Anda di halaman 1dari 46

PSIKOMETRI

Statistika untuk
pengukuran
Alifah Bachmid 14. 701. 097
Ulfa Marwah
Sumiati

Distribusi frekuensi
Distribusi Frekuensi
107 KomentarPosted
by smartstat pada Maret 29, 2010
Hasil pengukuran yang kita peroleh disebut
dengan data mentah. Besarnya hasil
pengukuran yang kita peroleh biasanya
bervariasi. Apabila kita perhatikan data
mentah tersebut, sangatlah sulit bagi kita
untuk menarik kesimpulan yang berarti.
Untuk memperoleh gambaran yang baik
mengenai data tersebut, data mentah
tersebut perlu di olah terlebih dahulu.
Pada saat kita dihadapkan pada sekumpulan
data yang banyak, seringkali membantu
untuk mengatur dan merangkum data
tersebut dengan membuat tabel yang berisi
daftar nilai data yang mungkin berbeda
(baik secara individu atau berdasarkan
pengelompokkan) bersama dengan
frekuensi yang sesuai, yang mewakili
berapa kali nilai-nilai tersebut terjadi. Daftar
sebaran nilai data tersebut dinamakan
dengan Daftar Frekuensi atau Sebaran
Frekuensi (Distribusi Frekuensi).
Dengan demikian, distribusi
frekuensi adalah daftar nilai data (bisa nilai

individual atau nilai data yang sudah


dikelompokkan ke dalam selang interval
tertentu) yang disertai dengan nilai
frekuensi yang sesuai.
Pengelompokkan data ke dalam beberapa
kelas dimaksudkan agar ciri-ciri penting
data tersebut dapat segera terlihat. Daftar
frekuensi ini akan memberikan gambaran
yang khas tentang bagaimana keragaman
data. Sifat keragaman data sangat penting
untuk diketahui, karena dalam pengujianpengujian statistik selanjutnya kita harus
selalu memperhatikan sifat dari keragaman
data. Tanpa memperhatikan sifat keragaman
data, penarikan suatu kesimpulan pada
umumnya tidaklah sah.
Sebagai contoh, perhatikan contoh data
pada Tabel 1. Tabel tersebut adalah daftar
nilai ujian Matakuliah Statistik dari 80
Mahasiswa (Sudjana, 19xx).
Tabel 1. Daftar Nilai Ujian Matakuliah
Statistik
79
80
70

49
84
71

48
90
92

74
70
38

81
91
56

98
93
81

87
82
74

80
78
73

68
72
85
51
65
93
83
86
90
35
83
73
74
43
86
88
92
93
76
71
90
72
67
75
80
91
61
72
97
91
88
81
70
74
99
95
80
59
71
77
63
60
83
82
60
67
89
63
76
63
88
70
66
88
79
75
Sangatlah sulit untuk menarik suatu
kesimpulan dari daftar data tersebut. Secara
sepintas, kita belum bisa menentukan
berapa nilai ujian terkecil atau terbesar.
Demikian pula, kita belum bisa mengetahui
dengan tepat, berapa nilai ujian yang paling
banyak atau berapa banyak mahasiswa
yang mendapatkan nilai tertentu. Dengan
demikian, kita harus mengolah data
tersebut terlebih dulu agar dapat
memberikan gambaran atau keterangan
yang lebih baik.
Bandingkan dengan tabel yang sudah
disusun dalam bentuk daftar frekuensi
(Tabel 2a dan Tabel 2b). Tabel
2amerupakan daftar frekuensi dari data
tunggal dan Tabel 2b merupakan daftar
frekuensi yang disusun dari data yang sudah
di kelompokkan pada kelas yang sesuai
dengan selangnya. Kita bisa memperoleh

beberapa informasi atau karakteristik dari


data nilai ujian mahasiswa.
Tabel 2a.
No

Nilai Ujian
Frekuensi
xi
fi
1
35
1
2
36
0
3
37
0
4
38
1
:
:
:
16
70
4
17
71
3
:
:
1
42
98
1
43
99
1
Total
80
Pada Tabel 2a, kita bisa mengetahui bahwa
ada 80 mahasiswa yang mengikuti ujian,
nilai ujian terkecil adalah 35 dan tertinggi
adalah 99. Nilai 70 merupakan nilai yang
paling banyak diperoleh oleh mahasiswa,
yaitu ada 4 orang, atau kita juga bisa
mengatakan ada 4 mahasiswa yang
memperoleh nilai 70, tidak ada satu pun

mahasiswa yang mendapatkan nilai 36, atau


hanya satu orang mahasiswa yang
mendapatkan nilai 35.
Tabel 2b.
Kelas ke1
2
3
4
5
6
7

Nilai Ujian
Frekuensi fi
31 40
2
41 50
3
51 60
5
61 70
13
71 80
24
81 90
21
91 100
12
Jumlah
80
Tabel 2b merupakan daftar frekuensi dari
data yang sudah dikelompokkan. Daftar ini
merupakan daftar frekuensi yang sering
digunakan. Kita sering kali mengelompokkan
data contoh ke dalam selang-selang
tertentu agar memperoleh gambaran yang
lebih baik mengenai karakteristik dari data.
Dari daftar tersebut, kita bisa mengetahui
bahwa mahasiswa yang mengikuti ujian ada
80, selang kelas nilai yang paling banyak
diperoleh oleh mahasiswa adalah sekitar 71
sampai 80, yaitu ada 24 orang, dan

seterusnya. Hanya saja perlu diingat bahwa


dengan cara ini kita bisa kehilangan
identitas dari data aslinya. Sebagai contoh,
kita bisa mengetahui bahwa ada 2 orang
yang mendapatkan nilai antara 31 sampai
40. Meskipun demikian, kita tidak akan tahu
dengan persis, berapa nilai sebenarnya dari
2 orang mahasiswa tersebut, apakah 31
apakah 32 atau 36 dst.
Ada beberapa istilah yang harus dipahami
terlebih dahulu dalam menyusun daftar
frekuensi.
Tabel 3.
Kela
s ke-

1
2
3
4
5

Selan
g
Nilai
Ujian
31
40
41
50
51
60
61
70
71

Batas
Kelas

Nilai
Kelas
(xi)

Frekue
nsi
(fi)

30.5
40.5
40.5
50.5
50.5
60.5
60.5
70.5
70.5

35.5

45.5

55.5

65.5

13

75.5

24

80
80.5
6
81
80.5
85.5
21
90
90.5
7
91
90.5
95.5
12
100
100.5
Jumlah
80
Range : Selisih antara nilai tertinggi dan
terendah. Pada contoh ujian di atas, Range
= 99 35 = 64
Batas bawah kelas: Nilai terkecil yang
berada pada setiap kelas. (Contoh: Pada
Tabel 3 di atas, batas bawah kelasnya
adalah 31, 41, 51, 61, , 91)
Batas atas kelas: Nilai terbesar yang
berada pada setiap kelas. (Contoh: Pada
Tabel 3 di atas, batas bawah kelasnya
adalah 40, 50, 60, , 100)
Batas kelas (Class boundary): Nilai yang
digunakan untuk memisahkan antar kelas,
tapi tanpa adanya jarak antara batas atas
kelas dengan batas bawah kelas berikutnya.
Contoh: Pada kelas ke-1, batas kelas
terkecilnya yaitu 30.5 dan terbesar 40.5.
Pada kelas ke-2, batas kelasnya yaitu 40.5
dan 50.5. Nilai pada batas atas kelas ke-1
(40.5) sama dengan dan merupakan nilai

batas bawah bagi kelas ke-2 (40.5). Batas


kelas selalu dinyatakan dengan jumlah
digit satu desimal lebih banyak
daripada data pengamatan asalnya. Hal
ini dilakukan untuk menjamin tidak ada nilai
pengamatan yang jatuh tepat pada batas
kelasnya, sehingga menghindarkan
keraguan pada kelas mana data tersebut
harus ditempatkan. Contoh: bila batas kelas
di buat seperti ini:
Kelas ke-1 : 30 40
Kelas ke-2 : 40 50
:
dst.
Apabila ada nilai ujian dengan angka 40,
apakah harus ditempatkan pada kelas-1
ataukah kelas ke-2?
Panjang/lebar kelas (selang kelas):
Selisih antara dua nilai batas bawah kelas
yang berurutan atau selisih antara dua nilai
batas atas kelas yang berurutan atau selisih
antara nilai terbesar dan terkecil batas kelas
bagi kelas yang bersangkutan. Biasanya
lebar kelas tersebut memiliki lebar yang
sama. Contoh:

lebar kelas = 41 31 = 10 (selisih antara 2


batas bawah kelas yang berurutan) atau
lebar kelas = 50 40 = 10 (selisih antara 2
batas atas kelas yang berurutan) atau
lebar kelas = 40.5 30.5 = 10. (selisih
antara nilai terbesar dan terkecil batas kelas
pada kelas ke-1)
Nilai tengah kelas: Nilai kelas merupakan
nilai tengah dari kelas yang bersangkutan
yang diperoleh dengan formula berikut:
(batas atas kelas+batas bawah kelas).
Nilai ini yang dijadikan pewakil dari selang
kelas tertentu untuk perhitungan analisis
statistik selanjutnya. Contoh: Nilai kelas ke-1
adalah (31+40) = 35.5
Banyak kelas: Sudah jelas! Pada tabel ada
7 kelas.
Frekuensi kelas: Banyaknya kejadian
(nilai) yang muncul pada selang kelas
tertentu. Contoh, pada kelas ke-1,
frekuensinya = 2. Nilai frekuensi = 2 karena
pada selang antara 30.5 40.5, hanya ada 2
angka yang muncul, yaitu nilai ujian 31 dan
38.

Teknik pembuatan Tabel Distribusi


Frekuensi (TDF)
Distribusi frekuensi dibuat dengan alasan
berikut:
kumpulan data yang besar dapat
diringkas
kita dapat memperoleh beberapa
gambaran mengenai karakteristik data,
dan
merupakan dasar dalam pembuatan
grafik penting (seperti histogram).
Banyak software (teknologi komputasi )
yang bisa digunakan untuk membuat tabel
distribusi frekuensi secara otomatis.
Meskipun demikian, di sini tetap akan
diuraikan mengenai prosedur dasar dalam
membuat tabel distribusi frekuensi.
Langkah-langkah dalam menyusun tabel
distribusi frekuensi:
Urutkan data, biasanya diurutkan dari
nilai yang paling kecil
o
Tujuannya agar range data diketahui
dan
mempermudah
penghitungan
frekuensi tiap kelas!

Tentukan range (rentang


atau
jangkauan)
o
Range = nilai maksimum nilai
minimum

Tentukan banyak
kelas yang
diinginkan. Jangan terlalu banyak/sedikit,
berkisar antara 5 dan 20, tergantung dari
banyak dan sebaran datanya.
o
Aturan Sturges:
o
Banyak kelas = 1 + 3.3 log n, dimana
n = banyaknya data

Tentukan panjang/lebar
kelas interval (p)
o
Panjang kelas (p) = [rentang]/
[banyak kelas]

Tentukan
nilai ujung
bawah
kelas interval pertama
Pada saat menyusun TDF, pastikan bahwa
kelas tidak tumpang tindih sehingga setiap
nilai-nilai pengamatan harus masuk tepat ke
dalam satu kelas. Pastikan juga bahwa tidak
akan ada data pengamatan yang tertinggal
(tidak dapat dimasukkan ke dalam kelas
tertentu). Cobalah untuk menggunakan
lebar yang sama untuk semua kelas,
meskipun kadang-kadang tidak mungkin
untuk menghindari interval terbuka, seperti

91 (91 atau lebih). Mungkin juga ada


kelas tertentu dengan frekuensi nol.
Contoh:
Kita gunakan prosedur di atas untuk
menyusun tabel distribusi frekuensi nilai
ujian mahasiswa (Tabel 1).
Berikut adalah nilai ujian yang sudah
diurutkan:

35 38 43 48 49 51 56 59 60 60
61 63 63 63 65 66 67 67 68 70
70 70 70 71 71 71 72 72 72 73
73 74 74 74 74 75 75 76 76 77
78 79 79 80 80 80 80 81 81 81
82 82 83 83 83 84 85 86 86 87
88 88 88 88 89 90 90 90 91 91
91 92 92 93 93 93 95 97 98 99

2. Range:
[nilai tertinggi nilai terendah] = 99 35
= 64

3. Banyak Kelas:
Tentukan banyak kelas yang diinginkan.
Apabila kita lihat nilai Range = 64,
mungkin banyak kelas
sekitar 6 atau 7.
Sebagai latihan, kita gunakan aturan
Sturges.
banyak kelas = 1 + 3.3 x log(n)
= 1 + 3.3 x log(80)
= 7.28 7

4. Panjang Kelas:
Panjang Kelas = [range]/[banyak kelas]

= 64/7
= 9.14 10
(untuk memudahkan dalam
penyusunan TDF)

5. Tentukan nilai batas bawah kelas pada


kelas pertama.
Nilai ujian terkecil = 35
Penentuan nilai batas bawah kelas bebas
saja,
asalkan nilai terkecil masih masuk ke
dalam kelas tersebut.
Misalkan: apabila nilai batas bawah yang
kita pilih adalah 26,
maka interval kelas pertama: 26 35,
nilai 35 tepat jatuh
di batas atas kelas ke-1. Namun apabila
kita pilih
nilai batas bawah kelas 20 atau 25, jelas
nilai terkecil, 35,

tidak akan masuk ke dalam kelas


tersebut.
Namun untuk kemudahan dalam
penyusunan dan pembacaan TDF,
tentunya juga untuk keindahan, he2..
lebih baik kita memilih
batas bawah 30 atau 31. Ok, saya
tertarik dengan angka 31,
sehingga batas bawahnya adalah 31.

Dari prosedur di atas, kita dapat info


sebagai berikut:
Banyak kelas

:7

Panjang kelas

: 10

Batas bawah kelas : 31


Selanjutnya kita susun TDF:
Form TDF:
------------------------------------------------------------

Kelas ke- | Nilai Ujian | Batas Kelas | Turus |


Frekuensi
-----------------------------------------------------------1

31 -

41 -

51 -

: -

81 -

91 -

-----------------------------------------------------------Jumlah
-----------------------------------------------------------Tabel berikut merupakan tabel yang sudah
dilengkapi
Kelas
ke-

Nilai
Ujian

Batas
Kelas

31 40

30.5
40.5

Frekue
nsi
(fi)
2

41 50

51 60

61 70

71 80

81 90

91 100

40.5
50.5
50.5
60.5
60.5
70.5
70.5
80.5
80.5
90.5
90.5
100.5

3
5
13
24
21
12

Jumlah
80
atau dalam bentuk yang lebih ringkas:
Kelas ke-

Nilai Ujian

1
2
3
4
5
6
7

31
41
51
61
71
81
91

40
50
60
70
80
90
100

Frekuensi
(fi)
2
3
5
13
24
21
12

Jumlah
80
Distribusi Frekuensi Relatif dan
Kumulatif
Variasi penting dari distribusi frekuensi
dasar adalah dengan menggunakan nilai
frekuensi relatifnya, yang disusun dengan
membagi frekuensi setiap kelas dengan
total dari semua frekuensi (banyaknya
data). Sebuah distribusi frekuensi relatif
mencakup batas-batas kelas yang sama
seperti TDF, tetapi frekuensi yang digunakan
bukan frekuensi aktual melainkan frekuensi
relatif. Frekuensi relatif kadang-kadang
dinyatakan sebagai persen.
Frekuensi relatif =
Contoh: frekuensi relatif kelas ke-1:
fi = 2; n = 80
Frekuensi relatif = 2/80 x 100% = 2.5%
Kelas
ke1
2
3

Nilai
Ujian
31 40
41 50
51 60

Frekuensi relatif
(%)
2.50
3.75
6.25

4
5
6
7

61 70
16.25
71 80
30.00
81 90
26.25
91 100
15.00
Jumlah
100.00
Distribusi Frekuensi kumulatif
Variasi lain dari distribusi frekuensi standar
adalah frekuensi kumulatif. Frekuensi
kumulatif untuk suatu kelas adalah nilai
frekuensi untuk kelas tersebut ditambah
dengan jumlah frekuensi semua kelas
sebelumnya.
Perhatikan bahwa kolom frekuensi selain
label headernya diganti dengan frekuensi
kumulatif kurang dari, batas-batas kelas
diganti dengan kurang dari ekspresi yang
menggambarkan kisaran nilai-nilai baru.
Nilai Ujian
kurang dari
30.5
kurang dari
40.5
kurang dari
50.5

Frekuensi kumulatif
kurang dari
0
2
5

kurang dari
10
60.5
kurang dari
23
70.5
kurang dari
47
80.5
kurang dari
68
90.5
kurang dari
80
100.5
atau kadang disusun dalam bentuk seperti
ini:
Nilai Ujian
kurang
41
kurang
51
kurang
61
kurang
71
kurang
81
kurang

dari

Frekuensi kumulatif
kurang dari
2

dari

dari

10

dari

23

dari

47

dari

68

91
kurang dari
80
101
Variasi lain adalah Frekuensi kumulatif lebih
dari. Prinsipnya hampir sama dengan
prosedur di atas.
Histogram
Histogram adalah merupakan bagian dari
grafik batang di mana skala horisontal
mewakili nilai-nilai data kelas dan skala
vertikal mewakili nilai frekuensinya. Tinggi
batang sesuai dengan nilai frekuensinya,
dan batang satu dengan lainnya saling
berdempetan, tidak ada jarak/ gap diantara
batang. Kita dapat membuat histogram
setelah tabel distribusi frekuensi data
pengamatan dibuat.

Poligon Frekuensi:
Poligon Frekuensi menggunakan segmen
garis yang terhubung ke titik yang terletak
tepat di atas nilai-nilai titik tengah kelas.
Ketinggian dari titik-titik sesuai dengan
frekuensi kelas, dan segmen garis diperluas
ke kanan dan kiri sehingga grafik dimulai
dan berakhir pada sumbu horisontal.

Ogive
Ogive adalah grafik garis yang
menggambarkan frekuensi kumulatif,
seperti daftar distribusi frekuensi kumulatif.
Perhatikan bahwa batas-batas kelas
dihubungkan oleh segmen garis yang
dimulai dari batas bawah kelas pertama dan
berakhir pada batas atas dari kelas terakhir.
Ogive berguna untuk menentukan jumlah

nilai di bawah nilai tertentu. Sebagai contoh,


pada gambar berikut menunjukkan bahwa
68 mahasiswa mendapatkan nilai kurang
dari 90.5.

Tentang iklan-iklan ini

Persentil
Persentil yang biasa dilambangkan P,
adalah titik atau nilai yang membagi suatu
distribusi data menjadi seratus bagian yang
sama besar. Karena itu persentil sering
disebut ukuran perseratusan.
Titik yang membagi distribusi data ke
dalam seratus bagian yang sama besar itu
ialah titik-titik: P1, P2, P3, P4, P5, P6, dan
seterusnya, sampai dengan P99. jadi disini
kita dapati sebanyak 99 titik persentil yang
membagi seluruh distribusi data ke dalam
seratus bagian yang sama besar, masingmasing sebesar 1/ 100N atau 1%, seperti
terlihat pada kurva dibawah ini:
Untuk mencari persentil digunakan rumus
sebagai berikut:
Untuk data tunggal:
Pn= 1 +(n/10N fkb)
Fi
Untuk data kelompok:
Pn= 1+ (n/10N- fkb) xi
Fi
Pn= persentil yang ke-n (disini n dapat diisi
dengan bilangan-bilangan:1, 2, 3, 4, 5, dan
seterusnya sampai dengan 99.
1= lower limit( batas bawah nyata dari skor
atau interval yang mengandung persentil
ke-n).

N= number of cases.
Fkb= frekuensi kumulatif yang terletak
dibawah
skor
atau
interval
yang
mengandung persentil ke-n.
Fi= frekuensi dari skor atau interval yang
mengandung persentil ke-n, atau frekuensi
aslinya.
i= interval class atau kelas interval.
Tabel. 3.15. Perhitungan persentil ke-5,
persentil ke-20 dan persentil ke-75 dari data
yang tertera pada tabel 3.13.
Nilai (x)
F
Fkb
70-74
3
80
65-69
5
77
60-64
6
72
55-59
7
66
50-54
7
59
45-49
17
52
40-44
15
35
35-39
7
20
30-34
6
13
25-29
5
7
20-24
2
2
Total
80= N

1). Contoh perhitungan desil untuk data


tunggal
Misalkan kita ingin mencari persentil
ke-5 (P5), persentil ke-20 (P20), dan ke-75
(P75),dari data yang disajikan pada tabel

3.13 yang telah dihitung desilnya itu. Cara


menghitungnya adalah sebagai berikut:
Mencari persentil ke-5 (P5):
Titik P5= 5/10N= 5/10X60= 3 (terletak
pada skor 36). Dengan demikian dapat kita
ketahui: 1= 35,50; fi= 2, dan fkb= 1.
P5= 1 + (5/10N-fkb) =36,50 +(3-1)
Fi
2
= 36,50
Mencari persentil ke-75 (P75):
Titik P75= 75/10N= 75/10X60= 45
(terletak pada skor 42). Dengan demikian
dapat kita ketahui: 1= 41,50; fi= 8, dan
fkb= 40
P75= 1 + (75/10N-fkb) =41,50 +(45-40)
Fi
8
= 42,125
2). Cara mencari persentil untuk data
kelompok
Misalkan kembali ingin kita cari P35
dan P95 dari data yang disajikan pada tabel
3.14.
Mencari persentil ke-35 (P35):
Titik P35= 35/100N= 35/100X80= 28
(terletak pada interval 40-44). Dengan
demikian dapat kita ketahui: 1= 39,50; fi=
15, dan fkb= 20, i=5
P35= 1 + (35/100N-fkb) Xi =39,50 +(4540) X 5

Fi
8
= 39,50+2,67
= 42,17
Mencari persentil ke-95 (P95):
Titik P95= 95/100N= 95/100X80= 76
(terletak pada interval 65-69). Dengan
demikian dapat kita ketahui: 1= 64,50; fi=
5, dan fkb= 72, i=5
P95= 1 + (95/100N-fkb) Xi =64,50 +(6569) X 5
Fi
5
= 64,50+4
= 68,50
Tabel 3.16. Perhitungan persentil ke-35 dan
persentil ke-95 dari data yang tertera pada
tabel 3.14.
Nilai (x)
F
Fkb
70-74
3
80
65-69
5
77
60-64
6
72
55-59
7
66
50-54
7
59
45-49
17
52
40-44
15
35
35-39
7
20
30-34
6
13
25-29
5
7
20-24
2
2
Total
80= N

Kegunaan persentil dalam dunia


pendidikan adalah:
1. Untuk mengubah rawa score (raw data)
menjadi standard score (nilai standar).
Dalam dunia pendidikan, salah satu
standard score yang sering digunakan
adalah eleven points scale ( skala sebelas
nilai) atau dikenal pula dengan nama
standard of eleven (nilai standard sebelas)
yang lazim disingkat dengan stanel.
Pengubahan dari raw score menjadi
stanel
itu
dilakukan
dengan
jalan
menghitung: P1- P3- P8- P21- P39- P61- P79P92- P97- dan P99.
Jika data yang kita hadapi berbentuk
kurva normal (ingat: norma atau standar
selalu didasarkan pada kurva normal itu),
maka dengan 10 titik persentil tersebut
diatas akan diperoleh nilai-nilai standar
sebanyak 11 buah, yaitu nilai-nilai 0, 1, 2, 3,
4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10.
2. Persentil
dapat
digunakan
untuk
menentukan kedudukan seorang anak
didik, yaitu: pada persentil keberapakah
anak didik itu memperoleh kedudukan
ditengah-tengah kelompoknya.
3. Persentil juga dapat digunakan sebagai
alat untuk menetapkan nilai batas lulus
pada tes atau seleksi.

Misalkan sejumlah 80 orang individu seperti


yang tertera pada tabel 3.16. itu hanya akan
diluluskan 4 orang saja (=4/ 80 X 100%=
5%) dan yang tidak akan diluluskan adalah
76 orang (= 76X80 X 100%=95%), hal ini
berarti bahwa P95 adalah batas nilai
kelulusan. Mereka yang nilai-nilainya berada
pada P95 kebawah, dinyatakan tidak lulus,
sedangkan diatas P95 dinyatakan lulus.
Dalam perhitungan diatas telah kita peroleh
P95= 68,50; berarti yang dapat diluluskan
adalah mereka yang nilainya diatas 68,50
yaitu nilai 69 ke atas.
4. Saling hubungan antara kuartil,
desil, dan persentil.
Sebelum mengakhiri pembicaraan
tentang kuartil, desil, dan persentil perlu
kiranya ditambahkan bahwa diantara ketiga
ukuran statistic tersebut terdapat saling
hubungan, seperti terlihat dibawah ini:
1. P90 = D9
2. P80 = D8
3. P75 = Q3
4. P70 = D7
5. P60 = D6
6. P50 = D5 = Q2 = Median
7. P40 = D4
8. P30 = D3
9. P25 = Q1

10. P20 = D2
11. P10 = D1
Jenjang persentil suatu angka adalah
besarnya persentase frekuensi yang lebih
kecil daripada angka tersebut. Misalnya : PR
(X =11) adalah 63, maksudnya angka 11
lebih besar daripada 63 persen angka yang
ada dalam distribusi frekuensi yang atau 63
persen dari bersangkutan frekuensi angkaangka dalam suatu distribusi lebih kecil
daripada 11, jadi P63 = 11

Tendensi Sentral
UKURAN NILAI SENTRAL DAN UKURAN
NILAI LETAK
A. Pengertian Nilai Sentral
Tendensi sentral merupakan upaya
mengetahui kondisi kelompok subyek
dengan mengetahui nilai sentral yang
dimiliki. Nilai sentral suatu rangkaian data
adalah nilai dalam rangkaian data yang
dapat mewakili data tersebut. Suatu
rangkaian data biasanya memiliki tendensi
(kecenderungan) untuk memusat pada nilai
sentral ini. Tendensi sentral ini memberi
informasi tentang kecenderungan data dari
kelompok sumber yang ada sebagai
deskripsi dasar tentang kondisi kelompok
sumber (subyek).
B. Macam Nilai Sentral
1. Arithmatic Mean (Rata-rata)
Disebut dengan nama rata-rata. mean
memberi informasi tentang besaran ratarata yang ada pada data.

a. Menghitung rata-rata dengan data


mentah
Bila data yang hendak dihitung masih dalam
bentuk data raw input maka penghitungan
rata-ratanya adalah jumlah seluruh nilai
data dibagi dengan banyaknya kejadian
atau frekuensi.

X = dibaca X bar merupakan notasi untuk


nilai rata-rata
= dibaca sigma, yang berarti jumlah
X = nilai data dari X1 Xn
Contoh: Persentase Keuntungan lima belas
perusahaan
CV CV CV CV
CV BES CESRDES ESR
ASRIRI I
RI I
56

87

CV CV CV
CV
FES GES HES CV JES
RI RI RI
ISRI RI
43

35

CV CV CV CV CV
KES LES MES NES OSR
RI RI RI
RI I
34

34

Mean = (5 + 6 + 8 + 7 + 9 + 4 + 3 + 3 + 5
+ 6 + 3 + 4 + 3 + 4 + 5)/5 = 75/15 = 5
b. Menghitung rata-rata dengan data dari
table distribusi frekuensi
Bila data sudah tersaji dalam bentuk data
frekuensi maka dipergunakan rumus:

Sebagai contoh tabel berikut:


Nilai Skor
Keuntungan 15
Perusahaan
No

4 12

3 12

3 15

2 12

Jumlah

fX

15 75

Mean = 75/15 = 5
2. Median
Median suatu rangkaian data adalah nilai
tengah dari rangkaian data yang telah
disusun secara berurut.
Contoh untuk Data Bercacah Ganjil:
Data: 3 4 5 5 6 Jumlah N = 5
Cara:
a. Susun data secara berurut.
b. Cari letak median dengan rumus
(letak median pada urutan ketiga)
c. Cari nilai median pada urutan ketiga
(median = 5)
Contoh untuk Data Bercacah Genap:
Data: 3 4 4 5 6 6 Jumlah N = 6
a. Susun data secara berurut
b. Cari letak median dengan rumus
(letak median pada urutan 3,5)
c. Cari nilai median pada urutan 3,5 [median
= (4 + 5)/2 = 4,5

Bila data sudah tersaji dalam bentuk table


distribusi frekuensi maka digunakan rumus:

Mdn = Median
Bbn = Batas bawah nyata dari interval yang
mengandung mediam
n
= Jumlah subyek
Cfb = Kumilatif frekuensi dari bawah di
bawah interval yang mengandung median
fd
= Frekuensi di dalam interval yang
mengandung median
i
= Banyaknya nilai dalam tiap interval
Nilai Skor
Keuntungan 15
Perusahaan
No X f

Cfb

9 1

15

8 1

14

7 1

13

6 2

12

5 3

10

4 3

3 4

Jumlah 15
Langkah:
1. Tentukan interval yang mengandung
median dengan menghitung n/2. dalam hal
ini 15/2 = 7,5
2. Beri tanda interval yang mengandung
median. dalam hal ini baris ke lima
3. Cari Kumulatif frekuensi dari bawah di
bawah interval yang mengandung
median, dalam hal ini 7.
4. Cari frekuensi yang ada di dalam interval
yang mengandung median, dalam hal ini 3.
5. masukkan semua itu ke dalam rumus
sebagai berikut:

3. Modus atau Mode


Modus dari suatu rangkaian data adalah
nilai data yang paling sering muncul
(frekuensi terbesar) dalam rangkaian data
itu.
Contoh:
a. Data: 2 3 4 5 6
Karena data ini masing-masing frekuensi
(kemunculan)-nya hanya 1, maka dikatakan
tidak memiliki modus.
b. Data: 2 3 4 4 5 6
Frekuensi terbesar adalah 2 (nilai empat
muncul dua kali). Jadi modusnya adalah 4.
Rangkaian data yang memiliki satu modus
disebut Mono-modus.
c. Data: 2 3 4 4 5 6 6 7
Frekuensi terbesar adalah dua (muncul dua
kali) yaitu angka 4 dan 6.
Jadi modus rangkaian data ini adalah 4 dan
6. Rangkaian data ini memiliki 2 Modus atau
disebut Bi-modus.
3. Teman-teman Median
Teman teman median merupakan nilai-nilai
ukuran letak yang menentukan posisi nilai

tertentu yang dimiliki subyek. Terdiri dari


kuartil, desil dan persentil
a. Kuartil (K)
Ukuran letak yang membagi suatu distribusi
ke dalam 4 bagian yang sama, yaitu 25%
data berada di bawah Kuartil 1 dan 75%
data berada di atas Kwartil 1.
Kuartil 2 sama dengan Median.

Contoh Perhitungan:
Data penjualan komputer selama 7 bulan
terakhir:
Data: 2 4 3 3 6 5 7 (N = 7)
Langkah:
a. Susun data secara berurut, menjadi:
2334567

1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
b. Cari letak kuartil dengan rumus di atas:
data urutan kedua, jadi K1 = 3K1 = 1(7 +
1)/4 = 8/4 = 2
data urutan keempat, jadi K2 = 4K2 = 2(7
+ 1)/4 = 16/4 = 4
data urutan keenam, jadi K3 = 6K3 = 3(7
+ 1) /4 = 24/4 = 6
b. Desil (D)
Desil dari suatu rangkaian data adalah
ukuran letak yang membagi suatu distribusi
menjadi 10 bagian yang sama.
Rumus letak desil dapat dikembangkan dari
rumus kuartil di atas. Tinggal kita ubah
angka pembagi (100) dan bilangan persentil
yang dikehendaki, 1 30, 78 ....)

Contoh Perhitungan:
Data: 2 3 3 4 4 5 6 6 7 8 9 10 (N=12)
Urut 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 9) 10) 11) 12)
Langkah:

a. Letak D1 = 1(12 +1)/10 = 13/10 = Urutan


1,3 (atau 1 + 0,3)
Letak Desil 1 Bilangan Nilai
122
0,3 (3-2) 0,3
1,3 2,3
Nilai desil 1 adalah data urutan 1,3, yang
bernilai 2,3.
b. D5 = 5(12 + 1)/10 = 65/10 = 6,5 (atau 6
+ 0,5)
Letak Desil 5 Bilangan Nilai
655
0,5 (6-5) 0,5
6,5 5,5
Nilai desil 5 adalah data urutan ke 6,5, yang
bernilai 5,5.
c. D9 = 9(12 + 1)/10 = 117/10 = 11,7 (atau
11 + 0,7)
Letak Desil 9 Bilangan Nilai

11 9 9
0,7 (10-9) 0,7
11,7 9,7
Nilai desil 9 adalah data urutan ke-12 (Desil
9 = 10).
c. Persentil (P)
Persentil suatu rangkaian data adalah
ukuran letak yang membagi suatu distribusi
menjadi 100 bagian yang sama besar.
Rumus persentil juga dapat dikembangkan
dari rumus kuartil, tinggal kita ubah angka
pembagi (100) dan bilangan persentil yang
dikehendaki, 1 30, 78 ....)
Contoh Perhitungan Persentil:
N = 11Data: 2 3 3 4 4 5 6 7 10 12 13
Urut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 9) 10) 11)
Langkah:
a) Tentukan letak data
b) Letak nilai P50 = 50(11 + 1)/100 = 6
Nilai P 50 adalah data nomor urut 6 (P50 =
5)

c) Letak P20 = 20(11+1)/100 = 240/100 =


2,4 (atau 2 + 0,4)
Letak Persentil 20 Bilangan Nilai
233
0,4 (3-3) 0
2,4 3
Nilai P 20 adalah data pada urutan 2,4 (P20
= 3)
N = 11Data: 2 3 3 4 4 5 6 7 10 12 13
Urut: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 9) 10) 11)
d) Letak P60 = 60 (11 + 1)/100 = 720/100 =
7,2 (atau 7 + 0,2)
d. Bila data sudah tersaji dalam bentuk
tabel.
Kadang kita menemukan data yang sudah
tersaji dalam bentuk tabel maka rumus yang
digunakan sama dengan yang telah ada di
median hanya kita tingga mengubah
pembanginya sesuai dengan jumlah bagian
yang dikehendaki serta mengubah

bilangannya sesuai dengan posisi titik yang


dikehendaki (Kuartil 1, Desil 6 dll). Sebagai
contoh di sini disampaikan rumus kuartil:

Ki = Kuartil ke i
Bbn = Batas bawah nyata dari interval yang
mengandung kuartil ke i
n
= Jumlah subyek
Cfb = Kumilatif frekuensi dari bawah di
bawah interval yang mengandung
kuartil ke i
fd
= Frekuensi di dalam interval yang
mengandung kuartil ke i
i
= Banyaknya nilai dalam tiap interval
Demikian masalah tendensi sentral. yang
jelas tendensi sentral ini sangat berfungsi
bagi kita untuk membuat deskripsi data
secara lebih jelas sehingga diketahui
kecenderungan-kecenderungan yang
dimiliki oleh kelompok subyek data.

Anda mungkin juga menyukai