Anda di halaman 1dari 38

COVER

1
KATA PENGANTAR

i
DAFTAR ISI

ii
DAFTAR TABEL

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengujian tingkat kesukaran butir tes dan perangkat tes memiliki latar
belakang yang didukung oleh sejumlah ahli dalam bidang pengukuran dan
evaluasi pendidikan. Berikut beberapa pandangan ahli mengenai pentingnya uji
tingkat kesukaran butir tes:
Benjamin Bloom: Benjamin Bloom adalah seorang psikolog pendidikan terkenal
yang mengembangkan taksonomi Bloom. Menurutnya, mengukur kesukaran butir
tes adalah langkah penting dalam mengevaluasi tingkat pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran. Dalam kerangka taksonomi Bloom, butir tes yang
berbeda mungkin mengukur tingkat pemahaman yang berbeda pula, dan
mengukur tingkat kesukaran membantu menentukan sejauh mana siswa telah
mencapai tingkat pemahaman yang diharapkan.
Robert L. Thorndike: Robert L. Thorndike adalah seorang ahli psikometri yang
memainkan peran penting dalam pengembangan tes dan penilaian pendidikan.
Menurut Thorndike, mengukur tingkat kesukaran butir tes adalah esensial dalam
aspek desain dan analisis tes. Hal ini membantu dalam memastikan bahwa butir-
butir tes adalah alat yang dapat diandalkan untuk mengukur kemampuan atau
pengetahuan yang diinginkan.
William H. Angoff: William H. Angoff adalah seorang statistikawan pendidikan
yang mengembangkan pendekatan Angoff untuk menentukan tingkat kesukaran
butir tes. Pendekatan ini sering digunakan dalam analisis item response (IRT)
untuk menentukan tingkat kesukaran dan daya pisah butir-butir tes. Angoff
memahami bahwa pengujian tingkat kesukaran butir tes adalah langkah penting
dalam menilai validitas dan akurasi tes.
David P. Weir: David P. Weir adalah seorang ahli dalam bidang evaluasi
pendidikan. Menurutnya, mengukur tingkat kesukaran butir tes adalah penting
untuk menghindari bias dan memastikan bahwa tes adalah alat yang dapat
diandalkan untuk semua peserta ujian, tanpa memandang latar belakang atau
kemampuan mereka.

1
Para ahli di bidang pengukuran dan evaluasi pendidikan umumnya
sependapat bahwa pengujian tingkat kesukaran butir tes adalah langkah penting
dalam memastikan bahwa tes adalah alat yang valid dan dapat diandalkan untuk
mengukur kemampuan atau pengetahuan yang diinginkan. Dengan menganalisis
tingkat kesukaran, pengembang tes dapat mengoptimalkan instrumen pengukuran
mereka untuk memberikan hasil yang lebih akurat.

1.2 Rumusan Masalah


a) Apa itu pengertian dari tingkat kesukaran butit tes dan perangkat tes?
b) Seperti apa tujuan dan manfaat melakukan uji tingkat kesukaran butir tes
dan perangkat tes?
c) Bagaimana cara atau teknik menghitung tingkat kesukaran butir tes dan
perangkat tes?
d) Apa itu pengertian dari daya beda butir tes dan perangkat tes?
e) Seperti apa tujuan dan manfaat melakukan uji daya beda tes?
f) Bagaimana cara atau teknik menghitung daya beda butir tes dan perangkat
tes?
1.3 Tujuan
a) Untuk mengetahui pengertian dari tingkat kesukaran butit tes dan
perangkat tes
b) Untuk mengetahui tujuan dan manfaat melakukan uji tingkat kesukaran
butir tes dan perangkat tes
c) Untuk mengetahui cara atau teknik menghitung tingkat kesukaran butir tes
dan perangkat tes
d) Untuk mengerahui pengertian dari daya beda butir tes dan perangkat tes
e) Untuk mengetahui tujuan dan manfaat melakukan uji daya beda tes
f) Untuk mengetahui cara atau teknik menghitung daya beda butir tes dan
perangkat tes

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tingkat Kesukaran Butir Tes dan Perangkat Tes


2.1.1 Tingkat Kesukaran Butir Tes
Tes adalah suatu pernyataan, tugas, atau seperangkat tugas yang
direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau atribut pendidikan
dan psikologi. Setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban
atau ketentuan yang dianggap benar. Tes dapat diklasifikasikan menurut bentuk,
tipe, dan ragamnya (Asmawi Zainul, dkk : 1997).
Menurut Arikunto Suharsimi (2001), analisis tingkat kesukaran
dimaksudkan untuk mengetahui apakah soal tersebut tergolong mudah atau sukar.
Sedangkan untuk tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau
mudahnya sesuatu soal.
Menurut Asmawi Zainul, dkk (1997) tingkat kesukaran butir soal/tes
adalah proporsi peserta tes menjawab benar terhadap butir soal tersebut. Tingkat
kesukaran butir soal biasanya dilambangkan dengan p. Semakin besar nilai dari p,
maka semakin besar pula proporsi yang menjawab benar terhadap butir soal
tersebut, dan semakin rendah pula tingkat kesukaran butir soal tersebut. Hal ini
mengandung arti bahwa soal yang dimaksud semakin mudah, begitu pula dengan
sebaliknya.
Tingkat kesukaran butir soal tidaklah menunjukkan bahwa butir soal itu
baik atau tidak. Tingkat kesukaran butir hanya menunjukkan bahwa butir soal itu
sukar atau mudah untuk kelompok peseta tes tertentu. Butir soal hasil belajar yang
terlalu sukar atau terlalu mudah tidak banyak memberi informasi tentang butir
soal atau peserta tes (Asmawi Zainul, dkk : 1997).
Pada analisis butir soal secara klasikal, seperti yang dijelaskan oleh
Depdikbud (1997) tingkat kesukaran dapat diperoleh dengan beberapa cara antara
lain :
a) Skala Kesukaran Linier
b) Skala Bivariat
c) Indeks Davis

3
d) Proporsi Menjawab Benar
Dari keempat cara dalam memperoleh tingkat kesukaran butir soal/tes,
yang paling umum digunakan adalah proporsi menjawab benar atau proportion
correct, yaitu jumlah peserta tes yang menjawab benar pada soal yang dianalisis
dibandingkan dengan peserta tes seluruhnya. Dalam analisis tes ini digunakan
proportion correct (p) untuk meniai tingkat kesukaran butir soal. Besarnya tingkat
kesukaran berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Untuk sederhananya, tangkat
kesukaran butir dan perangkat soal dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
mudah, sedang, dan sukar. Dikutip dari Asmawi Zainul, dkk (1997) dapat
menggunakan tabel sebagai berikut :

Tingkat Kesukaran Nilai p


Sukar 0,00 - 0,25
Sedang 0,26 - 0,75
Mudah 0,76 - 1,00

Untuk menyusun suatu soal ujian, sebaiknya menggunakan butir soal yang
mempunyai tangkat kesukaran berimbang, yaitu soal berkategori sukar sebanyak
25%, kategori sedang 50%, dan kategori mudah 25%.
Dalam penggunaan butir soal dengan komposisi seperti yang sudah
dituliskan di atas, maka dapat kita terapkan penilaian berdasar acuan norma atau
acuan patokan. Bila komposisi butir soal dalam suatu naskah ujian tidak
berimbang, maka penggunaan penilaian acuan norma tidaklah tepat, karena
informasi kemampuan yang dihasilkan tidaklah akan berdistribusi normal.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa soal-soal yang dianggap baik
adalah soal-soal memiliki tingkat kesukaran sedang, yang indeks kesukarannya
berkisaran antara 0,26 - 0,75. Berbagai kriteria tersebut mempunyai
kecenderungan bahwa butir soal yang memiliki indeks kesukaran kurang dari 0,25
dan lebih dari 0,75 sebaiknya dihindari atau tidak digunakan, karena butir soal
yang seperti itu terlalu sukar atau terlalu mudah, sehingga akan kurang
mencerminkan alat ukur yang baik.

4
Mengutip pendapat dari Suharsimi Arikunto (2001), soal-soal yang terlalu
mudah atau terlalu sukar tidak berarti tidak boleh digunakan. Hal ini tergantung
dari tujuan penggunaannya. Jika dari peserta tes banyak, padahal yang
dikehendaki lulus hanya sedikit maka diambil peserta yang terbaik, untuk itu
diambilah butir soal tes yang sukar. Demikian sebaliknya, jika kekurangan peserta
tes, maka dipilihkan soal-soal yang mudah. Selain itu, soal-soal yang sukar akan
menambah motivasi belajar bagi siswa-siswa yang pandai, sedangkan soal-soal
yang mudah akan membangkitkan semangat kepada siswa yang lemah.

2.1.2 Perangkat Tes


Perangkat tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara dan aturan-aturan
yang sudah ditentukan. Tes hasil belajar adalah sekelompok pertanyaan atau
tugas-tugas yang harus dijawab atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan untuk
mengukur kemajuan belajar siswa.
Secara garis besar, instrument evaluasi dapat diklasifikasikan atas dua
bagian, yaitu tes dan non tes. Perbedaan yang prinsip antara tes dan non tes
terletak pada jawaban ynag diberikan. Dalam suatu res hanya ada kemungkinan
benar atau salah, sedangkan untuk non tes tidak ada jawaban benar atau salah,
semua tergantung pada keadaan seseorang. Didalam perangkat tes, terdapat
beberapa jenis tes yang diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Dari segi pelaksanaannya
a. Tes tertulis
Dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada penggunaan kertas
dan pensil sebagai instrument utamanya, sehingga tes mengerjakan
soal atau jawaban ujian pada kertas ujian secara tertulis, baik
dengan tulisan tangan maupun menggunakan komputer.
b. Tes lisan
Dilakukan dengan pembicaraan atau wawancara tatap muka antara
guru dan murid.
c. Tes perbuatan

5
Mengacu pada proses penampilan seseorang dalam melakukan
sesuatu unit kerja. Tes perbuatan mengutamakan pelaksanaan
perbuatan peserta didik.
2) Dari segi bentuk soal dan kemungkinan jawabannya
a. Tes essay
Tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan terstruktur dan siswa
menyusun, mengorganisasikan jawaban sendiri tiap pertanyaan itu
dengan bahasanya sendiri.
b. Tes objektif
Tes yang disusun sedemikian rupa dan telah disediakan alternatif
jawabannya. Tes ini terdiri dari berbagai macam bentuk, yaitu tes
betul-salah, tes pilihan ganda, tes mencocokkan, dan tes analisa
hubungan.
3) Dari segi fungsi tes disekolah
a. Tes formatif
Tes yang diberikan memonitor kemajuan belajar selama proses
pembelajaran berlangsung. Tes ini diberikan dalam tiap satuan unit
pembelajaran. Manfaat res formatif bagi peserta didik adalah untuk
mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai meteri dalam
tiap unit pembelajaran. Dengan tes formatif, peserta didik
mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimilikinya, karena tes
formatif merupakan usaha perbaikan bagi siswa dan penguatan
bagi peserta didik.
b. Tes summatif
Tes summatif diberikan dengan maksud untuk mengetahui
penguasaan untuk pencapaian peserta didik dalam bidang tertentu.
Tes summatif dilaksanakan pada tengah atau akhir semester.
c. Tes penempatan
Tes yang diberikan dalam rangka menentukan jurursan yang akan
dimasuki peserta didik atau kelompok mana yang paling baik
ditempati atau dimasuki peserta didik dalam belajar.
d. Tes diagnostik

6
Tes yang digunakan untuk mendiagnosis penyebab kesulitan yang
dihadapi seseorang baik dari segi intelektual, emosi, dan fisik yang
mengganggu kegiatan belajarnya.

Pada teknik penyusunan perangkat tes, menurut BSMP ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam penilaian hasil belajar peserta didik,diantara
lainnya adalah :
1) Penilaian ditujukan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
2) Penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu berdasarkan pencapaian
kompetensi peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran.
3) Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat
variasi.
4) Penilaian dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
5) Hasil penilaian di tindak lanjuti dengan program remedial bagi peserta
didik yang pencapaian kompetensinya dibawa kriteria ketuntasan dan
program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria
ketuntasan.
6) Penulisan harus sesuai dengan kegiatan pembelajaran, tes yang dibuat
dengan Langkah-langkah seperti menentukkan tujuan tes/soal,
penentuan jenis dan bentuk soal, Menyusun kisi-kisi, penulisan butir
soal, pemantapan butir atau validasi soal dan kunci jawaban, serta
merakit soal menjadi perangkat tes.

Adapun bentuk-bentuk penyajian perangkat tes hasil belajar, yaitu :


1) Tes hasil belajar bentuk uraian
Tes uraian adalah butiran soal yang mengandung pertanyaan atau tugas
yang jawaban atau pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan
cara mendeskripsikan pikiran peserta tes secara naratif. Ciri khas tes
uraian adalah jawaban terhadapt uraian adalah jawaban terhadap soal
tersebut tidak disediakan oleh orang yang mengkonruksi butir soal,
tetapi disusun oleh peserta tes. Tes uraian dibagi menjadi dua
golongan, yaitu tes uraian bebas dan tes uraian terbatas. Perbedaannya

7
adalah atas dasar besarnya kebebasan yang diberikan kepada peserta
tes untuk mengorganisasikan. Menulis dan menyatakan pikiran, tingkat
pemahaman terhadap pokok permasalahan dan gagasannya.
2) Tes hasil belajar objektif
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan
secara objektif. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-
kelamahan dari tes bentuk essay (uraian). Kelebihan tes objektif
mengandung lebih banyak segi-segi yang positif, misalnya lebih
refresentatif mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat
dihindari campur tangan daru unsur-unsur subjektid baik dari segi
siswa maupun segi guru yang memeriksa, lebih mudah dan cepat
dalam segi cara memeriksa, pemeriksaan dapat diseragkan kepada
orang lain, dan dalam pemeriksaan tidak ada unsur subjektif yang
mempengaruhi. Kelemahan tes objektif persiapan untuk Menyusun
jauh kebuh sulit daripada tes essay, soal cenderung untuk
mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan Kembali saja, bnyak
kesempatan untuk menebak jawaban, kesempatan kerja sama antar
siswa pada waktu mengerjakan lebih terbuka.

Tes hasil belajar harus digunakan dengan baik dan bijak. Apabila hasil
belaajr tertentu merupakan tes baku, maka tes tersebut harus digunakan dibawah
ketentuan yang berlaku bagi pelaksanaan tes tersebut.
Beberapa petunjuk praktis yang hendak ditaati pendidik dalam tes adalah
sebagai berikut :
a) Pelaksanaan tes hendaknya diberitahu terlebih dahulu kepada peserta
tes
b) Sebaiknya pendidik menjelaskan cara menjawab yang dituntut dalam
suatu tes
c) Sebaiknya pendidik memotivasi peserta tes mengerjakan tesnya secara
baik, dan bukan menakuti peserta didik
d) Bila pendidik menggunakan tes baku, maka hendaknya pendidik
tersebut bertanggungjawab penuh terhadap keamanan tes tersebut

8
e) Seorang pendidik menggunakan hasil tes untuk mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan peserta tes
f) Guru hendaknya menghindari dari keterlibatan dalam bimbingan tes
yang dapat diperkirakan akan mengganggu proses hasil belajar peserta
didik
g) Ide etik bila seorang guru mengembangkan butir soal atau perangkat
soal yang parallel dengan maksud untuk digunakan dalam bimbingan
tes
h) Tidak etik untuk mendistrimasikan peserta didik tertentu atau
kelompok tertentu yang boleh mengikuti suatu tes atau melarang
mengikuti tes
i) Tidak etik untuk memperpanjang waktu atau menyingkat waktu yang
ditentukan oleh petunjuk tes
j) Guru tidak boleh meningkatkan rasa cemas peserta tes dengan
penjelasan yang tidak diperlukan

Terdapat pula lima tahap dalam merencanakan dan Menyusun tes agar
diperoleh tes yang baik, yakni sebagai berikut :
1) Pengembangan spesifikasi tes
Spesifikasi tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan keseluruhan
kualitas tes dan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh tes yang akan
dikembangkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah :
a. Menentukan tujuan, tujuan yang baik hendaklah berorientasi
kepada peserta didik, bersifat menguraikan hasil belajar, harus
jelas, dan dapat dimengerti, mengandung kata yang jelas, serta
dapat dimatai dan dapat diukur.
b. Menyusun kisi-kisi soal, penyusunan kisi-kisi soal bertujuan untuk
merumuskan setepat mungkin ruang lingkup, tekanan dan bagian-
bagian tes sehingga perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk
yang efektif bagi penyusun tes.

9
c. Memilih tipe soal, dalam memilih tipe soal, perlu diperhatikan
kesesuaian antara tipe soal dengan materi, tujuan evaluasi,
penyelenggaraan tes, serta ketersediaan dana dan kepraktisan.
d. Merencanakan tingkat soal, untuk soal objektif dapat du ketahui
melalui uji coba atau dapat juga diperkirakan berdasarkan berat
ringannya bebas penyelesaian soal tersebut.
e. Merencanakan banyak soal.
f. Merencanakan jadwal penerbitan soal.
2) Penulisan soal
3) Penelaahan soal, yaitu menguji validitas soal yang bertujuan untuk
mencermati apakah butir-butir soal yang disusun sudah tepat untuk
mengukur tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan, ditinjau dari
segi isi/materi, kriteria dan psikologis.
4) Pengujian butir-butir soal secara empiris, kegiatan ini sangat penting
jika soal yang dibuat akan dibakukan.
5) Menganalisis hasil uji coba

2.2 Tujuan dan Manfaat Melakukan Uji Tingkat Kesukaran Butir Tes dan
Perangkat Tes
2.2.1 Tujuan dan Manfaat Melakukan Uji Tingkat Kesukaran Butir Tes
Tujuan dan manfaat melakukan uji tingkat kesukaran butir tes adalah untuk
memastikan bahwa tes dapat memberikan pengukuran yang akurat, konsisten, dan
bermakna terhadap apa yang diukur. Uji tingkat kesukaran membantu
mengidentifikasi sejauh mana soal-soal tes memerlukan pemahaman dan
penguasaan materi yang diujikan, dan apakah soal-soal tersebut sesuai dengan
tujuan pengukuran. Berikut adalah tujuan dan manfaat melakukan uji tingkat
kesukaran butir tes :
a) Tujuan :
1. Menilai Kualitas Soal Tes: Uji tingkat kesukaran membantu menilai
apakah soal-soal tes sesuai dengan tujuan pengukuran yang telah
ditetapkan. Ini membantu memastikan bahwa soal-soal tes mengukur
apa yang seharusnya diukur.

10
2. Memastikan Validitas Tes: Uji tingkat kesukaran adalah bagian dari
proses validasi tes. Ini membantu memastikan bahwa tes benar-benar
mengukur apa yang diinginkan dan memiliki hubungan yang kuat
dengan materi yang diajarkan.
3. Meningkatkan Efektivitas Pembelajaran: Hasil uji tingkat kesukaran
dapat memberikan umpan balik berharga kepada guru dan siswa.
Dengan mengetahui sejauh mana siswa dapat mengatasi tingkat
kesulitan soal-soal, guru dapat mengidentifikasi area yang memerlukan
perhatian tambahan dalam pembelajaran.
4. Meningkatkan Kualitas Instruksi: Uji tingkat kesukaran dapat
membantu guru dalam mengevaluasi dan mengkoreksi instruksi
mereka. Ini memungkinkan mereka untuk mengatur metode
pengajaran dan materi agar sesuai dengan tingkat kesulitan yang
diinginkan.
5. Mengidentifikasi Kebutuhan Siswa: Hasil uji tingkat kesukaran dapat
membantu mengidentifikasi kebutuhan individu siswa. Guru dan
lembaga pendidikan dapat memberikan dukungan tambahan kepada
siswa yang memiliki kesulitan dalam mengatasi tingkat kesukaran
tertentu.

b) Manfaat :
1. Akurasi Pengukuran: Uji tingkat kesukaran membantu memastikan
bahwa hasil tes memberikan pengukuran yang akurat tentang
pemahaman dan keterampilan siswa.
2. Motivasi Siswa: Soal-soal dengan tingkat kesukaran yang sesuai dapat
memotivasi siswa untuk memberikan yang terbaik dalam pengujian.
3. Keadilan dalam Evaluasi: Tingkat kesukaran yang tepat membantu
memastikan keadilan dalam evaluasi pendidikan, sehingga semua
siswa memiliki kesempatan yang setara untuk berhasil dalam tes.
4. Pemahaman Kurikulum: Uji tingkat kesukaran juga dapat membantu
dalam pemahaman kurikulum dan materi pelajaran, sehingga
pengajaran dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan siswa.

11
5. Penyempurnaan Soal-Soal: Hasil uji tingkat kesukaran dapat
membantu dalam perbaikan dan penyempurnaan soal-soal tes untuk
penggunaan masa depan.
6. Identifikasi Tingkat Penguasaan: Uji tingkat kesukaran dapat
membantu mengidentifikasi tingkat penguasaan siswa terhadap materi
tertentu, yang merupakan informasi berharga bagi guru dan lembaga
pendidikan.
7. Evaluasi Program: Hasil uji tingkat kesukaran juga dapat digunakan
untuk mengevaluasi efektivitas program pendidikan secara
keseluruhan.

2.2.2 Tujuan dan Manfaat Uji Perangkat Tes

Uji perangkat tes memiliki tujuan dan manfaat yang penting dalam
pengembangan, pengujian, dan peningkatan tes. Berikut adalah beberapa tujuan
dan manfaat utama dari melakukan uji perangkat tes :
a) Tujuan :
1. Menilai Kualitas Perangkat Tes: Tujuan utama dari uji perangkat tes
adalah untuk menilai kualitas dan validitas perangkat tes yang telah
dikembangkan. Ini mencakup penilaian terhadap kecocokan soal-soal
dengan tujuan pengukuran, materi yang diajarkan, serta karakteristik
siswa yang akan mengikuti tes.
2. Meningkatkan Validitas: Uji perangkat tes membantu memastikan
bahwa perangkat tes benar-benar mengukur apa yang diinginkan dan
memiliki hubungan yang kuat dengan konstruk yang diukur. Hal ini
meningkatkan validitas tes, yaitu sejauh mana tes tersebut mengukur
apa yang seharusnya diukur.
3. Menilai Tingkat Kesukaran: Uji perangkat tes membantu menilai
tingkat kesukaran soal-soal dalam perangkat tes. Ini membantu
memastikan bahwa soal-soal sesuai dengan tingkat penguasaan yang
diinginkan oleh peserta tes.
4. Menilai Keandalan: Uji perangkat tes juga dapat digunakan untuk
menilai keandalan (reliabilitas) perangkat tes. Ini melibatkan mengukur

12
sejauh mana perangkat tes memberikan hasil yang konsisten jika
diujikan secara berulang pada sampel yang sama.
5. Mengidentifikasi Kebutuhan Perbaikan: Hasil uji perangkat tes dapat
digunakan untuk mengidentifikasi aspek yang perlu diperbaiki dalam
perangkat tes, termasuk soal-soal yang perlu disesuaikan, waktu yang
diperlukan, atau petunjuk yang mungkin perlu ditambahkan.
6. Mengukur Kesesuaian Perangkat Tes: Uji perangkat tes juga membantu
mengukur sejauh mana perangkat tes sesuai dengan tujuan dan
kebutuhan pengukuran. Ini membantu memastikan bahwa perangkat tes
benar-benar melayani tujuan pengukuran yang diinginkan.

b) Manfaat :
1. Validitas yang Ditingkatkan: Uji perangkat tes membantu meningkatkan
validitas perangkat tes, sehingga hasil yang diperoleh dari tes tersebut
benar-benar mencerminkan apa yang diukur.
2. Akurasi Pengukuran: Dengan uji perangkat tes, hasil tes menjadi lebih
akurat dalam mengukur tingkat pemahaman atau keterampilan peserta
ujian.
3. Identifikasi Masalah: Uji perangkat tes membantu mengidentifikasi
masalah atau kelemahan dalam perangkat tes, yang dapat diperbaiki
sebelum tes digunakan secara resmi.
4. Peningkatan Pengalaman Peserta: Uji perangkat tes membantu
mengoptimalkan pengalaman peserta, dengan memastikan bahwa
petunjuk, format, dan waktu yang diberikan sesuai.
5. Peningkatan Kualitas Instruksi: Hasil uji perangkat tes dapat
memberikan umpan balik yang berguna kepada guru dan pengembang
kurikulum untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan kurikulum.
6. Peningkatan Perbandingan antar-Peserta: Uji perangkat tes yang valid
dan andal memungkinkan perbandingan yang adil antara peserta tes,
yang memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih tepat.
7. Peningkatan Evaluasi Program: Uji perangkat tes dapat digunakan
untuk mengevaluasi efektivitas program pendidikan secara keseluruhan.

13
8. Pemahaman yang Lebih Baik tentang Peserta: Uji perangkat tes dapat
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang karakteristik peserta,
sehingga bisa diadaptasi dengan lebih baik dalam pengembangan
instruksi dan tes selanjutnya.

2.3 Teknik Menghitung Tingkat Kesukaran Butir Tes dan Perangkat Tes

2.3.1 Teknik Menghitung Tingkat Kesukaran Tes

Menganalisis tingkat kesukaran tes dimaksudkan untuk mengetahui


apakah sebuah soal tergolong mudah atau sulit untuk dikerjakan. Tingkat
kesukaran adalah bilangan yang menunjukan sukar atau mudahnya sesuatu soal.
(Arikunto, 1999: 207). Hal ini berarti makin banyak peserta tes yang menjawab
butir soal dengan benar maka makin besar indeks tingkat kesukaran, yang berarti
makin mudah butir soal itu. Sebaliknya makin sedikit peserta tes yang menjawab
butir soal dengan benar maka soal tersebut makin sukar untuk dijawab (Hanifah,
N. 2017)
Tes terdiri dari dua bentuk yaitu tes objektif dan tes uraian, untuk
menghitung tingkat kesukaran antara tes objektif dan tes uraian digunakan cara
yang berbeda. Saifudin Azwar (2006:129) mengatakan bahwa untuk menghitung
tingkat kesukaran tiap soal digunakanlah persamaan yaitu banyaknya peserta tes
yang menjawab butir soal dengan benar dibagi dengan banyaknya peserta tes,
persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran pada tes
bentuk objektif, persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
B
P=
J x Keterangan:
P = indeks kesukaran item
B = Banyak siswa yang menjawab
soal dengan benar
J X = Jumlah seluruh peserta tes

Berikut merupakan klasifikasi tingkat kesukaran :

14
P-P Klasifikasi

0,00 – 0,29 Soal sukar


0,30 – 0,69 Soal sedang
0,70 – 1,00 Soal mudah

Untuk menghitung tingkat kesukaran tes bentuk uraian menurut Anas


Sudijono (2011) dapat dilakukan dengan Langkah-langkah berikut:

a. Menghitung rata-rata skor untuk tiap butir soal dengan rumus :

Jumlah skor peserta didik tiap soal


Rata−rata=
jumlah peserta didik

b. Menghitung tingkat kersukaran dengan rumus:

Rata−rata
Tingkat kesukaran=
Skor maksimum tiap soal

c. Membandingkan tingkat kesukaran dengan kriteria tingkat kesukaran


d. Membuat penafsiran tingkat kesukaran dengan cara membandingkan
koefisien tingkat kesukaran dengan kriterianya

Adapun rumus lain yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran


soal uraian sama dengan soal pilihan ganda yaitu:
S A +S
Tk = B
× 100%
I A+I B

Keterangan:
T k = Indeks tingkat kesukaran soal
S A = Jumlah skor kelompok atas
S B = Jumlah skor kelompok bawah
I A = Jumlah skor ideal kelompok atas
I B =Jumlah skor ideal kelompok bawah

15
Berikut merupakan interpretasi tingkat kesukaran :

Indeks Tingkat Kriteria


Kesukaran
0 – 15% Sangat sukar, sebaiknya
dibuang
16% - 30% Sukar
31% - 70% Sedang
71% - 85% Mudah
86% - 100% Sangat mudah,
sebaiknya di buang

Butir-butir item tes hasil belajar dapat dikatakan sebagai butir item yang
baik apabila butir-butir tes tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu
mudah, dengan kata lain derajat kesukaran tes tersebut adalah sedang atau cukup.
Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha
memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sulit akan menyebabkan siswa
menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di
luar jangkauannya. Butir soal yang baik adalah butir soal yang termasuk kategori
sedang yaitu memiliki indeks kesukaran 0,300-0,699.

Berikut merupakan cara atau teknik menghitung tingkat kesukaran butir


tes dan perangkat tes disertai dengan contoh :
1. Tingkat Kesukaran Butir Soal atau Tes

Menurut Asmawi Zainul, dkk (1997) tingkat kesukaran butir soal adalah
proporsi peserta tes menjawab benar terhadap butir soal tersebut. Tingkat
kesukaran butir soal biasanya dilambangkan dengan p. Makin besar nilai p
yang berarti makin besar proporsi yang menjawab benar terhadap butir soal
tersebut, makin rendah tingkat kesukaran butir soal itu. Hal ini mengandung
arti bahwa soal itu makin mudah, demikian pula sebaliknya.

Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal

16
Tingkat Kesukaran Nilai p

Sukar 0,00 – 0,25


Sedang 0,26 – 0,75
Mudah 0,76 – 1,00

Untuk menyusun suatu naskah ujian sebaiknya digunakan butir soal yang
mempunyai tingkat kesukaran berimbang, yaitu : soal berkategori sukar
sebanyak 25%, kategori sedang 50% dan kategori mudah 25%. Dalam
penggunaan butir soal dengan komposisi seperti di atas, maka dapat
diterapkan penilaian berdasar acuan norma atau acuan patokan. Bila
komposisi butir soal dalam suatu naskah ujian tidak berimbang, maka
penggunaan penilaian acuan norma tidaklah tepat, karena informasi
kemampuan yang dihasilkan tidaklah akan berdistribusi normal.
Walaupun demikian ada yang berpendapat bahwa soal-soal yang dianggap
baik adalah soal-soal yang sedang, yaitu soal-soal yang mempunyai indeks
kesukaran berkisar antara 0,26 – 0,75. Berbagai kriteria tersebut mempunyai
kecenderungan bahwa butir soal yang memiliki indeks kesukaran kurang dari
0,25 dan lebih dari 0,75 sebaiknya dihindari atau tidak digunakan, karena
butir soal yang demikian terlalu sukar atau terlalu mudah, sehingga kurang
mencerminkan alat ukur yang baik.
Menurut Robert L. Thorndike dan Elizabeth Hagen, Tingkat kesukaran
butir soal atau tes merupakan bilangan yang menunjukkan proporsi peserta
ujian yang dapat menjawab betul butir soal atau tes.

Rumusnya sebagai berikut:


Np
P=
N

Keterangan :

P = Proporsi atau angka indeks kesukaran butir soal


Np = Banyaknya peserta tes yang dapat menjawab betul butir soal
N = Jumlah peserta tes
17
Kriteria tingkat kesukaran (P) sebagai berikut:

Kurang dari
= Terlalu sukar
0,30
Cukup
0,30 - 0,70 =
(Sedang)
Lebih dari 0,70 = Terlalu mudah

Contoh analisis kesukaran butir soal (tes) menurut sunardi (2017) :

Nomor Butir Soal


Nama Siswa Total Skor
1 2 3 4 5

Evik 1 0 1 1 1 4

Yudi 1 0 1 1 0 3

Ana 1 0 0 0 1 2

Sinta 0 0 1 1 1 3

Ayudani 0 1 0 0 1 2

3 1 3 3 4

Dari tabel yang disajikan di atas, maka diperoleh tingkat kesukaran butir
soal sebagai berikut :

1) Butir Soal Nomor 1

Np 3
P= =
N 5

= 0,6

18
Jadi, tingkat kesukaran soal nomor 1 adalah 0,6 (cukup/sedang)

2) Butir Soal Nomor 2

Np 1
P= =
N 5

= 0,2

Jadi, tingkat kesukaran soal nomor 2 adalah 0,2 (terlalu mudah)

3) Butir Soal Nomor 3

Np 3
P= =
N 5

= 0,6

Jadi, tingkat kesukaran soal nomor 3 adalah 0,6 (cukup/sedang)

4) Butir Soal Nomor 4

Np 3
P= =
N 5

= 0,6

Jadi, tingkat kesukaran soal nomor 4 adalah 0,6 (cukup/sedang)

5) Butir Soal Nomor 5

Np 4
P= =
N 5

19
= 0,8
Jadi, tingkat kesukaran soal nomor 5 adalah 0,8 (terlalu sukar)

2.3.2 Tingkat Kesukaran Perangkat Tes

Tingkat kesukaran perangkat tes (seluruh soal) merupakan bilangan yang


menunjukkan rata-rata proporsi testee yang menjawab betul seluruh tes.

Rumus :
∑ Np
Pp =
n

Keterangan :
Pp = Proporsi atau angka indeks kesukaran perangkat tes (sepaket soal)
ΣNp = Tingkat kesuakran setiap butir soal
n = Jumlah soal atau butir tes

Kriteria kesukaran perangkat tes sama dengan kriteria kesukaran butir tes.
Jika kita menggunakan hasil dari perhitungan di atas, maka di peroleh :
∑ Np (0 , 6+ 0 ,2+0 ,6+ 0 , 6+0 , 8)
Pp = =
n 5
Pp = 0,56
Jadi secara keseluruhan tingkat kesukaran soal (perangkat tes) adalah 0,56
(kategori sedang)

2.4 Pengertian Daya Beda Butir Tes dan Perangkat Tes

2.4.1 Daya Beda Butir Tes

Solichin (2017) daya beda butir tes adalah kemampuan sesuatu soal untuk
membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang
kurang pintar (berkemampuan rendah). Angka yang menunjukkan nilai daya
pembeda disebut dengan indeks diskriminasi yang direpresentasikan dengan (D).
Nilai dari indeks diskriminasi hanya berkisar antara 0,00 hingga 1,00.

Fernandes (2004) mengatakan bahwa daya pembeda soal adalah


kemampuan memisahkan siswa pandai dan siswa kurang. Sedangkan indeks daya

20
pembeda soal adalah perbedaan persentase dari 27% siswa yang mendapat nilai
tinggi (kelompok atas) dan 27% siswa yang mendapat nilai rendah (kelompok
bawah).

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa daya beda butir tes
adalah kemampuan soal atau tes untuk membedakan mana kelompok peserta tes
berkemampuan tinggi dengan kelompok peserta tes yang berkemampuan rendah.
Jika tes tersebut diberikan kepada peserta didik yang tergolong pandai akan lebih
banyak dapat dijawab dengan benar. Semakin tinggi atau makin besar indeks daya
pembeda soal, makin besar soal tersebut dapat membedakan antara kelompok
tinggi dan kelompok rendah. Jika butir soal cenderung dijawab benar atau
cenderung dijawab salah oleh peserta tes, maka indeks daya pembedanya kurang
baik. Sehingga butir soal dianggap tidak memiliki kemampuan untuk
membedakan siswa berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah.

Daya beda butir soal dirumuskan sebagai berikut :

B A BB
DP= −
J A JB

Keterangan:
DP = Indeks daya pembeda
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Jumlah skor kelompok atas
BB = Jumlah skor kelompok bawah

Tabel 1. Kategori Nilai Indeks Daya Pembeda

Koefisien Indeks Daya Pembeda Interpretasi


0 , 70< DP ≤ 1 , 00 Sangat Baik (SB)
0 , 40< DP ≤ 0 ,70 Baik (B)
0 , 20< DP ≤0 , 40 Cukup (C)

21
0 , 00< DP ≤0 , 20 Jelek (J)
DP ≤ 0 , 00 Sangat Jelek (SJ)

2.4.2 Perangkat Tes


Safithry (2018 ) tes (test) merupakan suatu penilaian dalam bentuk
tulisan untuk mencatat dan mengamati prestasi siswa yang sejalan dengan
target penilaian. Tes digunakan untuk mengetahui maupun mengukur sesuatu
dengan menggunakan aturan yag telah ditentukan. Dalam hal ini harus
dibedakan pengertian tes, testing, testee, dan tester. Secara sederhana, testing
adalah proses pelaksanaan tes.
Testee adalah responden atau peserta tes. Sedangkan tester adalah
individu yang ditugaskan untuk melaksanakan pengambilan tes kepada
peserta tes atau testee. Instrument evaluasi dapat diklasifikasikan menjadi dua
bagian yaitu tes dan non tes. Perbedaan mendasarnya terletak pada hasil akhir
yang dituntut, pada tes hanya terdapat kemungkinan jawaban bernilai benar
atau salah. Namun, pada non tes tidak ada jawaban yang mutlak bernilai
benar atau salah.

2.5 Tujuan dan Manfaat Melakukan Uji Daya Beda Tes

Tujuan pokok melakukan uji daya beda tes yaitu untuk menentukan
apakah butir soal tersebut memiliki kemampuan membedakan kelompok dalam
aspek yang diukur, sesuai dengan perbedaan yang ada pada kelompok itu. Hal ini
dinyatakan oleh Suryabrata (1999).
Adapun beberapa tujuan dalam melakukan uji daya beda tes dalam hasil
belajar, yaitu diantaranya :
a. Untuk mengetahui dan membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan
siswa yang berkemampuan rendah.
b. Untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang
tergolong mampu dengan siswa yang tergolong kurang

22
c. Untuk mampu membedakan peserta didik yang sudah menguasai
kompetensi dengan peserta didik yang belum/kurang menguasai
kompetensi berdasarkan kriteria tertentu.
d. Bagi guru dengan adanya uji daya beda tes dapat membedakan siswa yang
pintar dan kurang pintar. Serta dapat meningkatkan mutu soal yang
nantinya akan dibuat oleh guru.

Berdasarkan pendapat Karjono Natar, dalam melakukan analisis kualitas


tes dan butir soal terdapat beberapa manfaat daya pembeda butir soal yaitu
diantaranya adalah :
1. Untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya.
Berdasarkan indeks daya pembeda, setiap butir soal dapat diketahui
apakan butir soal itu baik, direvisi, atau ditolak.
2. Untuk mengetahui seberapa jauh setiap butir soal dapat mendeteksi atau
membedakan kemampuan siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau
belum memahami materi yang diajarkan guru. Apabila suatu butir soal
tidak dapat membedakan kedua kemampuan siswa itu, maka butir soal itu
dapat dicurigai “kemungkinannya” seperti berikut:
a) Kunci jawaban butir soala itu tidak tepat
b) butir soal itu memiliki 2 (dua) atau lebih kunci jawaban yang benar
c) Kompetensi yang diukur tidak jelas
d) Pengecoh tidak berfungsi
e) Materi yang ditanyakan terlalu sulit, sehingga banyak siswa yang
menebak
f) Sebagian besar siswa yang memahami materi yang ditanyakan berpikir
ada yang salah informasi dalam butir soalnya

2.6 Teknik Menghitung Daya Beda Butir Tes dan Perangkat Tes

2.6.1 Cara Mengitung Daya Beda Butir Tes dan Perangkat Tes

Menurut Zainul, daya beda butir soal merupakan sebuah indeks yang
menunjukkan tingkat kemampuan butir soal dalam membedakan kelompok yang
berprestasi tinggi dari kelompok yang berprestasi rendah diantara para peserta tes.

23
Adapun angka yang menujukkan besarnya daya pembeda disebut sebagi
indeks diskriminasi. Angka tersebut berkisar antara 0.00 samapi dengan 1,00.
Pada indeks ini kemungkinan adanya tanda tegatif apabila suatu tes terbalik
menunjukkan kualitas tes, yaitu anak pandai disebut sebagai anak yang tidak
pandai dan sebaliknya. Dengan demikian, dalam daya beda butir tes terdapat 3
titik daya pembeda, yaitu:

-1,00 0,00 1,00


Daya pembeda Daya pembeda tinggi
Daya pembeda rendah
negatif (positif)

Berdasarkan dari tabel diatas, patokan yang dapat digunakan untuk


mengetahui sebesar manakah sebuah butir soal dapat dinyatakan memiliki
pembeda yang baik. Patokannya sebagai berikut :
Besarnya angka
indeks
Klasifikasi Interpretasi
diskriminasi item
(D)
Butir item yang
bersangkutan daya
pembedanya lemah
Kurang dari 0,20 Poor
sekali (jelek), dianggap
tidak memiliki daya
pembeda yang baik.
Butir item yang
Satisfactor bersangkutan telah
0,20 – 0,40
y memiliki daya pembeda
yang cukup (sedang).
Butir item yang
bersangkutantelah
0,40 – 0,70 Good
memiliki daya pembeda
yang baik.

24
Butir item yang
bersangkutan telah
0,70 – 1,00 Excellent
memiliki daya pembeda
yang baik sekali.
Butir item yang
bersangkutan daya
Bertanda negatif -
pembedanya negatif
(jelek sekali).

Jika siswa pandai maupun siswa tidak pandai dapat menjawab soal
tersebut, maka soal tersebut tidak baik karena tidak mempuntai daya pembeda.
Hal itu juga berlaku sebaliknya, soal tersebut dikatakan tidak baik apabila siswa
yang pandai dan tidak pandai tidak bisa menjawab benar, soal tersebut juga
dikategorikan tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda.
Tes yang baik merupajan tes yang dapat dijawab dengan benar oleh siswa
yang pandai saja. Contohnya, jika suatu kelompok anak yang memiliki prestasi
tinggi dapat menjawab suatu tes dan seluruh atau hamper suatu kelompok yang
memiliki prestasi rendah menjawab salah, dapat dikatakan bahwa soal yang
diberikan memiliki indeks diskriminasi (D) terbesar. Namun, jika kelompok yang
berprestasi rendah seluruhnya menjawab soal dengan benar sedangkan kelompok
berprestasi tinggi menjawab dengan salah, maka indeks diskriminasi (D) soal
yang diberikan adalah -1,00. Jika anatara kelompok berprestasi tinggi dan
berprestasi rendah sama-sama menjawab soal dengan benar, maka indeks
diskriminasi (D) soal tersebut adalah 0,00 atau tidak memiliki daya pembeda.
Menurut Sundayana (2016) penentuan jumlah siswa kelompok atas dan
kelompok bawah adalah sebagai berikut.
1. Jika jumlah siswa lebih dari 30, maka diambil 27% tiap kelompoknya.
2. ika jumlah siswa kurang dari 30, maka diambil 50% tiap kelompoknya.

a) Rumus Daya Beda Butir Tes


Untuk mengetahui besar kecilnya angka indeks diskriminasi butir tes
dapat digunakan rumus sebagai berikut (Agung, 2010:55).

25
nB A nBB
D= −
nA nB

Keterangan:
nB A = jumlah subjek yang menjawab betul pada kelompok atas.
nB B = jumlah subjek yang menjawab betul pada kelompok bawah.
nA = jumlah subjek kelompok atas.
nB = jumlah subjek kelompok bawah.
Selanjutnya, dicari PB dan PA dengan cara sebagai berikut.
nBB
PB = = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar.
nB
nB A
PA = = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar.
nA
b) Rumus Daya Beda Perangkat Tes
Untuk mengetahui besar kecilnya angka indeks diskriminasi
perangkat tes dapat digunakan rumus sebagai berikut (Agung, 2010:55).

¿ D p=
∑ (P A−P B )
n

Keterangan:
¿ Dp = daya beda perangkat tes
n = jumlah butir tes
PA = butir tes kelompok atas
PB = butir tes kelompok bawah

2.6.2 Contoh Perhitungan Beda Daya Butir Tes dan perangkat Tes
a) Contoh Perhitungan Beda Daya Butir Tes
Sebuah data diperoleh dari 10 butir soal Bahasa Inggris kelas 2 SD
yang dikerjakan oleh 10 orang siswa. Apabila siswa menjawab dengan

26
benar maka diberikan poin 1 (satu). Apabila siswa salah menjawab atau
tidak menjawab soal, maka akan diberikan poin 0 (nol).

Nama Nomor Butir Soal


Kelompok Skor
Siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Terry A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
Kevin B 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 3
Yuna A 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 8
Lia B 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 6
Lisa A 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 7
Putra B 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 4
Thoma A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9
s
Jennie B 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 5
Lucas B 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 6
Sindi A 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 8
10=N 6 8 7 5 8 7 8 6 5 6 66

Berdasarkan nama-mana siswa dapat diperoleh skor-skor sebagai


berikut.
Terry = 10, Kevin = 3, Yuna = 8, Lia = 6, Lisa = 7, Putra = 4, Thomas = 9,
Jennie = 5, Lucas = 6, Sindi = 8
Dari angka-angka yang berlum teratur kemudian disusun menjadi
array (urutan penyebaran, dari skor tertinggi ke skor terendah.
Kelompok Atas Kelompok Bawah
10 6
9 6
8 5
8 4
7 3
nA = 5 orang nB = 5 orang

27
Array ini sekaligus menunjukkan adanya kelompok atas (nA) dan
kelompok bawah (nB) dengan pemiliknya sebagai berikut.
Kelompok Atas Kelompok Bawah
Terry = 10 Lia = 6
Thomas = 9 Lucas = 6
Yuna = 8 Jennie = 5
Sindi = 8 Putra = 4
Lisa = 7 Kevin = 3
nA = 5 orang nB = 5 orang
Selanjutnya, lakukan analisis lagi terhadap butir-butir soal
sehingga diketahui hasilnya
Contoh cara mencari daya beda butir tes nomor 1, sebagai berikut.
Diketahui:

nB A = 4
nB B = 2
nA =5
nB =5
Masukkan data ke dalam rumus:
nB A nBB
D= −
nA nB
4 2
D= −
5 5
D=0 , 4
Nomo Pa=
nBB D= Pa-
r Butir nB A nB B nA nB nB A Pb=
nB Pb
Item nA
1 4 2 5 5 0,8 0,4 0,4
2 4 4 5 5 0,8 0,8 0
3 4 3 5 5 0,8 0,6 0,2
4 3 2 5 5 0,6 0,4 0,2
5 4 4 5 5 0,8 0,8 0

28
6 5 2 5 5 1,00 0,4 0,6
7 5 3 5 5 1,00 0,6 0,4
8 5 1 5 5 1,00 0,2 0,8
9 5 0 5 5 1,00 0 1,00
10 3 3 5 5 0,6 0,6 0

Kemudian diinterpretasikan terhadap indeks diskriminasi (D),


sebagai berikut.
Nomor
Besarnya D Klasifikasi Interpretasi
Butir Item
Daya
8 dan 9 0,8 – 1,00 Excellent pembedanya baik
sekali
Daya
6 0,6 Good
pembedanya baik
Daya
1 dan 7 0,4 Satisfactory pembedanya
cukup (sedang)
Daya
pembedanya
3 dan 4 0,2 Poor
lemah sekali
(jelek)
Tidak memiliki
2,5, dan daya pembeda
0,0 Poor
10 sama sekali
(jelek)

b) Contoh Perhitungan Daya Beda Perangkat Tes

29
nB A nBB
Pa= Pb=
nA nB
0,8 0,4
0,8 0,8
0,8 0,6
0,6 0,4
0,8 0,8
1,00 0,4
1,00 0,6
1,00 0,2
1,00 0
0,6 0,6

Diketahui:
∑ ( P A−P B )=¿
( 0 , 8−0 , 4 )+ ( 0 ,8−0 , 8 ) + ( 0 , 8−0 , 6 ) + ( 0 , 6−0 , 4 )+ ¿
( 0 , 8−0 , 8 ) + ( 1 ,00−0 , 4 ) + ( 1 , 00−0 , 6 ) +¿
( 1 , 00−0 , 2 ) + ( 1 , 00−0 ) +(0 , 6−0 , 6)

∑ ( P A−P B )=3 ,6

n = 10
Masukkan data ke rumus:

¿ D p=
∑ (P A−P B )
n

3,6
D p=
10
D p=0 ,36
Berdasarkan kriteria beda tes, daya beda perangkat tes dengan
D p=0 ,36 termasuk ke dalam kriteria cukup baik.

30
31
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, h., Hrp, R. A., & Hsb, C. A. (2019, Maret 26). Perangkat Tes dan
Penyajian Perangkat Tes Pembelajaran PPKn di Kelas Rendah. (Institut
Agama Islam Padangsidimpuan) Retrieved November 2023, from
academia.edu:
https://www.academia.edu/38623888/Perangkat_Tes_dan_Penyajian_Pera
ngkat_Tes_Pembelajaran_PPKn_di_Kelas_Rendah
Amalo. (2004). Pengembangan Perangkat Pelajaran. Surabaya: Erlangga.
Andi, P. (2015). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Zainul, A., & Nasoetion, N. (1997). Penilaian Hasil Belajar. Pusat Antar
Universitas: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Dali, S. (1992). Pengantar Teori Sekor Pada Pengukuran Pendidikan. Jakarta:
Gunadarma.

32
Kebudayaan, D. P. (1997). Manual Item and Test Analysis (Iteman). Badan
Penelitian dan Pengembangan Pendididkan dan Kebudayaan.
Suharsimi, A. (2001). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
(Goleman et al., 2019; Nurhawa, 2018; Solichin, 2017)Goleman et al., 2019.
(2019). Analisis Butir Soal. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689–1699.
Nurhawa. (2018). Analisis kualitas soal ujian akhir semester (uas) ganjil mata
pelajaran fisika kelas xi mia (matematika ilmu alam) man 1 soppeng
kabupaten soppeng. 133.
Solichin, M. (2017). Analisis Daya Beda Soal, Taraf Kesukaran, Validitas Butir
Tes, Interpretasi Hasil Tes dan Validitas Ramalan dalam Evaluasi Pendidikan.
Dirasat: Jurnal Manajemen & Pendidikan Islam, 2(2), 192–213.
www.depdiknas.go.id/evaluasi-proses-
Amalia, A. N., & Widayati, A. (2012). Analisis butir soal tes kendali mutu kelas
XII SMA mata pelajaran ekonomi akuntansi di kota Yogyakarta tahun
2012. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, 10(1).
Hanifah, N. (2017). Perbandingan Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda Butir Soal
Dan Reliabilitas Tes Bentuk Pilihan Ganda Biasa Dan Pilihan Ganda
Asosiasi Mata Pelajaran Ekonomi. Sosio e-KONS, 6(1).
Susanto, H., Rinaldi, A., & Novalia, N. (2015). Analisis Validitas Reliabilitas
Tingkat Kesukaran Dan Daya Beda Pada Butir Soal Ujian Akhir Semester
Ganjil Mata Pelajaran Matematika Kelas XII Ips Di SMA Negeri 12
Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/2015. Al-Jabar: Jurnal Pendidikan
Matematika, 6(2), 203-218.
Guru, D. (2020--2023). Cara Menghitung Tingkat Kesukaran Soal.
https://www.diaryguru.com/2021/10/cara-menghitung-tingkat-kesukaran-
soal.html?m=1.

Fatimah, L. U., & Alfath, K. (2019). Analisis Kesukarab Soal, Daya Pembedaan
dan Fungsi, 1-28.
Fatimah, L. U., & Alfath, K. (2019). Analisis kesukaran soal, daya pembeda dan
fungsi distraktor. AL-MANAR: Jurnal Komunikasi dan Pendidikan
Islam, 8(2), 37-64. Diakses melalui

33
https://journal.staimsyk.ac.id/index.php/almanar/article/view/115/104,
pada November 2023.
Guru, D. (20201). Cara Mencari Daya Beda Pada Suatu Soal. Diakses melalui
https://www.diaryguru.com/2021/03/daya-beda-pada-suatu-soal.html, pada
November 2023.
Magdalena, I., Fauziah, S. N., Faziah, S. N., & Nupus, F. S. (2021). Analisis
Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesulitan dan Daya Beda Butir Soal Ujian
Akhir Semester Tema 7 Kelas III SDN Karet 1 Sepatan. BINTANG, 3(2),
198-214. Diakses melalui
https://www.ejournal.stitpn.ac.id/index.php/bintang/article/view/1291/902,
pada November 2023.
Kadir, A. (2015). Menyusun dan menganalisis tes hasil belajar. Al-TA'DIB: Jurnal
Kajian Ilmu Kependidikan, 8(2), 70-81. Diakses melalui

Fernandes, H.J.X. Testing and Measurement. Jakarta: Depdikbud, 2004.

Safithry, E. A. (2018). Asesmen Teknik Tes dan Non Tes. IRDH.

34

Anda mungkin juga menyukai