Anda di halaman 1dari 8

JURNAL

MANFAAT PENGETAHUAN MATA KULIAH KOMUNIKASI FASHION MAHASISWA


TATA BUSANA SEBAGAI FASHION STYLIST DI MEDIA TELEVISI/FILM

Sintha Mupid
1515622046
Program Studi Pendidikan Tata Busana
Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta
Jakarta, Indonesia
Email : mupidsintha@gmail.com

ABSTRAK

Mupid, Sintha. 2023. “MANFAAT PENGETAHUAN MATA KULIAH KOMUNIKASI


FASHION MAHASISWA TATA BUSANA SEBAGAI FASHION STYLIST DI MEDIA
TELEVISI/FILM”.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa tata busana
tentang mata kuliah komunikasi fashion sebagai fashion stylist yang diukur dalam ranah kognitif.
Untuk memperoleh data tentang manfaat hasil belajar komunikasi fashion sebagai kesiapan
menjadi fashion stylist di media televisi/film ditinjau dari penguasaan teknik padu padan busana
dan memahami karakter pemeran yang akan di styling busana sesuai film. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu deskriptif analitik dengan alat pengumpul data berupa angket. Sampel
penelitian ini menggunakan purposive, yaitu mahasiswa program studi tata busana angkatan 2019
yang telah mengikuti mata kuliah komunikasi fashion, yang berjumlah 40 orang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa telah mendapatkan manfaat dari hasil belajar
komunikasi fashion sebagai kesiapan menjadi fashion stylist di media televisi/film.

Kata Kunci : fashion stylist, komunikasi fashion,media televisi/film


ABSTRACT

Mupid, Sintha. 2023. "BENEFITS OF KNOWLEDGE OF FASHION COMMUNICATION


COURSE FOR STUDENTS OF FASHION COMMUNICATION AS A FASHION STYLIST
IN TELEVISION/FILM MEDIA".

The purpose of this study was to determine the level of knowledge of fashion design students
about fashion communication courses as fashion stylists as measured in the cognitive domain. To
obtain data about the benefits of fashion communication learning outcomes as readiness to become
a fashion stylist in television/film media in terms of mastery of mix and match clothing techniques
and understanding the character of the actors who will be styled according to the film. The method
used in this study is descriptive analytic with a data collection tool in the form of a questionnaire.
The sample for this study used a purposive, namely students of the fashion design study program
class of 2019 who had taken fashion communication courses, totaling 40 people. The results of the
study show that most students have benefited from the learning outcomes of fashion
communication as a readiness to become fashion stylists in television/film media.

Keywords: fashion stylist, fashion communication, television/film me

I.Pendahuluan
Program studi Tata Busana sebagai salah satu program studi yang bernaung di jurusan
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga di Fakultas teknik memiliki tujuan untuk menghasilkan
lulusan yang memiliki keahlian sesuai bidang studi yang ditempuhnya. Komunikasi fashion
merupakan salah satu mata kuliah pilihan di Program studi Tata Busana yang dipelajari di semester
lima. Mata kuliah ini membahas mengenai pengertian, konsep,karaktek manusia dalam berbusana.
Berbusana merupakan hal yang tidak akan pernah lepas dari perhatian setiap individu,
karena hal ini bisa menjadi penilaian tersendiri dari orang lain terhadap karakter masing- masing
individu tersebut. Dahulu busana merupakan kebutuhan, namun seiring berkembangnya zaman,
busana tidak lagi sekedar pemenuhan kebutuhan, akan tetapi juga menjadi sebuah kehendak dalam
memenuhi citarasa si pemakai.Busana menunjukkan siapa pemakainya sebagaimana dikatakan
Umberto Eco dalam bukunya Tamasya dalam Hiper-realitas, yang dikutip dari
tulisanarhamjie.blogspot.com/2009/01/ kampus-dan-pasar-identitas-citra, menyatakan “I speak
through my clothes” (aku berbicara lewat busanaku). Berbusana berarti menampilkan pesan,
penyingkap identitas sebagai personal maupun identitas kelompok.Persoalan berbusana sebagai
identitas merupakan bentuk dialektika sosial dalam mengartikulasikan realitas. Busana
menyampaikan pesan-pesan dan merupakan pencitraan untuk menegaskan berbagai fungsi-fungsi
sosial dalam transformasi sosial. Selain itu, busana juga berfungsi untuk menyatakan status sosial
dan standarisasi norma melalui penggunaannya. Memilih busana dalam ruang-ruang tertentu,
rumah, kantor, atau kampus merupakan bentuk sense of fashion tanpa menampik fungsi sosial lain
semacam kesepakatan aturan atau norma. Untuk konteks masyarakat multikulturalis semacam
Indonesia, penggunaan busana sangat membantu dalam mengidentifikasi asal-usul, selera, hingga
pekerjaan seseorang.
Masyarakat pasca-modern, mempermasalahkan soal identitas dan fashion. Pasca- modern
menganggap identitas sangat tidak stabil dan rapuh, tidak lebih dari sekadar mitos dan ilusi.
Masyarakat kini juga menganggap fashion tak lebih dari aktivitas konsumsi, kecenderungan
berhasrat untuk memiliki sebagai tanda matinya identitas. Jacques Lacan menyebut gejala ini tak
lebih sebagai sense of identity, sebuah gejala untuk memiliki bukan karena “kegandrungan” atau
pilihan sadar, melainkan karena telah menjadi trendsetter atau karena dimiliki orang lain. Fashion
telah menjadi bahan konsumsi, sarana untuk memanjakan batin dengan menikmati benda-benda
komersil. Pada fase ini, penggunaan fashion menjadi multi-tafsir, antara identitas – trendsetter –
atau topeng kebohongan. Pernyataan ini membawa pada fungsi komunikasi dari busana yang
dikenakan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam suasana formal maupun non formal.
Fashion stylist di majalah mode harus mampu menciptakan image pada seseorang
(umumnya public figure atau model) sehingga dapat meningkatkan gengsi pribadi dan
penampilannya. Mereka juga berperan dalam menata dan mengarahkan gaya dalam proses
pemotretan majalah sehingga dapat memberikan kontinuitas gaya dan image pada majalah tempat
mereka bekerja. Prasyarat menjadi seorang fashion stylist di antaranya adalah berlatar belakang
pendidikan desain fashion, dapat bekerja dalam tim, memiliki sense of style pada fashion dan
fashion photography serta pandai memadupadankan busana dan aksesori.
II.METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yakni dengan tujuan menjelaskan dan
memberikan gambaran tentang kejadian yang ada dilapangan. Penelitian deskriptif menurut
Nasution (2003, hlm. 24) merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengadakan deskripsi untuk
memberikan gambaran yang jelas tentang situasi-situasi sosial. Sedangkan menurut Nazir (2012,
hlm. 34) adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set
kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan
penelitian ini adalah untuk membuat gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Hal ini senada dengan yang diungkapkan Best dalam Sukardi (2004, hlm. 157)
menyebutkan bahwa metode deskriptif berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek
sesuai dengan apa adanya. Lebih lanjut, Sukardi (2004, hlm. 157) mengatakan bahwa:
Penelitian deskriptif merupakan penelitian, dimana pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan
penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadaan dan kejadian sekarang. Mereka
melaporkan keadaan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya.
Berdasarkan pendapat diatas, maka penelitian yang menggunakan metode deskriptif berusaha
menggambarkan dan menjelaskan kejadian suatu peristiwa atau objek yang terjadi dilapangan.
Alasan peneliti menggunakan metode deskriptif dalam penelitian ini karena sesuai dengan
tujuan penelitian yang ingin mendapatkan gambaran mengenai pengetahuan mahasiswa tata
busana dalam mata kuliah komunikasi fashion.
2.1 Partisipan Penelitian
Dalam penelitian ini, teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive
sampling dan snowball sampling (Sugiyono, 2013, hlm. 300).
Berdasarkan uraian diatas, maka partisipan yang akan diteliti ditentukan langsung
oleh peneliti. Adapun yang menjadi partisipan dalam penelitian ini adalah pihak-pihak
yang terkait dalam pembelajaran komunikasi fashion. Pihak-pihak tersebut yaitu
mahasiswa Tata busana dengan total 40 mahasiswa.
2.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa
cara dan teknik yang berasal dari berbagai sumber. Dalam penelitian ini menggunakan
teknik pengumpulan data berupa angket dan wawancara.
2.2.1 Kuesioner (Angket)
Kuisioner merupakan teknik pengumpula data yang dilakukan dengn cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya (Sugiyono, 2013, hlm. 199). Kuesioner ini juga sering disebut sebagai angket
dimana dalam kuesioner tersebut terdapat beberapa macam pertanyaan yang berhubungan
erat dengan masalah penelitian yang hendak dipecahkan, disusun, dan disebarkan ke
responden untuk meperoleh informasi di lapangan (Darmadi, 2011, hlm. 260).
2.2.2 Wawancara
Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan
informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman
(guide) wawancara dimana pewawancara dan informan terlibat dalam keidupan sosial yang
relatif lama (Bungin, 2011, hlm. 111) .
Menurut Nasution (2003, hlm. 113) wawancara atau interview adalah suatu bentuk
komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi.
Bersandar pada klasifikasi Moleong (2013, hlm. 187) bahwa pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan dalan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pertama, wawancara pembicaraan informal. Pada wawancara ini pertanyaan yang
diajukan sangat bergantung pada wawancara itu sendiri, jadi bergantung pada
spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada terwawancara.
Kedua, pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara. Jenis wawancara ini
mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang
dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan.
Ketiga. Wawancara baku terbuka. Jenis wawancara ini adalah wawancara yang
menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata- katanya, dan cara
penyajiannya pun sama untuk setiap responden.
2.3 Teknik analisis data kuantitatif
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan keadaan yang ada di lapangan, maka
data yang akan diperoleh akan dianalisis dengan sistem diskriptif kuantitatif dengan
mengunakan persentase (Suharsimi Arikunto, 2010, hlm. 209). Deskriptif persentase ini
diolah dengan cara frekuensi dibagi dengan jumlah respoden dikali 100 persen seperti
dikemukakan Sudijono (2010, hlm. 43) adalah sebagai berikut:
P = F/N × 100%
Keterangan:
P = Angka persentase
F = Frekuensi yang dicari
N = Number of Cases (Jumlah frekuensi/banyaknya individu) 100 % = Bilangan Tetap
Untuk mengetahui tingkat kriteria tersebut, selanjutnya data yang diperoleh (dalam
%) dengan analisis deskriptif persentase dan dikonsultasikan dengan tabel kriteria sebagai
berikut:

III.HASIL DAN PEMBAHASAN


Uji instrument angket yang diberikan kepada kelas uji coba sebanyak 40 mahasiswa
menghasilkan bahwa instrument angket sebanyak 20 item hasilnya valid dengan nilai koefisien
nya 0,954 dan reliable dengan koefisiennya 0,956. Tergolong pada validitas sangat tinggi dan
reliabilitas sangat tinggi.
Tabel hasil angket
Indikator Rata-rata
Mengetahui karakter manusia 3,20
dalam fashion
Mix and match busana 3,18
Profesi fashion stylist 3,02
Manfaat mata kuliah 2,99
komunikasi fashion
Peran media tv/film dalam 3,39
karir fashion stylist

Hasil dari angket sikap dengan menggunakan skala likert menghasilkan sikap yang positif
dengan rata-rata skor keseluruhan adalah 3,09 lebih dari rata-rata skor netral 2,5.
Daftar Pustaka

[1] Sri Budi Lestari (2014) Fashion sebagai komunikasi indentitas sosial dikalangan mahasiswa

[2] Runi Andanari (2014) Manfaat hasil belajar publikasi mode sebagai kesiapan menjadi fashion
stylist di majalah mode

[3] Fadilah, Nurul (2015) KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN
UNTUK PENCAPAIAN KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA

Anda mungkin juga menyukai