Anda di halaman 1dari 20

Makalah

ANALISIS HASIL TES MENGGUNAKAN MODEL PENSKORAN DAN MODEL


PENSKALAAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah Teori dan Teknik Pengukuran
Dosen Pengampu: Drs. Edi Istiyono M.Si

Oleh:
Azizah Amalia (17302241024)
Nor muflihatur rofiah (17302244024)
Pendidikan Fisika A-2017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Teori Teknik Pengukuran mengenai
“Analisis Hasil Tes Menggunakan Model Penskoran dan Penskalaan”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari dosen pembimbing yang bertujuan
agar mahasiswa lebih memahami konsep Teori Teknik Pengukuran dan dapat digunakan
pembaca agar lebih memahami mengenai Teori Teknik Pengukuran. Dengan kerendahan
hati dan kesadaran penuh, kami sampaikan bahwa makalah ini tidak akan mungkin
terselesaikan tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung
ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, kami ucapkan terimakasih kepada :
1. Drs. Edi Istiyono M.Si. selaku dosen mata kuliah Teori dan Teknik Pengukuran
2. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan positif baik dukungan spiritual
maupun material.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa, makalah ini masih banyak kekurangan meskipun
telah disusun sebaik-baiknya. Untuk itu kami sangat mengharapkan adanya masukan,
saran, dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi diri kami para penulis dan pembacanya.

Yogyakarta, 13 November 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini di zaman modern, sebagian besar orang menggunakan sesuatu secara instan.
Dalam dunia pendidikan, guru masih menggunakan metode-metode untuk penskoran dan
penskalaan hasil tes dengan cara yang instan. Sebagian besar pendidik juga masih
kebingungan dalam menentukan skor dan skala yang sebaiknya dipakai dalam
menganalisis hasil tes peserta didik.
Dalam menganalisis sebuah data untuk penulisan skripsi, tesis, disertasi, dan karya
ilmiah khususnya dalam penelitian dibidang pendidikan banyak menggunakan metode
penskoran dan penskalaan. Penskoran dan penskalaan ini merupakan tindak lanjut dari tes
yang telah dilakukan terhadap peserta didik dimana guru memberi skor dan skala sesuai
dengan model yang ada. Sebelum, melakukan penskoran dan penskalaan dari sebuah
instrumen berupa tes guru perlu mengetahui metode atau model dari penskoran dan
penskalaan agar tidak kebingungan dalam menentukan cara yang sebaiknya digunakan.
Pada makalah ini, penulis ingin memaparkan mengenai model-model penskalan dan
penskoran. Pemaknaan dari angka penskoran ini dapat dimaknai secara penskalaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyusun makalah dengan judul “Analisis Hasil
Tes Menggunakan Model Penskoran dan Penskalaan ”. Diharapkan makalah ini dapat
menambah wawasan guru, mahasiswa, dan pembaca dalam melakukan penskoran dan
penskalaan hasil tes.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana analisis hasil tes menggunakan model penskoran?
2. Bagaimana analisis hasil tes menggunakan model penskalaan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui analisis hasil tes menggunakan model penskoran
2. Untuk mengetahui analisis hasil tes menggunakan model penskalaan
D. Manfaat
1. Bagi Guru
a) Memberi wawasan dan pengetahuan dalam melakukan penskoran dan penskalaan
hasil tes peserta didik
b) Sebagai acuan atau pedoman pendidik dalam menentukan ,metode penskoran dan
penskalaan agar tidak kebingungan dalam menentukan cara penskoran dan
penskalaan yang sebaiknya digunakan.
2. Bagi Pembaca
a) Menjadikan referensi dalam melakukan penskoran dan penskalaan hasil tes
BAB II
PEMBAHASAN

A. Analisis Hasil Tes Model Penskoran


1. Perbedaan antara Skor dan Nilai
Penskoran merupakan proses pengolahan hasil jawaban tes peserta didik menjadi
sebuah angka. Dengan memberikan skor, dapat diperoleh gambaran tentang kemampuan
peserta didik yang di ukur dalam suatu perangkat tes. Proses pengubahan skor tes dari
angka menjadi nilai dilakukan melalui suatu proses pengolahan tertentu. Namun yang
terjadi selama ini, banyak para pendidik yang masih menampuradukkan antara 2
pengertian skor dan nilai.
Adapun makna skor itu sendiri adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan
menjumlahkan angka-angka pada setiap butir soal tes yang dijawab dengan benar. Skor ini
disebut skor mentah yang perlu diolah menjadi skor nilai. Sedangkan nilai adalah angka
atau huruf yang berasal dari ubahan skor dengan acuan tertentu yang melambangkan
seberapa jauh atau seberapa kemampuan yang telah ditunjukan oleh peserta didik terhadap
materi yang diteskan.
Jenis- Secara rinci skor dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu skor yang diperoleh
(obtained score), skor sebenarnya (true score), dan skor kesalahan (error score). Skor yang
diperoleh adalah angka yang dimiliki oleh peserta didik sebagai hasil mengerjakan tes. Skor
sebenarnya atau skor univers/skor alam adalah nilai hipotesis yang sangat bergantung dari
perbedaan individu berkenaan dengan pengetahuan yang dimiliki secara tetap.
Perbedaan skor yang diperoleh dengan skor yang sebenarnya, disebut dengan istilah
kesalahan dalam pengukuran atau kesalahan skor/skor kesalahan. Hubungan antara ketiga
macam skor tersebut adalah:
Skor yang diperoleh = skor sebenarnya + skor kesalahan
2. jenis Penskoran Berdasarkan Bentuk Tes
Cara menskor hasil tes biasanya disesuaian dengan bentuk soal-soal tes yang
digunakan. Di Lembaga-lembaga Pendidikan masih banyak terdapat kesalahan para
pendidik dalam hal menskor dan menilai. Sebagai contoh dalam soal essay, dimana
pekerjaan peserta didik langsung diberi penilaian tanpa dibuat skor terlebih dahulu.
Kesalahan seperti ini tidak akan selalu terjadi jika dalam pelaksanaannya diadakan
pemisahan antara proses penskoran dan penilaian.
Menskor dan menilai merupakan pekerjaan yang menuntut ketekunan yang luar biasa
dari penilai, ditambah dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu. Dalam hal pekerjaan
menskor atau menentukan angka, dapat digunakan 3 macam alat bantu yaitu:
1. Alat bantu untuk menentukan jawaban yang benar disebut dengan kunci
jawaban.
2. Alat bantu untuk menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah disebut kunci
skoring.
3. Alat bantu untuk menentukan angka disebut pedoman penilaian.
Terkait jenis penskoran dalam berbagai bentuk tes, antara lain sebagai berikut:
a. Penskoran Tes Bentuk Benar-Salah
Dalam pemberian angka (skor) untuk tes bentuk B-S ini dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu:
1) Tanpa hukuman atau tanpa denda
Merupakan banyaknya angka yang diperoleh peserta didik sebanyak jawaban yang
cocok dengan kunci.
S=R
2) Dengan hukuman atau dengan denda
Skor yang diperoleh peserta didik ada kemungkinan bercampur dengan skor yang
diperoleh dari butir tes yang tidak dipahami, sehingga skor yang diperoleh dianggap ada
unsur menebak. Terdapat 2 macam rumus yang digunakan namun hasilnya sama.
Pertama dengn rumus S = R – W
Kedua dengan rumus S = T – 2W
Keterangan :
S = Skor perolehan
R = Jumlah jawaban yang benar
W = Jumlah jawaban yang salah
T = Jumlah total soal dalam tes
Contoh : Banyaknya soal = 10 buah
Jawaban betul = 8 buah
Jawaban salah = 2 buah
Maka perolehan skornya adalah S = R – W atau S = T – 2W
=8–2 = 10 – 2.2
=6 =6
b. Penskoran Tes Bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choice)
Skor yang digunakan dalam menentukan angka untuk tes bentuk pilihan ganda
dikenal 2 macam cara pula, yakni tanpa hukuman dan dengan hukuman.
1) Tanpa hukuman, yaitu apabila banyaknya angka dihitung dari banyaknya jawaban
yang cocok dengan kunci jawaban.
S=R
2) Dengan hukuman
(𝑾)
Menggunakan rumus : 𝑺 = 𝑹 − (𝒏−𝟏)

Dimana S = Skor perolehan


R = Jumlah jawaban yang benar
W = Jumlah jawaban yang salah
n = Banyaknya pilihan jawaban
Contoh:
Dalam tes hasil belajar fisika yang diikuti oleh 40 orang peserta didik SMA diajukan
20 butir item tes obyektif yang berbentuk pilihan ganda dengan ketentuan bahwa untuk
setiap butir item yang dijawab betul diberikan bobot 1 dan untuk setiap butir item yang
dijawab salah diberikan bobot 0.
Dalam tes tesebut seorang peserta didik bernama Basrudin dapat menjawab dengan
betul sebanyak 15 butir item (R=12), berarti jawaban yang salah = 20 -12= 8 (W=8)
sedangkan option = 5 (O=5).
Apabila terhadap jawaban salah itu dikenai sanksi berupa denda, maka skor akhir yang
(𝑾) (𝟖)
diberikan kepada Basrudin adalah : 𝑺 = 𝑹 − (𝒏−𝟏) = 𝟏𝟐 − (𝟓−𝟏) = 𝟏𝟎

Sedangkan apabila terhadap jawaban salah itu tidak dikenai sanksi berupa denda, maka
skor yang diberikan kepada basyirun adalah : S = R = 12
c. Penskoran Tes Bentuk Jawab Singkat (Short Answer Test)
Tes bentuk jawab singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban berbentuk kata
atau kalimat pendek. Bentuk tes ini dapat digolongkan kedalam bentuk tes obyektif. Tes
bentuk isian ini, dianggap setaraf dengan tes jawaban singkat ini.Dengan mengingat
jawaban yang hanya satu pengertian saja, maka angka bagi tiap nomor soal mudah ditebak.
Usaha yang dikeluarkan oleh peserta didik sedikit, tetapi lebih sulit daripada tes bentuk
benar-salah atau bentuk pilihan ganda. Sebaiknya tiap soal diberi skor bobot 2 jika lebih
sulit dari bentuk tes pilihan ganda atau benar-salah. Adapun rumus penentuan skor
S=R
Dapat juga angka itu kita samakan dengan angka pada bentuk benar-salah atau pilihan
ganda jika memang jawaban yang diharapkannya ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya
apabila jawabannya bervariasi misalnya lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap, maka
skornya dapat dibuat bervariasi pula misalnya 2; 1,5; dan 1. Sehingga jumlah skor yang
diperoleh adalah penjumlahan dari skor setiap butir tes.

𝑺𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 = ∑ 𝑺𝑩𝒖𝒕𝒊𝒓

d. Penskoran Tes Bentuk Menjodohkan (Matching)


Pada dasarnya tes ini adalah bentuk tes pilihan ganda, dimana jawabannya dijadikan
satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya. Namun pada tes bentuk ini ada satu
kesulitan yaitu dimana jawaban yang dibuat lebih banyak dari jumlah pertanyaan. Maka
peserta didik akan kesulitan menentukan jawaban yang benar karena jawaban yang tersedia
banyak sehingga akan ada satu jawaban yang tidak diperlukan bagi pertanyaan lain.
Tes bentuk menjodohkan ini adalah tes bentuk pilihan ganda yang lebih kompleks.
Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak .Sebagai ancar-ancar
dapat ditentukan bahwa skor untuk tiap nomor adalah 2. Sehingga rumus penentuan skor
S = R atau 𝑺𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍 = ∑ 𝑺𝑩𝒖𝒕𝒊𝒓𝑺𝒐𝒂𝒍
e. Penskoran Tes Bentuk Uraian (Essay Test)
Untuk mengoreksi dan memberikan skor/angka pada tes ini alangkah baiknya sebelum
menyusun tes uraian ditentukan terlebih dahulu pokok-pokok jawaban yang dihendaki.
Dengan demikian akan mempermudah pekerjaan mengoreksi tes itu. Tetapi dalam bentuk
tes ini tidak ada jawaban yang pasti, karena jawaban yang diperoleh pasti akan beraneka
ragam dari jawaban peserta didik satu dengan yang lainnya.
Skor jadi yang diperoleh peserta didik yang menjawab suatu butir soal urian ditetapkan
dengan jalan membagi skor mentah yang diperoleh dengan skor mentah maksimum soal
kemudian dikalikan dengan bobot soal tersebut. Rumus yang dipakai untuk penghitungan
skor butir soal (SBS) adalah:
𝒂
𝑺𝑩𝑺 = ×𝒄
𝒃
Setelah diperoleh skor tiap soal maka dapat dihitung skor total peserta didik (STS)
untuk serangkaian soal dalam tes :

𝑺𝑻𝑺 = ∑ 𝑺𝑩𝑺

Keterangan : SBS = Skor butir soal


STS = Skor total perolehan tes
a = Skor mentah yang diperoleh untuk tiap butir soal
b = Skor mentah maksimum soal
c = Bobot soal
Kemudian untuk mempermudah dalam memberikan angka/skor, ada beberapa langkah
yang dilakukan yaitu :
1) Menurut Norma Kelompok (Norm Referenced Test)
- Membaca soal pertama dari seluruh peserta didik untuk mengetahui situasi
jawaban. Dengan membaca seluruh jawaban, kita dapat memperoleh gambaran
lengkap tidaknya jawaban yang diberikan peserta didik secara keseluruhan.
- Menentukan angka untuk soal pertama tersebut. Misalnya jika jawaban itu lengkap
diberi angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, demikian seterusnya.
- Memberi angka bagi soal pertama.
- Membaca soal kedua dari seluruh jawaban peserta didik untuk mengetahui situasi
jawaban, dilanjutkan dengan pemberian angka untuk soal kedua.
- Mengulangi langkah-langkah tersebut bagi soal tes ketiga dan seterusnya hingga
seluruh soal diberi angka.
- Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing peserta didik
untuk tes bentuk uraian.
Dengan cara ini maka pemberian skor pada tes bentuk uraian tidak akan dapat konsisten
dari kelas ke kelas atau dari tahun ke tahun.
2) Menurut Norma Kriteria atau Standar Mutlak (Criterion Referenced Test)
- Membaca setiap jawaban yang diberikan siswa dan dibandingkan dengan kunci
jawaban yang telah kita susun.
- Membubuhkan skor disebelah kiri setiap jawaban. Ini dilakukan per nomor.
- Menjumlahkan skor-skor yang telah dituliskan pada setiap soal, dan terdapatlah
skor untuk bagian soal yang berbentuk uraian
Dengan cara ini maka skor siswa tidak dibandingkan dengan jawaban yang paling
lengkap yang diberikan oleh siswa lain, tetapi dibandingkan dengan jawaban yang sudah
ditentukan oleh guru.
f. Penskoran untuk Tugas
Kunci jawaban untuk memeriksa tugas merupakan pokok-pokok yang harus termuat
didalam pekerjaan peserta didik. Hal ini menyangkut kriteria tentang isi tugas. Namun
sebagai kelengkapan dalam pemberian skor, digunakan suatu tolok ukur tertentu. Tolok
ukur yang digunakan sebagai ukuran keberhasilan tugas adalah :
1) Ketepatan waktu menyerahkan tugas.
2) Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan siswa/mahasiswa dalam
mengerjakan tugas.
3) Sistematika yang menunjukkan alur keruntutan pikiran.
4) Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi.
5) Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh
pendidik.
Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu dipikirkan peranan masing-masing aspek
kriteria tersebut, misalnya :
A1 - ketepatan waktu, diberi bobot 2
A2 - bentuk fisik, diberi bobot 1
A3 - sistematika, diberi bobot 3
A4 - kelengkapan isis, diberi bobot 3
A5 - mutu hasil, diberi bobot 3
Maka skor akhir tugas tersebut diberikan dengan rumus :
SAT = 2 x A1 + A2 + 3 x A3 + 3 x A4 + 3 x A5
12
SAT adalah Skor Akhir Tugas.
3. Skor Komposit
Skor komposit merupakan gabungan dari skor tunggal atau gabungan subskor. Jika ada
beberapa sub intrumen maka skor akhir perlu dilakukan penggabungan skor dengan skor
komposit. Skor yang dapat digabungkan yang setara dinyatakan dengan skor standar T.
Skor terstandar dinyatakan dengan
T = M + SZ
Dengan M = rerata skor
S = simpangan baku (standard deviasi)
Z = skor Z
𝑿−𝑴
Skor Z adalah 𝒁 = 𝑺

Dengan x = skor mentah


Jika dalam pembelajaran ada beberapa jenis pengukuran, skor akhir merupakan
gabungan atau komposit dari skor-skor pada beberapa jenis pengukuran misalnya UTS,
kuis, PR, dan UAS. Skor komposit lebih mencerminkan prestasi peserta didik daripada
melalui skor yang didapat dari tes tunggal.
Skor komposit adalah:
𝒏
𝑵𝒌𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔𝒊𝒕 = ∑ 𝑾𝒊 𝑻𝒊
𝒊=𝟏

Dengan 𝑊𝑖 adalah bobot komponen dengan persamaan:


𝒃𝒊
𝑾𝒊 = 𝒏
∑𝒊=𝟏 𝒃𝒊
Nilai komposit menjadi:
∑𝒏𝒊=𝟏 𝒃𝒊 𝑻𝒊
𝑵𝒌𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔𝒊𝒕 =
∑𝒏𝒊=𝟏 𝒃𝒊
Contoh :
Seorang peserta didik bernama Jono memperoleh beberapa skor dari mata pelajarn
fisika yaitu :
UTS = 80
Kuis = 90
PR = 100
UAS = 80
Jika pembobotan untuk skor UTS, Kuis, PR, dan Uas adalah 1 : 1 : 1 :2, maka skor
komposit yang diperoleh Jono adalah
𝒏
𝑵𝒌𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔𝒊𝒕 = ∑ 𝑾𝒊 𝑻𝒊
𝒊=𝟏

𝑵𝒌𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔𝒊𝒕 = (𝟏 × 𝟖𝟎) + (𝟏 × 𝟗𝟎) + (𝟏 × 𝟏𝟎𝟎) + (𝟐 × 𝟖𝟎) = 𝟒𝟑𝟎


B. Analisis Hasil Tes Model Penskalaan
Secara umum ada empat jenis ukuran atau yang biasa disebut skala dalam statistik untuk
menganalisis hasil tes antara lain:
1. Skala Nominal : Skala pengukuran nominal digunakan untuk mengklasifikasikan
obyek, individual atau kelompok. Sebagai contoh pengklasifikasi jenis kelamin, agama,
pekerjaan, dan area geografis. Dalam mengidentifikasi hal-hal diatas digunakan angka-
angka sebagai symbol. Contohnya : jenis kelamin rsponden, laki-laki = 1, dan wanita =
2.
2. Skala Ordinal : Skala pengukuran ordinal memberikan informasi tentang jumlah
relatif karakteristik yang berbeda yang dimiliki oleh obyek atau indvidu tertentu.
Tingkat pengukuran ini mempunyai informasi skala nominal ditambah dengan sarana
peringkat relative tertentu yang memberikan informasi apakah suatu obyek memiliki
karakteristik yang lebih atau kurang tetapi bukan berapa banyak kekurangannya atau
kelebihannya.
Skala pengukuran yang meyatakan kategori sekaligus melakukan rangking terhadap
kategori. Contoh : pendidik ingin mengukur prestasi hasil belajar peserta didik kelas X
Peserta didik kelas X Ranking
Andi 1
Sifa 2
Sintia 3
Rendi 4
3. Skala Interval : Skala interval mempunyai karakteristik seperti yang dimiliki oleh
skala nominal dan skala ordinal dengan ditambah karakteristik lain, yaitu berupa
adanya interval yang tetap. Dengan demikian peneliti dapat melihat besarnya perbedaan
karakteristik antara satu individu atau obyek dengan lainnya.
4. Skala Rasio : Skala pengukuran ratio mempunyai semua karakteristik yang dipunyai
oleh skala nominal, ordinal, dan interval dengan kelebihan skala ini mempunyai nilai 0
(nol) empiris absolut. Nilai absolut nol tersebut terjadi pada saat ketidak hadirannya
suatu karakteristik yang sedang diukur. Pengukuran ratio biasanya dalam bentuk
perbandingan antara satu individu atau obyek tertentu dengan lainnya.
Selain skala yang diatas ada juga berbagai skala yang dapat digunakan untuk mengukur
gejala/fenomena sosial atau sering disebut skala sikap. Ada empat jenis skala pengukuran
sikap menurut Daniel J Mueller (1992), yaitu:
1. Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan
diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan
sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa pernyataan atau
pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala.
Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa
kata-kata antara lain:
1. Sangat setuju 1. Sering 1. Sangat positif
2. Setuju 2. Kadang-kadang 2. Positif
3. Ragu-ragu 3. Tidak pernah 3. Negatif
4. Tidak setuju 4. Sangat negatif
5. Sangat tidak setuju 5. Sangat baik
6. Baik
7. Tidak baik
8. Sangat tidak baik

Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya:

1) Setuju/ selalu/ sangat positif diberi skor 5


2) Setuju/ sering/ positif diberi skor 4
3) Ragu-ragu/ kadang-kadang/ netral diberi skor 3
4) Tidak setuju/ hampir tidak pernah/ negatif diberi skor 2
5) Sangat tidak stuju/ tidak pernah/ diberi skor 1
Instrumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk
checklist ataupun pilihan ganda.
Contoh Bentuk Checklist
Berilah jawaban pernyataan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara
memeberi tanda (√) pada kolom yang tersedia.
Jawaban
No. Pertanyaan
SS ST RG TS STS
Sekolah ini akan
1
menggunakn teknologi
informasi dalam pelayanaan

administrasi dan akademik
……………………………
2
……
SS = Sangat Setuju diberi skor 5
ST = Setuju diberi skor 4
RG = Ragu-Ragu diberi skor 3
TS = Tidak setuju diberi skor 2
STS = Sangat Tidak Setuju diberi skor 1

Contoh bentuk plihan ganda


Berilah salah satu jawaban terhadap pertanyaan berikut sesua dengan pendapat anda,
dengan cara member tanda lingkaran nomor jawaban yang tersedia.
Kurikulum baru tu akan segera diterapkan di lembagaan pendidikan anda?
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu/ netral
d. Setuju
e. Sangat setuju
Dengan bentuk pilihan ganda itu, maka jawaban dapat diletakkan pada tempat yang
berbeda-beda. Dalam penyusunan instrument untuk variabel tertentu sebaiknya butir-butir
pertanyaan dibuat dalam bentuk kalimat positif netral atau negatif, sehungga responden
dapat mejawa dengan serius dan konsisten. Dengan cara demikian maka kecenderungan
responden untuk menjawab pada kolom tertent dari bentuk checklist dapat dikurangi.
Dengan model ini juga responden akan selalu membaca pertanyaan setiap instrument dan
juga jawabannya. Pada bentuk checklist sering jawaban tidak dibaca, karena letak
jawabanna sudah menentu. Tetapi dengan bentuk checklis, maka akan didapat keuntungan
dalam hal ini sangat singkat dalam pembuatannya, hemat kertas, mudah mentabulasikan
data, dan secara visual lebih menarik. Data yang diperoleh dari skala tersebut adalah
berupa data internal.
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Sedangkan pada evaluasi, skala likert
digunakan untuk:
1) Menilai keberhasilan suatu kebijakan atau program
2) Menilai manfaat pelaksanaan suatu kebijakan atau program
3) Mengetahui kepuasan stakeholder terhadap pelaksanaan suatu kebijakan atau program

2. Skala Guttman
Skala pengkuran dengan tipe ini, akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak”,
“benar-salah”, “penah-tidak pernah”, positif-negatif” dan lain-lain. Data yang diperboleh
dapat berupa data interval atau rasio dikhotomi (dua alteratif). Jadi kalau pada skala Likert
terdapat 3, 4, 5, 6, 7 interval dri kata “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”maka pada
dalam skala Guttman hanya ada dua interval yaitu “setuju”atau “tidak setuju”.
Contoh:

1) Bagaimana pendapat anda, bila orang itu menjabat Kepala sekolah disini?
a. Setuju
b. Tidak setuju
2) Pernakah Penilik Sekolah melakukan pemeriksaan di ruang kelas anda?
a. Tidak pernah
b. Pernah
Skala Guttman selai dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda, juga dapat dibuat dalam
bentuk checklist. Jawaban yang dapat diskor tertinggi satu dan terendah nol.

3. Semantic Defferensial
Skala pegukuran yang berbenuk semantic defferensial di kembangkan oleh Osgood.
Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda
maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban “sangat
positifnya”, terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang “sangat negatif” terletak di
bagian kiri garis atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya
skala ini digunakan untuk mengukur sikap/ karakteristik tertentu yang dipunyai oleh
seseorang.
Contoh:
Mohon diberi nilai gaya kepemimpinan Kepala Sekolah
Bersahabat 5 4 3 2 1 Tidak bersahabat
Tepat janji 5 4 3 2 1 Lupa janji
Bersaudara 5 4 3 2 1 Memusuhi
Memberi pujian 5 4 3 2 1 Mencela
Mempercayai 5 4 3 2 1 Mendominasi
Responden dapat memberi jawaban, pada rentang jawaban yang positif sampai
negatif. Responden yang member penilaian pada angka 5 berarti menilai Kepala Sekolah
sangat negatif dan sebaliknya.

4. Rating Scale
Rating scale adalah harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada
alternative jawaban setiap item instrument.
Ada beberapa jenis skala rating yang dapat digunakan, yaitu :
a. Skala grafis
Menggunakan garis lurus horizontal ataupun kadang vertikal dalam penyajiannya.
Misalnya :

b. Skala Numeris
Angka dalam kebanyakan skala rating digunakan sebagai anchor, tetapi penggunaan
angka ini harus didefinisikan secara jelas. Di depan ataupun di belakang setiap deskripsi
disediakan ruang untuk membubuhkan tanda (biasanya tanda √) yang menunjukkan
kesesuaiannya dengan subjek yang diamati. Bentuk numeris ini kadang disertai bentuk
grafis, sehingga observer atau rater hanya menandai angka yang menjadi
pilihannya. Misalnya skala enam jenjang untuk mengukur orientasi pelayanan pelanggan :
Atau :
1. Bagaimanakah partisipasi peserta didik dalam diskusi kelas? 1 2 3 4 5
2. Bagaimanakah hubungan peserta didik dengan kelompoknya? 1 2 3 4 5
Catatan:
1 = tidak memuaskan
2 = di bawah rata-rata.
3 = rata-rata
4 = di atas rata-rata
5 = sempurna
c. Standard Rating
Bentuk rating ini sering juga disebut sebagai skala presentase. Anchor presentase
meminta observer merating subjek ke dalam suatu kontinum yang bergerak dari 0 s/d 100,
dalam perbandingan dengan subjek amatan lain atau kelompok khusus. Misalnya mengukur
interpersonal persuasiveness ability :

d. Cumulated Points Rating


item yang disusun merupakan indikator suatu trait yang akan diukur. Skor akhir skala
merupakan penjumlahan keseluruhan aitem. Misalnya, bagaimana seorang pendidik
mengobservasi kemampuan peserta didik dalam merangkai alat :
e. Semantic Differential
Skala ini menggunakan pasangan kata sifat yang berlawanan dalam memberikan
rating. Misalnya :
BAB III
KESIMPULAN

1. Analisis hasil tes menggunakan model penskoran dalam memberi skor tidak sama
untuk setiap jenis tes. Tes pilihan ganda dan benar-salah memiliki penskoran untuk
setiap jawaban benar dengan denda atau tanpa denda. Sedangkan tes jawaban singkat,
menjodohkan, uraian dan tugas memiliki penskoran sesuai kelengkapan jawaban, yang
setiap butir soal memiliki bobot skor masing-masing.

2. Analisis hasil tes menggunakan model penskalaan dibedakan menjadi skala nominal,
ordinal, interval, dan rasio dalam statistik. Sedangkan dalam menganalisis hasil tes
menggunakan skala likert, skala guttman, skala diferensial, dan rating scale. Untuk
rating scale terdapat skala grafik, numerik, standart rating, cumulated point rating, dan
semantic differential.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2016. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Istiyono, Edi. 2018. Pengembangan Instrumen Penilaian dan Analisis Hasil Belajar Fisika
dengan Teori Klasik dan Modern. Yogyakarta: UNY Press.

Mardapi, Djemari. 2017. Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Susetyo, Budi. 2015. Prosedur Penyusunan dan Analisis Tes untuk Penilaian Hasil Belajar
Bidang Kognitif. Bandung: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai