masing-

masing orang. Lantas, apa jadinya jika sebagian dari kita masih melakukan body

shaming? Bahkan, body shaming ini jarang kita sadari. Ironisnya, beberapa dari

kita menganggap bahwa body shaming hanyalah sebuah candaan belaka.

“Kamu kok gemukan ya sekarang. “

“Chubby banget tuh pipi. Makanya diet.“

“Kamu kurus banget. Kamu kalau agak gemukan dikit pasti cakep.”

“Pendek banget sih jadi cewek.”

Kata-kata diatas mungkin mempunyai maksud untuk bercanda atau memuji.

Padahal, tidak semua orang dapat menerima perkataan seperti apa yang kita

harapkan. Apa yang menurut kita baik, belum tentu baik bagi orang lain.

Begitupun dengan body shaming, mungkin mereka yang menerima body shaming
bisa saja sakit hati atau tidak makan berhari-hari karena kata yang kita anggap

hanya candaan saja. Bahkan, seseorang kerap kali dicap mudah baper (bawa

perasaan) dan sensitif jika tersinggung oleh body shaming. Padahal, si body

shamers (sebutan untuk orang yang melakukan body shaming) belum tentu tahu

jika orang yang mereka komentari sudah sadar akan perubahan bentuk tubuhnya

atau malah sedang berupaya keras demi perubahan tubuhnya. Itulah sebabnya,

body shaming menandakan seseorang belum dewasa.

Penelitian McKinley (1996) menunjukkan body shaming berkaitan dengan

harga diri,diet serta gejala gangguan makan. Selain itu, pada penelitian Noll dan

Fredrickson (1998) body shaming sebagai mediator hubungan berbagai variabel

misalnya dengan self-objectification dengan gangguan makan, body shaming bisa

semakin meningkat karena relationship contingency dan pentingnya menemukan

pasangan sebagai tuntutan masyarakat (Sanchez dkk, 2008).

Body shaming tentu memberikan efek tekanan tersendiri bagi orang yang

mengalaminya. Body shaming juga merupakan bentuk dari bullying yang jarang

diketahui manusia saat ini. Contoh kecilnya; seseorang bisa saja melakukan diet

ketat dengan minum air saja tanpa disertai makanan yang mengandung

karbohidrat dan protein cukup hanya demi turunnya berat badan dalam kurun

waktu yang singkat dengan tujuan terlihat cantik sesuai standar lingkungan

sekitarnya.

Efek dari body shaming lainnya juga beragam, mulai dari jatuhnya harga diri,

depresi, bahkan gangguan makan seperti bulimia dan anoreksia nervosa. Perlu
diketahui, setiap orang mempunyai bentuk tubuh ideal yang berbeda walaupun

sudah mencapai berat badan ideal sekalipun. Apa yang kita perlukan hanyalah

menjaga kesehatan tanpa dipengaruhi oleh body image yang negatif. Tak jarang

bukan, jika kita menemukan seseorang yang menyimpulkan bahwa dirinya sangat

gemuk padahal kenyataannnya tidak gemuk? Inilah salah satu efek dari body

shaming yang sudah mempengaruhi kepercayaan diri seseorang.

Dari fenomena tersebut menimbulkan ketertarikan untuk meneliti tentang

dampak yang terjadi pada korban body shaming dengan judul, “GAMBARAN

TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI PADA KORBAN BODY SHAMING”.

1.2 Fokus Penelitian

Untuk mempermudah dalam menganalisis penelitian ini, maka penelitian

difokuskan pada gambaran tingkat kepercayaan diri pada korban body shaming,

yang meliputi pengertian body shaming, jenis-jenis body shaming, dampak yang

ditimbulkan serta pengaruhnya terhadap tingkat kepercayaan diri individu yang

menjadi korban.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka Tujuan

Penelitian yang ingin di capai adalah:

1. Untuk mengetahui apa saja dampak yang ditimbulkan akibat perilaku body

shaming

2. Untuk mengetahui tingkat kepercayaan diri pada korban body shaming


1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini di harapkan dapat menjadi pengetahuan bahwa melakukan penilaian

berlebih terhadap fisik individu lain yang menghasilkan body shaming dapat

menyebakan berkurangnya rasa kepercayaan diri serta gangguan mental terhadap

individu lain tersebut.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat membantu korban body shaming menyadari penilaian

terhadap tubuh mereka, menghindarkan penurunan rasa percaya diri serta dampak

yang dapat ditimbulkan oleh body shaming. Selain itu membuat mereka menerima

kondisi tubuhnya agar tidak melakukan hal-hal menyimpang akibat dari dampak

negatif body shaming. Memberikan penjelasan kepada masyarakat agar tidak

melakukan perbuatan yang akan merujuk pada perilaku body shaming.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepercayaan Diri

2.1.1 Definisi Percaya Diri

Percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis dari seseorang

yang member keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan

sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri

negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup

diri. Maka percaya diri juga dapat diartikan suatu kepercayaan akan

kemampuan sendiri yang memadai dan menyadari kemampuan yang

dimiliki dapat dimanfaatkan secara tepat (Arijati, Modul Bimbingan

Konseling Kelas).

2.1.2 Ciri-Ciri Orang Yang Memiliki Percaya Diri Yang Tinggi

Thursan Hakim bukunya yang berjudul “Mengatasi Rasa Tidak

Percaya Diri” menyatakan bahwa orang-orang yang mempunyai rasa

percaya diri yang tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan segala sesuatu.

b. Mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai.

c. Mampu menetralisasi ketegangan yang muncul di dalam berbagai

situasi.

d. Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi.


e. Memilki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang

penampilannya.

f. Memiliki kecerdasan yang cukup.

g. Memiliki keahlian atau keterampilan lain yang menunjang

kehidupannya.

h. Memiliki kemampuan bersosialisasi.

i. Memilki latar belakang pendidikan keluarga yang baik.

j. Memilki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi

kuat dan tahan di dalam menghadapi berbagai cobaan hidup.

k. Selalu bereaksi positif di dalam menghadapi berbagai masalah

2.1.3 Ciri-Ciri Orang Yang Tidak Memiliki Percaya Diri Yang

Tinggi

Thursan Hakimbukunya yang berjudul “ Mengatasi Rasa Tidak

Percaya Diri ” menyatakan bahwa orang-orang yang tidak rasa percaya diri

yang tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Mudah cemas dalam mengahadapi persoalan dengan tingkat

kesulitan tertentu.

b. Memiliki kelemahan atau kekurangan dari segi mental, fisik, sosial,

atau ekonomi

c. Sulit menetraliasasi timbulnya ketegangan di dalam suatu situasi.

d. Gugup dan terkadang bicara gagap.

e. Memiliki latar belakang pendidikan keluarga kurang baik.


f. Kurang memiliki kelebihan pada bidang tertentu dan tidak tahu

bagaimana cara mengembangkan diri untuk memiliki kelebihan

tertentu.

g. Sering menyendiri dari kelompok yang dianggapnya lebih dari

dirinya.

h. Mudah putus asa.

i. Cenderung tergantung pada orang lain dalam mengatasi masalah.

j. Pernah mengalami trauma.

k. Sering bereaksi negatif dalam menghadapi masalah, misalnya

dengan menghindari tanggung jawab atau mengisolasi diri, yang

menyebabkan rasa tidak percaya diri semakin buruk.

2.1.4 Perkembangan Percaya Diri

Menurut Thursan Hakim rasa percaya diri tidak muncul begitu saja

pada diri seseorang, tetapi ada proses tertentu didalam pribadinya sehingga

terjadilah pembentukan rasa percaya diri itu. Terbentuknya rasa percaya

diri yang kuat terjadi melalui proses :

a. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses

perkembangan yang melahirkan kelebihan kelebihan tertentu.

b. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang

dimilikinya dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat

segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihannya

tersebut.
c. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan-

kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah

diri atau rasa sulit menyesuaikan diri.

d. Pengalaman didalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan

menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya.

2.1.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Percaya Diri

Rasa percaya diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

dapat digolongkan menjadi dua, yaitu Faktor Internal dan faktor eksternal

1. Faktor Internal

Yang termasuk dalam faktor internal yaitu

a. Konsep Diri

Terbentuknya kepercayaan diri pada seseorang diawali dengan

perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulan suatu

kelompok. Seseorang yang mempunyai rasa percaya diri rendah

biasanya mempunyai konsep diri negatif, sebaliknya orang yang

mempunyai rasa percaya diri tinggi akan memiliki konsep diri positif.

Konsep diri suatu pandangan pribadi yang dimiliki seseorang tentang

dirinya masing - masing dan apa yang terlintas dalam pikiran saat kita

berpikir.

b. Intelegensi / kecerdasan

Kecerdasan seseorang akan tampak setiap kali ia menyesuaikan diri

dengan lingkungan tempat kitaberada, terutama pada saat kita

mengadakan interaksi sosial dengan orang lain melalui komunikasi


lisan. Kecerdasan dan wawasan serta kemampuan berbahasa yang

kurang akan menyulitkan seseorang untuk bisa berkomunikasi dengan

baik dengan sekelompok orang lain yang lebih intelek. Kesulitan

tersebut bisa juga menjadi salah satu sumber yang menyebabkan

seseorang merasa tidak percaya diri untuk bergabung di dalam satu

kelompok tertentu.

c. Keterampilan

Komunikasi Mungkin kita sering menemui beberapa orang yang

tidak bisa berbicara dengan lancar dengan gejala bicara yang tidak

teratur, terlalu cepat, tersendat-sendat, terpatah-patah, mengulang -

ulang suku kata tertentu dan sebagainya. Ketidakmampuan untuk bisa

berbicara dengan lancar dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri

untuk bisa berkomunikasi dengan orang lain. Kita bisa merasa malu

ketika kegagapannya menjadi perhatian orang lain. Akibatnya,

timbullah rasa malu yang bisa menambah rasa tidak percaya diri. Maka

untuk mengatasi hal itu, diperlukanlatihan khusus dan pelayanan

konseling untuk membantu seseorang dalam memahami masalah -

masalah pribadinya masa lalu.

d. Kepribadian

Kepribadian seseorang yang mudah cemas dan penakut, tertanam

sejak masa kecil merupakan bibit tidak percaya diri yang sangat parah.

Penyebab utama masalah ini adalah pola pendidikan keluarga dimasa

kecil yang terlalu keras atau terlalu melindungi atau sering ditakuti oleh
orang sekitarnya. Masalah ini bisa bertambah parah jika seseorang

terlalu menuruti perasaan cemas dan takutnya tanpa berusaha untuk

melawan. Dengan sendirinya, sifat mudah cemas dan takut menjadi

bertambah kuat dan masalah ini hanya bisa diselesaikan dengan

pelayanan konseling khusus yang disertai dengan latihan mental.

2. Faktor Eksternal

a. Pendidikan

Pendidikan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang. Anthony

lebih lanjut mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah

cenderung membuat individu merasa dibawah kekuasaan yang lebih

pandai, sebaliknya individu yang pendidikannya lebih tinggi cenderung

akan menjadi mandiri dan tidak perlu bergantung pada individu lain.

Individu tersebut akan mampu memenuhi keperluan hidup dengan rasa

percaya diri dan kekuatannya dengan memperhatikan situasi dari sudut

kenyataan.

b. Pekerjaan

Rogers mengemukakan bahwa bekerja dapat mengembangkan

kreatifitas dan kemandirian serta rasa percaya diri. Lebih lanjut

dikemukakan bahwa rasa percaya diri dapat muncul dengan melakukan

pekerjaan, selain materi yang diperoleh. Kepuasan dan rasa bangga di

dapat karena mampu mengembangkan kemampuan diri.

c. Berasal dari keluarga yang ekonominya rendah / pas-pasan.


Rasa tidak percaya diri ini biasanya dialami ketika kita harus berada

di lingkungan yang sama dengan orang - orang yang ekonominya tinggi

/ menengah ke atas. Rasa tidak percaya diri yang rasakan ini biasanya

menyangkut komunikasi dan pembauran. Jika memang harus berada di

lingkungan tersebut maka rasa tidak percaya diri akan muncul dan tidak

mampu berkomunikasi dan berbaur dengan orang - orang yang

ekonominya tinggi / menengah ke atas.

d. Pengalaman hidup

Lauster mengatakan bahwa kepercayaan diri diperoleh dari

pengalaman yang mengecewakan, yang paling sering menjadi sumber

timbulnya rasa rendah diri. Lebih - lebih jika pada dasarnya seseorang

memiliki rasa tidak aman, kurang kasih sayang dan kurang perhatian.

e. Lingkungan

Lingkungan disini merupakan lingkungan keluarga dan masyarakat.

Dukungan yang baik yang diterima dari lingkungan keluarga seperti

anggota kelurga yang saling berinteraksi dengan baik akan memberi

rasa nyaman dan percaya diri yang tinggi. Begitu juga dengan

lingkungan masyarakat semakin bisa memenuhi norma dan diterima

oleh masyarakat, maka semakin lancar harga diri berkembang.

Sedangkan pembentukan kepercayaan diri juga bersumber dari

pengalaman pribadi yang dialami seseorang dalam perjalanan hidupnya.

Pemenuhan kebutuhan psikologis merupakan pengalaman yang dialami


seseorang selama perjalanan yang buruk pada masa kanak kanak akan

menyebabkan individu kurang percaya diri.

2.2 Body Shaming

2.2.1 Pengertian Body Shaming

Menurut Michael Lewis (2011) rasa malu adalah hasil aktivitas

kognitif yang kompleks: evaluasi tindakan individu mengenai standar, aturan,

tujuan serta evaluasi global dari diri mereka dan dari orang lain sedangkan

rasa bersalah merupakan emosi yang dihasilkan ketika individu mengevaluasi

perilaku mereka gagal tetapi berfokus pada perilaku spesifik diri atau

tindakan diri yang mengarah pada kegagalan.

Body shame merupakan perasaan malu akan salah satu bentuk bagian

tubuh ketika penilaian orang lain dan penilaian diri sendiri tidak sesuai

dengan diri ideal yang diharapkan individu (Frederickson, 1998 Dalam

Damanik , 2018).

Menurut Honigam dan Castle (2004), body image adalah gambaran

mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, dan bagaimana

seseorang mempersepsikan danmemberikan penilaian atas yang dipikirkan

dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya sendiri, dan atas penilaian

orang lain terhadapa dirinya.

2.2.2 jenis-jenis body shaming


Body shame terdiri dari dua jenis yaitu acute body shame dan chronic

body shame yang dikemukakan oleh Damanik, 2018 :

a. Acute Body shame

Acute Body shame lebih berhubungan dengan aspek

perilaku dari tubuh, seperti pergerakan atau tingkah laku. Istilah ini

biasa dikenal dengan embarrassment, tipe body shame yang biasanya

terjadi pada persiapan yang tak diduga atau tidak direncanakan. Jenis

body shame ini terjadi pada kasus seperti kejadian yang terjadi dalam

interaksi sosial seperti sebuah presentasi diri yang mengalami

kegagapan, gagal atau tidak sesuai dengan tingkah laku yang

diharapkan, muncul sebagai hasil dari pelanggaran perilaku,

penampilan atau pertunjukan, atau kehilangan kontrol sementara dan

tidak terduga atas suatu tubuh atau fungsi tubuh. Body shame acute ini

merupakan rasa malu yang wajar terjadi dalam interaksi sosial bahkan

rasa malu ini dibutuhkan dalam interaksi sosial.

b. Chronic body shame

Jenis kedua dari body shame muncul disebabkan oleh

bentuk permanen dan terus menerus dari sebuah penampilan atau

tubuh, seperti berat badan, tinggi dan warna kulit. Selain itu, body

shame ini juga dapat muncul karena stigma atau cacat seperti bekas

luka atau kelumpuhan. Selain penampilan, chronic body shame

berhubungan dengan fungsi tubuh dan kecemasan yang biasa dialami

seperti tentang jerawat, penyakit, hal buang air besar, penuaan dan
sebagainya. Tambahan, body shame ini dapat muncul pada saat gagap

ataupun canggung yang kronis. Apapun yang menginduksinya, body

shame jenis ini akan muncul secara menahun dan berulang-ulang pada

suatu kesadaran dan membawa rasa sakit yang berulang dan mungkin

konstan. Body shame kronis menekan dan menyakiti. Body shame ini

dapat menuntun pengurangan pengalaman tubuh yang konstan

mempengaruhi harga diri dan nilai diri (self-esteem dan self-worth).

2.2.3 Pengaruhnya terhadap tingkat kepercayaan diri individu yang

menjadi korban.

Dampak dari body shamming sangatlah mengkhawatirkan,

karena akan mengganggu stabilitas psikologis diri dan akan membuat

diri menjadi tidak berari dimata orang lain. Beberapa dampak dari

body shamming yang dipaparkan oleh rudi (2017) sebagai berikut :

1. Sebagai anak dan remaja jadi malas keluar rumah.

2. Sulit berteman. Sekalinya punya teman, jatuhnya bisa canggung,

sulit terbuka.

3. Ada teman yang selalu membuly.

4. Punya kebencian (kadang sampai ekstrim) pada mereka yang

(dianggap) lebih cantik / tampan di mata masyarakat.

5. Kejenuhan dalam berteman , ikarena kondisi mengeluh dan tidak

puas diri akan kondisi tubuh.

6. Sulit percaya sama pernyataan orang lain.

7. Mudah tersulut amarah dan benci sama orang lain.


8. Ingin tahu rasanya menyakiti orang lain (Balasa Dendam yang

salah)

9. Menutup diri

2.2.4 Dimensi Body Shaming

Cash (2002) mengemukakan ada lima dimensi dalam pengukuran

body image, yaitu :

a. Appearance evaluation (evaluasi penampilan) Evaluasi

penampilan yaitu penilaian penampilan secara keseluruhan tubuh.

b. Appearance orientation (orientasi penampilan) Orientasi

penampilan yaitu pandangan yang mendasar tentang penampilan

diri.

c. Body area satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh)

Kepuasaan terhadap bagian tubuh, yaitu mengukur kepuasaan

individu terhadap bagian tubuh secara spesifik secara keseluruhan

dari atas sampai bawah

d. Overweight preoccupation (kecemasan menjadi gemuk)

Kecemasan menjadi gemuk yaitu kewaspadaan individu terhadap

bertambahnya berat badan, dan akan membatasi pola makan.

e. Self-classified weight (Pengkategorian ukuran tubuh)

Pengkategorian ukuran tubuh, yaitu pengklasifikasikan golongan

tubuh, dari kurus sampai gemuk. Berdasarkan penjelasan diatas

dapat diambil kesimpulan bahwa dimensi body image sebagai

berikut : Appearance evaluation, Appearance orientation, Body


area satisfaction, Overweight preoccupation, Self-classified

weight.

2.2.5 Ciri-ciri Body Shaming

Adapun ciri-ciri perilaku body shaming, diantaranya (Vargas, 2015):

a. Mengkritik

penampilan sendiri, melalui penilaian atau perbandingan dengan

orang lain (seperti: "Saya sangat jelek dibandingkan dia."

"Lihatlah betapa luas bahuku.").

b. Mengkritik penampilan orang lain di depan mereka, (seperti:

"Dengan paha itu, Anda tidak akan pernah mendapatkan teman

kencan.").

c. Mengkritik penampilan orang lain tanpa sepengetahuan mereka.

(seperti: "Apakah Anda melihat apa yang dia kenakan hari ini?

Tidak menyanjung."Paling tidak Anda tidak terlihat seperti dia!").


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif (Qualitative Research). Bogdan dan Taylor (Dalam

Moleong, 2007) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dari

individu tersebut secara holistik (Utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh

mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tapi

perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Penelitian kualitatif

deskriptif adalah berupa penelitian dengan metode atau pendekatan studi kasus

(Case Study).

3.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan beberapa subjek yang diambil dari korban body

shaming yang ada di Kota Banda Aceh.

3.3 Sampling
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian populasi yang diambil sebagai

sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi (Sugiyono, (2016)). Teknik

pengambilan data sampel menggunakan teknik Purposive sampel adalah sampel

yang dipilih karena memang menjadi sumber dan kaya dengan informasi tentang

fenomena yang ingin diteliti. Pengambilan sampel ini didasarkan pada pilihan

peneliti tentang aspek apa dan siapa yang dijadikan fokus pada saat situasi tertentu

dan saat ini terus-menerus sepanjang penelitian, sampling bersifat purposive yaitu

tergantung pada tujuan fokus suatu saat.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara bertahap dimulai melakukan Untuk

memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, teknik yang akan peneliti

gunakan adalah sebagai berikut :

Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (Interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan pewawancara (Interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu (Moloeng, 2007: 186). Wawancara dipergunakan untuk

mengadakan komunikasi dengan subjek penelitian sehingga diperoleh data-data

yang diperlukan. Teknik wawancara mendalam ini diperoleh langsung dari subyek

penelitian melalui serangkaian tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait

langsung dengan pokok permasalahan.

3.5 Analisa Data


Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan

data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat

dikelola, mensintesisnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan

pada orang lain. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

mengacu pada konsep Milles & Huberman (1992) yaitu interactive model yang

mengklasifikasikan analisis data dalam tiga langkah, yaitu :

Reduksi data (Data Reduction )

Reduksi data yaitu suatu proses pemilahan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan tertulis di lapangan.

Penyajian data (Display Data)

Data ini tersusun sedemikian rupa sehingga memberikan kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Adapun bentuk yang lazim

digunakan pada data kualitatif terdahulu adalah dalam bentuk teks naratif. Terkait

dengan display data.

Penarikan kesimpulan (Verifikasi)

Dalam penelitian ini akan diungkap mengenai makna dari data yang

dikumpulkan. Dari data tersebut akan diperoleh kesimpulan yang tentatif, kabur,

kaku dan meragukan, sehingga kesimpulan tersebut perlu diverifikasi. Verifikasi

dilakukan dengan melihat kembali reduksi data maupun display data sehingga

kesimpulan yang diambil tidak menyimpang.

3.6 Keterpercayaan Penelitian


Sebelum interview dilakukan terlebih dahulu partisipan mendapatkan

penjelasan tujuan, manfaat penelitian, hak partisipan yang dapat mengundurkan

diri dari kegiatan penelitian sewaktu-waktu bila partisipan merasa tidak ingin

melanjutkan lagi kegiatan penelitian ini. Penjelasan lain yang diberikan terkait

kerahasian dari partisipan tetap terjaga dengan tidak mencantumkan nama

partisipan (anonymity), dan identitas partisipan dirahasiakan (confidentiality).

Data diambil hanya sebatas informasi yang sesuai dan bermanfaat untuk

penelitian yang sedang dilakukan serta tidak digunakan untuk sesuatu yang

merugikan partisipan (beneficence). Setelah partisipan menyetujui baru

dilanjutkan dengan penandatangan informed concent oleh partisipan.


BAB IV

HASIL WAWANCARA/OBSERVASI

LAPORAN HASIL WAWANCARA

IDENTITAS :

NAMA : CUT NITA


USIA : 22 TAHUN
PEKERJAAN : MAHASISWI

ALAMAT :AJUEN JEUMPET, ACEH BESAR

TOPIK : TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI PADA KORBAN


BODY SHAMING

WAKTU : 16.35 WIB

TEMPAT : TAUFIK KUPI SIMPANG DODIK

TIPE WAWANCARA : TIDAK TERSTRUKTUR

HASIL WAWANCARA:

A: Assalamualaikum Icut

C: Waalaikumsalam mel

A: udah lama ya Icut nunggu?


C: hehe mana ada lama, baru juga Icut datang nih, jadi kek mana mel, apa yang
mau ditanya nih?

A: jadi kayak yang Amel bilang kemaren cut, tentang body shaming.

C: oh iya, iya.

A: jadi gimana nih menurut pendapat icut mengenai perilaku body shaming itu?

C: kalo menurut icut sih, body shaming itu memang gak bagus. Terus itu tuh gak
sopan kali untuk dilakukan. Jahat sih ya kalo orang yang melakukan body
shaming.

A: kenapa icut menganggap pelakunya itu jahat?

C: iyalah jahat, soalnya itu kan bisa menyakiti hati orang yang jadi korbannya.
Memang gak menyakiti secara fisik, tapi kan secara perasaannya pasti bakalan
sakit hati, mungkin nanti orang bisa aja tersinggung kan.

A: amel kan sering nih dengar orang bilang-bilang untuk icut, terus gimana
perasaan icut saat orang bercandain gitu cut? Bilang-bilang Icut gendut lah, atau
saat orang bilang “dah sehat kali kok dek?”

C: ya kalo icut sih sebenarnya ga terlalu masukkin ke hati kalo ada yang bilang
gitu ke icut, icut anggapnya orang cuma bercanda aja bilang-bilang gitu, tapi tetap
aja sih kadang-kadang icut juga gak enak dibilang gitu, rasanya kayak jelek kali
udah icut nih kalo dibilang gitu ee. Hehehe.

A: jadi gimana jawaban icut saat ada orang yang bilang-bilang untuk icut?

C: icut jawab aja gini, “iyalah bang, artinya senang klo dah gendut, gak banyak
pikiran. Hahaha” , atau kadang kalo lagi kesal, mana ada icut jawab tuh.

A: setelah dibilang gitu icut jadi ada rasa kepengen diet atau mengurangi makan
gak?

C: ada sih, kadang langsung abis tuh rasanya pengen diet terus icut, tapi tetap aja
sering lupa abisnya klo mau diet. Haha. Dihajar terus makan semua yang pengen
dimakan. Mana ada pikir-pikir lagi walaupun kadang juga suka nyesal kalo abis
makan banyak.

A: jadi icut ga terlalu ambil pusing ya dengan kata-kata orang yang suka bilang-
bilang gitu?

C: iya, icut ga terlalu ambil pusinglah, yang ada nanti icut stress pula mikirin
badan nih, dah diet pun masih gini juga. Hahaha.

A: iya juga ya cut, hehehe. Makasih ya cut udah mau amel wawancarai,
ngerepotin icut nih.

C: iya amel sama-sama, gak papa kok, mana ada icut repot. Hehehe.

A: yaudah makan dulu yok kita, icut mau makan apa pesan terus.

C: yok panggil abangnya dulu nih, mau pesan.

LAPORAN HASIL WAWANCARA

IDENTITAS :

NAMA : DINA OCTAVIA ARRUM PUTRI


USIA : 22 TAHUN
PEKERJAAN : POLRI

ALAMAT :LAMTEUMEN BARAT, JAYA BARU, BANDA ACEH

TOPIK : TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI PADA KORBAN


BODY SHAMING

WAKTU : 20.00 WIB

TEMPAT : MESS POLWAN CUT NYAK DHIEN

TIPE WAWANCARA : TIDAK TERSTRUKTUR

HASIL WAWANCARA:
A: din, aku mau wawancarai kamu nih ya, boleh gak?

D: boleh-boleh aja. Emangnya tentang apa?

A: gini, aku mau tanya mengenai body shaming. Kamu tau kan body shaming itu?

D: iya aku tau , yang tentang menghina fisik itu kan?

A: nah iya, seperti itulah kira-kira. Jadi, gimana pendapat kamu mengenai orang
yang melakukan body shaming?

D: kalo menurut aku pelakunya itu kurang ajarlah, masak mesti kali hina-hina
orang gitu.

A: tapi kadang kan mereka melakukannya secara gak langsung, misalnya Cuma
sekedar mau bercanda gitu.

D: ya walaupun lah, gak berhak dia gitu walaupun niatnya Cuma mau bercanda
aja, tapi itukan bisa menyakiti hati orang.

A: terus pernah gak kamu menjadi korban body shaming ?

D: pernah, biasanya sih mereka memang gak ngejek-ngejek secara langsung gitu,
misalnya bilang gini “ dek kok udah gendut kali”, atau “ dina dah bisa diet tuh”.
Kan gak enak dibilang gitu.

A: terus perasaan kamu abis dibilang gitu gimana?

D: ya aku jadi kepikiran kalo udah dibilang gitu, rasanya tuh stress aku. Aku udah
berusaha untuk diet atau mengurangi makan, ya udah gini hasilnya.jadi aku
bingung, aku udah berusaha tapi masih aja dibilang gitu. Huh...Gimana gak stress
kan kalo gitu.

A: jadi kamu kebawa pikiran ya kalo dibilang kayak gitu?

D: iyalah, aku tuh orangnya mudah kepikiran, apalagi kalo udah menyangkut
masalah fisik. Orang-orang yang suka bilang-bilang untuk fisik orang lain itu apa
merasa dirinya udah sempurna kali mungkin ya? Jadi mereka mudah untuk
mengkritik mengenai fisik seseorang. Kita tuh sebagai manusia harusnya saling
menjaga omongan kita agar tidak menyakiti hati orang lain.

A: iya bener, sebagai manusia kita harus menjalin hubungan baik antar sesama,
dan cara yang dapat dilakukan salah satunya dengan menjaga omongan kita.

D: nah itulah, kan kayak aku aja nih ya udah banyak usaha yang kulakukan untuk
bisa menjadi seperti fisik yang aku inginkan. Tapi rupanya usahaku belum
membuahkan hasil. Ga ada yang ga pengen punya fisik yang sempurna.

A: iya, tapi kesempurnaan itu hanya milik Allah Swt. hehehe .yaudah gitu aja
yang mau aku tanyakan, makasih ya din udah mau jawab.

D: iya mel sama-sama,

A: tetap semangat ya . hehehe.

D: ya pasti dong . hehehe.


DAFTAR PUSTAKA

Dolezal. (2015). The Body and Shame. Phenomenology, Feminism, and The

Socially Shape Body . The United States of America: Lexington Book.

Thursan Hakim (2005). Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa

Swara

Grogan, Sarah. (1999). Body image. Understanding body dissatisfaction in

women, men and children. London: Routledge

Lexy moleong, 2010, metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja

rosdakarya..cet 2.

https://www.idntimes.com/life/inspiration/pinka-wima/kamu-gak-dewasa-kalau-

masih-melakukan-body-shaming-ke-orang-lain/full

https://www.hipwee.com/narasi/stop-body-shaming-mengomentari-bentuk-tubuh-

orang-lain/

https://www.hipwee.com/list/ayo-kita-berhenti-untuk-melakukan-body-shaming-

mulai-sekarang/

Anda mungkin juga menyukai