Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Puji syukur penulis
panjatkan ke hadirat-Nya, yang telah memberikan keluasan waktu dan kesehatan kepada
penulis untuk dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Kajian Teknologi dan Vokasi dengan
jenis tugas yang diberikan adalah membuat laporan. Perincian tugas laporan yang diberikan
adalah menyusun laporan Model-Model Kurikulum dan Kurikulum PTK, melalui penugasan
ini diharapkan semua peserta dapat memahami tentang tujuan dan sasaran kurikulum PTK.
Selain itu manfaat yang dapat dirasakan adalah meningkatnya kompetensi pembelajaran para
peserta yang sebagian besar merupakan mahasiswa, dan pada akhirnya menambah wawasan
bagi penulis dan pembaca serta diharapkan menjadi bekal bagi mahasiswa khususnya bagi
calon tenaga pendidik yang bisa bergerak sebagai tenaga ahli di bidang Teknik Sipil dimasa
yang akan datang. Penulis menyadari, bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan laporan ini.
Mudah-mudahan laporan ini bermanfaat bagi penulis, maupun siapa saja yang
memerlukannya.

Bandung, 13 Mei 2017

Penulis,
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dunia pendidikan saat ini sedang memasuki era yang ditandai dengan
gencarnya inovasi teknologi, sehingga menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang
selaras dengan tuntutan dunia kerja. Pendidikan harus mencerminkan proses memanusiakan
manusia dalam arti mengaktualisasikan semua potensi yang dimilikinya menjadi kemampuan
yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat luas. Hari Sudrajat
(2003) mengemukakan bahwa : Muara dari suatu proses pendidikan, apakah itu pendidikan
yang bersifat akademik ataupun pendidikan kejuruan adalah dunia kerja, baik sektor formal
maupun sektor non formal.
Tingkat keberhasilan pembangunan nasional Indonesia di segala bidang akan sangat
bergantung pada sumber daya manusia sebagai aset bangsa dalam mengoptimalkan dan
memaksimalkan perkembangan seluruh sumber daya manusia yang dimiliki. Upaya tersebut
dapat dilakukan dan ditempuh melalui pendidikan, baik melalui jalur pendidikan formal
maupun jalur pendidikan non formal. Salah satu lembaga pada jalur pendidikan formal yang
menyiapkan lulusannya untuk memiliki keunggulan di dunia kerja, diantaranya melalui jalur
pendidikan kejuruan.
Pendidikan kejuruan yang dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), dirancang untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang
siap memasuki dunia kerja dan mampu mengembangkan sikap profesional di bidang
kejuruan. Lulusan pendidikan kejuruan, diharapkan menjadi individu yang produktif yang
mampu bekerja menjadi tenaga kerja menengah dan memiliki kesiapan untuk menghadapi
persaingan kerja. Kehadiran SMK sekarang ini semakin didambakan masyarakat; khususnya
masyarakat yang berkecimpung langsung dalam dunia kerja. Dengan catatan, bahwa lulusan
pendidikan kejuruan memang mempunyai kualifikasi sebagai (calon) tenaga kerja yang
memiliki keterampilan vokasional tertentu sesuai dengan bidang keahliannya.
1.2 Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam laporan ini tiak lari dari sub pembahasan maka ada baiknya
penulis merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam laporan ini, antara lain:
1. Bagaimana model pengembangan kurikulum PTK?
2. Apa implikasi dari struktur kurikulum PTK?
3. Bagaimana proses perencanaan dan pengembangan kurikulum PTK?
4. Bagaimana karakteristik kurikulum PTK?
5. Bagaimana landasan konseptual perencanaan dan pengembangan kurikulum PTK?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan laporan ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui bagaimana model pengembangan kurikulum PTK
2. Untuk mengetahui dan memahami implikasi dari struktur kurikulum PTK
3. Untuk mengetahui proses perencanaan dan pengembangan kurikulum PTK
4. Untuk mengetahui karakteristik kurikulum PTK
5. Untuk mengetahui landasan konseptual perencanaan dan pengembangan kurikulum
PTK

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat yang diperoleh dari penulisan laporan ini yaitu, kita dapat lebih memahami
dan mengetahui secara umum tentang kurikulum PTK. Dimana kurikulum merupakan salah
satu instrumen penting yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, maka sebagai calon
pendidik tentunya manfaat ini sangat penting sebagai bekal dimasa yang akan datang.

1.5 Sistematika Penulisan


Untuk mempermudah dalam pembahasan dan uraian lebih terperinci,maka laporan
disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. PEMBAHASAN
BAB III. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kurikulum PTK


Usaha terus-menerus peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dilakukan antara
lain dengan menetapkan Standar nasional pendidikan. UU Sisdiknas Pasal 35 ayat 1 dan 2
menyatakan bahwa Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi
lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan
penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar
nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Secara khusus, pasal
36 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu
pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum
pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik..
Standar Nasional Pendidikan diperkuat melalui Peraturan Pemerintah No 19 tahun
2005. Di dalamnya terdapat penjelasan tentang standar isi yang merupakan penjabaran
kurikulum sekolah. Bab III dari peraturan ini, mulai pasal 5 sampai pasal 18, berisi tentang
Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi
lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi memuat kerangka dasar dan
struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender
pendidikan/akademik. Pasal 6 PP ini menyebutkan bahwa Kurikulum untuk jenis pendidikan
umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. kelompok mata pelajaran estetika;
e. kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Terkait dengan kurikulum SMK, Pasal 7 PP 19/2005 menyebutkan bahwa
[ayat 1] Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A,
SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang
sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan,
kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.
[Ayat 2] Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada
SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK,
atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama,
akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.

[Ayat 6] Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa,
matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan, kejuruan,
teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.

[Ayat 7] Kelompok mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A,


SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/ MAK, atau bentuk lain yang
sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya,
keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.

[Ayat 8] Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SD/MI/SDLB/
Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain
yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani,
olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.

Selanjutnya, pasal 10 ayat 1 menyebutkan Beban belajar untuk SD/MI/SDLB,


SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat
menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan sistem tatap muka,
penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas
masing-masing.

Pasal 11 ayat 2 dan 3 menyatakan Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK


atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori standar dapat
dinyatakan dalam satuan kredit semester. Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK
atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori mandiri dinyatakan
dalam satuan kredit semester.
Pasal 13 ayat 1, 2, dan 3 menyebutkan bahwa Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB
atau bentuk lain yang sederajat, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat,
SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup.
Pendidikan kecakapan hidup mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan
akademik, dan kecakapan vokasional. Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian
dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran
ilmu pengetahuan dan teknologi, kelompok mata pelajaran pendidikan estetika, atau
kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Pasal 16 ayat 1 menyatakan bahwa Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan
jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh
BSNP.
Pasal 17 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa Kurikulum tingkat satuan pendidikan
SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang
sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik
daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. Sekolah dan komite sekolah,
atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan
dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di
bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk
SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang
agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.

Sebagai lanjutan dari peraturan perundang-undangan ini, muncullah Permen 22


tentang standar isi yang merupakan penjabaran dari kurikulum satuan pendidikan. Pasal 1
Permen ini menyebutkan bahwa Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
yang selanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat
kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu.

Dalam Permen 22/2006 dibahas standar isi sebagaimana dimaksud oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yang secara keseluruhan mencakup:
1. Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan
kurikulum pada tingkat satuan pendidikan,
2. Beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah,
3. Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan
berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari
standar isi, dan
4. Kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan menengah.
2.2 Implikasi Struktur Kurikulum PTK
Di dalam penyusunan kurikulum SMK/MAK mata pelajaran dibagi ke dalam tiga
kelompok, yaitu kelompok normatif, adaptif, dan produktif. Kelompok normatif adalah mata
pelajaran yang dialokasikan secara tetap yang meliputi Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, dan Seni
Budaya. Kelompok adaptif terdiri atas mata pelajaran Bahasa Inggris, Matematika, IPA, IPS,
Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi, dan Kewirausahaan. Kelompok
produktif terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang dikelompokkan dalam Dasar Kompetensi
Kejuruan dan Kompetensi Kejuruan. Kelompok adaptif dan produktif adalah mata pelajaran
yang alokasi waktunya disesuaikan dengan kebutuhan program keahlian, dan dapat
diselenggarakan dalam blok waktu atau alternatif lain.
Materi pembelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan dan Kompetensi Kejuruan
disesuaikan dengan kebutuhan program keahlian untuk memenuhi standar kompetensi kerja
di dunia kerja. Evaluasi pembelajaran dilakukan setiap akhir penyelesaian satu standar
kompetensi atau beberapa penyelesaian kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran.
Pendidikan SMK/MAK diselenggarakan dalam bentuk pendidikan sistem ganda.
Alokasi waktu satu jam pelajaran tatap muka adalah 45 menit. Beban belajar SMK/MAK
meliputi kegiatan pembelajaran tatap muka, praktik di sekolah dan kegiatan kerja praktik di
dunia usaha/industri ekuivalen dengan 36 jam pelajaran per minggu.
Minggu efektif penyelenggaraan pendidikan SMK/MAK adalah 38 minggu dalam
satu tahun pelajaran. Lama penyelenggaraan pendidikan SMK/MAK tiga tahun, maksimum
empat tahun sesuai dengan tuntutan program keahlian.

2.3 Model Pengembangan Kurikulum PTK


Untuk memberi gambaran tentang rancangan kurikulum di bawah ini akan diuraikan
secara singkat tentang model rancangan kurikulum :
1. Subject-centered Curriculum
Model rancangan kurikulum ini yaitu peserta didik akan dipisahkan, misalnya jalur
akademik dan jalur kejuruan. Pemisahan jalur ini mengarahkan jalur akademik untuk dapat
melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi, dan jalurkejuruan lulusannya disiapkan
untuk memasuki lapangan kerja. Dari pengembangan sumber daya manusia
rancangan subject-centered curriculum terlalu kaku, karena tidak luwes menghadapi realitas
peserta didik yang beragam potensinya serta terlalu membesarkan dikotomi antara belajar dan
bekerja. Pada realitanya peserta didik dari jalur kejuruan ada yang berpotensi melanjutkan
dan sebaliknya dari jalur akademik kurang berpotensi untuk melanjutkan studi ke tingkat
yang lebih tinggi.

2. Kurikulum Inti
Rancangan kurikulum dengan model kurikulum inti yaitu bahwa struktur kurikulum di
sekolah akan dibagi menjadi beberapa komponen. Komponen itu yaitu ada komponen inti
yaitu mata pelajaran atau mata diklat yang wajib diikuti oleh semua peserta didik, komponen
wajib yaitu mata pelajaran atau mata diklat yang wajib diikuti oleh semua peserta didik yang
mengambil spesialisasi tertentu yang relevan dengan minat, bakat atau potensinya, dan ada
komponen pilihan yang boleh diambil sebagai peserta yang memilih mata pelajaran atau mata
diklat efektif. Model rancangan kurikulum ini memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk mendapat materi-materi mendasar yang secara umum diperlukan,
selanjutnya akan mendapat materi yang spesifik untuk bidang studi tertentu. Di samping
itu peserta didik iberi kesempatan untuk mengembangkan potensi dengan memilih mata
pelajaran elektif yang sesuai bakat, minat, dan potensinya.

3. Cluster-Based Curiculum
Pengorganisasian model cluster-based curriculum ini, kurikulum diorganisasikan
sedemikian rupa dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk tidak mengikuti
program spesifik untuk suatu tujuan tertentu. Di dalam program tersebut mengandung suatu
keluwesan bahwa lulusan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, khususnya
dunia kerja. Dasar dari pengorganisasian dengan model cluster-based curriculum ini bahwa
beberapa kelompok pekerjaan mempunyai dasar komponen skill dan kemampuan yang
kurang lebih sama, juga peserta didik atau lulusan yang kelak memiliki skill dan kemampuan
dasar akan dapat beradaptasi secara luwes untuk memilih pekerjaan atau kariernya.

4. Kurikulum Berdasar Kompetensi


Model ini sudah dikembangkan sejak dekade 1970-an dan sering disebut anti
intelektualisme. Model kurikulum berdasarkan kompetensi (competency-based
curriculum) banyak diterapkan pada pendidikan kejuruan dan pendidikan guru. Pada
dasarnya kurikulum berdasarkan kompetensi yaitu menginventarisasi kompetensi yang
diasumsikan esensial dalam suatu pekerjaan, jabatan atau karier tertentu. Ukuran pencapaian
kompetensi tersebut ditentukan secara eksplisit, yang akan dijabarkan dalam proses
pembelajaran sebagai tanggung jawab untuk membantu peserta didik mencapai kriteria
keberhasilan. Secara implisit dalam desain kurikulum ini adalah konsep desain sistem, modul
untuk kegiatan instruksional untuk memungkinkan peserta didik belajar secara individual,
dan mekanisme perumusan perangkat kompetensi dan kriteria pencapainya. Kompetensi-
kompetensi yang secara terpisah-pisah banyak dikritik, karena tidak menjamin seseorang
secara menyeluruh menguasai kompetensi dalam bidang pekerjaan tertentu.

5. Kurikulum Terbuka
Kurikulum terbuka (open-based curriculum) telah mulai menjamur sekitar tahun 1970
yang didasarkan pada gagasan inovatif bahwa pada dasarnya apa saja bisa diajarkan, pada
siapa saja dan di mana saja, serta pada umur berapa saja (Sukamto, 1988 : 51). Kurikulum
terbuka ini diilhami oleh pemikrian Jerome Bruner dalam bukunya The Process of Education.
Ciri pokok pengorganisasian kurikulum ini yaitu bahwa : a. proses pembelajaran secara
individual penuh, b. ditekankan pada belajar para peserta didik, c. adanya diferensiasi tugas
staf pengajar dan personal penunjang, d. dalam hal keluar masuknya peserta didik dalam
suatu program yaitu multiple entry dan open exit, e. penggunaan multi media dan paket
instruksional. Dengan adanya beberapa model rancangan kurikulum tersebut
menunjukkan bahwa tidak ada satu cara rancangan kurikulum yang paling baik dan
efektif, berarti perlu ada gabungan atau modifikasi dari model-model tersebut.

2.4 Proses Perencanaan Kurikulum PTK


Pemisahan tujuan pendidikan mendorong ke penegasan tentang dualisme antara
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan . Tetapi sebenarnya permasalahnnya lebih
kompleks dari yang tergambar dan pemisahan yang lebih bersifat teoritis-konsepsional
tersebut akan sulit diamati secara objektif dalam kehidupan yang real. Tetapi adanya
pemisahan tersebut dapat mengawali pemikiran tentang bagaimana hubungan antara
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan sebagai sub sistem dengan pendidikan secara
keseluruhan.
Begitupun dengan Konsep dasar kurikulum di pendidikan kejuruan berkembang
sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan
aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Dari pemahaman isi, pendapat Finch &
Crunkilton bahwa ada dua fokus pada kurikulum yaitu siswa itu sendiri dan juga kurikulum
harus mampu menyediakan pengalaman belajar tidak hanya terbatas di sekolah tapi juga di
luar sekolah. Pengertian ini sejalan pula dengan pendapat Oliva dalam bukunya Developing
Curriculum (1992: 3) bahwa kurikulum adalah rencana atau program yang menyangkut
pengalaman yang dihayati anak didik di bawah pengarahan sekolah. Substansi dari pengertian
cocok untuk diterapkan dalam konteks pendidikan teknologi dan kejuruan, dimana
keberhasilan proses pembelajaran dinilai dalam dua kriteria yaitu in school-success dan out of
school-success .
Hubungan antara kurikulum dan pembelajaran dalam pendidikan teknologi dan
kejuruan, apabila dibandingkan dengan model yang dikemukakan oleh Oliva (1992) masuk
kategori interlocking model ; model ini secara jelas mendemonstrasikan suatu hubungan
terpadu di antara keduanya. Keberadaan hubungan yang saling bertautan satu sama lain
terjadi ketika kurikulum dan pembelajaran menunjukkan suatu jalinan sistem. Secara lebih
tegas Soekamto (1988 : 7) menegaskan bahwa mungkin tidak terlalu salah apabila dikatakan
bahwa kegiatan perencanaan kurikulum dan pengajaran adalah dua tingkat yang berbeda dari
satu kegiatan yang sama. Perencanaan kurikulum berada pada tingkat yang lebih tinggi ,
sedangkan kegiatan perencanaan pembelajaran (instructional planning) berada / terjadi pada
tingkat atau scope yang lebih rendah. Keduanya akan bertemu dan saling berkaitan erat
manakala keberhasilan belajar tiba saatnya dievaluasi, karena pada tahap ini, baik isi dan
struktur kurikulum serta proses dan materi pembelajaran akan dinilai dengan kriteria yang
sama , yaitu sejauh mana keduanya mampu membantu anak didik mengembangkan
potensinya secara optimal.
Perlu disoroti dalam bagian ini adalah tentang karakteristik pendidikan teknologi dan
kejuruan yang telah diungkapkan pada bagian terdahulu. Yang perlu ditanggapi adalah
masalah pembiayaan. Ada satu pendapat bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan
teknologi dan kejuruan yang relatif besar tidak sepadan dengan kualitas lulusannya. Memang
berbagai studi tentang hubungan antara biaya dengan hasil guna pendidikan (cost-benefit
analysis) mengungkapkan temuan bahwa secara ekonomis biaya untuk pendidikan teknologi
dan kejuruan lebih mahal dari biaya untuk pendidikan umum. Dalam hal ini haruslah diingat
bahwa perbandingan biaya tidak harus ditafsirkan sebagai indikator pengalokasian biaya yang
keliru. Jelasnya indeks biaya yang berbeda tidak membuktikan bahwa program yang satu
lebih baik dari program yang lain, sehingga program yang murah harus lebih dikembangkan
dari pada program yang lebih mahal unit biayanya. Hasil temuan studi semacam ini
seharusnya menjadi masukan dalam segi perencanaan dan realokasi pembiayaan
penyelenggaraan program pendidikan, karena itulah maksud yang semula direncanakan.

Perencanaan kurikulum merupakan langkah pertama dalam proses pengembangan


kurikulum. Finch & Crunkilton (1984), menggambarkan tahapan dalam pengembangan
kurikulum di pendidikan teknologi dan kejuruan sebagai berikut :

Curriculum Development in Vocational and Technical Education

PLANNING ESTABLISHING IMPLEMENTING


THE CURICCULUM CURICCULUM THE CURICCULUM
CONTENT
Establish a Decision making Utilize Strategies to Identify and Select
Process Determine Content Materials

Collect and Assess Make Curicculum Develop Material


School-related Content Decisions
Intiate Competency-
Collect and Assess Develop Curicculum Based Education
Community-related Data Goals and Objectives
Evaluate theCuricculum

Dalam konteks perencanaan kurikulum di Pendidikan Teknologi dan Kejuruan ada


dua isu besar yang harus diperhatikan, yaitu perencanaan kurikulum di tingkat mikro dan
makro. Dalam bahasa Finch dan Crunkilton kedua isu besar tersebut pada dasarnya adalah
suatu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan informasi dari sekolah (school
related data) dan informasi dari masyarakat (community related data).
Proses pengambilan keputusan perencanaan dan pengembangan kurikulum di
pendidikan teknologi dan kejuruan haruslah menyangkut koordinasi yang harmonis antara
aspek perencanaan di tingkat makro dan mikro ini. Dengan kata lain, terlebih dahulu harus
diketahui dengan jelas dimensi permasalahan yang harus ditangani oleh masing-masing level
pengambilan keputusan. Suatu kerangka pemikiran operasional ditawarkan oleh Beane
(1986), yang membedakan tugas perencanaan kurikulum menjadi tiga tingkatan, yaitu
perencanaan kurikulum di tingkat makro dan mikro, pengembangan kurikulum di tingkat
makro, dan pembelajaran di tingkat mikro.

Apabila diklasifikasikan , kebutuhan informasi yang relevan untuk perencanaan


kurikulum di pendidikan teknologi dan kejuruan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Sumber Data yang Relevan Untuk Perencanaan Kurikulum


di Pendidikan Teknologi dan Kejuruan

No Jenis informasi Kemungkinan Sumber Data


Sekolah Masyarakat
1 Enrollment Minat siswa Trend demografik
Kemampuan siswa Pertumbuhan industri
Trend siswa baru Kebutuhan masyarakat
Tingkat droup out Mobilitas pekerjaan
Aspirasi orang tua Program yang sudah ada
di masyarakat
2 Sarana dan Fasilitas yang ada Fasilitas bersama
Prasarana Kemungkinan Kemungkinan memakai
ekspansi fasilitas luar sekolah /
Dana dan dukungan dunia usaha
lain yang tersedia Kemungkinan
Up grading bengkel / kerjasama dengan pihak
laboratorium yang ada lain
3 Prospek kerja Studi pelacakan lulusan Bursa lapangan kerja
sekolah Trend demografik
Proyeksi kesempatan
kerja
Angkatan kerja yang
ada

2.5 Pengambilan Keputusan Perencanaan Kurikulum PTK


Dalam konteks pengambilan keputusan untuk perencanaan kurikulum ada lima
tahapan yang dilakukan :
1. Mendefinisikan masalah dan mengklarifikasikan beberapa alternatif pemecahan masalah;
tahap ini merupakan tahap yang cukup kritis dalam mendefinisikan suatu masalah. Pada
tahap ini apabila suatu masalah dapat didefinisikan dengan baik maka pemecahan
masalah melalui alternatif yang mungkin dapat diidentifikasi dan diklarifikasi. Sebagai
contoh, suatu community college menawarkan 4 program yang berbeda untuk pendidikan
teknologi dan kejuruan. Data mengenai masing-masing keempat program tersebut dapat
dikumpulkan dan diklarifikasi dan dianalisis secara simultan untuk memutuskan mana
diantara keempat program tersebut (jika tidak diambil semuanya) harus
diimplementasikan.
2. Menetapkan standar dari masing-masing alternatif ; kalau pada tahap pertama beberapa
alternatif diklarifikasi, maka pada tahap kedua atau selanjutnya adalah membuat standar
dari masing-masing alternatif tersebut. Penetapan standar akan membantu para pengambil
keputusan untuk menentukan alternatif yang paling mungkin untuk ditawarkan dan sumber
daya apa yang perlu disediakan. Standar akan membantu para pengembang kurikulum
dalam penetapan dan operasinalisasi dari program pendidikan teknologi dan kejuruan yang
berkualitas.
3. Pengumpulan data yang berhubungan dengan sekolah dan masyarakat untuk didampingkan
dengan standar yang ada; setelah ditetapkan standar pada tahap kedua, data sekarang dapat
diidentifikasi dan dikumpulkan untuk masing-masing alternatif. Data akan dibutuhkan
untuk dikumpulkan dari dua sumber yaitu sekolah dan masyarakat.
4. Analisis Data; Pada tahap keempat, perencana kurikulum harus dengan objektif
menganalisis seluruh data dari standar yang telah ditetapkan tersebut. Pada tahap ini
dilakukan kegiatan merancang ; menyimpulkan, menganalisis , dan mempersiapakn data
dalam bentuk form yang dapat digunakan pada saat pengambilan keputusan tiba. Situasi ini
mungkin terjadi pada saat tahap yang memerlukan data tambahan yang tidak bisa
dikumpulkan, sehingga ketetapan data harus dibuat untuk pengumpulan data sebelum
seluruh data dapat dikumpulkan secara penuh. Dan dianalisis secara akurat.
5. Memutuskan alternatif mana yang dapat mendukung pada data; Tahap kelima
merefresentasikan tahap akhir dari proses pengambilan keputusan. Pada tahap ini, beberapa
alternatif dapat diabaikan seperti data yang tidak layak atau menerima data yang layak
yang dapat digunakan dalam mengembangkan kurikulum. Dalam beberapa kasus, hanya
satu alternatif yang mungkin dipilih dari beberapa kemungkinan. Atau semua alternatif
mungkin dianggap tidak sesuai. Akan tetapi dalam kasus lain , semua alternatif dianggap
layak.

2.5.1 Pengumpulan Informasi yang Berkaitan Dengan Sekolah


Salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh para perencana kurikulum di
pendidikan teknologi dan kejuruan adalah school setting. Hal ini harus diperhatikan
mengingat tujuan utama dari proses pembelajaran di pendidikan teknologi dan kejuruan
adalah mempersiapkan siswa untuk sukses sebagai pegawai di dunia kerja. Dalam bab ini
difokuskan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan sistem yang mempengaruhi
proses pembelajaran di sekolah. Beberapa faktor yang yang berkaitan tersebut yaitu :
1. Tingkat droupout dan berbagai alasan yang mendasarinya; para perencana kurikulum
perlu memperhatikan tingkat droupout yang secara tidak langsung menggambarkan
kecenderungan minat dari peserta didik.

2. Ketertarikan pada karir / jabatan pekerjaan; untuk menilai kecenderungan pada karir ini
bisa dilakukan dengan cara melalukan berbagai tes yang akan mampu menggambarkan
minat/ kecenderungan peserta didik terhadap bidang pekerjaan tertentu. Tes yang dapat
dilakukan antara lain : standardized achievement test.
3. Ketertarikan dan concern orang tua siswa;keterlibatan orang tua siswa menjadi hal yang
penting dalam menentukan program pembelajaran di sekolah. Concern orang tua akan
sangat mempengaruhi terhadap pemilihan program pendidikan bagi anak-anaknya. Para
perencana kurikulum perlu selalu memperhatikan masukan dari para orang tua siswa.
4. Keberlanjutan lulusan; keterserapan para lulusan di pasar kerja merupakan tujuan utama
dari program pendidikan teknologi dan kejuruan, oleh karena itu para perencana
kurikulum perlu memperhatikan faktor ini. Seberapa lama masa tunggu kerja lulusan dan
seberapa banyak lulusan terserap di dunia kerja
5. Proyeksi pasar kerja masa depan ; para perencana kurikulum perlu memperhatikan
kecenderungan pasar kerja pada masa yang akan datang. Kecenderungan ini akan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Contohnya adalah perkembangan teknologi informasi akan menuntut untuk
membuka program studi baru misalnya ICT atau pembelajaran perlu diorientasikan
dengan memanfaatkan teknologi tersebut.
6. Penilaian terhadap ketersediaan fasilitas; dalam konteks pendidikan teknologi dan
kejuruan, fasilitas memegang peranan penting. Dengan fasilitas yang memadai akan
sangat menunjang terhadap proses pembelajaran . Output lulusan yang ditujukan untuk
bekerja mengindikasikan fasilitas yang idealnya sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang
ada.
2.5.2 Pengumpulan Data yang Berkaitan dengan Masyarakat
1. Keadaan masyarakat; yang dimaksud perkembangan masyarakat di sini antara lain
keadaan geografis dimana sekolah tersebut berada, kecenderungan jumlah penduduk, dan
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat,
2. Arah dan proyeksi bidang ketenagakerjaan; meliputi bidang-bidang pekerjaan yang
muncul sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.

2.6 Karakteristik Kurikulum PTK


Pendidikan teknologi dan kejuruan memiliki beberapa karakteristik tertentu yang yang
menjadi pembeda dengan sistem pendidikan lainnya. Aspek-aspek pembeda tersebut yang
berkaitan dengan perencanaan kurikulum, antara lain :
1. Orientasi Pendidikan Kejuruan
Tujuan utama pendidikan kejuruan adalah sebagai lembaga yang mempersiapkan tenaga
kerja, maka dengan begitu orientasi pendidikan kejuruan tertuju pada hasil akhirnya yaitu
para alumni/lulusan. Keberhasilan dari proses belajar yaitu kelulusan dari sekolah
kejuruan hanya merupakan tujuan lembaga, sedangkan keberhasilan total berorientasi pada
kecakapan para alumni saat di lapangan kerja
2. Justifikasi Untuk Eksistensi
Justifikasi atau alasan tentu diperlukan guna pengembangan program pendidikan kejuruan.
Justifikasi khusus tersebut adalah adanya kebutuhan di lapangan secara nyata. Sekolah
kejuruan tidak layak ada jika kenyataan dilapangan tidak membutuhkan tenaga yang
dididik disekolah tersebut
3. Fokus Kurikulum
Stimulus dan pengalaman belajar yang tersedia di pendidikan kejuruan dapat
mengembangkan kemampuan peserta didik agar siap untuk mengaplikasikan dengan baik
pada situasi kerja lewat proses belajar maupun kelak dalam situasi kerja yang sebenarnya,
Hal ini termasuk sikap kerja dan orientasi nilai yang mendasari aspirasi, motivasi dan
kemampuan kerjanya
4. Kriteria Keberhasilan
Kriteria penentu keberhasilan lembaga pendidikan kejuruan, yaitu keberhasilan siswa di
sekolah (in-school success) dan keberhasilan diluar sekolah (out-of-school success).
Kriteria pertama yaitu meliputi aspek keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan
kulikuler yang sudah diorientasikan ke persyaratan dunia kerja, sedang kriteria yang kedua
diindikasikan oleh keberhasilan alumni setelah berada di dunia kerja yang sebenarnya.
5. Kepekaan (Responsiveness)
Karena berorientasi ke dunia kerja, pendidikan kejuruan dituntut memiliki kepekaan yang
tinggi terhadap perkembangan masyarakat dan dunia kerja. Berbagai aspek harus
diantisipasi secara cermat guna menjamin hubungan antara isi pendidikan kejuruan dengan
kebutuhan dunia kerja.

6. Perbekalan dan Logistik


Dari segi peralatan belajar, maka untuk terwujudnya belajar pembelajaran yang dapat
member pengalaman tentang dunia kerja secara realistis dibutuhkan banyak perlengkapan,
sarana, dan perbekalan logistik yang memadai. Bengkel dan laboratorium adalah
kelengkapan umum di suatu sekolah kejuruan, tentu saja pengalaman lapangan pun
biasanya telah tercantum di kurikulum
7. Hubungan Masyarakat
Dalam hal ini menyangkut partisipasi masyarakat sebagai partner pemerintah untuk ikut
serta bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan kejuruan, tetapi lebih jauh
menyangkut daya dukung dan daya serap lingkungan yang sangat penting perannya bagi
perkembangan lembaga pendidikan kejuruan

Penekanan pada hasil lulusan, kecenderungan tidak sesuai dengan perkembangan


dunia kerja, titik berat pada relevansi, dan hubungan dengan komponen yang laindari sistem
pendidikan, hal itu semua harus menjadi bahan pertimbangan utama dalam perencanaan dan
pengembangan kurikulum. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, diharapkan dapat
menghasilkan rancangan kurikulum yang dinamis, didukung data kebutuhan lapangan,
berorientasi ke siswa, realistis, dan futuristik.

2.7 Landasan Konseptual Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum PTK


2.7.1 Kurikulum dari Sudut Pandang Para Ahli
Banyak pengertian kurikulum yang dikemukaan oleh para pakar kurikulum diamana
kesemuanya memiliki sudut pandang dan pendekatan yang berbeda-beda. Disini akan
dijelaskan mengenai beberapa pengertian kurikulum menurut para pakar kurikulum pilihan
penulis yang sekiranya dapat diterapkan dalam perencanaan kurikulum, seperti yang
dikemukaan oleh Curtis R. Finch and John R. Crunkilto (1984: 9) ...curriculum may be
defined as the sum of the learning activities that a student has under the auspices or direction
of the school. Makna singkatnya yaitu bahwa kurikulum dapat didefinisikan sebagai jumlah
dari kegiatan pembelajaran dan pengalaman siswa ketika di sekolah.
Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
pada pasal 1 bab 1 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.

Kesimpulan dari pengertian teori dan UUD diatas dapat didefisinisikan sebagai
berikut: Kurikurum merupakan rancangan atau perangkat dan didalamnya terdapat peraturan
yang diman pengaturan itu mengenai tujuan pembelajran, isi pembelajran,bahan pembelajran,
dan didalamnya terdapat metode pembelajaran, media, dan alat evaluasi yang memadai
sehinggadalam hasil pembelajaran peserta didik dapat maksimal sesuai dengan bakat, minat
dan potensi yang mereka miliki.

2.7.2 Teori Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan


Jika membahas mengenai tujuan pendidikan yang akan dicapai oleh siswa, perlu
mendapatkan keputusan dari pengembang kurikulum. Pengembangan kurikulum perlu
mengacu pada beberapa teori para ahli, diantaranya adalah W. Tyler (Sukamto, 1988: 46)
Dimana Sukamto (1988: 47)mengatakan bahwa: Kontroversi tentang apa yang harus
menjadi tujuan pendidikan di sekolah ini dapat dilihat misalnya pada harus ditambahkannya
mata pelajaran baru di suatu kurikulum lembaga pendidikan manakala pemerintah atau
kelompok masyarakat tertentu secara persuasif memandang perlu dimasukkan menjadi bahan
pelajaran di sekolah.
Curtish R. Finch and John R. Grunkilton (1984: 32) berpendapat bahwa sebenarnya
dalam pengembangan kurikulum pada awalnya difokuskan sebagai berikut: The
development phase focuse on relating objectives to sound learning principles, identifying the
learning guidelines necesarry for optimum learning, and specifying activities that should take
place in the learning environment. Penjelasan dapat dimaknai secara sederhana bahawa
fokus awaladalah bagaimana tujuan akan dicapai dengan memperhatikan prinsip-prinsip
belajar untuk peserta didik, dan mengidentifikasi pembelajaran optimal yang diperlukan
dengan memperhatikan lingkungan belajar agar peserta didik dapat melakukan aktivitas
belajar.
Menurut Tyler, teori pengembanagn kurikulum, khususnya untuk kurikulum
pendidikan teknologi dan kejuruan tidak terlepas dari teori psikologi belajar dan teori-teori
belajar. Adapaun teori belajar yang berhubungan dengan pengembangan kawasan kognitif,
afektif, dan psikomotor sebagai salah satu perwujudan identifikasi dan sintesis bentuk-bentuk
pengalaman pendidikan yang diharapkan mampu mencapai tujuan pendidikan.
Proses pengembangan kurikulum merupakan langkah-langkah yang kompleks
dimana kepututsan dari satu aspek dapat mempengaruhi keputusan aspek lainnya sehingga
satu sama lain dapat saling terhubung untuk menjadi satu kesatuan yang utuh. Kesimpulan
dari pengembangan teori kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan sebagai
berikut: Dalam suatu proses pembelelajara perlu dan sanat penting menambahkan mata
pelajaran baru,di suatu kurikulum dalam lembaga pendidikan yang mana terkait pada siswa.
Penambahan mata pelajaran perlu memperhatikan lingkungan belajar supaya peserta didik
atau siswa dapat melakukan aktivitas belajar. Pengembangan merupakan langkah yang tepat
bagi siswa.

2.8 Strategi Perencanaan dan Pembentukan Kurikulum PTK


Dalam Finch & Crunkilton (1984: 140) Beberapa strategi / pendekatan yang dapat
digunakan dalam mengidentifikasi isi kurikulum, adalah :
1. Pendekatan DACUM; Pendekatan ini pada awalnya dikembangkan oleh para ahli
kurikulum di Canada . DACUM (Developing A Curriculum) pada awalnya merupakan
proyek bersama antara Departemen Tenaga Kerja dan Imigrasi dengan General Learning
Corporation di Canada, tetapi kemudian diseminasinya dilaksanakan di banyak lembaga
pendidikan kejuruan.Pada sistem ini, isi kurikulum digagas oleh para pengusaha atau
pekerja dari industri dan dunia usaha tanpa melibatkan personil sekolah sama sekali. Ini
didasarkan pada asumsi bahwa dalam penentuan isi kurikulum pendidikan teknologi
diharapkan memiliki relevansi yang tinggi dengan kebutuhan lapangan kerja. Biasanya
guru dan instruktur yang sehari-hari terlibat dalam mengajar saja kurang dapat
memberikan kontribusi yang positif. Keunikan dari proses identifikasi isi kurikulum
dengan pendekatan DACUM ini adalah urutan dan intensitas partisipasi peserta yang
harus ditargetkan sedemikian rupa, sehingga yang dihasilkan selama proses tersebut,
bukan terbatas hanya pada inventarisasi skill saja atau pengetahuan spesifik yang akan
menjadi kerangka isi kurikulum, tetapi juga sampai pada tingkat kemahiran atau
kompetensi sesuai dengan apa yang diperlukan dalam situasi kerja yang nyata. Ini adalah
kelebihan dari cara pendekatan yang seluruhnya melibatkan pihak pengusaha dari
industri dan dunia kerja.

2. Pendekatan Fungsional; Pendekatan ini didasari oleh asumsi bahwa anak didik yang
belajar melalui pendidikan teknologi dan kejuruan harus mempelajari fungsi-fungsi apa
yang harus ada untuk menjamin kelangsungan kerja suatu industri atau dunia usaha
tertentu, dan kemudian dijabarkan menjadi penampilan-penampilan (performance) yang
terkait dengan fungsi atau tugas tertentu.untuk dijadikan masukan bagi perencana
kurikulum. Prosedur dari penentuan isi kurikulum ini adalah dimulai dengan identifikasi
jenis-jenis pekerjaan yang kemudian dapat dirinci lagi menjadi daftar kegiatan-kegiatan
dalam setiap fungsi, untuk kemudian dikaitkan dengan kompetensi atau keterampilan
yang harus dimiliki oleh orang yang akan mengerjakan kegiatan-kegiatan tersebut.
Kompetensi ini dirumuskan baik dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, dan
kemampuan dengan tingkat yang bervariasi.

3. Pendekatan Analisis Tugas; dalam pendekatan ini, isi kurikulum diambil dari aspek-
aspek perilaku dan persyaratan kerja tertentu yang dijabarkan langsung dari deskripsi
pekerjaan atau deskripsi tugas yang sudah mapan. Sebagai contoh konsorsium
pendidikan kejuruan di Amerika Serikat yang beranggotakan beberapa negara bagian
sudah banyak mengembangkan kurikulum program studi kejuruan yang didasarkan atas
analisis tugas. Dalam melakukan analisis tugas, perlu diperhatikan langkah-langkah
sebagai berikut (1) melakukan kajian literatur dan informasi yang relevan, (2)
Mengembangkan inventori pekerjaan atau jabatan; (3) Memilih sampel atau contoh
pekerja sebagai sumber data; (4) melaksanakan survei atau penelitian di lapangan; (5)
menganalisis hasil survey untuk dijabarkan menjadi kurikulum dan kegiatan belajar di
sekolah . Dari langkah kelima ini, hasil survey analisis tugas, kemudian diorganisir dan
diolah sehingga menjadi bahan acuan dalam penentuan isi kurikulum. Hal ini dilakukan
dengan cara analisis zona (zone analysis) dan analisis isi (content analysis). Yang
pertama melukiskan gambaran menyeluruh isi kurikulum berdasarkan kelompok mata
pelajaran yang dibagi menjadi kelompok spesialisasi, kelompok penunjang, dan
kelompok dasar, masing-masing dengan proporsi yang harus dipikirkan dengan matang.
Yang kedua menyangkut penjabaran rincian hasil analisis tugas menjadi materi belajar
atau unit belajar yang nanti dilanjutkan dengan desain kegiatan instruksional dan
pengadaan materi instruksionalnya, baik yang berupa lembar informasi, lembar kerja,
lembar tugas, dan lembar pengamatan.

4. Pendekatan Filosofis; dalam sejarah penentuan isi kurikulum, pemikiran para ahli
filsafat menjadi faktor dominan dalam penentuan isi kurikulum. Secara praktis dapat
dikatakan bahwa filosofi adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki oleh seseorang atau
kelompok yang kemudian mendasari segenap sikap dan perbuatannya. Dalam literatur
banyak sekali dijumpai pernyataan-pernyataan filosofi yang berkenaan dengan
pendidikan teknologi dan kejuruan dan dari pernyataan-pernyataan tersebut kemudian
dapat dijadikan petunjuk menentukan isi kurikulum. Sebagai contoh sederhana, apabila
diyakini bahwa pendidikan kejuruan harus menekankan penyesuaian anak didik dengan
jenis pekerjaan yang ada di lapangan kerja, maka isi kurikulumnya bisa diramalkan akan
sangat didominasi oleh penumbuhan kemampuan-kemampuan transisional seperti
bagaimana beradaptasi dengan lingkungan, bagaimana mengatasi problem mobilitas
pekerjaan, dan kemampuan berhubungan dengan sesama orang (human relations skill).

5. Pendekatan Introspektif; Pendekatan introspektif mendasarkan isi kurikulum pada


hasil pemikiran perorangan atau kelompok, tetapi difokuskan pada pemikiran dan
perasaan dari mereka yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan pendidikan
teknologi dan kejuruan, seperti misalnya para guru dan administrator yang sehari-harinya
bekerja di lingkungan sekolah kejuruan. Biasanya pemikiran ini dimulai dengan
mempelajari apa yang selama ini sudah berjalan, mungkin dilengkapi dengan data
komparatif dengan program yang serupa di tempat lain dalam suatu negara maupun
dibandingkan dengan orang lain meskipun lewat literatur.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Sukamto. 1988. perencanaan dan pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan. Jakarta:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Reboko, Anang dkk. 2015. Kurikulum Pendidikan Teknik Kejuruan. Diakses dari
http://kelompok3ptba.blogspot.co.id/2015/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html [Dikutip 13
Mei 2017]
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta :
Departemen Pendidikan Nasional.
Ratu, Sri. 2012. Karangka Konseptual dan Operasional Pendidikan Teknik Kejuruan.
Diakses dari http://sriraturahayu.blogspot.co.id/ [Dikutip 13 Mei 2017]

Anda mungkin juga menyukai