Anda di halaman 1dari 11

Pengaruh

Tunjangan
Sertifikasi Terhadap
Mutu Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, ini berarti
bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam
pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam
mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan.
Sehingga menjadi orang yang terdidik itu sangat penting. Pendidikan pertama kali yang
kita dapatkan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Hasil penelitian United Nation Development Programe (UNDP) pada tahun 2007
tentang Indeks Pengembangan Manusia menyatakan Indonesia berada pada peringkat ke-
107 dari 177 negara yang diteliti. Indonesia memperoleh indeks 0,728. Dan jika Indonesia
dibanding dengan negara-negara ASEAN yang dilibatkan dalam penelitian, Indonesia
berada pada peringkat ke-7 dari sembilan negara ASEAN. Salah satu unsur utama dalam
penentuan komposit Indeks Pengembangan Manusia ialah tingkat pengetahuan bangsa atau
pendidikan bangsa. Peringkat Indonesia yang rendah dalam kualitas sumber daya manusia
ini adalah gambaran mutu pendidikan Indonesia yang rendah.
Keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia juga dinyatakan oleh United Nation
Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO)-Badan Perserikatan Bangsa-
Bangsa yang mengurus bidang pendidikan. Menurut Badan PBB itu, peringkat Indonesia
dalam bidang pendidikan pada tahun 2007 adalah 62 di antara 130 negara di dunia.
Education development index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0.945) dan
Brunei Darussalam (0.965).
Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tercermin dari daya saing di tingkat
internasional. Daya saing Indonesia menurut Wordl Economic Forum, 2007-2008, berada di
level 54 dari 131 negara. Jauh di bawah peringkat daya saing sesama negara ASEAN seperti
Malaysia yang berada di urutan ke-21 dan Singapura pada urutan ke-7.
Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah komponen
mutu guru. Rendahnya profesionalitas guru di Indonesia dapat dilihat dari kelayakan guru
mengajar. Menurut Balitbang Depdiknas, guru-guru yang layak mengajar untuk tingkat SD
baik negeri maupun swasta ternyata hanya 28,94%. Guru SMP negeri 54,12%, swasta
60,99%, guru SMA negeri 65,29%, swasta 64,73%, guru SMK negeri 55,91 %, swasta 58,26 %.
Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan
rendahnya kualitas guru ini adalah dengan mengadakan sertifikasi. Dengan adanya
sertifikasi, pemerintah berharap kinerja guru akan meningkat dan pada gilirannya mutu
pendidikan nasional akan meningkat pula.
Memang haruslah diakui bahwa dari segi gagasan, pengingkatan kualitas minimum
guru dan dosen dalam UU Guru dan Dosen ini sangat baik sebagai upaya peningkatan mutu,
tapi dari segi pelaksanannya banyak menemui kesulitan khususnya bagi kualifikasi guru.
Tetapi karena, telah ditentukan maka ia mengikat dan mesti ada komitmen nasional untuk
melaksanakannya. Melihat kenyataan tersebut akan lebih baik jika kualifikasi pendidikan
minimium tidak langsung diterapkan kepada guru-guru yang telah bertugas di sekolah
(melalui pendidikan penyetaraan) melainkan kepada guru baru yang diangkat sebagai hasil
pendidikan pra-jabatan.
Sementara ini untuk guru SD dan TK, ada wacana perguruan tinggi kependidikan
akan membuka program S-1 PGSD/PGTK pada pertengahan tahun 2007. Sedangkan untuk
guru SLTP rekrutmen guru dengan kualifikasi S-1 telah dimulai sejak tahun 1996, meskipun
secara keseluruhan masih cukup banyak guru berkualifikasi D-2 dan D-3 di jenjang
pendidikan ini yang diangkat sebelumnya. Untuk guru SLTA, ketentuan itu tak terlalu
menjadi masalah karena saat ini sekitar 70% guru SLTA telah berkualifikasi S-1 bahkan
yang pendidikan pasca sarjana pun sudah sekitar 0.3%.
Suatu harapan besar bahwa dengan adanya sertifikasi setidaknya kondisi-kondisi
tersebut dapat dinetralisir. Dengan demikian jelaslah , bahwa untuk menjawab pertanyaan
untuk apa sertifikat pendidikan itu bagi guru tersebut sudah dapat ditebak, yaitu
sertifikasi ditujukan untuk memberikan lisensi, bahwa guru yang bersangkutan sudah baik
untuk melakukan proses belajar mengajar karena dianggap sudah memiliki kualifikasi dan
kompetensi yang dimiliki untuk hal tersebut.

B. Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan sertifikasi guru ?
b. Apakah tujuan dari sertifikasi guru ?
c. Apa manfaat dari sertifikasi guru ?
d. Bagaimana pelaksanaan sertifikasi guru ?
e. Bagaimana pengaruh sertifikasi guru terhadap peningkatan kinerja guru ?
f. Apa dampak positif dan negatif dari sertifikasi guru ?

C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui hakekat sertifikasi guru
b. Untuk mengetahui tujuan dari sertifikasi guru
c. Untuk mengetahui apa saja manfaat sertifikasi guru
d. Untuk mengetahui pelaksanaan sertifikasi guru
e. Untuk mengetahui pengaruh sertifikasi guru terhadap peningkatan kinerja guru
f. Untuk mengetahui dampak positif dan negative dari sertifikasi guru

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI SERTIFIKASI GURU


Sistem pendidikan nasional dimaksudkan untuk menjamin pemerataan kesempatan
pendidikan, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan, serta efisiensi manajemen
pendidikan untuk menghadapi tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menetapkan delapan standar
nasional pendidikan yang harus menjadi acuan sekaligus kriteria dalam menetapkan
keberhasilan penyelenggaran pendidikan nasional. Delapan standar nasional pendidikan
yang dimaksud meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Salah satu standar yang berkaitan langsung dengan keberhasilan penyelenggaraan
pendidikan adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan, khususnya guru. Guru
sebagai tenaga profesional bertugas mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam rangka
mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, guru sebagai tenaga profesional wajib
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi, serta sehat jasmani dan rohani,
sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen. Kualifikasi akademik untuk guru adalah tingkat pendidikan
minimal yang harus dipenuhi oleh seorang guru yang dibuktikan dengan ijazah yang
mencerminkan kemampuan akademik yang relevan dengan bidang tugas guru. Kompetensi
guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Pencapaian standar kualifikasi akademik dan penguasaan kompetensi guru
dibuktikan melalui sertifikat profesi guru yang diperoleh melalui program sertifikasi.
Dengan kata lain, sertifikasi adalah proses untuk mengukur dan menilai pencapaian
kualifikasi akademik dan kompetensi minimal yang dicapai oleh seorang guru. Guru
profesional yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang memenuhi standar
akan mampu mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Oleh karena itu, program
sertifikasi merupakan salah satu program utama untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional.
Sertifikasi merupakan implementasi UU Sisdiknas 2003 yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan guru. Dengan meningkatkan kesejahteraan guru diharapkan
meningkat pula kualitas pendidikan kita.

B. TUJUAN SERTIFIKASI
1. Menentukan kelayakan guru sebagai agen pembelajaran
Sebagai agen pembelajaran berarti guru menjadi pelaku dalam proses pembelajaran. Guru
yang sudah menerima sertifikat pendidik dapat diartikan sudah layak menjadi agen
pembelajaran.
2. Meningkatkan proses dan mutu pendidikan
Mutu pendidikan antara lain dapat dilihat dari mutu siswa sebagai hasil proses
pembelajaran. Mutu siswa ini diantaranya ditentukan dari kecerdasan, minat, dan usaha
siswa yang bersangkutan. Guru yang bermutu dalam arti berkualitas dan profesional
menentukan mutu siswa.
3. Meningkatkan martabat guru
Dari bekal pendidikan formal dan juga berbagai kegiatan guru yang antara lain ditunjukkan
dari dokumentasi data yang dikumpulkan dalam proses sertifikasi maka guru akan
mentransfer lebih banyak ilmu yang dimiliki kepada siswanya. Secara psikologis kondisi
tersebut akan meningkatkan martabat guru yang bersangkutan.
4. Meningkatkan profesionalisme
Guru yang profesional antara lain dapat ditentukan dari pendidikan, pelatihan,
pengembangan diri, dan berbagai aktivitas lainnya yang terkait dengan profesinya.
Langkah awal untuk menjadi profesional dapat ditempuh dengan mengikuti sertifikasi
guru.

C. MANFAAT SERTIFIKASI GURU


Semua guru pasti ingin memperoleh sertifikasi pendidik sebagai wujud
profesionalisme kerjanya. Dengan lolosnya sertifikasi, seorang guru secara otomatis sudah
membuktikan profesinya sebagai pendidik. Di samping itu, sertifikasi baik melalui
penilaian portofolio maupun jalur pendidikan, sama-sama memberikan manfaat kepada
peserta yang mengikutinya. Adanya sertifikasi akan mendorong para guru calon peserta
sertifikasi, untuk mencapai prestasi dan berbuat hal terbaik dalam bidang pengajaran.
Sementara itu bagi guru-guru yang sudah terdaftar melalui penilaian portofolio
tetapi gagal dalam proses sertifikasi akan tetap mendapatkan keuntungan, yaitu adanya
tambahan pengetahuan serta wawasan kependidikan selama mengikuti PLPG. Begitu juga
dengan peserta yang mengikuti sertifikasi melalui jalur pendidikan. Perkuliahan selama
dua semester akan menempa profesi mereka untuk meningkatkan kualitas pengajaran di
sekolah kelak.
Terlepas dari hal tersebut, manfaat yang juga penting adalah:
1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang merugikan citra
profesi guru. Guru yang telah mempunyai sertifikat pendidik harus dapat menerapkan
proses pembelajaran dikelas sesuai dengan praktik yang telah diuji.
2. Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan professional.
Sekolah yang mempunyai mutu pendidikan baik ditentukan dari mutu guru dan mutu
proses pembelajaran di kelas. Dengan sertifikasi, mutu guru diharapkan akan meningkat
sehingga meningkatkan mutu sekolah. Pada akhirnya, masyarakat dapat menilai kualitas
sekolah berdasarkan mutu pendidikannya.
3. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi guru
Hasil sertifikasi diantaranya dapat digunakan sebagai cara untuk menentukan imbalan yang
sesuai dengan prestasinya, yaitu berupa tunjangan profesi. Cara ini dapat menghindari
dari praktik ketidakadilan, misalnya guru yang berprestasi hanya mendapatkan imbalan
yang kecil. Dengan demikian, kesejahteraan guru dapat dapat meningkat sesuai dengan
prestasi yang diraihnya. Namun satu hal yang yang perlu ditekankan adalah bahwa
tunjangan profesi bukan menjadi tujuan utama sertifikasi. Tunjangan profesi merupakan
konsekuensi logis yang menyertai kompetensi guru.
4. Adanya tunjangan profesi
Guru yang berhasil mendapatkan sertifikat pendidikan akan menerima tunjangan profesi
dari pemerintah sebesar satu bulan gaji. Ini tentu saja sumbanagn pemerintah yang cukup
penting untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Guru-guru yang sudah terdidik
dan sejahtera secara ekonomi akan menjadi aset bagi kemajuan pendidikan di masa
mendatang.

D. PELAKSANAAN SERFIFIKASI GURU


Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah
memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi dengan mengacu pada Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007
tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Sertifikasi guru akan dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan
dana, baik dana untuk pelaksanaan sertifikasi maupun dana untuk tunjangan profesi
pendidik bagi guru yang nantinya lulus sertifikasi atau mendapat sertifkat profesi guru.
Sesuai ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen pasal 11 ayat (2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh
pemerintah dan ayat (3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara obyektif, transparan, dan
akuntabel.
Sertifikasi guru dalam jabatan bagi guru yang telah memenuhi standar kualifikasi
akademik, yaitu pendidikan formal minimal Sarjana (S1) atau Diploma 4 (D-4) akan
dilakukan melalui penilaian portofolio sebagai suatu bentuk uji kompetensi untuk menilai
seberapa jauh guru yang bersangkutan telah menguasai kompetensi minimal yang
disyaratkan sesuai yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yang meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi
profesional.
Penilaian portofolio dilakukan sesuai ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan, yang merupakan
pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan
dokumen yang mendeskripsikan: (a) kualifikasi akademik, (b) pendidikan dan pelatihan,
(c) pengalaman mengajar, (d) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (e) penilaian
dari atasan dan pengawas, (f) prestasi akademik, (g) karya pengembangan profesi, (h)
keikutsertaan dalam forum ilmiah, (i) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan
sosial, dan (j) penghargaan yang relevan dengan pendidikan. Guru dalam jabatan yang
lulus penilaian portofolio akan mendapat sertifikat pendidik, sedangkan yang tidak lulus
penilaian portofolio dapat: (a) melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi dokumen
agar mencapai nilai lulus dan (b) mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang
diakhiri dengan ujian, sesuai persyaratan yang ditentukan oleh perguruan tinggi
penyelenggara sertifikasi.
Bagi guru dalam jabatan yang belum memenuhi standar kualifikasi akademik masih
harus mengikuti program peningkatan kualifikasi agar memenuhi kualifikasi akademik yang
disyaratkan sebelum mengikuti sertifikasi, baik melalui penilaian portofolio maupun uji
kompetensi seperti telah dijelaskan di atas untuk memperoleh sertifikat profesi guru.
Bagi guru dalam jabatan yang lulus sertifikasi berhak menerima tunjangan profesi pendidik
sebesar satu kali gaji pokok yang dibayarkan melalui Dana Alokasi Umum terhitung mulai
bulan Januari tahun berikutnya setelah memperoleh sertifikat pendidik.

E. PENGARUH SERTIFIKASI TERHADAP KINERJA GURU


Pemerintah berharap, dengan disertifkasinya guru, kinerjanya akan meningkat
sehingga prestasi siswa meningkat pula. Namun dalam pelaksanaannya, sertifikasi dalam
bentuk penilaian portofolio memberi banyak peluang pada guru untuk menempuh jalan
pintas. Hal ini disebabkan profesionalisme guru diukur dari tumpukan kertas. Indikator
inilah yang kemudian memunculkan hipotesis bahwa pelaksanaan sertifikasi dalam wujud
penilaian portofolio tidak akan berdampak sama sekali terhadap kinerja guru, apalagi
terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional. Bahkan ada yang berhipotesis bahwa
sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tak akan berdampak sama sekali terhadap
peningkatan kinerja guru, apalagi dikaitkan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional.
Apa yang menjadi keprihatinan banyak pihak ini dapat dimaklumi. Hal ini dikarenakan
pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tidak lebih dari penilaian
terhadap tumpukan kertas. Kelayakan profesi guru dinilai berdasarkan tumpukan kertas
yang mampu dikumpulkan. Padahal untuk membuat tumpukan kertas itu pada zaman
sekarang amatlah mudah. Tidak mengherankan jika kemudian ada beberapa kepala
sekolah yang menyeting berkas portofolio guru di sekolahnya tidak mencapai batas angka
kelulusan. Mereka berharap guru-guru tersebut dapat mengikuti diklat sertifikasi. Dengan
mengikuti diklat sertifikasi, maka akan banyak ilmu baru yang akan didapatkan secara
cuma-cuma. Dan pada gilirannya, ilmu yang mereka dapatkan di diklat sertifikasi akan
diterapkan di sekolah atau di kelas. Hipotesis bahwa pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk
penilaian portofolio tidak akan berdampak sama sekali terhadap peningkatan mutu
pendidikan nasional terasa akan menjadi kenyataan bila dibandingkan dengan pelaksanaan
sertifikasi di beberapa negara maju, khusunya dalam bidang pendidikan. Hasil studi
Educational Testing Srvice (ETS) yang dilakukan di delapan negara menunjukkan bahwa
pola-pola pembinaan profsesionalisme guru di negara-negara tersebut dilakukan dengan
sangat ketat (Samami dkk., 2006:34). Sebagai contoh, Amerika Serikat dan Inggris yang
menerapkan sertifikasi secara ketat bagi calon guru yang baru lulus dari perguruan tinggi.
Di kedua negara tersebut, setiap orang yang ingin menjadi guru harus mengikuti ujian
untuk memperoleh lisensi mengajar. Ujian untuk memperoleh lisensi tersebut terdiri dari
tiga praksis, yaitu tes keterampilan akademik yang dikenakan pada saat seseorang masuk
program penyiapan guru, penilaian terhadap penguasaan materi ajar yang diterapkan pada
saat yang bersangkutan mengikuti ujian lisensi, dan penilaian performance di kelas yang
diterapkan pada tahun pertama mengajar.Mereka yang memiliki lisensi mengajarlah yang
berhak menjadi guru.
Keterpurukan mutu pendidikan Indonesia di dunia internasional memang amat
memprihatinkan. Akan tetapi, keprihatinan ini jangan sampai membuat kita putus
harapan. Keterpurukan ini hendaknya membuat kita sungguh-sungguh terdorong mencari
jalan yang tepat, bukan dengan cara-cara instan dan mengutamakan kepentingan pribadi.
Salah satu jalan yang ditempuh oleh pemerintah dalam mengatasi mutu pendidikan yang
rendah ini adalah dengan meningkatkan kualitas gurunya melalui sertifkasi guru.
Pemerintah berharap, dengan disertifkasinya guru, kinerjanya akan meningkat sehingga
prestasi siswa meningkat pula. Namun dalam pelaksanaannya, sertifikasi dalam bentuk
penilaian portofolio memberi banyak peluang pada guru untuk menempuh jalan pintas.Hal
ini disebabkan profesionalisme guru diukur dari tumpukan kertas. Indikator inilah yang
kemudian memunculkan hipotesis bahwa pelaksanaan sertifikasi dalam wujud penilaian
portofolio tidak akan berdampak sama sekali terhadap kinerja guru, apalagi terhadap
peningkatan mutu pendidikan nasional. Di samping itu, berkaca pada pelaksanaan
sertifikasi negara-negara maju, terutama dalam bidang pendidikan, peningkatkan mutu
pendidikan hanya dapat dicapai dengan pola-pola dan proses yang tepat. Pola-pola instan
hanya akan menghambur-hamburkan dana dan waktu menjadi terbuang percuma.
Sedangkan apa yang menjadi substansi sama sekali tidak tersentuh.
Sertifikasi tidak akan berdampak sama sekali terhadap kinerja guru, memang baru
sebuah hipotesis. Hipotesis ini memang harus dibuktikan melalui sebuah penelitian. Akan
tetapi, tidak ada salahnya bila kita mengatakan sertifikasi tidak memiliki pengaruh yang
signifikan-atau bahkan tidak memiliki pengaruh sama sekali-terhadap kinerja guru
berdasarkan indikator-indikator yang tampak di depan mata.
Dalam rangka memperoleh profsionalisme guru, hal yang diujikan dalam sertifikasi
adalah kompetensi guru. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Guru dan
Dosen Pasal 10 dan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28,
kompetensi guru meliputi empat komponen yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian,
professional, dan sosial. Namun demikian, setelah adanya sertifikasi pendidik, kinerja guru
masih dirasa kurang meningkat.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa dampak sertifikasi terhadap kinerja
guru belum mengalami perubahan. Para pendidik di sekolahan tersebut belum mampu
mengaplikasikan empat komponen tentang standar nasional pendidikan. Dampak sertifikasi
pada komponen yang pertama yaitu pada kompetensi pedagogic, para guru belum
mengalami perubahan yang lebih baik dalam memeberikan pembelajaran pada siswanya.
Pemberian teori belajar dan penggunaan bahasa Indonesia yang baik pun belum mampu
sepenuhnya dilakukan oleh para guru. Komponen yang kedua yaitu pada komponen
kompetensi profesionalitas guru juga belum mengalami peningkatan setelah adanya
sertifikasi.Para guru belum mampu meningkatkan efektifitas belajar siswa dan juga belum
ada peningkatan dalam guru untuk lebih aktif mengikuti berbagai kegiatan yang bertujuan
untuk meningkatkan profesionalitas dalam bidangnya seperti diklat, Lokakarya, dan MGMP.
Komponen yang ketiga yaitu komponen kompetensi social guru,dalam komponen ini guru
dituntut untuk meningkatkan rasa sosialnya seperti untuk lebih berinteraksi dengan
masyarakat agar berperan serta dalam pendidikan putra-putrinya. Komponen yang
keempat adalah komponen kompetensi kepribadian guru, pada komponen ini guru juga
belum mengalami peningkatan yang signifikan untuk lebih berkomitmen dalam
menjalankan tugasnya sebagai guru yang professional. Selain itu, guru belum bisa bersikap
wajar dalam hal berpakaian dan memakai perhiasan yang mencolok.
Kinerja guru dinilai meningkat hanya saat guru-guru belum lolos sertifikasi dan setelah
mendapatkan sertifikasi kinerja guru menjadi menurun seperti para guru menjadi enggan
untuk mengikuti seminar atau pelatihan untuk peningkatan kualitas diri, padahal sebelum
mendapat sertifikasi para guru menjadi lebih sering mengikuti pelatihan untuk
peningkatan kualitas diri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) mengenai dampak sertifikasi profesi guru terhadap kinerja guru
menunjukan hasil yang kurang memuaskan. Setelah mengolah data 16 dari 28 provinsi yang
diteliti hasilnya menunjukan bahwa peningkatan kinerja yang diharapkan dari guru yang
sudah bersertifikasi, seperti perubahan pola kerja, motivasi kerja, pembelajaran, atau
peningkatan diri, dinilai masih tetap sama.

F. DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF SERTIFIKASI GURU


A. Dampak Positif Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru sangat bermanfaat bagi perkembangan pendidikan di sekolah-sekolah.
Manfaat uji sertifikasi antara lain sebagai berikut:[4]
1. Melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga
dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.
2. Melinduni masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan professional
yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber
daya manusia di negeri ini.
3. Menjadi wahana penjamin mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi
pengguna layanan pendidikan.
4. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang
potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
B. Dampak Negatif Sertifikasi Guru
Pelaksanaan program sertifikasi tujuan dasarnya adalah untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Karena dengan meningkatnya kualitas pendidikan, maka akan dapat pula
mendongkrak kualitas pendidikan bangsa Indonesia saat ini. Meski proses sertifikasi guru
sudah memasuki periode keempat, bukan berarti kendala dan permasalahan yang
menyertai sertifikasi guru sirna.
Adapun dampak negative dari sertifikasi guru berbasis portofolio terhadap kinerja
dan kompetensi guru adalah:[5]
1. Menjadi Sosok yang Certificate-Oriented
Ternyata implementasi sertifikasi guru dalam bentuk penilaian portofolio ini
kemudian menimbulkan polemik baru. Banyak para pengamat pendidikan yang
menyaksikan keefektifan pelaksanaan sertifikasi dalam rangka meningkatkan kinerja guru.
Bahkan ada yang berhipotesis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tak akan
berdampak sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru, apalagi dikaitkan dengan
peningkatan mutu pendidikan nasional. Hal ini berkaitan dengan temuan-temuan
dilapangan bahwa adanya indikasi kecurangan dalam melengkapi berkas portofolio oleh
para guru peserta sertifikasi.Kecurangan dengan memalsukan dokumen portofolio itu
memang ada.
2. Miskin Keterampilan dan Kreatifitas
Guru bukanlah bagian dari sistem kurikulum, tetapi keberhasilan pelaksanaan
kurikulum akan bergantung pada kemampuan, kemauan, dan sikap professional tenaga
guru (Soedijarto, 1993:136). Kalau dikaitkan persyaratan professional seorang guru yang
sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan yaitu, mampu merencanakan,
mengembangkan, melaksanakan, dan menilai proses belajar secara relevan dan efektif
maka seorang guru yang professional akan dengan mudah lolos sertifikasi berbasis
portofolio tanpa harus memanipulasi berkasnya. Karena sebelumnya ia telah giat
mengembangkan dirinya demi anak didiknya. Namun yang menjadi persoalan adalah
mereka, para guru yang melakukan kecurangan dalam sertifikasi.
3. Merosotnya Kompetensi Profesi
Hasil penelitian United Nation Development Programe (UNDP) pada tahun 2007
tentang Indeks Pengembangan Manusia menyatakan Indonesia berada pada peringkat ke-
107 dari 177 negara yang diteliti Peringkat Indonesia
yang rendah dalam kualitas sumber daya manusia ini adalah gambaran mutu pendidikan
Indonesia yang rendah. Keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia juga dinyatakan oleh
United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO)-Badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurus bidang pendidikan. Salah satu penyebab
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah komponen mutu guru. Rendahnya
profesionalitas guru di Indonesia dapat dilihat dari kelayakan guru mengajar.
Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan rendahnya
kualitas guru ini adalah dengan mengadakan sertifikasi berbasis portofolio. Dengan adanya
sertifikasi, pemerintah berharap kinerja guru akan meningkat dan pada gilirannya mutu
pendidikan nasional akan meningkat pula. Namun sertifikasi yang berbasis portofolio
tersebut menjadi keprihatinan banyak pihak. Hal ini dikarenakan pelaksanaan sertifikasi
dalam bentuk penilaian portofolio tidak lebih dari penilaian terhadap tumpukan kertas.
Kelayakan profesi guru dinilai berdasarkan tumpukan kertas yang mampu dikumpulkan.
Padahal untuk membuat tumpukan kertas itu pada zaman sekarang amatlah mudah. Tidak
mengherankan jika kemudian ada beberapa kepala sekolah yang menyetting berkas
portofolio guru di sekolahnya tidak mencapai batas angka kelulusan. Mereka berharap
guru-guru tersebut dapat mengikuti diklat sertifikasi. Dengan mengikuti diklat sertifikasi,
maka akan banyak ilmu baru yang akan didapatkan secara cuma-cuma. Dan pada
gilirannya, ilmu yang mereka dapatkan di diklat sertifikasi akan diterapkan di sekolah atau
di kelas. Fenomena ini menerangkan bahwa sertifikasi berbasis portofolio menyebabkan
merosotnya kompetensi profesi guru.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sertifikasi merupakan implementasi UU Sisdiknas 2003 yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan guru. Dengan adanya program sertifikasi guru diharapkan
kinerja guru akan meningkat sehingga mutu pendidikan di Indonesia juga akan meningkat
ke arah yang lebih baik. Setelah sertifikasi diharapkan guru dapat memenuhi empat
komponen seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Pasal 10 dan
Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, kompetensi guru
meliputi empat komponen yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, professional, dan
social.
Sertifikasi guru ini memiliki tujuan dan manfaat, tujuannya adalah menentukan
kelayakan guru sebagai agen pembelajaran, meningkatkan proses dan mutu pendidikan,
meningkatkan martabat guru, meningkatkan profesionalisme. Semua guru pasti ingin
memperoleh sertifikasi pendidik sebagai wujud profesionalisme kerjanya. Dengan lolosnya
sertifikasi, seorang guru secara otomatis sudah membuktikan profesinya sebagai pendidik.
Di samping itu, sertifikasi baik melalui penilaian portofolio maupun jalur pendidikan,
sama-sama memberikan manfaat kepada peserta yang mengikutinya. Adanya sertifikasi
akan mendorong para guru calon peserta sertifikasi, untuk mencapai prestasi dan berbuat
hal terbaik dalam bidang pengajaran.
Sertifikasi guru akan dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan
dana, baik dana untuk pelaksanaan sertifikasi maupun dana untuk tunjangan profesi
pendidik bagi guru yang nantinya lulus sertifikasi atau mendapat sertifkat profesi guru.
Sesuai ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen pasal 11 ayat (2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh
pemerintah dan ayat (3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara obyektif, transparan, dan
akuntabel.
Sertifikasi guru dalam jabatan bagi guru yang telah memenuhi standar kualifikasi
akademik, yaitu pendidikan formal minimal Sarjana (S1) atau Diploma 4 (D-4) akan
dilakukan melalui penilaian portofolio sebagai suatu bentuk uji kompetensi untuk menilai
seberapa jauh guru yang bersangkutan telah menguasai kompetensi minimal yang
disyaratkan sesuai yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yang meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi
profesional.
Sertifikasi guru sangat bermanfaat bagi perkembangan pendidikan di sekolah-
sekolah. Manfaat uji sertifikasi antara lain sebagai berikut:[4]melindungi profesi guru dari
praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru
itu sendiri, melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan
professional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan
sumber daya manusia di negeri ini, menjadi wahana penjamin mutu bagi Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru dan
juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan, menjaga lembaga
penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang potensial dapat
menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
Adapun dampak negative dari sertifikasi guru berbasis portofolio terhadap kinerja
dan kompetensi guru adalah:[5]menjadi Sosok yang Certificate-Oriente, miskin
keterampilan dan kreatifitas dan merosotnya kompetensi profesi.

B. Kritik dan Saran


Pada kenyataannya, pembuatan makalah ini masih bersifat sangat sederhana
dan simple. Serta dalam penyusunan makalah ini pun masih memerlukan kritikan dan saran
bagi pembahasan materi tersebut.

Daftar Pustaka
https://ratihgirls51.wordpress.com/2014/04/30/makalah-pengaruh-sertifikasi-
terhadap.html?m=1
feelinbali.blogspot.com/2012/07/pengaruh-sertifikasi-guru-dalam.html?m=1
fahmypintar.blogspot.com/2012/09/pengaruh-sertifikasi-terhadap-kinerja.html?m=1
http://katulistiwaonline.blogspot.com/2013/09/pengaruh-sertifikasi-guru-terhadap-
mutu.html

Anda mungkin juga menyukai