PEMBAHASAN
Rumus skor =
Keterangan :
Contoh soal 2
Seorang peserta didik dites dengan tiga soal dalam bentuk uraian.
Masing-masing soal diberi bobot sesuai dengna tingkat kesukarannya,
yaitu bobot 5 untuk soal sukar, bobot 4 untuk soal sedang, bobot 3 untuk
soal mudah. Tiap-tiap soal diberi skor (X) yang dicapai oleh setiap peserta
didik dikalikandengan bobot setiap soal. Hasil perhitunganya adalah
sebagai berikut:[2]
Perhitungan Skor dengan Sistem Bobot Kedua
Rumus : S = –
Keterangan :
S = skor yang di cari
Rumus : S = -
Contoh :
Seorang peserta didik A dites dengan soal bentuk pilihan
ganda sebanyak 10 soal. Ternyata peserta didik A dapat
menjawab soal 7 butir soal, berarti jumlah jawaban yang salah
adalah 3 soal, Jumlah alternatif jawaban (option) = 4. Dengan
demikan skor peserta didik a adalah :[4]
Skor = 7 = 6
3) Skor Total
Jumlah skor yang diperoleh dari seluruh bentuk soal
setelah diolah dengan rumus tebakan (guessing formula). Sebagai
contoh skor total siswa adalah 20 + 6 +5 + 7 = 38. Skor ini
selanjutnya disebut skor mentah (raw score). Setelah mentah
dihitung skor mentah setiap pendidik, langkah selanjutnya adalah
mengolah sekor mentah tersebut menjadi nilai-nilai jadi.
Pengolahan skor dimaksudkan untuk menetapkan batas lulus
(passing grade) dan untuk mengubah skor mentah menjadi skor
terjabar (drived score) atau skor standar. Untuk menetukan batas
lulus, terlebih dahulu harus dihitung rata-rata (mean) dan
simpangan baku (standar deviation). Kemudian mengubah skor
mentah menjadi skor terjabar atau skor standar berdasarkan
kriteria atau norma tertentu.
4) Konversi Skor
Adalah proses transformasi skor mentah yang dicapai peserta
didik ke dalam skor terjabar atau skor standar untuk menetapkan
nilai hasil belajar yang diperoleh. Secara tradisional, dalam
menentukan nilai peserta didik pada setiap mata pelajaran guru
menggunakan rumus sebagai berikut :
Nilai 6,67
5) Cara Memberi Skor untuk Skala Sikap
Salah satu prinsip umum evaluasi adalah prinsip
komprehensif, artinya obyek evaluasi tidak hanya domain kognitif,
tetapi juga afektif dan psikomotorik.
Untuk mengukur sikap dan minat belajar, guru dapat
menggunakan alat penilaian model skala, seperti skala sikap, dan
skala minat. Skala sikap dapat menggunakan lima skala, Sangat
Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Tahu (TT), Tidak Setuju (TS),
Sangat Tidak Setuju (STS). Skala yang digunakan adalah 5,4,3,2
dan 1 (untuk pernyataan positif) dan 1,2,3,4 dan 5 (untuk
pernyataan negatif). Begitu juga untuk skala minat, guru dapat
menggunakan lima skala seperti, Sangat Berminat (SB), Berminat
(B), Sama Saja (SS), Kurang Berminat (KB), dan Tidak Berminat
(KB).[5]
Contoh :
Pak Ari adalah seorang guru mata pelajaran Akuntansi.
Dia ingin mengukur minat siswa terhadap pelajaran akuntansi. Dia
menyusun skala minat dengan 10 pernyataan. Jika rentan skala
yang digunaka 1-5, maka skor terendah seorang peserta didik
adalah 10 (10 × 1 = 10) dan skor tertinggi adalah 50 (10 × 5 = 50).
Dengan demikian medianya adalah (10 + 50)/2 = 30. Jika dibagi 4
kategori, maka akan diperoleh tingkat minat sebagai berikut :
Skor 10-20 termasuk tidak berminat
Skor 21-30 termasuk kurang berminat
Skor 31-40 termasuk berminat
Skor 41-50 termasuk sangat berminat
6) Cara Memberi Skor untuk Domain Psikomotor
Pada umumnya yang diukur adalah penampilan atau
kinerja. Untuk mengukurnya guru dapat menggunakan tes tindakan
melalui simulasi, unjuk kerja atau tes identifikasi. Salah satu
instrumen yang dapat digunakan adalah skala penilaian yang
terentang dari sangat baik (5), baik (4), cukup baik (3), kurang baik
(2), sampai dengan tidak baik (1).
B. Pengolahan Data Hasil Tes (PAP dan PAN)
Ada dua pendekatan penafsiran hasil tes, yaitu penilaian pendekatan
acuan patokan (PAP), dan pendekatan acuan norma (PAN). Biasanya
PAP digunakan untuk menafsirkan hasil tes formatif, sedangkan PAN
digunakan untuk menafsirkan hasil tes sumatif.
1. Penialaian Acuan Patokan ( PAP )
Pendekatan ini lebih menitik beratkan pada apa yang dapat
dilakukan oleh peserta didik. Dengan kata lain kemampuan-kemampuan
apa yang telah dicapai oleh peserta didik sesudah menyelesaikan satu
bagian kecil dari suatu keseluruhan program. Jadi penilaian acuan patokan
meneliti apa yang dapat dikerjakan oleh peserta didik, dan bukan
membandingkan seorang peserta didik dengan teman sekelasnya.[6]
Tujuan penilian acuan patokan adalah untuk mengukur secara
tujuan atau kompetensi yang ditetapkan sebagai kriteria keberhasilannya.
Penilaian acuan patokan sangat bermanfaat dalam upaya meningkatkan
kualitas hasil belajar sebab peserta didik diusahakan untuk mencapai
standar yang telah ditentukan, dan hasil belajar peseta didik dapat
diketahui derajat pencapaiannya. Untuk menentukan batas lulus (passing
grade) dengan pendekatan ini setiap skor peserta didik dibandingkan
dengan skor ideal yang mungkin dicapai oleh peserta didik. Misalnya,
dalam suatu tes ditentukan skor idealnya dalah 100, maka peserta didik
yang memperoleh skor 85 sama dengan memperoleh nilai 8,5 dalam skala
0-1. Demikian seterusnya.
Contoh :
Diketahui skor 52 orang peserta didik sebagai berikut
32 20 35 24 17 30 36 27 37 50 36 35 50 43 31 25 44 36 30 40
27 36 37 32 21 22 42 39 47 28 50 27 43 17 42 34 38 37 31 32
22 31 38 46 50 38 50 21 29 33 34 29
Pedoman konversi yang digunakan dalam mengubah skor mentah
menjadi skor standar pada norma absolut skala lima adalah :
35 E
Jika skor maksimum ditetapkan berdasarkan kunci jawaban = 60,
maka penguasaan 90% = 0,90 × 60 = 55, penguasaan 80% = 0,80 × 60 =
48, penguasaan 70% = 0,70 × 60 = 42, penguasaan 60% = 0,60 × 60 =
36. Dengan demikian diperoleh tabel konversi sebagai berikut :
35 E
[6] Ibid, 235.
[7]Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset, 2016). Hal. 236.
[8] Ibid, 240-241.