Anda di halaman 1dari 5

UJIAN TENGAH SEMESTER II TAHUN AKADEMIK 2017/2018

PRODI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN (S2) PASCASARJANA


Dr. H. A. Supriyanto, M.Pd, M.Si dan Dr. Agus Timan, M.Pd
Eka Endah Agustiani
170132844005
Offering C
UNIVERSITAS NEGERI MALANG (UM)

PERTANYAAN
1. Rumuskan satu konsep MMT dalam bidang pendidikan berdasarkan pemahaman saudara
terhadap kajian teoritik dan empirik serta diskusi kelas selama ini? Berilah penjelasan
terhadap hal-hal utama yang terkandung di dalamnya!
Jawaban:
Manajemen mutu terpadu merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk memperbaiki
permasalahan pendidikan yang berlangsung secara terus menerus sehingga dengan
manajemen mutu terpadu sekolah dapat mengetahui kekuatan dan kelemahannya sebagai
lembaga pendidikan. Kemudian manajemen mutu terpadu terbagi menjadi 11 teknik atau
tools untuk digunakan dalam menganalisis masalah. Dengan 11 tools ini kita dapat
mengetahui permasalahan apa yang paling mendesak untuk terlebih dahulu dilakukannya
perbaikan.

2. Ada beberapa tokoh utama dalam MMT, rujuklah sumbangan pemikiran para ahli secara
integratif (minimal 3 tokoh), dan ilustrasikan strategi implementasinya dalam peningkatan
mutu pendidikan secara umum di Indonesia. Jawaban harus disertai data dukung online
untuk penentuan prioritas peningkatan mutu pada aspek/bidang tertentu dengan
menggunakan tools yang relevan. Ilustrasi strateginya dapat menggunakan bagan alir
disertai penjelasan secukupnya.
Jawaban:
a) Deming (Hairiyah, 2015) mengemukakan bahwa manajemen mutu terpadu
merupakan sebuah bantuan untuk memenuhi kebutuhan yang diharapkan oleh
pelanggan. Prinsip utama Deming dalam menerapkan manajemen mutu terpadu di
bidang pendidika yaitu: (1) warga sekolah (kepala sekolah, guru dan tenaga
kependidikan) harus menetapkan tujuan yang akan dicapai, (2) menekankan pada
usaha untuk mencegah kegagalan yang akan dialami siswa, dan (3) apabila strategi ini
diterapkan secara ketat, maka penggunaan metode yang digunakan sekolah akan dapat
memperbaiki permasalahan pada sekolah.
b) Juran (Hairiyah, 2015) mengemukakan bahwa manajemen mutu terpadu lebih ke arah
mengembangkan program dan layanan yang dibutuhkan siswa dan masyarakat.
Strategi juran dlaam manajemen mutu terpadu yaitu meraih mutu dengan pantang
menyerah, (2) perbaikan mutu secara terus menerus, (3) kepemimpinan secara
terstruktur dari dewan sekolah maupun tenaga kependidikan lainnya, dan (4) pelatihan
pada stiap staff pendidik agar mencapai mutu secara optimal.
c) Ishikawa (Hayat, 2014) mengembangkan quality circles sebagai pemberian solusi
suatu permasalahan yang dimulai pada awal tahun 60-an. Dan salah satu teknik yang
didesain oleh ishikawa yaitu diagram tulang ikan (diagram sebab akibat).

Dalam penerapan manajemen mutu terpadu dalam meningkatkan pendidikan sudah


banyak dilakukan di hampir semua sekolah di Indonesia dan tentunya dapat terlihat
perbaikan secara signifikan. Dengan keterlibatan kepala sekolah, guru, dan tenaga
pendidikan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan khusus agar mutu sekolah dapat
berkembang. Penerapan pendidikan inklusi pada setiap sekolah dasar reguler
merupakan kebijakan pemerintah untuk membantu dalam meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia dan hal ni juga dapat membuka pemikiran pada masyarakat
luas bahwa anak berkebutuhan khusus juga berhak untuk mendapatkan pendidikan
dengan berinteraksi bersama anak-anak lainnya. Hanya saja pada Sekolah Dasar
Gadang 2 Banjarmasin dalam penerapan pendidikan inklusi, banyak terdapat kesulitan
karena akan tidak kesiapannya dalam menerima dan menerapkan pendidikan inklusi.
Maka apabila kita menggunakan teknik tulang ikan yang ada dalam TQM sebagai
penentuan prioritas untuk meningkatkan mutu sekolah adalah sebagai berikut:

Kurang mampu dalam Potensi guru terhadap


menyusun kurikulum pendidikan inklusi
pendidikan inklusi rendah

Perencanaan
manajemen
pendidikan
inklusi tidak
berjalan
optimal

Kurangnya kerja sama Sarana dan prasaran


antara sekolah dengan yang kurang
masyarakat memadai untuk ABK

3. Buatlah ringkasan hasil kerja saudara (artikel individual) dan tunjukkan indikator
keberhasilannya yang bercirikan/kekhasan MMT. Ringkasan dibuat dalam bentuk esai.
Aspeknya: judul, abstrak, pendahuluan, metode, hasil dan pembahasan, simpulan, dan
saran).
Jawaban:
Judul artikel yaitu Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru Terhadap Pendidikan
Inklusi di SD Negeri Kuin Selatan 3 Banjarmasin. Pendidikan inklusif adalah upaya untuk
mendidik orang-orang dengan cacat intelektual dengan mengintegrasikannya semaksimal
mungkin ke dalam struktur normal sistem pendidikan. Akan tetapi meskipun pendidikan
inklusi merupakan sekolah dengan tujuan memberikan kesempatan kepada semua anak
(termasuk anak berkebutuhan khusus) dalam menempuh pendidikan di sekolah reguler,
guru di sekolah masih mengalami kesenjangan pada sikapnya terhadap pendidikan inklusi.
Sikap guru terhadap pendidikan inklusi ini dikarenakan guru tidak memiliki potensi dan
pengetahuan mengenai pendidikan inklusi. Hal inilah yang terjadi di SDN Kuin Selatan 3
Banjarmasin. Untuk itu penerapan TQM dalam meningkatkan mutu sekolah sangat
diperlukan. Untuk mengidentifikasi permasalahan, peneliti menggunakan teknik five why.
Pendidikan inklusif adalah upaya untuk mendidik orang-orang dengan cacat intelektual
dengan mengintegrasikannya semaksimal mungkin ke dalam struktur normal sistem
pendidikan (Michailakis & Reich, 2009).
Berbeda dengan pendapat Micheilakis dan Reich, Domenech dan Moliner (2014)
berpendapat pendidikan inklusi adalah perubahan radikal dalam cara semua orang
memikirkan pendidikan, tapi tidak hanya berkaitan pada siswa dengan kesulitan atau
kebutuhan pendidikan khusus, tapi ini untuk semua orang. Model pendidikan ini, tidak
diragukan lagi, adalah salah satu fondasi bagi masyarakat demokratis dan salah satu nilai
yang, dengan multikulturalisme, berkontribusi pada penciptaan sebuah sekolah baru dan
masyarakat yang lebih baik yang mempromosikan politik yang adil, adil dan bersifat
manusiawi. Oleh sebab itu pendidikan inklusi dapat membuka harapan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus untuk tetap menggapai cita-citanya meskipun mereka memiliki
kekurangan atau hambatan. Menurut Unianu (2012) salah satu hambatan utama dalam
praktik pendidikan inklusif ditunjukkan oleh sikap guru terhadap inklusi dan prinsip-
prinsipnya. Sikap ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: tingkat kesulitan anak, sifat
kecacatan anak, pengalaman guru dengan anak-anak dengan kebutuhan pendidikan
khusus, kepercayaan terhadap kemampuan mereka sendiri untuk melaksanakan kegiatan
inklusif (kesiapan guru untuk ruang kelas yang terintegrasi) atau harapan terhadap anak-
anak tidak peduli apa perbedaan antara keduanya, kurikulum dan sebagainya. Fernandez
(2017) juga menambahkan bahwa sikap positif guru penting diperhatikan terhadap
pendidikan inklusi. Ada 11 sikap yang ideal yang harus diperhatikan guru terhadap
pendidikan inklusi, yaitu: (1) memiliki sikap positif terhadap Pendidikan Inklusif di kelas,
(2) memiliki sikap positif terhadap pelatihan reguler di Pendidikan Inklusif, (3) memiliki
sikap positif terhadap pendukung lainnyaguru, (4) memiliki sikap positif terhadap murid
pendukung, (5) menjamin aksesibilitas ke semua ruang, transportasi, informasi dan
komunikasi kepada semua siswa, (6) menjamin jaringan kolektif pendukung di sekolah,
(7) memiliki sikap inovatif dan menjamin aktivitas fleksibel bagi semua siswa, (8)
memiliki sikap kerjasama dengan keluarga, (9) menjamin anggaran kelembagaan untuk
Pendidikan Inklusif, (10) memiliki sikap partisipasi dan kerjasama dengan masyarakat,
dan (11) memiliki sikap terdepan mengenai pendidikan inklusif (Fernandez, 2017). Dan
sikap guru ini dapat dilihat pada kompetensi pedagogik guru. Dalam kompetensi
pedagogik, yang harus dimiliki guru meliputi: (1) kemampuan guru dalam memahami
karakteristik peserta didik baik dari segi fisik, moral, sosial, maupun emosional; (2)
kemampuan guru dalam menguasai materi pelajaran dan nilai yang terkandung pada setiap
pembelajaran; (3) kemampuan guru dalam mengembangkan kurikulum; (4) kemampuan
guru dalam memanfaatkan teknologi sebagai fasilitas belajar; dan (5) kemampuan guru
dalam berkomunikasi secara efektif baik pada peserta didik, sesama guru, maupun dengan
masyarakat (Priansa, 2015:15). Namun pada kenyataan yang ditemukan pada
permasalahan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Kuin Selatan 3 Banjarmasin, guru kelas
masih belum mampu dalam meningkatkan kompetensi pedagogiknya terhadap pendidikan
inklusi. Untuk itu dibutuhkan suatu teknik yang dapat menganalisis permasalahan yang
terdapat pada guru kelas dalam menyikapi pendidikan inklusi yang ideal. Teknik yang
paling efektif digunakan untuk mengatasi masalah pendidikan yaitu dengan TQM.
Menurut Zahroh dan Maunah (2015) TQM (Total Quality Management) adalah upaya
untuk memaksimalkan daya saing melalui proses perbaikan terus menerus dalam hal ini
sekolah mampu mengenali kemampuan, kelebihan dan kekurangannya. Dalam
menganalisis permasalahan yang terjadi di SDN Kuin Selatan 3, peneliti menggunakan
tools five why dalam meningkatkan kualitas mutu pendidikan. Teknik five why digunakan
untuk mengidentifikasi hubungan antar penyebab suatu permasalahan secara hirarki
(Bamford, 2005). Oleh karena itu dengan penggunaan teknik ini, penyebab utama suatu
permasalahan atau akar permasalahan dapat ditemukan dengan mudah. Berikut teknik five
why untuk memecahkan permasalahan di SD Negeri Kuin Selatan 3, yaitu: (1) Kompetensi
pedagogik guru terhadap pendidikan inklusi rendah, (2) guru tidak memperhatikan sikap
pada ABK (Anak Berkebutuhan Khusus), (3) guru tidak memahami karakteristik anak
berkebutuhan khusus, (4) guru tidak mendapatkan pelatihan mengenai pendidikan khusus
anak berkebutuhan khusus, dan (5) partisipasi kepala sekolah rendah. Metode yang
digunakan yaitu penelitian kualitatif. Hasil penelitian yang didapatkan hanya dapat ditarik
sebagai dugaan sementara bahwa penggunaan “Five Whys Dapat Meningkatkan
Kompetensi Pedagogik Guru Terhadap Pendidikan Inklusi.” Permasalahan yang terjadi di
SDN Kuin Selatan 3 Banjarmasin yaitu tidak cermatnya guru dalam bersikap terhadap
pendidikan inklusi sehingga perhatian guru lebih berfokus pada anak reguler yang
semestinya tidak ada perbandingan antara anak reguler dan anak berkebutuhan khusus. Hal
ini yang menjadi pusat perhatian peneliti untuk meningkatkan mutu pendidikan yang ada
di SDN Kuin Selatan 3 Banjarmasin. Dengan menggunakan TQM diharapkan masalah
yang terjadi dapat meingkatkan mutu pendidikan sesuai dengan yang diharapkan. Kepada
kepala sekolah SDN Kuin Selatan 2 Banjarmasin diharapkan dapat berpartisipasi lebih
terhadap guru yang masih memiliki kekurangan atau permasalahan mengenai pendidikan
inklusi dan kepada guru yang bersangkutan diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pengajaran dan meningkatkan kompetensinya mengenai pendidikan inklusi dengan lebih
banyak tukar pendapat pada guru pendidikan khusus.

Anda mungkin juga menyukai