Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Teknik Pengolahan Hasil Evaluasi

Disusun Oleh:

Kelompok 9
Nasution (1331142209)
Robin (1331142206)
Harlan Hajar (1331142216)

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN


UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Makassar, 28 Desember 2016

Penulis

PEMBAHASAN

A. Teknik Pengolahan Hasil Tes


Banyak guru yang sudah mengumpulkan data hasil tes dari peserta didiknya, tetapi
tidak memperhatikan cara mengolahnya sehingga data tersebut menjadi mubazir (data
tanpa makna). Sebaliknya, jika hanya ada data yang relative sedikit, tetapi sudah
mengetahui cara pengolahannya, maka data tersebut akan mempunyai makna. Pada
umumnya, pengolahan data hasil tes menggunakan bantuan statistic. Analisis statistic
digunakan jika ada data kuantitatif, yaitu data-data yang berbentuk angka, sedangkan
untuk data kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata-kata, tidak dapat diolah dengan
statistic.
Menurut Zainal Arifin (2006) dalam mengolah data hasil tes, ada empat langkah
pokok yang harus ditempuh. Pertama, menskor, yaitu member skor pada hasil tes yang
dapat dicapai oleh peserta didik. Untuk memperoleh skor mentah diperlukan tiga jenis
alat bantu, yaitu kunci jawaban, kunci scoring, dan pedoman konversi. Kedua, mengubah
skor mentah menjadi skor standart sesuai dengan norma tertentu. Ketiga,
mengkonversikan skor standart kedalam nilai, baik dalam bentuk huruf ataupun
angka. Keempat, melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat
validitas dan reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal, dan daya pembeda.
Bila semua jawaban siswa dalam suatu tes sudah diperiksa dan diberikan skor,
maka kita akan memperoleh skor akhir untuk setiap siswa. Skor inilah yang disebut
dengan skor mentah. Kegiatan ini harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena menjadi
dasar bagi pengolahan hasil tes menjadi nilai prestasi. Kita tidak dapat menjadikan skor
mentah ini sebagai nilai akhir untuk siswa, kita harus mengubah dan mengolahnya
terlebih dahulu menjadi skor terjabar. Dalam mengolah skor mentah (raw score) menjadi
nilai huruf dan skor standart dengan urutan uraian sebagai berikut:
1. Mengolah skor mentah menjadi nilai huruf
2. Mengolah skor mentah menjadi skor standart 1-10
3. Mengolah skor mentah menjadi skor standart Z dan T

B. Skor Total
Sebelum membahas pengelolaan skor kita buat perumpamaan terlebih dahulu.
Terdapat 60 item soal pilihan ganda pelajaran bahasa Arab, tiap item yang benar berbobot
1. Skor mentah yang diperoleh 20 siswa adalah 32, 36, 27, 50, 22, 34, 35, 37, 43, 17, 21,
42, 46, 32, 31, 28, 57, 57, 54, 51.

Prosedur yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut:


a. Mencari skor ideal, yaitu skor yang mungkin dicapai jika semua item dapat dijawab
dengan benar. Skor ideal diperoleh dengan jalan menghitung jumlah item yang
diberikan serta bobot dari tiap-tiap item.
Dari contoh diatas diketahui skor idealnya adalah 60
b. Mencari rata-rata ideal (id) dengan rumus:
= x skor ideal = x 60 = 30
c. Mencari deviasi (SD) ideal dengan cara:
SD = 1/3 x SD = 1/3 x 30 = 10
d. Menyusun kebutuhan konversi sesuai dengan yang dibutuhkan.

Adapun pedoman konversi dengan adalah:


+ 1,5 (SD) = 30 + 1,5 x 10 = 45 = A
+ 0,5 (SD) = 30 + 0,5 x 10 = 35 = B
- 0,5 (SD) = 30 - 0,5 x 10 = 25 = C
- 1,5 (SD) = 30 - 1,5 x 10 = 15 = D

Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa siswa yang mendapat skor 45 60
mendapat nilai A, 35 44 = B, 25 34 = C, 15 24 = D, 0 14 = E.
Pemberian nilai dengan menggunakan huruf disesuaikan dengan huruf yang
terdapat dalam urutan abjad. Huruf tidak hanya menunjukkan kuantitas, tetapi dapat juga
digunakan sebagai simbol untuk menggambar kualitas.

skoangka Nilai huruf predikat


50 A Sangat baik
37 B Baik
33 C Cukup
22 D Kurang
5 E Sangat kurang

Pengolahan skor mentah menjadi skor standar 1 10


Untuk mengubah skor mentah menjadi skor terjabar dalam skala 1 10 dapat
digunakan ketentuan-ketentuan berikut:

+ 2,25 (SD) = 10 = 30 + 2,25 x 10 = 53 = 10


+ 1,75 (SD) = 9 = 30 + 1,75 x 10 = 48 = 9
+ 1,25 (SD) = 8 = 30 + 1,25 x 10 = 43 = 8
+ 0,75 (SD) = 7 = 30 + 0,75 x 10 = 38 = 7
+ 0,25 (SD) = 6 = 30 + 0,25 x 10 = 33 = 6
- 0,25 (SD) = 5 = 30 - 0,25 x 10 = 28 = 5
- 0,75 (SD) = 4 = 30 - 0,75 x 10 = 23 = 4
- 1,25 (SD) = 3 = 30 - 1,25 x 10 = 18 = 3
- 1,75 (SD) = 2 = 30 - 1,75 x 10 = 13 = 2
- 2,25 (SD) = 1 = 30 - 2,25 x 10 = 8 = 1

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa siswa yang mendapat skor 53
60 mendapat nilai 10, 48 52 = 9, 43 47 = 8, 38 42 = 7, 33 37 = 6, 28 32 = 5, 23
27 = 4, 18 22 = 3, 13 17 = 2, 8 12 = 1, dan skor dibawahnya 0.
Bila kita ingin agar skala tersebut lebih halus yakni ada nilai diantara nilai-nilai
tersebut, seperti 9,5; 8,5; 7,5 dan seterusnya, kita bisa memperkecil jarak antar skala-skala
itu. Diantara 2,25 (SD) dan 1,75 (SD) dapat ditempatkan 2,00 (SD) yang ekuivalen
dengan nilai 9,5. Diantara 1,75 (SD) dan 1,25 (SD) dapat ditempatkan 1,50 (SD) yang
ekuivalen dengan nilai 8,5 dan begitu seterusnya.

Pengolahan skor mentah menjadi skor standar Z dan T


Pengolahan skor mentah menjadi skor Z ini sering kali dirasakan perlunya karena
dengan hanya melihat skor mentah saja kita belum dapat memberikan tafsiran yang baik
dan tepat. Dengan menggunakan rata-rata dan SD kita dapat menjabarkan atau mengubah
skor-skor yang diperoleh menjadi skor Z dengan menggunakan rumus dibawah ini.
Z= = = 0,5

X = skor mentah yang diperoleh siswa.

Sedangkan T- Score disebut juga skala 0-100. Rumus T- Score adalah:


T=( ) 10 + 50 =( ) 10 + 50 = 30

C. Konversi Skor
Konversi skor adalah proses transformasi skor mentah yang dicapai peserta didik
ke dalam skor terjabar atau skor standar untuk menetapkan nilai hasil belajar yang
diperoleh. Secara tradisional, dalam menentukan nilai peserta didik pada setiap mata
pelajaran, guru menggunakan rumus sebagai berikut :
Nilai = 10 (skala 0-100)

Keterangan : X = jumlah skor mentah


S = jumlah soal
Telah dijelaskan dimuka bahwa standar yang sering digunakan dalam menilai hasil
belajar dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori, yakni :
1. Standar seratus (0-100),
2. Standar sepuluh (0-10), dan
3. Standar empat (1-4), atau dengan huruf (A-B-C-D)
Sedangkan skor baku baik skor z maupun skor T, jarang digunakan. Standar-
standar tersebut (z dan T) hanya digunakan untuk keperluan khusus, misalnya untuk
menganalisis kecakapan seseorang dibandingkan dengan orang lain dan membandingkan
dua skor yang berbeda standarnya.
Konversi nilai bisa dilakukan dari standar seratus ke standar sepuluh dan ke standar
empat, atau bisa juga dari standar sepuluh ke standar seratus atau ke standar empat.
Dalam konversi nilai digunakan dua cara, yakni cara yang menggunakan rata-rata dan
simpangan baku dan cara tanpa menggunakan rata-rata dan simpangan baku :
Konversi tanpa menggunakan nilai rata-rata dan simpangan
Cara ini sangat sederhana, yakni dengan menentukan kriteria sebagai dasar untuk
menentukan konversi nilai. Misalnya demgam ,menggunakan kriteria dalam bentuk
presentase.

Presentase jawaban Nilai konversi


(%) Huruf Standar 10 Standar 4
(90-99) A 9 4
(80-89) B 8 3
(70-79) C 7 2
(60-69) D 6 1
Kurang dari 60 Gagal Gagal Gagal
Nilai 10 bila mencapai 100%
Contoh penggunaannya:
Misalkan kepada peserta didik diberikan tes Fiqih dalam bentuk tes objektif pilihan
berganda sebanyak 60 soal. Jawaban yang benar dibenar diberi skorsatu sehingga skor
maksimal yang dicapai peserta didik adalah 60. Berdasarkan kriteria di atas, konversi
nilai dalam standar huruf, standar sepuluh, dan standar empat adalah sebagai berikut:

Skor mentah Nilai Konversi


Standar huruf Standar 10 Standar 4
54-59/60 A 9/10 4
48-53 B 8 3
42-47 C 7 2
36-41 D 6 1
Kurang dari 36 G (gagal) Gagal Gagal
Nilai 10 bila mencapai 60

D. Cara Memberi Skor untuk Skala Sikap


Salah satu prinsip umum evaluasi adalah prinsip komprehensif artinya objek
evaluasi tidak hanya domain kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotor. Dalam domain
afektif, paling tidak ada dua komponen penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat
peserta didik terhadap suatu pelajaran. Sikap peserta didik terhadap suatu pelajaran bisa
positif, negatif atau netral. Harapan kita terhadap sikap peserta didik tentu yang positif
sehingga dapat menimbulkan minat belajar. Oleh sebab itu, tugas guru adalah
mengembangkan sikap positif dan meningkatkan minat belajar peserta didik terhadap
suatu pelajaran.

E. Cara Memberi Skor untuk Domain Psikomotor


Tes untuk mengukur ranah psikomotor adalah tes untuk mengukur penampilan atau
kinerja (performance) yang telah dikuasai peserta didik. Tes tersebut menurut Lunetta
dkk. (1981) dalam Majid (2007) dapat berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes
simulasi, dan tes unjuk kerja.
Skala penilaian cocok untuk menghadapi subjek yang jumlahnya sedikit. Perbuatan
yang diukur menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat tidak
sempurna sampai sangat sempurna. Jika dibuat skala 5, maka skala 1 paling tidak
sempurna dan skala 5 paling sempurna.
Misal dilakukan pengukuran terhadap keterampilan peserta didik menggunakan
thermometer badan. Untuk itu dicari indikator-indikator apa saja yang menunjukkan
peserta didik terampil menggunakan thermometer tersebut, misal indikator-indikator
sebagai berikut:
1) Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.
2) Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
3) Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
4) Lama waktu pemasangan termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
5) Cara mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhunya.
6) Cara membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler termometer.
Dari contoh cara pengukuran suhu badan menggunakan skala penilaian, ada 6
butir soal yang dipakai untuk mengukur kemampuan seorang peserta didik jika untuk
butir 1 peserta didik yang bersangkutan memperoleh skor 5 berarti sempurna/benar, butir
2 memperoleh skor 4 berarti benar tetapi kurang sempurna, butir 3 memperoleh skor 4
berarti juga benar tetapi kurang sempurna, butir 4 memperoleh skor 3 berarti kurang
benar, butir 5 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, dan butir 6 juga memperoleh skor
3 berarti kurang benar, maka total skor yang dicapai peserta didik tersebut adalah (5 + 4 +
4 + 3 + 3 + 3) atau 22. Seorang peserta didik yang gagal akan memperoleh skor 6, dan
yang berhasil melakukan dengan sempurna memperoleh skor 30; maka median skornya
adalah (6 + 30)/2 = 18. Jika dibagi menjadi 4 kategori, maka yang memperoleh skor 6
12 dinyatakan gagal, skor 13 18 berarti kurang berhasil, skor 19 24 dinyatakan
berhasil, dan skor 25 30 dinyatakan sangat berhasil. Dengan demikian peserta didik
dengan skor 21 dapat dinyatakan sudah berhasil tetapi belum sempurna/belum
sepenuhnya baik jika sifat keterampilannya adalah absolut, maka setiap butir harus
dicapai dengan sempurna (skala 5). Dengan demikian hanya peserta didik yang
memperoleh skor total 30 yang dinyatakan berhasil dan dengan kategori sempurna.

F. Pengolahan Data Hasil Tes


1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah model pendekatan penilaian yang
mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan (TKP) yang telah ditetapkan
sebelumnya. PAP merupakan suatu cara menentukan kelulusan siswa dengan
menggunakan sejumlah patokan. Bilamana siswa telah memenuhi patokan tersebut
maka dinyatakan berhasil. Tetapi bila siswa belum memenuhi patokan maka dikatakan
gagal atau belum menguasai bahan pembelajaran tersebut. Nilai-nilai yang diperoleh
siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa tentang materi
pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Siswa yang telah melampaui atau sama dengan kriteria atau patokan
keberhasilan dinyatakan lulus atau memenuhi persyaratan. Guru tidak melakukan
penilaian apa adanya melainkan berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah
ditetapkan sejak pembelajaran dimulai. Guru yang menggunakan model pendekatan
PAP ini dituntut untuk selalu mengarahkan, membantu dan membimbing siswa kearah
penguasaan minimal sejak pembelajaran dimulai, sedang berlangsung dan sampai
berakhirnya pembelajaran.Kompetensi yang dirumuskan dalam TKP merupakan arah,
petunjuk, dan pusat kegiatan dalam pembelajaran. Penggunaan tes formatif dalam
penilaian ini sangat mendukung untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa.
Pelaksanaan PAP tidak memerlukan perhitungan statistik melainkan hanya tingkat
penguasaan kompetensi minimal. Sebagai contoh misalnya: untuk dapat diterima
sebagai calon tenaga pengajar di perguruan tinggi adalah IP minimal 3,00 dan setiap
calon harus lulus tes potensi akademik yang diadakan oleh lembaga yang
bersangkutan. Berdasarkan kriteria di atas siapapun calon yang tidak memenuhi
persyaratan di atas maka dinyatakan gagal dalam tes atau tidak diterima sebagai calon
tenaga pengajar.
Seperti uraian di atas tingkat kemampuan atau kelulusan seseorang ditentukan
oleh tercapai tidaknya kriteria. Misalnya seseorang dikatakan telah menguasai satu
pokok bahasan / kompetensi bilamana ia telah menjawab dengan benar 75% dari butir
soal dalam pokok bahasan / kompetensi tersebut. Jawaban yang benar 75% atau lebih
dinyatakan lulus, sedang jawaban yang kurang dari 75% dinyatakan belum berhasil
dan harus mengulang kembali. Muncul pertanyaan bahwa apakah siswa yang dapat
menjawab benar 75% ke atas juga akan memperoleh nilai yang sama? Hal ini
tergantung pada sistem penilaian yang digunakan. Jika hanya menggunakan kriteria
lulus dan tidak lulus, berarti siswa yang menjawab benar 75% ke atas adalah lulus,
demikian juga sebaliknya siswa yang menjawab benar kurang dari 75% tidak lulus.
Apabila sistem penilaian yang digunakan menggunakan model A, B, C, D atau
standar yang lain, kriteria ditetapkan berdasarkan rentangan skor atau skala interval.
Perlu dijelaskan bahwa kriteria atau patokan yang digunakan dalam PAP bersifat
mutlak. Artinya kriteria itu bersifat tetap, setidaknya untuk jangka waktu tertentu dan
berlaku bagi semua siswa yang mengikuti tes di lembaga yang bersangkutan.

2. Penilaian Acuan Norma (PAN)


Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang dilakukan dengan
mengacu pada norma kelompok atau nilai-nilai yang diperoleh siswa dibandingkan
dengan nilai-nilai siswa lain dalam kelompok tersebut. Dengan kata lain PAN
merupakan sistem penilaian yang didasarkan pada nilai sekelompok siswa dalam satu
proses pembelajaran sesuai dengan tingkat penguasaan pada kelompok tersebut.
Artinya pemberian nilai mengacu pada perolehan skor pada kelompok itu. Dalam hal
ini norma berarti kapasistas atau prestasi kelompok, sedangkan kelompok adalah
semua siswa yang mengikuti tes tersebut dapat kelompok siswa dalam satu kelas,
sekolah, rayon, propinsi, dan lain-lain. Pan juga dapat dikatakan penilaian apa
adanya dengan pengertian bahwa acuan pembandingnya semata-mata diambil dari
kenyataan yang diperoleh (rata-rata dan simpangan baku) pada saat penilaian
dilakukan dan tidak dikaitkan dengan hasil pengukuran lain.
PAN menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku pada kurva normal. Hasil-
hasil perhitungannya dipakai sebagai acuan penilaian dan memiliki sifat relatif sesuai
dengan naik turunnya nilai rata-rata dan simpangan baku yang dihasilkan pada saat
itu. Penggunaan sistem PAN membiarkan siswa berkembang seperti apa adanya.
Namun demikian guru tetap merumuskan Tujuan Khusus Pembelajaran (TKP) sesuai
dengan tuntutan kompetensi. TKP yang berorientasi pada kompetensi tetap dipakai
sebagai tumpuan dalam penyusunan evaluasi akan tetapi pada saat pemberian skor
yang diperoleh siswa maka TKP tidak dipergunakan sebagai pedoman. Batas
kelulusan tidak ditentukan oleh penguasaan minimal siswa terhadap kompetensi yang
ditetapkan dalam TKP, melainkan didasarkan pada nilai rata-rata dan simpangan baku
yang dihasilkan kelompoknya.
Dengan demikian kelemahan sistem PAN dapat terlihat jelas bahwa tes
apapun, dalam kelompok apapun, dengan kadar prestasi yang bagaimanapun
pemberian nilai dengan model pendekan PAN selalu dapat dilakukan. Oleh karena itu
penggunaan model pendekatan ini dapat dilakukan denga baik apabila memenuhi
syarat antara lain: a). skor nilai terpencar atau dapat dianggap terpencar sesuai dengan
pencaran kurva normal; b). jumlah yang dinilai minimal 50 orang atau lebih dari 100
orang dalam arti sampel yang digunakan besar. Dalam penerapan sistem PAN ada dua
hal pokok yang harus ditetapkan yaitu: banyaknya siswa yang akan lulus dan
penetapan batas lulus. Terdapat dua cara di dalam menentukan batas kelulusan antara
lain: menetapkan terlebih dahulu jumlah yang diluluskan, misalnya 75% dari seluruh
peserta tes, kemudian skor tiap siswa disusun dan diranking sehingga akan
diketemukan skor terendah. Cara kedua dengan menggunakan data statistik yang
terdapat dalam kurva normal dengan menggunakan nilai rata-rata dan simpangan
baku, sehingga akan diketemukan luas daerah kurva normal atau jumlah anak yang
diluluskan.

Anda mungkin juga menyukai