Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH TENTANG

RUBRIK PENSKORAN

DISUSUN OLEH :

Afdal : 200203500001

PROGRAM STUDI TEKNIK OTOMOTIF (S1)


JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam Bentuk kegiatan tindak lanjut dari tes yang telah dilakukan terhadap
siswa adalah memberikan skor pada setiap lembar jawaban siswa. Kegiatan ini harus
dilakukan dengan cermat karena menjadi dasar bagi kegiatan pengolahan hasil tes sampai
menjadi nilai prestasi. Sebelum melakukan tes,hal yang harus disiapkan adalah menyusun
teknik pemberian skor (penskoran) dan strategi pemberian skor sejak perumusan kalimat
pada setiap butir soal. 

Setelah kita melakukan kegiatan tes terhadap siswa, kegiatan berikutnya adalah
memberikan skor pada setiap lembar jawaban siswa. Kegiatan ini harus dilakukan dengan
cermat karena menjadi dasar bagi kegiatan pengolahan hasil tes sampai menjadi nilai
prestasi. Sebelum melakukan tes, sebaiknya Anda sudah menyusun teknik pemberian skor
(penskoran). Bahkan sebaiknya Anda sudah berpikir strategi pemberian skor sejak
perumusan kalimat pada setiap butir soal. Pada kegiatan belajar ini akan disajikan
pemberian skor pada tes domain kognitif, afektif, dan psikomotor sesuai dengan pedoman
yang telah dikeluarkan oleh Diknas (2004) yang telah dimodifikasi. Membuat pedoman
penskoran sangat diperlukan, terutama untuk soal bentuk uraian dalam tes domain
kognitif supaya subjektivitas Anda dalam memberikan skor dapat diperkecil. Pedoman
menyusun skor juga akan sangat penting ketika Anda melakukan tes domain afektif dan
psikomotor peserta didik. Karena sejak tes belum dimulai, Anda harus dapat menentukan
ukuran-ukuran sikap dan pilihan tindakan dari peserta didik dalam menguasai kompetensi
yang dipersyaratkan.

Pada makalah ini, kita akan mempelajari teknik pemberian skor (penskoran) dan
prosedur mengubah skor ke dalam nilai standar pada metode tes.  Adapun kompetensi
yang harus Anda kuasai setelah mempelajari tehnik penskoran  ini adalah sebagai
mahasiswa mampu membuat pedoman penskoran dan melakukan analisis hasil penilaian
proses dan hasil pembelajaran dengan metode tes. Oleh sebab itu, setelah mempelajari
modul ini diharapkan sebagai calon guru kita harus memiliki kemampuan untuk Memberi
skor pada berbagai soal metode tes.

2
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pengoreksian dan penilaian?
2. Apa saja macam-macam teknik pengoreksian?
3. Bagaimana cara menerapkan teknik pengoreksian dan pemberian skor?
4. Bagaimana pengolahan dan pengubahan (skor) hasil tes?

1.3. Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui pengertian pengoreksian dan penilaian.
2. Untuk mengetahui macam-macam teknik pengoreksian.
3. Untuk mengetahui cara menerapkan teknik pengoreksian dan pemberian skor.
4. Untuk mengetahui pengolahan dan pengubahan (skor) hasil tes.

3
4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PENSKORAN DAN PENILAIAN


A. Pengertian Penskoran
Pemberian skor (=scoring) merupakan langkah pertama dalam proses
pengolahan hasil tes, yaitu proses pengubahan jawaban soal tes menjadi
angka-angka dengan kata lain pemberian skor itu merupakan tindakan
kuantifikasi terhadap jawaban-jawaban yang diberikan oleh testeedalam suatu
tes hasil belajar.
Angka-angka hasil penilaian itu selanjutnya diubah menjadi nilai-nilai
(=grade) melalui proses tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-
nilai hasil tes itu ada yang tertuang dalam bentuk angka dengan rentangan
antara 0 – 10, antara 0 – 100, dan ada pula yang menggunakan simbol huruf A,
B, C, D dan F (F = fail) = gagal).
Cara pemberian skor terhadap hasil tes belajar pada umumnya disesuaikan
dengan bentuk soal-soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut, apakah tes
uraian (essay) ataukah tes objektif (objective test).1
Untuk soal-soal objektif biasanya setiap jawaban benar diberi skor 1 (satu)
dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0 (nol); total skor diperoleh dengan
menjumlahkan skor yang diperoleh dari semua soal. Untuk soal-soal essay
dalam penskorannya biasanya digunakan cara memberi bobot (weithing)
kepada setiap soal menurut tingkat kesukaranya atau banyak-sedikitnya unsur
yang harus terdapat dalam jawaban yang dianggap paling baik. Misalnya:
untuk soal no. 1 diberi skor maksimal 4, untuk soal no. 3 diberi skor
maksimum 6, untuk skor no. 5 skor maksimum 10 dan seterusnya.
Di lembaga–lembaga pendidikan kita, masih banyak pengajaran yang
melakukan penskoran soal-soal essay, tanpa pembobotan; setiap soal diberi
skor yang sama meskipun sebenarnya tingkat kesukaran soal-soal dalam tes
yang disusunnya itu tidak sama.

5
Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, terutama dalam penilaian soal-
soal essay, proses penskoran dan penilaian biasanya tidak dibedakan satu sama
lain; pekerjaan siswa atau mahasiswa langsung diberi nilai, jadi bukan diskor
terlebih dahulu. Oleh karena itu, hal ini sering kali menimbulkan
terjadinya halo effect, yang berarti dalam penilaiannya itu diikutsertakan pula
unsur-unsur yang irelevan seperti kerapian dan ketidakrapian tulisan, gaya
bahasa, atau panjang-pendeknya jawaban sehingga cenderung menghasilkan
penilaian yang kurang andal. Hasil penilaian menjadi kurang objektif. Jika tes
yang berbentuk soal-soal essay tersebut dinilai oleh lebih dari satu orang,
sering kali terjadi perbedaan-perbedaan diantara penilai, bahkan juga hasil
penilaian seorang penilai sering kali berbeda terhadap jawaban-jawaban yang
sama dari soal tertentu. Kesalahan seperti ini tidak akan selalu terjadi jika
dalam pelaksanaannya diadakan pemisahan antara proses penskoran dan
penilaian.
B. Pengertian Menilai
Seusai memeriksa hasil tes dan  menghitung jumlah jawaban benar untuk
menentukan skornya, maka langkah berikut adalah menetapkan nilai untuk
pencapaian belajar siswa seperti yang dicerminkan oleh skor itu. Kalimat ini
menunjukkan bahwa skor dan nilai mempunyai pengertian yang berbeda.
Skor (score atau mark) adalah angka yang menunjukkan jumlah jawaban
yang benar dari sejumlah butir soal yang membentuk tes. Dengan demikian,
apabila jumlah soal yang benar ada 25, maka skor untuk siswa tersebut adalah
juga 25, terlepas dari berapa jumlah soal yang membentuk tes itu. Jadi,
biarpun jumlah soal dalam tes itu 30, 40, 50, 75, atau 100 sekalipun, siswa
tersebut tetap mendapat skor 25. Pemberian angka skor itu sebagai angka nilai
tersebut tidak tepat. Skor 25 dari 30 butir soal berbeda nilai daripada skor 25
pada tes dengan 50 butir soal, apalagi pada tes dengan 100 butir soal. Pada tes
dengan 30 butir soal, skor 25 menempatkan siswa itu pada kelompok yang
berhasil mencapai 83% tujuan instruksional yang diukur dengna tes tersebut.
Tetapi skor 25 yang diperoleh dari tes dengan 50 butir soal, tingkat pencapaian
tujuan instruksional hanya sebesar 50%, dan hanya sebesar 25% pada tes
dengan 100 butir soal. Angka-angka persentase itu diperoleh dengan jalan
membagi jumlah skor dengan jumlah butir soal dalam seluruh tes dan

6
dikalikan dengan 100%. Angka-angka persentase ini menunjukkan nilai skor
tersebut dalam kaitan dengan seluruh tes yang disajikan.2
C. Perbedaan Penskoran dan Penilaian

Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (sama dengan memberikan angka


yang diperoleh dengan jalan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item
yang oleh testee telah dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan bobot
jawaban betulnya.3

Adapun yang dimaksud nilai adalah angka (bisa juga huruf), yang
merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor
lainnya, serta disesuaikan pengaturannya dengan standar tertentu. Itulah
sebabnya mengapa nilai sering disebut skor standar (standard score). Nilai
pada dasarnya adalah angka/huruf yang melambangkan seberapa
jauh/seberapa besar kemampuan yang telah ditujukan oleh testee terhadap
materi atau bahan yang teskan, sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang
telah ditentukan.4

Penskoran berarti proses pengubahan prestasi menjadi angka-angka,


sedangkan dalam penilaian kita memproses angka-angka hasil kuantifikasi
prestasi itu dalam hubungannya dengan “kedudukan” personal siswa dan
mahasiswa yang memperoleh angka-angka tersebut di dalam skala tertentu.
Dalam penskoran, perhatian utama ditujukam kepada kecermatan dan
kemantapan, sedangkan dalam penilaian, perhatian terutama ditujukan kepada
validitas dan kegunaan.5

2.2 MACAM-MACAM TEKNIK PENGOREKSIAN


A. Teknik Pengoreksian Hasil Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis),
secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan. Adanya perbedaan
pelaksanaan tes hasil belajar tersebut menuntut adanya perbedaan dalam
pengoreksian hasil-hasilnya.
1. Teknik Pengoreksian Hasil Tes Tertulis

2
3
4
5

7
Tes hasil belajar yang diselenggarakan secara tertulis dapat dibedakan
menjadi dua golongan, yaitu: tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian
(subjective test = essay test) dan tes hasil belajar (tertulis) bentuk obyektif
(objective test). Karena kedua bentuk tes hasil belajar itu memiliki
karakteristik yang berbeda, sudah barang tentu teknik pengoreksian hasil-
hasilnya pun berbeda pula.6
a. Teknik Pengoreksian Hasil Tes Bentuk Uraian
Dalam pelaksanaan pengoreksian hasil tes uraian ini ada dua
hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu: (1) apakah nantinya pengolahan
dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar
mutlak atau: (2) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil
tes subyektif itu akan didasarkan pada standar relatif.
Apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes
uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak (dimana penentuan
nilai secara mutlak akan didasarkan pada prestasi individual), maka
prosedur pengoreksiannya adalah sebagai berikut:
1. Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh testee dan
membandingkannya dengan pedoman yang sudah disiapkan.
2. Atas dasar hasil perbandingan tersebut, tester lalu memberikan
skor untuk setiap butir soal dan menuliskannya di bagian kiri
dari jawaban testee tersebut.
3. Menjumlahkan skor-skor yang telah diberikan.
Adapun apabila nantinya pengolahan dan penentuan
nilai akan didasarkan pada standar relative (di mana penentuan
nilai akan didasarkan pada prestasi kelompok), maka prosedur
pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
1. Memeriksa jawaban atas butir soal nomor 1 yang diberikan
oleh seluruh testee, sehingga diperoleh gambaran secara umum
mengenai keseluruhan jawaban yang ada.
2. Memberikan skor terhadap jawaban soal nomor 1 untuk seluruh
testee.
3. Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua,
ketiga, dan seterusnya
6

8
4. Setelah jawaban atas seluruh butir soal yang diberikan oleh
seluruh testee dapat diselesaikan, akhirnya dilakukanlah
penjumlahan skor (yang nantinya akan dijadikan bahan dalam
pengolahan dan penentuan nilai.7
b. Teknik Pengoreksian Hasil Tes Bentuk Obyektif
Memeriksa atau mengoreksi jawaban atas soal tes objektif pada
umumnya dilakukan dengan jalan menggunakan kunci jawaban, ada
beberapa macam kunci jawaban yang dapat dipergunakan untuk
mengoreksi jawaban soal tes objektif, yaitu  sebagai berikut :8
1)   Kunci berdampingan ( strip keys )
Kunci jawaban berdamping ini terdiri dari jawaban – jawaban yang
benar yang ditulis dalam satu kolom yang lurus dari atas kebawah,
adapun cara menggunakannya adalah dengan meletakan kunci jawaban
tersebut berjajar dengan lembar jawaban yang akan diperiksa, lalu
cocokkan, apabila jawaban yang diberikan oleh teste benar maka diberi
tanda ( + ) dan apabila salah diberi tanda ( - ).
2)   Kunci system karbon ( carbon system key )
Pada kunci jawaban system ini teste diminta membubuhkan
tanda silang ( X ) pada salah satu jawaban yang mereka anggap benar
kemudian kunci jawaban yang telah dibuat oleh teste tersebut diletakan
diatas lembar  jawaban teste yang sudah ditumpangi karbon kemudian
tester memberikan lingkaran pada setiap jawaban yang benar sehingga
ketika diangkat maka, dapat diketahui apabila jawaban teste yang
berada diluar lingkaran berarti salah sedangkan yang berada didalam
adalah benar.
3)   Kunci system tusukan ( panprick system key )
Pada dasarnya kunci system tusukan adalah sama dengan kunci
system karbon. Letak perbedaannya ialah pada kunci sistem ini, untuk
jawaban yang benar diberi tusukan dengan paku atau alat penusuk
lainnya sementara lembar jawaban testee berada dibawahnya, sehingga
tusukan tadi menembus lembar jawaban yang ada dibawahnya.
Jawaban yang benar akan tekena tusukan dsedangkan yang salah tidak.

7
8

9
4)   Kunci berjendela ( window key )
Prosedur kunci berjendela ini adalah sebagai berikut :
a)    Ambilah blanko lembar jawaban yang masih kosong
b)   Pilihan jawaban yang benar dilubangi sehingga seolah – olah
menyerupai jendela
c)    Lembar jawaban teste diletakan dibawah  kunci berjendela
d)   Melalui lubang tersebut kita dapat membuat garis vertical dengan
pencil warna sehingga jawaban yang terkena pencil warna tersebut
berarti benar dan sebaliknya.
2. Teknik Pengoreksian Hasil Tes Lisan
Pengoreksian yang dilaksanakan dalam rangka menilai jawaban – jawaban
testee pada tes hasil belajar secara lisan pada umumnya bersifat subjektif, sebab
dalam tes lisan itu testee tidak berhadapan dengan lembar jawaban soal yang
wujudnya adalah benda mati, melainkan berhadapan dengan individu atau makhluk
hidup yang masing – masing mempunyai ciri dan karakteristik berbeda sehingga
memungkinkan bagi tester untuk bertindak kurang atau bahkan tidak objektif.9
Dalam hal ini, pengoreksian terhadap jawaban testee hendaknya dikendalikan
oleh pedoman yang pasti, misalnya sebagai berikut :
a.    Kelengkapan jawaban yang diberikan oleh testee.
Pernyataan tersebut mengandung makna “ apakah jawaban yang diberikan
oleh testee sudah memenuhi semua unsur yang seharusnya ada dan sesuai dengan
kunci jawanban yang telah disusun oleh tester
b.    Kelancaran testee dalam mengemukakan jawaban
Mencakup apakah dalam memberikan jawaban lisan atas soal – soal yang
diajukan kepada testee itu cukup lancar sehingga mencerminkan tingkat pemahaman
testee terhadap materi pertanyaan yang diajukan kepadanya
c.    Kebenaran jawaban yang dikemukakan
Jawaban panjang yang dikemukakan oleh testee secara lancar dihadapan
tester, belum tentu merupakan jawaban yang benar sehingga tester harus benar –
benar memperhatikan jawaban testee tersebut, apakah jawaban testee itu mengandung
kadar kebenaran yang tinggi atau sebaliknya.
d.   Kemampuan testee dalam mempertahankan pendapatnya

10
Maksudnya, apakah jawaban yang diberikan dengan penuh kenyakinan akan
kebenarannya atau tidak. Jawaban yang diberikan oleh testee secara ragu – ragu
merupakan salah satu indikator bahwa testee kurang menguasai materi yang diajukan
kepadanya. Demikian seterusnya, penguji dapat menambahkan unsur lain yang dirasa
perlu dijadikan bahan penilaian seperti : perilaku, kesopanan, kedisiplinan dalam
menghadapi penguji (tester).10

3. Teknik Pengoreksian Hasil Tes Perbuatan


Dalam tes perbuatan ini pemeriksaan hasil-hasil tes nya dilakukan dengan
menggunakan observasi (pengamatan). Sasaran yang perlu diamati adalah tingkah
laku, perbuatan, sikap dan lain sebagainya. Untuk dapat menilai hasil tes tersebut
diperlukan adanya instrument tertentu dan setiap gejala yang muncul diberikan skor
tertentu pula.
Contoh: misalkan instrument yang dipergunakan dalam mengamati calon guru
yang melaksanakan praktek mengajar, aspek-aspek yang diamati meliputi 17 unsur
dengan skor minimum 1 (satu) dan maksimum (lima).11

2.3 JENIS-JENIS KUNCI PEMBERIAN SKOR

Disamping penyusunan dan pelaksanaan tes, menskor dan menilai merupakan


pekerjaan yang menuntut ketekunan yang luar biasa dari penilai, ditambah dengan
kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu. Nama lain dari menskor adalah memberi
angka.

Dalam hal menskor atau menentukan angka, dapat digunakan tiga macam alat bantu,
yaitu :

1. Pembantu menentukan jawaban yang benar, disebut kunci jawaban.


2. Pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci
scoring.
3. Pembantu menentukan angka, disebut pedoman penilaian.

Keterangan dan penggunaannya dalam berbagai bentuk tes.

10
11

11
a. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk pilihan
ganda (Multiple Choice)

Dengan bentuk tes seperti ini, testee diminta untuk melingkari


atau tanda silang salah satu pilihan jawaban. Dalam hal menentukan
kunci jawaban untuk bentuk ini langkahnya sama seperti soal bentuk
betul salah. Hanya untuk soal yang jumlahnya melebihi 30 buah,
sebaiknya menggunakan lembar jawaban dan nomor-nomor urutannya
dibuat sedemikian rupa sehingga tidak memakan tempat.

Dalam menentukan angka untuk tes bentuk pilihan ganda,


dikenal 2 (dua) macam cara pula, yakni tanpa hukuman dan dengan
hukuman.

 Tanpa hukuman apabila banyaknya angka dihitung dari


banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban.
Rumusnya sebagai berikut.

Skor = B/N x 100 (skala 0-100)

Ket : B = banyaknya butir yang dijawab benar

        N = adalah banyaknya butir soal

Contoh :

Pada suatu soal tes ada 50 butir, Budi menjawab benar 25


butir, maka skor yang dicapai Budi adalah:

Skor = 25/50 x 100 = 50

 Dengan hukuman yaitu pemberian skor dengan memberikan


pertimbangan pada butir soal yang dijawab salah dan tidak
dijawab, adapun rumusnya adalah sebagai berikut :

Ket B = Banyaknya soal yang dijawab benar


S = Banyaknya soal yang dijawab salah

12
P = Banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N= Banyaknya butir soal

Contoh :
Pada soal bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal
dengan 4 pilihan tiap butir dan banyaknya 40 butir, Amir dapat
menjawab benar 20 butir, menjawab salah 12 butir dan tidak
dijawab ada 8 butir, maka skor yang diperoleh Amir adalah:

b. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk betul-salah

Untuk tes bentuk betul-salah (true-false) yang dimaksud


dengan kunci jawaban adalah deretan jawaban yang kita persiapkan
untuk pertanyaan atau soal-soal yang kita susun, sedangkan kunci
skoring adalah alat yang kita gunakan untuk mempercepat pekerjaan
skoring.

Oleh karena itu dalam hal ini testee (tercoba) hanya diminta
untuk melingkari huruf B atau S, maka kunci jawaban yang disediakan
hanya berbentuk urutan nomor serta huruf dimana kita menghendaki
untuk melingkari atau dapat juga diberi tanda X pada jawabannya.

Misalnya :

1. B                 6. S

2. S                  7. B

3. S                  8. S

4. B                 9. S      

5. B                 10. B

Untuk menghitung skor akhir dari seluruh item test bentuk true false
biasanya digunakan rumus sebagai berikut :

13
S = Skor terakhir / yang diharapkan

R = Jumlah item yang dijawab betul (right)

W = Jumlah item yang dijawab salah (wrong)

N = Banyaknya option untuk true false selalu dua

1 = Bilangan tetap (konstanta)

Contoh :

Umpamakan jumlah item true-false (B-S) = 20. Seorang siswa


bernama Ali dapat menjawab betul 13 item dan salah 7 item, maka
skor yang diperoleh Ali adalah sebagai berikut :

Aman dapat menjawab betul 10 item, dan salah 10 item. Skor yang
diperoleh sebagai berikut :

Bakir hanya dapat menjawab 8 item betul dan 12 item salah, maka skor
yang diperoleh Bakir ialah :

Dengan menggunakan rumus tersebut ternyata bahwa siswa


yang hanya dapat menjawab betul setengah dari jumlah item akan
mendapatkan skor 0 (nol). Dan siswa yang menjawab betul kurang dari
setengah akan mendapatkan skor minus.

14
c. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk jawaban
singkat (Short answer test)

Tes berbentuk jawaban singkat adalah bentuk tes yang


menghendaki jawaban berbentuk kata atau kalimat pendek. Bentuk tes
ini dapat digolongkan kedalam bentuk tes obyektif. Tes bentuk isian
ini, dianggap setaraf dengan tes jawaban singkat ini.

Dengan mengingat jawaban yang hanya satu pengertian saja,


maka angka bagi tiap nomor soal mudah ditebak. Usaha yang
dikeluarkan oleh siswa sedikit, tetapi lebih sulit daripada tes bentuk
betul-salah atau bentuk pilihan ganda. Sebaiknya tiap soal diberi angka
2. Dapat juga angka itu kita samakan dengan angka pada bentuk betul-
salah atau pilihan ganda jika memang jawaban yang diharapkannya
ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya apabila jawabannya bervariasi
misalnya lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap, maka angkanya
dapat dibuat bervariasi pula misalnya 2; 1,5; dan 1.12

Butir soal semacam ini mengundang banyak kemungkinan


jawaban yang dapat diterima karena memang benar.

Jawaban atas soal tersebut misalnya :

 Mudah
 Gampang
 Sukar
 Tingkat kesukaran
 Indeks kesukaran diatas 0.85

Dan mungkin ada yang lain lagi.

Untuk soal-soal hitungan lebih banyak lagi kemungkinan, tanpa


pembatasan yang tegas, yang harus diterima sebagai jawaban yang
benar. Contoh : 

12

15
Jawabannya dapat : 3.33, 3.3, 31/3, 32/6, 33/9 dan seterusnya.

d. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk


menjodohkan (Matching)

Pada dasarnya tes ini adalah bentuk tes pilihan ganda, dimana
jawabannya dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya.
Satu kesulitan lagi adalah bahwa jawaban yang dipilih dibuat
sedemikian rupa sehingga jawaban yang satu tidak diperlukan bagi
pertanyaan lain.

Kunci jawaban tes bentuk ini dapat berbentuk deretan jawaban


yang dikehendaki atau deretan nomor yang diikuti oleh huruf-huruf
yang terdapat didepan alternative jawaban.

Untuk menilai tes yang berbentuk matching diperhitungkan


dari jumlah item yang dijawab betul saja, rumusnya sama dengan
completion, yaitu :

S=R

Contoh penggunaan :

 Misalnya berbentuk matching sebanyak 10 item. Hari dapat


mengerjakan test tersebut 7 item betul dan 3 item salah, maka
skor yang diperoleh Hari = 10 – 3 = 7
 Mira dapat mengerjakan 5 item betul, 3 item salah, 2 item
dikosongkan atau tidak dijawab, maka skor yang diperoleh
Mira = 5.

Jadi, dengan rumus penskoran tersebut di atas, item yang di jawab


salah dan item yang tidak dijawab atau dikosongkan, kedua-duanya
dianggap salah karena yang diperhitungkan hanya item yang dijawab
betul.

16
Cara lain dalam penilaian test berbentuk matching dapat juga
dilakukan dengan menentukan tingkat kesukaran (difficulty index) dari
tes tersebut dibandingkan dengan test-test bentuk lain yang digunakan
bersama-sama. Cara lain yang kedua ini perlu dilakukan jika kita
menganggap bahwa items yang berbentuk matching itu lebih sukar dari
pada items bentuk lain yang digunakan bersama-sama dalam suatu tes.

Misalkan suatu tes terdiri atas tiga macam bentuk yaitu true-false,
multiple choice, dan matching kita telah menetapkan bahwa tingkat
kesukaran tiap item dari ketiga macam bentuk test tersebut berturut-
turut adalah 1,2 dan 4. Ini berarti bahwa nilai tiap item yang betul dari
true false, multiple choice, dan matching = 4.

Andaikata tes yang berbentuk matching itu ada 10 item, dan Basir
dapat menjawab betul 7 item, maka skor yang diperoleh Basir = 7 x 4
= 28.

e. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk uraian
(Essay test)

Sebelum menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan


terlebih dahulu pokok-pokok jawaban yang kita kehendaki. Dengan
demikian, akan mempermudah kita dalam mengoreksinya.

Ada sebuah saran, langkah-langkah apa yang harus kita


lakukan pada waktu kita mengoreksi dan memberi angka tes bentuk
uraian. Saran tersebut adalah sebagai berikut :

1) Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk mengetahui


situasi jawaban. Dengan membaca seluruh jawaban, kita dapat
memperoleh gambaran lengkap tidaknya jawaban yang
diberikan siswa secara keseluruhan.
2) Menentukan angka untuk soal pertama tersebut. misalnya jika
jawaban itu lengkap diberi angka 5, kurang sedikit diberi angka
4, demikian seterusnya.
3) Memberi angka bagi soal pertama.

17
4) Membaca soal kedua dari seluruh jawaban siswa untuk
mengetahui situasi jawaban, dilanjutkan dengan pemberian
angka untuk soal kedua.
5) Mengulangi langkah-langkah tersebut bagi soal tes ketiga dan
seterusnya hingga seluruh soal diberi angka
6) Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-
masing siswa untuk tes bentuk uraian.

Dengan membaca terlebih dahulu seluruh jawaban yang diberikan


oleh siswa, kita menjadi tahu bahwa mungkin tidak ada seorang pun
dari siswa yang menjawab dengan betul untuk sesuatu nomor soal.
Menghadapi situasi seperti ini, kita gunakan cara pemberian angka
yang relatif. Misalnya untuk sesuatu nomor soal jawaban yang paling
lengkap mengandung 3 unsur, padahal kita menghendaki 5 unsur,
maka pada jawaban yang paling lengkap itulah kita berikan angka 5,
sedangkan jika menjawab hanya 2 atau 1 unsur, kita berikan angka
lebih sedikit. Ini adalah cara memberikan angka dengan menggunakan
atau mendasarkan pada norma kelompok. Apabila memberikan angka
berdasarkan pada standar mutlak, maka langkah-langkahnya akan lain,
yaitu :

1) Membaca setiap jawaban yang diberikan siswa dan


dibandingkan dengan kunci jawaban yang telah kita susun.
2) Membubuhkan skor disebelah kiri setiap jawaba. Ini dilakukan
per nomor.
1) Menjumlahkan skor-skor yang telah dituliskan pada setiap soal,
dan terdapatlah skor untuk bagian soal yang berbentuk uraian

Dengan cara kedua ini maka skor siswa tidak dibandingkan dengan
jawaban yang paling lengkap yang diberikan oleh siswa lain, tetapi
dibandingkan dengan jawaban yang sudah ditentukan oleh guru.

Contoh : Sebuah bak mandi berbentuk balok berukuran panjang 150 cm, lebar
80 cm, dan tinggi 75 cm. Berapa literkah isi bak mandi tersebut? (untuk
menjawabnya tuliskan langkah-langkahnya!)

18
Tabel 6.2. Pedoman penskoran uraian objektif
Langkah Kunci jawaban Skor
1 Isi balok = panjang x lebar x tinggi 1
2                = 150cm x 80cm x 75cm 1
3                = 900.000 cm3 1
Isi bak mandi dalam liter
4                =  liter 1
5                = 900 liter 1

Skor maksimum 5

f. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tugas

Kunci jawaban untuk memeriksa tugas merupakan pokok-pokok yang harus


termuat didalam pekerjaan siswa. Hal ini menyangkut kriteria tentang isi
tugas. Namun sebagai kelengkapan dalam pemberian skor, digunakan suatu
tolok ukur tertentu. Tolok ukur yang disarankan dalam buku ini sebagai
ukuran keberhasilan tugas adalah :

1)      Ketepatan waktu menyerahkan tugas

2)      Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan


siswa/mahasiswa dalam mengerjakan tugas

3)      Sistematika yang menunjukkan alur keruntutan pikiran

4)      Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi

5)      Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah
ditentukan oleh guru/dosen

Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu difikirkan peranan masing-masing


aspek kriteria tersebut, misalnya :

A1  -  ketepatan waktu, diberi bobot 2             

A2  -  bentuk fisik, diberi bobot 1

A3  -  sistematika, diberi bobot 3

19
A4  -  kelengkapan isi, diberi bobot 3

A5  -  mutu hasil, diberi bobot 3

Maka nilai hasil akhir tugas tersebut diberikan dengan rumus :

NAT = 2 x A1 + A2 + 3 x A3 + 3 x A4 + 3 x A5/12

NAT adalah Nilai Akhir Tugas.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa di satu pihak kita lihat adanya
peranan penting yang diberikan kepada nilai-nilai sebagai simbol prestasi
akademis siswa, tetapi di lain pihak kita melihat pula adanya kekurangan cara
pemberiannya.13

2.4 PENGOLAHAN DAN PENGUBAHAN (SKOR) HASIL TES

A. Pengolahan dan Pengubahan Skor Mentah Hasil Tes Hasil Belajar Menjadi
Nilai Standar (Standard Score)

Ada dua hal penting yang perlu dipahami terlebih dahulu dalam pengolahan
dan pengubahan skor mentah menjadi skor standar atau nilai, yaitu :

1. Bahwa dalam pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai


itu ada dua cara yang dapat ditempuh, yaitu :

a. Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu


dilakukan dengan mengacu atau mendasarkan diri pada kriterium atau
criterion (Patokan). Cara ini dikenal dengan istilah criterion refrenced
evaluation, yang dalam dunia pendidikan di tanah air kita sering di
kenal dengan istilah Penilaian ber-Acuan Patokan (disingkat PAP).
b. Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu
dilakukan dengan mengacu atau mendasarkan diri pada norma atau
kelompok. Cara ini dikenal dengan istilah norm referenced evaluation,
dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah Penilaian ber-Acuan
Norma (disingkat PAN), atau Penilaian ber-Acuan Kelompok
(disingkat PAK).
13

20
2. Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu
dapat menggunakan berbagai macam skala, seperti : Skala lima
(stanfive), yaitu nilai standar bersekala lima atau yang sering dikenal
dengan istilah nilai huruf A, B, C, D, dan F, Skala sembilan (stanine),
yaitu nilai standar bersekala sembilan dimana rentangan nilainya mulai
dari 1 sampai dengan 9 (tidak ada nilai 0 dan tidak ada nilai 10), Skala
sebelas (stanel = standard eleven = eleven points scale, yaitu rentangan
nilai mulai dari 0 sampao dengan 10), z score (nilai standar z), dan T
score (nilai standar T).

B. Pengolahan dan Pengubahan Skor Mentah Hasil Tes Hasil Belajar Menjadi
Nilai Standar dengan Mendasarkan Diri atau Mengacu pada Kriterium
(Criterion Referenced Evaluation)

1. Hal-hal yang harus dipelajari oleh testee (murid, siswa, mahasiswa)


adalah mempunyai struktur hierarkis tertentu, dan bahwa masing-
masing taraf dikuasai secara baik sebelum testee tadi maju atau sampai
pada taraf selanjutnya.

Contoh:
Dalam mempelajari mata kuliah statistik pendidikan, untuk sampai
pada pemahaman tentang "t" test", mahasiswa terlebih dahulu harus
memahami konsep dasar tentang Standard Error of Mean (SEM).
Konsep dasar tentang standard error of mean itu tidak mungkin dapat
dipahami secara baik sebelum mahasiswa mempelajari konsep dasar
tentang deviasi standar (standard deviation).

2. Evaluator atau tester (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) dapat
mengidentifikasikan masing-masing taraf itu sampai tuntas, atau
setidak-tidaknya mendekati tuntas, sehingga dapat disusun alat
pengukurnya.

Contoh:
Dalam mencari (menghitung) nilai rata-rata hitung (arithmetic mean),
dapat dilakukan identifikasi sebagai berikut :

21
a) Apakah pembuatan tabel disteribusi frekuensi dari data kuantitatif yang akan
dihitung rata-rata hitungnya itu sudah betul?
b) Jika tabel distribusi frekuensi sudah betul, apakag tidak terdapat kekeliruan dalam
menetapkan midpoint bagi setiap interval nilainya? Demikianlah seterusnya......

Apabila dalam penentuan nilai hasil tes hasil belajar itu digunakan acuan
kriterium  (menggunakan PAP), maka hal ini mengandung arti bahwa nilai yang
digunakan akan diberikan kepada testee itu harus didasarkan pada standar mutlak
(standard absolut). Artinya, pemberian nilai kepada testee itu dilaksanakan dengan
jalan membandingkan antara skor mentah hasil tes yang dimiliki oleh masing-masing
individu testee, dengan skor maksimum ideal (SMI) yang mungkin dapat dicapai oleh
testee, kalau saja seluruh soal tes dapat dijawab dengan betul.

Disamping itu, karena penentuan nilai seorang testee dilakukan dengan jalan
membandingkan skor mentah hasil tes dengan skor maksimum idealnya, maka
penentukan nilai yang beracuan pada kriterium ini juga sering dikenal dengan istilah
penentuan nilai secara ideal, atau penentuan nilai secara teoritik, atau penentuan nilai
secara das sollen. Dengan istilah "teoritik" dimaksudkan disini, bahwa: secara teoritik
seorang siswa berhak atas nilai 100 -misalnya- apabila keseluruhan butir soal tes
dapat dijawab dengan betul oleh siswa tersebut atau seorang peserta tes hanya dapat
diberikan nilai 50, sebab hanya 50% saja dari keseluruhan butir item tes hasil belajar
yang dapat dijawab dengan betul.

Dengan demikian maka dalam penentuan nilai yang beracuan pada kriterium,
sebelum tes hasil belajar dilaksanakan, patokan itu sudah dapat disusun (tanpa
menunggu selesainya pelaksanaan).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

22
Dalam membuat penskoran dan pembobotan butir soal suatu tes, maka yang
harus diperhatikan adalah tingkatan dalam setiap domain (kognitif, afektif, dan
psikomotor). Bentuk perangkat tes yang baik adalah tes yang butir-butir soalnya
disusun dengan memperhatikan komponen-komponen tingkatan dalam suatu domain
dan tersusun lebih dari satu bentuk tes.

Sebelum atau selama pembuatan soal tes, guru harus merencanakan bentuk-


bentuk penskoran yang akan diberlakukan. Hal ini akan dapat membantu guru dalam
melaksanakan prinsip objektif dan metodik dalam kegiatan penskoran sehingga tidak
terkesan asal memberi skor. Hasil penskoran yang terencana akan memudahkan
kegiatan berikutnya dalam penilaian, yaitu mengkonversi skor hasil belajar menjadi
skor prestasi atau nilai standar.

Untuk menginterpretasikan suatu skor menjadi nilai atau mengolah skor


menjadi nilai diperlukan suatu acuan atau pedoman. Terdapat dua acuan guna
menafsirkan skor menjadi nilai. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan, proses,
standard an juga akan menghasilkan nilai yang berbeda. Karena itulah pemilihan
dengan tepat pendekatan yang akan digunakan menjadi penting. Kedua pendekatan
tersebut adalah criterion-referenced atau Pendekatan Acuan Patokan (PAP)
dan norms-referenced atau Pendekatan Acuan Norma (PAN)

3.2 Saran

Sebagai seorang guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang profesional


dalam memberikan skor atau nilai kepada siswa. Pendidik sebaiknya mengetahui
berbagai macam teknik dalam pemeriksaan hasil tes, pemberian skor, dan mengolah
serta merubah skor menjadi nilai sehingga akan mempermudah pekerjaan apabila
memilih teknik yang sesuai dengan situasi dan kondisi baik dari segi feasibilitas,
sarana dan prasarana, dan sebagainya. Hal ini perlu diperhatikan oleh guru karena
hasil dari skoring memiliki implikasi yang luas dan kompleks, tidak hanya pada siswa
tetapi juga pihak-pihak yang berkepentingan terhadap nilai tersebut. Maka dari itu,
guru harus memiliki pengetahuan yang cukup dan keterampilan yang profesional
dalam memberikan penilaian terhadap hasil belajar siswa sehingga dapat benar-benar
merepresentasikan capaian hasil belajar siswa. 

23
24
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

Purwanto, Ngalim.. 2001.Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya.

Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Silverius, Suke. 1991. Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Jakarta: Grasindo.

Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, CV. Sinar Baru Offset, Bandung, 1989

25

Anda mungkin juga menyukai