Anda di halaman 1dari 14

EVALUASI PEMBELAJARAN SEJARAH

PENGERTIAN TES OBJEKTIF, SYARAT-SYARATNYA DAN LANGKAH-LANGKAH


PEMBUATANNYA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
1. CLAUDIANA FAUSTIN CLARA (06041181621069)
2. MIFTA AL FAJAR (06041181621005)
3. TAMA MAYSURI (06041181621013)

DOSEN PENGAMPU :
DR. Hudaidah. M.Pd

PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2018/2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1997), Evaluasi adalah suatu tindakan
atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sedangkan evaluasi pendidikan adalah
kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu dan hasil-
hasilnya.
Dalam hal ini, untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai itu,
dilakukanlah pengukuran, dan wujud dari pengukuran itu adalah pengujian, dan pengujian inilah
yang dalam dunia kependidikan di kenal dengan istilah tes (Sudijono,2013:5).
Tes identik dengan sebuah pengukuran dan penilaian. Oleh karena itu, tanpa adanya tes
sebuah penilaian dan pengukuran maka hasilnya tidak akan diketahui dengan pasti dalam
pembelajaran dan evaluasi pun perlu dilakukan. Dalam hal ini, ada dua macam tes yaitu
esai/subjektif dan uraian/objektif. Kedua macam tes ini berhubungan erat dengan penilaian,
pengukuran dan hasil. Maka tes itu diperlukan dalam menentukan sebuah penilaian agar
pendidikan pula tidak mengalami kebingungan dalam menentukan penilaian.
Dalam makalah ini akan membahas mengenai salah satu jenis pengukuran tersebut, yaitu
tes bentuk objektif.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tes Objektif?
2. Apa bentuk-bentuk Tes Objektif?
3. Bagaimana langkah-langkah pembuatan Tes Objektif?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk Mengetahui tentang Tes Objektif
2. Untuk Mengetahui tentang bentuk-bentuk Tes Objektif
3. Untuk Mengetahui tentang langkah-langkah pembuatan Tes Objektif
4. Untuk memenuhi tugas makalah Tes Objektif mata kuliah Evaluasi Pendidikan

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tes Objektif


Istilah tes diambil dari kata “testum” suatu pengertian dalam bahasa Perancis kuno yang
berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Ada pula yang mengartikan sebagai
sebuah piring yang dibuat dari tanah. Dalam perkembangannya, istilah tes diadopsi dalam
psikologi dan pendidikan.
Tes merupakan suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau
serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga
menghasilkan suatu penilaian tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat
dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan standar yang telah
ditetapkan. (Sumber: Wayan Nukanca dkk. 1982. Hal: 24-25).
Istilah tes objektif sesuai dengan sifat tes, yaitu jelas, terhindar dari unsur rekayasa, dan
nilai yang dihasilkan apa adanya dan siapa saja mudah melakukannya (Anwar, 2009: 30).
Tes objektif yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short answer test) tes
ya-tidak (yes-no test) dan test model baru (new tipe test) adalah salah satu jenis tes hasil belajar
yang terdiri dari butir-butir soal (item) yang dapat jawab oleh testee dengan jalan memilih salah
satu jawaban (atau lebih) di antara beberapa kemungkinan jawaban yang dapat dipasangkan pada
masing-masing items atau dengan cara mengisikan (menuliskan) jawaban berupa kata-kata atau
simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan untuk masing-masing butir
items yang bersangkutan. (Sudijono, 2013:106-107)
Test objektif sering juga disebut tes dikotomi (dichotomously scored item) karena
jawabannya antara benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0. Disebut tes objektif hasilnya
akan sama karena kunci jawabannya sudah jelas dan pasti. Tes objektif menuntut peserta didik
untuk memilih jawaban yang benar di antara kemungkinan jawaban yang telah disediakan,
memberikan jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang belum
sempurna. Tes objektif sangat cocok untuk menilai kemampuan yang menuntut proses mental
yang tidak begitu tinggi, seperti mengingat, mengenal, pengertian, dan penerapan prinsip-prinsip.
Tes objektif terdiri atas beberapa bentuk, yaitu benar-salah, pilihan ganda, menjodohkan, dan
melengkapi atau jawaban singkat. Sebagaimana dikemukakan Witherington (1952) bahwa,

4
“There are many varieties of there new test, but four kinds are most common use, true-false,
multiple-choice, completion, matching”. (Zainal Arifin, 2011: 135)

Jadi mengenai tes objektif dapat diambil kesimpulan bahwa tes objektif adalah tes yang
semua informasi yang diperlukan peserta tes untuk memberikan respon telah disediakan oleh
penyusun tes, sehingga peserta tes tinggal memilihnya. Jawaban yang berupa pilihan bersifat
Jelas, sehingga hanya ada dua kemungkinan kebenaran jawaban – benar atau salah.

2.2 Bentuk-Bentuk Tes Objektif


2.2.1 Tes obyektif bentuk benar-salah (true-false test)
Sering dikenal dengan istilah tes obyektif bentuk benar-salah atau tes obyektif bentuk “ya-
tidak” (yes-no test).
Tes obyektif bentuk True-false merupakan salah satu bentuk tes obyektif dimana butir-butir
soal yang diajukan dalam test hasil belajar berupa pernyataan (pernyataan dimana ada yang
benar dan ada yang salah). Tugas testee adalah membubuhkan tanda tertentu atau mencoret huruf
B apabila menurut mereka pernyataan itu benar, atau mencoret huruf S apabila menurut mereka
pernyataan itu salah.
Jadi, tes obyektif bentuknya adalah kalimat atau pernyataan yang mengandung dua
kemungkinan jawab, benar atau salah, dan testee diminta menentukan pendapat mereka
mengenai penyataan tersebut dengan cara seperti yang telah ditentukan dalam petunjuk cara
mengerjakan soal.
Bentuk tes benar-salah ada 2 macam jika dilihat dari segi mengerjakan/menjawab soal, yaitu:
a. Dengan pembetulan, yaitu siswa diminta untuk membetulkan bila ia memilih jawaban
yang salah.
b. Tanpa pembetulan, yaitu siswa hanya diminta melingkari/mencoret huruf B atau S tanpa
memberikan jawaban yang betul.

1. Keunggulan tes obyektif bentuk benar-salah (true-false test)


a. Mudah dalam menyusun/pembuatannya mudah.
b. Dapat digunakan berulang kali.
c. Tidak terlalu banyak memakan lembaran kertas/tempat karena biasanya pertanyaan-
pertanyaannya singkat saja.

5
d. Mampu mencakup bahan pelajaran yang luas.
e. Bagi testee, cara mengerjakannya mudah.
f. Bagi tester, cara mengkoreksinya juga mudah.

2. Kelemahan tes obyektif bentuk benar-salah (true-false test)


a. Mudah ditebak dan diduga.
b. Membuka peluang bagi testee untuk berspekulasi dalam memberikan jawaban.
c. Sifatnya terbatas, dalam arti bahwa tes tersebut hanya dapat mengungkap daya ingat dan
pengenalan kembali, jadi lebih bersifat hafalan.
d. Umumnya tes obyektif jenis ini reliabilitasnya rendah, kecuali apabila butir-butir soalnya
dibuat dalam jumlah yang banyak sekali.
e. Dapat terjadi bahwa butir-butir soal tes objektif ini tidak dapat dijawab dengan dua
kemungkinan saja, yaitu betul atau salah (Sudijono, 2006: 107-109).

3. Petunjuk dalam menyusun true-false test:


a. Tuliskan huruf B-S didepan masing-masing pernyataan, agar mudah bagi testee dalam
memberikan jawaban, dan mudah juga bagi tester dalam mengoreksi
b. Jumlah butir soal hendaknya antara 10-20 soal
c. Jumlah butir soal yang jawabannya benar sebaiknya seimbang dengan butir soal yang
jawabannya salah
d. Urutan soal yang jawabannya benar dan yang jawabannya salah sebaiknya jangan ajeg,
tetapi dibuat selang seling, agar dapat mencegah adanya spekulasi
e. Butir-butir soal yang jawabannya benar sebaiknya tidak mempunya corak yang berbeda
dari soal yang jawabannya salah
f. Hindari pernyataan yang susunan kalimatnya persis dalam bahan tes

4. Cara Mengolah Skor


a. Dengan denda
S = R-W
S = Skor yang diperoleh

6
R = Right (jawaban yang benar)
W= Wrong (jawaban yang salah)
b. Tanpa denda
S= R
Hanya dihitung yang betul, untuk soal yang tidak dikerjakan bernilai 0 (Arikunto, 2011:
166-167).

2.2.2 Tes obyektif bentuk menjodohkan (Matching Test)


Sering dikenal dengan istilah tes menjodohkan, tes mencari pasangan, tes menyesuaikan,
tes mencocokkan dan tes mempertandingkan. Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan
satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai jawabnya yang tercantum dalam seri
jawaban.
Ciri-ciri:
a. Tes terdiri dari satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban.
b. Tugas testee adalah mencari dan menempatkan jawaban-jawaban yang telah tersedia,
sehingga sesuai atau cocok atau merupakan pasangan, atau merupakan jodoh dari
pertanyaannya.
Jadi, dalam bentuk tes ini, disediakan dua kelompok bahan dan testee harus mencari
pasangan-pasangannya yang sesuai antara yang terdapat pada kelompok pertama dengan yang
terdapat pada kelompok kedua, sesuai petunjuk yang diberikan dalam tes tersebut. (Sudijono,
2006: 111).

1. Keunggulan tes obyektif bentuk menjodohkan (Matching Test):


a. Pembuatannya mudah.
b. Dapat dinilai dengan mudah, cepat, dan obyektif.
c. Apabila tes ini dibuat dengan baik, maka faktor menebak praktis dapat dihilangkan.
d. Tes jenis ini berguna untuk menilai berbagai hal, seperti:
1) Antara problem dan penyelesaiannya.
2) Antara teori dan penemunya.
3) Antara sebab dan akibatnya.

7
4) Antara singkatan dan kata-kata lengkapnya.
5) Antara istilah dan definisinya.

2. Kelemahan tes obyektif bentuk menjodohkan (Matching Test):


a. Cenderung lebih banyak mengungkap aspek hafalan atau daya ingat saja.
b. Karena mudah disusun, maka tes ini kadang dijadikan pelarian bagi pengajar, yaitu
digunakan apabila pengajar tidak sempat lagi untuk membuat tes bentuk lain.
c. Tes jenis ini kurang baik untuk mengevaluasi pengertian dan kemampuan membuat
tafsiran (interpretasi).
d. Tanpa disengaja, dalam tes jenis ini sering menyelinap hal-hal yang sebenarnya kurang
perlu untuk diujikan.

3. Teknik Penyusunan.
a. Pastikan seri pertanyaan atau pernyataan (kolom pertama/jalur kiri) dan seri jawaban
(kolom kedua/jalur kanan) bersifat homogen, agar salah satu dari semua seri jawaban ada
kemungkinan sebagai jawaban yang benar.
b. Pastikan petunjuk mengerjakan tes jelas.
c. Seyogyanya seri pertanyaan atau pernyataan tidak lebih dari lima item, karena kalau lebih
akan membingungkan dan mengurangi homogenitas.
d. Seyogyanya seri jawaban lebih banyak dari seri pernyataan ata pertanyaan untuk
mendorong peserta tes lebih cermat.
e. Seyogyanya seri pernyataan (stem) diberi urut dengan menggunakan nomor dan seri
jawaban dengan menggunakan huruf.
f. Seyogyanya tes ditulis dalam halaman yang sama. (Nini & Prima, 2017: 54).

4. Cara mengolah Skor


S = R (hanya dihitung jawaban yang benar saja). (Arikunto, 2011: 175)

8
2.2.3 Tes obyektif bentuk Isian (Fill in test)
Tes obyektif bentuk fill in ini biasanya berbentuk cerita atau karangan. Kata-kata
penting dalam cerita beberapa diantaranya dikosongkan, dan tugas testee adalah mengisi bagian-
bagian yang telah dikosongkan tersebut.

1. Keunggulan tes obyektif bentuk Isian (Fill in test):


a. Cara penyusunannya mudah
b. Masalah yang dujikan tertuang secara keseluruhan dalam konteksnya
c. Berguna untuk mengungkap pengetahuan testee secara utuh mengenai suatu hal/bidang

2. Kelemahan tes obyektif bentuk Isian (Fill in test):


a. Karena tertuang dalam bntuk rangkaian cerita, maka test jenis ini umumya banyak
memakan tempat
b. Cenderung lebih banyak mengungkap aspek pengetahuan atau pengenalan saja
c. Terbuka peluang bagi testee untuk tebak terka
d. Kurang komprehensif, sebab hanya dapat mngungkap sebagian saja dari bahan yang
semestinya diteskan. (Sudijono, 2006: 114-115)

3. Cara penyusunan tes objektif bentuk fill in :


a. Agar tes ini dapat digunakan secara efisien sebaiknya jawaban yang harus diisikan ditulis
pada lembar jawaban atau pada tempat yang terpisah.
b. Ungkapan cerita yang dijadikan bahan tes hendaknya disusun seringkas mungkin demi
menghemat tempat atau kertas serta waktu penyesuaiannya.
c. Apabila jenis mata pelajaran yang akan disajikan itu memungkinkan pengajaran atau
pengujian soal juga dapat dituangkan dalam bentuk gambar. (Asrul, 2015: 49).

4. Cara Mengolah Skor


S= R (sama dengan bentuk matching)

9
2.2.4 Tes obyektif bentuk melengkapi (Completion Test)
Sering dikenal dengan istilah tes melengkapi atau menyempurnakan. Ciri-cirinya:
a. Terdiri atas susunan kalimat yang bagian-bagiannya sudah dihilangkan
b. Bagian-bagian yang dihilangkan itu diisi dengan titik-titik (…..)
c. Titik-titik itu harus dilengkapi/diisi/disempurnakan oleh testee dengan jawaban
Jadi, tes obyektif bentuk completion ini mirip sekali dengan tes obyektif bentuk fill in.
Perbedaannya ialah, pada tes obyektif bentuk fill in, bahan yang diujikan itu merupakan satu
kesatuan cerita, sedangkan pada tes obyektif bentuk completion tidak harus seperti itu. Dengan
kata lain, butir-butir soal tes dapat saja dibuat berlainan antara yang satu dengan yang lain.
(Sudijono, 2006: 116).

1. Keunggulan tes obyektif bentuk melengkapi (Completion Test):


a. Tes model ini mudah dalam penyusunannya.
b. Jika dibandingkan dengan tes obyektif bentuk fill in, tes obyektif jenis ini lebih
menghemat tempat.
c. Karena bahan yang disajikan dalam tes ini cukup banyak dan beragam, maka persyaratan
komprehensif dapat dipenuhi oleh tes model ini.
d. Tes ini dapat digunakan untuk mengukur berbagai taraf kompetensi dan tidak sekedar
mengungkap taraf pengenalan atau hafalan saja.

2. Kelemahan tes obyektif bentuk melengkapi (Completion Test):


a. Pada umunya tester lebih cenderung menggunakan tes model ini untuk mengungkap daya
ingat atau aspek hafalan saja.
b. Dapat terjadi bahwa butir-butir item dari tes model ini kurang relevan untuk diujikan.
c. Karena pembuatannya mudah, maka tester sering menjadi kurang berhati-hati dalam
menyusun kalimat-kalimat soalnya. (Sudijono, 2006: 117-118).

3. Saran-saran dalam menyusun tes bentuk isian ini adalah sebagai berikut:
a. Perlu selalu diingat bahwa kita tidak dapat merencanakan lebih dari satu jawaban yang
kelihatan logis.
b. Jangan mengutip kalimat/pernyataan yang tertera pada buku/catatan.

10
c. Diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama panjang.
d. Diusahakan hendaknya setiap pernyataan jangan mempunyai lebih dari satu tempat
kosong.
e. Jangan mulai dengan tempat kosong. (Arikunto, 2011: 176-177).

4. Cara Mengolah Skor


S= R (sama dengan bentuk matching). (Arikunto, 2011: 176).

2.2.5 Tes obyektif bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choice Item Test)
Multiple choice test terdiri atas suatu pertanyaan atau keterangan tentang suatu
pengertian yang belum lengkap, dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa
kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Atau dengan kata lain, multiple choice test terdiri
atas bagian keterangan (stem) dan bagian kemungkinan jawaban atau alternative (option).
Kemungkinan jawaban terdiri atas satu jawaban yang benar (sebagai kunci jawaban) dan
beberapa pengecoh (distractor). (Arikunto, 2011: 168)
Dalam perkembangannya, sampai saat ini tes obyektif bentuk multiple choice item dapat
dibedakan menjadi sembilan model, yaitu :
a. Model melengkapi lima pilihan.
b. Model asosias dengan lima atau empat pilihan.
c. Model melengkapi berganda.
d. Model analisis hubungan antarhal.
e. Model analisis kasus.
f. Model hal kecuali.
g. Model hubungan dinamik.
h. Model pemakaian diagram, grafik, peta atau gambar. (Sudijono, 2016: 119-120)

1. Keunggulan tes Pilihan Ganda.


a. Dapat mengukur semua tujuan pembelajaran/kompetensi khususmya domain
kognisi, dari yang paling sederhana sampai yang paling komplek.

11
b. Dapat menggunakan tes yang relatif banyak yang mewakili bahan ajar yang lebih
luas.
c. Dapat mengurangi kesempatan menebak, karena optionnya lebih dari dua.
d. Menuntut kecermatan yang tinggi untuk membedakan jawaban yang paling benar
di antara jawaban yang benar.

2. Kelemahan tes pilihan ganda.


a. Sukar dikontruksi,khususnya mencari alternatif jawaban yang homogeny.
b. Ada kecendrungan hanya menguji kemampuan ingatan domain kognisi.
c. Kurang cocokuntuk mengukur hasil belajar yang menyeluruh atau total.
d. Tidak dapat mengukur semua tujuan pembelajaran/kompetensi.

3. Teknik Penyusunan.
a. Menyusun “stem” soal.
b. Menyusun pilihan dan pengecoh.
c. Menyusun pilihan yang benar.

4. Cara mengolah skor.


Menggunakan sistem denda
Dengan ketentuan
SK = Skor yang diperoleh peserta tes.
B = Jumlah jawaban yang benar.
S = Jumlah jawaban yang salah.
P = Banyaknya pilihan.
I = Bilangan tetap. (Nini & Prima, 2017: 58-60)

12
KESIMPULAN

Menurut Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1997), Evaluasi adalah suatu tindakan
atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sedangkan evaluasi pendidikan adalah
kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu dan hasil-
hasilnya.
Dalam hal ini, untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai itu,
dilakukanlah pengukuran, dan wujud dari pengukuran itu adalah pengujian, dan pengujian inilah
yang dalam dunia kependidikan di kenal dengan istilah tes (Sudijono,2013:5).
Tes identik dengan sebuah pengukuran dan penilaian. Oleh karena itu, tanpa adanya tes
sebuah penilaian dan pengukuran maka hasilnya tidak akan diketahui dengan pasti dalam
pembelajaran dan evaluasi pun perlu dilakukan. Dalam hal ini, ada dua macam tes yaitu
esai/subjektif dan uraian/objektif. Kedua macam tes ini berhubungan erat dengan penilaian,
pengukuran dan hasil. Maka tes itu diperlukan dalam menentukan sebuah penilaian agar
pendidikan pula tidak mengalami kebingungan dalam menentukan penilaian.
Tes merupakan suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau
serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga
menghasilkan suatu penilaian tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat
dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan standar yang telah
ditetapkan. (Sumber: Wayan Nukanca dkk. 1982. Hal: 24-25).
Istilah tes objektif sesuai dengan sifat tes, yaitu jelas, terhindar dari unsur rekayasa, dan
nilai yang dihasilkan apa adanya dan siapa saja mudah melakukannya (Anwar, 2009: 30).
Tes objektif yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short answer test) tes
ya-tidak (yes-no test) dan test model baru (new tipe test) adalah salah satu jenis tes hasil belajar
yang terdiri dari butir-butir soal (item) yang dapat jawab oleh testee dengan jalan memilih salah
satu jawaban (atau lebih) di antara beberapa kemungkinan jawaban yang dapat dipasangkan pada
masing-masing items atau dengan cara mengisikan (menuliskan) jawaban berupa kata-kata atau
simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan untuk masing-masing butir
items yang bersangkutan. (Sudijono, 2013:106-107)

13
DAFTAR PUSTAKA

Sudijono, Anas. 2006. Pengantar E valuasi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Arifin, Zainal. 2011. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurkancana, dkk. 1982. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Nugraha, Yogi. Evaluasi Pendidikan.
Asrul, dkk. 2015. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Citapustaka Media.
Ibrahim, dan Yanti. 2017. BAHAN AJAR EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA. Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai