Anda di halaman 1dari 21

Tugas Kelompok 9

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL TES

(Disajikan untuk Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Fiqih


MTs/MA)

Dosen Pengampu: Dr. Dina Hermina, M.Pd.

Disusun Oleh:
Adriyani (200101010549)
Noor Halimah (200101010843)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2023 M/ 1444 H
TEKNIK PENGOLAHAN HASIL TES

Abstract
In the world of education assesment is very closely related to the term evaluation
or often called evaluation study. To obtain an accurate and meaningful evaluation
it takes good and true interpretation. In an effort to interpret the data measurement
results required an evaluation standard, there are two types of approaches in
value-processing techniques, namely the benchmark reference approach (PAP)
and the normative reference approach (PAN). A PAP is an assessment that is
subject to the instrusional objectives that the student must master, that the value to
be given to the student is based on absolute standards or predefined criteria. While
PAN is an assessment that interprets the measurement results by comparing
students ' learning outcomes with the learning outcomes of other students in the
group, so that the position of the student in the group can be recognized. Both
techniques have their own formula in the processing of values.

Abstrak
Dalam dunia pendidikan penilaian sangat erat kaitannya dengan istilah tersebut
evaluasi atau sering disebut evaluasi belajar. Untuk mendapatkan data yang akurat
dan evaluasi yang bermakna dibutuhkan interpretasi yang baik dan benar. Dalam
upaya untuk menginterpretasikan data hasil pengukuran diperlukan suatu standar
evaluasi, disana. Ada dua jenis pendekatan dalam teknik pengolahan nilai, yaitu
pendekatan referensi benchmark (PAP) dan pendekatan referensi normatif. PAP
adalah penilaian yang tunduk pada tujuan instruksional yang harus dikuasai siswa,
yang menjadi landasan nilai yang akan diberikan kepada siswa pada standar
absolut atau kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan PAN
merupakan penilaian yang menginterpretasikan hasil pengukuran dengan
membandingkan hasil belajar siswa dengan hasil belajar siswa lain dalam
kelompoknya, sehingga posisinya siswa dalam kelompok dapat dikenali. Kedua
teknik memiliki sendiri formula dalam pengolahan nilai.

2
A. Pendahuluan
Mendidik adalah tugas utama seorang Guru, di dalam mendidik
terdapat kriteria-kriteria tertentu dalam menentukan apakah siswa atau siswi
yang didik tersebut berhasil dalam mencapai kompetensi mata pelajaran yang
di pelajari. Dalam menentukan keberhasilan tersebut guru harus bisa memberi
penskoran dan penilaian yang adil dan obyektif kepada siswa dan siswinya.
Setelah kita melakukan kegiatan tes terhadap siswa, kegiatan
berikutnya adalah memberikan skor pada setiap lembar jawaban siswa.
Kegiatan ini harus dilakukan dengan cermat karena menjadi dasar bagi
kegiatan pengolahan hasil tes sampai menjadi nilai prestasi. Setelah data dan
informasi peseta didik terkumpul, baik secara langsung mapun tidak
langsung. maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data (hasil
penilaian). Mengolah data berarti memberikan nilai dan makna terhadap data
yang sudah dikumpulkan sebagaimana dikatakan oleh Carl H. Witherington
(1952) “an evaluation is a declaration that samething has or does not have
value”. Jika datanya tentang prestasi belajar, berarti pengolahan data tersebut
memberi nilai kepada peserta didik berdasarkan kualitas hasil pekerjaannya.
Agar data yang terkumpul memiliki makna, guru sebagai evaluator
harus benar-benar menguasai bagaimana cara memberikan skor yang baik dan
benar-benar dilakukan secara adil sehingga tidak merugikan berbagai pihak.
Mengingat begitu pentingnya pengolahan data dan informasi yang kemudian
akan memberikan makna terhadap peserta didik maka dalam makalah ini
akan mencoba memberikan pemaparan tentang “Bagaimana Pengolahan Hasil
Penilaian” yang harus dilakukan oleh seorang evaluator, agar dalam
pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dengan benar sehingga tidak
membawa kerugian kepada semua pihak.

B. Landasan Teori
1. Teknik Pengolahan Hasil Tes
Menurut Zainal Arifin dalam mengolah data hasil tes, ada 4 (empat)
langkah pokok yang harus ditempuh, yaitu:

3
a. Menskor, yaitu memberi skor terhadap hasil tes yang dapat diperoleh
oleh peserta didik. Untuk memperoleh skor mentah diperlukan tiga
jenis alat bantu yaitu kunci jawaban, kunci skoring dan pedoman
konversi.
b. Mengubah skor mentah menjadi skor standard sesuai dengan norma
tertentu.
c. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai baik berupa huruf
maupun angka.
d. Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat
validitas dan reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index),
dan daya pembeda.1
Setelah melaksanakan kegiatan tes dan lembar pekerjaan peserta
didik telah diperiksa kebenaran, kesalahan dan kelengkapannya langkah
selanjutnya adalah menghitung skor mentah untuk setiap peserta didik
berdasarkan rumus-rumus tertentu dan bobot setiap soal. Kegiatan ini
harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena menjadi dasar bagi kegiatan
pengolahan hasil tes sampai menjadi nilai prestasi.Sebelum melakukan tes,
guru harus sudah menyusun pedoman pemberian skor.Pedoman penskoran
sangat penting disiapkan terutama bentuk soal esai. Hal ini dimaksudkan
untuk meminimalisir subyektivitas penilai.
Begitu juga ketika melakukan tes domain afektif dan psikomotor
peserta didik , karena harus ditentukan ukuran-ukuran sikap dan pilihan
tindakan dari peserta didik dalam menguasai kompetensi yang telah
ditetapkan. Rumus penskoran yang digunakan bergantung pada bentuk
soalnya, sedangkan bobot (weight) bergantung pada tingkat kesulitan
(difficulty indek), sebagai misal sukar, sedang dan mudah. Untuk lebih
jelasnya kami paparkan cara-cara pengolahan hasil evaluasi sebagai
berikut:
a. Cara Memberi Skor Mentah untuk Tes Uraian

1
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal.
221

4
Dalam bentuk uraian skor mentah dicari dengan menggunakan system
bobot, system bobot itu sendiri dibagi dua cara, yaitu:
1) Bobot dinyatakan dalam system skor maksimum sesuai dengan
tingkat kesukarannya. Sebagai contoh untuk soal yang mudah skor
maksimumnya adalah 6, untuk skor yang sedang skor
maksimumnya 7 dan untuk skor yang tergolong sulit diberi skor
maksimum 10. Dengan demikian ketika menggunakan cara ini
peserta didik tidak mungkin mendapatkan skor 10.
2) Bobot dinyatakan dalam bilangan-bilangan tertentu sesuai dengan
tingkat kesukaran soal. Sebagai contoh; soal mudah diberi bobot 3,
soal sedang diberi bobot 4 dan soal yang sulit diberi bobot 5.
Dengan menggunakan cara ini memungkinkan peserta didik
mendapatkan skor 10.
b. Cara Memberikan Skor Mentah untuk Tes Objektif
Ada dua cara untuk memberikan skor pada soal tes bentuk objektif,
yaitu:
1) Tanpa menggunakan rumus tebakan (Non Guessing Formula)
Cara ini digunakan apabila soal belum diketahui tingkat
kebaikannya. Caranya adalah dengan menghitung jumlah jawaban
yang betul saja, setiap jawaban betul diberi skor 1 dan jawaban
salah diberi skor 0. Jadi, skor = jumlah jawaban yang benar.
2) Menggunakan Rumus Tebakan (Guessing Formula)
Rumus ini digunakan apabila soal-soal tes itu sudah pernah
diujicobakan dan dilaksanakan sehingga dapat diketahui tingkat
kebenarannya. Adapun rumus-rumus tebakan tersebut adalah;
 Untuk item bentuk benar-salah (true-false)
Rumus: S = ∑B - ∑S
Keterangan: S = skor yang dicari
∑B = jumlah jawaban yang benar
∑S = jumlah jawaban yang salah

5
Contoh: Seorang peserta didik dites dengan soal bentuk B – S
sebanyak 30 soal. Ternyata, peserta didik tersebut dapat
menjawab soal dengan betul 25 butir soal, berarti jumlah
jawaban yang salah ada 5 soal. Dengan demikian, skor peserta
didik yang bersangkutan adalah: Skor = 25 – 5 = 20.
 Untuk item bentuk pilihan-ganda (multiple choice)
Rumus: S = ∑B - ∑S
n–1
Keterangan: S = skor yang dicari
∑B = jumlah jawaban yang benar
∑S = jumlah jawaban yang salah
n = jumlah alternative jawaban yang
disediakan
1 = bilangan tetap
Contoh: Seorang peserta didik A dites dengan soal bentuk
pilihanganda sebanyak 10 soal. Ternyata, peserta didik A dapat
menjawab 120 soal dengan betul sebanyak 7 butir soal, berarti
jumlah jawaban yang salah adalah 3 soal. Jumlah alternatif
jawaban (option) = 4. Dengan demikian, skor peserta didik A
adalah: Skor = 7- 3 = 6
4-1

2. Pengolahan Hasil Tes PAP dan Hasil Tes PAN


a. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah model pendekatan
penilaian yang mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan
(TKP) yang telah ditetapkan sebelumnya. PAP merupakan suatu cara
menentukan kelulusan siswa dengan menggunakan sejumlah patokan.
Bilamana siswa telah memenuhi patokan tersebut maka dinyatakan
berhasil.

6
Penyelenggaraan tes dalam hal ini lebih mengarah kepada
penguasan kompetensi. Maka penilaian acuan patokan ini berusaha
mengukur tingkat pencapaian tujuan oleh para siswa. Siswa yang
tidak mencapai tujuan yang telah ditetapkan berarti dia gagal, artinya
pengajaran yang diberikan belum berhasil. Sehingga disini terlihat
apakah siswa sudah atau belum mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, dengan kata lain, penilaian ini mengutamakan apa yang
dapat dilakukan oleh siswa, kemampuan-kemampuan apa yang sudah
dan belum dicapai setelah mereka menyelesaikan satu bagian kecil
dari keseluruhan program. Penilaian Acuan Patokan ini tidak
membandingkan satu siswa dengan siswa lainnya, tetapi
membandingkan dengan standar tujuan yang harus dicapai/indikator
pencapaian.2
Melalui pendekatan ini, maka guru dapat mengambil keputusan
tindakan pengajaran. Jika hasil belajar siswa belum mencapai tujuan
dengan kriteria 85% dari target yang diharapkan, berarti pengajaran
itu gagal dan harus diulang kembali. Untuk itu tes yang disusun
hendaknya menggambarkan keseluruhan bahan pengajaran, atau
keseluruhan tujuan pengajaran.
Tinggi rendahnya persentase yang dituntut oleh pendidik untuk
dikuasai oleh peserta didik tergantung penting tidaknya bahan tersebut
untuk dikuasai oleh peserta didik. Bila semakin penting maka
persentasenya semakin tinggi, sebaliknya jika bahannya kurang
penting maka persentasenya makin rendah. Penting tidaknya bahan
pengajaran yang dikuasai peserta didik dapat dilihat dari seberaa jauh
kontribusi mata pelajaran itu untuk mencapai tujuan pendidikan yang
lebih luas.
Penilaian Acuan Patokan ini didasari oleh beberapa asumsi
sebagaimana yang di ungkap oleh Anas Sudjiono yang dapat di
simpulkan antara lain:
2
Sulistyorini, Evaluasi Pendidikan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan,
(Yogyakarta, Teras, 2009), hlm. 150

7
1) Siswa tidak dapat melanjutkan pokok bahasan sebelum siswa itu
mengerti dan memahami materi yang sebelumnya secara
konseptual.
2) Evaluator dapat mengidentifikasi masing-masing taraf
kemampuan yang di kehendaki sampai tuntas, paling tidak
mendekati ketuntasan sehingga dapat disusun alat pengukur atau
penilaiannya.
Gronlund dan Linn dalam Eko Putro widoyoko mengatakan
bahwa “the criterion referenced interpretation focused on the
percentage of items answered correctly” interpretasi penilaian acuan
kriteria difokuskan pada presentase butir soal yang dijawab dengan
benar. Siswa dianggap menguasai pengetahuan yang diujikan jika
mampu menjawab dengan benar semua butir soal. Dengan demikian
patokan atau standarnya adalah jumlah butir soal.3
Jika dalam ujian IPA siswa diminta untuk menjawab 60 butir
soal maka keberhasilannya diukur berapa persen siswa mampu
menjawab dengan benar dari 60 butir soal tersebut. Idealnya siswa
diharapkan mampu menjawab ke-60 butir soal tersebut (100%). Dengan
demikian patokan bersifat tetap, yaitu kebenaran jawaban dari 60 butir
soal tersebut, siapapun yang mengikuti ujian dan kapanpun serta
dimanapun ujian dilaksanakan.
Menurut Chatib Thoha, penilaian beracuan kriteria berdasarkan
asumsi “paedagogik” maksudnya pendidikan didasarkan atas
pertimbangan bahwa keragaman kemampuan peserta didik hendaknya
dapat dikurangi, hal ini berarti seorang pendidik harus bisa
memberikan motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi dan
membantu yang lemah. Peserta didik memiliki motivasi yang kuat
untuk belajar, sehingga ada perbedaan kemampuan antara sebelum
dan sesudah belajar. Pendidik dalam mengembangkan proses belajar

3
Eko Putro Widoyoko, Penilaian Hasil Pembelajaran Di sekolah, (yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2014), hal. 252

8
mengajar harus menyajikan materi dan metode yang sesuai dengan
kemampuan peserta didik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa Penilaian Acuan
Patokan ini cocok diterapkan untuk melihat kompetensi paedagogik
peserta didik, karena pendidik dan peserta didik memiliki peran yang
penting dalam proses pembelajaran, betapapun hebatnya pendidik
dalam mengajar kalau peserta didik mempunyai motivasi yang rendah
dalam belajar tentu hasilnya kurang memuaskan, maka untuk
mencapai hasil yang maksimal kedua komponen tersebut harus
bekerja secara maksimal sesuai dengan perannya masing-masing.
Sebaliknya penilain berdasarkan acuan patokan ini kurang tepat
digunakan dalam pengolahan dan penentuan nilai hasil tes sumatif
seperti ulangan umum dalam rangka mengisi rapor.
Adapun diantara kelemahan dari penilaian acuan patokan ini
adalah:
1) Tidak mempertimbangkan kemampuan kelompok (rata-rata
kelas), jadi besar kemungkinan ada siswa yang tidak dapat
dinyatakan lulus atau naik kelas
2) Apabila butir-butir soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar
terlalu sukar, maka dalam tes tersebut betapapun pintarnya testee
akan memperoleh yang rendah, sebaliknya apabila butir-butir soal
yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar terlalu mudah maka
betapapun bodohnya testee akan berhasil memperoleh nilai yang
tinggi, sehingga gambaran yang sebenarnya tentang tingkat
kemampuan testee tidak dapat diketahui.
b. Cara Pengolahan Skor Mentah Menjadi Nilai Huruf
Kita buat perumpamaan terlebih dahulu. Terdapat 60 item soal
pilihan ganda pelajaran bahasa Arab, tiap item yang benar berbobot 1.
Skor mentah yang diperoleh 20 siswa adalah 32, 36, 27, 50, 22, 34,
35, 37, 43, 17, 21, 42, 46, 32, 31, 28, 57, 57, 54, 51.

9
Pedoman konversi yang digunakan dalam mengubah skor
mentah menjadi skor standar pada norma absolut skala lima adalah:
Tingkat penguasaan Skor standar
90% - 100% A
80% - 89% B
70% - 79% C
60% - 69% D
>59% E

Jika skor maksimum ditetapkan berdasarkan kunci jawaban = 60,


maka penguasaan 90 % = 0,90 x 60 = 55, penguasaan 80 % = 0,80 x
60 = 48, penguasaan 70 % = 0,70 x 60 = 42, penguasaan 60 % = 0,60
x 60 = 36.
Dengan demikian, diperoleh tabel konversi sebagai berikut:
Skor mentah Skor standar
54-60 A
48-53 B
42-47 C
36-41 D
>35 E
Jadi, peserta didik yang memperoleh skor 50 berarti nilainya B,
skor 35 nilainya E (tidak lulus), skor 44 nilainya C, dan seterusnya.
Penafsiran dengan pendekatan PAP dapat juga menggunakan langkah-
langkah sebagai berikut:4
a) Mencari skor ideal, yaitu skor yang mungkin dicapai jika semua item
dapat dijawab dengan benar. Skor ideal diperoleh dengan jalan
menghitung jumlah item yang diberikan serta bobot dari tiap-tiap
item.
b) Mencari rata-rata ( X ) ideal dengan rumus:

4
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 259

10
1
X ideal = x skor ideal
2
c) Mencari simpangan baku (s) ideal dengan rumus:
1
Skor ideal = x X ideal
3
d) Menyusun pedoman konversi sesuai dengan kebutuhan.

Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka pengolahannya adalah :


a) Dari contoh diatas diketahui skor idealnya adalah 60
b) Mencari rata-rata ideal (id) dengan rumus:
X = ½ x skor ideal    =  ½  x  60  =  30
c) Mencari deviasi (SD) ideal dengan cara:
SD =  1/3  x  SD =  1/3  x  30 = 10
d) Menyusun kebutuhan konversi sesuai dengan yang dibutuhkan.
Adapun pedoman konversi dengan adalah :5
X + 1,5  (SD)     = 30 + 1,5 x 10 =  45 = A
X + 0,5  (SD)     = 30 + 0,5 x 10 =  35 = B
X -  0,5  (SD)     = 30 -  0,5 x 10 =  25 = C
X -  1,5  (SD)     = 30 -  1,5 x 10 =  15 = D
Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa siswa yang mendapat
skor 45 – 60 mendapat nilai A, 35 – 44 = B, 25 – 34 = C, 15 – 24 = D,
0 – 14 = E.
Pemberian nilai dengan menggunakan huruf disesuaikan dengan huruf
yang terdapat dalam urutan abjad. Huruf tidak hanya menunjukkan
kuantitas, tetapi dapat juga digunakan sebagai simbol untuk
menggambar kualitas.6
c. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang
dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok atau nilai-nilai

5
Zainal Arifin, Evaluasi Instruksional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1991), h. 102
6
Op. Cit., Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, h. 250

11
yang diperoleh siswa dibandingkan dengan nilai-nilai siswa lain
dalam kelompok tersebut.
Istilah lain dari penilaian acuan norma dikenal juga dengan
penilaian acuan kelompok (PAK) karena penilaian ini bertujuan untuk
menentukan kedudukan peserta didik dari peserta didik yang di nilai
atau penilaian yang mendasarkan diri pada standar relatif, artinya
menentukan hasil tes diperbandingkan dengan skor peserta didik tes
yang lain, sehingga kualitas yang dimiliki oleh peserta didik tes akan
sangat tergantung kepada kualiatas kelompoknya. Penilaian ini
mendasarkan diri pada asumsi, yaitu:
1. Psikologis, artinya tidak semua peserta didik memiliki
kemampuan yang sama, adanya perbedaan kemampuan intelegensi
question (IQ), latar belajar pendidikan, status sosial orang tua,
lingkungan sosial, jenis kelamin, dan sebagainya. Namun apabila
kergaman itu ditarik dari penelitian atas sejumlah sample akan
memberikan gambaran yang mebentuk normal yaitu sebagian
besar akan berada pada daerah mean, sedangkan sebagian kecil
akan berada di daerah ekor kanan dan ekor kiri dalam posisi yang
berimbang.
2. Tujuan penilaian hasil belajar adalah untuk melihat dan
menentukan kedudukan seorang peserta didik dari teman atau
kelompoknya, apakah ia berada pada posisi atas, tengah atau di
bawah.
3. Penilaian ini digunakan apabila pendidik menghadapi kurikulum
yang bersifat dinamis, artinya materi pelajaran yang
dikembangkan selalu berobah sesuai dengan ketentuan zaman,
sehingga pendidik agak sulit menetapkan kriteria benar atau salah.
4. Penggunaan acuan ini sangat dependen dengan jenis kelompok,
tempat dan waktu. Kelompok yang homogen akan berbeda dengan
kelompok yang heterogen, kelompok belajar di kota akan berbeda
dengan kelompok belajar di daerah terpencil. oleh karena itu

12
penilaian acuan norma ini adalah penilaian kemampuan rata-rata
kelompok, kemudian individu diukur seberapa jauh penyimpangan
terhadap rata-rata tersebut, hal ini berarti tes tersebut dapat
memberikan gambaran diskriminatif antara jemampuan peserta
didik yang pandai dengan yang bodoh.7
Dari kedua acuan tersebut diatas dapat dibedakan penilaian
beracuan patokan dan penilaian beracuan norma sebagai berikut:
1. Penilaian acuan norma
a. Berfungsi untuk menetapkan kedudukan relatif seorang siswa
di dalam kelas
b. Tujuan pemebelajaran dinyatakan secara umum atau secara
khusus
c. Belajar tuntas tidak begitu diutamakan
d. Tes (pertanyaan) harus mencangkup tingkat kesukaran yang
berpariasi dari yang mudah, sedang dan sulit.
e. Hasil penilaian dapat ditransformasi dalam skala huruf A, B,
C, D dan E
f. Tepat dipakai untuk tes penempatan dan tes sumatif
2. Penilaian acuan patokan
a. Berfungsi dalan menetapkan apakah murid telah mencapai
atau telah menguasai tujuan atau kemampuan yang diharapkan
b. Tujuan pembelajaran harus dinyatakan secara kusus
c. Sangat diutamakan adanya belajar tuntas sehingga perlu
dinyatakan standar tingkat keberasilan tujuan pembelajaran
d. Penyusunan soal lebih mengutamakan pada feformance dan
kemampuan yang harus di kuasai
e. Tepat dipakai untuk tes formatif
f. Hasil penilaian tepat dinyatakan dalam bentuk pernyataan
sangat memuaskan, memuaskan, cukup, kurang dan gagal.8
C. Penelitian Terdahulu
7
Sukardi, Evaluasi Pendidikan, Prinsip dan Operasional, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2012), hal.25

13
Judul Jurnal : Teknik Pengolahan Hasil Asesmen Penentuan Standar
Asesmen, Teknik Pengolahan Dengan Menggunakan
Pendekatan Acuan Patokan (PAP) Dan Acuan Norma
(PAN)
Nama Jurnal : Jurnal Al-Lubab
Edisi Terbit : 2019
Volume : 5
Nomor : 2
Pengarang : Agus Sriyanto
Penerbit : STIT Muhammadiyah Tempurrejo Ngawi
Nomor ISSN : 2502-1850
1. Hasil Pembahasan Jurnal
Berdasarkan hasil pembahasan jurnal ini bahwasanya Inti dari penilaian
dalah menafsirkan atau menginterpretasikan data hasil pengukuran. Oleh
karena itu untuk melakukan penilaian harus didahului dengan pengukuran
terhadap objek yang akan dinilai. Hasil pengukuran yang berupa skor
(angka) kemudian diolah dan ditafsirkan sehingga menjadi informasi yang
lebih bermakna sebagai dasar pengambilan keputusan. Dalam
menafsirkan data ini hasil pengukuran dapat diperbandingkan dengan
berbagai jenis patokan (standar).
Ada dua macam pendekatan yang digunakan dalam teknik pengolahan
nilai, yaitu pendekatan acuan patokan (PAP) dan pendekatan acuan norma
(PAN). Perbedaan pokok dalam mengolah skor hasil tes antara PAP dan
PAN terletak pada skor pembagi terhadap skor yang diperoleh masing-
masing siswa. Pada PAP skor tertingginya adalah “skor tertinggi ideal”
yang bisa dicapai dengan instrumen yang digunakan, oleh karena itu,
standar penafsirannya bersifat tetap. Bagaimana penafsiran skor-skor
tersebut apakah termasuk lulus, prestasi baik atau lainnya akan tergantung
pada standar penilaian yang digunakan. Sedang pada PAN, skor
pembaginya adalah “skor tertinggi faktual” yang diperoleh oleh masing-
8
Kusaeri, Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2012), hal. 39

14
masing kelompok. Walaupun soal ujiannya sama kalau skor tertinggi
yang diperoleh tiap-tiap kelompok berbeda, maka standar juga berbeda,
oleh karena itu dalam PAN, standar penafsiran bersifat relatif.9
2. Kritik Jurnal
a. Judul
Judul dari jurnal ini ialah “Teknik Pengolahan Hasil Asesmen
Penentuan Standar Asesmen, Teknik Pengolahan Dengan
Menggunakan Pendekatan Acuan Patokan (PAP) Dan Acuan Norma
(PAN)”. Judul jurnal ini sudah sangat sesuai dengan isi pembahasan
yang dicantumkan di jurnal ini.
b. Gaya Penulisan
Sistematika penulisan di dalam jurnal ini sudah tersusun dengan tepat,
mulai dari judul penelitian, nama penulis, abstrak, pendahuluan,
pembahasan, kesimpulan dan daftar isi. Akan tetapi dalam penulisan
footnote masih kurang sesuai, seharusnya ada jarak antara footnote
satu dengan footnote lainnya atau dengan kata lain di enter satu kali.
c. Metode penelitian
Jurnal ini tidak memiliki metode penelitian, seharusnya di dalam
jurnal dicantumkan metode penelitian agar pembaca mengetahui
jurnal ini menggunakan metode penelitian apa dan pengumpulan
datanya seperti apa.
d. Abstrak
Abstrak pada jurnal ini telah berisi penjelasan yang bagus, singkat,
padat dan tersusun rapi. Namun abstrak ini ditulis dalam bahasa
Inggris, alangkah lebih baiknya jika penulisan abstrak dan keywords
disertai dengan terjemahan bahasa Indonesianya.
e. Kesimpulan dan Saran

9
Agus Sriyanto, “Teknik Pengolahan Hasil Asesmen Penentuan Standar Asesmen,
Teknik Pengolahan Dengan Menggunakan Pendekatan Acuan Patokan (PAP) Dan Acuan Norma
(PAN)”, Jurnal Al-Lubab, Vol. 5 No 2, 2019, 242

15
Kesimpulan dalam jurnal ini sudah sangat baik, akan tetapi di dalam
jurnal ini tidak memuat saran. Akan lebih baik jika terdapat saran
didalamnya
3. Kelebihan dan Kelemahan Jurnal
Keunggulan dari jurnal ini pembahasan dari jurnal ini sudah sangat sesuai
dengan judul, dan isi pembahasannya sudah sangat jelas dan lengakap.
Akan tetapi jurnal ini juga memiliki kelemahan seperti penulisan
abstraknya hanya menggunakan bahasa Inggris, tidak adanya metode
penelitian dan juga tidak memuat saran.
D. Contoh Kasus dan Analisis
1. Kasus
Nama kasus : “Akibat nilai ujian jelek, lebih dari 20 pelajar di India
bunuh diri”
Sumber kasus : https://www.vice.com/id/article/zmpnqy/akibat-dinas-
pendidikan-keliru-beri-nilai-ujian-akhir-jelek-25-pelajar-di-india-
bunuh-diri
Kronologi :
Dilaporkan lebih dari 20 pelajar berusaha bunuh diri di Negara
Bagian Telangana, India, akibat dinyatakan nilai ujian tengah
semesternya jelek. Tragisnya sebagian nilai para pelajar yang stres
berat itu anjlok karena kesalahan data Dinas Pendidikan Menengah
setempat. Insiden salah nilai ujian ini dialami secara massif, dialami
sekitar 328 ribu pelajar, dari total 978 ribu peserta ujian SMA negara
bagian Telangana. Artinya, 33 persen pelajar kelas 12 di sana
dinyatakan tak ulus ujian serentak Maret lalu, gara-gara inkompetensi
lembaga pemerintah.
Kekacauan ini terjadi, justru ketika pemerintah daerah
mengontrak perusahaan swasta Globarena Technologies Pvt Ltd, untuk
menyediakan perangkat lunak koreksi lembar jawab pelajar. Tak lama
sesudah hasil ujian diumumkan 18 Maret lalu,
pemakaian software evaluasi lembar jawab menuai protes ribuan orang

16
tua murid. Pelajar yang sehari-hari menonjol di kelas tiba-tiba saja
dinyatakan nilainya tidak lulus ujian.
Saking kagetnya melihat nilai ujian yang buruk itu, ratusan
pelajar depresi. Tak sedikit yang dilaporkan kabur dari rumah karena
malu pada orang tuanya. Sebagian lagi menempuh langkah
ekstrem dengan cara bakar diri atau gantung diri. Akibat maraknya
protes dari berbagai kalangan, Menteri Utama (setara gubernur)
Negara Bagian Telangana, Chandrasekhar Rao, memerintahkan
penyelidikan menyeluruh demi mencari tahu apa alasan banyak nilai
pelajar jeblok secara membingungkan.
Satu guru sudah diskors, karena terbukti keliru memberi nilai 0
kepada seorang pelajar, padahal nilai ujiannya jika diperiksa manual
mencapai 99 alias nyaris sempurna. Seorang guru lain di Telangana
didenda 5 ribu Rupee (setara Rp1 juta), juga gara-gara ketahuan keliru
memasukkan skor anak didiknya.
Untuk mengatasi situasi yang terlanjur kacau, pemerintah
setempat menjanjikan pemeriksaan ulang semua peserta ujian tahun
ini. Nilai evaluasi terbaru itu yang nantinya dipakai untuk masuk
dalam rapor.

2. Analisis
Kasus yang terjadi diatas adalah disebabkan karena terjadi
kesalahan teknis, bermula pada saat pihak pemerintah daerah
mengontrak sebuah perusahaan swasta untuk menyediakan perangkat
lunak koreksi lembar jawab pelajar. Lalu pada saat setelah digunakan,
perangkat lunak tersebut mengalami gangguan teknis, sehingga banyak
murid yang dinyatakan tak ulus ujian.
Lebih tepatnya kasus ini disebabkan Banyak guru setempat
rupanya belum siap memakai internet untuk input data nilai ujian
pelajar, serta terbebani tanggungan lembar jawab yang harus dinilai
dalam sehari. Merujuk sistem lama, tiap guru cukup mengoreksi 30

17
lembar jawab. Dengan adanya sistem baru, dibantu software, membuat
guru harus memeriksa lebih dari 100 lembar jawaban siswa per hari.
Sehingga dengan merasa terbebaninya guru dengan tugas tersebut,
maka pihak pemerintah pun menyewa perusahaan swasta tadi untuk
mengoreksi nilai, sehingga terjadilah kejadian seperti yang telah
dijelaskan diatas.
Lalu apa hubungan dari kasus ini terhadap teknik pengolahan hasil
tes?
Sepeti yang telah dijelaskan dimakalah, bahwa melakukan
pengolahan data (hasil penilaian). Mengolah data berarti memberikan
nilai dan makna terhadap data yang sudah dikumpulkan sebagaimana
dikatakan oleh Carl H. Witherington (1952) “an evaluation is a
declaration that samething has or does not have value”. Jika datanya
tentang prestasi belajar, berarti pengolahan data tersebut memberi nilai
kepada peserta didik berdasarkan kualitas hasil pekerjaannya.
Agar data yang terkumpul memiliki makna, guru sebagai
evaluator harus benar-benar menguasai bagaimana cara memberikan
skor yang baik dan benar-benar dilakukan secara adil sehingga tidak
merugikan berbagai pihak.
Maka dari itu, seorang guru ketika melaksanakan kegiatan
pengolahan hasil tes, hendaknya dilaksanakan dengan teliti dan hati-
hati. Agar nilai yang diperoleh oleh peserta didik nantinya sesuai
dengan apa yang mereka kerjakan pada saat ujian maupun tes yang
sebelumnya telah mereka laksanakan.
Jika pada saat melaksanakan penilaian pada hasil jawaban siswa,
atau pada saat pengolahan hasil tes ingin menggunakan suatu
perangkat atau lainnya, maka harus ada orang yang benar-benar
memahami tatacara kerja dari perangkat tersebut, sehingga apabila
terjadi kesalahan teknis atau sebagainya, bisa segera diatasi dan
diperbaiki. Sehingga nilai yang dihasilkan menjadi benar dan akurat,
dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

18
E. PENUTUP
Dari beberapa uraian yang telah dijelaskan diatas, maka bisa ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam mengolah data hasil tes, ada 4 (empat) langkah pokok yang
harus ditempuh, yaitu:
1) Menskor, yaitu memberi skor terhadap hasil tes yang dapat
diperoleh oleh peserta didik. Untuk memperoleh skor mentah
diperlukan tiga jenis alat bantu yaitu kunci jawaban, kunci skoring
dan pedoman konversi.

19
2) Mengubah skor mentah menjadi skor standard sesuai dengan
norma tertentu.
3) Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai baik berupa huruf
maupun angka.
4) Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat
validitas dan reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty
index), dan daya pembeda.
2. Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah model pendekatan penilaian
yang mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan (TKP) yang
telah ditetapkan sebelumnya. PAP merupakan suatu cara menentukan
kelulusan siswa dengan menggunakan sejumlah patokan. Bilamana
siswa telah memenuhi patokan tersebut maka dinyatakan berhasil.
3. Sedangkan penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang
dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok atau nilai-nilai yang
diperoleh siswa dibandingkan dengan nilai-nilai siswa lain dalam
kelompok tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin Zainal , Evaluasi Instruksional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,


1991), h. 102
Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Arikunto Suharsimi , Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1996), h. 259

20
Kusaeri, Suprananto. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sriyanto Agus, “Teknik Pengolahan Hasil Asesmen Penentuan Standar
Asesmen, Teknik Pengolahan Dengan Menggunakan Pendekatan Acuan Patokan
(PAP) Dan Acuan Norma (PAN)”, Jurnal Al-Lubab, Vol. 5 No 2, 2019
Sukardi. 2012. Evaluasi Pendidikan, Prinsip dan Operasional. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Sulistyorini. 2009. Evaluasi Pendidikan dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan. Yogyakarta, Teras.
Widoyoko, Eko Putro. 2014. Penilaian Hasil Pembelajaran Di sekolah,
yogyakarta: Pustaka Pelajar.

21

Anda mungkin juga menyukai