Anda di halaman 1dari 16

PENAPSIRAN DATA HASIL TES

DENGAN PENDEKATAN PENILAIAN ACUAN PATOKAN


(PAP)

MAKALAH
Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah
EVALUASI PEMBELAJARAN
Dosen Pengampu Mata Kuliah :
Amalia Nurjannah, M.Pd

Di Susun Oleh :
Pepi Hartika
( 19-001.1817 )
Bertika Rahmawati
( 19-001.1771 )

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN ILMU TARBIYAH


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
RAUDHATUL ULUM
(STITRU)
2020/1442
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr,wb
Alhamdulillah puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan ridho dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Penapsiran Data Hasil Tes Dengan Pendekatan Penilaian
Acuan Patokan (Pap)” ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi
Pembelajaran.
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari
bantuan Allah SWT dan ustadz Amalia Nurjannah, M.Pd, untuk itu dalam
kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Namun demikian kami telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikan dengan
baik, oleh karna itu kami mohon untuk masukan dan saran guna menyempurnakan
makalah ini. Kami harap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.
Wassalamu’alaikum, wr,wb

Pengabuan, Maret 2021

Penulis

II
DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH ................................................................................................ I


KATA PENGANTAR ............................................................................................ II
DAFTAR ISI ......................................................................................................... III
BAB II PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2
A. Konversi Penilaian Acuan Patokan (PAP) ................................................... 2
1. Konversi mengacu pada PAN (norm referenced evaluation) ................... 4
2. Konversi mengacu pada PAP ................................................................... 6
B. Penafsiran Hasil Tes ................................................................................... 10
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 12
A. Kesimpulan ................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13

III
BAB II PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makalah ini kami susuan dengan harapan sebagai pembelajaran ataupun
bekal kami untuk menjadi guru yang di sukai dan di senangi siswa. Dan
menjadi guru yang professional dengan cara mengajar dan menguji siswa
dengan hati gembira dari siswa.

B. Rumusan Masalah
1. Konversi Penilaian Acuan Patokan (PAP)
2. Penafsiran Hasil Tes

1
BAB II PEMBAHASAN

A. Konversi Penilaian Acuan Patokan (PAP)


PAP adalah singkatan dari Penilaian Acuan Patokan. Suatu penilaian
disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu kita mengacu kepada suatu
kriteria pencapaian tujuan (instruksional) yang telah dirumuskan sebelumnya.
Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian
penguasaan (mastery) siswa tentang pengajaran sesuai dengan tujuan
(instruksional) yang telah ditetapkan. Kriteria yang digunakanpun bersifat
mutlak. Artinya, kriteria itu bersifat tetap dan berlaku bagi semua siswa yang
mengikuti tes di lembaga terkait. Selain itu, nilai dari hasil PAP dapat
dijadikan indikator untuk mengetahui sampai di mana tingkat kemampuan dan
penguasaan siswa tentang materi pengajaran tertentu. Sebagai contoh, untuk
dapat diterima sebagai calon penerbang setiap calon harus memenuhi syarat
antara lain tinggi badan sekurang-kurangnya 170 cm. Berdasarkan kriteria
tersebut, maka siapapun yang tidak memenuhi syarat akan dinyatakan gagal
dalam tes dan tidak diterima sebagai siswa calon penerbang. PAN adalah
singkatan dari Penilaian Acuan Norma. Penilaian dikatakan menggunakan
pendekatan PAN apabila nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan
dengan nilai-nilai siswa lain yang termasuk dalam kelompok itu.1
Yang dimaksud dengan norma dalam hal ini adalah kapasitas atau prestasi
kelompok, sedangkan yang dimaksud kelompok adalah semua siswa yang
mengikuti tes tersebut. Selain itu, nilai dari hasil PAN tidak mencerminkan
tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang
diteskan, tetapi hanya menunjukkan kedudukan siswa di dalam peringkat
kelompoknya. Sebagai contoh, pada pelajaran bahasa Indonesia, siswa yang
mendapat skor 80 di kelas B akan mendapat nilai A, sedangkan di kelas C
siswa yang mendapat skor 65 akan mendapat nilai A juga. Mengapa bisa
demikian? karena nilai yang didapat siswa hanya dihubungkan dengan norma

1
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1995).hal.104

2
kelompoknya. Pada kelas C, norma kelompoknya rendah, maka skor 65 saja
sudah mendapat nilai A, dan pada kelas B norma kelompoknya tinggi, maka
skor 80 baru bisa mendapat nilai A, sehingga skor 65 bisa bernilai C.
Selain PAP dan PAP, ada lagi satu pendekatan dalam penilaian. Penilaian
yang terakhir ini terkait dengan adanya kurikulum berbasis kompetensi.
Pendekatan penilaian tersebut dinamakan acuan standar atau kompetensi.
Maksudnya kemampuan siswa dibandingkan dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Penilaian acuan patokan (PAP) biasanya disebut juga criterion evaluation
merupakan pengukuran yang menggunakan acuan yang berbeda. Dalam
pengukuran ini siswa dikomparasikan dengan kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa
yang lain. Keberhasilan dalam prosedur acuan patokan tergantung pada
penguasaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item
pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional. Dengan PAP setiap individu
dapat diketahui apa yang telah dan belum dikuasainya. Bimbingan individual
untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dapat
dirancang, demikian pula untuk memantapkan apa yang telah dikuasainya
dapat dikembangkan. Guru dan setiap peserta didik (siswa) mendapat manfaat
dari adanya PAP.
Telah kita pahami bersama bahwa penentuan nilai pada pendekatan ini,
dilakukan dengan jalan membandingkan skor mentah hasil tes seorang peserta
didik dengan skor maksimum idealnya, maka penentuan nilai yang beracuan
pada kriterium ini juga sering dikenal dengan istilah penentuan nilai secara
ideal, atau penilaian secara teoritik, atau penentuan nilai secara das sollen.
Dengan istilah “teoritik” dimaksudkan di sini bahwa secara teoritik seorang
peserta didik berhak atas nilai 100.
Sebagai contoh: seorang peserta tes hanya dapat diberikan nilai 40, sebab
hanya 40% saja dari keseluruhan butir soal yang dapat dijawab dengan benar.
Dengan demikian, maka dalam penentuan nilai yang beracuan pada kriterium,
sebelum tes hasil belajar dilaksanakan, patokan itu sudah dapat disusun (tanpa

3
menunggu selesainya pelaksanaan tes). Contoh: Skor maksimum ideal (jika
semua soal dijawab dengan benar) tes Bahasa Jepang adalah 140, dan Bayu
mendapat skor mentah sebesar 85. Berapakah skor Bayu setelah dikonversi?
Diketahui: Skor mentah: 85, skor maksimum ideal: 140 Ditanya : Skor setelah
dikonversi Jawab : Setelahnya diterjemahkan menjadi nilai huruf dengan
patokan (misal): A = >80, B = 66 – 79, C = 56 – 65, D = 46 – 55, dan E = <
45. Dengan demikian Bayu mendapat nilai C untuk tes Bahasa Jepang yang
telah diikutinya.

1. Konversi mengacu pada PAN (norm referenced evaluation)


Ada 5 jenis nilai standar yang dapat digunakan untuk mengonversi
skor mentah menjadi nilai standar: 2
a. Nilai standar berskala lima (stanfive), Nilai standar berskala lima
(stanfive) yang sering dikenal dengan istilah nilai huruf, yaitu nilai A,
B, C, D, dan E. Pengubahan skor mentah hasil tes menjadi nilai standar
berskala lima atau nilai huruf, menggunakan patokan sebagai berikut:
Tabel 5.1. Rumus stanfive Contoh: Di bawah ini adalah hasil tes mata
kuliah Evaluasi Pendidikan Dasar, kemudian konversikanlah ke dalam
nilai standar berskala lima.
b. Nilai standar berskala sembilan (stannine), Nilai standar berskala
sembilan (stannine), yaitu rentangan atau skala nilai yang bergerak
mulai dari 1 sampai dengan 9. Jika skor-skor mentah hasil tes itu akan
diubah menjadi nilai standar berskala Sembilan, maka patokan yang
dipergunakan adalah sebagai berikut: Tabel 5.2. Rumus Stannine
Sebagai catatan tambahan, stannine ini nilai standar yang meniadakan
nilai ) dan 10. Nilai standar tersebut tidak lazim digunakan di
Indonesia. Berhubungan dengan itu, jadi dirasa tidak perlu untuk
menyajikan contoh penggunaan praktisnya.

2
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
1999).hal.79

4
c. Nilai standar berskala sebelas (standar eleven/stanel/eleven points
scales), Nilai standar berskala sebelas (standar eleven/stanel/eleven
points scales), yaitu skala nilai yang bergerak mulai dari 0 sampai
dengan nilai 10. Nilai standar berskala sebelas adalah rentangan nilai
standar mulai dari 0 sampai dengan 10. Jadi di sini akan kita dapati 11
butir nilai standar, yaitu: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10. Di Indonesia,
stanel umumnya digunakan pada lembaga pendidikan tingkat dasar dan
menengah.
Pengubahan skor mentah menjadi stanel itu menggunakan patokan
sebagai berikut: Tabel 5.3. Rumus Stanel Contoh: dengan menggunakan
data di atas M = 57 dan SD = 17.19. Berapa hasil konversi nilai tes tersebut
dengan menggunakan stanel? d. Konversi skala seratus, Penilaian skala
seratus adalah suatu skala yang bergerak antara nol sampai seratus,
mengkonversikan skor mentah menjadi skor standar dengan norma patokan
skala seratus dipergunakan rumus T skor. Penjelasan tentang T skor akan
dijelaskan pada poin berikutnya. e. Nilai standar z (Z score) Z score
umumnya digunakan untuk mengubah skor-skor mentah yang diperoleh
dari berbagai jenis pengukuran yang berbeda-beda. Dengan menggunakan
z score, maka peserta yang memiliki kemampuan lebih tinggi adalah
peserta didik yang z scorenya bertanda positif (+). Sebaliknya, yang
bertanda (-) adalah peserta didik yang memiliki kemampuan lebih lemah
dari lainnya. Kalau saja dalam tes seleksi itu hanya akan diterima atau
diluluskan satu orang saja, maka yang dapat dinyatakan lulus adalah Yuli
dengan Z score bertanda positif (+) sebesar 7.20, dan begitu seterusnya
diurutkan dari yang mendapat skor tertinggi sampai terendah. f. Nilai
standar T (T score) Dimaksud dengan T score adalah angka skala yang
menggunakan mean sebesar 50 (M = 50) dan standar deviasi sebesar 10
(SD = 10). T score dapat diperoleh dengan jalan memperkalikan z score
dengan angka 10, kemudian ditambah dengan 50. T scoce dicari dengan
maksud untuk meniadakan tanda minus yang terdepan di depan nilai z
score, sehingga lebih mudah dipahami oleh mereka yang masih asing atau

5
awam terhadap ukuran-ukuran statistik. T score = 10z + 5 atau T score =
50 + 10 z Contoh: Ubahlah Z score pada data sebelumnya menjadi T Score
Demikianlah beberapa contoh tentang bagaimana cara mengubah atau
mengonversi skor-skor mentah hasil tes menjadi nilai standar relatif.
Pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes menjadi nilai standar
relatif yang mendasarkan diri pada prestasi kelompok ini sangat cocok
diterapkan pada tes-tes sumatif (ulangan umum dalam rangka kenaikan
kelas, ujian akhir semester, ujian seleksi penerimaan calon siswa, dan
sebagainya) yang pada kebiasaannya skor-skor yang diraih oleh peserta
didik adalah sangat rendah sehingga kebanyakan peserta didik “jatuh”
dalam tes tersebut.

2. Konversi mengacu pada PAP


Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dengan melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post
test). Perbedaan hasil tes akhir dengan test awal merupakan petunjuk
tentang kualitas proses pembelajaran. Pembelajaran yang menuntut
pencapaian kompetensi tertentu sebagaimana diharapkan dan termuat pada
kurikulum saat ini, PAP merupakan cara pandang yang harus diterapkan.
PAP juga dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya penguasaan materi, terdapat
siswa yang diuntungkan atau dirugikan, dan tidak dipenuhinya nilai-nilai
kelompok berdistribusi normal. 3
PAP ini menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery learning).
Penilaian Acuan Patokan (criterion referenced evaluation) yang dikenal
juga dengan standar mutlak berusaha menafsirkan hasil tes yang diperoleh
siswa dengan membandingkannya dengan patokan yang telah ditetapkan.
Sebelum hasil tes diperoleh atau bahkan sebelum kegiatan pengajaran
dilakukan, patokan yang akan dipergunakan untuk menentukan kelulusan
harus sudah ditetapkan. Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa

3
Ibid.hal.87

6
yang telah dan belum dikuasainya. Bimbingan individual untuk
meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dapat
dirancang, demikian pula untuk memantapkan apa yang telah dikuasainya
dapat dikembangkan. Guru dan setiap peserta didik (siswa) mendapat
manfaat dari adanya PAP.
Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dengan melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post
test). Perbedaan hasil tes akhir dengan test awal merupakan petunjuk
tentang kualitas proses pembelajaran.
Pembelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi tertentu sebagaimana
diharapkan dan termuat pada kurikulum saat ini, PAP merupakan cara
pandang yang harus diterapkan. PAP juga dapat digunakan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya
penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau dirugikan, dan
tidak dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal. PAP ini
menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery learning). Selain itu juga,
PAP dapat mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan instruksional
yang telah dirumuskan sebelumnya. Artinya, nilai-nilai yang diperoleh
siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan (mastery) siswa
tentang pengajaran sesuai dengan tujuan (instruksional) yang telah
ditetapkan. Kriteria yang digunakanpun bersifat mutlak. Artinya, kriteria
itu bersifat tetap dan berlaku bagi semua siswa yang mengikuti tes di
lembaga terkait. Selain itu, nilai dari hasil PAP dapat dijadikan indikator
untuk mengetahui sampai di mana tingkat kemampuan dan penguasaan
siswa tentang materi pengajaran tertentu.
Sebagai contoh, untuk dapat diterima sebagai calon penerbang
setiap calon harus memenuhi syarat antara lain tinggi badan sekurang-
kurangnya 170 cm. Berdasarkan kriteria tersebut, maka siapa pun yang
tidak memenuhi syarat akan dinyatakan gagal dalam tes dan tidak diterima
sebagai siswa calon penerbang. Standar atau patokan tersebut memuat
ketentuan-ketentuan yang dipergunakan sebagai batas-batas penentuan

7
kelulusan testee atau batas pemberian nilai pada testee. Jika skor yang
diperoleh oleh testee memenuhi batas minimal maka testee dinyatakan
telah memenuhi tingkat penguasaan minimal terhadap materi yang
disampaikan dan sebaliknya jika testee belum bisa memenuhi batas
minimal yang ditentukan maka testee dianggap belum “lulus” atau belum
menguasai materi. Karena batasan-batasan tersebut bersifat mutlak/ pasti
maka hasil yang diperoleh tidak dapat di tawar lagi. Berhubung standar
penilaian ditentukan secara mutlak, banyaknya testee yang memperoleh
nilai tinggi atau jumlah kelulusan testee banyak akan mencerminkan
penguasaannya terhadap materi yang disampaikan. PAP (Criterion
Referenced Evaluation) mencoba menafsirkan hasil tes yang diperoleh
siswa dengan membandingkannya dengan patokan yang telah ditetapkan.
Patokan ini biasanya ditetapkan sebelum pembelajaran dimulai dan
digunakan sebagai “standar kelulusan”. Standar kelulusan ini di dalam
PAP bersifat ajeg dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu PAP
ini dikenal pula dengan nama “Standar Mutlak”. Berhubung standar
penilaian ditentukan secara mutlak, maka banyaknya siswa yang lulus dan
memperoleh nilai tinggi akan mencerminkan prestasi siswa, sekaligus juga
mencerminkan penguasaannya terhadap bahan pelajaran. Sebagai
konsekuensi logis penggunaan standar mutlak ini, sangat mungkin terjadi
bahwa sebagian besar siswa dalam satu kelompok lulus dengan nilai tinggi,
atau sebagian besar siswa tidak lulus karena nilainya di bawah standar
minimal, atau jumlah siswa yang mendapat nilai tinggi dan rendah
mungkin pula berimbang. Hasil pengolahan yang demikian jika
digambarkan dalam bentuk kurva yang akan berwujud kurva juling positif,
kurva juling negatif, dan kurva normal.
Penafsiran hasil tes yang mempergunakan PAP dilakukan dengan
membandingkan nilai hasil tes yang diperoleh siswa dengan patokan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Akan tetapi kriteria yang dipergunakan untuk
menetapkan besarnya patokan itu sendiri hingga kini belum ada
kesepakatan. Oleh karena itu selama ini setiap lembaga/sekolah biasanya

8
bersepakat untuk membuat patokan yang akan diberlakukan di tempat
masing-masing.
PAP pada umumnya digunakan untuk menguji tingkat penguasaan
bahan pelajaran. Pengujian tingkat penguasaan bahan biasanya
dilaksanakan pada pengajaran yang berorientasi pada tujuan dan strategi
belajar tuntas. Oleh karena itu nilai seorang siswa yang ditafsirkan dengan
standar mutlak, sekaligus menunjukkan tingkat penguasaan riilnya
terhadap bahan pelajaran dan juga merupakan standar pencapaian indikator
sesuai dengan standar ketuntasan belajar.
Agar nilai yang diperoleh siswa dapat berfungsi seperti yang
diharapkan, yaitu mencerminkan tingkat penguasaan siswa, maka alat tes
yang dipergunakan harus dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi
kelayakan, kesahihan, maupun ketepercayaannya. Butir-butir tes yang
disusun harus sesuai dengan tujuan dan deskripsi bahan pelajaran yang
diberikan. Kelebihan PAP adalah:
1. Hasil PAP merupakan umpan balik yang dapat digunakan guru sebagai
introspeksi tentang program pembelajaran yang telah dilaksanakan.
2. Hasil PAP dapat membantu guru dalam pengambilan Keputusan
tentang perlu atau tidaknya penyajian ulang topik/materi tertentu.
3. Hasil PAP dapat pula membantu guru merancang pelaksanaan program
remedi.
4. Dapat mengukur dan menilai penguasaan materi terhadap tujuan
instruksional khusus dan tujuan pembelajaran
5. Langsung dapat menginterpretasikan kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik dari kinerja siswa
6. Dapat menilai dan mengukur kemampuan penguasaan materi yang
harus diketahui siswa
7. Efektif untuk pembelajaran individual
Kelemahan PAP adalah :
1. Tidak dapat menunjukkan tingkat kedudukan kemampuan peserta didik
terhadap kelompoknya

9
2. Sulit untuk menyatakan semua tujuan instruksional khusus secara
eksplisit
3. Tidak dapat digunakan untuk menilai dan mengukur kemampuan
peserta didik dalam kawasan yang luas
4. Pola tujuan instruksional khusus membuat pembelajaran sangat terbatas
demikian pula proses belajar peserta didik

B. Penafsiran Hasil Tes


Setelah data diolah (dari skor menjadi nilai) selanjutnya kita dapat
melakukan penafsiran (interpretasi) terhadap data tersebut, baik secara
individual maupun secara klasikal (kolektif). Penafsiran secara individual
meliputi, antara lain: 1) penafsiran tentang kelemahan, 2) penafsiran tentang
pertumbuhan, dan 3) penafsiran tentang kesiapan.4
Yang dimaksud penafsiran kelemahan di sini adalah penafsiran
tentang, pada sub-sub tes mana dari suatu mata pelajaran seorang siswa
menunjukkan kelemahan. Apakah dalam menguraikan (pemahaman),
penerapan (aplikasi) rumus atau konsep, analisis, sintesis. Atau, pada mata
pelajaran apa, seorang siswa menunjukkan kelemahan, dari sekian banyak
mata pelajaran yang diteskan. Jika dalam mata pelajaran Matematika dan
Bahasa Ingris misalnya, seorang siswa mendapat nilai rendah maka dapat
ditafsirkan bahwa dalam kedua bidang studi tersebut seorang siswa
mempunyai kelemahan.
Penafsiran pertumbuhan maksudnya adalah penafsiran tentang
kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu periode pendidikan.
Untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan (kemajuan) atau seberapa jauh
kemajuan yang dicapai oleh seorang siswa, dapat dilakukan dengan jalan
membandingkan prestasi yang dicapai oleh siswa tersebut dengan prestasi
sebelumnya. Jika prestasi yang dimiliki –berdasarkan nilai yang diperoleh-
saat ini lebih baik dibanding dengan prestasi sebelumnya maka siswa tersebut
dapat dikatakan mengalami kemajuan. Sebaliknya, jika prestasi yang dimiliki

4
Bistok Sirait, Menyusun Tes Hasil Belajar. (Semarang: Press, 1985).hal.37

10
saat ini lebih jelek dibanding dengan prestasi sebelumnya maka siswa tersebut
dapat dikatakan mengalami kemunduran dalam belajar.
Berbeda dengan dua penafsiran sebelumnya yang dapat dilakukan
terhadap setiap tes, penafsiran kesiapan ini hanya bagi hasil tes akhir (tes
sumatif) saja, yaitu setelah dilakukan penjumlahan terhadap hasil tes-tes
formatif atau sub sumatif sebelumnya. Dari nilai akhir inilah, kita dapat
menafsirkan apakah seorang siswa sudah layak (siap) untuk dinaikkan ke kelas
yang lebih tinggi (atau dilepas) atau belum. Langkah yang harus dilakukan
dalam hal itu adalah dengan membandingkan nilai akhir tersebut dengan
norma tertentu yang telah ditetapkan. Yaitu batas minimal yang harus dicapai
untuk dapat mengikuti taraf pendidikan yang lebih tinggi atau untuk dilepas.
Sedangkan yang dimaksud dengan penafsiran klasikal adalah
penafsiran terhadap kelas secara keseluruhan tentang hasil yang mereka capai
dalam tes yang kita berikan. Penafsiran klasikal ini meliputi 4 jenis: 1)
penafsiran tentang kelemahan-kelemahan kelas, 2) penafsiran tentang prestasi
kelas, dan 3) penafsiran tentang perbandingan kelas, dan 4) penafsiran tentang
susunan kelas.
Sebagaimana dalam penafsiran individual, yang dimaksud penafsiran
kelemahan di sini adalah penafsiran terhadap, pada bagian mana dari suatu
mata pelajaran atau pada mata pelajaran apa dari seluruh mata pelajaran, suatu
kelas menunjukkan kelemahan.
Penafsiran tentang prestasi kelas adalah penafsiran tentang, bagaimana
prestasi anak secara klasikal terhadap bahan evaluasi yang kita berikan. Hal ini
diketahui dengan mencari IP (Indeks Prestasi) kelas tersebut, kemudian
dibandingkan dengan norma (standar) yang dipakai.

11
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
PAP adalah singkatan dari Penilaian Acuan Patokan. Suatu penilaian
disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu kita mengacu kepada suatu
kriteria pencapaian tujuan (instruksional) yang telah dirumuskan sebelumnya.
Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian
penguasaan (mastery) siswa tentang pengajaran sesuai dengan tujuan
(instruksional) yang telah ditetapkan. Kriteria yang digunakanpun bersifat
mutlak. Artinya, kriteria itu bersifat tetap dan berlaku bagi semua siswa yang
mengikuti tes di lembaga terkait.Suatu penilaian disebut PAP jika dalam
melakukan penilaian itu kita mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan
(instruksional) yang telah dirumuskan sebelumnya.
Penafsiran pertumbuhan maksudnya adalah penafsiran tentang
kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu periode pendidikan.
Untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan (kemajuan) atau seberapa jauh
kemajuan yang dicapai oleh seorang siswa, dapat dilakukan dengan jalan
membandingkan prestasi yang dicapai oleh siswa tersebut dengan prestasi
sebelumnya. Jika prestasi yang dimiliki –berdasarkan nilai yang diperoleh-
saat ini lebih baik dibanding dengan prestasi sebelumnya maka siswa tersebut
dapat dikatakan mengalami kemajuan. Sebaliknya, jika prestasi yang dimiliki
saat ini lebih jelek dibanding dengan prestasi sebelumnya maka siswa tersebut
dapat dikatakan mengalami kemunduran dalam belajar.

12
DAFTAR PUSTAKA

Bistok Sirait, Menyusun Tes Hasil Belajar. (Semarang: Press, 1985).


Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
1999).
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1995).

13

Anda mungkin juga menyukai