Anda di halaman 1dari 9

Fighting Ievha

ketika hati tak bisa lagi berkata ataupun merasakan hanya ayat suci al qur'an lah yang bisa
menenagkan.

Kamis, 28 Mei 2015

Makalah penskoran dan penilaian

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat
diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Sesuai dengan pengertian tersebut maka
setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk
memperoleh informasi atau data. Berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat suatu
keputusan. Sudah barang tentu informasi atau data yang dikumpulkan itu haruslah data yang sesuai
dan mendukung tujuan evaluasi yang direncanakan.

Dalam hubungan dengan kegiatan pengajaran, evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk
menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai
ssiwa.

Dalam dunia pendidikan pasti dilakukan suatu evaluasi, salah satunya dengan cara tes dikumpulkan
dan kemudian dilakukan penilaian dan pemberian skor. Penilaian yang meliputi pengertian
penyekoran dan penilaian, perbedaan menyekor dan menilai serta langkah-langkah melakukan
penilaian.

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari penskoran dan penilaian?

2. Bagaimana perbedaan antara penskoran dan penilaian?

3. Apa saja jenis-jenis kunci pemberian skor?

Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian penskoran dan penilaian.

2. Untuk mengetahui perbedaan penskoran dan penilaian.


3. Untuk mengetahui jenis-jenis kunci pemberian skor.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Penskoran dan Penilaian

1. Pengertian Penskoran

Pemberian skor (=scoring) merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes, yaitu
proses pengubahan jawaban soal tes menjadi angka-angka dengan kata lain pemberian skor itu
merupakan tindakan kuantifikasi terhadap jawaban-jawaban yang diberikan oleh testee dalam suatu
tes hasil belajar.

Angka-angka hasil penilaian itu selanjutnya diubah menjadi nilai-nilai (=grade) melalui proses
tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai hasil tes itu ada yang tertuang dalam
bentuk angka dengan rentangan antara 0 – 10, antara 0 – 100, dan ada pula yang menggunakan
simbol huruf A, B, C, D dan F (F = fail) = gagal).

Cara pemberian skor terhadap hasil tes belajar pada umumnya disesuaikan dengan bentuk soal-soal
yang dikeluarkan dalam tes tersebut, apakah tes uraian (essay) ataukah tes objektif (objective test).
[1]

Untuk soal-soal objektif biasanya setiap jawaban benar diberi skor 1 (satu) dan setiap jawaban yang
salah diberi skor 0 (nol); total skor diperoleh dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dari semua
soal. Untuk soal-soal essay dalam penskorannya biasanya digunakan cara memberi bobot (weithing)
kepada setiap soal menurut tingkat kesukaranya atau banyak-sedikitnya unsur yang harus terdapat
dalam jawaban yang dianggap paling baik. Misalnya: untuk soal no. 1 diberi skor maksimal 4, untuk
soal no. 3 diberi skor maksimum 6, untuk skor no. 5 skor maksimum 10 dan seterusnya.

Di lembaga–lembaga pendidikan kita, masih banyak pengajaran yang melakukan penskoran soal-soal
essay, tanpa pembobotan; setiap soal diberi skor yang sama meskipun sebenarnya tingkat kesukaran
soal-soal dalam tes yang disusunnya itu tidak sama.

Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, terutama dalam penilaian soal-soal essay, proses penskoran
dan penilaian biasanya tidak dibedakan satu sama lain; pekerjaan siswa atau mahasiswa langsung
diberi nilai, jadi bukan diskor terlebih dahulu. Oleh karena itu, hal ini sering kali menimbulkan
terjadinya halo effect, yang berarti dalam penilaiannya itu diikutsertakan pula unsur-unsur yang
irelevan seperti kerapian dan ketidakrapian tulisan, gaya bahasa, atau panjang-pendeknya jawaban
sehingga cenderung menghasilkan penilaian yang kurang andal. Hasil penilaian menjadi kurang
objektif. Jika tes yang berbentuk soal-soal essay tersebut dinilai oleh lebih dari satu orang, sering kali
terjadi perbedaan-perbedaan diantara penilai, bahkan juga hasil penilaian seorang penilai sering kali
berbeda terhadap jawaban-jawaban yang sama dari soal tertentu. Kesalahan seperti ini tidak akan
selalu terjadi jika dalam pelaksanaannya diadakan pemisahan antara proses penskoran dan
penilaian.

2. Pengertian Menilai

Sesuai memeriksa hasil tes dan menghitung jumlah jawaban benar untuk menentukan skornya,
maka langkah berikut adalah menetapkan nilai untuk pencapaian belajar siswa seperti yang
dicerminkan oleh skor itu. Kalimat ini menunjukkan bahwa skor dan nilai mempunyai pengertian
yang berbeda.

Skor (score atau mark) adalah angka yang menunjukkan jumlah jawaban yang benar dari sejumlah
butir soal yang membentuk tes. Dengan demikian, apabila jumlah soal yang benar ada 25, maka skor
untuk siswa tersebut adalah juga 25, terlepas dari berapa jumlah soal yang membentuk tes itu. Jadi,
biarpun jumlah soal dalam tes itu 30, 40, 50, 75, atau 100 sekalipun, siswa tersebut tetap mendapat
skor 25. Pemberian angka skor itu sebagai angka nilai tersebut tidak tepat. Skor 25 dari 30 butir soal
berbeda nilai daripada skor 25 pada tes dengan 50 butir soal, apalagi pada tes dengan 100 butir soal.
Pada tes dengan 30 butir soal, skor 25 menempatkan siswa itu pada kelompok yang berhasil
mencapai 83% tujuan instruksional yang diukur dengna tes tersebut. Tetapi skor 25 yang diperoleh
dari tes dengan 50 butir soal, tingkat pencapaian tujuan instruksional hanya sebesar 50%, dan hanya
sebesar 25% pada tes dengan 100 butir soal. Angka-angka persentase itu diperoleh dengan jalan
membagi jumlah skor dengan jumlah butir soal dalam seluruh tes dan dikalikan dengan 100%.
Angka-angka persentase ini menunjukkan nilai skor tersebut dalam kaitan dengan seluruh tes yang
disajikan.[2]

B. Perbedaan Penskoran dan Penilaian

Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (sama dengan memberikan angka yang diperoleh dengan
jalan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang oleh testee telah dijawab dengan betul,
dengan memperhitungkan bobot jawaban betulnya.[3]

Adapun yang dimaksud nilai adalah angka (bisa juga huruf), yang merupakan hasil ubahan dari skor
yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lainnya, serta disesuaikan pengaturannya dengan
standar tertentu. Itulah sebabnya mengapa nilai sering disebut skor standar (standard score).

Nilai pada dasarnya adalah angka/huruf yang melambangkan seberapa jauh/seberapa besar
kemampuan yang telah ditujukan oleh testee terhadap materi atau bahan yang teskan, sesuai
dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan.[4]

Penskoran berarti proses pengubahan prestasi menjadi angka-angka, sedangkan dalam penilaian kita
memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi itu dalam hubungannya dengan “kedudukan”
personal siswa dan mahasiswa yang memperoleh angka-angka tersebut di dalam skala tertentu.

Dalam penskoran, perhatian utama ditujukam kepada kecermatan dan kemantapan, sedangkan
dalam penilaian, perhatian terutama ditujukan kepada validitas dan kegunaan.[5]

C. Jenis-Jenis Kunci Pemberian Skor


Disamping penyusunan dan pelaksanaan tes, menskor dan menilai merupakan pekerjaan yang
menuntut ketekunan yang luar biasa dari penilai, ditambah dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan
tertentu. Nama lain dari menskor adalah memberi angka.

Dalam hal menskor atau menentukan angka, dapat digunakan tiga macam alat bantu, yaitu :

1. Pembantu menentukan jawaban yang benar, disebut kunci jawaban.

2. Pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci scoring.

3. Pembantu menentukan angka, disebut pedoman penilaian.

Keterangan dan penggunaannya dalam berbagai bentuk tes.

a. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk pilihan ganda (Multiple Choice)

Dengan bentuk tes seperti ini, testee diminta untuk melingkari atau tanda silang salah satu pilihan
jawaban. Dalam hal menentukan kunci jawaban untuk bentuk ini langkahnya sama seperti soal
bentuk betul salah. Hanya untuk soal yang jumlahnya melebihi 30 buah, sebaiknya menggunakan
lembar jawaban dan nomor-nomor urutannya dibuat sedemikian rupa sehingga tidak memakan
tempat.

Dalam menentukan angka untuk tes bentuk pilihan ganda, dikenal 2 (dua) macam cara pula, yakni
tanpa hukuman dan dengan hukuman. Tanpa hukuman apabila banyaknya angka dihitug dari
banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban.

· Tanpa hukuman menggunakan rumus : S = R

Keterangan :

S = Skor yang sedang di cari

R = Right (Jumlah Jawaban betul )

· Dengan hukuman menggunakan rumus : S= (R – W) : (n – 1).

Di mana :

S = Score

W = Wrong

n = Banyaknya pilihan jawaban (yang pada umumnya di indonesia 3,4,atau 5)[6]

b. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk betul-salah

Untuk tes bentuk betul-salah (true-false) yang dimaksud dengan kunci jawaban adalah deretan
jawaban yang kita persiapkan untuk pertanyaan atau soal-soal yang kita susun, sedangkan kunci
skoring adalah alat yang kita gunakan untuk mempercepat pekerjaan skoring.
Oleh karena itu dalam hal ini testee (tercoba) hanya diminta untuk melingkari huruf B atau S, maka
kunci jawaban yang disediakan hanya berbentuk urutan nomor serta huruf dimana kita
menghendaki untuk melingkari atau dapat juga diberi tanda X pada jawabannya.

Misalnya :

1. B 6. S

2. S 7. B

3. S 8. S

4. B 9. S

5. B 10. B

c. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk jawaban singkat (Short answer test)

Tes berbentuk jawaban singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban berbentuk kata atau
kalimat pendek. Bentuk tes ini dapat digolongkan kedalam bentuk tes obyektif. Tes bentuk isian ini,
dianggap setaraf dengan tes jawaban singkat ini.

Dengan mengingat jawaban yang hanya satu pengertian saja, maka angka bagi tiap nomor soal
mudah ditebak. Usaha yang dikeluarkan oleh siswa sedikit, tetapi lebih sulit daripada tes bentuk
betul-salah atau bentuk pilihan ganda. Sebaiknya tiap soal diberi angka 2. Dapat juga angka itu kita
samakan dengan angka pada bentuk betul-salah atau pilihan ganda jika memang jawaban yang
diharapkannya ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya apabila jawabannya bervariasi misalnya
lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap, maka angkanya dapat dibuat bervariasi pula misalnya 2;
1,5; dan 1.[7]

d. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan (Matching)

Pada dasarnya tes ini adalah bentuk tes pilihan ganda, dimana jawabannya dijadikan satu, demikian
pula pertanyaan-pertanyaannya. Satu kesulitan lagi adalah bahwa jawaban yang dipilih dibuat
sedemikian rupa sehingga jawaban yang satu tidak diperlukan bagi pertanyaan lain.

Kunci jawaban tes bentuk ini dapat berbentuk deretan jawaban yang dikehendaki atau deretan
nomor yang diikuti oleh huruf-huruf yang terdapat didepan alternative jawaban.

Telah dijelaskan bahwa tes bentuk menjodohkan ini adalah tes bentuk pilihan ganda yang lebih
kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak. Sebagai ancar-ancar
dapat ditentukan bahwa angka untuk tiap nomor adalah 2.[8]

e. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk uraian (Essay test)

Sebelum menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu pokok-pokok jawaban
yang kita kehendaki. Dengan demikian, akan mempermudah kita dalam mengoreksinya.

Ada sebuah saran, langkah-langkah apa yang harus kita lakukan pada waktu kita mengoreksi dan
memberi angka tes bentuk uraian. Saran tersebut adalah sebagai berikut :
1) Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban. Dengan
membaca seluruh jawaban, kita dapat memperoleh gambaran lengkap tidaknya jawaban yang
diberikan siswa secara keseluruhan.

2) Menentukan angka untuk soal pertama tersebut. misalnya jika jawaban itu lengkap diberi
angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, demikian seterusnya.

3) Memberi angka bagi soal pertama.

4) Membaca soal kedua dari seluruh jawaban siswa untuk mengetahui situasi jawaban,
dilanjutkan dengan pemberian angka untuk soal kedua.

5) Mengulangi langkah-langkah tersebut bagi soal tes ketiga dan seterusnya hingga seluruh soal
diberi angka.

6) Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk uraian.

Dengan membaca terlebih dahulu seluruh jawaban yang diberikan oleh siswa, kita menjadi tahu
bahwa mungkin tidak ada seorang pun dari siswa yang menjawab dengan betul untuk sesuatu
nomor soal. Menghadapi situasi seperti ini, kita gunakan cara pemberian angka yang relatif.
Misalnya untuk sesuatu nomor soal jawaban yang paling lengkap mengandung 3 unsur, padahal kita
menghendaki 5 unsur, maka pada jawaban yang paling lengkap itulah kita berikan angka 5,
sedangkan jika menjawab hanya 2 atau 1 unsur, kita berikan angka lebih sedikit. Ini adalah cara
memberikan angka dengan menggunakan atau mendasarkan pada norma kelompok. Apabila
memberikan angka berdasarkan pada standar mutlak, maka langkah-langkahnya akan lain, yaitu :

1) Membaca setiap jawaban yang diberikan siswa dan dibandingkan dengan kunci jawaban yang
telah kita susun.

2) Membubuhkan skor disebelah kiri setiap jawaba. Ini dilakukan per nomor.

3) Menjumlahkan skor-skor yang telah dituliskan pada setiap soal, dan terdapatlah skor untuk
bagian soal yang berbentuk uraian

Dengan cara kedua ini maka skor siswa tidak dibandingkan dengan jawaban yang paling lengkap
yang diberikan oleh siswa lain, tetapi dibandingkan dengan jawaban yang sudah ditentukan oleh
guru.

Adakalanya kita dituntut untuk memberikan nilai terhadap prestasi belajar siswa tanpa memberikan
skor terlebih dahulu. Misalnya pada ujian lisan. Apabila nilai ujian diberikan terhadap setiap butir
pertanyaan, cukuplah memadai. Bahaya yang mengancam kita adalah masuknya unsur subjektivitas
dalam diri kita sehingga kita seringkali melakukan hal-hal diluar keadilan. Untuk menguragi
masuknya unsur subjektivitas dalam penilaian, kita dapat menentukan sendiri aspek-aspek yang
menjadi bagian dari penilaian. Misalnya untuk penilaian ujian skripsi :

a. Mutu skripsi yang tersusun, meliputi unsur metodologi dan pembahasan teoritik.

b. Cara dan kemampuan mempertahankan kebenaran pendapatnya.

c. Luasnya materi pendukung yang digunakan untuk menjawab.


d. (untuk pembimbing) kemandirian dan kelancaran dalam konsultasi.

Untuk masing-masing aspek dapat ditentukan berapa nilainya, kemudian dijumlah dan ditentukan
nilai akhir.

Dalam menentukan nilai terhadap tiap-tiap aspek ini pun kita dituntut untuk memberikan
pertimbangan yang didasari oleh kebijaksanaan. Sebenarnya kita dapat mengambil salah satu dari 2
cara dibawah ini, yaitu :

1) Bertitik tolak dari batas bawah,

Yaitu berfikir dari pekerjaan yang paling jelek diberi nilai berapa, kemudian membandingkan hasil
pekerjaan yang kita hadapi dengan nilai batas bawah tersebut. dari batas bawah ini kita memberikan
tambahan nilai sebanyak jarak antara nilai batas bawah dengan pekerjaan mahasiswa. Jadi kita
berangkat dari bawah, lalu nik. Menurut pengalaman, pemberian nilai dengan cara ini cenderung
menghasilkan nilai yang rendah.

2) Bertitik tolak dari plafon/batas atas.

Dengan cari ini kita berfikir mengenai kesempurnaan pekerjaan tetapi diukur menurut ukuran
mahasiswa, bukan diukur dengan kemampuan dosen atau ahli-ahli yang kita kagumi. Selanjutnya
berangkat dari nilai batas atas tersebut kita kurangkan sedikit-sedikit sejauh kesenjangan antara nilai
batas dengan pekerjaan mahasiswa yang kita hadapi. Jadi berangkat dari atas kemudian turun.
Menurut pengalaman, pemberian nilai dengan cara ini cenderung menghasilkan nilai yang tinggi.
Cara ini juga bisa diterapkan untuk menilai tugas atau yang bersifat relatif, yang berupa unjuk kerja
atau penampilan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah tepatnya waktu penyerahan nilai.[9]

f. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tugas

Kunci jawaban untuk memeriksa tugas merupakan pokok-pokok yang harus termuat didalam
pekerjaan siswa. Hal ini menyangkut kriteria tentang isi tugas. Namun sebagai kelengkapan dalam
pemberian skor, digunakan suatu tolok ukur tertentu. Tolok ukur yang disarankan dalam buku ini
sebagai ukuran keberhasilan tugas adalah :

1) Ketepatan waktu menyerahkan tugas

2) Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan siswa/mahasiswa dalam


mengerjakan tugas

3) Sistematika yang menunjukkan alur keruntutan pikiran

4) Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi

5) Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh
guru/dosen

Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu difikirkan peranan masing-masing aspek kriteria
tersebut, misalnya :

A1 - ketepatan waktu, diberi bobot 2


A2 - bentuk fisik, diberi bobot 1

A3 - sistematika, diberi bobot 3

A4 - kelengkapan isi, diberi bobot 3

A5 - mutu hasil, diberi bobot 3

Maka nilai hasil akhir tugas tersebut diberikan dengan rumus :

NAT = 2 x A1 + A2 + 3 x A3 + 3 x A4 + 3 x A5

12

NAT adalah Nilai Akhir Tugas.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa di satu pihak kita lihat adanya peranan penting yang
diberikan kepada nilai-nilai sebagai simbol prestasi akademis siswa, tetapi di lain pihak kita melihat
pula adanya kekurangan cara pemberiannya.[10]

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa yang dimaksud
penyekoran adalah proses pengubahan jawaban soal tes menjadi angka-angka, atau sebuah
tindakan kuantifikasi terhadap jawaban-jawaban yang diberikan oleh testee dalam suatu tes hasil
belajar.

Sedangkan penilaian adalah memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi dalam hubungannya
dengan “kedudukan” personal siswa dan mahasiswa yang memperoleh angka-angka tersebut di
dalam skala tertentu, misalnya skala tentang baik buruk, bisa diterima-tidak bisa diterima,
dinyatakan lulus-tidak lulus.

Dalam menentukan pemberian skor terdapat jenis-jenis kunci yang berbeda tergantung dari setiap
jenis tes yang diberikan apakah tes bentuk pilihan ganda (Multiple Choice) , tes bentuk betul-salah,
tes bentuk jawaban singkat (Short answer test), tes bentuk menjodohkan (Matching), tes bentuk
uraian (Essay test) dan tes bentuk tugas.

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai