Disusun oleh:
Kelompok VIII
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. yang memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini.
Sholawat beserta salam selalu tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW,
beserta keluarga-Nya, sahabat-sahabat-Nya dan kita selaku umatnya hinga akhir
zaman.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hal ini
disebabkan karena kemampuan dan pengalaman kami yang masih ada dalam
keterbatasan. Untuk itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun, demi perbaikan dalam makalah ini yang akan datang.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih semoga Allah swt. senantiasa meridhoi
segala usaha kita. Aamiin..
Kendari, 31 Maret
2020
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tes berasal dari kata “testum” dari bahasa Perancis yang berarti piring
untuk menyisihkan logam mulia dari material lain seperti pasir, batu, tanah,
dan sebagainya. Istilah itu kemudian diadopsi dalam psikologi dan pendidikan
untuk menjelaskan sebuah alat yang digunakan untuk melihat anak-anak yang
merupakan “logam mulia” di antara anak yang lain.
Menurut Webster’s Collegiate, tes adalah serangkaian pertanyaan atau
latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan, intelegensia, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu
atau kelompok (Arikunto, 1995 : 29). Cronbach (Azwar, 1987 :3)
mendefinisikan tes sebagai “a systematic procedure for observing a person’s
behavior and describing it with the aid of a numerical scale or category
system”. Dengan demikian, tes merupakan prosedur sistematis.
Butir-butir tes disusun menurut cara dan aturan tertentu, prosedur
administrasi dan pemberian angka (scoring) harus jelas dan spesifik, dan setiap
orangyang mengambil tes harus mendapat butir-butir yang sama dan dalam
kondisi yang sebanding. Tes berisi sampel perilaku. Populasi butir tes yang
bisa dibuat dari suatu materi tidak terhingga jumlahnya. Keseluruhan butir itu
mustahil dapat seluruhnya tercakup dalam tes. Kelayakan tes lebih tergantung
kepada sejauh mana butir-butir di dalam tes mewakili secara representatif
kawasan (domain) perilaku yang diukur.
Butir-butir tes menghendaki subjek agar menunjukkan apa yang
diketahui atau apa yang dipelajari subjek dengan cara menjawab butir-butir
atau mengerjakan tugas yang dikehendaki oleh tes. Respon subjek atas tes
merupakan perilaku yang ingin diketahui dari penyelenggaraan tes.
Di dalam kelas, tes merupakan salah satu alat evaluasi untuk menggali
informasi tentang sejauhmana penguasaan anak terhadap suatu materi
(mastering test). Tes diadministrasikan untuk mengetahui performansi
maksimum (Cronbach dalam Azwar, 1987 : 8). Tes hasil belajar adalah suatu
prosedur sistematik untuk mengetahui jumlah bahan yang dipelajari oleh
seorang siswa (Grounlund, 1981 : 1). Jadi, tes berfungsi sebagai “alat timbang”
untuk mengetahui “bobot” kemampuan yang dimiliki anak.
Tes dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori. Berdasarkan bentuk
pertanyaannya, tes dapat berbentuk objektif dan esai (Grounlund, 1981;
Grounlund dan Linn, 1985; Popham,1981; Nurkancana dan Sumartana, 1986;
Arikunto, 1995; Subino, 1987).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari
makalah ini adalalah:
1. Bagaimanakah pengertian dari tes objektif dan tes subjektif?
2. Bagaimanakah penggolongan dan contoh tes objektif dan tes subjektif?
3. Bagaimanakah petunjuk penyusunan tes objektif dan tes subjektif?
4. Bagaimanakah ketepatan penggunaan tes objektif dan tes subjektif?
5. Bagaimanakah kelebihan dan kelemahan dari tes objektif tes subjektif?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian dari tes objektif dan tes subjektif.
2. Penggolongan dan contoh tes objektif dan tes subjektif.
3. Petunjuk penyusunan tes objektif dan tes subjektif.
4. Ketepatan penggunaan tes objektif dan tes subjektif.
5. Kelebihan dan kelemahan dari tes objektif tes subjektif.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dari makalah ini adalah agar dapa mengetahui:
1. Pengertian dari tes objektif dan tes subjektif.
2. Penggolongan dan contoh tes objektif dan tes subjektif.
3. Petunjuk penyusunan tes objektif dan tes subjektif.
4. Ketepatan penggunaan tes objektif dan tes subjektif.
5. Kelebihan dan kelemahan dari tes objektif tes subjektif.
BAB II
PEMBAHASAN
TES OBJEKTIF
Petunjuk:
Pilih A jika (1), (2) dan (3) benar
Pilih B jika (1) dan (3) benar
Pilih C jika (2) dan (4) benar
Pilih D jika hanya (4) yang benar
Pilih E jika semuanya benar
Kelebihan:
Dipergunakan untuk menilai bermacam-macam hal, misalnya problem dan
penyelesaiannya, sebab akibat, istilah dan definisinya, dan sebagainya.
Relatif mudah disusun.
Jika disusun dengan baik, maka faktor menerka-nerka dapat dihilangkan.
Dapat dinilai dengan mudah, cepat dan objektif.
Kelemahan:
Sukar menyusun test jenis ini yang benar-benar baik.
Untuk menilai ingatan saja.
Pengarahan jawaban sering terjadi.
Memakan banyak waktu dan tenaga untuk menyusunnya.
Saran Penulisan:
Banyaknya jawaban disebelah kanan lebih dari jawaban di sebelah kiri.
Lebihnya jawaban hendaknya menunjukkan jawaban yang salah.
Materinya setiap sisi baiknya mengenai satu pokok bahasan saja.
Pisahkan menjadi dua kolom, kolom pertama memuat jawaban, nomor soal
dan pertanyaan. Sedangkan kolom kedua memuat kode dan pilihan ganda.
Ketentuan Pokok:
kelompok yang akan dites banyak dan tesnya akan digunakan lagi berkali-
kali.
Skor yang diperoleh diperkirakan akan dapat dipercaya (mempunyai
reliabilitas yang tinggi).
Guru lebih mampu menyusun tes bentuk objektif daripada tes bentuk
uraian.
Hanya mempunyai waktu sedikit untuk koreksi dibandingkan dengan
waktu yang digunakan untuk menyusun test.
2. Kelemahan
Tes objektif diragukan kemampuannya untuk mengukur hasil belajar
yang kompleks dan tinggi.
Peluang melakukan tebakan (guessing) sangat tinggi.
Penyusunan tes sukar dan ememrlukan waktu yang cukup banyak.
Kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk menyatakan
kemampuan ilmiahnya.
Sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi.
Kerjasama antar siswa dalam mengerjakan soal lebih terbuka
Menggunakan bahan (kertas) yang lebih banyak.
TES SUBJEKTIF
Ketentuan Pokok:
Bila jumlah murid dan peserta ujian terbatas maka soal tipe uraian dapat
digunakan karena masih mungkin bagi guru untuk dapat memeriksa atau
menskor hasil ujian tersebut secara baik.
Bila waktu yang dimiliki guru untuk mempersiapkan soal sangat terbatas,
sedangkan ia mempunyai waktu yang cukup untuk memeriksa hasil ujian,
maka tipe soal uraian dapat digunakan.
Bila guru ingin memperoleh informasi yang tidak tertulis secara langsung
didalam soal ujiantetapi dapat disimpulkan dari tulisan peserta tes, seperti
sikap, nilai, atau pendapat. Soal tipeuraian dapat digunakan untuk
mendapatkan informasi tidak langsung tersebut, tapi digunakanharus sangat
hati-hati oleh guru.
Bila guru ingin agar peserta tes memperoleh pengalaman belajar atau ujian
lebih bervariasinmaka ujian dengan menggunakan tes tipe uraian salah satu
bentuk pengalaman itu dapatdiperoleh.
E. Kelebihan dan Kelemahan Tes Uraian
1. Kelebihan
2. Kelemahan
Sering terjadi hallo effect, carry over effect, dan order effect.
Taksonomi yang diukur Baik untuk mengukur Kurang baik untuk mengukur
pengetahuan ingatan, ingatan, lebih baik untuk
pemahaman, aplikasi mengukur pemahaman,
dananalisa. Kurang tepat aplikasi,analisa, paling baik untuk
untuk mengukur sintesa mengukur sintesa dan evaluasi
dan evaluasi
KESIMPULAN
1. Tes objektif adalah tes yang semua informasi yang diperlukan peserta tes untuk
memberikan respon telah disediakan oleh penyusunan tes, sehingga peserta tes
tinggal memilihnya. Jawaban yang berupa pilihan bersifat deterministik,
sehingga hanya ada dua kemungkinan kebenaran jawaban benar atau salah.
Sedangkan tes subjektif merupakan tes yang semua unsur yang diperlukan oleh
peserta tes untuk menjawabnya harus diciptakan, dicari dan disusun sendiri.
Jawwaban yang berupa uraianmenyebabkan tingkat kebenarannya berderajad,
sesuai dengan tingkat kesesuaian jawaban dengan kunci jawabannya.
2. Tes objektif dapat digolongkan dalam beberapa bentuk yaitu (1) bentuk tes
benar-salah (true-false test); (2) bentuk pilihan ganda (multiple choice test); (3)
menjodohkan (matching test); dan (4) tes isian (complementary test).
Sedangkan tes subjektif dapat digolongkan dalam dua bentuk yaitu tes uraian
terbuka (extended respons question) dan tes uraian terbatas (restricted respons
question).
3. Petunjuk penyusunan tes objektif yaitu (1) Pokok soal harus dirumuskan
dengan singkat, jelas dan tegas; (2) Hindari pengulangan kata yang sama pada
pokok soal; (3) Hindari penggunaan kalimat yang berlebihan pada pokok soal;
(4) Soal harus sesuai dengan indikator; (5) Rumusan pokok soal dan pilihan
jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja; (6) Gambar,
grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan
berfungsi; (7) Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan
kaidah bahasa indonesia; (7) Jangan menggunakan bahasa yang berlaku
setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional; (8) Setiap
soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif; (9) Jumlah pilihan jawaban
untuk soal SD dan SMP adalah empay pilihan; (10) Jumlah pilihan jawaban
untuk SMA dan sederajat yaitu lima pilihan; (11) Alternatif jawaban yang
dibuat harus logis, homogen, dan pengecoh menarik untuk dipilih; (12) Dalam
merumuskan pokok soal, hindari adanya petunjuk kearah jawaban yang benar;
(13) Setiap butir soal hanya mempunyai satu jawaban yang benar; (14) Hindari
penggunaan ungkapan negatif pada pokok soal; (15) Hindari alternatif jawaban
yang berbunyi semua jawaban benar atau semua jawaban salah; (16) Jika
alternatif jawaban berbentuk angka, urutkan mulai dari yang besar atau yang
kecil; (17) Hindari penggunaan istilah yang terlalu teknis pada pokok soal; (18)
mengupayakan agar jawaban butir soal yang satu tidak tergantung soal yang
lain; (19) Pokok soal tidak menggunakan pernyataan yang bersifat negatif
ganda; (20) Panjang rumusan pilihan jawaban relatif sama; (21) Pilihan
jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan
besar kecil atau secara kronolis; dan (22) Pilihan jawaban tidak mengulang
kata/kelompok kata yang sama.
4. Petunjuk penyusunan tes subjektif yaitu (1) Tentukan tujuan pembelajaran
yang ingin diukur; (2) Pilih pokok bahasan dan sub-pokok bahasan yang
relevan untuk mencapai tujuan tersebut; (3) Hendaknya tes meliputi ide-ide
pokok bahan yang akan dites-kan; (4) Soal tidak sama persis dengan contoh
yang ada pada catatan; (5) Pada waktu menyusun soal, hendaknya juga
dibuatkan kunci jawaban; (6) Pertanyaan menggunakan kata tanya yang
bervariasi; (7) Hendaknya rumus yang digunakan dalam menjawab soal jelas
dan mudah dipahami; (8) Hendaknya ditegaskan model jawaban yang
dikehendaki oleh pembuat, untuk itu harus spesifik dan tidak terlalu umum; (9)
Tentukan proses berpikiryang ingin diukur; (10) menentukan jenis tes yang
tepat digunakan untuk mengukur tujuan pembelajaran tersebut; (11)
Menentukan tingkat kesukaran butir soal yang akan dibuat; (12) Tentukan
jumlah butir soal yang sesuai untuk dikerjakan siswa dalam satu waktu ujian
yang telah ditentukan; (13) menuangkan komponen-komponen tersebut dalam
tabel perencanaan tes; (14) Batasan pertanyaan dengan jawaban yang
diharapkan harus jelas; (15) Rumusan kalimat butir soal harus mengguanakn
kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban uraian; (16) Tulislah tes
uraian berdasarkan perencanaan tea (kisi-kisi) yang ada; (17) Gunakan tes
uraian untuk mengukur hasil belajar yang kurang tepat atau tidak dapat diukur
dengan tes objektif; (18) Gunakan tes uraian terbatas untuk menambah sampel
yang dapat ditanyakan dalam satu waktu ujian; (19) Gunakan tes uraian untuk
mengungkap pendapat, tidak hanya sekedar menyebutkan fakta. Untuk itu
digunakan kata tanya seperti: jelaskan, bandingkan, hubungkan, simpulkan,
analisislah, kelompokkanlah, formulasikan, dan lain sebagainya; (20)
Hindarkan penggunaan kata tanya seperti sebutkan karena kata tanya seperti itu
biasanya hanya meminta siswa untuk menyebutkan fakta saja; (21) Rumuskan
butir soal dengan jelassehingga tidak menimbulkan salah tafsir; (22) Usahakan
agar jumlah butir soal dapat dikerjakan dalam waktu yang telah ditentukan;
(23) Jangan menyediakan sejumlah pertanyaan yang dapat dipilih oleh siswa;
(24) Tuliskan skor maksimal yang dapat diperoleh siswa pada setiap butir soal;
(25) Sebelum digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa maka tes uraian
yang selesai ditulis harus ditelaah terlebih dahulu.
5. Ketepatan penggunaan tes objektif yaitu: (1) kelompok yang akan dites banyak
dan tesnya akan digunakan lagi berkali-kali; (2) skor yang diperoleh
diperkirakan akan dapat dipercaya (mempunyai reliabilitas yang tinggi); (3)
Guru lebih mampu menyusun tes bentuk objektif daripada tes bentuk uraian;
(4) Hanya mempunyai waktu sedikit untuk koreksi dibandingkan dengan waktu
yang digunakan untuk menyusun test.
6. Ketepatan penggunaan tes subjektif yaitu: (1) Bila jumlah murid dan peserta
ujian terbatas maka soal tipe uraian dapat digunakan karena masih mungkin
bagi guru untuk dapat memeriksa atau menskor hasil ujian tersebut secara baik;
(2) Bila waktu yang dimiliki guru untuk mempersiapkan soal sangat terbatas,
sedangkan ia mempunyai waktu yang cukup untuk memeriksa hasil ujian,
maka tipe soal uraian dapat digunakan; (3) Bila tujuan instruksional yang ingin
dicapai adalah kemampuan mengekspresikan pikiran dalam bentuk tertulis,
menguji kemampuan menulis dengan baik, atau kemampuan penggunaan
bahasasecara tertib, maka haruslah menggunakan tes tipe uraian; (4) Bila guru
ingin memperoleh informasi yang tidak tertulis secara langsung didalam soal
ujiantetapi dapat disimpulkan dari tulisan peserta tes, seperti sikap, nilai, atau
pendapat. Soal tipeuraian dapat digunakan untuk mendapatkan informasi tidak
langsung tersebut, tapi digunakanharus sangat hati-hati oleh guru; (5) Bila guru
ingin agar peserta tes memperoleh pengalaman belajar atau ujian lebih
bervariasinmaka ujian dengan menggunakan tes tipe uraian salah satu bentuk
pengalaman itu dapatdiperoleh.
7. Kelebihan tes objektif adalah (1) Penilaiannya yang sangat objektif. Sebuah
jawaban hanya mempunyai dua kemungkinan, benar atau salah; (2) Toleransi
diantara benar dan salah tidak diberikan karena tingkat kenarannya bersifat
mutlak; (3) Soal objektif memiliki reliabilitas yang tinggi, siapapun yang
menilai dan kapanpun dinilai, hasilnya akan tetap sama; (4) Butir soal yang
banyak memungkinkan untuk mencakup semua daerah prestasi yang hendak
diukur (representatif); (4) Lebih mudah dan cepat karena pemeriksaannya
menggunakan kunci; (5) Dapat digunakan untuk menilai kelompok yang besar;
(6) Menghindari kemungkinan siswa berspekulasi dalam mempelajari bahan
pelajaran; (7) Tidak ada subjektif yang mempengaruhi; (8) Dalam satu kali
ujian dapat menanyakan banyak materi yang telah diajarkan dalam proses
pembelajaran; (9) Validitas isi tes dapat dipertanggungjawabkan; (9) Jika
dikonstruksi dengan baik tes objektif dapat mengukur semua jenjang proses
berpikir dari yang sederhana (ingatan) sampai dengan yang kompleks
(evaluasi).
8. Kelemahan dari tes objektif yaitu: (1) Tes objektif diragukan kemampuannya
untuk mengukur hasil belajar yang kompleks dan tinggi; (2) Peluang
melakukan tebakan (guessing) sangat tinggi; (3) Penyusunan tes sukar dan
ememrlukan waktu yang cukup banyak; (4) Kurang memberi kesempatan
kepada siswa untuk menyatakan kemampuan ilmiahnya; (5) Sukar untuk
mengukur proses mental yang tinggi; (6) Kerjasama antar siswa dalam
mengerjakan soal lebih terbuka; dan (7) Menggunakan bahan (kertas) yang
lebih banyak.
9. Kelebihan tes subjektif yaitu: (1) Kekuatan soal untuk mengukur hasil belajar
yang kompleks dan melibatkan level kognitif yangtinggi; (2) Memberi
kesempatan pada anak untuk menyusun jawaban sesuai dengan jalan
pikirannyasendiri; (3) Tepat digunakan untuk melatih siswa dalam
mengemukakan dan mengorganisasi gagasan atauide, serta lebih cepat dan
mudah membuatnya. Sedangkan kelemahannya yaitu: (1) Terdapat
subjektivitas dalam penilaiannya karena penilai yang berbeda atau situasi yang
berbeda; (2) Tes esai menghendaki jawaban yang panjang, sehingga tidak
memungkinkan ditulis butir tesdalam jumlah banyak (soal menjadi tidak
representatif); (3) Penggunaan soal esai membutuhkan waktu koreksi yang
lama dalam menentukan nilai; dan (4) Sering terjadi hallo effect, carry over
effect, dan order effect.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen Dikti Depdikbud (1981). Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar
V. Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud
Subino. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes : Suatu Pengantar Kepada Teori Tes
dan Pengukuran.Jakarta: Ditjen Dikti Debdikbud
Zainul, Asmawi, dan Nasoetion, Noehi (1996). Penilaian Hasil Belajar. Jakarta:
Ditjen DiktiDepdikbud